Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

“MEDIASI”

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah AHDE dan Lingkungan Bisnis

Dosen Pengampu :

Di Susun Oleh Kelompok 13 :


Ferdin Dio Rahma (22101081284)

Mochammad Iqbal Bachresy (22101081282)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang, 31 Maret 2022

Kelompok 13

i
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 DEFINISI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA..........................................2
2.2 DEFINISI MEDIASI......................................................................................................4
2.3 JENIS MEDIASI............................................................................................................7
2.4 PENTINGNYA MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA......8
2.5 CONTOH KASUS.........................................................................................................9
BAB III PENUTUP........................................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................13
3.2 SARAN..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of
interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidak puasannya kepada pihak
kedua, apabila pihak kedua tersebut dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka
selesailah konflik tersebut. Namun sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan
pendapat atau memiliki nilai – nilai yang berbeda, maka akan terjadilah apa yang disebut dengan
sengketa. 
Jika di dalam masyarakat terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan jalan
musyawarah, maka pihak yang dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan melalui lembaga
pengadilan. Pihak ini disebut penggugat. Gugatan diajukan ke pengadilan yang memiliki
wewenang menyelesaikan sengketa tersebut. Di dalam perkara perdata di kenal adanya Adagium
“Justice Delayed Is Jutice Denied” yang artinya keadilan tidak dapat di sangkal dan di tunda.
. Tetapi di dalam praktiknya proses perkara di pengadilan justru berjalan lambat dan
memakan waktu cukup lama bahkan bertahun - tahun, sehingga terjadi pemborosan waktu
(waste of time) dan pemeriksaan bersifat formal (formalistic) dan tekhnis ( technically ).
Adanya hak kepada para pihak untuk tidak hadir seringkali di manfaatkan untuk
mengulur - ulur waktu. Dalam proses yang demikian akan berakibat pada mahalnya biaya yang
harus di keluarkan sehingga tercapainya peradilan yang sederhana,cepat dan berbiaya ringan
sangat sulit di capai. Hal lain yang terjadi di dalam proses litigasi adalah putusan menang kalah (
win lose ), dimana perasaan menang kalah tidak akan memberikan kedamaian salahsatu pihak
dan justru dapat menimbulkan dendam dan konflik baru. Pada sisi lain keterbatasan jumlah
hakim dan menumpuknya perkara perdata di pengadilan juga memberikan dampak pada
lambatnya proses perkara perdata di pengadilan.
Dalam rangka mewujudkan proses sederhana, cepat dan murah. Pasal 130 HIR dan pasal
154 Rbg memungkinkan upaya perdamaian dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa
perdata. Dalam rangka mewujudkan proses sederhana, cepat dan murah. Pasal 130 HIR dan pasal
154 Rbg memungkinkan upaya perdamaian dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa
perdata. Hukum acara yang berlaku selama ini baik Pasal 130 HIR ataupun Pasal 154 RBg,

1
mendorong para pihak yang bersengketa untuk menempuh proses mediasi sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 130 HIR tentang pelaksanaan perdamaian di muka sidang disebutkan
bahwa:
1) Jika pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap, maka
pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya berusaha mencapai perdamaian antara
kedua belah pihak. Jika dapat dicapai perdamaian sedemikian, maka dibuatlah untuk itu
suatu akta dalam sidang tersebut, dalam mana kedua pihak dihukum
2) untuk mentaati isi persetujuan yang telah dicapai itu, akta mana mempunyai kekuatan yang
sama dan dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu putusan biasa.
3) Tahap putusan sedemikian tidak dapat dimintakan banding.
4) Jika dalam usaha untuk mencapai perdamaian tersebut diperlukan bantuan seorang juru
bahasa, maka diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal berikut:

Mediasi dapat diintensifkan dengan cara menggabungkan proses mediasi kedalam


prosedur berperkara di Pengadilan Negeri, dengan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung
dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan,
maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak, kedua
aturan tersebut menjadi landasan. Untuk mengintegrasikan mediasi kedalam proses beracara di
pengadilan sehingga dapat menjadi salah satu instrumen yang cukup efektif dalam mengatasi
masalah penumpukan perkara di pengadilan dan memaksimalkan fungsi lembaga non-peradilan
untuk menyelesaikan sengketa di samping proses acara pengadilan yang besifat ajudikatif
(memutus).
Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 2008 Tentang Mediasi, mewajibkan agar
semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator yang diatur dalam pasal 2, ayat (3) dan (4) yang berbunyi
yaitu:
3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan
batal demi hukum.

2
4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang
bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama
mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 juga mengatur tentang prosedur mediasi
di pengadilan. Paling lama sehari setelah sidang pertama para pihak harus memilih mediator
yang dimiliki oleh Pengadilan ataupun yang tidak tercantum dalam daftar Pengadilan. Apabila
tidak tercapai kesepakatan mengenai mediator tersebut maka wajib menunjuk mediator dari
daftar yang disediakan oleh Pengadilan saja. Apabila hal tersebut tidak juga berhasil, dalam
jangka satu hari kerja berdasarkan penetapan, Ketua majelis berwenang menunjuk seorang
mediator. Apabila mediasi berhasil, kesepakatan lengkap dengan klausula pencabutan perkara
atau pernyataan perkara telah selesai disampaikan dalam sidang. Majelis Hakim kemudian akan
mengkukuhkan kesepakatan itu sebagai akta perdamaian. Tetapi apabila gagal adalah tugas
mediator untuk melaporkannya secara tertulis kepadaMajelis Hakim. Konsekuensi kegagalan
tersebut memaksa Majelis Hakim melanjutkan proses perkara.
Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa selama ini belum diketahui
dan dikenal oleh masyarakat dan juga belum di laksanakan dengan sungguh-sungguh .Tidak
semua Pengadilan menerapkan atau menggunakan medasi. Dengan adanya ketentuan dalam
pasal 130 ayat (1) HIR atau pasal 154 ayat (1) RBg tersebut, maka dalam hal ini hakim
mempunyai peranan yang penting untuk mengusahakan penyelesaian secara damai untuk
perkara perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim haruslah dapat memberikan suatu
pengertian bahwa penyelesaian perkara dengan cara perdamaian merupakan suatu cara
penyelesaian yang lebih baik dan bijaksana daripada diselesaikan dengan cara putusan
pengadilan, baik di pandang dari segi hukum masyarakat maupun dipandang dari segi waktu,
biaya dan tenaga yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Definisi Dari Alternatif Penyelesaian Sengketa ?
1.2.2 Apa pengertian dari Mediasi ?
1.2.3 Apa saja Jenis Dari Mediasi ?
1.2.4 Apa Pentingnya Mediasi dalam penyelesaian konflik perdata ?
1.2.5 Berikan Contoh Kasus tentang Mediasi !?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa


Dalam sistem peradilan, khusus untuk perkara perdata. Sekali lagi, hanya untuk perkara
perdata saja yang dapat diselesaikan perkaranya dengan menggunakan sistem out court/
nonlitigasi. Nonlitigasi/ nonajudikasi adalah sistem peradilan yang penyelesaiannya
dilaksanakan di luar pengadilan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution). Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999
tentang ADR dan Arbitrase dapat dibagi beberapa model ADR sebagai berikut:
1. Konsultasi
2. Negosiasi
3. Konsiliasi (pemufakatan)
4. Mediasi
5. Arbitrase

2.2 Pengertian dari Mediasi


Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah.
Makna ini menunjuk pada peran  yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. Berada di
tengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam
menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa
secara adil dan sama sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa
Selanjutnya para ahli memberikan pendapatnya mengenai pengertian mediasi di bawah
ini:
1. Pengertian Mediasi menurut Laurence Bolle, Mediasi adalah proses pengambilan keputusan
di mana pihak dibantu oleh mediator, dalam hal ini upaya mediator untuk meningkatkan

4
proses pengambilan keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka
inginkan bersama.
2. Menurut J. Folberg dan A. Taylor, Pengertian Mediasi adalah proses dimana para peserta,
bersama-sama dengan bantuan dari orang yang netral, sistematis mengisolasi sengketa
dalam rangka untuk mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif dan mencapai
penyelesaian sengketa yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka.
3. Garry Goopaster mengemukakan pengertian mediasi, Mediasi ialah suatu proses negosiasi
pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama
dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian yang memuaskan.
4. Pengertian Mediasi menurut Christopher W. Moore, Mediasi adalah intervensi dalam
negosiasi atau konflik dari pihak ketiga yang dapat diterima yang terbatas atau tidak ada
keputusan otoritatif membuat kekuasaan, tetapi membantu pihak-pihak yang terlibat dalam
sukarela mencapai penyelesaian yang saling diterima dalam sengketa.

Pengertian Mediasi yang diungkapkan oleh Laurence Belle di atas menekankan bahwa
mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak yang dibantu oleh
pihak ketiga sebagai mediator. Pernyataan Belle menunjukkan bahwa kewenangan pengambilan
keputusan sepenuhnya berada di tangan para pihak dan mediator hanyalah membantu para pihak
di dalam proses pengambilan keputusan nantinya. Kehadiran mediator merupakan faktor yang
sangat penting karena mediator dapat membantu dan mengupayakan proses pengambilan
keputusan menjadi lebih baik sehingga menghasilkan keputusan akhir yang dapat diterima oleh
mereka yang bertikai.
Pengertian Mediasi yang diungkapkan oleh Folberg dan Taylor di atas lebih menekankan
konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi.
Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara
bersama-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral yaitu mediator.
Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa dan para pihak
dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan
dalam penyelesaian sengketa. Alternatif dalam penyelesaian suatu sengketa yang ditawarkan
mediator diharapkan mampu mengakomodasikan kepentingan para pihak yang bersengketa.
Mediasi dapat membawa para pihak yang menang atau pihak yang kalah.
5
Pengertian Mediasi yang diungkapkan Goospaster di atas menggambarkan sebagai proses
kegiatan mediasi, kedudukan para pihak dan juga peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukannya
suatu mediasi. Goospaster jelas menekankan, bahwa mediasi adalah proses negosiasi, dimana
pihak ketiga melakukan dialog dengan pihak bersengketa dan mencoba mencari kemungkinan
penyelesaian sengketa tersebut. Keberadaan pihak ketiga ditujukan untuk membantu pihak
bersengketa mencari jalan dalam pemecahan masalah yang dihadapi, sehingga pada akhirnya
akan menuju pada perjanjian atau kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
Dalam mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari
keinginan dan inisiatif dari para pihak, sehingga mediator yang berperan membantu mereka
mencapai kesepakatan. Dalam membantu pihak yang bersengketa, maka mediator bersifat
imparsial (tidak memihak). Kedudukan mediator seperti ini sangat penting karena akan
menumbuhkan suatu kepercayaan yang memudahkan mediator melakukan kegiatan mediasi.
Kedudukan mediator yang tidak netral menyebabkankan sulitnya penyelesaian sengketa dalam
mediasi dan dapat membawa kegagalan.
Pengertian Mediasi yang diungkapkan oleh Moore di atas menjelaskan hubungan antara
mediasi dengan negosiasi, berupa mediasi sebagai bentuk intervensi terhadap negosiasi yang
dilakukan oleh pihak ketiga. Mediator memiliki kewenangan terbatas dalam pengambilan
keputusan dan ia hanya membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan bagi penyelesaian
sengketa. Oleh karena itu, keberadaan mediator harus diterima oleh kedua belah pihak yang
bersifat netral dan imparsial.
Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus mengemukakan pengertian mediasi,
Mediasi merupakan kegiatan yang menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna
menghasilkan kesepakatan. Kegiatan ini dilakukan oleh mediator sebagai pihak yang ikut
membantu mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator dalam mediasi
adalah mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri
perselisihan dan persengketaan. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak
menerima tawaran penyelesaian sengketa darinya. Para pihaklah yang menentukan kesepakatan
apa yang mereka inginkan, posisi mediator hanya membantu mencari alternatif dan mendorong
mereka secara bersama-sama ikut menyelesaikan sengketa.
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 mengemukakan pengertian mediasi dan
pengertian mediator:

6
a. Pengertian Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak
dengan bantuan oleh mediator.
b. Pengertian Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi
membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.
Pengertian mediasi dalam peraturan Mahkamah Agung tidak jauh beda dengan esensi
mediasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas. Namun, pengertian mediasi menurut
Mahkamah Agung ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator proaktif
mencari berbagai kemungkian penyelesaian sengketa. Mediator harus mampu menemukan
alternatif penyelesaian sengketa. Mediator tidak hanya terikat dan terfokus pada apa yang
dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa diantara mereka. Dalam hal ini mediator
harus mampu menawarkan solusi atau jalan lain, ketika para pihak tidak lagi memiliki alternatif
penyelesaian sengketa mereka. Di sinilah terlihat peran penting mediator sebagai pihak ketiga
yang netral dalam membantu penyelesaian sengketa. Oleh karena itu, mediator harusnya
memiliki sejumlah skil yang dapat memfasilitasi dan membantu para pihak dalam penyelesaian
sengketa mereka.

2.3 Jenis – jenis mediasi


Jenis - jenis mediasi menurut filsuf skolastik terbagi atas 3 yaitu :

a. Medium quod
Yaitu sesuatu yang sendiri diketahui dan dalam mengetahui sesuatu itu, sesuatu yang lain
yang diketahui. Contoh yang biasa diberikan untuk mediasi ini adalah premis-premis
dalam silogisme. Pengetahuan tentang premis-premis membawa kita kepada pengetahuan
tentang kesimpulan. Contoh lain: lampu merah lampu lalu lintas berwarna merah harus
berhenti harus berhenti, jadi kendaraan harus berhenti.
b. Medium quo
Yaitu sesuatu yang sendiri tidak disadari tetapi dapat diketahui melalui sesuatu yang lain.
Contohnya: lensa kacamata yang kita pakai, kita melihat benda-benda di sekitar kita tetapi
kacamata itu sendiri tidak secara langsung kita sadari.
c. Medium in quo

7
Sesuatu yang tidak disadari secara langsung dan yang di dalamnya diketahui sesuatu yang
lain. Contohnya: kaca spion di mobil, supir mobil melihat kendaran di belakang dan hal-hal
lain di sekitarnya dalam kaca spion sendiri tidak secara langsung ia sadari.

2.4 Pentingnya Mediasi dalam penyelesaian konflik perdata


            Mengingat betapa pentingnya jaminan kepastian hukum atas tanah, yang mana kepastian
hukum (recht kadister) tersebut dibuktikan dengan adanya sertifikat pemilikan tanah. Patut
dicermati bahwa kekuatan jaminan hukum sebuah sertfikat yang diberikan oleh negara kepada
warganya tersebut batasan dan tolak ukurnya sampai dimana? 
            Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur ataupun secara komulatif
terhadap semuanya. Dengan metode perbandingan hukum dapat dilakukan peneletian terhadap
berbagai sub-sistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat tertentu, atau secara lintas sektoral
terhadap sistem-sistem hukum pelbagai masyarakat yang berbeda-beda.
            Mengingat sumber utama kajian penulisan ini adalah mediasi khususnya yang terkait
dengan relevansi penyelesaian konflik pertanahan, maka diperlukan pula penyorotan masalah
dan usaha pemecahannya, yang dilakukan dengan upaya-upaya yang banyak didasarkan pada
pengukuran yang memecahkan obyek penelitian ke dalam unsur-unsur tertentu, untuk kemudian
ditarik suatu generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya. 

Mediasi dalam Sistem Hukum Acara Perdata


            Perana mediasi di negara Amerika Serikat sangat membantu dan dipilih sebagai lembaga
penyelesaian sengketa atau konflik, serta menunjukan bahwa sebagaian besar pihak yang
berperkara (pihak prinsipilnya/Legal Standy of Judicio) atau melalui kuasa hukumnya (Advokat)
dalam menyelesaikan masalahnya lebih memilih melalui penyelesaian damai atau mediasi, lalu
sejauh mana peran lembaga mediasi di dalam sistem hukum acara perdata di Indonesia?
            Terlepas di mediasi sebagai sarana penyelesaian konflik dalam ranah hukum perdata,
dewasa ini dalam rangka pembaharuan hukum telah banyak negara-negara maju yang
memanfaatkan peran lembaga mediasi sebagai upaya penyelesaian pidana, yang dikenal dengan
mediasi penal (Penal Mediation). Dengan demikian mengingat negara Indonesia yang juga
merupakan negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sudah seharusnya dapat

8
menjadi prototipe dunia dalam menciptakan perdamaian dalam setiap konflik yang terjadi di
masyarakat dan negara.

Sumber Hukum Acara Perdata


Pada pokoknya sumber hukum acara perdata di Indonesia terbagi menjadi 2 yaitu HIR
(Het Herzine Indonesisch Reglement) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui S.1848 no.16,
S. 1941 no.44) untuk daerah Jawa dan Madura. Sedangkan untuk daerah luar Jawa dan Madura
berlaku ketentuan Rechsreglement Buitengewesten (Rbg. S. 1927 no.227

2.5 Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi


Kasus Non Litigasi di Lingkungan Sekitar. (Kasus Penyerobotan Tanah antara Hj.
Sundari dengan Hj. Asiyah Di Dusun Plosorejo, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten
Nganjuk)
1. Kronologi Kasus
Hj. Sundari, 50 Tahun, bertempat tinggal di Dusun Plosorejo RT/RW 01/02, Desa
Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk memiliki tanah seluas kurang lebih 385 m 2
yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang sekarang ditempati olehnya.
Kemudian Hj. Siti Asiyah, 40 Tahun, bertempat tinggal di Dusun Plosorejo RT/RW
01/02, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk memeliki tanah seluas 350 m 2
yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang ditempati pula oleh Hj. Asiyah beserta
keluarganya, yang mana letak rumah Hj. Asiyah tersebut berada di depan rumah Hj. Sundari.
Pada tahun 2014, Hj. Asiyah membangun septic tank (bak untuk menampung air limbah
yang digelontorkan dari WC) di sebagian tanah milik Hj. Sundari yang mana berakibat
tertutupnya akses jalan masuk ke rumah Hj. Sundari dikarenakan pembangunan septic tank
tersebut peris di depan halaman rumah Hj. Sundari. Penguasaan tanpa hak atas tanah Hj.
Sundari seluas kurang lebih 0,7 m2 yang kemudian disebut sebagai obyek sengketa yang
kemudian dibangun septic tank berukuran 1m x 0,7m yang menutup satu-satunya akses pintu
masuk ke rumah Hj. Sundari dikarenakan pembangunannya persis di depan halaman pintu
masuk menuju rumah Hj. Sundari.

9
2. Permasalahan
Timbulnya sengketa tersebut tentunya berdampak negatif terhadap Hj. Sundari karena
pembangunan tersebut mengakibatkan akses jalan satu-satunya menuju rumah Hj. Sundari
tertutup. Dalam kasus penyerobotan tanah, para pihak dapat memilih apakah permasalahan
tersebut akan diselesaikan di pengadilan ataukah diselesaikan diluar pengadilan (non litigasi).
Jika melalui jalur litigasi, maka dibuthkan biaya yang banyak dan waktu yang lama.
Sedangkan bila diselesaikan dengan jalur non litigasi maka lebih bersifat kekeluargaan untuk
mencapai solusi yang diputuskan bersama. Lantas langkah apa yang dilakukan oleh Hj.
Sundari terhadap kasus yang menimpanya?
3. Analisis Permasalahan
Pada tahun 2014, ketika terjadi pembangunan septic tank yang dilakukan oleh Hj.
Asiyah di depan rumah Hj. Sundari yang mengakibatkan tertutupnya satu-satunya akses jalan
menuju rumahnya, Hj. Sundari pun telah menegur Hj. Asiyah dengen memberikan pernyataan
bahwasanya sebagian tanah yang akan dijadikan septic tank adalah tanahnya. Namun Hj.
Asiyah mengelak kalau tanah tersebut adalah sebagian tanah yang dimiliki oleh Hj. Sundari.
Kemudian Hj. Sundari yang merasa tidak terima akan hal tersebut menanyakan kebenaran
perihal tanah yang dijadikan obyek sengketa tersebut. Berdasarkan keterangan melalui desa
dinyatakan bahwa tanah tersebut sebagian merupakan tanah Hj. S dengan demikian tidak
semua tanah tersebut milik Hj. Asiyah.
Hj. Sundari berdiskusi dengan keluarganya mengenai permasalahan ini dan memikirkan
akan melakukan upaya hukum seperti apa dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Berdasarkan musyawarah keluarga akhirnya Hj. Sundari memilih menyelesaikan
permasalahan ini dengan negosiasi agar tidak menghabiskan banyak waktu. Ketika dilakukan
negosiasi Hj. Asiyah tetap melanjutkan pembangunan tersebut padahal sudah dibuktikan
dengan dokumen dari Kepala Desa. Karena semakin keruh keadaan tersebut. Akhirnya Hj.
Sundari meminta bantuan Kepala Desa Kemaduh untuk menyelesaikan permasalahan ini dan
pada akhirnya jalur mediasi pun dilaksanakan.
Mediasi dilakukan oleh Kepala Desa Kemaduh sebagi mediator yang selanjutnya para
pihak Hj. Asiyah dan Hj. Sundari menghadiri proses mediasi tersebut. Proses mediasi awalnya
mendengarkan pernyataan kedua belah pihak, yang mana Hj. Asiyah tetap bersikukuh
bahwasanya tanah yang sedang dilakukan pembangunan septic tank tersebut adalah bagian

10
dari tanahnya sedangkan Hj. Sundari dengan bukti sertifikat tanah yang dimilikinya
membantah bahwasanya tanah tersebut bukan milik Hj. Asiyah. Peran mediator dalam
mengadili permaslahan ini adalah menengahi agar tidak saling emosi. Kemudian mediator
memberikan pengertian berdasarkan Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960 menyebutkan bahwa
“Dilarang memakai tanha tanpa ijin yang berhak atas kuasanya yang sah”.
Berdasarkan pasal tersebut Hj. Asiyah telah melakukan pelanggaran Pasal 2 PRP No. 51
Tahun 1960 dikarenakan dirinya tidak memiliki bukti yang menyatakan bahwasanya, dia
melakukan pembangunan diatas tanahnya sendiri walaupun tanah yang dilakukan
pembangunan tersebut menyangkut tanah milik orang lain meskipun sedikit dan
mengakibatkan menutupi jalan satu-satunya yang mengakses untuk masuk ke rumah Hj.
Sundari.
Selain itu, dalam kasus penyerobotan tanah pasti ada para pihak yang dirugikan, maka
otomatis para pihak tersebut memerlukan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya. Dari hasil
mediasi yang dilakukan menghasilkan keputusan bahwa kedua belah pihak telah sepakat Hj.
Asiyah dapat meneruskan pembangunan septic tank miliknya akan tetapi harus memberikan
kompensasi sebesar Rp. 20.000.000 kepada Hj. Sundari guna membuat akses jalan lain
menuju rumahnya.

4. Aturan Hukum
a. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1
ayat 10 “Alternatif penyelesian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
Dengan banyaknya opsi penyelesaian sengketa tersebut para pihak dapat memilih
melkukan upaya apa yang akan menyelesaian permasalahan yang dialaminya dengan
syarat kedua pihak menyetujuinya
b. Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960 menyatakan bahwa “Dilarang memakai tanah tanpa ijin
yang berhak atas kuasanya yang sah”.
Berdasarkan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa Hj. Asiyah telah melakukan pelanggaran
karena telah mengaku bahwa tanah tersebut miliknya akan tetapi Hj. Sundari telah

11
menunjukkan bukti bahwasanya tanah tersebut miliknya berdasarkan sertifikat yang
dimilikinya
c. Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan bahwa : “setiap orang yang bertanggung jawab tidak
saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
Pasal tersebut mengarahkan pada bentuk tanggung jawab pihak yang atas perbuatan
kelalaian yang dilakukannya.
d. Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa : “seorang tidak saja bertanggungjawab untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuataanya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan
oleh orang-orang yang berada dibawah pengawasannya”
Akibat dari perbuatan melawan hukum ini adalah penyerobotan tanah yaitu pelaku
berhubungan langsung terhadap ganti kerugian yang dialami oleh korban.

5. Pendapat Penulis
Saya setuju terhadap upaya hukum yang dilakukan oleh para pihak yakni melakukan
negosiasi yang kemudian berlanjut melakukan mediasi karena pada tahap negosiasi yang
dilakukan oleh para pihak belum menemukan titik temu. Para pihak dalam kasus tersebut
merasa dirinya sendiri adalah pihak yang paling benar. Oleh karena itu perlu pihak ketiga
sebagai penengah dalam menangani permasalahan tersebut sehingga mediasipun dilakukan.
Mediasi tersebut sukses dilakukan dengan hasil akhir Hj. Asiyah sebagai pelaku penyerobotan
tanah memberikan kompensasi kepada Hj. Sundari yang akibat dari pembangunan septic tank
tersebut mengalami kerugian sehingga Hj. Asiyah memberikan kompensasi sebesar Rp.
20.000.000 sesuai kesepakatan yang telah dilakukan.

6. Kesimpulan
Berdasarkan Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960 telah dinyatakan bahwasanya dilarang memakai
tanah tanpa ijin seperti yang dilakukan Hj. Asiyah namun pihak yang merasa dirugikan
memberikan pembuktian berupa sertifikat tanah sehingga permasalahan tersebut menemui
titik terang, dengan hal demikian upaya mediasipun dilakukan dengan mencapai kesepakatan

12
bahwa Hj. Asiyah sebagai pelaku penyerobotan memberikan kompensasi Rp. 20.000.000
kepada Hj. Sundari, dengan demikian mediasi pun dinyatakan berhasil.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah.
Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.
Mediasi dapat dilakukan didalam/diluar pengadilan baik itu pidana maupun perdata.
Salah satu sebutannya ialah ADR (Alternative Dispute Resolution) atau alternatif penyelesaian
sengketa. Mediasi memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.

3.2 Saran
Jika ada Kritik dan Saran yang membangun dari Pembaca, kami sangat harapkan guna
membuat makalah ini menjadi lebih baik dan lebih dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian
atas informasi yang ada pada makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat mencapai harapan
yang diinginkan dari berbagai pihak Aamiin..Ya Rabbal Alamiin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arda.2016.Makalah PIH Mediasi. https://adrkadiluwih.blogspot.com/2016/12/makalah-pih-


medias.html. diakses pada 09 Oktober 2019. 09.26

Anonym.2019Mediasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi diakses pada 09 Oktober 2019.


09..27

14

Anda mungkin juga menyukai