Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS GERD ( REFLUKS GASTROESOPHAGUS)


PADA NY.H DI POLIKLINIK UMUM
RSUD PRTAMA TAMBU

Nama : Khalifah sibgah


Nim : PO7120318041

Pembimbing Akademik CI Ruangan

……………………………… …………………………..

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
1. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Gerd adalah suatu kondisi dimana cairan lambung mengalami reflux ke
esophagus sehingga menimbulkan gejalah khas berupa rasa terbakar, nyeri di
dada, regurgitasi, dan komplikasi.

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:

1. Menurunnya tonus LES ( lower esophageal spinchter).


2. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun.
3. Ketahanan epitel esophagus menurun.
4. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu Ph < 2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung.
6. Infeksi H.Pylori dengan corpus predominan gastritis.
7. Mengomsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphinchter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik ( seperti beberapa antihistamin), penghambat
saluran kalsium, progesterone dan nitrat.
8. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan.
(Yusuf, 2015)

C. PATOFISIOLOGI
Kondisi penyakit GERD disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung
kedalam esophagus. GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (hearthburn)
karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di
lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di
esophagus.
Refluks Gastroesophagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan didalam lambung lebih
tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini isi lambung yang bersifat
asam bergerak masuk kedalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk kedalam esophagus
karena adanya kontraksi sfingter esophagus. Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan kebawah
esophagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemah dan makanan
masuk kedalam lambung. Sfingter esophagus seharusnya tetap dalam keadaan
tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga
abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan
toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong kedalam
esophagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak
dapat menutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
( lambung) kedaerah bertekanan rendah (esophagus). Episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esophagus.
D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Rasa panas atau terbakar pada esophagus (pirosis).
2. Muntah.
3. Nyeri dibelakang tulang payudara atau persis dibawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan dan wajah, biasanyatimbul setelah makan
atau ketika berbaring.
4. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari refluks.
5. Tukak esophageal peptic yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang, bissa menyebabkan nyeri yang yang
biasanya berlokasi dibelakang tulang payudara atau persis dibawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
6. Suara parau.
7. Ludah berlebihan (water brash)
8. Rasa bengkak pada tenggorokan.
9. Terjadi peradangan pada sinus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esophagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan
gejalah khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive refluks disease
(NERD).
2. esofagografi dengan barium
dibandingkan dengan endoskopi,pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen.
3. Monitoring PH 24 jam
Episode refluks gastroesophagus menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda PH pada bagian distal esophagus.
Pengukuran PH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4. Tes perfusi berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal
dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCL 0,1 M dalam
waktu kurang dari 1 jam.
5. Manometri esophagus
Mengukur tekanan pada katup kerongkongan bawah menunjukan
kekuatannya dan dapat membedakan katup yang yang normal dari katup
yang yang berfungsi buruk kekuatan sphincter.

G. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari odifikasi gaya hidup,
terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan
terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi
esophagus, menghilangkan gejalah/keluhan, mencegah kekambuhan,
memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
1. Modifikasi gaya hidup
2. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa
sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan
motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya
sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD:
a) Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejalah GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
b) Antagonis reseptor H2
Yang termaksud dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, dan nizaditin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat
ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika
diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.
c) Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas.
d) Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya
rendah dalam mengurangi gejalah serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.
e) Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek
samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak
melalui sawar darah otak.
f) Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tonus LES.
g) Sukralfat
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak
memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai
buffer terhadap HCL di esophagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu.
h) Penghambat proton pompa
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa
proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K, ATP-ase yang
dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.

H. KOMPLIKASI
1. Batuk dan asma
2. Erosif esophagus
3. Esophagus barret
4. Esophagus ulseratif
5. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
6. Aspirasi
7. Tukak kerongkongan

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran,
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
- TD : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
- Pulse rate
- Respiratory rate
- Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien penyakit paru yang dapat menjadi
predisposisi GERD.
d. Pola fungsi keperawatan menurut Gordon
1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
2) Nutrisi-metabolic
3) Eliminasi
4) Aktivitas-latihan
5) Istirahat-tidur
6) Kognitif-perceptual
7) Persepsi diri/konsep diri
8) Peran-hubungan
9) Seksual-reproduksi
10) Koping-toleransi stress
11) Nilai-kepercayaan
e. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
1) Tampak tanda-tanda dehidrasi.
2) Tampak konjungtiva anemis.
3) Tampak mukosa bibir kering.
Palpasi
1) CRT 4 detik
f. Pemeriksaan dianostik dan penunjang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
nutrient yang tidak adekuat.
3. Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebihan karena muntah.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi.
NOC
- Paint level
- Paint control
- Comfort level
Kriteria Hasil :
a) Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
b) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri).
c) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
NIC
Paint management
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
c) Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti nafas dalam.
d) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
nutrient yang tidak adekuat.
NOC
- Nutritional status : food and fluit
- Intake
- Nutritional status : nutrient intake
- Weight control
Kriteria Hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
e) Tidak terdapat penurunan berat badan yang berarti.
NIC
Nutrition management
a) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
b) Anjurkan pasien untuk meningkatkan vitamin C.
c) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
d) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
3. Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
NOC
- Fluid balance
- Hydration
- Nutritional status
- Intake
Kriteria Hasil
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine, normal, HT normal.
b) Tekanan darah,nada,suhu tubuh dalam batas normal.
c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
d) Elestisitas turgor kulit baik,membran mukosa lembab,tidak ada
rasa haus yang berlebihan.
NIC
Fluid management
a) Monitor status hidrasi (kelembapan membran mukosa,nadi
adekuat,tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
b) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
c) Monitor tingkat hb dan hematokrit.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi.2015.NANDA.Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis

Anda mungkin juga menyukai