Anda di halaman 1dari 96

TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT

MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH


PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA KARAWANG
TAHUN 1970-2013

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:
HANA NURRAHMAH
1110022000021

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014M
TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT
MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH
KUBUR PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA
KARAWANG TAHUN 1970-2013

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh
Hana Nurrahmah
NIM: 1110022000021

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan Ini Saya Menyatakan Bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan memenuhi

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas

Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau

merupakan hasil jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 September 2014

( Hana Nurrahmah )
ABSTRAK
Hana Nurrahmah
Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang Yang
Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata
Karawang Tahun 1970-2013
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan Sosiologi dan
Antropologi, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan menulis sejarah
tentang “Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang
Yang Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata
Karawang tahun 1970-2013”
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik yang
menjadi adat kebiasaan, kepercayaan turun menurun, meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan. Kemudian menjadi suatu
sistem atau peraturan yang sudah menyatu dengan konsep sistem budaya dari suatu
kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.
Begitu pula makna ziarah mempunyai banyak makna, salah satunya bahwa
ziarah kubur adalah mendatangi makam dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan
sebagai ibroh (pelajaran) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul.
Hukum ziarah pada mulanya haram, kemudian Rasulullah Saw membolehkannya.
Tradisi ziarah kubur yang penulis fokuskan adalah “Tradisi Ziarah Kubur Studi Kasus
Perilaku Masyarakat Muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah kubur
pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang Tahun 1970-2013”

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi berjudul Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat Muslim
Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung
Pulobata Karawang tahun 1970-2013. Disusun guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh kerena itu, penulis tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak terutama kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof Dr. Oman Faturrahman, M.Hum, selaku
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Solikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekertaris
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang selalu memberikan
pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
5. Prof Budi Sulistiono M, Hum dan Imam Subhi
M.A, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang selalu memberikan
masukan dan kritik kepada penulis.
6. Awalia Rahma M.A, selaku Dosen Penasehat
Akademik yang memberikan arahan serta motivasi yang luar biasa
kepada penulis.
7. Drs. Saidun Daerani M.A, selaku dosen yang
telah memberikan motivasi tanpa henti kepada penulis.

ii
8. Bapak dan Ibu dosen yang selalu memberikan
bimbingan dan pelajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.
9. Umi Hj. Ai Qona’ah yang selalu memberikan
bimbingan, dukungan baik materil maupun non materil, serta selalu
mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi,
teruntuk Ayahanda Tercinta H. Turmuzi (Alm) sehingga bisa
terselesaikan skripsi ini ku persembahkan hanya untukmu.
10. Untuk Emak HJ. Amah, Nyai HJ. Siti Khosiah
(Almh), mamang-mamang ku, ncing-ncing ku, kak Mimi, Ka Robby,
ponakan ku yang lucu-lucu Karomi, dan neng Ima, A Asep, saudari
Kembar ku Hani Nuraini, dan Adik kecil ku Abu Rizqy yang jadi
penyemangat penulis dikala kesulitan, Teh dewi dan Keluarga yang
ada di Karawang.
11. Pengurus yang berada di komplek makam Syeh
Quro baik Juru kunci dan yang lainnya.
12. Pemda Kabupaten Karawang, baik di Dinas
Budaya Dan Pariwisata, dan Arsip dan Dokumentasi kabupaten
Karawang.
13. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2010:
Fitri, Irna, Nana, Tati, Ela, dan yang lainnya, Teman-teman kosan
Manda ( Mita dll), Teman-teman Bidik misi angkatan 2010.
14. Segenap keluarga besar BIDIK MISI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
15. Serta kepada Someone yang selalu
mengantarakan penulis ketempat penelelitian, memberikan semangat
dukungan dan selalu menunggu hingga terselesaikannnya Skripsi ini.
16. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama
dan Fakultas Adab dan Humaniora yang telah menyediakan fasilitas
dalam rangka penulisan skripsi ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dan penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

iii
penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi lebih baiknya
skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua Aamiin.

Jakarta, 26 September 2014

Hana Nurrahmah

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK.... .....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................1

B. Permasalahan ........................................................................................11

C. TujuanPenelitian ...................................................................................12

D. Metode Penelitian .................................................................................12

E. Studi Pendahuluan ................................................................................15

F. Sistematika Penulisan ...........................................................................17

BAB II GAMBARAN UMUM KARAWANG

A. Letak Geografis Karawang ...................................................................19

B. Sejarah Singkat Karawang ....................................................................22

C. Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Karawang .......................33

BAB III DESKRIPSI TRADISI ZIARAH KUBUR

A. Makna ziarah kubur ..............................................................................41

B. Ziarah kubur menurut Pandangan Islam ...............................................45

C. Ziarah Kubur sebagai unsur Tradisi dan Budaya ..................................49

D. T ujuan Ziarah Kubur............................................................................53

BAB IV TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO

A. Riwayat tentang Syeh Quro ..................................................................55

B. Pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro..................................59

B.1persiapan sebelum ziarah ............................................................... 64

v
B.2. Waktu dan Penyelenggaraan Ziarah ............................................ 66

B.3. Tata ruang makam ........................................................................ 71

C. Struktural Kepengurusan Makam .........................................................73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................................81

B. Saran .....................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian skripsi ini ingin melihat masyarakat Karawang sekarang yang lekat

dengan kegiatan industri, ternyata masih ada tradisi-tradisi setempat, salah

satunya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro. Kenyataan lapangan, penulis

melihat tradisi tersebut masih tetap eksis, persoalannya mengapa pada masyarakat

Karawang tradisi ziarah masih bertahan? Menurut asumsi penulis, bahwa

kebertahanan tradisi ini tidak terlepas dari peran Syeh Quro terhadap penyebaran

agama Islam di Tatar Sunda khususnya di Karawang, Sehingga Masyarakat

Karawang masih menjaga tradisi ziarah kubur tersebut.1

Upacara ziarah kubur yang dilakukan oleh sebagian umat Islam masih

dipertahankan, terutama oleh kalangan masyarakat. Ziarah kubur yang dilakukan

di makam telah memberikan tambahan ekonomi kepada penduduk sekitar lokasi

kuburan keramat, sehingga masyarakat banyak yang berjualan makanan,

keperluan ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah.2 Bagi tokoh-tokoh agama tertentu,

terutama bagi kalangan tradisional upacara tradisi lokal ini bermanfaat untuk alat

mobilisasi masyarakat kelas bawah, alat politik bagi tokoh-tokohnya, dan

menjadikan sumber ekonomi bagi tokoh keagamaan setempat.

1
Survei Penulis misalnya pada tanggal 5, 12 Oktober 2013 di Kampung Pulobata, Desa
Pulo Kalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang.Dalam praktek tradisi
tersebut mereka masih mempertahankan tradisi ziarah di makam Syeh Quro. Yang datang ke
makam Syaikh Quro untuk berziarah dari berbagai kalangan masyarakat baik dari wilayah
Karawang maupun dari luar Karawang.
2
Hasil peneleitian penulis hal ini juga sama seperti di makam Syeh Quro,terutama pada
malam Sabtu

1
Bila dilihat secara mendalam, maka tradisi yang masih dipertahankan oleh

sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah benar-benar peninggalan nenek

moyang yang masih primitif atau pra Islam.3 Upacara tradisi lokal yang hampir

seluruhnya merupakan peninggalan-peninggalan pra Islam yang tetap

dipertahankan oleh masyarakat. Dengan berbagai nilai Islam,4 tradisi-tradisi

tersebut berusaha untuk diakulturasikan5 kedalam Islam dan disatukan sedemikian

rupa agar terlihat Islami.

Jadi, kegiatan ziarah kubur dikatakan sebagai syiar Islam karena dapat

mengingatkan seseorang tentang akhirat, yang selanjutnya dapat memacu untuk

lebih giat beribadah dan meningkatkan ketaqwaan. Peziarah dapat berbuat baik

kepada yang sudah meninggal (dikuburannya) dengan mengucapkan salam,

mendoakannya, memohon ampun dan mengambil pelajaran-pelajaran dari riwayat

hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Selain itu, tidak jarang bahwa

peziarah juga sering melakukan tawassul.6

Keberadaan daerah Karawang, telah dikenal sejak masa kerajaan

Padjajaran (yang berpusat di Bogor), karena pada masa itu Karawang merupakan

satu-satunya jalur lalu lintas yang sangat penting sebagai jalur transportasi

3
Ayatrohaedi, Sunda Kala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah Panitia
WangsakertaCirebon, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2005), Cet.I, h. 136
4
Yang dimaksudkan dengan nilai-nilai Islam disini adalah seperti membaca Yasin, Dzikir,
Tahlil.
5
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 262
6
Tawasul diartikan sebagai suatu atau seseorang sebagai perantara (jalan) yang dapat
menyampaikan sesorang hamba pada tuhannya, hal ini terlihat ketika ia berdoa. Objek Sesuatu
adalah Nabi, wali atau orang tertentu yang dianggap mulia atau suci, terlepas apakah sesorang
masih hidup atau sudah meninggal, degan berdasarkan anggapan bahwa orang-orang biasa selain
para nabi, wali, dan orang suci lainnya) kotor karena penuh dengan dosa yang membuat ia
menjadi sangat jauh dari Tuhan, maka untuk menghubungkan kepada Tuhan diperlukan Tawassul
dari orang-orang suci. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992),
h. 938

2
hubungan antara kedua Kerajaan besar, yakni Kerajaan Padjajaran dengan

Kerajaan Pakuan yang berpusat di Ciamis.7

Adapun bukti yang menguatkan adanya pelabuhan karawang di Kampung

Bunut Kelurahan Karawang Kulon (di dekat Masjid Agung karawang yang di

bangun oleh Syeh Quro) yaitu ditemukannya kapak batu Neolit, beberapa

kepingan uang VOC dari tembaga dan uang Gulden dari bahan perak, pecahan-

pecahan porselen dari Tiongkok dan sebuah makam Embah Dalem yang tidak lain

adalah wakil raja yang memerintah di suatu wilayah (penguasa setempat).8

Kesinambungan budaya terlihat pada masa Islam, tradisi megalitik (pra

sejarah) yang mengagungkan roh leluhur dan menjadi ciri dari lokal masyarakat

Karawang pada masa itu, berlanjut hingga masa Islam. Terpeliharanya makam

para tokoh dan sesepuh karawang pada masa lalu, makam Syeh Quro merupakan

contoh dari kesinambungan budaya tersebut.9

Karawang termasuk salah satu kabupaten yang penduduknya masih kuat

memegang adat-istiadat, tradisi nenek moyang atau leluhur.10 Berbagai ritual yang

berkaitan dengan kehidupan masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat

Karawang. Selain itu di kabupaten Karawang terdapat situs-situs bersejarah atau

yang dianggap bersejarah oleh masyarakat setempat.11

7
Tjetjep Supriadi, Sejarah berdirinya Kabupaten Karawang,(Bandung: Theme 76),h. 29.
8
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, (Karawang: Mahdita, 2009), h.
11.
9
NinaHerlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, (Karawang: Pemerintah
Kabupaten Karawang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,201), h. 60-61
10
Tradisi ziarah kubur yang masih dipertahankan oleh masyarakat Karawang dan
sekitarnya.
11
Diantara situs-situs yang bersejarah tersebut yaitu Situs Batu Jaya, Tugu Proklamasi,
situs makam Syeh Quro,dan lain-lain.

3
Keberadaan situs-situs tersebut masih dianggap fungsional oleh sebagian

masyarakat Karawang serta dari luar Karawang, indikator utamanya adalah dalam

momen-momen tertentu cukup banyak orang yang melakukan ziarah salah

satunya adalah makam Syeh Quro yang berada di Pulobata Desa Pulokalapa

Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang yang sering didatangi oleh

para peziarah untuk berbagai kepentingan.12

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting13 pelabuhan

Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan

hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah

makam Syeh Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depankomplek

makam, Nama lengkap Syeh Quro adalah Syech Qurotul Ain.

Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syeh Quro adalah seorang

ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar

Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang

masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama

besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon.

Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan

pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syeh Quro berada di Desa

Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syeh

Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus

qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syeh Quro datang di

12
NinaHerlina lubis dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 75
13
Karawang merupakan salah satu dari tujuh pelabuhan yang berada dikekuasaan
Kerajaan Sunda. Melalui pelabuhan tersebut maka dimulailah perkembangan agama Islam di
Karawang.

4
Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus

Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming).14

Setelah melakukan penyebaran agama Islam di Karawang Syeh Quro

kemudian menjalani hidup menyendiri di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa.

Di kampung ini beliau melakukan ujlah untuk mendekatkan diri kepada Allah

agar memperoleh kesempurnaan hidup.Demikian ini beliau lakukan hingga akhir

hayat.15

Makam Syeh Quro berada pada lahan seluas 2.566 m dengan Koordinat

107 28 90, 00 BT, 06 15 10,10 LS. Lokasi makam Syeh Quro dibangun diatas sisa

reruntuhan bata, sisa reruntuhan bata itu dua diantaranya masing-masing

berukuran 16 X 18 X 11 cm dan 16 X 19 X 10 cm. Makam Syeh Quro sering

terjadi perdebatan antara peziarah dengan generasi penerus penemu makam Syeh

Quro, mereka yang mempercayai bahwa di Pulobata tersebut bukanlah makam

tetapi makom, akan tetapi generasi penemu makam Syeh Quro mempunyai bukti

bahwa makam di Pulobata adalah benar makam Syeh Quro karena ada surat

keputusan dari kerajaan Cirebon yang tembusannya sampai ke Presiden RI yang

ke-2.16

Komplek makam berada di sebelah selatan jalan desa, sebelum memasuki

komplek makam tepatnya disebelah timur terdapat lahan parkir dan lahan untuk

berjualan. Bangunan di komplek pemakaman ini merupakan bangunan baru hasil

14
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang. Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, (Karawang: DKM Agung
Karawang, 1993), h. 21.
15
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, h.14
16
Surat keputusan dari keluarga besar mahkota pangeran Jayarata Adiningrat XII, dalam
surat tersebut ditunjukan kepada Kepala Desa Pulokalapa, pada tanggal 05 November 1992.

5
renovasi. Pada bagian depan terdapat pembatas berupa pagar tembok dengan

hiasan lengkung dan setiap puncak lengkung pagar diberi hiasan berupa kubah

masjid, sedangkan sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Di sebelah barat

gerbang terdapat salah satu sumur dari sumur-sumur keramat yang berada di

komplek makam, sedangkan disebelah timur gerbang terdapat panil bertuliskan

Ingsun titi masjid langgar lanfakir miskin anak yatim Dhuafa.17 Pada halaman

komplek makam juga terdapat masjid18 dan cungkup makam Syeh Quro.

Bangunan cungkup merupakan bangunan inti yang terbagi dalam tiga

bagian, yaitu bagian depan merupakan ruang terbuka, bagian tengah diperuntukan

peziarah yang ingin berdoa, dan bagian makam merupakan makam Syeh Quro.

Nisan makam terbungkus kain putih. Akan tetapi para peziarah tidak

diperbolehkan masuk ke ruangan ini hanya sampai di depan pintu masuk.

Sementara dibagian depan pintu masuk terdapat peralatan ziarah seperti tempat

pembakaran kemenyan, botol air mineral yang berisi air sumur keramat yang

dinamakan sumur awisan. Sekarang ini makam Syeh Quro menjadi tujuan wisata

Ziarah dari berbagai kota khususnya pada setiap jum‟at malam sabtu (ritual

malam sabtuan).19

17
Wawancara Pribadi dengan Oman Rohman tulisan itu merupakan pesan Syeh Quro,
Karawang 12 Oktober 2013, pukul 13.30 WIB
18
“Menurut sumber tradisi, masjid ini oleh Syeh Quro dibungkus saputangan untuk
kemudian dipindahkan ke Cirebon melalui “mata batin”nya. Masjid yang sekarang ada merupakan
“replica ulang” dari masjid tersebut, sedangkan masjid pindahan di Cirebon bernama Astana
Gunung Jati” (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen Makam Syeh Quro, 12 Oktober
2013, , pukul 13.30 WIB)
19
Ritual sabtuan diadakan sesuai dengan hari ditemukannya makam Syeh Quro yaitu
pada hari jumat malam. Pada awalnya ritual malam sabtuan hanya dilakukan oleh masyarakt
sekitar yang ingin mendoakan Syeh Quro yang dianggap berjasa menyebarkan agama Islam di
Tatar Sunda khususnya Karawang. Namun, ritual ini terus berkembang hingga kepelosok daerah
lainnya di luar Karawang dan menjadi tradisi dalam mengaharapkan berkah. Ditunjang dengan
adanya mitos pohon quldi di halaman belakang komplek pemakaman Syeh Quro yang biasa

6
Makam Syeh Quro sering dikunjungi peziarah terutama pada malam

Sabtu, mengapa malam Sabtu karena makam Syeh Quro ini ditemukan pada

malam Sabtu, yang kemudian dijadikan sebagai kegiatan tawasul Sabtuan rutin

yang kini diikuti oleh ribuan peziarah.Di tempat ini ada pula makam Syeh

Bentong (Syekh Abdulah Dargom),20santri Syeh Quro.

Makam Syeh Quro terletak di Dusun Pulobata Desa Pulo Kalapa

Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Lokasi makam penyebar

agama Islam tertua, yang lebih dulu dibandingkan Wali Songo tersebut, berada

sekitar 30 km ke wilayah timur laut dari pusat Kota Karawang.

Adapun yang membedakan tradisi di makam Syeh Quro dengan tempat

lainnya adalah kuncen, tradisi bakar kemenyan,dan hanya dilakukan pada tradisi

malam sabtuan21 atau peringatan Haul ditemukannya makam Syeh Quro. Menurut

hasil wawancara dengan salah satu kuncen mengatakan bahwa:22 “bakar

kemenyan, yang dikatakan dengan bakar kemenyan disini adalah bukan karena hal

mistik ataupun gaib melainkan dengan bakar kemenyan tersebut sebagai perantara

kita pada Allah dengan mengambil hakikatnya pada api”.

Keberadaan makam Syeh Quro mempunyai dampak terhadap

perekonomian23 dan pengaruh politik24 terhadap masyarakat yang berada di

mendatangkan berkah bagi peziarah yang mendapatkan buah quldi tersebut. Peziaarah yang datang
tidak hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat karawang
dan luar karawang (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen makam Syaik Quro, 12
Oktober 2013, pukul 13.30 wib)
20
Ajip Rosidi, dkk.,Ensiklopedi Sunda : Alam, Manusia dan Budaya(Termasuk Budaya
Cirebon dan Banten), (Jakart: PT Dunia Pustaka , 2000), h. 638
21
Tradisi malam sabtuan berasal dari awal mulanya ditemukan pada malam sabtu oleh
seorang yang bernama Raden Somaredja alias ayah Dji‟in.
22
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib
23
Salah satunya adalah membawa keberkahan bagi para pedagang yang berjualan di
sekitar makam.

7
sekitar, dimana ada diantaranya satu partai politik25 yang mendukung kegiatan

acara tersebut terutama pada waktu-waktu tertentu, salah satu bentuk

dukungannya adalah memberikan bantuan berupa materil maupun non materil

dalam rangka kegiatan yang berlangsung pada acara tersebut, seperti acara

Haul26di makam Syeh Quro.

Peran pemerintahan Desa dan Pemerintah Kabupaten Karawang turut ikut

serta dalam setiap kegiatan besar yang diadakan oleh masyarakat Pulobata.27

Salah satu kesenian yang diadakan adalah kesenian wayang golek,28 acara do‟a

dan Dzikir bersama.

Menurut hasil wawancara penulis ada figur partai politik29 yang

mempunyai keinginan untuk menjabat salah satu jabatan di Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah datang ke makam Syeh Quro berziarah dengan tujuan

mendapatkan jabatan tersebut, tentunya dengan hati dan niat yang tulus maka

semuanya itu akan terlaksana.

Tradisi malam Sabtuan diadakan karena penemuan makam pada malam

Sabtu, kata “Sabtu” berasal dari bahasa arab “Sab‟ah” yang artinya hari ke tujuh.

24
Pengaruhnya terhadap politik adalah kemenangan bagi partai politik tersebut seperti
pada masa pemilu
25
Partai politik yang mendukung kegiatan tersebut adalah PKB , karena merupakan aliran
NU yang masih mendukung adanya kegiatan tradisi tahlil, dzikir, dan ziarah Kubur. (hasil
wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, pukul 11.00 wib)
26
Haul adalah awal ditemukannya makam Syeh Quro bukan tahun wafatnya, hal ini
didapatkan oleh penulis menurut hasil wawancara.
27
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib
28
Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian yang
menampilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang Golek ini
menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang memerankan tokoh
tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian
serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang disebut dengan degung.
29
Yangdimaksud dengan figure partai politiknya adalah Megawati dan Dede yusuf ,yang
ingin menjabat sebagai pemimpin daerah(Gubernur Jawa Barat) Dede Yusuf, pemimpin pusat
(presiden) Megawati. (hasil wawancara pribadi penulis dengan BapakJojo,Karawang 12 Oktober
2013,pukul 13.30 wib).

8
Ritual Sabtuan diadakan sesuai dengan hari ditemukannya makam Syeh Quro

yaitu pada hari jumat malam sabtu. Pada dasarnya ritual malam Sabtuan hanya

dilakukan oleh masyarakat sekitar yang ingin mendoakan Syeh Quro karena

dianggap berjasa dalam menyebarkan Agama Islam di Tatar Sunda khususnya

Karawang. Namun, ritual ini terus berkembang hingga kepelosok daerah lainnya

sampai ke luar wilayah Karawang dan menjadi tradisi dalam mengaharapkan

berkah. Ditunjang dengan adanya mitos pohon Quldi yang terdapat pada bagian

belakang komplek pemakaman Syeh Quro dapat mendatangkan berkah bagi

peziarah yang mendapatkan buah Quldi tersebut. Peziarah yang datang tidak

hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat

karawang dan luar karawang.30

Dalam mempertahankan tradisi ini pemerintah Kabupaten Karawang

mendukungnya karena merupakan warisan budaya yang harus tetap dijaga dan

dilestarikan oleh masyarakat sekitar, adapun kegiatan rutin yang sering diadakan

di makam Syeh Quro seperti Haul, pihak pemerintah ikut serta dalam kegiatan

acara tersebut, jadi menurut penelusuran penulis sampai saat ini kenapa tradisi di

makam Syeh Quro masih dipertahankan, karena tradisi ini merupakan warisan

budaya dari leluhur mereka sejak zaman dahulu.31

Menurut penjelasan kuncen tradisi Haul yang dilaksanakan di makam

Syeh Quro adalah bukan peringatan haul wafatnya Syeh Quro melainkan awal

mula ditemukan makam Syeh Quro. Karna biasanya orang memahami tradisi haul

30
Hal ini berdasarkan penelitian penulis, yang datang langsung ke Makam Syeh Quro
pada tanggal 12 Oktober 2013, dengan mewawancarai Bapak Jojo,pukul 13.30 wib.
31
Wawancara pribadi dengan bapak H Firmanstaf Arsip Daerah Karawang, Karawang,
01 November 2013 pukul 13.30 wib.

9
adalah peringatan tahun kematian orang tersebut, hal ini pulalah yang

membedakan tradisi ziarah di makam Syeh Quro dengan tradisi ziarah di tempat

ziarah lainnya.32

Setiap malam Sabtu akhir bulan Sya'ban ribuan jama'ah mengadakan

dzikir dan tawasul akbar di makam Syeh Quro di Dusun Pulobata Desa

Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Namun

demikian, kegiatan rutin tawasulan pun tetap dilaksanakan setiap malam Sabtu

yang lebih dikenal dengan Malam Sabtu-an di Syeh Quro. Ribuan Jamaah tersebut

selain berasal dari daerah sekitar juga berasal dari Subang, Bekasi, Purwakarta,

Jakarta, Cirebon, Bandung, Bogor dan lain-lain

Hasil penelitian penulis masyarakat yang datang untuk berziarah ke

makam Syeh Quro datang secara rombongan dan ada juga yang datang secara

individu, tapi sejauh ini hasil penelitian penulis yang datang kesini adalah secara

berombongan terutama pada acara haul yang di adakan di makam Syeh Quro,

setiap acara haul tempat di sekitar makam Syeh Quro penuh karena yang datang

dari berbagai kalangan dan golongan. Adapun kegiatan khusus yang diadakan

pada tempat ini yaitu kegiatan ceramah dan pementasan wayang golek.33

Dari sudut perekonomian kedatangan para peziarah khususnya di malam

sabtu, menguntungkan bagi masyarakat yang ada disekitar karena mendapat

keberkahan dari hasil berjualan. Untuk saat ini pengelolaan tempat masih di

kelola oleh masyarakat Pulobata. Di tempat Syeh Quro ada 2 tempat yang pertama

32
Wawancara penulis dengan beberapa kuncenyang diantaranya adalah bapak Jojo dan
bapak Entis (mantan Kepala Desa Pulobata), Karawang, 12 Oktober 2013, pukul 13.00 wib.
33
Hasil penelitian penulis pada tanggal 5 Juli 2013, saat acara Haul di makam Syeh Quro,
dengan berbagai macam kegiatan salah satunya Do'a dan Dzikir bersama, Tawasulan dan lain-lain.

10
makam Syeh Quro dan yang kedua makam Syeh Bantong acara ziarah yang biasa

di lakukan jum'at malam sabtu di mulai dari pukul 22.00-02.00 WIB, bahkan ada

juga peziarah yang sampai menginap di lingkungan ini.34

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang pemikiran diatas timbul permasalahan yang dapat

diidentifikasikan, antara lain persoalan mengenai kebertahanan tradisi ziarah

kubur pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang dan tahapan-

tahapan dalam pelaksanaan ziarah di makam Syeh Quro.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan gambaran yang tertuang dari latar belakang diatas, penulis

merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu

masalah yang akan dibahas oleh peneliti agar arah tujuan dan sasaran yang akan

disampaikan lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan

pada “Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat muslim Karawang

yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung

Pulobata Karawang tahun 1970-2013.”

3. Rumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, mengapa tradisi ziarah kubur

masih bertahan di masayarakat Karawang?

Adapun Sub masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana makna ziarah kubur menurut pandangan Islam?

34
Wawancara pribadi dengan bapak Thamrin, kuncen makam Syeh Quro, Karawang 17
Maret 2013 pukul 10.00 wib

11
b. Bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini ditunjukan untuk mencapai beberapa tujuan,

yang diantaranya adalah :

1. Untuk mengungkapkan bagaimana makna ziarah Kubur menurut pandangan

Islam.

2. Untuk mengungkapkan bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di Makam

Syeh Quro.

D. Metode Penelitian

Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan

Sosiologi melalui ilmu bantu Grandrich riset (melakoni sebagai pelaku dalam

suatu peristiwa yang sedang diteliti dengan cara ikut andil dalam kegiatan

tersebut), dan Antropologi yaitu Mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari

pelaku tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem yang mendasari pola

hidup.Jadi dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Antroplogi, dan

Sosiologi.35 Berdasarkan sistematika dalam metode penelitian sejarah ada 4 tahap

yang harus dilalui, yakni Heuristik, Verifikasi, interpretasi, dan historiografi.36

1. Pengumpulan data

Pada bagian ini penulis mencari dan mengumpulkan data atau sumber-sumber

yang berhubungan dengan pembahasan penulisan skripsi ini, baik sumber Primer

maupun sumber Sekunder. Sumber data primer merupakan buku-buku, naskah-

35
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5, 144-156.
36
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 91.

12
naskah, yang telah dialih bahasakan yang berisikan kumpulan tulisan-tulisan yang

membahas tentang Syeh Quro, metode sejarah lisan atau interview, dipergunakan

sebagai pelengkap sumber primer, penulis melakukan proses wawancara terhadap

tiga orang tokoh sebagai narasumber, yang pertama yakni bapak Thamrin pada

tanggal 17 Maret 2013, selaku Kuncen Makam Syeh Quro, untuk mengetahui

bagaimana proses berjalanya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro.

Narasumber yang kedua yakni bapak Jojo dan bapak Oman Rohman, pada tanggal

12 Oktober 2013 di Karawang, beliau adalah sesepuh dari kampung Pulobata

tempat ditemukannya makam Syeh Quro. Metode sejarah lisan ini sebagai

pelengkap terhadap bahan dokumenter (buku-buku dan Naskah-naskah).

Sedangkan sumber data sekunder berupa buku-bukudan jurnal-jurnal bahkan

sumber lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Proses pencarian dan

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode "Library Recearch:

yaitu penulis berkunjung kebeberapa perpustakaan seperti : Perpustakaan UIN

Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan

Nasional di lantai 3, 5, dan 7, Jl. Salemba Raya 28 A Jakarta Pusat, Arsip

Nasional, Jl. Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Selatan No 7. Karena

keterbatasan data di Jakarta, akhirnya penulis memutuskan pencarian data di

Perpustakaan Daerah Karawang Jawa Barat, Arsip Daerah Karawang, dan Dinas

Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang. Selain metode Library Research,

penulis juga mengunjungi tempat Makam Syaikh Quro yang berada di Kampung

Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang,

Propinsi Jawa Barat. Selain dari pada itu penulis juga mengunjungi Masjid Agung

13
Karawang yang konon disitulah Pesantren Quro berada yang sekarang dialih

fungsikan menjadi Masjid Agung Karawang. Setelah data-data tersebut diperoleh,

lalu penulis menghimpunnya, dan tentunya setelah melalui seleksi guna di jadikan

rujukan utama dalam menulis tema yang akan dibahas.

Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan

dengan jalan melakukan wawancara kepada Kuncen makam Syaikh Quro. Dalam

hal ini, informasi yang didapatkan adalah berupa sejarah lisan, yaitu dari tokoh-

tokoh yang terlibat dalam tradisi ziarah kubur sebagai tokoh utama maupun

pengikutnya, atau orang yang langsung mendengar dari saksi pertama. Metode

sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan

dokumenter.37 Di samping itu, untuk melengkapi data dokumenter juga dilakukan

pengamatan, terutama mengenai pusat kegiatan tersebut.

2. Pengolahan dan Klasifikasi Data

Setelah data-data itu diperoleh maka tahapan selanjutnya mengidentifikasi

data-data berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,

sumber-sumber lain yang diperoleh seperti artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang

didapatkan, kemudiandimasukan sebagai data penunjang untuk tema yang akan

dibahas.

3. Analisa dan Kritik Sumber

Semua sumber telah dikumpul baik berupa buku, majalah, ensiklopedia,

Koran dan lain-lain. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya.

Dimaksudkan untuk mengidentifikasi keabsahan tentang keaslian sumber

37
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PTTiara Wacana, 1994), h.23.

14
(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang

kesahihan sumber (kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik intern.

4. Menyusun dan menjadi sebuah Tulisan

Fase terakhir dalam metode ini adalah historiografi merupakan cara penulisan,

pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.38 Tahap ini

adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan.

Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini

adalah buku Pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang

diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik

dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.39

E. Studi Pendahuluan

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penulis belum menemukan

begitu banyak yang membahas dan menulis secara khusus dan komperhensif

tentang tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro, tetapi setidaknya penulis

menemukan tiga buah buku yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai

Syeh Quro, dan satu judul skripsi tentangan peran Syeh Quro dalam menyebarkan

agama Islam di Jawa Barat, sedangkan dua buku yang pembahasannya tentang

Syeh Quro adalah:

Buku pertama berjudul : Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,40

buku ini diterbitkan dari Kepala Desa setempat yang digunakan sebagai buku

panduan untuk melakukan tawasul di tempat makam Syeh Quro, di kampung

38
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian sejarah, h. 91.
39
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
(Jakarta: CEQDA, April 2007),
40
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, h. 15

15
Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang.

Propinsi Jawa Barat. Buku ini hanya sedikit pembahasan tentang Syeh Quro,

karena memang buku ini adalah buku Ikhtisar sejarah Syeh Quro, selebihnya isi

dari buku ini adalah pembahasan mengenai doa-doa dan Panduan mengenai

tawasul41 di tempat makam Syeh Quro. Menurut penulis bahwa buku ini masih

kurang penjelasan tentang tradisi ziarah, maka penulis beranggapan bahwa judul

skripsi yang penulis ambil tidak sama pembahasannya, dengan buku di atas.

Buku yang kedua berjudul: Sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang

dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa,42 buku ini diterbitkan dari

dewan keluarga masjid agung Karawang, dalam buku ini terdapat beberapa

pembahasan mengenai sejarah Syeh Quro dan perjalanan Dakwah beliau. Yang

terdiri dari dua bab dalam buku ini, akan tetapi sebenarnya isi buku ini tidak

secara khusus membahas tentang Syeh Quro, karena substansi isi buku ini yakni

mengenai sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang. Penulis tidak

menemukan pembahasan tentang ziarah kubur di makam Syeh Quro pada buku

tersebut, karena tidak ada pembahasannya dengan judul skripsi yang penulis

ambil maka tidak akan sama pembahasanya dengan buku tersebut.

Buku yang ketiga yang berjudul Carita Purwaka Caruban Nagari,43 dalam

buku ini hanya sekilas tentang sejarah Syeh Quro dalam menyebarkan agama

41
Harun Nasution, “Tawasul”,h. 938
42
DewanKeluarga Masjid Agung Karawang.. Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, h. 17.
43
Atja,CaritaPurwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan
Sejarah, (Bandung: Proyek Permuseuman Jawa Barat, 1989), h. 86.

16
Islam di Jawa Barat, dalam buku ini tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana

proses terjadinya tradisi ziarah kubur setelah wafatnya Syeh Quro.

Selain dari pada itu penulis menemukan skripsi yang pembahasannya

tentang “Peranan Syeh Quro dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Barat

abad XV M”, dalam pembahasan judul skripsi tersebut pembahasanya lebih

kepada Peranan Syeh Quro dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat

khususnya Karawang, bagaimana cara beliau menyebarkan agama Islam melalui

metode dakwah, dan pendidikannya kepada para santrinya. Akan tetapi

pembahasan penulis lebih kepada Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus : Perilaku

masyarakat muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam

Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang tahun 1970-2013, sebagai judul

skripsi.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis membagi kedalam Lima Bab

tulisan, termasuk di dalamnya bab pendahuluan dan penutup, berikut dituliskan

secara singkat bab satu sampai bab limabeserta sub-babnya masing-maing.

Bab Pertama, memaparkan tentang bab Pendahuluan, sebagaimana telah

dibahas di dalamnya menguraikan beberapa hal pokok mengenai latar belakang

masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,

studi pendahuluan dan sistematika penulisan.

Bab kedua, memaparkan tentang Gambaran umum Karawang, yang di

antaranya adalah Letak Geografis Karawang, Sejarah Singkat Karawang, Kondisi

Sosial dan keagamaan Masyarakat Karawang.

17
Bab ketiga, memaparkan tentang Deskripsi Tradisi ziarah kubur

permasalahan yang dibahas dalam bab ini meliputi makna ziarah kubur, ziarah

kubur menurut pandangan Islam, ziarah kubur sebagai unsur tradisi dan Tujuan

ziarah kubur.

Bab keempat, memaparkan Tradisi Ziarah Kubur di makam Syeh Quro,

pembahasanya yang diawali dengan riwayat tentang Syeh Quro,Pelaksanaan

ziarah kubur yang terdiri dari persiapan sebelum ziarah kubur, waktu dan

penyelenggaraan ziarah kubur, dan pihak-pihak yang terlibat dalam ziarah kubur,

serta hikmah yang bisa diambil pada pelaksanaan Tradisi ziarah kubur.

Bab kelima, merupakan bab penutup dan kesimpulan serta saran-saran

atas keseluruhan pembahasan skripsi ini. Pada pembahasan bab ini diharapkan

dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya menjadi satu

rumusan yang bermakna.

18
BAB II

GAMBARAN UMUM KARAWANG

A. Letak Geografis Karawang

Kabupaten Karawang adalah sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa

Barat, ibu kotanya adalah Karawang, wilayah Kabupaten Karawang berada di

pesisir pantai utara Jawa bagian barat. Secara topografis sebagian besar wilayah

ini termasuk dalam dataran alluvial dengan ketinggian 0.6 m di atas permukaan

laut, dan kemiringan tanah 0.2%, di beberapa tempat dalam kawasan ini masih

terdapat rawa, sedangkan daerah perbukitan di sebelah selatan merupakan daerah

persawahan yang jaraknya cukup jauh dari garis pantai sekarang (lebih dari 200

Km). Oleh karena itu, wilayah Kabupaten Karawang merupakan wilayah

persawahan dengan pengairan (irigasi), dan sebagian besar penduduknya hidup

sebagai petani dan nelayan di daerah pantai.44

Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 1070 02‟-1070 40‟

BT dan 50 56‟-60 34‟ LS dengan batasa-batas wilayahnya sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Subang, sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, sebelah

Selatan Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupetn Bekasi, berikut ini adalah gambaran Peta Kabupaten Karawang:

44
Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, (Karawang: Pemerintah
Kabupaten Karawang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011), h. 15-16.

19
Keterangan : Peta Kabupaten Karawang, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten
Karawang, 2013).

20
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten penghasil padi di

Provinsi Jawa Barat, luas wilayahnya mencapai 175,327 hektar atau 3,7 persen

dari luas provinsi Jawa Barat. Dari kondisi geografisnya Karawang dijadikan

penyangga pangan untuk wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI, yaitu sejak tahun

1962. Karawang bersama Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Serang dan

Tangerang daerah penghasil beras yang utama dan dijadikan sebagai proyek

Nasional Daerah Swasembada Beras.45 Berikut adalah statistik hasil dari area

pertanian (penghasilan padi), dari tahun 2008-2012.46

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2008 2009 2010 2011 2012

Karawang bagian selatan terdapat sebuah gunung yang dikenal dengan

nama Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m diatas permukaan laut. Nama

gunung ini memiliki arti yang mengesankan kemegahan. Sangga yaitu

45
Bintang, dkk., Catatan Sejarah Karawang dari masa kemasa, (Karawang: CV Viva
Tanpas, 2007), h. 2.
46
Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013), h. 109.

21
menyangga, buana yaitu alam semesta. Bayangkan bahwa gunung ini dianggap

penyangga alam semesta, tentunya nama ini mengindikasikan bahwa gunung ini

memiliki arti penting sebagai pusat suatu kekuatan.

B. Sejarah singkat Karawang

Secara etimologis, nama Karawang diambil dari bahasa Sunda yaitu rawa

yang diberi imbuhan Ka dan An sehingga terbentuklah kata Karawaan, yang

memiliki arti tanah rawa.47 Dalam bahasa sunda, sebuah kata yang diberi imbuhan

seperti itu memiliki makna menerangkan suatu keadaan. Sumber lain

menyebutkan Krawang berarti tanah yang terbagi atau penuh lobang. Nama

tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain

yang dapat memperkuat pendapat tersebut, selain sebagian rawa-rawa yang masih

ada hingga saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti :

Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.48

Berdirinya Kabupaten Karawang tidak dapat dilepaskan dari perubahan

politik yang terjadi di Tatar Sunda pada akhir abad ke-16. Ketika Kerajaan Sunda

masih beridiri, daerah Karawang merupakan salah satu wilayah kekuasaannya.

Menurut kesaksian Tome Pires, sejak tahun 1513, Karawang merupakan salah

satu dari tujuh pelabuhan yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.49

Bagi Kerajaan Sunda, pelabuhan Karawang tidak hanya sebagai tempat

pusat perdagangan melainkan berstatus sebagai pintu masuk wilayah pedalaman

47
MvO Resident Krawang, A. Sangster, 31 Oktober 1931.
48
Wawancara pribadi dengan bapak H. Firman selaku bidang Budaya di Dinas Budaya
dan Pariwisata, di Karawang, Tanggal Rabu 19 Maret 2014 pukul 11.15 wib.
49
Menurut Tome Pires, selain Karawang, enam pelabuhan lainnya terletak di Banten,
Pontang, Cikande, Tangerang, Kalapa, dan Cimanuk.

22
bagian Timur Kerajaan tersebut dengan menyusuri beberapa sungai besar, antara

lain Citarum.50

Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Sunda tahun 1579 di wilayah Tatar

Sunda terdapat empat pusat kekuasaan baru yaitu Cirebon, Banten

Sumedanglarang dan Galuh. Dengan runtuhnya Kerajaan Sunda, wilayah

Karawang menjadi salah satu wilayah kekuasaan Sumedanglarang.

Seiring dengan keruntuhan Kerajaan Sunda, wilayah Karawang menjadi

salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang.51 Meskipun demikian,

pengaruh Cirebon sangat kuat di daerah ini sehingga sampai tahun 1619, daerah

Karawang diklaim sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon.

Sementara itu, pengaruh Mataram masuk ke wilayah Karawang melalui Kerajaan

Sumedanglarang.52

Pada 1620, Pangeran Aria Suriadiwangsa I (penguasa Sumedanglarang)

mengakui kekuasaan Mataram dan menyatakan pengabdiannya kepada penguasa

Mataram. Setelah peristiwa ini wilayah Sumedanglarang lebih dikenal dengan

sebutan Priangan. Untuk menjalankan roda pemerintahan, Sultan Agung

mengangkat Pangeran Aria Suriadiwangsa I sebagai wedana-bupati daerah

Priangan dengan gelar Rangga Gempol I. Termasuk wilayah Karawang yang pada

masa itu Kesultanan Banten mempunyai ambisi untuk menguasai wilayah bekas

Kerajaan Sunda, namun ambisinya tersebut tertahan seiring dengan semakin

50
Edi S Ekadjati,. Penyebaran agama Islam di Jawa Barat, (Bandung: Proyek Penunjang
Peningkatan Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa Barat, 1975). H. 97.
51
Kerajaan Sumedang Larang berpusat di Kutamaya (sekarang jaraknya tak jauh dari
sebelah barat kota sumedang) Statusnya berubah menjadi kabupaten sejak tahun 1620.
52
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon
dan Betawi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h, 615.

23
menguatnya Pengaruh Mataram atas Cirebon dan Priangan. untuk mewujudkan

ambisinya tersebut, penguasa Banten menjadikan Karawang sebagai benteng

pertahanan terdepan dalam menghadapi politik ekspensi kerajaan Mataram.53

Daerah Karawang secara resmi masuk dalam wilayah pengaruh Mataram,

akan tetapi pada kenyataannya pasukan Banten berleluasa bisa memasuki wilayah

Karawang. Dalam rangka menjadikan Karawang sebagai benteng pertahanan

terdepan, pada akhir abad ke-16, Pangeran Nagaragan dari kesultanan Banten

membangun sebuah Kampung di sebelah sungai citarum, yang diberinama

Hudong Udong (Udug-Udug),54 di kampung Udug-Udug tersebut kemudian

dijadikan tempat tinggal pangeran serta para pengawalnya.

Mendengar berita tersebut Sultan Agung penguasa Mataram mengutus

Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke

Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui

Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten.

Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti

rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan

keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu Kota

Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara

melewati Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan

lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke

Karawang.

53
Nina Herlina Lubis, Sejarah Tatar Sunda, (Bandung: Satya Historika, 2003), h. 89-94.
54
Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 180-181.

24
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria

Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug,

mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu diimbangi dengan

kekuatan yang memadai.

Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu

desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang

kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di

Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu. Ketiga perkampungan

tersebut dijadikan sebagai pos pertahanan untuk menyerang kesultanan Banten,

hingga tahun 1625 pasukan mataram tidak berhasil mengusir pasukan banten dari

daerah karawang karena kekuatannya hanya tinggal sepertiga lagi. Namun aria

wirasaba tidak pernah melaporkan kegagalannya kepada Sultan Mataram.

Karena jauh serta sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram,

Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakannya

kepada sultan di Mataram. Karena tidak adanya laporan tersebut pada sultan

Mataram, maka ia menganggap bahwa misi yang diberikannya kepada Aria

Wirasaba telah dianggap gagal.

Pada tahun 1632 M, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa dari Galuh

dengan membawa 1000 Prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuan

ditugaskannya pasukan Wiraperbangsa oleh sultan Mataram adalah untuk

membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai

bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC(Belanda) di

Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba.

25
Tugas yang diberikan Sultan Agung yang kepadanya telah dilaksankan

dengan baik, dan hasilnya tersebut dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas

keberhasilannya tersebut Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi Jabatan

Wedana (setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III

serta diberi hadiah sebelah keris yang diberi nama “Karosinjang”.

Setelah Wiraperbangsa wafat jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh

Puteranya yang bernama Adipati Kertabumi IV yang diberi gelar Raden

Singaperbangsa III, ketika diangkat sebagai Wedana Karawang, R. A

Singaperbangsa IV berkedudukan di Cibunut yang sekarang bernama Kampung

Bunut, sekitar Alun-alun Karawang.55

Mengenai pengangkatan Adipati Kertabumi IV sebagai penguasa

Karawang tercantum dalam sebuah piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar56

yang Berbunyi sebagai berikut:

Penget ingkang Piagem Kanjeng ing Ki Rangga Gede


Sumedang kagadehaken ing Si Astrawadana. Milane Sun gadehi Paiagem Sun
kongkon angraksa kagengan Dalem, siti Nagara Agung, Kilen wates
Cipamingkis, wetan Cilamaya, sirta sun kongkong
anunggoni lumbung isinipun pari limang takes
punjul tiga welas jait.
Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa
Basakala tan angrawahi Piagem, lagi lampahipun
Kiyai Yudabangsa kaping Ki Wangsataruna
Ingkang potusan Kanjeng Dalem ambkta tata titi
Yang kalih ewu Wadananipun Kiyai Singaperbagsa,
Kalih ki wirasaba kang dipun wadanakaken ing manira.
Sasangpun katampi dipunpernahken ing
Waringinpitu lang ing Tanjungpura. Angraksa Siti
Gung Bongas kilen.

55
Bintang T, Sejarah Karawang dari masa ke masa, (Karawang: Viva Tanpas, 2007), h.
58
56
Wawancara pribadi dengan bapak H Firman :“Menurut Bapak H Firman (bidang
budaya) di Dinas Budaya Dan Pariwisata Kabupaten Karawang bahwa keberadaan piagam tersebut
sekarang ini berada di Belanda.”

26
Kala nulis piagem ing dina Rebo tanggal Sapuluh
Sasi mulud tauh Alip. Kang anulis piagem manira,
Anggaprana. (Bahasa Jawa).57

Terjemahan piagam tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:


Maka, ingatlah piagam Kanjeng kepada Ki
Rangga Gede dari Sumedang, yang dibawa oleh
Ki Astrawardana. Adapun maksud dia membawa
Piagam, karena (Ki Astrawardana) dia mengemban
Tugas menjaga wilayah kekuasaan Raja “Nagara Agung”
Wilayah itu dibatasi dibatasi oleh Cipamingkis di sebelah
Baratdan Cilamaya di sebelah Timur. Seterusnya,
Ki Astrawardana harus menunggui lumbung padi, yang
Isinya sebanyak lima tangkes tiga belas jait. Nantinya,
Padi itu harus diangkut oleh Singaperbangsa, jika
Perintah sudah diterimanya. Surat perintah itu akan
Diserahkan oleh Ki Yudabangsa dan Ki Wangsataruna,
Yang saat ini sedang dalam perjalanan sambil membawa
2.000 orang. Orang sebanyak itu akan akan diserahkan
kepada Ki Singaperbangsa dan Ki Wirasaba. Kedua
orang itu telah diangkat sebagai Wedana. Kedua orang itu
telah diangkat oleh raja. Jika surat pengangkatannya telah
diterima, keduanya harus ditempatkan masing-masing di Waringinpitu
dan Tanjungpura. Tugasnya menjaga Nagara Agung dari sebelah
Barat dari ancaman musuh. Piagam ini ditulis hari rabu,
Tanggal sepuluh Mulud, tahun Alif. Yang menulis piagam ini
Adalah Anggaprana.
Berdasarkan beberapa sumber yang ada menetapkan bahwa hari jadi

Kabupaten Karawang pada tanggal 14 September 1633 M atau hari Rabu tanggal

10 Mulud 1555 tahun Jawa/ Saka. Untuk perayaan hari jadi Kabupaten Karawang

diadakan dua kali perayaan yakni pada tanggal 10 Mulud dan 14 September, pada

tanggal 10 Mulud diadakan ziarah ke makam-makam pahlawan yang ada disekitar

Karawang dan utamanya ziarah ke makam Singaperbangsa (Bupati pertama

Kabupaten Karawang) yang berada di Manggung Ciparage Desa Manggungjaya

Kecamatan Cilamaya. Dan tanggal 14 September diadakannya bersama

masyarakat Karawang.

57
Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 98.

27
Silsilah dan urutan para Bupati Karawang berdasarkan Sejarah singkat hari

jadi Karawang58 adalah sebagai berikut:

No Nama Bupati Tahun Pemerintahan

1 Raden Adipati singaperbangsa59 1633-1677

2 Raden Anom Wirasuta60 1677-1721

3 Raden Jayanagara61 1721-1731

4 Raden Singanagara62 1731-1752

5 Raden Muhammad Saleh63 1752-1786

6 Raden Singasari64 1786-1809

7 Raden Aria Sastradipura65 1809-1811

58
Sutedja dkk, Sejarah Singkat hari jadi Karawang berikut silsilah dan urutan para
bupatinya, (Karawang: Kantor Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Karawang, 2013), h. 11-26.
59
Raden Adipati Singaperbagsa putera Wiraperbangsa dari Galuh (wilayah Kerajaan
Sumedanglarang), bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Adipati
Singaperbangsa, Pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa, sekarang
termasuk wilayah keluarahan Karawang Kulon Kecamatan Karawang Barat.
Raden Adipati Singaperbangsa wafat pada tahun 1677, di makamkan di Manggungjaya
Ciparage Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa
dikenal pula dengan sebutan Kyai Panembahan Singaperbangsa atau Dalem Kalidaon atau disebut
juga dengan Eyang Manggung.
60
Raden Anom Wirasuta adalah putera Raden Adipati Singaperbangsa, yang diberi gelar
Adipati Panatayuda I.
61
Radena Jaya Nagara adalah Putera RAden Anom Wirasuta yang diberi gelar Adipati
Panatayudha II.
62
Raden Singanagara adalah putera Raden Jayanagara yang bergelar Raden Aria
Panatayudha III.
63
Raden Muhammad Saleh adalah putera Raden Singanegara yang diberi gelar Raden
Adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad saleh juga dikenal pula dengan sebutan Raden
Muhammad Zainal Abidin atau Raden Dalem
64
Raden Singasari adalah Putera Raden Muhammad Saleh, yang diberi gelar Raden
Adipati Aria Singasari atau Panatayudha V.
65
Raden Aria Sastradipura adalah putera Raden Muhammad Saleh. Beliau ditugaskan
sebagai Cutak (demang) setingkat Patih dengan tugas pekerajaan Bupati.

28
8 Raden Adipati Suryalaga66 1811-1813

9 Raden Aria Sastradipura67 1813-1820

10 Raden Adipati Suryanata68 1821-1829

11 Raden Adipati Suryawinata69 1829-1849

12 Raden Muhammad Enoh70 1849-1854

13 Raden Adipati Sumadipura71 1854-1863

14 Raden Adi Kusumah72 1863-1886

15 Raden Surya Kusumah73 1886-1911

16 Raden Tumenggung Aria Gadanagara74 1911-1925

17 Raden Adipati Aria Suryamiharja75 1925-1942

66
Raden Adipati Suryal;aga pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau adalah putera
sulung Raden Adipati Suryalaga bupati Sumedang (1765-1783).
67
Raden Aria Sastradipura dua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah
yang pertama pada periode tahun 1809-1811
68
Raden Adipati Suryanata adalah putera Raden Adipati Wiranata (Dalem Sepuh Bogor
keturunan Cikandul).
69
Raden Adipati Suryawinata atau Haji Muhammad Sirod, Putera Adipati wiranata Dalem
Sepuh Bogor, (Adik Adipati Suryanata, Bupati Karawang yang memerintah pada tahun 1821-
1829)
70
Raden Muhammad enoh adalah Putera Dalem Aria Wiratanudatar VI, yang bergelar
Raden Sastranagara.
71
Raden Adipati Sumadipura adalah putera Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang
ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan Uyang Ajian atau Dalem Sepuh. Raden
Adipati Sumadipura bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradinigrat I, beliau juga dalah yang
membangun Pendopo Kabupaten, Masjid Agung dan Situ Buled di Purwakarta
72
Raden Adi Kusumah atau Apun Hasan adalah Putera Uyang Ajian yang bergelar Raden
Adipati Sastradiningrat II.
73
Raden Surya Kusumah atau Apun Harun adal putera Raden Adi Kusumah yang bergelar
Raden Adipati Sastradinigrat III.
74
Raden Tumenggung Aria Gandanagara adik Raden Surya Kusumah yang bergelar
Adipati Sastradiningrat IV, dan beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria.

29
18 Raden Panduwinata76 1942-1945

19 Raden Juarsa77 1945-1948

20 Raden Ateng Surapraja dan R. Marta78 1948-1949

21 R.M. Hasan Surya Saca Kusumah79 1949-1950

22 Raden Rubaya80 1950-1951

23 Moh. Tohir Mangkudijoyo81 1951-1960

24 Letkol INF. H. Husni Hamid82 1960-1971

25 Kolonel INF. Setia Syamsi83 1971-1976

75
Raden Adipati Suryamiharja adalah putera Raden Rangga Haji Muhammad Syafe‟I,
yang bergelar Raden Adipati Songsong Kuning. Raden Adipati Aria Suryamiharja merupakan
Bupati Karawang terakhir sebelum masa pendudukan Jepang.
76
Raden Panduwinata dikenal dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu suriadiningrat,
beliau merupakan Bupati pada masa kependudukan Jepang.
77
Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden
Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten dipindahkan dari Purwakarta ke Subang.
78
Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh
Pemerintahan yang berbeda yaitu: a). Raden Ateng Surapraja adalah Bupati Karawang yang
ditunjuk oleh Negara Pasundan yang berkedudukan di Subang. b) R. Marta adalah Bupati
Karawang jaman gerliya yang ditunjuk oleh pimpinan badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat bulan
Oktober 1948.
79
R.M. Hasan Surya Saca Kusumah adalah Bupati Karawang yang diangkat oleh
Republik Indonesia Serikat (RIS) sesuia dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
pembentukan Kabupaten Karawang di lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat
80
Raden Rubaya adalah Putera Suryanatamiharja yang berasal dari Sumedang yang
menjadi Wedana Leles di Garut
81
Moh Tohir Mangkudijoyo putera Jaka asal Plered Purwakarta, pada masa
pemerintahannya beliau didampingi oleh Kepala Daerah Moh. Ali Muchtar Putera Cakrawiguna
(Komisi Plered) asal Jatisari
82
Letkol Inf. H. Husni Hamid putera ketiga Haji Abdul Hamid ayang berasal dari
Cilegon, Banten. Sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang jabatan beliau
adalah Dandim 0604 Karawang.
83
Kolonel Inf Setia Syamsi, Putera E Suparman yang berasal dari Bandung, dilahirkan
tanggal 3 April 1926. Jabatan beliau sebelum menjadi Bupati Karawang Adalah Dandim 0604/1
Karawang (1965-1969), Kepala Staf Brig. 12/ Guntur Dam VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971)

30
26 Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra84 1976-1981

27 Kolonel CZI.H. Opon Sopanji85 1981-1986

28 Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi86 1986-1996

29 Kolonel INF. Drs. H. Dadang S. Muhtar87 1996-2000

30 PLT R.H. Daud Priatna SH, M.Si88 2000

31 Letkol (Purn) Achmad Dadang89 2000-2005

32 PLT. Drs.H.D. Salahudin Mufti, M,Si90 18-11-2005 s/d15-12-

2005

33 Drs. H. Dadang S. Muchtar91 2005-2010

84
Kolonel Inf. Tata Suwanta Hadisaputra, putera Taslim Kartajumena asal Cirebon,
dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924. Jabatan beliau sebelum menjadi Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Karawang, adalah Dandim Garut, yang kemudian tugasnya dialihkan ke Korem
Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat di Bandung.
85
Kolonel CZI. H. Opon Sopandji, putera Atmamihardja asal Sukapura Tasikmalaya.
Sebelum menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau adalah sebagai ketua
DPRD Kabupaten Bogor.
86
Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putera Suradi asal Bandung, sebelum menjabat
sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau menjabat sebagai Kepala Markas Wilayah
Pertahanan Sipil (Ka. Mawil Hansip) VIII Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.
87
Kolonel Inf. Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE. Herman asal Cirebon, lahir di
Klangenan Cirebon pada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II
Karawang, beliau menjabat Asisten Logistik Kodam III Siliwangi (1996).
88
R.H. Daud Priatna SH, M.Si, putera R Khoesoe Abdoel asal Pedes, Karawang, lahir
pada tanggal 29 Juli 1941.beliau menjabat sebagai Bupati Berdasarkan SK. Menteri Dalam Negeri
Nomor 131. 32. 055 tanggal 20 Februari 2000, disamping menjabat sebagai wakil Bupati beliau
juga merangkap sebagai Pejabat Bupati Karawang.
89
Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putera Tjasban, lahir pada tanggal 8
Agustus 1948 di Desa Cilamaya Karawang. Dilantik sebagai Bupati Karawang pada tanggal 16
Desember 2000. Sebelum menjabat sebagai Bupati Karawang beliau menjabat Dandim Aceh
Timur Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa.
90
Drs. HD. Salahudin Muftie, M.Si, putera H. Jamil Bin Yusuf, lahir di Karawang pada
tanggal 3 November 1945. Berdasarkan Kepmendagri no 131. 32. 1017 tahun 2005 tanggal 18
November 2005 melaksanakan tugas dan kewajiban Bupati Karawang sampai tanggal 15
Desember 2005.

31
34 PLT. Ir. H. Iman Sumantri92 Desember2010

35 Drs. H. Ade Swara, MH93 2010-2015

Dengan berbagai Sejarah kedudukan Ibu Kota kabupaten Karawang banyak

mengalami perubahaan dalam penamaan ibu kota, yang diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Kabupaten Karawang dengan ibu kotanya di Karawang dari tahun 1653-1819

(166 tahun).

2. Kabupaten Karawang ibu kotanya di Wanayasa sekitar tahun 1820-1830 (10

tahun).

3. Kabupaten Karawang dengan Ibu Kotanya di Purwakarta tahun 1830- 1449.

Melalui keputusan Wali Negara Pasundan tanggal 29 Januari 1949 nomor 12

Kabupaten Karawang dipecah menjadi 2 yaitu: Karawang Barat dengan Ibu

Kota Karawang dan Karawang Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan

ibu kota di Subang.

4. Dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1950 tentang

pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat tahun

91
Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE Herman asal Cirebon, dilahirkan pada tanggal 4
September 1952 di Klangenan Cirebon. Beliau kembali memimpin Kabuppaten Karawang hasil
Pilihan Rakyat langsung pada PILKADA tahun 2005.
92
Ir. H. Iman Sumantri, putera Mayor Purnawirawan TNI Ishak Iskandar, Lahir di Cimahi
Bandung pada tanggal 15 November 1965. Beliau menjabat sebagai bupati berdasarkan Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor 131/ Kep.1714-Pem-um/ 2010 tanggal 15 Desember 2010
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Bupati Karawang dari tanggal 17 Desember 2010
sampai dengan tanggal 27 Desember 2010.
93
Drs. H. Ade Swara, MH, putera H. Edi Suhendi dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1960 di
Ciamis. Merupakan Bupati terpilih hasil Pemilukada Kabupaten Karawang tahun 2010.

32
1950. Karawang secara resmi dinyatakan sebagai kabupaten yang berdiri

sendiri dengan Ibu Kota di Karawang.

Kabupaten Karawang telah terbagi menjadi 30 Kecamatan dengan

jumlah desa seluruhnya sebanyak 297 desa dan 12 Jumlah desa terbanyak ada di

Kecamatan Telagasari, dan Tempuran yaitu 14 Desa dan yang paling sedikit

adalah Kecamatan Majalaya dan Ciampel, yaitu sebanyak 7 Desa.94

C. Kondisi Sosial dan Keagamaan masyarakat Karawang

Pada tahun 2012 jumlah penduduk kabupaten Karawang mencapai

2.207.181 jiwa, jumlah tersebut merupakan hasil proyeksi dan angka yang masih

sementara. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2012 berjumlah 1.137.818 jiwa,

dan penduduk perempuan berjumlah 1.069.363 jiwa. Jika dilihat pada data

tersebut maka jumlah dari penduduk kabupaten Karawang adalah 106,40 yang

artinya penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk

perempuan.95

Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka


2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013).

94
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karawang, 2013), h. 7
95
Ibid., h. 25

33
Jenis mata pencaharian penduduk Karawang umumnya adalah sebagai

petani, masyarakat petani jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih

banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu

untuk kelompok usia anak-anak, laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan

anak-anak berjenis kelamin perempuan. Kondisi yang berbeda pun dapat dilihat

oleh masyarakat pribumi yang bukan petani karena baik usia dewasa maupun

anak-anak, jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah

penduduk karawang yang berprofesi sebagai petani diperkirakan 91,56 %,

sedangkan jumlah penduduk karawang yang berprofesi di luar pertanian sekitar

8,44 %.

Memasuki pada awal abad ke-20, penduduk pribumi Karawang memiliki

berbagai macam pencaharian yang beranekaragam antara lain pertanian,

perdagangan dan kerajinan, serta perikanan. Sementara itu kabupaten Karawang

termasuk salah satu kabupaten yang yang menjadi sentra pembudidayaan padi.

Pembudidayaan padi tidak hanya dilakukan di areal persawahan, melainkan juga

sebagian masyarakat membudidayakan tanaman tersebut di ladang.

Jumlah penduduk kabupaten Karawang pada tahun 2012 berdasarkan

agama yang dianut adalah sebagi berikut: Islam sebanyak 98,55%, Katolik 0,22%,

Protestan 0,93%, Budha 0,26%, dan Hindu 0,04%.96 Berdasarkan jumlah

persentase tersebut maka jumlah sarana peribadatan seperti masjid, langgar,

96
Ibid., h. 49

34
musholla, gereja klenteng, dan vihara terdapat diberbagai tempat yang berada di

wilayah Karawang.

Agama Islam masuk ke Karawang dibawa oleh ulama Besar yang bernama

Syeh Hasanudin bin Yusuf Idofi dari Campa, yang terkenal dengan sebutan Syeh

Quro. Ia merupakan putra ulama besar perguruan Islam di Campa yang bernama

Syeh Yusuf Sidik. Syeh Quro datang ke pelabuhan Karawang melalui jalur laut,

ketika sampai di Pelabuhan Karawang bersama rombongannya meminta izin

kepada penguasa setempat untuk mendirikan bangunan disekitar pelabuhan.

Setelah mendapatkan izin oleh penguasa setempat mendirikan bangunan dari

pelabuhan tempat kapal berlabuh. Bangunan ini kemudian terkenal dengan

sebutan Pesantren Quro (Masjid Agung Karawang).

Tahapan-tahapan dalam menyebarkan agama Islam yang dilakukan oleh

Syeh Quro adalah membangung Langgar (Pesantren), Musholla sebagai tempat

ibadah, serta tempat tinggal. Dakwah yang disampaikan oleh Syeh Quro mudah

dipahami oleh masyarakat Karawang, sehingga banyak masyarakat yang

berbondong-bondong untuk menganut agama Islam.

Bukti adanya penyebaran agama Islam yang pertama kali oleh Syeh Quro

adalah Masjid agung97 Karawang letaknya berdekatan dengan alun-alun

Kabupaten Karawang. Di masjid terdapat potongan balok Tiang utama (empat

tiang) yang masih utuh, kayu balok bagian atap Masjid Agung lama dan kayu lain

bagian dinding masjid yang masih tersimpan di lantai tiga masjid agung

Karawang.

97
Tjetjep Supriadi, Sejarah berdirinya Kabupaten Karawang, (Bandung : Theme, 1976),
h. 33.

35
Tabel jumlah Sarana Peribadatan berdasarkan Kecamatan tahun

2012

Kecamatan Masjid Musholla Langgar Gereja Vihara

Pangkalan 72 8 79 - -

Tegalwaru 44 - 34 - -

Ciampel 52 - 34 - -

Telukjambe 104 - 102 1

Timur

Telukjambe Barat 58 - 202 -

Klari 128 216

Cikampek 69 7 99 10

Purwasari 56 79

Tirtamulya 57 93

Jatisari 284 196

Banyusari 44 145

Kotabaru 78 97

Cilamaya Wetan 51 10 220 2

Cilamaya Kulon 46 10 198

Lemahabang 59 5 122

Telagasari 53 187

36
Majalaya 34 82

Karawang Timur 93 1 131 1 1

Karawang Barat 79 134 14

Rawamerta 48 133

Tempuran 56 129

Kutawaluya 50 138

Rengasdengklok 52 202 4

Jayakarta 27 9 182

Pedes 48 216

Cilebar 47 112

Cibuaya 39 160

Tirtajaya 71 5 121

Batujaya 40 130

Pakisjaya 34 3 64

Total 1.973 4.090 4.037 2 31

2011 1.728 2.567 1.735 16 11

2010 1.667 1.355 3.006 8 11

2009 1.575 1.285 3.066 13 11

2008 1.648 1.344 3.004 13 11

Sumber: Kantor Depertemen Agama Kabupaten Karawang

37
Tabel jumlah penganut agama di Karawang 2012

Kecamatan Islam Katolik Protestan Budha Hindu Total

Pangkalan 40.062 5 57 9 9 40.142

Tegalwaru 38.697 2 11 1 38.711

Ciampel 42.803 31 113 15 12 42.974

Telukjambe 53.643 1.471 4.067 456 162 59.799

Timur

Telukjambe Barat 127.728 25 218 2 5 127.378

Klari 183.730 655 2.435 137 71 187.028

Cikampek 117.988 582 2.938 346 11 121.865

Purwasari 65.590 114 602 37 5 66.348

Tirtamulya 55.153 6 13 7 55.179

Jatisari 86.623 84 517 19 15 87.258

Banyusari 59.530 6 7 5 59.548

Kotabaru 134.464 592 2.664 283 77 137.979

Cilamaya Wetan 94.187 21 318 28 67 94.621

Cilamaya Kulon 80.396 36 34 80.466

38
Lemahabang 87.104 3 175 12 87.294

Telagasari 75.083 13 106 3 11 75. 216

Majalaya 130.268 892 3.278 1.213 84 135.735

Karawang Timur 171.400 1.312 5.466 2.228 122 180.528

Karawang Barat 46.850 174 429 30 24 47.507

Rawamerta 59.724 1 12 6 59.743

Tempuran 70.044 9 54 1 5 70.113

Kutawaluya 69.668 2 36 30 13 69.749

Rengasdengklok 143.358 304 3.130 1.171 126 148.089

Jayakarta 73.066 4 45 11 8 73.134

Pedes 79.685 11 29 56 5 79.789

Cilebar 53.440 1 11 2 8 53.462

Cibuaya 59.849 18 351 990 20 61.228

Tirtajaya 89.740 15 6 5 89.766

Batujaya 102.758 10 41 12 1 102.822

Pakisjaya 47.469 2 30 11 6 46.518

39
Total 2.539.999 6.350 27.204 7.101 932 2.414.897

2011 2.200.571 4.826 20.760 5.838 977 2.232.972

2010 1.969.881 3.499 14.877 5.836 1.015 1.995.048

2009 1.873.051 4.677 10.816 6.414 1.177 1.896.135

2008 1.873.051 4.667 10.816 6.414 1.177 1.896.135

Sumber: Kantor Depertemen Agama Kabupaten Karawang

40
BAB III

DESKRIPSI TRADISI ZIARAH KUBUR

A. Makna ziarah kubur

Ziarah dalam kamus bahasa arab diambil dari kata ً‫ سِ يَا َرة‬-ُ‫ يَشُ و ر‬-َ‫ اسَار‬Yang

berarti menziarahi, mengunjungi.98 Sedangkan menurut Munzir Al-Muswa ziarah

kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan mendatangi ahli kubur sebagai

pelajaran bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul menghuni

kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.99

Ziarah Kubur juga dapat dikatakan sebagai mengunjungi suatu tempat

yang dimuliakan atau dianggap suci, misalnya mengunjungi makam Nabi

Muhammad SAW di Madinah seperti yang sering dilakukan oleh jama‟ah Haji.

Makam yang menjadi perhatian para peziarah khususnya bagi kaum muslim

biasanya makam orang-orang yang semasa hidupnya membawa misi kebaikan

terhadap lingkungannya, yaitu:100

a. Para Nabi dan Pemimpin Agama, mereka yang telah menyebarkan agama

serta mengajarkan mereka terhadap hal-hal kebaikan yang sesuai dengan

syariat.

b. Para wali, ulama dan ilmuan besar yang memberikan ilmu pengetahuan

serta mengenalkan manusia terhadap Kitab Tuhan serta ilmu alam dan

ilmu ciptaan.

98
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), h. 159.
99
Munzir Al-Muswa, Kenalilah Aqidahmu, (Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007), h. 56.
100
Syaikh Ja‟far Subhani, Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1989), h. 55.

41
c. Kelompok orang-orang tertentu seperti: kerabat, sahabat, saudara terdekat,

mereka yang mempunyai tali kasih atau pengorbanan semasa hidupnya.

Ziarah kubur merupakan satu titik temu yang istimewa antar agama,

hampir di belahan dunia manapun terdapat makam-makam khusus yang

dikunjungi baik oleh orang Islam maupun non Islam. Menurut „Ali al-Harawi

yang menulis sebuah Pedoman Tempat-Tempat Ziarah Kubur bahwa ziarah kubur

(ziyarat al-qubur) adalah suatu bentuk ritual yang sudah berakar di masyarakat

sejak zaman dahulu.101

Ziarah kubur yang dilakukan di makam telah memberikan tambahan

ekonomi kepada penduduk sekitar lokasi kuburan keramat, sehingga masyarakat

banyak yang berjualan makanan, keperluan ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah

kubur.102 Bagi tokoh-tokoh agama tertentu, terutama bagi kalangan tradisional

upacara tardisi lokal ini bermanfaat untuk alat mobilisasi masyarakat kelas bawah,

alat poltik bagi tokoh-tokohnya, dan menjadikan sumber ekonomi yang

mencukupi bagi sang tokoh keagamaan bisa dijadikan untuk memperkuat

kharismanya.

Ziarah kubur merupakan satu dari sekian tradisi yang ada dan berkembang

di masyarakat, berbagai maksud dan tujuan serta motivasi selalu menyertai

aktivitas ziarah kubur. Ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat ke kuburan

dianggap keramat karena sebenarnya ziarah kubur adalah tradisi agama Hindu

yang pada masa lampau memuja terhadap roh leluhur.

101
Henri, Chambert-Loir dan Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, (Depok:
Komunitas Bambu, 2010), h. 2
102
Hasil peneleitian penulis hal ini juga sama seperti di makam Syeh Quro,terutama pada
malam Sabtu

42
Di Indonesia terutama Jawa, kebiasaan ziarah kubur tersebar luas

diantaranya ke makam para wali dan tokoh yang dianggap suci, disana mereka

melakukan berbagai kegiatan seperti membaca al-Qur‟an, kalimat Syahadat,

berdoa dan bertafakur. Sepeti halnya ziarah yang sering dilakukan di makam

Sunan Gunung Jati, makam Sunan Gunung Jati selalu ramai dipadati peziarah

yang datang secara perorangan, dengan keluarga, ada pula yang datang secara

berombongan dari satu desa dengan mencarter bis bersama-sama. Kebanyakan

dari peziarah yang datang hanya mengadakan kunjungan secara singkat, tetapi ada

juga yang tinggal menyepi selama satu atau beberapa malam di dalam komplek,

disamping itu ada sejumlah kegiatan ziarah besar pada hari-hari tertentu, misalnya

setiap malam jumat kliwon pengunjung ziarah banyak yang berdatangan sehingga

menyebabkan berdesak-desakan di depan gerbang makam, ziarah tahunan yang

teramai banyak pengunjungnya adalah ketika bulan maulid, biasanya pada

perayaan bulan maulid benda-benda pusaka digelarkan berarak-arakan di sekitar

alun-alun masing-masing kraton, atau dalam perayaan tersebut disebut dengan

“panjang jimat”.

Ketika acara puncak tersebut orang-orang (peziarah) berlari berdesakan

dari alun-alun yang satu ke alun-alun yang lain untuk menengokpiring-piring

pusaka yang sebenarnya tertutup oleh kain. Kemudian mereka masuk ke dalam

kraton untuk melihat sejenak salah seorang yang dianggap sebagai keturunan

hidup sang wali.103

103
Henri, Chambert-Loir dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di dunia Islam, h. 366.

43
Letak makam tersebut terletak di puncak sebuah bukit buatan yaitu bukit

sembung yang khusus didirikan di kota Cirebon. Komplek makam keramat Sunan

Gunung Jati mencakupi kedua bukit yang diantaranya adalah Bukit Sembung dan

Bukit sunan Gunung Jati.104

Banyak juga orang-orang berziarah ke kuburan tertentu disertai

kepercayaan bahwa tokoh tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka,

antara lain dengan ziarah kubur seseorang dapat berdampak pada kemungkinan

mendapat rezeki dan Sya‟faat.105

Bila dilihat secara mendalam maka, tradisi yang masih dipertahankan oleh

sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah benar-benar peninggalan nenek

moyang yang masih primitif atau pra Islam. Upacara tradisi lokal yang hampir

seluruhnya merupakan peninggalan zaman Hindu Budha tetap dipertahankan oleh

masyarakat.

Kegiatan ziarah kubur, haul dan sebagainya merupakan peninggalan pra

Islam yang tidak dihilangkan.106 Dengan berbagai nilai Islam, tradisi-tradisi

tersebut berusaha untuk diakulturasikan107 kedalam Islam dan disatukan

sedemikian rupa menjadi budaya bercitarasa Islam dan Islam yang bercitarasa

lokal, melalui perpaduan yang meyakinkan tersebut dengan memakai doa-doa

Islam, Tahlil, dan sebagainya.

104
Ibid., h. 364-365.
105
Haryadi Soebady, Agama dan Upacara, (Jakarta: Buku antar Bangsa, 2002), h. 34.
106
Ayatrohaedi, Sundakala cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah "Panitia
Wangsakerta" Cirebon, (Jakarta: PT dunia Pustaka Jaya, 2005, h. 136.
107
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 262

44
B. Ziarah kubur menurut Pandangan Islam

Di awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh syari‟at.

Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirik di tengah-tengah umat menjadi faktor

dilarangnya ziarah kubur pada waktu itu. Namun, seiring perkembangan dan

kemajuan Islam larangan ini dihapus dan syari‟at menganjurkan umat Islam untuk

berziarah kubur agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut,

diantaranya mengingat kematian yang pasti dan akan segera menjemput. Sehingga

hal tersebut dapat melembutkan hati mereka dan senantiasa mengingat kehidupan

akhirat yang akan dijalani kelak. maka Ziarah kubur diizinkan oleh nabi, dan

hukumnya sunnah sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi Saw yang

berbunyi:

‫خ ِز ِة‬
ِ ‫عيْ ِس َيا َر ِة ا لْ ُق ُبْْ ِر َاَلا فُ ُش ّْ َر َُا َف ِا ًَ َِا تُ َذ ِك ُز ُك ُن ا لْ َا‬
َ ْ‫ت ًَ َِيْ ُت ُكن‬
ُ ٌْ‫ُك‬

)‫(رّاٍ هسلن‬

Artinya :“Dahulu saya melarang menziarahi Kubur, sekarang


berziarahlah kepadanya. Karena demikian itu akan mengingatkanmu akan hari
akhirat.”108.
Semula dikeluarkannya larangan tersebut disebabkan karena mereka baru

saja terlepas dari masa Jahiliyah. Ketika fondasi ke Islaman telah kokoh, berbagai

macam hukumnya telah mudah dilaksanakan, berbagai larangan yang sesuai

dengan syar‟inya telah dikenal, maka ziarah kubur diperbolehkan. Dalam hadits

tersebut memberi peringatan yang semula ziarah kubur dilarang oleh nabi,

kemudian setelah itu diizinkan.

108
Sayid Sabqi, Fiqih Sunnah 4, (Bandung: PT Al-Maarif, 1981), Cet. III, h. 178.

45
Paska kedatangan Islam di tanah Jawa ziarah tetap dilestarikan dengan

memasukan unsur-unsur ke Islaman dan merubah objek sandaran para peziarah

yang hanya ditunjukan kepada Allah SWT, Islam mempunyai konsep-konsep

mengenai ziarah kubur yang tidak menjurus kepada kemusyrikan. Konsep ziarah

kubur dalam Islam yang berdasarkan Hadits nabi adalah:

‫ل‬
َ ‫ي ُهسِْل ٍن َقا‬
ُ ْ‫طا مٌ ب‬
َ ْ‫ح َد َث ٌَا ِبس‬
َ ٌ‫ح َد َث ٌَا رُّْح‬
َ ْ‫جْْ َُ ِزي‬
َ ْ‫س ِعيْ ًد َال‬
َ ‫ي‬
ُ ْ‫ح َد َث ٌَا ِابْ َزا ُِيْ ُن ب‬
َ

‫م‬.‫هلل ص‬
ِ ‫لا‬ُ ْْ‫س‬
ُ ‫ى َر‬
َ ‫س َت َا‬
َ ‫عا ِئ‬
َ ْ‫عي‬
َ ‫َا ِبيْ َهَليْ َك َت‬ ‫ي‬
ِ ْ‫ت ِاب‬
ُ ْ‫س ِوع‬
َ ‫ل‬
َ ‫ح َقا‬
ِ ‫ت َا َبا ل َت َيا‬
ُ ْ‫س ِوع‬
َ

)َ‫ (رّاٍ ابي ها ج‬.‫عيْ ِس َيا َر ِة الْ ُق ُبْْ ِر‬


َ ‫ص‬
َ ‫خ‬
َ ‫َر‬

Artinya : mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa’id al Jauhary,


mengabarkan kepada kami Bistam bin Muslim, dia berkata : saya mendengar
Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah: bahwasanya Rasulullah SAW memberi Rukhsoh
memperbolehkan dalam ziarah kubur. (H.R Ibnu Majjah).109
Jadi, kegiatan ziarah kubur dikatakan sebagai syiar Islam karena dapat

mengingatkan seseorang tentang akhirat, yang selanjutnya dapat memacu untuk

lebih giat beribadah dan meningkatkan ketaqwaan. Peziarah dapat berbuat baik

kepada yang sudah meninggal (dikuburanya) dengan mengucapkan salam,

mendoakan, memohon ampun dan mengambil pelajaran-pelajaran dari riwayat

hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Selain itu, tidak jarang bahwa

peziarah juga sering melakukan.

Dalam hal ini para ulama dan ilmuan Islam, dengan berdasarkan kepada

al-Qur‟an dan Hadits-hadits nabi memperbolehkan orang untuk melakukan ziarah

109
Husein Bahreisi, Studi Hadits Nabi, (Surabaya: CV Amin, 1999), h. 227.

46
kubur dan menganggapnya sebagai perbuatan yang memiliki keutamaan,

khususnya ziarah ke makam para nabi dan orang-orang soleh.110

Meski ajaran Islam tidak melarangnya dan punya aturan tersendiri dalam

berziarah (seperti membaca ayat suci al-Qur‟an dan mendoakan orang yang sudah

meninggal agar mendapatkan tempat di sisi Allah), adapun peziarah yang datang

ke kuburan orang-orang soleh atau terkenal dengan berbagai macam tujuan serta

motivasi dari mereka. Menurut pandangan penulis mengenai berbagai macam

tujuan serta motivasi peziarah di lapangan seperti halnya di Makam Syaikh Quro

adalah kemudahan dalam mencari nafkah, pekerjaan, kemudahan dalam

belajar(menuntut ilmu), mereka yang belum mendapatkan jodoh, agar disegerakan

mendapatkan jodoh, yang sedang berada diluar negeri (menjadi tenaga kerja) agar

selalu dalam lindungan Allah dan selalu diberikan kemudahan serta kelancaran,

yang ingin menduduki suatu jabatan pemerintahan baik pusat maupun daerah(hal

ini banyak ketika pada musim Pemilu). Semua motivasi dan berbagai macam

tujuan mereka sebutkan ketika berziarah ke makam.

Beberapa ulama berpendapat bahwa pada dasarnya hukum ziarah kubur

adalah sunnah sejauh diletakan tatacara aturan syara. Disini akan disebutkan

beberapa pendapat para ulama tentang ziarah kubur, yang diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Syaikh Muhammad bin Abdul wahab mengatakan bahwa:

) ‫ص ًت (فتح انمجيذ‬
َ ‫خا‬
َ ‫جا ِل‬
َ ‫ج ِنه ِز‬
ُ ‫َوانْ ِا سْ ِتحْ َبا بُ ِا َو َما هُ َى َحا ِب‬

Artinya: “hukum sunnah berziarah kubur itu hanya untuk Laki-laki


secara tertentu”111
110
Syaikh Ja‟far Subhani, Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali, h. 501.

47
Menurut pendapat tersebut yang menjadi sasaran hukum sunnah

berziarah kubur adalah laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak di

sunnahkan.

b. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa :

‫ث‬
َ ْ‫ُس وْ ُر وْ ا ا نْ ُق ُبىْ َر َف ِا َو َها حُ َذ ِك ُز ا نْ َمى‬

Artinya : “Lakukanlah Ziarah kubur, Karena ia mengingatkan kepada


kematian.112
Menurut pendapat tersebut bahwa dengan ziarah kubur dapat

mengingat tentang kematian, dan mengambil pelajaran dari yang sudah

meninggal.

c. Imam Abdurrahman berpendapat sebagai berikut:

ْ‫ن ِب ُز ؤ‬
ُ ْ‫خ َز ِة َف َت ُكى‬
ِ ‫ث َو ا نْ َا‬
ِ ْ‫ج َز ِد ُت َذ ِك ُز ا نْ َمى‬
َ ‫ِس َيا َر ُة ا نْ ُق ُبىْ ِر ِا َما ِن ُم‬

‫ه ِن ُك ِم‬
ِ‫س‬َ ‫عا ٍء َف ُت‬
َ ‫حا ِب َها َا وْ ِن َىخْ ِى ُد‬
َ ْ‫غيْ ِز َمعْ ِز َف ِت َا ص‬
َ ْ‫َي ٍت ا نْ ُق ُبىْ ِر ِمه‬

) ‫ُمسْ ِهمٌ (بغيت ا نمستز شذ يه‬

Artinya: “ziarah kubur itu hanyalah bertujuan agar ingat pada


kematian dan akhirat, maka dapat dilakukan dengan melihat kuburan,
meskipun tidak mengetahui siapa ahli kuburnya atau bertujuan untuk
mendo’akan(berdo’a), maka ziarah kubur yang demikian ini di
sunnahkan bagi setiap Muslim.”113
Pada dasarnya menurut pendapat ini bahwa ziarah kubur itu hukumnya
sunnah bagi setiap muslim, asalkan dengan tujuan untuk mengingatkan pada
kematian dan akhirat dan juga untuk berdoa (baik untuk dirinya maupun si mayit)
meskipun tanpa mengetahui ahli kuburnya atau kuburannya.

111
Abdurrahmaman bin Hasan, Fathul Majid,(Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1987), h. 251.
112
As-Sulaiman Fahd bin Nashir bin Ibrahim, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar
Jenazah,(Jakarta: Darul Haq, 2006), h. 278.
113
Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan, Bugyiyatul Mustarsyidin, Terj.
Ahmad Bin Sayid, (Surabaya: Menara Kudus, 1990),h. 97.

48
C. Ziarah Kubur sebagai unsur Tradisi dan Budaya

Tradisi (bahasa Latin : traditio, artinya diteruskan) menurut bahasa adalah

suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat

kebiasaan, atau yang diasimilasikan dengan ritual adat atau agama. 114 Atau dalam

pengertian yang lain, sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian

dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,

kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat yang bersifat

magis religious dari suatu kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai-nilai

budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan. Kemudian

menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah menyatu dengan konsep sistem

budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia

dalam kehidupan sosial.115 Sedangkan dalam kamus Sosiologi, tradisi diartikan

sebagai kepercayaan turun menurun yang dapat dipelihara.116Tradisi juga

dikatakan sebagai sutau kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat,

dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan,

sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti.

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki

pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan

keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusnya pada

generasi selanjutnya. Sering proses penerus terjadi tanpa dipertanyakan sama

114
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus umum Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan
Nasional, (Jakarta: Balai pustaka 2007),Edisi III, Cetakan ke-4 h. 1293.
115
Ariyono dan Aminuddin Siregar, Kamus Antropolgi, (Jakarta: Akademika Presindo,
1985), h. 4.
116
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarat: PT Raja Grapindo Persada, 1993), h. 459.

49
sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim

benar dan lebih baik diambil begitu saja. Memang tidak ada kehidupan manusia

tanpa sesuatu tradisi.

Dalam upacara tradisi dikenal dengan “Tradisi Besar” (Great Tradition)

dan “Tradisi Kecil” (Little Tradition), yakni sepasang konsep yang pertama kali

diperkenalkan oleh pakar antropolog Amerika yaitu Robert Redfield. Konsep

tersebut mengungkapkan bahwa dalam suatu peradaban terdapat dua macam

tradisi yang dikategorikan sebagai great tradition dan little tradition.117

Tradisi besar adalah tradisi dari mereka yang suka berpikir dengan

sendirinya hanya mencangkup sejumlah orang yang sedikit. Sedangkan tradisi

kecil adalah tradisi massa yang tidak pernah memikirkan secara mendalam tradisi

yang mereka miliki. Tradisi dari para filosuf, ulama dan kaum terpelajar adalah

termasuk tradisi besar. Pada tradisi ini ditanamkan dan diwariskan melalui wacana

intelektual baik lisan maupun tertulis. Sedangkan tradisi orang kebanyakan adalah

tradisi kecil yang diterima dari pendahulu secara apa adanya tidak pernah diteliti

atau disaring isi maupun asal-usulnya, dalam perspektif ini kebiasaan ziarah kubur

atau berkunjung ke kubur dalam berbagai bentuk dan keperluan dapat

digolongkan sebagai tradisi kecil (kebiasaan orang kebanyakan).118

Adapun istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari

bahasa Inggris. Kata culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah,

mengerjakan. Sementara itu, kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta,

buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti
117
Bambang Pranowo, Islam Faktual: Antara Tradisi dan Relasi Kuasa, (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 1998), h. 8-9
118
Ibid., h. 10

50
budi dan akal.119Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan budaya

sebagai : Pikiran (akal budi: hasil karya), Adat Istiadat: menyelidiki bahasa dan

budaya, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab,

maju).120

Menurut E.B Taylor seorang ahli Antropologi dari Inggris mengemukakan

bahwa kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dan lain-lain kecakapan yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat penduduk kebudayaan tersebut.121

Menurut W.A Haviland seorang ahli Antropologi dari Amerika Serikat

menyatakan kebudayan sebagai seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki

bersama oleh anggota masyarakat, yang apabila dilaksankan oleh para anggotanya

akan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima.122

Sedangkan menurut Koentjaraningrat mengemukakkan bahwa kebudayaan

adalah seluruh gagasan dan rasa tindakan serta karya yang dihasilkan manusia

dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar123.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para Antropologi di

atas maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem gagasan atau

ide dalam bentuk kebiasaan, adat-istiadat, sistem nilai, dan norma serta aturan-

aturan, dan kebudayaan merupakan keseluruhan dari sistem gagasan, dan prilaku.

119
Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.
531
120
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus umum Bahasa Indonesia, h. 129.
121
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Masyarakat,
(Yogyakarta: Jala Sutra,2009), cet:I, h. 210.
122
Ibid., h. 209
123
Ibid., h. 205.

51
Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan

akal dan pikiran manusia, sehingga dapat menunjukan pola pikir, perilaku serta

karya fisik sekelompok manusia.

Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan, dengan

kemampuan akalnya manusia dapat membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-

nilainya menjadi landasan moral bagi kehidpuan manusia itu sendiri.

Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan, begitu

pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti

begitu besarkaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Islam datang dan

berkembang di Indonesia dalam suasana damai dan telah menjadi bagian dari

tradisi dan kebudayaan dalam bidang peradaban masyarakat, dilingkungan sekitar

mungkin banyak yang ditemukan, seperti berbagai macam corak tradisi

masyarakat, pola beragama, dan pemahaman.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa budaya adalah gaya hidup khas

dari suatu masyarakat yang berlangsung secara lama dan diturunkan dari generasi-

kegenrasi.124Dan sejarah adalah suatu peristiwa masa lampau yang

direkonstruksikan dalam sebuah tulisan atau media lainnya.125

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat yang majemuk

memiliki keanekaragaman dalam berbagai aspek kehidupan, bukti nyata adanya

kemajemukan di dalam masyarakat terlihat dalam beragamnya kebudayaan di

Indonesia.

124
Ibid.,h. 201.
125
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2005),
h. 17

52
D. Tujuan Ziarah Kubur

Ziarah kubur mempunyai beberapa tujuan, bagi peziarah dan yang diziarahi

memeiliki tujuan utama antara yang satu dengan yang lain. Adapun bagi peziarah

tujuannya sebagai berikut :

a. Mengambil pelajaran (I‟tibar) dari mayit

Perintah nabi untuk menziarahi kubur tidak lain adalah untuk peringatan dan

pelajaran. Karena kita bisa melihat bahwa sesombong apapun manusia, kelak akan

ditempatkan dalam sebuah lubang yang tidak ada air dan udara. Kita tidak akan

mampu berbuat apa-apa dan tidak mempunyai kekuatan untuk menghindar.

Bersiap-siap menjadi mangsa ulat dan hancur beserta tanah. Tidak ada yang bisa

menolong kecuali ilmu dan amal shaleh

b. Mengingat akan kehidupan akhirat

Para ulama berpendapat bahwa menziarahi kubur adalah obat penawar yang

paling ampuh untuk melunakan hati yang membatu. Karena dengan ziarah kubur,

manusia ingat akan kematian yang pasti tiba dan hari akhirat. Yang mana

kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Maka, dengan sendirinya

akan membatasi keinginan-keinginan yang berlebihan.

c. Mengambil manfaat doa dan salam serta bacaan-bacaan yang pahalanya

disampaikan atau diberikan kepada mayit

d. Orang yang sudah meninggal akan merasa senang dan bahagia kalau

diziarahi oleh banyak orang.126

126
Muhammmad Nashirudin, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1999), h. 174.

53
Selain mengambil pelajaran (I‟tibar) dari mayyit dan mengingat terhadap

kehidupan akhirat, ziarah kubur juga memiliki kaitan erat dengan masalah

psikologis. Karena antara peziarah dan yang diziarahi biasanya memiliki

hubungan emosional yang sangat dekat, seperti anak dan orang tuanya. Maka,

hubungan itu akan menimbulkan pesan-pesan bermakna bagi psikologis

seseorang.

54
BAB IV

TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO

A. Riwayat Tentang Syeh Quro

Syeh Quro adalah putra ulama besar Makkah yang menyebarkan agama

Islam di Campa (Kamboja), ayahnya bernama Syeh Yusuf Siddik, seorang ulama

besar di Campa, yang masih ada garis keturunan dengan Syaikh Jamaludin serta

Syeh Jalaludin ulama besar makkah, bahkan menurut sumber lainnya garis

keturunannya itu sampai kepada Sayidina Husein bin Syaidina Ali RA dan siti

Fatimah. Kemudian Syeh Quro menikah dengan Ratna Sondari yakni Putri Ki

Gedeng Karawang, dari perkawinannya lahir Syeh Ahmad yang menjadi penghulu

pertama di Karawang. Cucu Syaikh Ahmad dari puterinya yang bernama Nyi Mas

Kedaton, yakni Musanudin yang kelak menjadi Lebe Cirebon dan memimpin

Tajug sang ciptarasa pada masa Sunan Gunung Jati.127

Pada tahun 1409 M, kaisar Cheng Ho dari Dinasti Ming memerintahkan

Laksamana Sam Po Bo untuk memimpin armada angkatan lautnya dan

mengerahkan 63 buah kapal dengan prajuritnya yang berjumlah 27.800 orang

untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan Islam. Dalam armada angkatan

laut itu diikut sertakan Syeh Hasanuddin atau Syeh Quro dari Campa untuk

mengajar agama Islam di kesultanan Malaka.128

127
Syamsurizal dkk, Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,(Karawang: Mahdita,
2009), h. 10.
128
Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari : karya sastra sebagai sumber pengetahuan
sejarah, (Bandung : Proyek permuseuman Jawa Barat, 1986), h. 31.

55
Setelah Syeh Quro selesai melaksanakan tugasnya di Malaka, selanjutnya

beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pesambangan dan Japura

melalui pelabuhan Muarajati. Kedatangan Syeh Quro disambut baik oleh Ki

Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati.

Ia adalah putera bungsu Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala,

selain sebagai juru labuhan Ki Gedeng Tapa juga sebagai seorang mangkubumi di

Singapura.129 Demikan juga dengan masyarakat di daerah ini sangat tertarik

terhadap ajaran yang diajarkan oleh Syeh Quro sehingga banyak dari mereka

menyatakan memeluk agama Islam.

Namun dalam kegiatan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh

Syeh Quro, rupanya sangat mencemaskan Raja Padjajaran yang bernama

Anggalarang, sehingga Raja Padjajaran mengutus utusannya tersebut meminta

agar penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syeh Quro untuk

diberhentikan, oleh Syeh Quro perintah itu dipatuhi. Namun kepada utusan Raja

Padjajaran yang datang, Syeh Quro mengingatkan meskipun penyebaran agama

Islam dilarang kelak dari keturunan raja Prabu Anggalarang akan ada yang

menjadi Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syeh Quro mohon pamit dan Ki

Gedeng Tapa130 merasa perihatin atas apa yang menimpa ulama besar tersebut.

Sebab Ki Gedeng Tapa sendiri ingin menambah pengetahuannya tentang agama

Islam. Oleh karena itu pada waktu Syeh Quro akan kembali ke Malaka, Ki

129
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon
dan Betawi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h. 349.
130
Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Juman Jati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati,
ia adalah Putra Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala.

56
Gedeng Tapa menitipkan Puterinya yang bernama Nyi Subang Larang untuk ikut

serta bersama Syeh Quro untuk belajar Agama Islam.131

Beberapa waktu kemudian Syeh Quro membulatkan tekadnya untuk

kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Padjajaran. Untuk keperluan tersebut maka

disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi

Subang Larang. Perjalanan rombongan Syeh Quro melewati laut Jawa kemudian

memasuki Muara Kali Citarum, pada waktu itu muara kali Citarum ramai dilewati

oleh perahu para pedagang yang keluar masuk wilayah Padjajaran.

Selesai menelusuri Kali Citarum akhirnya rombongan perahu Syeh Quro

di Pura Dalem atau pelabuhan Karawang. Kedatangan Syeh Quro dan rombongan

disambut baik oleh petugas pelabuhan Karawang dan di izinkan mendirikan

Musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.132

Syeh Quro dan rombongannya sangat menjunjung peraturan kota

pelabuhan yang dikunjunginya, sehingga aparat setempat sangat menghormatinya

dan member izin untuk membangun musholla yang digunakan sebagai tempat

mengaji atau pesantren dan sekaligus sebagai tempat tinggal, lokasi musholla atau

pesantren dipilih untuk tidak terlalu jauh dengan kegiatan pelabuhan. Setelah

beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syeh Quro menyampaikan

Dakwah di Musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraian tentang

Islam yang mudah dipahami dan mudah pula untuk diamalkan, karena beliau dan

santrinya langsung memberi contoh pengajian al-Qur‟an memberikan daya tarik

131
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang, Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa, (Karawang: DKM Masjid Agung
Karawang, 1993), h. 4
132
Ibid., h. 5.

57
tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya.

Oleh karena itu setiap harinya banyak penduduk setempat yang secara suka rela

menyatakan masuk Islam. 133

Berita tentang kegiatan Dakwah Syeh Quro di pelabuhan Karawang

rupanya telah terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang Syeh

Quro melakukan kegiatan yang sama ketika mengunjungi pelabuhan Muara Jati

Cirebon, seperti yang sudah disinggung diatas, sehingga Prabu Anggalarang

mengirim utusan yang dipimpin oleh Putera Mahkota yang bernama Raden

Pamanah Rasa atau yang dikenal dengan Prabu Siliwangi untuk menutup

Pesantren Syeh Quro. Namun ketika Putera Mahkota tiba di tempat tujuan,

rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Al-

Quran yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang. Dan akhirnya Prabu

Siliwangi pun mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren Syeh Quro.

Peranan sosial keagamaan Syeh Quro dalam menyebarkan agama Islam

beliau berjasa dalam usaha Islamisasi pemerintahan Kerajaan Padjajaran (Raja

Prabu Siliwangi) sehingga memudahkan penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Selain itu peranan sosial lainya adalah beliau membangun lembaga pendidikan

yaitu Pesantren Quro yang sekarang telah berubah menjadi Masjid Agung

Karawang.134

133
Ibid., h. 6.
134
Ibid., h. 8.

58
B. Pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro

Ziarah kubur di komplek makam Syeh Quro dalam penyelenggaraan dan

upaya kenyamanan ziarah maka pengelola makam membuat tata tertib

administrasi, antara lain adminitrasi kunjungan ziarah yang diantaranya

mempunyai beberapa tatacara yang harus dilakukan oleh peziarah yaitu Pertama,

Peziarah harus laporan kepada petugas untuk pendataan di pos jaga yang sudah

ada di gerbang pintu masuk utama dengan menyerahkan KTP asli kepada petugas

(tidak bisa menggunakan Foto Copy KTP), semua pendataan yang masuk didata

dan masuk pada pendataan Desa. Jadi setiap harinya data pengunjung yang masuk

akan ada datanya, dimana data tersebut masuk laporan ke desa karena merupakan

asset desa yang termasuk dalam wisata ziarah. Dan bagi pengunjung yang akan

menginap harus memberikan keterangan berapa lama ia akan menginap kepada

petugas di komplek makam, batasan waktu yang di berikan oleh petugas kepada

pengunjung untuk menginap paling lama hanya 7 hari, jika lebih dari 7 hari

peziarah harus membawa surat keterangan dari desa tempat asal mereka berikut

dengan jelas alasannya, sebagian peziarah yang lain datang pada 41 malam

berturut-turut sebenarnya tidak ada peraturannya.

Peziarah yang datang ziarah ke makam Syeh Quro ada yang mempercayai

41 malam sabtu berturut-turut, bagi peziarah yang mempercayai 41 malam sabtu

berturut akan di kabulkan segala permintaannya, sebab bagi orang yang

59
mempercayai hal itu jika berhalangan dalam satu malam sabtu harus mengulang

dari awal, karena mereka beranggapan semuanya harus diulang kembali.135

Peziarah yang datang di makam Syeh Quro tidak sembarangan masuk

karena semuanya harus berdasarkan tata tertib peraturan. Kedua, peziarah yang

datang harus memberikan laporan dengan menyebutkan tujuan ziarahn kepada

juru kunci, juru kunci yang menyampaikan doa kepada Allah. Lalu memberikan

keterangan kepada juru kunci apakah akan dipandu atau tidak oleh juru kunci

dalam kegiatan ziarahnya, sebab jika tidak memberikan keterangan tersebut

dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan (kemusyrikan). Ketiga,

mengucapkan salam, kirim surat Al-fatihah kepada sohibul makam.136

Peziarah menyampaikan keinginannya kepada juru kunci kemudian juru

kunci menyebutkan nama peziarah serta menyampaikan apa yang dia inginkan.

Setelah juru kunci selesai menyampaikan keinginan dari peziarah maka mereka

memberikan amplop kepada juru kunci, serta melemparkan uang koin kehadapan

makam dengan sebutan sebagai tanda ngembang atau ada juga yang mengatakan

sebagai sedekah.

Inti dari bacaan dalam berziarah memberikan hadiah fatihah kepada

sohibul makam, syahadat, shalawat, istighfar lalu memohon kepada Allah.137

Kalau untuk shalawatnya tidak ada bacaan shalawat yang khusus, hanya membaca

135
Wawancara Pribadi dengan bapak Jojo, sebagai Kuncen Makam Syeh Quro pada hari
Sabtu 08 Maret 2014, pukul 13.00.
136
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Juru kunci Makam Syeh Quro pada Hari Sabtu
08 Maret 2014, pukul 13.00.
137
Wawancara Pribadi dengan bapak Jojo, sebagai Kuncen Makam Syeh Quro pada hari
Sabtu 08 Maret 2014, pukul 13.00.

60
shalawat kepada nabi yang sering di baca. Dan untuk kegiatan seterusnya terserah

pada yang ziarah apa akan membaca yasin atau tidak.

Bacaan yang harus dibaca oleh peziarah yaitu yang pertama harus

mengucapkan salam pada shohibul makam, mengirimkan al-fatihah pada shohibul

makam138. Lalu memohon apa yang kita inginkan.

Kegiatan tawasul di makam Syeh Quro di mulai pukul 24.00-02.00,

Karena pada jam tersebut Insya Allah akan di Kabul oleh Allah, dalam acara

tawasul ini banyak peziarah yang memasuki lingkungan makam, setiap acara

tawasul dimulai tempatnya selalu penuh dan berdesak-desakan antara jamaa‟ah

yang satu dengan jama‟ah yang lainnya. Kegiatan tawasulan di makam Syeh Quro

selalu tepat waktu pukul 12 malam tidak pernah lebih atau kurang dari pukul 12

malam.

Sebelum dilakukannya tawasul, ada pembukaan pembacaan hadiah arwah

atau membacakan atas apa yang yang diharapkan oleh para peziarah oleh

pembuka acara yang memimpin acara tersebut. Pada sesi awal sebelum

pembacaan hadiah arwah dan dibacakannya keinginan peziarah, dibuka dengan

menceritakan tentang riwayat Syeh Quro dari awal hingga ditemukannya makam

yang sering banyak di kunjungi oleh peziarah.

Pada saat jeda waktu sebelum tawasul dimulai, para peziarah banyak

melakukan kegiatan lain seperti halnya berbincang bincang antar peziarah

lainnya, diskusi, solat dan bahkan ada pula yang beristirahat sejenak sampai

138
Arti sohibul makam adalah orang yang di makamkan

61
menunggu waktu tawasulan tiba di makam Syeh Quro dan makam Syeh Bentong

(murid dari Syeh Quro).

Dari kegiatan tawasulan tersebut, banyak berbagai macam do‟a yang di

panjatkan misalnya harapan ingin mendapatkan jabatan di Pemeritahan terutama

untuk di tahun-tahun ini139 banyak para calon Legeslatif yang minta di doakan

agar sukses pada masa pemilihannya. Ada juga yang berdoa meminta di berikan

kemudahan dalam mencari rezeki dan keberkahan dalam hidupnya. Banyak hal

yang di harapakan oleh peziarah ketika berdoa di sekitar makam, tentunya dengan

hati dan niat yang lurus.

Di Pulobata selain ada makam Syeh Quro dan Syeh Bentong terdapat pula

sumur awisan yang menurut orang sunda artinya nyadiaan (menyediakan)

misalnya untuk berkah dalam berdagang, yang belum dapat jodoh agar cepat bisa

dapat jodoh. Air tersebut sudah berada tepat di samping makam Syeh Quro,

menurut bapak Jojo, bahwa air tersebut apabila ada peziarah yang menginginkan,

maka dipersilahkan untuk membawa air yang sudah disediakan di dalam botol

aqua yang berukuran kecil, air tersebut tidak dijual tapi bila ada yang

memberikan uang diterima, karena dari uangnya tersebut digunakan sebagai

perawatan tempat serta untuk membayar listrik, sumur awisan sudah mengalami

renofasi tempat airnya.

Pohon-pohon yang dikeramatkan (yang sudah ada sejak jaman dahulunya)

dijaga dan dilestarikan oleh pengurus makam Syeh Quro, pohon tersebut tengah-

tengahnya diberi kain yang berwarna putih sebagai tanda bahwa pohon tersebut

139
Yang dimaksudkan dengan tahun-tahun ini adalah dikarenakan waktu penelitian
bertepatan dengan masa kegiatan pemilihan umum 2014.

62
harus dijaga dan dilestarikan, jika pohon tersebut ada yang sudah tua usianya

kemudian jatuh pohon tersebut kayunya dibawa ke Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan

Nilai-nilai Tradisional, untuk disimpan. Setiap bulannya harus ada laporan ke

pemerintah pusat Provinsi mengenai keadaan pohon, yang melaporkannya adalah

bapak Dedi.140

Untuk perenofasian makam sudah beberapa kali dilakukan tapi ada satu

yang tidak pernah diganti atau dihilangkan yaitu alang-alang yang ada di atas

makam Syeh Quro dan Syeh Bentong yang sudah ada sejak dahulu, dan sampai

saat ini masih dipakai yakni alang-alang. Untuk perenofasiannya dilakuakan

Sepuluh tahun sekali bahkan lima tahun sekali, dan tergantung pada

kerusakannya. Renofasi makam-makam tersebut mengunakan dana dari APBD,

bahkan ada juga bantuan dari tingkat Provinsi tapi dari jamaah yang nadzarnya

terkabul mereka juga ikut membantu renofasinya.

Peziarah yang keinginannya terkabulkan dan mempunyai Nadzar. Mereka

membawa Kambing, Sapi, untuk kambing dan sapi yang sudah diberiakan oleh

peziarah biasanya diserahkan kepada pengurus makam dari pengurus makam

terlebih dahulu dilaporkan ke pemerintah Desa Pulokalapa, lalu dikumpulkan.

Kambing dan Sapi dari nadzar peziarah tersebut biasanya digunakan untuk dua

acara besar yang sering di adakan di Pulobata yakni pada saat acara Haul di

Makam Syeh Quro dan pada saat acara Muludan yang bertepatan dengan 14

Mulud, dua acara besar tersebut selalu diadakan di makam Syeh Quro, kambing

140
Keturunan Raden Soemardja (ayah Djiin), penemu makam Syeh Quro.

63
dan sapi tersebut juga biasanya diberikan ke majlis ta‟lim-majlis ta‟lim yang ada

di dekitar Desa Pulokalapa pada saat acara Peringatan Hari Besar Islam seperti

Muludan (bulan Mulud) dan acara Rajaban (Isro Mi‟raj) di majlis Ta‟lim.

Selain membawa Kambing dan Sapi, peziarah yang nadzarnya terkabulkan

ada yang membawa makanan seperti nasi uduk, Bakakak Hayam (ayam bakar)

dan lain-lainnya. Dan ada pula peziarah yang membawa sesajen, bentuk sesajen

yang dibawa oleh peziarah tidak aneh, Sesajen yang dibawa tidak di tempatkan

ditempat yang khusus, karena pihak pengurus makam tidak menyediakan

tempatnya. Jadi peziarah membawa tempat dengan sendirinya.

B.1. Persiapan sebelum ziarah

Perlengakapan yang dibawa oleh mereka pada saat ziarah yakni mereka

membawa air di dalam botol akua, ada yang membawa di botol yang ukuran besar

dan ada juga yang membawanya di ukuran sedang. Saat mereka berziarah botol

akua tersebut dibuka untuk di doakan oleh juru kunci yang mereka yakini akan

membawa berkah dari air tersebut. Lalu air tersebut di putar diatas kemenyan oleh

juru kunci. Peziarah yang datang pun kalau sudah selesai berdoa mereka

mengusap mukanya dengan kebulan asap dari kemenyan yang dibakar sebanyak

tiga kali yang diyakini oleh mereka akan mendapatkan keberkahan dalam

hidupnya, dan ada juga yang membawa sedikit kemenyan tesebut lalu di bawa

pulang oleh mereka.

64
Ada pula yang membawa bunga,141 bunga yang mereka bawa lalu ditaburi

disekitar tempat kemenyan, ada juga yang membawa kemenyan. sedangkan untuk

bakar kemenyan ada yang pakai dan ada juga yang tidak pakai.

Semua perlengkapan yang mereka bawa sifatnya tidak diwajibkan oleh

pengurus makam, karena biasanya ada yang membawa dan ada juga yang tidak

membawa.

Sebelum berdoa mereka membisikan keinginan apa yang mereka inginkan

kepada juru kunci makam, ada yang mengaharapkan jodoh, ada yang

mengaharapakan agar pekerjaannya lancar dan sukses, bahkan ada juga yang ingin

mendapatkan anak, serta ada para caleg (calon Legeslatif) yang datang agar

berhasil ketika pada masa pemilu yang akan datang. Para caleg yang meminta doa

serta dukungannya yang datang hanya diwakili oleh perwakilannya (pada acara

malam sabtuan, baik malam sabtuan biasa atau pun malam sabtu kliwon).

Ada mitos yang sering dilakukan oleh peziarah di makam Syeh Bentong

yaitu mengukur rezeki kehidupan mereka lewat sebatang bambu panjang yang ada

di tempat tersebut, untuk mengukur rezeki kehidupan mereka harus membayar

sebesar Rp. 2.000 dan harus antri terlebih dahulu.

Mitosnya jika tangan kita yang di ukur lebih panjang dari sebatang bambu

tersebut makam rezeki kita akan panjang, tapi saat di ukur oleh bambu tersebut

ada juga yang kurang panjang dari bambunya. Sebenarnya jika dilihat dari dekat

ukuran bambu dan bentuk bambu sama dengan bambu-bambu yang lainnya, jadi

tidak ada bambu khusus yang membedakan dengan bambu yang lain.

141
Bunga yang dibawa oleh peziarah biasanya dibeli dari penjual bunga yang ada disekitar
komplek makam, penjual bunga tersebut mendapatkan bungannya dengan hasil menanam.

65
Sedangkan di makam Syeh Quro tidak ada bambu pengukur rezeki

kehidupan, jadi menurut pengamatan penulis hanya ada di makam Syeh Bentong.

Setelah mereka selesai melakukan nyekar di makam ada juga yang melakukan

dzikir bersama-sama, ada juga yang secara individu. Bahkan ada juga yang

beristirahat sejenak untuk menunggu waktu di mulainya tawasul di makam Syeh

Bentong, tawasul di makam Syeh Bentong dimulai jam 22.30-24.00.

Lingkungan di makam Syeh Bentong atau Syeh Quro pada malam sabtu

kliwon penuh di setiap tempatnya. Baik di samping kanan kiri di depan belakang,

bahkan di area yang luas seperti lapangan pun penuh oleh peziarah yang

menginap. Pedagang yang berjualan umumnya mereka menjual perelengkapan

ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah, kopi, makanan dan lain-lain.

B.2. Waktu dan Penyelenggaran ziarah

Mulainya ziarah di makam Syeh Quro yaitu sejak diketemukan makam,

pada awalnya pengunjung yang datang hanya beberapa orang, akan tapi sejak di

adakan tawasulan malam sabtu sudah terlihat ramai yang datang di makam Syeh

Quro, Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa kenapa dikatakan malam

sabtuan, karena diketemukannya makam pada malam sabtu. Di adakan tawasul di

makam Syeh Quro sudah lebih awal ada dari pada di makam Syeh Bentong

Ketika baru ditemukannya makam Syeh Quro banyak orang yang belum

datang ke Pulobata, karena belum mengetahui tentang tokoh penyebar agama

Islam pertama di Pulau Jawa, jadi hanya beberapa orang yang datang tetapi ketika

mereka sudah mengetahuinya banyak yang berdatangan, biasanya mereka yang

sudah mengetahui tentang adanya makam tokoh penyebar agama Islam pertama di

66
Jawa Barat khusunya Karawang melalui cerita sejarah dan pembicaraan dari orang

ke orang.Menurut bapak Jojo bahwaawal mula ramainya peziarah datang ke

Pulobata sekitar tahun 1970-an, tetapi semakin kesini semakin banyak

pendatangnya karena tujuan dan keinginan mereka terkabul oleh aura karomahnya

Syeh Quro.

Makam Syeh Quro ditemukan oleh Raden Soemaredja alias Panganten

Sambri keturunan Munding Kawangi. Pada waktu itu Raden Soemardeja diminta

bantuan oleh Kesultanan Cirebon untuk mencari dimana tempatnya makom Syeh

Quro berada.pada waktu itu bertepatan di hari Jum‟at malam Sabtu Kliwon akhir

bulan Sya‟ban.

Setelah ditemukannya makam kemudian Raden Somardeja melaporkan

kepada Keslutanan Cirebon, sehingga para ulama dari Kraton Cirebon berkunjung

ke Tempat tersebut untuk melakukan Doa‟bersama. kemudian tempat itu diberi

tanda dengan batu jahul atau batu nisan dari Cirebon.142

Dengan adanya makam tersebut diperkuat oleh Sunan Kanoman Cirebon

yaitu Pangeran Haji Raja Adipati Jalaludin saat berkunujung ke makom dengan

membawa surat pernyataan dari Putra Mahkota Pangeran Jakyakarta Adiningrat

XII Nomor : P- 062/KB/PMPJA/XII/11/1992 pada tanggal 05 November 1992

yang ditunjukan kepada kepala Desa Pulokalapa. 143

Adapun ciri khas yang membedakan ziarah di makam Syeh Quro dengan

tempat yang lainnya adalah adanya malam sabtu kliwon, dimana setiap malam

142
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, (Karawang: Mahdita, 2009), h.
16
143
Ibid., h. 17

67
sabtu kliwon banyak para peziarah yang datang untuk berziarah, umumnya yang

datang pada malam sabtu kliwon dari berbagai tempat.

Pada malam sabtu kliwon banyak peziarah yang datang ke Pulobata karena

pada malam sabtu kliwon tersebut merupakan hari ditemukannya makam Syeh

Quro pada malam sabtu kliwon, sedangkan malam sabtu biasa bukan malam

ditemukannya makam Syeh Quro, malam sabtu biasa hanya sebagian dari mereka

yang datang dengan tujuan berziarah, dapat dikatakan menurut pengamatan

penulis bahwa malam sabtu biasa sepi pendatangnya.

Malam sabtu kliwon di makam Syeh Quro banyak yang datang, bahkan

sebagian dari mereka datang dari sebelum malam sabtu kliwon, rata-rata dari

mereka datang sebelum malam sabtu kliwon menginap di sekitar komplek

makam. Bahkan banyaknya kendaraan yang memadati area tempat tersebut pada

malam sabtu kliwon menyebabkan kemacetan dari awal mula pintu masuk

kampung Pulokalapa sampai pintu masuk gerbang utama parkiran yang ada

dikomplek makam, malam Sabtu kliwon hanya diadakan setiap satu bulan sekali.

Setiap tahun di malam sabtu terakhir bulan Sya‟ban (Rowah) selalu diadakan

acara haul ditemukannya makam Syeh Quro oleh pengurus makam, Pemerintahan

Kabupaten, pemerintahan Desa, serta banyak peziarah yang datang dari berbagai

wilayah untuk ikut serta dalam acara haul ditemukannya makam Syeh Quro.

Ketika Malam sabtu kliwon banyak peziarah yang datang ke Kampung

Pulobata, mereka yang datang dari berbagai wilayah yang ada di sekitar Jawa

Barat bahkan ada juga yang datang dari luar Jawa Barat. Mereka sengaja datang

pada malam sabtu kliwon karena pada malam Sabtu kliwon tersebut merupakan

68
malam di ketemukannya makam Syeh Quro, yang mereka yakini akan

mendapatkan barokahnya Waliyullah.

Sebelum memasuki komplek pemakaman, lingkungan sekitar setiap

malam sabtu kliwon penuh untuk di jadikan area parkir bagi para peziarah yang

membawa kendaraan, baik kendaraan sepeda motor, bus dan mobil pribadi,

kemacetan pun sering terjadi pada malam sabtu kliwon terutama bagi mereka

yang ingin melaksanakan tawasulan di Makam Syeh Quro dan Syeh Bentong.

Berbeda dengan malam sabtu biasa yang pengunjungnya sedikit di

bandingkan dengan malam sabtu kliwon. Pada malam sabtu biasa pengunjung

datang pukul 21.00 dan langsung ikut tawasul di makam Syeh Bentong.

Sedangkan malam sabtu kliwon mereka datang lebih awal, semua tempat disekitar

makam penuh oleh para peziarah dengan menggelar tikar, untuk pengunjung yang

datang ziarah ada yang berombongan, biasanya mereka berombongan dengan

menyewa bus dan ada pula yang sendiri(secara individu).

Pada malam sabtu kliwon semakin malam semakin banyak yang datang

karena mereka mengejar waktu tawasulan di Makam Syeh Quro, karena tawasulan

di makam Syeh Quro lebih utama dari pada di makam Syeh Bentong.144 Dengan

situasi yang ramai pada malam Sabtu kliwon banyak pedagang dadakan yang

berjualan. Umumnya yang berjualan tersebut adalah warga sekitar Pulobata.

Sebelum memasuki kampung Pulobata, ada juga warga yang memanfaatkan jalan

yang ramai dijadikan tempat untuk meminta sedekah atau jariyah dengan berdiri

144
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Juru kunci Makam Syeh Quro pada Hari Sabtu
08 Maret 2014, pukul 13.00.

69
di pinggir jalan, banyak juga karcis masuk yang disetiap pintu masuknya bahkan

di setiap jalannya pasti selalu ada.

Peziarah yang datang lebih awal biasanya nyekar di makam Syeh Quro

atau Syeh Bentong, bahkan ada yang mencari tempat untuk beristirahat sejenak di

sekitar makam. Setelah selesai nyekar di makam, ada yang mengikuti acara

tawasulan di Makam Syeh Bentong dan ada yang beristirahat sambil menunggu

waktu tawasulan di makam Syeh Quro.

Sebelum masuk makam pengunjung yang datang harus membeli karcis

Rp. 2.000 pada penjaga makam, yang menjaganya adalah pengurus makam serta

pemerintah desa yang berjaga di depan pintu masuk. Pemasukan uang yang ada,

di bagi rata 60 % untuk kas desa dan 40 % untuk pengurus makam. Pas pintu

masuk di sebelah kanan dan kiri ada kotak-kotak jariyah yang disediakan oleh

pengurus makam, masing-masing dari kotak jariyah tersebut untuk kas

pembangunan Makam Raden Soemardja (penemu Makam Syeh Quro), kotak

pembangunan Makam Syeh Quro, kotak pembangunan Makam Syeh Bentong,

dan kotak pembanguan untuk perenofasian Masjid. Selain itu banyak pengemis

yang sudah menunggu di depan pintu masuk dari anak kecil sampai yang sudah

tua, baik yang baru datang ataupun yang sudah selesai pasti selalu di pinta oleh

para pengemis tersebut.

Karena acara tawasulan di makam Syeh Bentong lebih awal di adakan

maka peziarah banyak yang memanfaatkan waktu tersebut untuuk ikut tawasulan

di Syeh Bentong, sebelum mereka melakukan tawasulan yang dilakukan oleh

mereka adalah nyekar di makam, sebelum nyekar mereka antri untuk bisa masuk

70
ke lingkungan makam Syeh Bentong, setelah bisa masuk mereka pun antri lagi

untuk memanjatkan doanya karena pada malam sabtu kliwon penuh dan bisa

dikatakan berdesak-desakan.

B.3. Tata ruang makam

Komplek makam berada di sebelah selatan jalan desa, sebelum memasuki

komplek makam tepatnya disebelah timur terdapat lahan parkir dan lahan untuk

berjualan. Bangunan di komplek pemakaman ini merupakan bangunan baru hasil

renovasi. Pada bagian depan terdapat pembatas berupa pagar tembok dengan

hiasan lengkung dan setiap puncak lengkung pagar diberi hiasan berupa kubah

masjid, sedangkan sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Di sebelah barat

gerbang terdapat salah satu sumur dari sumur keramat yang berada di komplek

makam, sedangkan disebelah timur gerbang terdapat panil bertuliskan Ingsun titi

masjid langgar lanfakir miskin anak yatim Dhuafa.145 Pada halaman komplek

makam juga terdapat masjid146 dan cungkup makam Syeh Quro.

Bangunan cungkup merupakan bangunan inti yang terbagi dalam tiga

bagian, yaitu bagian depan merupakan ruang terbuka, bagian tengah diperuntukan

peziarah yang ingin berdoa, dan bagian makam merupakan makam Syeh Quro.

Nisan makam terbungkus kain putih. Atap makam Syeh Quro menggunakan

alang-alang yang sudah ada sejak zaman dahulu, atap tersebut tidak pernah

dibuang, meskipun mengalami beberapa kali renofasi makam. Akan tetapi para

145
Wawancara Pribadi dengan Oman Rohman tulisan itu merupakan pesan Syeh Quro,
Karawang 12 Oktober 2013, pukul 13.30 WIB
146
“Menurut sumber tradisi, masjid ini oleh Syeh Quro dibungkus saputangan untuk
kemudian dipindahkan ke Cirebon melalui “mata batin”nya. Masjid yang sekarang ada merupakan
“replica ulang” dari masjid tersebut, sedangkan masjid pindahan di Cirebon bernama Astana
Gunung Jati” (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen Makam Syeh Quro, 12 Oktober
2013, pukul 13.30 WIB)

71
peziarah tidak diperbolehkan masuk ke ruangan tersebut, biasanya hanya sampai

di depan pintu masuk. Sementara dibagian dekat makam terdapat peralatan ziarah

seperti tempat pembakaran kemenyan, kotak amal untuk renofasi mushola, botol

aqua yang berisi air sumur keramat yang dinamakan sumur awisan.

Menurut wawancara Pribadi penulis dengan bapak Olis147 di sekitar

makam Syeh Bentong terdapat Pohon Khuldi, pohon tersebut hanya ada di dua

tempat yaitu di bagian depan Pintu masuk Makam Syeh Bentong dan di belakang

makam Syeh Bentong. Karena bentuk dan pohonnya tidak sama dengan pohon-

pohon yang lainnya, mereka meyakini bahwa pohon tersebut adalah pohon khuldi

karena hanya ada di tempat itu bahkan jika ada peziarah datang banyak yang

menginginkan buah khuldi, dari mulai masih sangat kecil hingga berbuah besar.

Konon menurut cerita bahwa buah tersebut dapat mengobati segala macama jenis

penyakit, jadi dari buah tersebut dapat dijadikan sebagai obat bagi mereka yang

meyakininya. Jika ingin mengambil buah tersebut tidak sembarangan

mengambilnya, karena harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kuncen atau

petugas kemananan lingkungan setempat.

Selain pohon Khuldi, Rengas dan pohon Gebang, juga terdapat al-Qur‟an

yang berukuran besar, menurut cerita setempat bahwa al-Qur‟an tersebut

merupakan ciri khas dari Syeh Quro dan Syeh Bentong pandai mengaji dengan

Qiroatnya yang bersuarakan sangat merdu. Sampai sekarang Al-Quran yang

berukuran besar tersebut masih ada, tetap dijaga serta dirawat oleh pengurus

makam.

147
Wawancara Pribadi dengan Bapak Olis warga asli Pulobata, pada tanggal 10 April
2013 (Malam Sabtu) pukul 20.30 WIB.

72
Di lingkungan makam Syeh Quro dan Syeh Bentong terdapat musholla,

jika musholla yang berada di Makam Syeh Bentong mempunyai ciri khas yaitu

terdapat Gentong yang besar berisikian air untuk berwudhu, Gentong besar

tersebut melambangkan bahwa adanya Syeh Bentong, rasa airnya berbeda antara

di makam Syeh Quro dan Syeh Bentong, ada yang berasa tawar dan ada yang

berasa asin, pada hal jarak antara Makam Syeh Quro dan Syeh Bentong tidak

jauh.

C. Struktural Kepengurusan Makam

Struktur kepengurusan di komplek makam Syeh Quro dan Syeh Bentong

terbentuk setelah pemilihan Kepala Desa, jika kepemimpinan Kepala Desa

berganti maka kepengurusan pun berganti. Struktur kepengurusan tersebut dipilih

langsung oleh pemerintahan desa setempat, dengan adanya kepengurusann

struktural menjadikan komplek makam yang berada di Desa Pulokalapa menjadi

asset wisata religi, dalam pemeilihan pengurus ada beberapa kriteria diantaranya

adalah harus fasih dalam membaca aya-ayat al-Qur‟an, menguasai bacaan-bacaan

seperti bacaan tahlil, memahami sejarah tentang Syeh Quro, dzikir, shalawat,

dibawah ini akan digambarkan struktur kepengurusan makam, dan data statistik

pengunjung ziarah baik itu dari kalangan pelajar, pelajar yang berkunjung

biasanya untuk mengetahui bahwa di Karawang terdapat makam Syeh Quro yakni

penyebar agama Islam pertama di Jawa Barat khususnya di Karawang, tujuan

mereka adalah untuk penelitian, ada yang hanya sekedar berkunjung, dan ada pula

yang wisata ziarah. Dan selain itu pula ada data statistik berdasarkan asal-muasala

peziarah, karena yang berkunjung biasanya tidak hanya dari dalam wilayah

73
Karawang tetapi ada pula yang dari luar Karawang misalnya Bekasi, Jakarta,

Bogor, Tangerang, Indramayu, dan bahkan ada dari luar negeri yang sengaja

datang ke Pulokalapa.

74
STRUKTUR KEPENGURUSAN DI MAKAM SYEH QURO

PENASEHAT :
KEPALA DESA
PULOKALAPA

KETUA : SEKRETARIS :
JOJO SUBAGJO WIRANTA

PENGAWAS/PENDAMPING
JURU KUNCI : KUNCEN :
BENDAHARA :
JOJO, NANANG, ICAM, H. KOSASIH, AYING,
JOYO WIRADONO, OCID, UDIN
UYA SURYADI, H. ABU
SALAM, NASUHERDI, SAPRIUDIN, NACA,
SUKARMO, DAYA, ACIM, DARSANA, IWAN, OHIM,
OMAN ROHMAN, DIRTA, NARIN, UYO, ENGKAT,
DEDE, WIRANTA ALAM, KARPI, TINGGAL,
JAIN, DAENG SUTISNA,
ATA, ODAY, GUGUN, NATA,
AHYAR

Keterangan:
Kepala desa selaku penasehat di komplek makam, ketua jurukunci
merangkap jadi ketua pengurus makam, pengawas atau pendamping kuncen
biasanya berada di sekitar makam, ada pula yang berdiam disamping kuncen
pada saat acara berlangsung,yang membedakan antara struktur di makam Syeh
Quro dan Syeh Bentong adalah pengawas dan pendamping kuncennya
dijadikan satu, sedangkan di Syeh Bentong dipisah, struktur kepengurusan
tersebut akan berganti bila pemerintahan kepala desa berganti.

75
STRUKTUR KEPENGURUSAN DI MAKAM SYEH BENTONG

PENASEHAT:
KEPALA DESA
PULOKALAPA

SEKERTARIS/BENDAHAR
KETUA:
A:
ENCEP
UYI SUHRI

JURU KUNCI: PENGAWAS:


ABAS,PARIWON,DAYIM,K CAKRA, USUP, ACENG,
INAN, UDIN, DASA, BANI, PENDAMPING KUNCEN: ENDANG, ENTIS, SAKIM,
ENDANG, ADI, BASARTA, UYI, AJANG, ARIN, USEP, IKAM, OING, EMPUD, ANDEN,
ANTA, EDI, H. ABU KARNA, ROSIDI, DARIM, KATMA, ACU, KANTA,
SALAM, UYA SURYA, SUHERMAN, RUDI, OCIM KARDA,
ENDANG, TAMAN, MIMIN WAWAN

Keterangan:
Kepala Desa selaku penasehat di komplek makam, ketua yang
dimaksudkan disini adalah ketua pengurus makam Syeh Bentong, untuk ketua
Juru kunci di ketuai oleh abah Abas, hal ini pula yang membedakan antara
kepengurusan di makam Syeh Quro dengan Syeh Bentong, perbedaan tersebut
dapat dilihat dari gambar strukturnya, struktur kepengurusan tersebut akan
berganti bila pemerintahan kepala desa berganti.

76
Jumlah pelajar yang berkunjung di
komplek makam Syeh Quro & Syeh
Bentong

SD
15%

SMP
25%
SMA/MA
35%

PERGURUAN
TINGGGI
20%

Keterangan :
Pelajar yang berkunjung ke komplek makam merupakan untuk mengetahui
bahwa di wilayah Karawang ada makam tokoh penyebar agama Islam pertama
di Jawa Barat khusunya di Karawang, kunjungan peziarah tersebut dimulai
dari SD, SMP, SMA, biasanya mereka datang dengan mencarter bus
permasing-masing sekolah, dan Perguruan Tinggi kunjungan dari perguruan
tinggi tersebut dari berbagai wilayah ada yang bertujuan untuk meneliti,
wisata ziarah, dan kunjungan sejarah.

77
Statistik pengunjung ziarah pejabat formal dan non formal
100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Kiyai Ketua adat Lurah camat Bupati Gubernur Presiden Tokoh
Politik

Keterangan:
Pengunjung ziarah berdasarkan pejabat formal dan non formal datang dari

berbagai wilayah, umumnya mereka yang datang kebanyakan dari luar

wilayah Karawang. Para kiyai biasanya mereka datang dengan rombongan

santri, ketua adat (kuncen dari makam tempat lain), data statistik diatas

merupakan hasil penelitian dari penulis yang didapatkan di lapangan, dengan

mewawancarai pengurus dan pengunjung yang sering datang.

78
Statistik pengunjung ziarah berdasarkan jenis profesi

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%

Keterangan :
Pengunjung ziarah berdasarkan profesi adalah dari dalam wilayah

Karawang dan luar Karawang, biasanya mereka melakukan kunjungannya

pada malam sabtu, data statistik diatas merupakan hasil penelitian dari penulis

yang didapatkan di lapangan, dengan mewawancarai juru kunci dan

pengunjung yang sering datang.

79
Statistik pengunjung ziarah berdasarkan asal-muasal peziarah

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%

Keterangan :
Pengunjung ziarah berdasarkan asal-muasal peziarah datang dari berbagai
wilayah, umumnya mereka yang datang dari luar wilayah Karawang, bahkan
ada pula yang dari luar negeri seperti dari Malaysia, Singapura dll, hal ini
berdasarkan data yang didapatkan penulis di lapangan, dengan cara
mewawancarai Juru Kunci.

80
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka

penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama : Ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat Karawang dan

sekitarnya adalah kegiatan rutin dalam mendatangi makam terutama terhadap

orang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda khususnya

Karawang, mendo‟akan orang yang sudah meninggal, dengan tujuan beribadah

untuk mendapatkan barokah serta mengingat tentang kematian dan akhirat.

Kedua : Perilaku aktifitas ziarah kubur bagi masyarakat Karawang yaitu

berupa sarana, waktu dan cara berziarah di komplek makam Syeh Quro Desa

Pulokalapa yang merupakan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Berbagai macam tujuan serta motivasi yang menjadikan banyak pengunjung

datang ke makam Syeh Quro, diantaranya adalah mencari keberkahan, berharap

hajatnya segera dikabulkan, berdoa untuk kebarokahan untuk diri sendiri, istri,

anak dan keluarga. Dan kepentingan mendapatkan kursi kekuasaan di

pemerintahan pusat maupun daerah.

Ketiga: Peziarah mendapatkan ketenangan batin dalam menata kehidupan,

meningkatkan keyakinan dalam beragama, menambah sikap optimisme dalam

menghadapi kehidupan, setelah melakukan ziarah kubur.

81
Keempat: Tradisi ziarah kubur di komplek makam Syeh Quro mulai ramai

didatangi oleh para peziarah sejak diketemukannya makam oleh Raden Soemardja

pada malam sabtu kliwon di akhir bulan rowah. Mulai ramainya dikunjungi oleh

peziarah dari berbagai daerah sekitar tahun 1970-an. Maka, sejak itulah banyak

pengunjung yang datang untuk berziarah di makam yang berada di kampung

Pulobata Desa Pulokalapa. Selain datang pada malam sabtu kliwon pengunjung

juga datang setiap minggunya atau yang di sebut dengan malam sabtuan. Tradisi

ziarah kubur ini semakin kesini semakin banyak pengunjung yang datang dari

berbagai wilayah baik dari dalam Karawang maupun luar Karawang.

B. Saran-Saran

1. Tradisi yang ada sebaiknya perlu dijaga dengan baik perkembangannya, hal ini

dikarenakan agar tidak adanya kesalah pahaman antara ziarah dan syirik,

karena masih ada masyakat awam yang menggunakan makam sebagai tempat

pertolongan duniawi bukan semata-mata meminta pertolongan kepada Allah.

2. Untuk para staf perpustakaan, baik perpustakaan utama maupun perpustakaan

fakultas supaya lebih memperhatikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan,

dan pengadaan buku-buku sejarah baik konsentrasi Asia Tenggara maupun

Timur Tengah diperbanyak, sehingga dapat diakses oleh mahasiswa. Dan

buku-buku tersebut disesuaikan dengan mata kuliah yang ada di jurusan.

Mengingat sekarang buku-buku yang ada di perpustakaan utama maupun

fakultas terkadang tidak sesuai dengan apa yang dicari oleh mahasiswa baik

untuk tugas-tugas kuliah dan tugas akhir (skripsi).

82
Daftar Pustaka:

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah. Jakarta: Logos wacana Ilmu,


1999.
Adeng, dkk., Kota dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutera. Jakarta:

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998.

Asmar, Toguh, dkk., Sejarah Jawa Barat dari masa Pra Sejarah Hingga Masa

Penyebaran Agama Islam. Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan

Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975.

Atja. Carita Purwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber

Pengetahuan Sejarah. Bandung: Proyek Permuseuman Jawa Barat, 1989.

Ayatrohaedi. Sunda Kala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah

Panitia Wangsakerta, Cirebon, Cetakan Pertama. Jakarta: PT Dunia

Pustaka Jaya, 2005.

Bintang, T, dkk ., Sejarah Karawang dari masa ke masa. Karawang: CV Viva

Tanpas, 2007.

Darpan, Syeh Kuro jeung Dongeng Karawang Lianna, Cetakan ke-3. Karawang:

PT Kiblat Buku Utama, 2011.

Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang. Sejarah dan Peranan Masjid Agung

Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa.

Karawang: DKM Agung Karawang, 1993.

Encyclopaedie van Nederlandsch Indie ( ENI). Derde Deel. „s Gravenhage :

Martinus Nijhof.

Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikhtar Baru van Hoeve, 1999.

83
Furqon, Arif. Pengantar Metode Peneletian Kualaitatif. Surabaya: Usaha

Nasional, 1992

Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di dunia Islam. Depok:

Komunitas Bambu, 2010.

Kartodirjo, Sartono. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah:

Kumpulan karangan sartono Kartodirjo, cet 2. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press, 1990.

Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru, 1980

Kuntowijoyo, Metodelogi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994.

Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan: proses realisasi manusia, cet:I.

Yogyakarta: Jala Sutra, 2009.

Lubis Nina Herlina dkk., Sejarah Kabupaten Karawang. Karawang: Dinas

kebudayaan dan pariwisata kabupaten Karawang, 2011.

Lubis, Mochtar. Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia, Cet 1. Jakarta:

Yaysan Obor Indonesia, 1992.

Masyhuri, Ensikolopedia Nasional Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Cipta Adi Pustaka,

1989.

Muchtar, Rusdi. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1. Jakarta: Balai

Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2006.

Muslich, Hanief. Ziarah KuburWisata Spirutual. Jakarta: Al-muardi Prima, 2001.

Nurjanah, Elis, dkk., Inventaris Arsip Sejarah Pemerintahan Kabupaten

Karawang zaman Hindia-Belanda periode 1813-1942: Hasil

84
penelusuran Arsip Stati.. Karawang: Kantor Arsip dan Dokumentasi Kab.

Karawang, 2013

PaEni, Mukhlis. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada , 2009.

Pranowo, M, Bambang. Memahami Islam Jawa, cet 1. Jakarta: Pustaka Alvabet,

2009.

Rafles, Thomas Stamford, History Of Java. Kualalumpur: Oxford University

Press, 1982.

Rosidi, Ajip dkk., Ensiklopedi Sunda Alam, Manusia, dan Budaya : termasuk

budaya Cirebon dan Banten, cetakan pertama. Jakarta: PT Dunia

Pustaka Jaya, 2000.

Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, Cet. III. Bandung: PT Al-Maarif, 1981.

Sedyawati, Edi. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Siregar, Aminuddin, Ariyono. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Persindo,

1985.

Soebadi, Haryadi. Agama dan Upacara. Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002.

Soekanto. Kamus Antropologi, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993.

Subhani, Ja‟far, Syaikh. Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali. Jakarta:

Pustaka Hidayah. 1989.

Sutisna, Entis. Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain. Karawang : Mahdita,

2009.

85
W.J.S, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Departemen

Pendidikan Nasional Edisi III, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai Pustaka.

2007.

Wahid, Abdurrahman. Pergulatan, Negara, dan Kebudayaan, cet 2. Depok:

Desantara, 2001.

Yahya, Azril dan Sugiart, Wakhid. Agama dalam Dimensi Sosial dan Budaya

Lokal. Jakarta: Departemen Aagama R.I. Penelitian dan pengemabangan

Agama proyek penelitian keagamaan, 1998.

Internet

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=165&lang=id tgl 18

Oktober 2013

Wawancara :

Wawancara dengan Bapak H. Firman Suhada staf Dinas kebudayaan dan

pariwisata kabupaten Karawang. Karawang, 19 Maret 2014.

Wawancara Pribadi dengan Sekretraris Desa Kampung Pulokalapa, Karawang 12

Oktober 2013

Wawancara pribadi dengan Bapak Endang staf Arsip Daerah Karawang.

Karawang, 01 November 2013

Wawancara pribadi dengan Bapak Jojo Suabgjo, Karawang, 15 Maret 2014

Wawancara pribadi dengan Bapak Oman Rohman, Karawang 15 Maret 2014

Wawancara pribadi dengan Bapak Thamrin, Karawang, 15 Maret 2014

86

Anda mungkin juga menyukai