Anda di halaman 1dari 14

STRATEGI PENGAJARAN WRITING DAN SPEAKING

Sukris Sutiyatno
STMIK Bina Patria Magelang
Jln. R. Saleh No. 02 Magelang Telp. 0293-362993
Email: sukris65@yahoo.com

Abstraksi

Trens pengajaran writing dan speaking dalam bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua (English Foreign Language) dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau EFL
berkembang sepadan dengan perkembangan pengajarn ketrampilan bahasa lainnya
khususnya speaking. Pengajar terus-menerus mempelajari bagaimana mengajar
meningkatkan kompetensi menulis dan kefasihan bahasa, tidak hanya ketepatan, tetapi
juga bagaimana menggunakan teks asli dan konteks di dalam proses pemeblajaran EFL,
bagaimana memfokuskan komunikasi baik lisan maupun tulisan dan bagaimana
meningkatkan semangat pembelajar untuk belajar.

Key words: EFL, Pengajaran writing dan speaking.

1. Pendahuluan
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional siswa dan merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Mengingat fungsi bahasa yang bukan hanya sebagai suatu bidang
kajian, tetapi juga sebagi alat untuk merefleksikan pengalamannya sendiri dan
pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam
nuansa makna, bahasa diharapkan dapatmembantu siswa mengenal dirinya, budayanya,
dan budaya orang lain, mengemukakan gagasa dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat suatu keputusan yang
bertanggung jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan serta menggunakan
kemampuan-kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan.
Pengertian berkomunikasi dimaksudkan adalah memahami dan mengungkapkan
informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam
pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana.
Dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk
berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dan dalam konteks sehari-hari, sebagi

1
alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta menikmati estetika
bahasa dalam budaya Inggris. Berdasarkan kurikulum 2004 standar kompetensi mata
pelajaran bahasa Inggris dikatakan bahwa dalam konteks apapun, orang menggunakan
bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama yaitu (1) Fungsi gagasan (ideational function),
yakni fungsi bahasa untuk mengemukakan atau mengkonstruksi gagasan atau informasi,
(2) Fuingsi interpersonal (interpersonal function), yakni fungsi bahasa untuk berinteraksi
dengan sesama manusia yang mengungkapkan tindak tutur yang dilakukan, sikap,
perasaan, dsb, (3) Fungsi tekstual (textual function), yakni fungsi yang mengatur
bagaimana teks atau bahasa yang diciptakan ditata sehingga tercapai kohesi dan
koherensinya, sehingga mudah difahami orang yang mendengar dan membacanya.
Ragam berbahasa berbeda dalam beberapa hal. Bahasa lisan diwarnai oleh
banyaknya katakerja, rumitnya hubungan antar kalimat dan banyaknya fitur-fitur
interaksional seperti gambits dan penanda wacana lainnya, sedangkan bahasa tulis
diwarnai oleh padatnya leksikon, banyaknya dan rumitnya susunan frasa nomina..
Melihat fenomena yang terjadi pada saat ini bahwa kemampuan berbahasa Inggris
para siswa bahkan para mahasiswa masih sangat memperihatinkan. Menurut Huda (1995)
karena terbatasnya waktu pelajaran dan kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris
dalam konteks komunikasi, hambatan budaya dan sistem pendidikan nasional yang
kurang mendukung. Sehingga apabila tujuan utama belajar bahasa Inggris adalah
bagaimana berkomunikasi, maka hal tersebut menjadi hambatan.
Demikian pula pada ketrampilan menulis para siswa banyak menghadapi berbagai
persoalan yaitu terbatasnya kosa-kata yang dimiliki, kurangnya menguasai grammar dan
tenses, kurangnya latihan menulis dan terbatasnya kemampuan membangun gagasan
secara kohesif dan koheren. Menurut Gebhard (1996) menjelaskan bahwa untuk
menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: (1) pemilihan kata yang tepat (diksi), (2) penggunaan gramatika yang baik,
penguasaan sintaksis (word order), (3) penguasaan hal-hal yang bersifat teknis serta(4)
penyusunan gagasan secara koheren dan kohesif. Maybin (1994) mengatakan in the
teaching of writing, writing is a process has become a very influential teaching
methodology.

2
Makalah ini akan menyoroti bagaimana ketrampilan menulis sebagai suatu proses
diterapkan di dalam kelas dan bagaimana mendorong kemampuan berkomunuikasi
secara lisan.

2. Pengertian Menulis
Menurut Bram (1995:7) pada dasarnya “ to write means to try to produce or
reproduce written messages …we should have something meaningful to convey”. Yaitu ,
menulis merupakan proses memproduksi atau mereproduksi pesan yang bermanfaat bagi
para pembaca. Ketrampilan menulis tidak bersifat bawaan sehingga dengan mempelajari
strategi-strategi menulis, setiap orang memiliki peluang untuk menjadi penulis yang baik.
Gebhard (1996:221) menjelaskan bahwa untuk menghasilkan suatu tulisan yang baik
seorang penulis harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) pemilihan kata yang
tepat (diksi), (2) penggunaan gramatika yang baik, penguasaan sintaksis (word order), (3)
penguasaan hal-hal yang bersifat mekanik (seperti tanda baca, pelafalan, jenis tulisan)
serta (4) penyusunan gagasan secara koheren dan kohesif. Jadi, menulis merupakan
kegiatan penyampaian pesan dari penulis kepada pembaca. Agar pesan yang akan
disampaikan lebih mudah diterima, kegiatan menulis membutuhkan paduan antara
penguasaan bahasa serta penyusunan gagasan secara baik atau dengan
mempertimbangkan sisi koherensi dan kohesinya.
Di sisi lain, menurut Chandrasegaran (2002:1) menulis dapat dipandang sebagai
kegiatan mental yang dapat dimaknai sebagai : (1) proses di mana seseorang belajar
untuk membuat suatu rangkaian keputusan yang tepat sesuai situasi yang dihadapinya (
seperti tujuan penulisan, tujuan penulis, tujuan pembaca dlam membaca teks, situasi dan
kondisi saat proses menulis dilakukan) dan (2) proses di mana seorang mengetahui
kesalahan yang dibuatnya dalam proses menulis, sehingga ia dapat memperbaiki
tulisannya sebelum tulisan tersebut sampai ke pembaca.

3. Implementasi Pendekatan Proses dalam Ketrampilan Menulis


Trens pengajaran writing dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (EFL) dan
bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL) berkembang sepadan dengan perkembangan
pengajarn ketrampilan bahasa lainnya khususnya listening dan speaking. Pengajar terus-

3
menerus mempelajari bagaimana mengajar kefasihan bahasa, tidak hanya ketepatan,
tetapi juga bagaimana menggunakan teks asli dan konteks di dalam kelas, bagaimana
memfokuskan komunikasi linguistik dan bagaimana meningkatkan semangat pembelajar
untuk belajar. Young Kim (2010:154) menyatakan “EFL writing pedagogies have seen a
great change ever since the first composition theorists provided practitioners with new
insight into of the writing process. These theorists came up with the assumption that
writing is a process of discovery in which ideas are generated and not just transcribed”.
Demikian pula hal tersebut juga terjadi di dalam pengajaran writing.
Hyland (2003:27) describes writing practice in the language classroom under 5 main
orientation: (1) content knowledge—of ideas and concepts in the topic area the text will
address; (2) systm knowledge—of the syntax lexis and appropriate formal conventions
needed; (3) process knowledge—of how to prepare and carry out a writing task; (4)
genre knowledge—of communicative purposes of the genre and its value in particular
contexts; and (5) context knowledge—of readers’ expectation, cultural preferences and
related texts.
Pembahasan mengenai pengajaran writing pada dekade yang lalu telah
menimbulkan contraversial yaitu (1) Composing Vs writing : pandangan terhadap writing
diasumsikan bahwa bahasa tulis merupakan simbol representasi dari bahasa lisan. Di lain
pihak ada pandangan bahwa writing is the nature of composing process. Produk dari
bahasa tulis merupakan hasil dari pemikiran , draft, revisi terhadap prosedur yang
memerlukan ketrampilan khusus yang tidak semua pembicara berkembang secara alami,
(2) Process Vs product : pada waktu lampau pengajar writing memberikan perhatian
terhadap produk dari tulisan yaitu berupa essei, laporan, cerita yang harus memenuhi
kriteria isi, organisasi, kosa-kata, penggunaan grammar dan pertimbangan-pertimbangan
mekanis seperti spelling dan tandabaca. Seiring dengan berjalannya waktu maka
pengajaran writing bergeser ke arah pendekatan proses yang memberi kelonggaran pada
pembelajar untuk belajar menulis yang bertumpu pada pendekatan proses. (3) Contrastive
rhetoric. Menurut Connor (1996) contrastive rhetoric lebih banyak dipengaruhi oleh
pola-pola dari bahasa pertama, faktor-faktor seperti relativitas linguistik, teori retorika,
teks linguistik, tipe wacana, sastra dan penterjemahan , kesemuannya mendukung pada
teori yangkomprehensif dari teori retorika. (4) Perbedaan menulis antara L1 dan L2. Pada

4
awal tahun tujuh puluhan , penelitian mengenai second language written sangat
dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Pada dekade terakhir para guru disarankan mengajar
writing of second language seperti layaknya mengajar writing pada L1. Namun demikian
harus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan yang ada. (5)Authenticity : Bagimana
seorang guru mampu menciptakan real writing di dalam kelas ?. Di sekolahan , writing is
a way of life. Tanpa memiliki kemampuan untuk mengekpresikan dirinya sendiri dalam
writing, anda tidak akan lulus pada suatu pelajaran. Cara lain untuk melihat authenticity
di dalam kelas menulis adalah membedakan real writing dan display writing. Real
writing seperti dijelaskan oleh Raimes (1991) adalah bilamana pembaca tidak mengetahui
jawaban dan secara murni menginginkan informasi. Sedangkan display writing adalah
dengan meminta murid melakukan latihan latihan display writing, mereka dapat belajar
ketrampilan-ketrampilan yang akan membantu mereka untuk keberhasilan akademis. (6)
Peranan guru : Peranan guru menulis telah diilhami penelitian pada peranan guru sebagai
responder pada tulisn siswa. Sebagai fasilitator, guru menawarkan bimbingan untuk
membantu siswa dalam proses menulis suatu karangan, tetapi dalam spirit mendorong
pendatat siswa dan tidak mematikan kreatifitas siswa (Brown, 2001:335-340).
Graves (1983) menyarankan bahwa proses menulis dapat dibagi menjadi beberapa
langkah, dari diskusi awal mengenai suatu gagasan melalui drafting, conferencing and
sharing, revising and editing, and publishing. (peyton, et all, 1994) mengatakan bahwa
setiap siswa akan mampu menciptakan teks yang kreatif dan menarik bilamana melalui
proses alami, aktivitas open-ended dan bilamana didukung oleh lingkungan yang
kondusif serta guru menyediakan waktu dan kesempatan untuk menseleksi suatu topiks,
menciptakan suatu gagasan, menulis draft dan revisi, menerima respons secara otentik
baik dari guru maupun murid-murid lain.
Dengan kata lain, seperti ditunjukkan oleh study mol (1992), langkah-langkah
yang dapat diidentifikasi dalam proses pendekatan writing adalah; prewriting (seleksi dan
menyususn materi); drafting ( memunculkan gagasan dan materi), pertimbangan tujuan ,
pembaca dan situasi); revising ( menyusun kembali draft untuk membuat suatu tulisan
lebih efektif dan lengkap). Ini melibatkan pertimbangan kemungkinan pengorganisasian
kembali dan kemungkinan tambahan demikian pula pengurangan dan pergantian); editing
(untuk penyesuaian format, kegunaan, grammar, tandabaca, spelling, dll); dan penerbitan

5
untuk didistribusikan kepada pembaca. Namun demikian kita harus menyadari bahwa
pendekatan proses dalam kelas menulis mungkin bervariasi dari satu kelas dengan kelas
lainnya (Mol, 1992).
Pada awal pelajaran menulis, perlu diyakinkan siswa bahwa siswa mampu
menulis, memberi siswa keyakinan dan saran yang dapat membantu siswa mengatasi
kendala-kendala dalam proses menulis. Seperti apa yang dikatakan (Thomas, 1993:13)
bahwa (1) tidak seorangpun mampu menulis secara sempurna secara instant, (2) menulis
adalah pekerjaan berat dalam berbagai bahasa, (3) perlu disadari bahwa siswa adalah
seorang intelektual, meskipun kemampuan bahasa Inggrisnya masih simpel dan belum
sempurna, (4) perlu dibaca bahasa Inggris sebanyak mungkin untuk menulis dalam
bahasa Inggris, (5) perlu dipikiran untuk menulis, (6) tujuan menulis adalah
mengekpresikan suatu gagasan.
Seperti saran Thomas (1993), adalah suatu hal yang penting untuk merenungkan
kembali suatu gagasan beberapa kali selama proses pelajaran untuk membantu siswa
menyadari bahwa proses menulis adalah suatu yang kompleks tetapi sesuatu yang dapat
dipecahkan. Para siswa perlu mempelajari untuk menggunakan berbagai strategi untuk
menemukan suatu topiks dan menghasilkan suatu gagasan, mereka perlu belajar bahwa
membuat kesalahan adalah bagian dari proses menulis.

4. Karakteristik Bahasa Tulisan


Untuk dapat mengajarkan menulis dengan baik, maka sebaiknya dipahami
karakteristik bahasa tulisan. Beberapa karakteristik bahasa tulis dari sudut pandang
penulis adalah :
4.1. Permanence
Sesuatu yang telah ditulis dan dikirimkan adalah bentuk akhir suatu tulisan yang
ditujukan kepada pembaca, penulis turun tahta dari kekuatan atau tidak mempunyai :
kemampuan untuk memperbaiki , mengklarifikasi, dan untuk menarik kembali. Oleh
karena itu , apa yang dapat kita dapat lakukan sebagai guru, pemebimbing dan fasilitator
untuk membantu siswa kita untuk memeperbaiki kembali dan menseleksi pekerjaan
meeka sebelum akhir pengajuan akan membantu mereka lebih percaya diri pada
pekerjaan mereka.

6
4.2. Production Time
Berita yang bagus, diberi rentang waktu yang cukup, penulis benar-benar dapat menjadi
penulis yang bagus dengan mengembangkan proses yang effisien untuk mendapatkan
produk akhir. Berita buruk adalah beberapa konteks pendidikan menuntut siswa menulis
dalam waktu yang sempit. Sehingga, salah satu tujuan anda, khususnya jika anda
mengajar dalam konteks EAP, akan melatih siswa anda untuk memanfaatkan waktu yang
terbata sebaik mungkin. Ini berarti mengorbankan beberapa proses waktu, tetapi dengan
latihan yang cukup dalam proses menulis, menggabungkan dengan praktik dalam display
writing, anda dapat membantu siswa anda berhubungan dengan keterbatasan waktu.

4.3. Distance
Salah satu problem paling sulit yang dihadapi penulis adalah mengantisipasi pembaca
mereka. Rentang antisipasi pada pembaca umumnya bagaimana kata-kata khusus, prase,
kalimat dan paragrap akan diinterpretasikan. Faktor jarak memerlukan apa yang
diistilahkan dengan empati kognitif, pada penulus-penulis yang baik dapat membaca
tulisan mereka dari perspektif pikiran dari target pembaca. Penulis seharusnya mampu
memprediksi pengetahuan umum dari pembaca, budaya , pengetahuan khusus, dan sangat
penting, bagaimana pilihan bahasa mereka akan diinterpretasikan

4.4. Orthography
Segala sesuatu dari yang simpel menuju ke gagasan yang kompleks ditangkap melalui
beberapa manipulasi terhadap beberapa surat dan simbol-simbol tulisan lainnya. Kadang-
kadang kita mengambil tanpa pertimbangan contoh-contoh yang bersifat mekanik dari
tulisan bahasa Inggris siswa kita. Jika siswa mempunyai keterbatasan pengetahuan
bahasa Inggris, anda harus mulai dari awal dengan dasar-dasar membaca dan menulis.

4.5. Complexity
Para penulis harus mempelajari bagaimana menghilangkan redundansi atau suatu yang
berlebihan, bagaimana menggabungkan kalimat, bagaimana mengkaitkan referensi-

7
referensi dalam suatu teks, bagaimana menciptakan variasi sintak dan lexikal dan masih
banyak lagi.

4.6. Vocabulary
Para penulis yang baik akan mengambil manfaat dari kekayaan kosa kata bahasa Inggris.

4.7. Formality
Untuk siswa ESL, yang paling sulit dan kompleks terjadi dalam tulisan akademik di mana
mereka harus belajar bagaimana mendiskripsikan, menjelaskan, membandingkan,
mengilustrasikan, mempertahankan, mengkritik dan berargumentasi (Brown, 2001:341-
342).

5. Ketrampilan Komunikasi Lisan


Dalam mengembangkan kemampuan mengajar ketrampilan berkomunikasi secara
lisan, kita sebaiknya mengetahui berbagai perspektif mengenai ketrampilan
komunikasi lisan yaitu :

5.1. Conversational Discourse


Label dari suatu kesuksesan penguasaan bahasa adalah hampir selalu dengan
demonstrasi kemampuan untuk menyelesaikan suatu tujuan melalui wacana interaktif
dengan pembicara lain dari bahasa tersebut. Meskipun Richards (1990:67) mencatat
bahwa kelas converstion adalah suatu yang membingungkan dalam pengajaran bahasa.
Tujuan dan teknik untuk mengajar conversation sangat bervariasi, tergantung guru,
siswa, dan keseluruhan konteks kelas.

5.2. Teaching Pronunciation


Ada banyak kontraversi terhadap peranan pronunciation dalam komunikasi , belajar
interaktif. Karena mayoritas pembelajar orang dewasa tidak akan pernah memperoleh
logat yang sempurna bahasa asing, apakah program yang menekankan keseluruhan
bahasa, konteks bermakna , dan keotomatisan produksi berfokus pada phonologi pada
bahasa tersebut ?

8
5.3. Accuracy and Fluency
Baik fluency dan accuracy, keduannya merupakan tujuan penting dalam
pengajaran bahasa asing. Fluency merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pengajaran
bahasa asing, sementara itu accuracy diperoleh dengan memberi kesempatan kepada
siswa untuk memfokuskan pada elemen-elemen ponologi, grammar, dan wacana dalam
bicara mereka.

5.4. Affective Factors


Salah satu masalah besar pembelajar yang harus dipecahkan dalam belajar
berbicara adalah kecemasan mereka dalam membuat kesalahan ketika berbicara. Tugas
kita sebagai guru adalah memberikan semangat, iklim yang kondusif yang memberi
semangat pada siswa untuk belajar berbicara.

5.5. The Interaction Effect


Kesulitan terbesar yang dihadapi pembelajar dalam mencoba berbicara adalah
bukannya banyaknya suara, kata, prase, dan bentuk-bentuk wacana yang menjadi
karakteristik dari bahasa tersebut, tetapi lebih pada kealamiahan dalam berkomunikasi.
Conversation adalah kolaborasi antara para peserta dalam proses negosiasi dari suatu
makna. Sehingga bagi siswa, yang merupakan beban berat, keyakinan, dibebani suatu
konvensi bagaimana berbicara sesuatu, kapan berbicara, dan hambatan wacana-wacana
lainnya. David Nunan mencatat lebih jauh tentang kerumitan wacana interaktif: apa yang
ia namakan interlocutor effect, atau kesulitan berbicara diukur oleh ketrampilan
interlocutor. Dengan kata lain, penampilan seseorang dalam berbicara diwarnai oleh
orang yang sedang berbicara dengannya.(Brown, 2001:267-269).
Berhubungan dengan kesulitan-kesulitan siswa dalam berbicara, Brown menjelaskan ada
sejumlah karakteristik yang membuat siswa merasa sulit dalam berbicara yaitu clustering,
rdundancy, reduced forms, performance variables, colloquial language, rate of delivery,
stress,rhythm, intonation and interaction (2001:270).

9
6. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kemampuan Speaking
Belajar berbicara bahasa asing memrlukan sesuatu yang lebih daripada hanya
sekedar mengetahui gramatikal dan semantik. Pembelajar harus juga mendapatkan
pemahaman bagaimana penutur asli menggunakannya dalam konteks interpersonal di
mana beberapa faktor berinteraksi, ini merupakan kesulitan dalam berbicara dengan
bahasa target dengan lancar dan tepat. Untuk mengembangkan kompetensi dan
performansi bahasa Inggris perlu untuk memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi pembelajar (Richards, 2002:204).
Leticia (2010:143) menyatakan “One of the main difficulties of learning a foreign
language is finding situation to practice the language you are learning. Differently from
situation which occur when you live where the language is spoken, in a foreign country
you need to try to find ways of using the language outside the classroom. It may occur
that exercises in class is are not enough to allow students to build up a solid basis for
using the language in real situation.”
Kesulitan pembelajar dalam berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing karena
komunikasi efektif memerlukan kemampuan untuk menggunakan bahasa yang tepat
dalam interaksi sosial. Perbedaan dalam interaksi melibatkan tidak hanya komunikasi
verbal tetapi juga elemen-elemen paralinguistik seperti tekanan dan intonasi. Demikian
pula elemen non lingistik, seperti bahasa isyarat dan bahasa tubuh, ekpresi,
menyampaikan pesan secara langsung. Variasi Cross culturally dan Cross linguistically
dalam interprestasi khusus dari bahasa isyarat dan bahasa tubuh (Brown 1994 : 241).
Lebih jauh perbedaan budaya mengenai tujuan khusus interaksi dan hasil yang
diharapkan akan mempengaruhi komunikasi, Sebagai akibatnya, oleh karena mininya
pembelajaran berkomunikasi dengan penutur asli berakibat buruknya penguasaan bahas
Inggris khususnya kelancaran, pemakaian idomatik dan pemahaman budaya.
Pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing memerlukan instruksi yang jelas
dalam ketrampilan speaking harus dipelajari dan dipraktekan, Bagaimanapun dalam
praktek sering diasumsikan bahwa ketrampilan bahasa dapat dikembangkan dengan cara
memberi topik kepada para pembelajar untuk didiskusikan, dalam mengembangkan
kemampuan pembelajar bahasa Inggris, para guru EFL seharusnya memperhatikan
pertanyaan-pertanyaan apa yang mempengaruhi pembelajaran EFL dalam komunikasi?,

10
Komponen-komponen apa yang mendukung efektifitas berbicara?, dan bagaimana
kemampuan berbicara guru EFL dapat diperbaiki? (Kang Shumin 2002 : 205) dalam
bukunya Jack C Richards mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi bahasa asing adalah usia.

6.1. Age
Usia adalah salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan dalam mempelajari
bahasa asing. Krashen, long, Scarcella mengatakan lebih awal belajar bahasa asing akan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa yang mulai belajar
bahasa asing. Study yang dilakukan Oyama (1979) menyatakan bahwa sebagian besar
orang dewasa gagal dalam mempelajari bahasa asing.

6.2. Aural Medium


Peranan sentral dari listening dalam proses penguasaan bahasa asing semakin diakui pada
saat ini. Tidak ada keraguan bahwa listening berperanan sangat penting dalam
pengembangan kemampuan speaking.

6.3. Sosiocultural Factor


Budaya juga berpengaruh pada pembelajaran bahasa asing. Dari perspektif pragmatik
bahasa adalah bentuk dari aktifitas sosial karena kemampuan komunikasi linguistik
terjadi dalam kontek pertukaran interpersonel dan dalam pranata sosial (Dimitra
Copoulou, 1990). Dalam berbicara seseorang harus mengetahui bagaimana bahasa
digunakan dalam kontek sosial.

6.4. Affective Factor


Sisi afektif dari pembelajar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan belajar bahasa (Oxford, 1990 : 140). Faktor-faktor afektif
yang terkait dengan bahasa asing adalah emosi, harga diri, sikap, empati, rasa takut dan
motivasi. Belajar bahasa asing adalah pekerjaan yang kompleks yang rentan pada human
anxienty yang terkait dengan perasaan tidak enak, frustasi, keraguaan pada dirinya

11
berbicara bahasa asing di depan umum khususnya di depan native speaker kadang-
kadang akan membuat penutur merasa takut dan rendah diri.

7. Mengembangkan Kemampuan Berbicara dalam Kelas Menulis


Mempertimbangkan situasi pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing
(TEFL), bahwa prestasi kesuskesan dalam kemampuan berbicara diperlukan banyak
praktik dan kesempatan dalam menggunakan bahasa terget tersebut.
Seperti alasan utama mempelajari bahasa adalah untuk berkomunikasi
(Littlewood, 1992), seharusnya ada banyak kesempatan bagi siswa untuk menggunakan
bahasa tersebut. Dengan berlatih sebanyak mungkin, siswa diharapkan dapat berbicara
dengan bebas, lancar dan secera sepontan. Demikianpula, setiap kesempatan dalam
proses belajar mengajar seharusnya diarahkan pada siswa untuk menggunakan bahasa
terget tersebut.
Davies & Pearse ( 2010:596) menyatakan “ In everyday use of language, we are
continually integrating the language skills or switching from one skill to another. It is
best to reflect this integration when teaching a second or foreign language”.
Menerapkan menulis sebagai suatu proses pendekatan, (Calkins dan Harwayne,
1987) menyatakan (1) pentingnya berbicara dalam workshop menulis interaktif.
Pertemuan, baik siswa dan guru maupun antar teman sebaya, adalah sangat penting dalam
workshop menulis. Keseluruhan tujuan pertemuan atau konferensi adalah untuk
memantapkan pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan, gagasan yang akan
dikembangkan, atau problem yang akan dipecahkan. (Connors dan Glenn, 1995)
pertemuan tersebut bersifat dialogis: Siswa dapat menanyakan suatu masalah,
menjelaskan merekasendiri, bereaksi terhadap saran-saran. Lebih lanjut disarankan
bahwa siswa seharusnya birbicara banyak mengenai tulisan mereka.
Pertemuan atau konferensi tersebut memfasilitasi bermacam-macam interaksi
yang dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kompetensi komunikasi
tulis (Peyton, et al, 1994). Para siswa berdiskusi tentang gagasan mereka dan berbagi ide
dalam tulisannya, siswa mempunyai banyak kesempatan untuk menggunakan bahasa
dalam situasi nyata. Suatu hal yang penting dalam pertemuan tersebut, para guru
menunjukkan bahwa siswa menghormati siswa dan tulisannya.

12
Reid dan Powers (1993) menyatakan, penglaman lisan akan membantu penulis
ESL mengembangkan kosakata untuk berbicara mengenai suatu tulisan dalam bahasa
Inggris. Meskipun para siswa mengambil kosakata dari teks dan tulisan mereka, mereka
akan menjelaskan dan memahaminya melalui proses yang terus menerus. Sehingga para
siswa mulai menguasai kosakata dan menggunakannya dalam diskusi dengan teman-
temannya. Lebih lanjut para siswa dapat berbicara mengenai tulisan mereka dengan
istilah-istilah yang dapat dimengerti dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan
menulis pada dirinya.

8. Kesimpulan
Biasannya memulai untuk menerapkan pendekatan baru adalah sulit.
Melaksanakan pendekatan proses, siswa dapat dibantu untuk mengatasi kesulitan dalam
menulis. Pendekatan proses diperlukan dalam pengajaran menulis sehingga siswa dapat
termotivasi untuk secara aktif mencoba belajar menulis. Tetapi, hal yang penting perlu
diingat oleh para siswa bahwa didalam proses menulis memerlukan draft dan revisi
untuk menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan yang akan dibaca oleh para pembaca.
Demikian pula dalam pengajaran speaking meskipun para guru banyak
menghadapi hambatan, namun yang penting adalah bagaimana guru memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk mempergunakan bahasa yang sedang ia pelajari
sebanyak mungkin. Misalnya memberikan waktu bagi para siswa untuk berdiskusi
membicarakan suatu topiks tertentu hal tersebut untuk meningkatkan kepercayaan dirinya
dalam menggunakan bahasa tersebut tanpa kawatir membuat suatu kesalahan.
Dalam makalah ini juga disajikan bagaimana dapat diintegrasikan pengajaran
writing dan speaking dalam proses belajarmengajar.

13
Daftar Pustaka

Bram, Barli. 1995. Write well : Improving writing skills. Yogyakarta : Kanisius
Brown, H. Douglas. 2000. Principle of Language Learning and Teaching fourth
edition. New York : Wesley Longman
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles “An Interactive Approach to
Language Pedagogy” second edition. New York : Wesley Longman Inc.
Chandrasegaran, A. 2002. Intervening to help in writing process. Singapore : SEAMEO
Connors and Robert. 1995. The st. Martin’s Guide to Teaching Writing. New York
St Martin’s Press
Davies, P. & Pearse, E. (2002). Success in English Teaching. Oxford: Oxford University.
Eun Yong Kim (2011). Using Translation exercises in the Communicative Writing
Classroom. ELT Journal Volume 65/2 April 2011.
Farahzad, F. & Emam, A. Reding and Writing Connections in EAP Courses Implication
and Applications. Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 5 pp.
596-604, September 2010. Academy Publisher Manufactured in Finlandia. ISSN
1798-4769
Gebhard, Jerry G. 2001. Teaching English as a foreign or second language.
Michigan University Press.
Graves, Donald H. 1983. Writing: Techers and Children at Work: New Hampshire
Huda, Nuril. 1995. ‘Pendekatan Kebermaknaan’ (Meaningful Approach) in the 1994
English Syllabus. English language Education.
Hyland, K. (2003). Second Language Writing. New York: Cambridge University Press
Krashen, Staphen D. and Terrel, T.D. 1988. The Natural Approach: Language
Acquisition in Classroom. U.K.: Prentice hall Ltd
Littlewood, W. 1992. Teaching Oral Communication. Oxford : Blackwell
Pires, L (2010). Using Writing to Develop Communicative Competence in the Foreign
Language Classroom. BELT JOURNAL. Porto Alegre. v.1.n.2. p 139-146.
Julho/dezembro 2010.

14

Anda mungkin juga menyukai