Sunan Kudus adalah Maulana Ja’far al-Shadiq ibn Sunan Utsman. Nama kecilnya Ja’far
Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi
Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di
Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi
Panglima Perang, kegiatannya berpusat di Kudus, Jawa Tengah. Berkat ketinggian ilmu
dan kecerdasan pemahamannya, oleh orang-orang Jawa dijuluki walinya ilmu.
Mengenai asal-usul atau silsila Sunan Kudus, ia merupakan putra dari Sunan
Ngudung atau Raden Usman Haji. Ibunya bernama Syarifah Ruhil atau Dewi
Ruhil. Yang diberi Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan
Ampel. Jika diurut, Maulana Ja’far al-Shadiq akan sampai pada Nabi Muhammad,
yang keturunan ke-24. Untuk mengetahui lebih lanjut silsilahnya sebagai berikut:
Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib
Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.
Sunan Kudus dapat mewarisi kepribadian orang China (baca: Tiongkok), ketika ia
berguru pada Kyai Telingsing. Pelajaran berharga yang ia dapatkan dari Kyai
Telingsing, ia menjadi pribadi yang tekun, disiplin untuk meraih keinginannya.
Keinginan yang ia dambakan saat melakukan dakwah untuk menyebarkan syiar
Islam. Ia berhadapan dengan masyarakat yang mempunyai ajaran yang taat,
yang sukar sekali dapat dirubah dalam waktu dekat. Berkat ketekunannya ia
dapat merubah masyarakat yang beragama Hindu dan Budha ke Islam. Selesai
berguru pada Kyai Telingsing, kemudian ia hijrah ke Surabaya guna belajar pada
Sunan Ampel.
Adapun metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus, ia meniru pola atau
cara yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Guna melacak lebih
jauh metode dakwah yang dilakukannya sebagai berikut:
1. Untuk merubah suatu masyarakat yang masih kental dengan ajaran lamanya. Ia
memberikan kelonggaran terhadap adat istiadat yang sudah berkembang sejak
lama. Asal tidak menggunakan jalan kekerasan atau radikal saat berhadapan
dengan masyarakat.
2. Ada yang tidak sesuai dengan Islam, selagi itu dapat diubah, Sunan Kudus
berusaha perlahan-lahan dihilangkan.
3. Tut Wuri Handayani yang berarti ikut serta dan nimbrung dengan kegiatan
masyarakat dengan sedikit demi seidikit mempengaruhinya. Sesuai dengan
sebuah prinsipTut Wuri Hangiseni: masuk secara perlahan lalu memberikan
nuansa Islam di dalamya.
4. Tidak melakukan konfrontasi langsung atau melakukan tindakkekerasan. Prinsip
dikenal dengan sebuah ujaran, mengambil ikan tetapi tidak sampai
mengeruhkan airnya.
5. Berusaha menarik simpati masyarakat agar menyukai ajaran agama Islam.
Sehingga, secara perlahan mereka akan mengikuti.
Ketiga, melakukan pembaharuan dalam acara Ritual Mitoni. Acara ini untuk
bersyukur kepada yang Tuhan berkat kelahiran anak. Acara ini sejak lama
disakralkan oleh umat kedua agama tersebut. Sunan Kudus merubah pola atau
cara penyembahan yang biasa kepada arca, diubah menjadi bersyukur kepada
Allah.
Itulah kelebihan Sunan Kudus selain sebagai salah satu panglima perang yang
pernah dimiliki oleh Demak Bintoro. Ia tidak hanya cerdas dalam mengatur
strategi perang, melainkan juga cerdas dalam mengajak masyarakat dalam
agama Islam. Asumsi tersebut tidak lain, hanyalah untuk membawa masyarakat
menuju suatu ajaran yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist dengan
mengubah pola pikir yang sebelumnya. Pendekatan ini lebih kepada nilai-nilai
kebudayaan serta tradisi yang suda berkembang sebelumnya.