Anda di halaman 1dari 4

SUNAN KUDUS

Sunan Kudus adalah Maulana Ja’far al-Shadiq ibn Sunan Utsman. Nama kecilnya Ja’far
Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi
Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di
Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi
Panglima Perang, kegiatannya berpusat di Kudus, Jawa Tengah. Berkat ketinggian ilmu
dan kecerdasan pemahamannya, oleh orang-orang Jawa dijuluki walinya ilmu.

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke


berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen Simo hingga Gunung
Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat
toleran pada budaya setempat, bahkan cara penyampaiannya lebih halus.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan


simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus.
Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan
delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut


disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001
malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah ia mengikat
masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan
Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang
Kesultanan Demak. Maulana Ja’far al-Shadiq ikut bertempur saat Demak, di
bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya
Panangsang.
Perjalanan Hidup Sunan Kudus
Sunan Kudus salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa. Ia diperkirakan lahir pada 9 September 1400 Masehi/808 Hijriah. 
Ada juga yang mengatakan kalau ia lahir sekitar tahun 1500, dan meninggal
tahun 1550, makamnya berada di Kudus. Adapun nama dari Sunan Kudus
sendiri, ialah Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan.

Mengenai asal-usul atau silsila Sunan Kudus, ia merupakan putra  dari Sunan
Ngudung atau Raden Usman Haji. Ibunya bernama Syarifah Ruhil atau Dewi
Ruhil. Yang diberi Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan
Ampel. Jika diurut, Maulana Ja’far al-Shadiq akan sampai pada Nabi Muhammad,
yang keturunan ke-24. Untuk mengetahui lebih lanjut silsilahnya sebagai berikut:

Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib
Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.

Berguru pada Kyai Telingsing

Sunan Kudus dapat mewarisi kepribadian orang China (baca: Tiongkok), ketika ia
berguru pada Kyai Telingsing. Pelajaran berharga yang ia dapatkan dari Kyai
Telingsing, ia menjadi pribadi yang tekun, disiplin untuk meraih keinginannya.
Keinginan yang ia dambakan saat melakukan dakwah untuk menyebarkan syiar
Islam. Ia berhadapan dengan masyarakat yang mempunyai ajaran yang taat,
yang sukar sekali dapat dirubah dalam waktu dekat. Berkat ketekunannya ia
dapat merubah masyarakat yang beragama Hindu dan Budha ke  Islam. Selesai
berguru pada Kyai Telingsing, kemudian ia hijrah ke Surabaya guna belajar pada
Sunan Ampel.

Setelah ia selesai menimba ilmu dari para guru-gurunya. Ia berkelana ke


berbagai daerah di Jawa Tengah, utamanya di jalur selatan seperti Sragen, Simo
(Boyolali) sampai ke Gunung Kidul (Yogyakarta).

Adapun metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus, ia meniru pola atau
cara yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Guna melacak lebih
jauh metode dakwah yang dilakukannya sebagai berikut:
1. Untuk merubah suatu masyarakat yang masih kental dengan ajaran lamanya. Ia
memberikan kelonggaran terhadap adat istiadat yang sudah berkembang sejak
lama. Asal tidak menggunakan jalan kekerasan atau radikal saat berhadapan
dengan masyarakat.
2. Ada yang tidak sesuai dengan Islam, selagi itu dapat diubah, Sunan Kudus
berusaha perlahan-lahan dihilangkan.
3. Tut Wuri Handayani yang berarti ikut serta dan nimbrung dengan kegiatan
masyarakat dengan sedikit demi seidikit mempengaruhinya. Sesuai dengan
sebuah prinsipTut Wuri Hangiseni: masuk secara perlahan lalu memberikan
nuansa Islam di dalamya.
4. Tidak melakukan konfrontasi langsung atau melakukan tindakkekerasan. Prinsip
dikenal dengan sebuah ujaran, mengambil ikan tetapi tidak sampai
mengeruhkan airnya.
5. Berusaha menarik simpati masyarakat agar menyukai ajaran agama Islam.
Sehingga, secara perlahan mereka akan mengikuti.

Strategi Dakwah Sunan Kudus


Mengenai bagaimana cara Sunan Kudus melakukan pendekatan dan bentuk
model-model yang ditemui. Kecerdasannya dalam mendekati umat beragam
menarik. Hal itu dapat dilacak melalui kiprahnya yang sampai saat ini masih
dikenang. Pendekatan-pendekatan persis dengan cara Sunan kalijaga. Namun, ia
mempunyai cara tersendiri dalam mendekati masyarakat yang berbeda agama.
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana model strategi pendekatan yang
dilakukan oleh Sunan Kudus, dapat dipetakan sebagai berikut:

Pertama, ia  mendekati umat Hindu. Ia mengajarkan toleransi dengan cara


menghormati sapi yang memang keramat dalam agama Hindu. Cara lain, ialah
ia membangun Menara Masjid dengan model Candi Hindu.

Kedua, ia mendekati umat Budha. Ia membangun tempat wudhu’ yang


berjumlah delapan. pada delapan tempat wudu’ tersebut, ia membangun Arca
Kebo Gumarang, karena ia tahu kalau Arca tersebut dihormati oleh umat Budha.

Ketiga, melakukan pembaharuan dalam acara Ritual Mitoni. Acara ini untuk
bersyukur kepada yang Tuhan berkat kelahiran anak. Acara ini sejak lama
disakralkan oleh umat kedua agama tersebut. Sunan Kudus merubah pola atau
cara penyembahan yang biasa kepada arca, diubah menjadi bersyukur kepada
Allah.

Dengan ketiga model pendekatan tersebut, ia berhasil membawa kedua umat


beragam tersebut masuk Islam. Hal ini bertujuan untuk menarik simpati
masyarakat agar mudah ikut ke ajaran Islam. Sehingga, mereka masuk tanpa
adanya unsur paksaan seperti yang memang menjadi landasan Islam. Artinya,
Sunan Kudus perlahan mengintrik psikologi kedua agama tersebut, dengan
tanpa sadar mereka masuk Islam dengan sendirinya.

Sampai-sampai model masjid, utamanya Menara merupakan salah satu bukti


berapa Sunan Kudus tidak segan-segan untuk mengadopsi tradisi arsitektur
yang selama ini dikembangkan oleh kalangan pemeluk Hindu dan Budha
sebagaimana umumnya bangunan candi peninggalan mereka.

Itulah kelebihan Sunan Kudus selain sebagai salah satu panglima perang yang
pernah dimiliki oleh Demak Bintoro. Ia tidak hanya cerdas dalam mengatur
strategi perang, melainkan juga cerdas dalam mengajak masyarakat dalam
agama Islam. Asumsi tersebut tidak lain, hanyalah untuk membawa masyarakat
menuju suatu ajaran yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist dengan
mengubah pola pikir yang sebelumnya. Pendekatan ini lebih kepada nilai-nilai
kebudayaan serta tradisi yang suda berkembang sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai