Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Materi dasar pembentuk Bumi ini adalah batuan, dimana batuan sendiri
adalah kumpulan dari mineral, dan mineral terbentuk dari kristal – kristal. Jadi
intinya, untuk dapat mempelajari ilmu Geologi, kita harus menguasai ilmu
tentang kristal disebut kristalografi.
Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan
untuk mempelajari perkembangan dan pertumbuhan kristal, termasuk bentuk,
struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya. Dahulu, kristalografi merupakan bagian
mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan bentuk
tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap
untuk tiap mineral yang dibentuknya, maka pada akhir abad XIX, kristalografi
dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan
yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen
yang biasanya anisotropy dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu
pasti, sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah
dan kedudukan dari bidangnya tertentu dan teratur. Mineral adalah padatan
senyawa kimia homogen, non-organik yang memiliki bentuk teratur dan
terbentuk secara alami.
Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat
kristal. Sudut kristalografi adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan
sumbu-sumbu kristalografi pada titik potong.
Sumbu simetri yaitu garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal,
dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh
akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Ada tiga sumbu
simetri putar, yaitu gire adalah sumbu simetri biasa, giroide yaitu sumbu
simetri yang cara mendapatkan nilai simetrisnya dengan memutar kristal pada
porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horizontal. Dan ada sumbu
inversi putar yaitu sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 1


dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat
kristal. Sedangkan bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat
membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan dari yang lain. Terdapat tujuh sistem kristal yaitu
isometrik, tetragonal, hexagonal, trigonal, orthorombik, monoklin dan triklin.
Ketentuan agar dapat disebut sebagai kristal diantaranya adalah padat,
tidak dapat teruraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana denga proses
fisika, memiliki struktur bentuk, bidang serta sudut inklimasi pada setiap
kristal tertentu. Kebanyakan mineral kristalin memiliki berbagai jenis cacat
kristalografis. Jenis dan struktur cacat-cacat tersebut dapat berefek besar pada
sifat-sifat material tersebut. Bentuk-bentuk kristal ini tergantung pada jenis
ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan juga
keadaan terciptanya kristal tersebut. Sumbu kristalografi ialah garis lurus yang
dibuat melalui pusat kristal. Kristal mempunya 3 diemensi yaitu panjang, lebar
dan tinggi. Tetapi dalam penggambarannya dibuat diemnsi sehingga proyeksi
otthogonal. Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang
digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat
diaplikasikan hampir pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-
hukum geometri. Sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas adalah sumbu a.
Sumbu horizontal pada bidang kertas adalah sumbu b. Sumbu yang vertikal
pada bidang kertas adalah sumbu c.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar
panjang, posisi dan jumlah sumbu simetri kristal yang ada pada setiap
bentuk kristal.
2. Menentukan Kelas Simetri atas dasar jumlah unsur simetri pada sistem
kristal isometrik dan tetragonal.
3. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter
rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki
oleh sistem kristal isometrik dan tetragonal dalam bentuk proyeksi
orthogonal.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 2


1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Alat tulis
2. Jangka
3. Busur
4. Pensil warna
5. Spidol warna
6. Lembar sementara
7. Penggaris panjang
8. Penggaris segitiga siku-siku dan sama kaki
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Lembar Kerja Sementara
2. Maket sistem kristal isometrik
3. HVS
1.4 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilaksanakan pada saat praktikum adalah :
a. Sistem kristal isometric
Berikut adalah proses penggambaran sistem kristal isometrik dengan
menggunakan proyeksi orthogonal:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dilipat kertas LKS menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
kertas LKS. Hal ini dilakukan agar mempermudah menggambar pada
titik tengah kertas LKS.
3. Diperoleh titik tengah, langkah pertama yang akan dilakukan yaitu
menentukan perbandiangan panjang antara sumbu a, b, dan c yaitu 3
cm, 9 cm, dan 9 cm. Dan besar sudut a dan b = 30°
4. Diberi tanda atau titik perbandingan 3 : 9 : 9 pada sumbu kristal.
5. Ditarik garis sejajar pada dua titik di sumbu b dan c dengan ukuran
yang sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 3


6. Dibuat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada dua titik pada
sumbu a dan di sumbu c.
7. Ditarik garis sejajar terhadap sumbu c dengan panjang sumbu c pada
dua titik pada sumbu b dan sumbu a.
8. Ditarik garis sejajar pula pada sumbu c (contohnya pada garis sejajar b
dengan garis sejajar a).
9. Dibuat berpotongan garis yang telah dihubungkan.
b. Sistem kristal tetragonal
Berikut adalah proses penggambaran sistem kristal tetragonal dengan
menggunakan proyeksi orthogonal:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dilipat kertas LKS menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
kertas LKS. Hal ini dilakukan agar mempermudah menggambar pada
titik tengah kertas LKS.
3. Diperoleh titik tengah, langkah pertama yang akan dilakukan yaitu
menentukan perbandiangan panjang antara sumbu a, b, dan c yaitu 2
cm, 6 cm, dan 12 cm. Dan besar sudut a dan b = 30o .
4. Diberi tanda atau titik perbandingan 2 : 6 : 12 pada sumbu kristal.
5. Dibuat garis lurus vertikal atau sumbu c sepanjang 12 cm, dan garis
horizontal atau sumbu c sepanjang 6 cm.
6. Dibuat garis a−¿ ¿ / b+¿¿ =30o .
7. Diberi keterangan pada garis-garis nya seperti tanda a +¿¿,a−¿ ¿. b+¿¿ ,
b−¿ ¿.
8. Dibuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a +¿¿ ,a−¿ ¿
.
9. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b+¿¿ .
10. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b−¿ ¿.
11. Dibuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi.
12. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c +¿¿.
13. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c−¿¿.
14. Dibuat berpotongan garis yang telah dihubungkan.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 4


c. Sistem kristal hexagonal
Berikut adalah proses penggambaran sistem kristal hexagonal dengan
menggunakan proyeksi orthogonal:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dilipat kertas LKS menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
kertas LKS. Hal ini dilakukan agar mempermudah menggambar pada
titik tengah kertas LKS.
3. Diperoleh titik tengah, langkah pertama yang akan dilakukan yaitu
Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c : d = 1 : 3 : 6 : 1.
4. Dibuat garis a−¿ ¿ / b+¿¿ = 300 .
5. Diberi keterangan pada garis-garis nya seperti tanda a +¿¿, a−¿ ¿, b+¿¿ ,
−¿ ¿
b .
6. Dibuat garis yang sejajar dengan sumbu b hingga memotong sumbu a.
7. Dibuat garis yang sejajar dengan sumbu a ke garis atau titik yang
memotong sumbu b pada langkah b.
8. Dibuat garis-garis tersebut hingga membentuk suatu bidang yang
berbetuk segi enam.
9. Dihubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut hingga membentuk
bidang alas dan atap berbentuk segienam pada bangun tersebut.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 5


BAB II
DASAR TEORI
Sistem isometrik adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang
tiga dimensi. Sistem tersusun dari tiga garis kristal berpotongan satu sama lain,
sistem ini berbeda dengan sistem lain dari berbagai sudut pandang. Sistem ini
tidak berpolar seperti yang lain, yang membuatnya lebih mudah dikenal. Kata
isometrik berarti ukuran sama. Terlihat pada struktur tiga dimensinya yang sama
simetri, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus. Dengan perbandingan
panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya (Smallman,2003).
Sistem kristal isometrik disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula
dengan sistem kristal kubus atau kubik karena dimana setiap unit selnya
berbentuk kubus. Sistem kristal ini merupakan sistem kristal yang paling
sederhana yang dapat ditemukan dalam kristal dan mineral. Jumlah sumbu kristal
isometrik ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan
perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Sistem kristal
isometrik memiliki perbandingan sumbu a = b = c yang berarti panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90 o degrees yang artinya pada sistem ini semua sudut
kristalnya (α, β, dan γ) tegak lurus satu sama lain (90 o) (Barmawi, 2012).
Sistem kristal isometrik memiliki 5 buah kelas dan 3 buah bravais lattice
serta 15 bentuk-bentuk kristal isometrik. Kelas pada sistem kristal ini yaitu
tetaroidal, gyroidal, diploidal, hextetrahedral, dan hexoctahedral. Tiga buah
bravais lattice dari jenis kristal in yaitu simple cubic, body centered cubic, dan
face centerd cubic (Noor, 2009).
Dalam kristalografi, tetragonal merupakan satu dari tujuh sistem kristal
dan mempunyai tujuh buah kelas. Tetragonal merupakan hasil dari pemanjangan
bentuk dasar kubik sehingga bentuk dasar kubik tersebut menjadi prisma.
Tetragonal mempunyai dua buah bentuk dasar kubik tersebut menjadi dua bentuk
bravais lattice yaitu simle tetragonal dan centered tetragonal. Sama dengan sistem
isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing
saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 6


sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau pendek. Tapi pada umumnya lebih
panjang (Smallman, 2013).
Menurut Crish (1992), Sistem hexagonal merupakan sistem yang banyak
memiliki banyak aksial, yang berarti ini didasarkan pada satu sumbu utama, dalam
kasus ini oleh enam. Sistem hexagonal sekilas nampak seperti tetragonal. Sistem
hexsagonal memuat kelas yang merupakan pencerminan dari sistem tetragonal
dengan enam sisi bidang pembatas kristal dengan empat sumbu berpotongan.
Sistem hexagonal dan sistem trigonal tak serupa dengan lima sistem kristal yang
lain dalam hubungan antar perpotongan sumbu kristalnya. Sementara sistem yang
Lain menggunakan tiga sumbu perpotongan kristal, sistem hexagonal dan trigonal
menggunakan empat sumbu yang berpotongan. Dengan enam sudut pada
bidangnya dan satu sumbu vertikalnya. Ketiga sumbunya memotong tegak lurus
terhadap sumbu utama kristal yang membujur vertikal dan perpotongannya
simetri membentuk sudut 120o antar bagian positif tiap sumbu. Pada sistem ini
tidak ada perbedaan antara sumbu positif dan negatif untuk setiap sumbu a
membuat sudut 60o antara pepotongan.
Hexagonal merupakan satu dari tujuh sistem kristal dan mempunyai tujuh
buah kelas. Semua kelasnya mempunyai simetri yang sama dengan bentuk dasar
dari hexagonal. Sistem kristal ini mencakup semua kristal yang mempunyai empat
buah sumbu. Tiga diantaranya sama panjang dan terletak di bidang horizontal
serta perpotongan antara masing-masing sumbu membentuk sudut 60o . Mereka
dinamai sumbu lateral dan disebut sumbu c, panjangnya biasanya lebih panjang
atau lebih pendek dari sumbu lateral (Barbara, 2005).
Sistem hexagonal adalah uniaksial, yang berarti itu didasarkan pada satu
sumbu utama, dalam hal ini sumbu rotasi enam kali lipat, yang unik untuk sumbu
lainnya. Sistem hexagonal adalah analog dengan sistem tetragonal. Sistem
hexagonal mengandung kelas yang mencerminkan kelas sistem tetragonal dengan
perbedaan yang jelas menjadi sumbu lipatan enam bukannya sumbu lipat empat.
Sistem kristal ini memiliki 7 kelas yaitu dihexagonal bipyramidal, hexagonal
trapezohedral, dihexagonal pyramidal, ditrigonal bipyramidal, hexagonal
bipyramidal, trigonal bipyramidal, dan hexagonal pyramidal.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 7


Sistem kristal hexagonal mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c
tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing
membentuk sudut 120o terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki
panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih
pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b ≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak
sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90 o. Hal
ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya (α, β dan γ) tegak lurus
satu sama lain (90 o).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90 o ; y = 120o . Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120o terhadap sumbu γ.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah
quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 8


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal isometrik memiliki perbandingan


sumbu atau axial ratio a = b = c, yang berarti sumbu a sama dengan sumbu b sama
dengan sumbu c. Dan sudut kristalografinya α = β = γ = 90 o. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalnya (α, β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90 o).
Tahap penggambaran sistem kristal isometrik diawali dengan menetukan
titik pusat dengan cara melipat kertas secara vertikal dan horizontal sehingga
terbentuk tiik perpotongan dari garis lipatan yang ada. Titik perpotongan tersebut
kemudian menjadi titik pusat dari sumbu-sumbu kristal yang akan dibuat.
Kemudian ditarik garis sumbu utama yaitu garis sumbu c secara vertikal
dengan panjang sumbu 9cm, dan garis sumbu utama horizontal sepanjang 9cm.
Kemudian digunakan busur untuk menentukan titik sumbu a dengan membuat
sudut 30o antara sumbu b dan c dengan bentuk diagonal, garis tersebut ditarik
sepanjang 3cm dengan titik pusat sebagai titik tengah dari garis.
Setelah membentuk ketiga sumbu utama, kemudian dibentuk pula garis atau
sumbu bantu yang sama seperti sumbu a pada masing-masing kedua ujung sumbu
b dan c dengan posisi diagonal 30o yang sama dan searah. Setelah itu, ditarik garis
dari masing-masing ujung sumbu sepanjang 9cm baik pada sumbu vertikal
maupun horizontal sehingga terbentuk bidang-bidang simetri dengan bentuk dua
buah bujur sangkar dari sumbu utama yang memiliki panjang sisi atas dan bawah
9cm dan panjang sisi kanan dan kiri 3cm. Setelah itu, dibentuk pula bujur sangkar
atau ditarik garis yang sama pada kedua ujung sumbu utama dan diagonal di
posisi horizontal sehingga membentuk bidang simetri dengan posisi vertikal.
Ketiga bidang simetri dengan posisi vertikal tersebut kemudian dihubungkan
dengan cara ditarik garis lurus sesuai dengan letak ujung sumbu yang sama
sehingga membentuk bidang simetri lainnya. Sumbu-sumbu yang saling
terhubung tersebut membentuk bidang dari sistem kristal isometrik tersebut dan
terlihat secara tiga dimensi. Setelah itu, ditarik pula garis-garis bantuintemediet
pada masing-masing bidang baik pada bidang atas, bawah, samping kiri, samping
kanan maupun pada bidang diagonal.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 9


Setelah terbentuk sebuah kubus tiga dimensi dilakukan penandaan berupa
membuat garis tegas pada sumbu utama yang diperjelas dengan menggunakan
spidol dan dibuat melebihi bidang agar dapat ditentukan atau ditandai
dengansimbol persegi sebagai simbol dari sumbu utama. Kemudian ditarik garis
putus putus terhadap garis-garis atau sumbu-sumbu bantu baik sumbu bantu
diagonal dan sumbu bantu intermediet dan garis juga ditarik melebihi bidang agar
dapat ditandai dengan diberi simbol lingkaran dengan arti sebagai sumbu
bantuintermediet, dan simbol segitiga dengan arti sebagai sumbu bantu diagonal.
Masing-masing bidang yang telah membentuk kubus dan telah diperjelas
masing-masing sumbunya kemudian diberi warna sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Pewarnaan tersebut harus teliti agar tidak membuat garis-garis
yang telah terbentuk menjadi pudar dan ketelitian tersebut juga diperlukan agar
dapat mengetahui dengan jelas masing-masing tampak bidang pewarnaan dibagi
atas 9 warna yang berbeda, diusahakan agar warna masing-masing bidang tampak
jelas perbedaannya serta batas-batas warna tersebut. Pewarnaan yang baik akan
membuat bentuk sistem kristal lebih tampak nyata dalam bentuk tiga dimensinya
dan terlihat seperti bagian pencerminan. Kesalahan dalam pewarnaan dapat
mengurangi keindahan dan kejelasan bentuk dari masing-masing bidang sehingga
tidak tampak pencerminan pada sistem kristal tersebut dan unsur tiga dimensi
menjadi tidak tampak.
Setelah selesai melakukan pewarnaan pada sistem kristal dan sistem kristal
telah terbentuk dengan rapi dan indah. Kemudian, dibuat beberapa deskripsi
mengenai sistem kristal tersebut seperti jenis proyeksi yang digunakan yaitu
proyeksi orthogonal. Deskripsi berupa alasan sistem kristal tersebut disebut
sebagai sistem Kristal isometrik yang dikarenakan Kristal jenis ini memiliki tiga
sumbu utama yang memotong titik pusat secara vertikal, horizontal, dan diagonal
dengan panjang masing-masing berbanding 1 : 3 : 3. Kemudian diberikan
penjelasan mengenai pembentukan sudutnya yang membentuk 90 o pada setiap
sumbu kristalografinya (α = β = γ = 90 o).
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 10


panjang sama. Sedangkan sumbu e berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak
sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90 o. Hal
ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya (α, β dan γ) tegak lurus
satu sama lain (90 o).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1. pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan).
Tahap penggambaran sistem kristal diawali dengan menetukan titik pusat
dengan cara melipat kertas secara vertikal dan horizontal sehingga terbentuk tiik
perpotongan dari garis lipatan yang ada. Titik perpotongan tersebut kemudian
menjadi titik pusat dari sumbu-sumbu kristal yang akan dibuat.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite.
Sistem hexagonal mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120o terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih. pendek (umumnya
lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α - β - 90 o ; γ - 120o , Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120o terhadap sumbu γ.
Beberapa contoh minerai dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.
Sistem heksagonal adalah uniaksial, yang berarti itu didasarkan pada
satusumbu utama, dalam hal ini sumbu rotasi enam kali lipat, yang unik untuk

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 11


sumbulainnya. Sistem heksagonal adalah analog dengan sistem tetragonal.
Sistemheksagonal mengandung kelas yang mencerminkan kelas sistem
tetragonaldengan perbedaan yang jelas menjadi sumbu lipatan enam bukannya
sumbu lipat empat.
Namun, sistem heksagonal dan sistem trigonal serupa seperti salah satu
darilima sistem lain dalam hal sumbu kristalografi. Sementara sistem lain
menggunakan tiga sumbu kristalografi, sistem heksagonal dan trigona 1
menggunakan total empat sumbu. Sumbu enam besar atau prinsip lipat
untuksistem heksagonal, tentu saja, salah satu sumbu. Tiga lainnya terletak
padasumbu yang tegak lurus dengan sumbu prinsip dan diberi label.
Ini sumbu simetris menyebar ke 120 derajat antara ujung positif dari setiap
sumbu,membuat bintang diperiksa dengan sinar enam bila dilihat ke sumbu
prinsip Dalam sistem heksagonal tidak ada perbedaan antara kutub positif dan
negatif dari setiap sumbu yang membuat sudut hanya 60 derajat antara sumbu.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 12


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah :
1. Pewarnaan yang baik akan membuat bentuk sistem kristal lebih tampak
nyata dalam bentuk tiga dimensinya dan terlihat seperti bagian
pencerminan. Kesalahan dalam pewarnaan dapat mengurangi keindahan
dan kejelasan bentuk dari masing-masing bidang sehingga tidak tampak
pencerminan pada sistem kristal tersebut dan unsur tiga dimensi menjadi
tidak tampak.
2. Penetuan klas simetri berdasarkan pada kandungan unsur-unsur simetri
yang dimiliki oleh setiap bentuk kristal. Ada beberapa cara untuk
menentukan klas simetri suatu bentuk kristal, diantaranya yang umum
digunakan yaitu, sitem regular(isometrik), sistem tetragonal, sitem
hexagonal, sitem trigonal, sistem orthorombik, sistem monoklin dan
sistem triklin.
3. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan
menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan
menggambar sumbu a, b, c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-
sudut persilangan atau perpotongan tertentu sehingga akan membentuk
gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk
bidang-bidang muka kristal.
4.2 Saran
Diharapkan agar pada praktikum selanjutnya lebih efisien waktu, asisten
laboratorium dapat menjelaskan lebih rinci agar lebih mudah dipahami.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 13


DAFTAR PUSTAKA

Barbara, T. (2005). Batuan, Mineral Dan Fosil. Jakarta : Erlangga.


Barmawi, Desi Trisnawati. 2012. Kristalografi Dan Mineralogi Kuarsa. Jurnal
Ilmiah MTG. Vol.5, No.1, Januari 2012.
Crish, P. (1992). Rock And Minerals. London: Dorling Kindersley
Crish, P. (1992). Batuan Dan Mineral. Jurnal Ilmiah Mtg, Vol. 5 No. 3, Hal : 215-
227.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi Edisi Pertama. Bogor: Universitas
Pakuan.
Smallman, R. (2003). Metalurgi Fisik Modern Dan Rekayasa Material. Jakarta:
Erlangga.
Smallman, R. (2013). Metalurgi Fisik Modern Dan Rekayasa Material. Jakarta:
Erlangga.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 14


Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal Dan Hexagonal 15

Anda mungkin juga menyukai