Anda di halaman 1dari 50

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Latar Belakang Fakta

 Suatu kenyataan bahwa tak ada satupun bangunan Sipil yang tidak
berinteraksi dengan batuan dan tanah. Terutama pembangunan bendungan
yang cakupannya menjangkau areal relatif luas.

 Batuan dan tanah merupakan bahan/material atau unsur utama untuk


pembangunan bendungan, terutama bendungan urugan.

 Batuan dan Tanah adalah bagian dari kulit bumi, yakni suatu planet yang aktif,
dinamik dan selalu berubah dari waktu ke waktu melalui proses geologi.

1.1.2 Latar Belakang Sejarah.

Sejarah pembangunan bendungan mencatat bahwa pada awalnya tanah dan


batuan dianggap sebagai obyek yang bisa dimanipulasi sekehendak hati sesuai
kemauan perencana (designer) tanpa memperhatikan dampak dan akibat
sampingannya. Namun peristiwa kegagalan bendungan-bendungan berikut ini
membantah anggapan di atas, antara lain adalah:

 Keruntuhan Fork Site Dam di Kalifornia, USA pada tahun 1933. Batuan
fondasi yang tersingkap dipermukaan berupa batu granit. Walaupun keras,
utuh serta strength-nya tinggi, namun setelah penggalian ternyata dijumpai
”shatered zone” (zona alterasi akibat proses hidrotermal) yang mudah
hancur dan lunak yang menyebabkan tejadinya longsoran besar-besaran
sehingga pembangunannya terpaksa dihentikan/dibatalkan.

 Keruntuhan Bendungan busur Malpaset di Perancis Selatan pada tahun


1959 dan menelan korban 344 orang meninggal. Keruntuhan disebabkan
oleh tersaturasinya lempung pengisi retakan batuan (seams) di bukit
tumpuan, kemudian tererosi akibat tekanan hidraulik dan mengakibatkan
terjadinya pergeseran. Penting untuk dicatat bahwa lebar retakan yang terisi
lempung (seams) hanya berkisar antara 10 s/d 20 mm saja.

1
 Bencana keruntuhan bendungan serupa kasus Malpaset di atas pernah
menimpa bendungan beton St. Francis di Kalifornia, USA pada tahun
1928, yakni 2 tahun setelah pelaksanaan konstruksinya (1926) dan menelan
korban 426 orang meninggal. Penyebab bencana adalah melemahnya zona
sesar dan konglomerat di tumpuan kanan yang sebagian tersemen oleh
gipsum yang mudah larut di dalam air.

 Kegagalan bendungan Baldwin Hills Reservoir di Los Angeles, Kalifornia


USA, pada tahun 1963. Korban meninggal 5 orang serta $ 15 juta amblas.
Penyebabnya adalah amblesan yang terjadi pada tubuh bendungan akibat
melemah dan bergesernya bidang sesar yang menimbulkan gaya tarik
(tensile force) antara tubuh bendungan dengan bukit tumpuan sehingga
terjadilah retakan-retakan yang semakin melebar.

 Vaiont Dam, Italia, 1963. Longsoran besar terjadi di kolam waduk. Over
topping atau limpasan yang terjadi (setinggi 100 m) tidak meruntuhkan
bendungan bertipe busur-beton ini, namun korban meninggal 3000 orang
serta kerusakan fisik lainnya di daerah hilir bendungan.

 Di Indonesia antara lain adalah:

o Bendungan Batu Tegi di Lampung, longsoran terjadi pada bukit


tumpuan kiri saat penggalian koluvial dan menyebabkan elastic
rebound pada batuan fondasi yang terdiri atas batu sekis.

o Longsoran serupa dengan kasus bendungan Batu Tegi adalah


longsoran yang menimpa Proyek Pembangunan Bendungan
Jatigede, yang saat ini sedang dibangun (Foto: 1 dan Foto: 2)

2
Foto: 1 Longsoran yang terjadi akibat “elastic rebound” setelah peng-
galian fondasi sarana olah raga (bendungan Jatigede, Cirebon)

Foto: 2 Longsoran yang terjadi akibat “elastic rebound” setelah peng-


galian fondasi sarana olah raga (bendungan Jatigede, Cirebon)

o Bendungan Rakawatu dan Bendungan Lokojange, keduanya di


P.Sumba (Indonesia). Bendungan Lokojange akibat kebocoran pada

3
dasar kolam waduk yang tda. karstic limestone. Bendungan
Rakawatu akibat kebocoran pada dinding kolam waduk yang terdiri
atas batu gamping (Gambar: 1)

o Bendungan Lodan di Kabupaten Rembang (Jawa Tengah,


Indonesia). Keruntuhan bendungan akibat rembesan air waduk lewat
lapisan pasir-kwarsa di bawah saluran pelimpah.

KASUS BENDUNGAN LOKOJANGE & RAKAWATU, P.SUMBA


bendungan Lokojange
penampang melintang tebing waduk
bendungan Rakawatu

batu gamping 100 m

dolina RUBBER SHEET

mata air RIP RAP

breksi - tuff batu gamping


batas genangan waduk

KETERANGAN: Batu gamping


tda. perlapisan batu gamping lunak dan keras

DAR’ 09

Gambar: 1-1 : Kebocoran pada dasar dan dinding kolam


waduk ytda. batu gamping

1.2 Tujuan Pembelajaran

Dari latar belakang fakta dan sejarah di atas, pengalaman dan pembelajaran
yang dapat kita peroleh antara lain sebagai berikut:

 Bahwa bencana akibat kegagalan pembangunan bendungan semata-mata


bukan disebabkan oleh lemahnya desain dan mutu konstruksi yang di bawah
standar, akan tetapi lebih dikarenakan oleh desain dan konstruksinya yang
tidak memerhatikan, bahkan mengabaikan kondisi geologi/geoteknik setempat.

 Bahwa sebagian kegagalan pembangunan bendungan juga disebabkan oleh


akibat sampingan berupa peristiwa geologi yang tidak terduga/diperhitungkan

4
sebelumnya yang justru diakibatkan/dipicu oleh pembangunan bendungan itu
sendiri.

Oleh karena itu, kondisi geologi teknik merupakan faktor penting yang
sangat berpengaruh dan perlu dipertimbangkan dalam setiap tahap
pembangunan, terutama didalam pembangunan bendungan. Tidak hanya
menentukan karakter dan watak batuan fondasinya, kondisi geologi juga
mengisyaratkan tersedia tidaknya material konstruksi dari segi kualitas
maupun kuantitasnya.

Dari catatan dan pemantauan Gruner (1962), peristiwa kegagalan/keruntuhan


bendungan yang terjadi selama ini dikarenakan oleh faktor-faktor sbb:

o Keruntuhan/kerusakan batuan fondasi 40% (unsur?)


o Pelimpah kurang/tidak memadai 23% ?
o Kualitas konstruksi 12% ?
o Amblesan yang tidak merata 10% ?
o Tekanan air pori berlebihan 5% ?
o Longsoran 2% ?
o Kualitas material 2% ?
o Kesalahan operasional 2% ?
o Lain-lain, termasuk perang dan gempa bumi 4% ?

Dewasa ini geologi/geoteknik menjadi bagian penting yang tak


terpisahkan dari setiap konstruksi sipil teknik, terutama pembangunan
bandungan. Kontribusi geologi dimulai sejak tahap desain, pelaksanaan
konstruksi bahkan sampai ke tahap operasi dan pemeliharaannya. Hal ini
bukan semata disebabkan oleh kenyataan di atas, namun oleh pola pikir
geologi yang dasar analisisnya selalu melibatkan unsur ruang dan waktu
dengan mengakomodasikan hukum sebab akibat. Oleh karena itu, pemahaman
mengenai pentingnya unsur geologi didalam setiap pembangunan bendungan
perlu disadari, antara lain melalui kursus-kursus dan pelatihan.

5
Catatan: Kondisi Geologi/Geoteknik di suatu lokasi proyek (site) dapat didalami
melalui WWW.Geologi.com dan http://WWW.Geotek.co.id ( ??
)

1.2 GEOLOGI DAN GEOLOGI TEKNIK

1.2.1 Istilah dan Pengertian

Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi dengan segala seluk-beluknya


yang secara praktis sebatas kajian pada kerak bumi (earth crust). Seluk-beluk di
sini mencakup asal-usul dan genesanya, jenis dan komposisi material penyusunnya
berikut peyebaran dan distribusinya, struktur serta proses dan perubahan-
perubahan yang terjadi. Dengan demikian, geologi merupakan gabungan antara
ilmu dan seni yang selalu melibatkan unsur ruang dan waktu serta hukum sebab-
akibat.

Geologi Teknik atau Engineering Geology adalah ilmu terapan dari


Geologi di dalam Teknik Sipil yang mempelajari hubungan dan pengaruh geologi
terhadap pekerjaan2 konstruksi (engineering practice). Untuk itu, geologi teknik
selain mempelajari geologi itu sendiri, juga mengkaji sifat (character) dan watak
(behaviour) dari pada material penyusun kerak bumi, terutama kaitannya dengan
konstruksi sipil yang direncanakan.

Geoteknik atau Geotechnic adalah cabang dari teknik Sipil yang


menerapkan/mengaplikasikan geologi di dalam setiap tahap pekerjaan/kegiatan
konstruksi yang direncanakan, mulai dari tahap Desain, pelaksanaan Konstruksi
sampai dengan tahap Operasi dan Pemeliharaan.

1.2.2 Proses Geologi, Gaya Eksogen Dan Endogen

Proses geologi terjadi akibat gaya Eksogen dan Endogen. Akibat gaya-gaya
Endogen dan Eksogen, bumi kita selalu berubah dari waktu ke waktu. Kondisi
geologi di suatu tempat seringkali bahkan selalu berbeda dengan di tempat lain,
meskipun dalam beberapa hal bisa dikorelasikan.

Gaya endogen yang ditimbulkan oleh arus konveksi pada lapisan mantel
(akibat rotasi dan revolusi bumi) menyebabkan terjadinya pergerakan pada kerak
bumi (continental drift) sehingga kulit bumi terpecah-pecah dan terbagi-bagi

6
menjedi lempeng-lempeng (plate) yang saling berdesakan dan/atau berjauhan
(plate tectonic). Proses ini mengakibatkan terjadinya retakan-retakan pada
kulit bumi (joints), terlipat-lipat (folding) bahkan terpatahkan/tersesarkan
(faulted). Lihat Gambar: 1-2

Gaya eksogen yang berasal dari luar bumi, terutama oleh pengerjaan iklim
yang dikendalikan oleh matahari, mengakibatkan terjadinya proses pelapukan
pada batuan, mekanik maupun kimiawi. Batuan yang semula masif (padu), keras
dan pejal menjadi lunak, pecah-pecah bahkan hancur dan urai menjadi tanah. Yang
semula kedap-air (impermeable) menjadi lulus-air (permeable) dan/atau
sebaliknya.

Proses geologi berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan,


bertahap dan berulang dalam waktu yang relatif lama di dalam suatu “laboratorium
alam”, secara kontinyu mengubah rona atau morfologi muka bumi, merusak dan
menghancurkan batuan yang ada dan sekaligus membentuk batuan baru serta
menciptakan struktur kulit bumi dengan sifat fisik-mekanik yang sangat
kompleks. Proses geologi berlangsung secara kontinyu dan berulang, mengikuti
suatu daur yang disebut daur geologi.

1.2.3 Daur Geologi

Daur geologi berlangsung serentak di planet bumi, namun tidak sama di


berbagai tempat. Daur geologi terdiri atas berbagai daur, yakni daur petrologi,
daur tekto-geomorfik dan daur hidrologi. Kesemuanya sebagai akibat dari
pengerjaan kombinasi gaya antara gaya Endogen dan Eksogen dengan dominansi
yang berbeda.

a. Daur Petrologi – Tektonik-Petrologik (Gambar: 1-3a dan 3b):


Terutama akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi:

- di Permukaaan bumi; terutama proses pelapukan dan erosi

7
Gambar: 1-2 - Blok Diagram menggambarkan “plate tektonik”

- di Perut bumi; terutama proses pembentukan dan struktur batuan baru


- di Air; lautan, danau, dll.: terutama proses sedimentasi

b. Daur Tekto-Geomorfik (Gambar: 1-4): Terutama oleh pengerjaan


(proses) kombinasi antara gaya Eksogen dan gaya Endogen.

c. Daur Hidrologi (Gambar: 1-5); merupakan daur terutama didominasi atau


hasil proses gaya Eksogen.

1.3 GEOLOGI DALAM TEKNIK SIPIL

Tanggapan ahli geologi dan sarjana teknik sipil (enjiner) terhadap


“masalah/hal yang sama” memang berlainan. LEGGET (1983) menyatakan bahwa
bagi seorang enjiner (T.Sipil) yang terpenting adalah “Apa yang ada ?”...........dan
kemudian . . . . “bagaimana mengubahnya untuk kepentingan rencananya”.
Sedangkan seorang ahli geologi selalu memasukkan unsur-unsur ruang dan waktu
didalam penilaiannya. Dari analisisnya ahli geologi dapat menafsirkan kesukaran-
kesukaran yang mungkin dapat dijumpai atau akan timbul kelak, sedangkan
seorang enjiner ialah mencari cara atau jalan bagaimana mengelola dan mengatasi
kesukaran-kesukaran tadi.

8
Seperti diuraikan pada butir 1.2.2 dan 1.3.1, “hal yang sama” di atas didekati
dari dua arah yang berbeda dengan melahirkan ilmu terapan yang “berbeda namun
sama”, yakni Geologi Teknik dan Geoteknik. Mengingat bobot pendekatan yang
berbeda serta pengalaman dan kenyataan yang ada bahwa “alam tidak bisa
diperkosa” dan harus dikelola sesuai dengan sifat-sifat alaminya, maka di dalam
setiap pembangunan terutama bendungan, seorang enjiner harus bekerja sama
dengan ahli geologi.

9
(a) DAUR PETROLOGI GAYA EKSOGEN

(Pelapukan) UDARA
DARATAN
(E r o s i)
(Gerak tektonik)
(transport)

Bat.Beku LAUT/AIR

Magma (pengendapan)
(Peleburan/Pelelehan)

(Sementasi+Litifikasi)

Bat. Metamorf (Metamorfisme) Bat. Sedimen

GAYA ENDOGEN
(b) DAUR PETROLOGI

MAGMA

BATUAN SEDIMEN BATUAN BEKU BATUAN METAMORF

Gambar: 1-3a dan b Daur Petrologi – Tektonik Petrologik

 TEKTO-GEOMORFIK
PENGANGKATAN (OROGENESA): PELAPUKAN & EROSI  AGRADASI 
DEGRADASI  PENEPLAIN

PENURUNAN : SEDIMENTASI

Gambar 1-4: Daur Tekto – Geomorfik

10
DAUR HIDROLOGI
AWAN
HUJAN

(evapotranspirasi)

Aliran PermukaanInfiltrasi/Meresap

Mata Air Perkolasi

Gambar 1-5: Daur Hidrologi

11
II GEOMORFOLOGI

2.1 Istilah dan Pengertian

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi keadaan


serta sifat-sifat bumi berdasarkan bentuk-bentuk permukaan (morfologi) bumi atau
disebut juga sebagai ilmu bentang alam (landscape). Hal ini berdasarkan pada
kenyataan bahwa kondisi geologi suatu tempat erat kaitannya atau seringkali
tercermin dari morfologinya. Jika hanya cukup untuk mengenal (identifikasi) bukit
dan lembah, bentuk sungai dan lajur perbukitan, ngarai dan dataran dsb.-nya tentu
saja tidak diperlukan keahlian khusus. Akan tetapi untuk menafsirkan hubungan
antara kenampakan-kenampakan di atas dengan kondisi geologi di bawahnya sudah
barang tentu memerlukan keahlian dan pengalaman yang memadai. Interpretasi
tersebut antara lain didasarkan pada bentuk dan orientasi perbukitan; pola, bentuk
dan kerapatan sungai; pelurusan (liniament), gawir (escarpment), dan lain-lain.
Gambar: 2-1, 2-2 dan Gambar: 2-3 di halaman berikut adalah contoh ekspresi
morfologi kaitannya dengan kondisi geologi di bawahnya. Sedangkan Tabel: II-1
adalah klasifikasi morfologi (topografi) untuk keperluan / kaitannya dengan desain
bendungan.

Morfologi suatu daerah biasa diekspresikan/digambarkan dengan peta


topografi, sedangkan pengamatan dan interpretasinya bisa dilakukan lewat peta
topografi dan/atau foto udara. Mengingat fungsi strategisnya, maka peta topografi
atau peta kontur harus dibuat/digambarkan secara seksama dengan skala yang
memadai tergantung kerincian yang diinginkan dan peruntukannya (lihat Tabel:
II-2).

Peta Topografi seringkali disebut peta kontur (contour map) karena bentuk
rupa muka bumi digambarkan/diwakili dengan garis-garis kontur, yakni garis
yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian (elevasi) yang sama. Beda tinggi
(elevasi) antara dua kontur yang berurutan disebut interval kontur yang biasanya
sebesar 1/2000 x skala peta. Beda tinggi atau interval kontur juga bisa
diketahui dari indeks kontur, yakni kontur yang dicetak tebal dan dilengkapi
dengan angka yang menunjukkan ketinggian atau elevasinya.

12
Dataran Pantai Perlapisan Horisontal

Struktur Perlipatan Kubah (Dome)

Blok Sesar Batuan Kristalin Homogen/Padu

Kompleks Struktur Vulkan/Pegunungan

Gambar: 2-1 Ekspresi topografi (morfologi) kaitannya dengan kondisi geologi di


bawahnya
2.2 Sekilas tentang Foto Udara

Mengingat kendala vegetasi dan/atau kondisi sungai bila dilakukan


pengukuran langsung di lapangan, dewasa ini pembuatan peta topografi atau
peta kontur

13
biasa dilakukan dengan bantuan foto udara, kemudian dibuat peta
topografi berdasarkan sifat “paralax”-nya, yakni pergeseran semu daripada
suatu titik pada

(a) Kombinasi pola Trellis-


Centripetal – Karst; dijumpai pada suatu komplekgeologi
danstruktur.Pola
trellis
menunjukkanadanya seri
sesar sejajar pada selang- seling batuan keras – lunak, sedangkan Centripetal – K
depressi (penurunan)

(a) Pola Trellis - Centripetal - Karst


(a) Pola Deranged

(b) Pola Paralel (Sejajar); me- nunjukkan kemiringan lereng yang dikontrol oleh kond
luas (lokal-lokal).

(b) Pola Paralel (Sejajar)

Gambar: 2-2 Contoh pola aliran sungai kaitannya dengan kondisi geologi

potret udara yang berdampingan. Dengan mengitung paralax suatu titik dengan
menggunakan “paralaxbar”, maka timbulan atau cekungan pada daerah yang
diamati dapat dihitung dan digambarkan.

14
Pola Trellis; struktur perlipatan dengan seri sesar 2 seja
Pola Dendritic; resistensi seragam, kontrol
struktur kurang (relatif horisontal)

Pola Tegak Lurus (Rectangular); dikon- trol oleh pola sesar


Pola dan kekar
Radial; ciri struktur kubah (dome)
atau gunung/bukit

Gambar 2-3: Jenis-jenis pola aliran sungai dan kontrol geologi

15
Klas Sub-Klas Keterangan Pertimbangan untuk desain
Puncak sedang Relief dan lereng landai di pegunungan yang Pelapukan tebal, kemunginan se-bagai
dikelilingi oleh lereng curam lokasi borrow area
Kemiringan sayap/ diselingi bagian-bagian cembung, depressi, Perlu diwaspadai, kemungkinan daerah
lereng sedang kadang datar, berundulasi longsoran
Merupakan bdg.erosi pada permukaan batuan Perhatian khusus thd. intensi-tas
Lereng curam vulkanik lapuk di daerah vulkanik pelapukan pada batuan non-vulkanik.
Problem utk.fondasi
Daerah
Kemiringan lereng ± 35o Hati-hati thd. kemungkinan bidang
pegunung longsoran
an/perbuk Lembah antar pegugunungan/perbukitan Kemungkinan adanya sesar di
Lembah
itan sepanjang pelurusan lembah
Talus Hasil longsoran batuan lapuk pada kaki lereng Tidak stabil sebagai fondasi
terjal bendungan
Kenampakan khusus Daerah longsoran, runtuhan, gelinciran Tidak cocok untuk fondasi. Di daerah
genangan perlu diketa-hui skalanya

Bidang erosi pada lapisan batuan hori-sontal, Rongga-rongga pada dataran lava,
Dataran Daerah pedataran, dataran banjir yang telah meng-alami sedimen piroklastik, batu gamping.
tinggi dataran teras pengangkatan Intensitas pelapukan batuan di bawah
teras
Aluvial Dataran banjir, tertutup endapan sungai Kurang terkonsolidasi, sangat lulus air.
Kurang cocok untuk fondasi

Pedataran di dasar Lembah memanjang tertutup sedimen hasil Perlu diwaspadai topogafi dan struktur
Dataran lembah erosi geologi batuan di bawahnya
rendah
Kipas aluvial Topografi berbentuk kipas pd. pertemuan Sangat lulus air, problem untuk
dataran rendah dgn.bukit fondasi.
Sumber mate-rial kerikil dan pasir

Tabel: II – 1 Klasifikasi morfologi (topografi) kaitannya


dengan desain bendungan

Manfaat penting potret udara antara lain adalah:

 pembuatannya cepat dan relatif lebih murah dibandingkan dengan


pengukuran langsung di lapangan

 cakupannya luas dan 3-D sehingga memudahkan interpretasi karena


hubungan antara gejala yang diamati dengan kondisi di sekelilingnya sangat
jelas(comparable).

16
Skala Peta Peruntukan

Peta dasar untuk investigasi awal

1 : (10.000 ~ 50.000) (reconnaissanse), penentuan alternatif


lokasi proyek

1 : (1.000 ~ 10.000) Peta dasar untuk investigasi rinci

1 : (1.000 ~ 5.000) Peta dasar untuk pembuatan desain

Peta dasar untuk tahap konstruksi, data


nyata yang dijumpai selama pelaksanaan
1 : (50 ~ 1.000)
konstruksi, komparasinya dengan data
investigasi

Tabel: II-2 Skala peta topografi untuk investigasi sesuai peruntukannya

Selain itu, interpretasi foto udara juga sangat membantu dalam pembuatan
peta geologi, terutama untuk lokasi-lokasi yang sulit diijangkau akibat topografi
maupun vegetasi, kemudian “tinggal” dilakukan checking di lapangan. Unsur-unsur
yang bisa diidentifikasi di dalam interpretasi foto udara di dalam pemetaan geologi
adalah seperti pada Tabel: II-3

2.3 Proses dan Daur Geomorfologi

Seperti diuraikan pada butir 1.2.2 bahwa akibat gaya eksogen dan endogen,
bumi kita bersifat dinamis dan selalu berubah dari waktu ke waktu melalui suatu
proses yang panjang (lama) dan secara umum disebut proses geologi. Proses
geologi yang tergolong proses geomorfik adalah agradasi dan degradasi yang
diakibatkan oleh pengangkatan,
pelapukan dan “litifikasi”, yang diikuti dengan erosi dan pengendapan(sedimentasi).
Proses geomorfik ini berlangsung secara bergantian dan berkesinambungan
mengikuti suatu daur “tektonik – geomorfik” (lihat hal-11).

17
 Pengelompokan tanah dan batuan berdasarkan karakteristika foto
(tone dan tekstur) serta ekspresi morfologi dan posisi topografi
 Delineasi batas tanah penutup dengan massa batuan di bawahnya
 Identifikasi proses geodinamik (longsoran, gawir, amblesan, dll.)
 Anotasi struktur geologi, kondisi geohidrologi dan vegetasi’
 Identifikasi:
 Lintasan survai untuk check lapangan
 Lokasi dan aksesibilitas singkapan untuk observasi rinci dan
pengambilan sampel
 Lokasi alternatif bendungan, rute relokasi jalan, batas
genangan waduk
 Bangunan-bangunan buatan manusia (artificial/man made
structures)
T Lokasi-lokasi borrow area dan quarry area

Tabel: II-3 Unsur-unsur yang dapat diidentifikasikan lewat interpretasi foto udara

18
SURVAI & INVESTIGASI

Inv. Permukaan Inv. Bawah Permukaan

Pemetaan Geologi Observasi Singkapan Geofisik Pemboran Bor Tangan Penggalian

Sampling + Pengujian

Bor Putar Bor Tumbuk Galian Uji Terowong Uji

Sampling Lapangan Uji Insitu

Uji Insitu UlirKupu-kupu Paritan Uji


Seismik, Resistivity, Sonik, Elektrik -
Logging, Magnetik, Graviti

Lain-Lain Inti Bor Logging & Sampling Uji Insitu

Uji Laboratorium: Uji Indeks, Uji Kinerja (sifat


fisik dan mekanik)

Tabel: II-5 : Organisasi / Jalur Survin Geoteknik ( modifikasi dari Fookes, 1967)
TABEL -

1
III. BATUAN dan TANAH

3.1 Istilah dan Pengertian

Batuan adalah istilah umum dari segala material padat penyusun kulit bumi,
terutama ditinjau berdasarkan genesanya, yakni batuan beku, batuan sedimen, dan
batuan metamorf. Batuan dari jenis tertentu disebut batu, misalnya: batu pasir,
batu lempung, batu gamping, batu andesit, batu sabak, dll. Dari sudut geoteknik,
batuan atau batu adalah segala jenis material yang penggaliannya hanya bisa
dilakukan dengan bantuan alat mekanik dan/atau blasting.

Batuan induk yang semula pejal dan keras selain mengalami pelapukan fisik
juga deformasi akibat gerak tektonik sehingga retak-retak bahkan pecah-pecah.
Penetrasi air (larutan) ke dalam retakan mempercepat terjadinya proses
pelapukan kimiawi yang kompleks. Kedua proses pelapukan alami di atas,
intensitasnya bisa meningkat oleh pengerjaan atau ulah manusia maupun binatang
yang disebut dengan pelapukan organik.

Proses pelapukan berlangsung secara bertahap namun kontinyu. Berawal dari


pelapukan ringan (slightly weathered = SW), pelapukan sedang (moderatly
meathered = MW), pelapukan lanjut (highly weathered) dan akhirnya mengalami
pelapukan sempurna (completely weathered = HW) membentuk berbagai jenis
tanah (soil) dari berbagai ukuran dengan sifat fisik-mekanik yang berbeda. Tabel
III-1 adalah klasifikasi tingkat pelapukan yang biasa digunakan terkait dengan
perencanaa/pembangunan bendungan.

Batuan induk pada umumnya tertutup oleh material penutup (surficial


deposits) hasil desintegrasi dan pelapukan batuan itu sendiri dan/atau batuan lain
(transported deposits). Batuan induk yang tersingkap akibat penutupnya
terpindahkan (tererosi, dll) disebut singkapan (out crops).

3.2 Batuan

3.2.1 Mineralogi Batuan

Batuan tersusun atas mineral-mineral, yakni bahan anorganik alami


yang

2
Tabel III-1: Derajat Pelapukan Batuan, Indikasi, Sifat-sifat dan Peruntukan

2
mempunyai struktur dan komposisi kimiawi tertentu yang disebut atom. Susunan
atom-atom yang membentuk struktur tertentu dinamakan kristal sehingga mineral
yang kristalisasinya sempurna mencerminkan struktur atomnya.

Identifikasi mineral batuan bisa dilakukan secara megaskopik dengan bantuan


lensa genggam (hand lens). Namun identifikasi secara tepat memerlukan metoda
analitik dengan membuat sayatan pipih dan tipis hingga tembus cahaya agar bisa
diidentifikasikan dengan menggunakan mikroskop.

Sifat fisik mineral bisa ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
warna torehannya, kekerasan, bidang belahan dan retakannya, kilat (luster), bentuk
kristalnya dan lain-lain. Namun didalam praktek, identifikasi di lapangan yang
seringkali digunakan adalah mengkaji kekerasan atau hardness-nya dan
membandingkannya dengan Skala Mohs, sbb:

Mineral Contoh Identifikasi lapangan Kekerasan

Talk dapat ditorehkan di atas kain 1


Gipsum bisa digores dengan kuku jari 2
Kalsit bisa digores dengan uang tembaga 3
Fluorite - 4
Apatite bisa digores dengan pisau saku/pemes 5
Ortoklas dapat menggores kaca jendela 6
Kwarsa tak dapat digores dengan baja 7
Topaz - 8
Korundum bisa menggores segala metal,kecuali intan 9
Intan bisa menggores semua benda,kecuali intan 10

Sedangkan gambaran mengenai skala Mohs secara grafis ditunjukkan pada


Gambar: 3-1 di hal.25.
3.2.2 Batuan dan Penggolongannya
Dari sudut geologi, penggolongan batuan penyusun kerak bumi didasarkan
kepada genesanya yang secara alami terdapat 3 (tiga) kelompok besar batuan,

2
yakni batuan beku, batuan sedimen atau batuan endapan dan batuan metamorf
atau batuan malihan (Tabel: III-2)
a) Batuan Beku
Batuan beku dianggap sebagai muasal batuan dan dihasilkan dari proses
pendinginan atau pembekuan magma yang secara alami bersifat kental, pijar dan
panas. Jenis-jenis batuan beku yang terbentuk tergantung kepada cepat-lambatnya
proses pembekuan dan lokasi pembekuannya. Kedua faktor tersebut
menentukan tekstur batuan beku

Gambar: 3-1 Gambaran grafis skala kekerasan Mohs

yang terbentuk dan digunakan sebagai dasar penggolongan batuan beku seperti
terlihat pada Tabel: III-3 dan Tabel: III-4
Dalam perjalanannya ke permukaan bumi, magma menerobos atau
mengintrusi batuan-batuan di sekitarnya dan seringkali membeku sebelum
mencapai permukaan bumi dan disebut batuan beku intrusif. Magma yang

2
mencapai dan membeku di permukaan bumi di sebut batuan beku ekstrusif. Bila
intrusinya sejajar bidang perlapisan disebut “sill” dan yang memotong bidang
perlapisan disebut “dyke”(Gambar: 3-2). “Laccolith” dan “phacolith” adalah
jenis-jenis intrusi minor, sedangkan yang tergolong intrusi mayor disebut
“batholith”.

Jenis Batuan  Bat. Beku Bat. Sedimen Bat. Metamorf

Kristalisasi dari Akumulasi Rekristalisasi akibat P


Genesa pembekuan material hasil dan/atau T yang tinggi
magma erosi

Lingkungan / Lokasi Di dalam (intrusif) Terutama Terutama di bagian


pembentukan dan di permukaan pengendapan di dalam perut bumi
tanah (ekstrusif) dasar laut

Mosaik, jalinan Sementasi Mosaik, jalinan antar


Tekstur antar kristal antar pecahan kristal
butir

Masif, tak Orientasi kristal akibat


Struktur Primer Berlapis
berstruktur tekanan tinggi

Bervariasi, umumnya
Bervariasi,
tinggi. Orientasi kristal
Kuat batuan Tinggi dan merata umumnya
dapat memperlemah
rendah
batuan

Batu pasir, batu Batu sekis, batu sabak,


Batuan utama Granit, Basalt gamping, batu batu marmer
lempung

TEKSTUR MIKRO

Tabel: III-2 Ciri-ciri umum jenis-jenis batuan

2
Gambar: 3-2 Bentuk-bentuk intrusi “sill” dan “dyke”

Magma yang proses pembekuannya relatif lambat seperti pada batuan intrusif,
kristalisasinya berlangsung sempurna (holocrys-taline) sehingga kristal yang
terbentuk relatif besar-besar. Sedangkan kristal yang terbentuk pada batuan beku
ekstrusif, kristalnya kecil-kecil bahkan ada yang tak sempat mengkristal (amorf)
seperti pada batu-gelas (obsidian) dan Pumice (batu apung).

Sifat fisik-mekanik batuan beku yang perlu diperhatikan kaitannya dengan


geoteknik adalah:

 Umumnya keras, pejal dan masif dengan strength serta durabilitas yang
tinggi. Uji palu menghasilkan suara nyaring, bahkan seringkali menimbulkan
percikan api sehingga disebut sound rock. Namun seringkali mengandung
sistem retakan, kekar bahkan sesar yang menyebabkan terjadinya zona
alterasi mineral-mineral(shatered zone) akibat proses hidrotermal dan
memacu proses pelapukan yang sangat variatif dan intensif. Oleh karena itu,
observasi lapangan perlu kajian mendalam (ingat kegagalan pembangunan
”Fork Site Dam” di Kalifornia, USA pada 1933).

 Batu beku basa segar pada umumnya berwarna abu-abu muda sampai hitam
kelam. Semakin asam warnanya semakin cerah

2
 Batuan beku ultra basa (peridotit, dunite, dll) relatif rentan terhadap
pelapukan. Lapukan batuan beku basa yang tidak terdrainase secara baik
akan menghasilkan mineral montmorillonite yang bersifat ekspansif

Nama Batuan Genesa Bentuk Pendi- Butiran Ukuran


nginan
Rhyolite Andesite Basalt Ekstrusif Lava Cepat Halus < 0,1 mm
Intrusi Dyke,
Porphiry - Dolerite Sedang Sedang 0,1 – 2 mm
kecil Sill
Intrusi Batho-
Granit Diorite Gabbro besar Pelan Kasar >2 mm
lith
70 % 52%-66% 45%-50% Kandungan Silika
Diferensiasi Magma:
Asam Intermed. Basa Klasifikasi
Kental Cair Kekentalan Magma Magma Basaltik (Basa)
Eksplosif Lelehan Sifat Gunung Api
Magma Andesitik (Intermediate)
3% 12% Kandungan besi
10% 50% Mineral Mafik Magma Rhyolitik (Asam)

Cerah Gelap/Kelam

Tabel: III-3 Klasifikasi batuan beku secara umum

 Perlu kajian mendalam dan seksama mengenai bidang kontak dan/atau


kontak aliran dengan batuan yang diterobos, ada tidaknya scoria (lubang-
lubang gas), ada tidaknya struktur amorf (gelas/kaca), dan cacat-cacat
(defect) lainnya seperti sheared zone, shatered zone, alteration zones, dll.

b) Batuan Sedimen

Adalah kelompok batuan yang pembentukannya mengalami proses


transportasi lewat suatu media, air dan/atau udara, kemudian diendapkan
pada suatu tempat dengan lingkungan pengendapan yang berbeda. Seiring
dengan perjalanan waktu, sedimen-sedimen baru ini mengalami proses sementasi
dan litifikasi membentuk batuan sedimen yang padu.

2
GRUP  BATUAN BEKU ASAM BATUAN BEKU INTERMEDIATE BB. BASA BB. ULTRA B.
Fam bat. 
Tekstur GRANIT GRANODIORIT SYENIT DIORIT GABBRO ULTRA BASA

Peridotit
Kasar (> 2 mm) Granit Granodiorit Syenit Diorit Gabbro Norit Pyroksenit
Serpentenit
Medium (0,1 – Mikro Grano- Dolerit
Mikro Granit Mikro Syenit Mikro Diorit Picrite
2,0 mm) diorit (Diabas)
Halus (< 0,1
Rhyolit Dasit Tracyt Andesit Basalt Limburgit
mm)
Tuff (< 4,0 mm)
Klastik Agglomerat (> 4,0 mm)
Kndgn. Silikat (berkurang)
Warna Cerah Kelam/Gelap
Tabel: III-4 Klasifikasi Batuan Beku

2
b.1 Batuan Sedimen Klastik

Adalah batuan sedimen yang transportasi partikel-partikelnya lewat media air


sehingga mengalami proses desintegrasi, sortasi, dan integrasi, baik fisik
maupun kimiawi, sehingga dapat berupa campuran/kumpulan fragmen-fragmen
batuan lain yang telah ada sebelumnya (batuan sedimen, beku dan metamorf).

Sedimen klastik seringkali tercirikan oleh strukturnya yang berlapis dan tak
jarang yang mengandung fosil tumbuhan atau binatang yang mengindikasikan
masa dan lingkungan pengendapannya.

b.2 Batuan Sedimen Non-Klastik

Terbentuk dari proses kimiawi, hasil kegiatan organisme atau hasil proses
penguapan. Di antaranya adalah batu gamping koral, travertyn atau tufa, chalk,
evaporite, dll. Secara geoteknik, sifat fisik-mekaniknya kurang/tidak memadai.
Klasifikasi umum batuan sedimen bisa dilihat pada Tabel: III-5.

b.3 Batuan Sedimen Piroklatik

Merupakan akumulasi pecahan batuan vulkanik padat yang terlempar keluar (ke
udara) sewaktu terjadi letusan gunung berapi, termasuk di dalamnya adalah lava
yang mengeras, batuan vesikuler dan batu apung. Mengingat media transportasinya
lewat udara, sifat-sifat batuan piroklastik sangat bervariasi ke arah lateral maupun
vertikal, mulai dari yang bersifat seperti tanah dengan kepadatan yang sangat
rendah hingga mudah runtuh, sampai yang berupa batuan padat dan padu yang
sangat keras.

Ditinjau asalnya dari erupsi/letusan gunung berapi (vulkan) serta media


transportasinya bisa lewat udara, air atau keduanya, batuan piroklastik seringkali
diklasifikasikan tersendiri sebagai batuan vulkanik. Contoh batuan piroklastik
adalah abu-vulkanik (yang telah mengeras disebut tuff),lapilli dan bom (kelompok
yang telah mengeras dinamakan agglomerat).

Ciri-ciri dan sifat batuan sedimen sebagai berikut:

2
A. Batuan Klastik B. Batuan Non-Klastik
1. Rudaceous: berbutir Kasar > 4,0 mm 1. Batuan Karbonat,
 Konglomerat, fragmen bundar + terutama tersusun dari kalsit
 Breksi, fragmen runcing/menyudut + Batu Gamping, batu Koral, Dolomit
2. Arenaceous: berbutir sedang 0,06 – 2 mm 2. Non Karbonat
 Batu Pasir, Greywacke, Arkose SS + Flint & Chert, travertyn
3. Argillaceous: Berbutir halus < 0,06 mm + Gambut dan batu-bara
 Batu Lanau, batu Lempung + Garam, Gypsum, evaporite; batu
mono-mineral yang terbentuk dari
evaporasi air

Tabel: III-5 Klasifikasi Umum Batuan Sedimen

 Pada umumnya berstruktur perlapisan yang dapat memperlemah kekuatan


massa batuan (rock mass strength). Orientasi dan geometri bidang perlapisan
sangat penting untuk diketahui

 Strength-nya sangat bervariasi. Yang lebih tua umurnya pada umumnya


lebih padu dan keras akibat proses litifikasi dan sementasi

 Perlu dikaji ada tidaknya lapisan-lapisan yang mudah larut seperti gypsum,
anhydrit, batu gamping, dolomit, dll.

 Batuan sedimen Pyroklastik seringkali digolongkan sebagai batuan vulkanik


dengan warna dan sifat mekanik yang sangat bervariasi

 Yang berumur muda pada umumnya lunak, heterogenitasnya tinggi serta


rapuh dan tidak stabil sehingga mudah longsor. Oleh karena itu perlu kajian
dan observasi/ investigasi yang mendalam dan seksama.

c. Batuan Metamorf

Disebut juga batuan malihan karena merupakan hasil ubahan dari berbagai
batuan yang telah ada (batuan sedimen, beku maupun batuan metamorf itu
sendiri), kemudian mengalami tekanan (P) dan/atau suhu (T) yang relatif sangat
tinggi sehingga terjadi rekristalisasi dan tertransformasi membentuk batuan
yang sama sekali baru.

2
Penambahan suhu yang relatif tinggi, selain lokasinya yang jauh di dalam
perut bumi, juga akibat pengaruh dapur magma di sekitarnya (metamorfisme
kontak/thermal). Meta-morfisme yang terjadi akibat proses kondensasi magma
yang membawa serta/mengangkut beberapa larutan kimia di dalam magma disebut
metamorfisme hidrotermal. Klasifikasi dan jenis batuan metamorf disajikan
pada Tabel: III-6.

Metamorfisme Regional mencakup daerah relatif luas di bagian bawah dari


rangkaian pegunungan yang mengakibatkan penambahan suhu dan tekanan pada
batuan di bawahnya. Mengingat genesa dan/atau lokasi terbentuknya, maka
penyingkapan atau kenampakan batuan metamorf di permukaan bumi
membutuhkan kurun waktu ratusan juta tahun. Kenampakan dan sifat fisik-
mekanik yang umum dijumpai pada batuan metamorf adalah sbb.:

 Walaupun yang masih segar pada umumnya keras dan padat sehingga sering
dikelompokkan sebagai sound rock, namun sifat fisik dan mekaniknya sangat
bervariasi, tergantung proses metamorfisme dan tektoniknya

 Marmer, kwarsit dan gneiss umumnya pejal, keras dan masif dengan strength
yang tinggi

 Batu sekis mempunyai bidang-bidang sekisan yang lemah dan mudah terbelah
serta bersifat lulus air sehingga pada umumnya relatif lunak dan mudah
longsor.Contoh adalah longsoran yang terjadi sewaktu penggalian bukit
tumpuan kiri bendungan Batu Tegi.

3.2.3 Identifikasi Batuan

a) Observasi dan Identifikasi pada singkapan batuan

Observasi singkapan (out crop) batuan mencakup unsur-unsur genetik, geometrik,


fisik dan mekanik berdasarkan pengamatan visual dan uji mekanik sederhana.
Kesemuanya dituangkan ke dalam Tabel Pencatatan Data seperti contoh pada
TABEL: III-7 tentang Identifikasi dan klasifikasi batuan paling tidak mencakup hal-
hal sbb.:

3
Ukuran UCS
Nama Malihan dari Mineral Utama Struktur Kekuatan
Butir (Mpa)
Bervariasi,
Berbagai
Hornfels Halus mika, kwarsa, seragam sangat kuat 200
jenis batuan
lempung
kuat geser
Batu lem-
Batu bidang lemah,
pung, ser- Halus s.d.a 20 - 120
Sabak belah kuat pun-
pih
tir tinggi
Basalt, ande- mika, kwarsa,
kuat geser
sit, riolit, Halus - klorit, plagio-
Sekis sekisan sangat 20 - 70
gabbro, tuff, Kasar klas, amfibol,
rendah
serpih epidote
Kwarsa,
Granit, dio-
felspar, mika,
Genes rit, riolit, Kasar foliasi kuat > 100
mafik, amfibol,
sekis mika
garnet
Campuran Kasar, Kwarsa,
batuan beku sa-ngat felspar, mika, spt. pita sangat
Migmatit > 200
dan meta- ber- mafik, amfibol (banded) kuat
morf variasi
bervaria
Kalsit,
Batu gam- si - spt. kuat – 100 -
Marmer Halus magnesium,
ping, dolomit pita sangat kuat > 200
kalsium silikat
(banded)
kuat – 100 -
Kwarsit Batu Pasir Halus Kwarsa masif
sangat kuat > 200

Tabel: III-6 Klasifikasi Batuan Metamorf

 Tingkat pelapukan (Tabel: III-1 di hal.21)


 Kekerasan/Kekuatan Batuan (Tabel: III-8 dan Tabel: III-9 di hal.36
dan 37)
 Ketebalan Perlapisan (Tabel: III-10 di hal.37)
 Jarak Antar Retakan/Kekar (Tabel: III-10), kekasaran, material
pengisi retakan
 Warna
Mineral-mineral utama dan inklusi mineral pencemar seperti gipsum, pyrite,

3
DISKRIPSI BATUAN

 PROYEK : . . . . . . . . . . LOKASI: . . . . . . . . . . . . . STATUS: . . . . . . . . . . . . .

 PENGAMAT: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . CUACA : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

 No. STASIUN/LOKASI: . . . . . . . . . . . . . . . TANGGAL. . . . . . . . . . . . . . .

 UNIT PADA PETA: . . . . . . . . . . . . . . . . . . JENIS BATUAN : . . . . . . . . . . . . . . . .

 Observasi Lapangan:

 1. Lebar singkapan/Penyebaran/Ketebalan : . . . . . m / . . . . . . m /...........m


 2. Posisi topografi : lembah, palung, teras sungai; kaki, lereng, puncak bukit, LL
 3. Kemiringan lereng : datar / landai (….o)/ curam (….o)
 4. Vegetasi : lebat / jarang / gundul
 5. Tingkat Pelapukan: Fr, SW, MW, HW
 6. Warna Segar/Lapuk: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . / . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 7. Struktur : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .Strike/Dip: . . . . . / . . . . . .
 - Perlapisan : . . . . . . . . (isi istilah sesuai Tabel: 12) . . . . . . . . .
 8. Sementasi/bahan : tak, sedikit, medium, tinggi / karbonat, silika, . . . . . . . . . . . . . .
 9. Reaksi dengan HCl.: tak / lemah / sedang / kuat
 10. Retakan/Kekar : . . . . . . (isi istilah sesuai Tabel: 12) . . . . . . . . . . . .
 - Pengisi retakan: lempung, karbonat, silikat, LL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 - Kondisi retakan: rapat, terbuka, halus, slickensides, kasar, bergelombang
 11. Kekerasan: . . . . . . . . . . ( isi istilah sesuai Tabel: 11a dan 11b ) . . . . . . . . . . .
 12. Partikel kasar : bundar / tanggung / runcing / lunak / medium / keras
 13. Mineralogi (termasuk inklusi/pencemar): . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

 14. Deskripsi batuan: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


.......................................................................

........

No. Foto/Sketch: . . . . . . . . . . . . . No. Sampel : . . . . . . . . . . . . . .

TABEL: III-7 Pokok-pokok observasi rinci dan pencatatan data

Batuan anhydrite (kalau ada), dll.

3
 Jenis/Klasifikasi Batuan
 Secara Genetik (Tabel: III-2, 3, 4, 5, 6)
 Secara Geoteknik (lihat Sub-Bab: 3.2.3 b)
 Lain-lain: orientasi perlapisan, lensa-lensa, slickensides, sisipan tipis, dll.

b) Identifikasi dan Klasifikasi Geoteknik

Identifikasi geoteknik batuan mengacu kepada konsep dasar sebagai berikut:


o Konsep dasar yang digunakan para ahli pada intinya sama, yakni
berdasarkan atas kuat massa batuan (rock mass strength).

o kombinasi antara kuat-batuan (rock material strength) dengan tingkat


kerapatan
kekar (joints intensity). Lihat Gambar: 3-3a & b.

Gambar: 3-3a
Kualitas massa batuan
kaitannya dengan metoda
penggaliannya (Franklin et al.
1971)

Gambar: 3-3b (s.d.a)

batuan(rockmaterial strength)

o Pada tahap desain awal, kuat


bisa diperkirakan secara empirik menggunakan pukulan palu geologi
atau dengan menggunakan palu standar Schmidt (standard Schmidt

3
hammer) yang sering digunakan untuk uji kekuatan beton. Pada tahap
desain rinci, parameter kuat batuan hendaknya ditentukan dengan uji
laboratorium terhadap sampel/bongkah batuan (lumps) atau inti pemboran
(core).

o Kerapatan jarak antar kekar bisa diukur secara in situ terhadap singkapan
batuan di lapangan (Tabel: III-10) atau terhadap inti pemboran (core)
yang dinyatakan dengan RQD (Gambar: 3-4).

c) Metode Klasifikasi Geoteknik

Berikut adalah beberapa contoh metoda klasifikasi geoteknik batuan yang


biasa digunakan, antara lain:

c1. Metode ITC (International Institute For Aerospace and Earth Sciences) , 1981

Dikenal juga dengan Metode Plotting Titik Sentral (Centre Point Plotting
Technique). Dikembangkan oleh Rengers and Soeters, ITC (1981), dimaksudkan
untuk penyederhanaan klasifikasi atau pengelompokan massa batuan di dalam
pemetaan geoteknik berdasarkan kuat massa batuan (rock mass strength).

Klasifikasi geoteknik di dalam metode ini adalah parameter yang menentukan


kuat massa batuan, yakni jarak (kerapatan) bidang kekar dan kuat tekan batuan
(aplikasi dari metode Dearrman, Fookes dan Franklin, 1971). Di dalam metode
ini, rentang jarak kekar dan nilai kuat tekan batuan di plot ke dalam grafik dasar
dari perpotongan diagonal dari segi empat yang dihasilkan, merupakan titik sentral
yang menunjukkan possisi batuan di dalam kelasnya masing-masing (Gambar: 3-
5)

c2. Metode Bieniawski (1974)

Dikenal dengan metode Penaksiran Massa Batuan atau Rock Mass Rating System
(RMR), dikembangkan oleh Bieniawski (lihat Tabel: III-11a & b).

3
 Core recovery: (perolehan core)
X 100%
(panjang pemboran)

 RQD : (Deere and Deere, 1989)


( Total panjang penggal core > 4”)
RQD = X 100%
(Total panjang satu tahap pemboran)

(10 + 7,5 + 8)
RQD = X 100% = 53%
48

RQD = 53%  SEDANG (FAIR)

KRITERIA RQD dan KUALITAS BATUAN

RQD KUALITAS BATUAN

0 – 25% Sangat Jelek (Very Poor)

25 – 50% Jelek (Poor)

50 – 75% Sedang (Fair)

75 – 90% Bagus (Good)

90 – 100% Sangat Bagus (Excellent)

Gambar: 3-4 Perhitungan core recovery dan kriteria


RQD (Deere et al. 1966)

3
Kekuatan Batuan, σ (kg/cm2)
Kategori Uji Lapangan
BURNETT,1975 ISRM, 1978

Pecah/patah bila dipukul palu


KUAT geologi secara kuat berulang kali, > 2000 > 2500
SEKALI suaranya nyaring, terjadi percikan
api

SANGAT Patah bila dipukul palu geologi 1000 - 2000 1000 - 2500
secara kuat, suaranya agak nyaring
KUAT

Potongan batu atau core hanya


KUAT dapat dipatahkan dengan pukulan 500 - 1000 500 -1000
palu geologi secara kuat. Suaranya
gedug

s.d.a dengan pukulan pelan -


AGAK KUAT sedang 125 - 500 250 - 500

Potongan tipis batu dapat


AGAK 50 - 125 50 - 250
dipatahkan dengan tangan secara
LUNAK kuat

LUNAK s.d.a secara pelan/mudah 12,5 – 50 10 -50

LUNAK Dapat diremuk/diremas dengan < 12,5 < 10


tangan
SEKALI

Keterangan: Burnett, A.D, 1975; vide Ingenieurs Geologie Voor Ingenieurs, q 13


deel II, Jan 1978
ISRM = The International society for Rock Mechanics, 1978

3
Tabel: III-8 Tingkat Kekerasan Batuan
Klas Kekerasan Uji Lapangan Estimasi UCS (kg/cm2)

I Sangat keras Baru pecah bila dipukul dengan palu > 2000
geologi secara berulang- ulang

II Keras sekali Pecah bila dipukul dengan palu geologi 1000 – 2000
lebih dari satu kali di dalam genggaman
tangan

III Keras Tidak dapat digaruk atau dikuliti 500 – 1000


dengan pisau. Pecah pada genggaman
tangan dengan satu kali pukulan palu
geologi dengan tenaga sedang

IV Lunak Dapat digaruk atau dikuliti dengan 250 – 500


pisau. Tertakik sedalam 1 mm s/d 3
mm dengan pukulan sedang palu
geologi

V Sangat Lunak Hancur atau remuk dengan pukulan 10 – 250


bagian runcing palu dan dapat dikuliti
dengan pisau secara mudah

Tabel : III-9 Identifikasi dan Klasifikasi Kekerasan Batuan Utuh (Intact)

Istilah Struktur: perlapisan,


foliasi, laminasi, cleavage, Istilah ketidak sinambungan:
dll Jarak antar kekar retakan, kekar, sesar, dll.

Sangat tebal > 180 cm Sangat lebar

Tebal 60 cm – 180 cm Lebar

Sedang 20 cm – 60 cm Sedang

Tipis 6 cm – 20 cm Rapat

Tipis sekali 10 mm – 6 cm Rapat sekali

Laminasi/ foliasi/cleavage 6 mm – 10 mm Sangat rapat

Sangat tipis < 6 mm Terlalu rapat

Tabel III-10: Istilah ketebalan/kerapatan lapisan dan KetidakSinambungan

3
Catatan:
Rme = Medium Rockmass Strength
Rlo = Low Rockmass Strength
Rvl = Very low Rockmass Strength.
Tanda panah menunjukkan kisaran kuat batuan dan jarak antar kekar

Gambar: 3-5: Teknik ploting titik sentral untuk klasifikasi


massa batuan (Rengers and Soeters, 1981)
Unsur-unsur yang menjadi bahan penilaian/kajian di dalam metode ini merupakan
penyederhanaan (modifikasi) dari sistem yang dikembangkan oleh Wickham (et al.
1972). Unsur-unsur tersebut antara lain mencakup:
 kuat tekan batu utuh (compressive strength of intact rock)
 tingkat pelapukan batuan
 Nilai RQD (Deere, 1968)
 kondisi air tanah
 kondisi, karakteristika dan jarak antar
bidang-bidang ketidak-
sinambungan,
 orientasi atau geometri kekar terhadap arah terowongan (Tabel: III-
11b).
3
Aplikasi metode Beniawski sering dipergunakankan pula untuk menaksir sifat-
sifat geodinamik massa batuan, terutama kaitannya dengan masa atau waktu
ketahanan (stand up time) dinding terowongan (Gambar: 3-6)

Gambar: 3-6 “Stand Up Time” dinding Terowongan (Bieniawski, 1972)

c3. Merritt (1972) mencoba membuat sistem perkuatan dinding terowongan


berdasarkan data dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai pekerjaan
pembuatan terowongan dari berbagai ukuran dengan nilai RQD dan lebar
terowongan dari berbagai kondisi batuan (Gambar: 3-7)

3
Tabel : III-11a Klasifikasi Taksiran Massa Batuan (RMR System), Bieniawski,
1973 4
Tabel III-11b: Pengaruh orientasi strike/dip terhadap arah terowongan

Gambar: 3-7 Alternatif perkuatan dinding terowongan (Merritt, 1972)

c4. Metode Ward, W.H (1978) : Sistem perkuatan dinding terowongan,


khususnya pada batuan lunak (weak rock) yang dikembangkan oleh Ward adalah
seperti ditunjukkan pada Tabel: III-12. Ward juga mengadopsi pembagian kelas
atau kualitas batuan sesuai dengan metode RMR atau rating-nya Bieniawsky”.

4
c5. Metode Stini and Lauffer (1965)

Metode Stini dan Lauffer ini (Gambar: 3-8 dan Tabel: III-13)
mengandalkan nilai RQD dari hasil pemboran di sepanjang terowongan. Meskipun
sederhana, metode ini dinilai kurang memperhitungkan kondisi geoteknik formasi
batuan yang tidak diambil sampelnya. Namun bila hasil survin mengindikiasikan
bahwa keragaman kondisi geotekninya dapat dinilai “hampir” seragam, metode ini
bisa juga digunakan, walaupun tidak terlalu dianjurkan.

Tabel: III-12 Sistem penyangga dinding terowongan berdasarkan klasifikasi


RMR (Ward, W.H, 1978)

4
Gambar: 3-8 “Stand Up Time” dinding terowongan tanpa
perkuatan (Stini & Lauffer, 1965). Lihat pula Tabel: III – 13.

Tabel: III-13 Metode klasifikasi batuan dan perkuatan dinding


terowong (Stini & Lauffer, 1965)

4
c.6 Metode Kikuchi dan Sato, 1974

Metode ini populer digunakan di Jepang, walaupun memerlukan parameter-


parameter yang lebih kompleks. Di dalam metode ini diperlukan beberapa uji dan
tabel untuk mengkategorikan dan mengklasifikasikan batuan, kemudian kajian
mengenai kecocokannya untuk keperluan fondasi bendungan (Tabel-tabel yang
diperlukan, terlampir.

4
3.3 TANAH

3.3.1 Genesa dan Pengertian

 Merupakan akumulasi material hasil pelapukan batuan, belum terpindahkan


(residual soil) maupun yang telah mengalamai transportasi.
 Organik dan/atau anorganik dan/atau campurannya
 Lepas (loose) atau rekat (kohesif)
Catatan: Mengingat genesanya, keberadaan tanah tidak mempengaruhi kondisi
geologi, namun sangat penting di dalam Geologi Teknik, antara lain dengan
karakteristika umum sebagai berikut:
 Bisa untuk fondasi maupun bahan bangunan dengan syarat-syarat tertentu
 Bisa digali secara manual tanpa bantuan alat-alat mekanik dan/atau bahan

peledak

3.3.2 Penggolongan (Klasifikasi) Tanah

a) Secara Genetik

Genetika tanah secara umum bisa dikelompokkan seperti pada Tabel: III-13.
Sedangkan penggolongan tanah secara rinci bisa dilihat pada Tabel: III-23.

b) Secara Geoteknik

Didalam pembangunan bendungan, penggolongan tanah dilakukan secara


geoteknik dan dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat indeks maupun sifat fisik-
mekaniknya. Selain gradasi dan konsistensi, sifat-sifat indeks tanah lainnya yang
perlu diketahui adalah prosentase dan hubungan antar komponen-komponen
penyusunnya (lihat Gambar: 3-9)

b1. Identifikasi Gradasi


Terutama penting untuk tanah-kasar. Menurut USCS (Unified Soil
Classification System-ASTM D-2488) , kandungan Bolder dan Kobel tidak
diperhitungkan, namun diperkirakan prosentase-nya terhadap total volume
tanah (%-volume). Untuk jelasnya lihat Tabel: 3-14 dan Tabel: III-15.

4
(1) Tanah pindahan (Transported Soil):

 ALLUVIAL : endapan sungai atau hasil angkutan sungai


Heterogenitas tinggi
Tidak stabil, kurang terkonsolidasi
Lulus air
KOLUVIAL : endapan lereng terutama akibat gravitasi,
sliding material (material longsoran)
tallus, scree: onggokan batu di kaki bukit

slope wash (pencucian lereng)
Tanah Residu

RESIDUAL SOIL: hasil pelapukan sempurna


(2) dari batuan induk, asli atau tetap dan belum terpin

Keterangan: Membedakan Lanau (Silt) dan Lempung (Clay):


 uji dilatancy (uji goncangan);
 uji dry density (kepadatan kering ) dan
 uji toughness (plastisitas)
 di laboratorium: hidrometer
Tabel: III-13 Penggolongan tanah secara genetik

BOLDER/KOBEL %-volume terhadap volume tanah

Visual: > 50% butirannya bisa dilihat dengan mata telanjang (0,074 mm – 7
Mekanik: > 50% tertampung di ayakan US # 200
TANAH KASAR

Visual: > 50% butirannya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang (< 0,074
Mekanik: > 50 % lolos ayakan US # 200
TANAH HALUS

Tabel: III-14 Identifikasi Gradasi Tanah

4
parameter antar komponen tanah

 Berat Isi Tanah (basah):


Va W=0
γn = Wt / Vt atau (Ws + Ww)/Vt
Vv
Vw Ww  Berat Isi Tanah (kering) :
γd = Ws / Vt
 Berat Isi Jenuh: γsat = (WS + Ww)/ Vt
Vt
Wt  Berat Jenis Tanah (SG) = Ws / (Vs . γw)
γw = berat isi air pada temperatur 15°C
Vs Vs Ws
 Kadar Air: W = (Ww / Ws) × 100%
 Konsistensi (batas-batas ATT): PI = IP - LL

e
 Porositas (n) = (Vw + Va) / Vt  (n) =-------------x 100%
1+e
 Void ratio (e), secara matematis erat kaitannya dengan porositas, namun secara teknis
lebih sering digunakan daripada porositas  e = (Vw + Va) / Vs

Gambar: 3-9 Keterkaitan antar komponen-komponen tanah

b 2. Identifikasi plastisitas dan konsistensi


Terutama untuk tanah-halus setelah disaring dengan ayakan # No.40.
(0,425 mm). Uji dilatancy (uji goncangan), dry strength (uji remasan) dan
toughness (uji plintir) selain untuk mengetahui konsistensi tanah, juga untuk
membedakan tanah lempung (C) atau lanau (M).
Pada tahap desain awal, konsistensi tanah-halus dan tingkat kepadatan tanah-
kasar (selain dengan uji laboratorium) dapat pula diidentifikasi dengan uji
penetrasi standar (SPT) seperti terlihat pada TABEL: III-16

4
UNSUR UTAMA FRAKSI DIAMETER BUTIR
Bolder-------------------------------------------------------------> 30 cm
% Volume
Kobel----------------------------------------------------7,5 cm – 30 cm
Kerikil Kasar-------------------------------------------2 cm – 7,5 cm
Halus----------------------------# No.4 (4,75 mm) – 2 cm
Pasir Kasar - - - - - - - - - - - - - - - # No.10 (2 mm) - # No.4
100%
Sedang - - - - - - - - - - - # No.40 (0,425mm) - # No.10
Halus - - - - - - - - - - - - - # No.200 (0,75µm) - # No.40
Lanau dan Lempung - - - - - - - - - - - - - - - - - - Lolos # No.200

UNSUR AJEKTIF (sifat) - - - - - % kandungan---------------------sifat


1 - 10 %---------------------akhiran an (trace)
10 - 20 %---------------------sedikit (little)
20 - 35 %---------------------dengan (some)
35 - 50 % - - - - - - - - - dan (and)

CONTOH: % Pasir - - - - % Lempung--------Nama Tanah


92 8 Pasir lempungan
85 15 Pasir sedikit lempung
70 30 Pasir dengan lempung
53 47 Pasir dan Lempung

TABEL: III-15: Identifikasi dan klasifikasi Tanah Kasar

b 3. Identifikasi Tanah Bermasalah

Tanah bermasalah adalah tanah yang pemanfaatannya sebagai fondasi


maupun sebagai material konstruksi sering menimbulkan masalah, sehingga
memerlukan upaya-upaya tertentu di dalam penanganannya. Ciri-ciri atau
identifikasi tanah bermasalah, antara lain adalah sebagai berikut:

4
Pasir dan Kerikil Lempung dan Lanau

Kepadatan
N - SPT N - SPT Konsistensi Uji Manual
Relatif

0–3 Sangat lepas 0-1 Sangat lembek Digenggam, keluar di antara jari

4–9 Lepas 2-4 Lembek Mudah dimanipulasi/dibentuk


dengan jari

10 – 29 Agak padat 5–8 Liat (Firm) Dengan tekanan sedang, ibu jari
dapat masuk beberapa cm.

30 – 50 Padat 9 – 15 Kaku Dapat dilekuk ibu jari dengan te-


kanan kuat. Bagian runcing palu
geologi dapat masuk sedalam 1
cm

> 50 Sangat padat 16 – 30 Sangat kaku Dapat ditakik dengan kuku jari.
Bagian runcing palu geologi ha-
nya menimbulkan lekukan kecil

31 - 50 Keras
Sulit ditoreh / ditakik dengan jari
> 50 Sangat keras

TABEL: III-16: Identifikasi dan klasifikasi Tanah Kasar

 Aktifitas- nya tinggi, akibat dari:

o PI dan fraksi lempung (#<0,002 mm) tergolong tinggi  potensi swelling -


nya tinggi (Gambar: 3-7 dan 3-8).

Indeks Plastik (PI)


Aktivitas (Skempton, 1953) =
% fraksi lempung #<0,002 mm

4
2,0 CLAY FRACTION (% PASSING # 2 µ)

1,5
VERY
HIGH
HIGH
ACTIVITY

1,0

LOW MED
0,5

0
10 20 30 40 50 60 70 80

Gambar: 3-7 Swelling Potential (after SEED ET AL 1962)

70

60
Sangat Tinggi
50
PLASTICITY INDEX (PI)

40

30 Tinggi
20
Sedang
10
Rendah

0 10 20 30 40 50 60 70
% Clay # < 0,002 mm
Gambar: 3-8 Potensi swelling tanah lempung (Williams & Donaldson, 1980)

Anda mungkin juga menyukai