Anda di halaman 1dari 10

Naskah Drama Cinta Merah Putih

Berikut ini adalah naskah drama yang dibuat oleh penulis dengan kontribusi besar dari edit dari
teman-teman tercinta, kelas 9 Brainware SMPI Al-Azhar XV Cilacap Angkatan VI. Cerita ini
mengangkat tema perjuangan yang ringan, dilatari waktu jaman penjajahan Belanda dan Sumpah
Pemuda. Cerita ini tidak diambil sepenuhnya dari sejarah. Kami hanya menulis dengan gaya
kami, tanpa maksud mengubah sejarah itu sendiri. Sesuatu yang fakta dari cerita ini adalah
kejadian Sumpah Pemuda dan Penjajahan itu sendiri, sisanya adalah karangan kami. Bisa
dibilang ini parodi. Tiada maksud tertentu dalam kesamaan nama dan tempat yang kebetulan.
Dalam proses pembelajaran tentu saja masih ada banyak kesalahan. Begitu juga dengan naskah
kami, pastinya masih ada banyak kesalahan. Proud to be Indonesian!

Di suatu pagi, Iqbal, Rizal dan Guna bermain bola di lapangan. Melati menonton mereka
dengan seksama. Terkadang dia tersenyum saat mendengar tawa dan teriakan dari mereka
bertiga. Sekelompok pelajar Sekolah Rakyat (SR) berjalan melewati lapangan tersebut dan
melihat Iqbal, Rizal, Guna dan terutama Melati.

Amel               : Memangnya Melati tidak berangkat sekolah?


Litha                : Sepertinya tidak.
Delia                : Ya pantaslah! Guna sudah membuat dia lupa ke sekolah!
Litha                : Darimana kau tahu?
Delia                : Aku pernah melihat mereka di toko kelontong Pak Adhi, ayahnya Ziyi Zhang.
Iya kan, Zi? (menoleh ke arah Ziyi Zhang)
Ziyi Zhang      : (mengangkat bahu tidak peduli) Ya begitulah.
Amel               : Apa tidak sebaiknya kita ingatkan dia? (Berhenti sejenak)
Delia                : Tidak usah! Lagipula, kita sudah hampir terlambat. Kita bilang saja pada Bu
Rina nanti.
Laras                           : Ayo cepatlah kawan-kawanku. Kita sudah hampir terlambat. (mengajak
                        Melanjutkan perjalanan)
Sari                  : Iya. Nanti Bu.Rina bisa marah pada kita semua.

               Sekelompok pelajar itu berpapasan dengan Jendral Roberto, Arman dan
Naufaldi, tiga serdadu Belanda yang sedang berpatroli. Sekelompok pelajar itu tertunduk takut
sedangkan ketiga serdadu itu tampak angkuh. Ketiga serdadu tersebut berhenti di pinggir
lapangan.
Roberto           : Hei, kalian! (Iqbal, Rizal dan Guna menghentikan permainan mereka dan  
mendekat ke pinggir lapangan)
Rizal                : Ada apa, Tuan?
Roberto           : Berapa umur kalian?
Guna               : Kami semua berumur tujuh belas tahun, Tuan.
Roberto           : Apakah kalian tidak bekerja?
Iqbal                : Kami hanya membantu orang tua kami di sawah dan ladang. Kami tidak
mempunyai tanah sendiri untuk dikerjakan.
Roberto           : (Jendral menoleh ke Naufaldi dan Arman) Tangkap mereka! (Naufaldi
menangkap Rizal, Arman menangkap Guna)
Rizal                : Apa salah kami, Tuan?
Guna               : Jangan tangkap kami tuan. Kami mohon..
Rizal                : Kami akan bekerja, jika itu yang Tuan inginkan.
Roberto           : Diam!! (Rizal dan Guna tertunduk pasrah)
Arman             : Bagaimana dengan pemuda ini, Jendral? (Arman menunjuk Iqbal. Iqbal mundur
satu langkah ketakutan)
Roberto           : Tidak. Kita tidak membutuhkan dia. (mengangkat dagu, angkuh)
Naufal             : Apa yang akan kita lakukan terhadap penduduk pribumi ini, Jendral?
Roberto           : Kita akan merekrutnya menjadi tentara. Mereka akan menjadi bagian dari kita.
(tersenyum licik)
Naufal             : Baik!
Roberto           : (memandang Iqbal) Kuperingatkan kau, anak muda. Jangan pernah melawan
kami yang berkuasa.
Iqbal                : Memangnya kalian kekurangan orang untuk dijadikan tentara?
Roberto           : Kau cukup pemberani. Andai aku membawa senjata, sudah kutembak kau di
tempat. Sungguh lancang kamu!!!(Roberto berbalik, diikuti Naufaldi dan Arman)
Melati              : Jangaaaann!!! Gunaaa!!! Rizaaaalll!
Iqbal                : (menoleh ke arah Melati) Kita harus pergi ke sekolah! Kita beritahu Bu Rina!
Cepat! (Iqbal berlari diikuti Melati)

Di sebuah kelas di Sekolah Rakyat. Suasananya begitu ribut. Anak-anak bermain kejar-kejaran.
Semua murid mengejar Dani. Begitu Gala menangkapnya, anak-anak berpura-pura
mengeroyokinya. Pagi itu semua anak bermain. Saat sedang berpura-pura mengeroyoki Dani,
Bu rina muncul di ambang pintu.

Fathin              : Bu rina, Bu rina! Bubar, bubar! (menghalau kerumunan anak-anak)


Gala                 : Pokoknya nanti kita lanjutkan!
Bu.Rina           : (berdiri di depan kelas) Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh!
Murid              : Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh!
Bu.Rina           : Selamat pagi, semuanya.
Murid              : Selamat pagi!
Bu.Rina           : (memandang seisi kelas) Ada yang tidak masuk hari ini?
Delia                : Melati, Bu!
Bu.Rina           : Kenapa?
Delia                : (mengangkat bahu) Selihatku tadi, dia sedang bermain di lapangan. Dengan
Guna juga.
Bu.Rina           : (menggelengkan kepala) Selain Melati dan Guna, siapa yang tidak masuk?
Farah               : Iqbal!
Sari                  : Rizal!
Bu.Rina           : Ada apa dengan Iqbal dan Rizal?
Sari                  : saya tidak tahu Bu.
Bu.Rina          : Baiklah. Sekarang kita belajar tentang ke-Indonesia-an. Lebih tepatnya
membicarakan hal yang terjadi sekarang.
Fathin              : Yang sedang dijajah Belanda!
Bu.Rina           : Betul! Mungkin kita tidak mempunyai apa-apa untuk menandingi Belanda. Tapi
tahukah kalian, kita bisa melakukan sesuatu. Apa ada yang tahu? Farah?
Farah               : Belajar? (ragu-ragu)
Bu.Rina           : Ya, betul. Belajar. Bila suatu saat kalian sudah pandai, kalian bisa menyumbang
ide untuk membebaskan Indonesia dari kekangan Belanda. Dan Nadya. Apa
pendapatmu?
Nadya              : Kita harus pandai berpikir. Agar kita tidak mudah diadu domba oleh Belanda.
Bu.Rina           : Bagus Nadya.. (omongan terpotong oleh iqbal)
Iqbal                : (muncul di ambang pintu dengan terengah-engah) Assalamu’alaikum!
Bu.Rina           : Wa’alaikumsalam. Iqbal! Darimana saja kau?
Iqbal                : Maafkan saya Bu.Rina, tapi saya membawa berita penting.
Bu.Rina           : Apa itu?
Iqbal                : Rizal dan Guna…
Bu.Rina           : Ah, ya! Dimana mereka?
Melati              : (muncul di ambang pintu) Rizal dan Guna… mereka ditangkap!
Laras               : Siapa? Siapa yang menangkap? Biar aku pukul dia!
Iqbal                : Pukul saja kalau kau berani!
Laras               : (berdiri) Maksudmu apa!
Iqbal                : Rizal dan Guna ditangkap serdadu Belanda untuk dijadikan tentara, tahu!
Bu.Rina           : Apa? (kaget, begitu juga dengan anak-anak di kelas itu. Semua menunjukkan
wajah kaget)
Ziyi Zhang      : (berdiri) Gila! Permainan apa lagi ini! Aku sudah tidak tahan lagi dengan semua
ini!
Bu.Rina           : Ziyi Zhang. Ada apa denganmu?! (semua orang melihat Ziyi Zhang)
Ziyi Zhang      :  Bu.Rina! saya ini wanita berkebangasaan Cina! Tidak seharusnya saya berada
disini dan ikut menanggung apa yang ditanggung oleh bangsa Indonesia!
Maudi              : Kita merasakan hal yang sama, Ziyi Zhang!
Ziyi Zhang      : Seharusnya aku kembali saja ke Cina. Disana aku lebih bahagia, tidak seperti
disini! (Ziyi Zhang  keluar dari kelas)
Laras               : Ziyi Zhang! (Laras menoleh ke arah Delia dan mereka berdua berlari keluar
mengikuti Ziyi Zhang)
Bu.Rina           : Seharusnya kita tidak mempelajari itu hari ini. Kita berganti pelajaran saja.
Maudi              : Bu Rina…
Bu.Rina           : Baiklah. Sekarang kita belajar membatik.

Ziyi Zhang memasuki rumahnya dan menemukan ayahnya sedang duduk di sofa sambil
membaca koran.

Adhi                : (menurunkan korannya dan berdiri) Ziyi, Kenapa kau pulang secepat ini?
Ziyi Zhang      : Aku tidak ingin sekolah lagi disini!
Adhi                : Kau tidak boleh berbicara seperti itu! Kau jadi orang sukses Ziyi!
Ziyi Zhang      : Aku ingin pulang ke Cina ayah! Aku sudah tidak tahan lagi tinggal                         
                        disini. Membuatku gila ayah! Wo hen Indonesia!
Adhi                : Tutup mulutmu! Disini kita sudah cukup sukses. Belanda tidak menyerang kita. Indonesia tidak
membenci kita. Serikat Dagang Islam pun tidak mengusir kita, walau kita pedagang Cina! Kau
harus mengerti itu Ziyi!
Ziyi Zhang      : Hao papa! Wo hen ni. Xiexie. Wo gai qu! (pergi meninggalkan ayahnya menuju kamarnya)
Adhi                : Ziyi, bie hen papa. Weishenme.. (pembicaraan adhi terpotong oleh laras)
Laras               : (muncul di ambang pintu) Ziyi Zhang!
Delia                : Kau akan berhenti dari sekolah?
Ziyi Zhang      : Hao! (menjawab dengan ketus)
Laras               : Tega kau meninggalkan kami. kalau kau tidak ada, kami bermain dengan siapa lagi?
Delia                : Iya, Zi. Kalau kau merasa stress, kau tidak usah mendengarkan Bu Rina kalau beliau sudah
mengajar tentang ke-Indonesia-an.
Ziyi Zhang      : Sudahlah diam kalian semua! (Ziyi Zhang memasuki kamarnya)
Di sebuah rumah besar Jendral Roberto, naufaldi & Arman sedang menunggu kedatangan
Ratu Belanda. Ratu Sesilia. Setelah Ratu Sesilia datang Jendral Roberto dan para prajuritnya
langsung menghadap Ratu dan menunduk.

Roberto           : Selamat datang Ratu Sesilia. (Sambil memberi hormat)


Ratu                : Dankzij Roberto. Bagaimana keadaan disini? Aku sudah lama ingin pergi  keIndonesia.
Roberto           : Sangat baik ratu, Kami sudah mendapatkan 2 tawanan.
Ratu                            : (Tersenyum gembira sekali) Dimana mereka? Saya ingin sekali melihat mereka
Roberto           : Laat koninginnen. (memanggil Rizal & Guna) Rizal!! Adiguna!!
Rizal,Guna      : Hormat kami ratu. (menunduk)
Ratu                            : Jadi ini tawanan kita, Baiklah. Sekarang saya hanya ingin lebih menguasai Indonesia.
Roberto! Pastikan mereka bekerja sama dengan baik! jika tidak, bunuh mereka!! (dengan
tatapan yg tajam)
Roberto                       : Laat koninginnen Sesilia. (menunduk)
     
Ratu Sesilia pergi meninggalkan tempat itu dan diikuti Naufaldi & Arman. Sementara Jendral
Roberto memberi peringatan pada Rizal dan Adiguna.

Roberto           : Satu hal lagi yang harus kalian tahu!


Guna               : Apa itu tuan?
Roberto           : Ratu Sesilia membenci pengkhianat. Tiada maaf bagi pengkhianat. Hanya hukuman mati yg
pantas baginya. Mengerti! (dengan nada membentak)
Rizal, Guna     : Mengerti!
Roberto           : Guna! Untuk tugas pertama, kau kutugaskan memata-matai desamu. Aku mencurigai kawanmu
itu kemarin.
Guna               :  Baik, Jendral. (Guna berlari keluar dari aula)

Di jalan setapak desa. Pelajar Sekolah Rakyat berjalan pulang.

Maudi             : Kasihan Rizal dan Guna. Apakah mereka baik-baik saja ya?
Farah               : Semoga begitu.
Litha               : (menoleh ke arah Melati) Kamu pasti sedih sekali ya Guna dibawa pergi?
Melati              : Begitulah. Seperti ada yang hilang.
Litha               : Guna pasti baik-baik saja.
Melati              : Semoga saja begitu. Terima kasih.
Nadya             : Kalian tahu tidak, tadi Iqbal memberitahuku sesuatu.
Amel               : Tentang apa?
Nadya             : Iqbal berteman dengan Rofik.
Sari                  : Rofik? Siapa dia?
Nadya             : Dia tokoh nasionalis. Rofik adalah anggota PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia.
Iqbal bilang, temannya itu bericta-cita mulia. Dia ingin menyatukan kita.
Sari                  : Apa maksudnya menyatukan kita?
Nadya             : Iqbal akan mengadakan rapat pemuda-pemudi desa. Kita bisa menyampaikan aspirasi kita.
Lalu, Iqbal akan menyampaikannya pada Rofik.
Amel               : Sepertinya kita masih terlalu muda untuk melakukan hal sejauh ini. Biarkan saja orang-orang
dewasa yg melakukan hal-hal seperti ini.
Maudi             : Tidak seperti itu! Siapa lagi yang akan memperjuangkan Indonesia selain generasi muda? Apa
kita membiarkan orang tua lansia yang berjuang?
Amel               : Iqbal kan sudah berkata pada kita, kalau Belanda sudah memperingati supaya jangan melawan
mereka!
Farah               : Jangan-jangan kamu mulai merasa seperti Ziyi Zhang. Kau kan orang Indonesia asli! Masa kau
rela membiarkan tanah orang tuamu direbut Belanda untuk menanam jarak?
Amel               : Iya, iya, aku tahu!
Nadya             : Jadi bagaimana? Ada yang mau ikut rapat desa?
Farah               : Aku ikut.
Maudi             : Aku ikut.
Litha               : Aku ikut.
Sari                  : Aku juga ikut.
Melati              : Ikut.
Nadya             : Mel, kamu mau ikut, tidak?
Amel               : (mengangkat bahu pasrah) Ya sudah, aku ikut saja.

Di balai desa. Disana hadir Iqbal, Gala, Rian, Fathin, Dani, Nadya, Farah, Maudi, Amel,
Melati, Litha, Sari, Adhi dan Sesi.

Iqbal                : Kita bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih dijajah Belanda. Semua merasakan
penderitaan yang sama.
Gala                : Tidak juga. Penderitaan setiap orang berbeda. Mungkin petani memang dirugikan karena
tanahnya diambil. Tapi kalau pedagang? Tidak begitu rugi, kurasa.
Rian                : Tapi judulnya kan sama-sama menderita!
Gala                : Tapi kan berbeda kadarnya!
Rian                : Ya, mungkin pedagang tidak begitu menderita. Tapi apakah mereka tidak merasa hal yang sama
melihat saudaranya menderita?
Adhi                : Stop! Apakah penting yang kalian debatkan? (Gala dan Rian tertunduk diam)
Fathin              : Sebaiknya kita dengarkan kembali.
Iqbal                : Terima kasih. Belanda semakin berkuasa karena kita yang melemah. Kita melemah karena
mudah diadu domba. Kita harus bersatu. Dengan bersatu, kita akan menjadi kuat.
Dani                : Itulah kebodohan Indonesia.
Litha               : Memang kamu bukan seorang Indonesia?
Dani                : Aku cuma berusaha realistis!
Farah               : Tapi kata-katamu kasar.
Dani                : Apa adanya saja lah!
Bu.Rina           : Harap tenang, Harap tenang! (menggebrak meja)
Nadya             : Pantas saja. Beginilah kenyataannya. Mudah sekali diadu domba dan tidak menggunakan akal.
Adhi                : Betul! Silahkan, Iqbal, dilanjutkan.
Iqbal                : Oleh karena itu, kita harus bersatu. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bahkan saya
menemukan teka-teki yang tepat untuk mengilustrasikan ini.
Maudi             : Apa itu?
Iqbal                : Kenapa hujan ditakuti? Karena mereka datang bersama-sama! Coba saja hujan datang satu
tetes, satu tetes.
Rian                : Mana ada hubungannya dengan topik diskusi kita?
Iqbal                : Ya ada!
Farah               : Huu… aneh!

Di luar balai desa, Ziyi Zhang melihat acara diskusi dengan seksama. Laras dan Delia pun turut
serta.

Delia               : Kau ingin mengikuti mereka rapat, ziyi? (Delia menunjuk orang-orang yg berdiskusi di dalam
desa)
Ziyi Zhang      : Tidak!
Delia               : Lalu kenapa kita berada disini?
Ziyi Zhang      : kalau kau keberatan, kau boleh pulang. (dengan wajah sinis)
Laras               : Mereka berusaha sungguh-sungguh. Rasanya agak aneh saja, Kalau kita hanya berdiam diri
disini. (Ziyi Zhang terdiam)

Di luar balai desa, Guna memata-matai acara diskusi. Guna terlihat murung.

Iqbal                : Jadi saya bermaksud menyatukan tekad pemuda-pemudi desa. Seperti cita-cita Rofik.
Adhi                : Memang siapa Rofik?
Iqbal                : Dia tokoh yang berjiwa nasional. Dia bercita-cita menyatukan pemuda-pemudi Indonesia dan
memajukan paham kesatuan dan kebangsaan.

Tiba-tiba Jendral Roberto, Naufaldi, & Arman masuk kedalam balai desa. Mereka menodongkan
pistol. Semua peserta diskusi berdiri dan mengankat tangan dengan ketakutan.

Roberto           : Jangan bergerak! Jika kalian bergerak kalian semua akan mati!
Ratu                : Roberto! Genoeg! Stoppen!
Roberto           : Excus me. Koningin dan..
Ratu                : Wahai rakyat Indonesia, Saya hanya ingin kalian hidup lebih pantas. Oleh karena itu saya yg
akan memimpin Indonesia. Saya yakin kalian semua akan hidup bergelimang harta. Saya
menjamin tidak akan ada lagi yg jatuh miskin.
Ziyi Zhang      : Sungguh manis sekali mulutmu itu ratu! Pintar sekali kau berbohong!
Ratu                : Siapa kau! Beraninya! Sungguh lancang! Jangan macam-macam kau!
                        (menggebrak meja)
Ziyi Zhang      : anda tidak tau saya? Sungguh menyidihkan. Perkenalkan.. Nama saya Ziyi Zhang. Saya orang
Cina tapi ibu saya berkebangsaan Indonesia. Dan
                        Saya pun tinggal diIindonesia. Jadi saya akan tetap membela Negara
                        Indonesia sampai titik darah penghabisan!

Semua orang yg ikut diskusi dalam balai desa tertegun melihat sikap ziyi Zhang yg
Seperti itu. Mereka tidak menyangka Ziyi Zhang akan berkata seperti itu.

Ratu                : Diam kau! Tidak sopan! Kau berani melawanku?! Kau tidak tau siapa saya? Saya adalah Ratu
Elizabeth Sesilia morgana! Ratu Belanda yg sangat berkuasa di Indonesia! Mengerti kau! Wanita
berkebangsaan Cina!
Ziyi Zhang      : Saya tidak mengerti maksud Ratu. (senyum sinis) ouhww! dan 1 lagi nama saya Ziyi Zhang.
Ratu mengerti kan?!
Ratu                : KAU!! BERANINYA!! ROBERTO!!! (Marah besar)
Roberto           : Ya, Koninginnen Sesilia?
Ratu                : Bunuh dia! Dia lancang padaku!
Roberto           : Laat Koninginnen Sesilia.
Guna               : (masuk ke dalam balai desa dengan menodongkan pistolnya ke arah Jendral Roberto) Jangan
menembak!
Rizal                : Kau berkhianat Guna!
Guna               : Memang kenapa? Seumur hiupku, aku tidak mau menjadi bagian dari musuh!
Rizal                : Guna! Apa kau tidak takut mati?
Guna               : Aku lahir sebagai Indonesia dan aku mau mati sebagai Indonesia juga! Kau pun sama
denganku. Kenapa kau mau bergabung dengan mereka?!
Rizal                : Aku tidak ingin mati!
Ziyi Zhang      : Cepat lari! Cepat ikuti aku! (Semua peserta diskusi berlarian keluar dari balai desa. Melati
terpaku di pintu balai desa, menatap Guna dengan nanar)
Guna               : (menoleh ke arah Melati) Lari! Ikuti Ziyi Zhang! Lari!
Melati              : Tapi Guna..
Guna               : Pergi! Pergi! (Melati berlari mengikuti yang lain.)
Ratu                : Sungguh beraninya dia berkhianat kepada kita!
Roberto           : Aku menyayangkan kau yang berkhianat. (Roberto membunyikan pistolnya ke arah Guna dan
Guna langsung jatuh)
Naufal             : Bagaimana setelah ini, Jendral?
Roberto           : Biarkan saja Guna. Supaya penduduk desa ini tahu kalau kita tidak akan membiarkan orang
melawan kita. (Jendral roberto, Ratu Sesilia, Naufaldi, Arman dan Rizal keluar dari balai desa)

        Dirumah Ziyi Zhang. Semua peserta diskusi ditambah Ziyi Zhang Laras dan Delia
berkumpul di ruang tamu. Semua wajah menunjukkan ekspresi kaget dan syok.

Fathin              : Aku akan ke balai desa. Aku ingin mengecek bagaimana keadaan Guna.
Adhi                : Baiklah. Berhati-hatilah. (Fathin keluar dari rumah Ziyi Zhang)
Litha               : Kita harus bergegas. Segera kita temui Rofik.
Sari                  : Kita jangan sampai terlambat. Jangan sampai Belanda mengetahui pergerakan kita.
Iqbal                : Betul. Jadi siapa yang akan ikut aku menemui Rofik dan ikut perkumpulan pemuda? (Satu per
satu orang di dalam ruangan itu mengangkat tangan)
Bu.Rina           : Ziyi Zhang? (Takjub)
Ziyi Zhang      : Sekarang aku paham. Aku memang orang Cina, tapi aku penduduk  
                        Indonesia. Dan ibuku juga berkebangsaan Indonesia. Walau
                        Sekarang beliau sudah tidak ada. Saya warga asing yg bertempat tinggal
                        Di Indonesia minimal 6 bulan.
Fathin              : (muncul di ambang pintu) Guna tidak ada di balai desa.
Melati              : Apa?!
Fathin              : Kemungkinan dia dibawa oleh Belanda.
Dani                : Atau dia kabur.
Iqbal                : Berangkat sekarang atau tidak selamanya. Ayo kita berangkat.

Di pinggir jalan, sekelompok pemuda-pemudi berdiri di pinggir jalan sambil melihat ke kanan-
kiri untuk mencari bis.
Delia               : Lama sekali bisnya datang. Huft..
Litha               : Iya. Aku sudah tidak sabar ingin segera berangkat.
Laras               : Sebenarnya kita mau kemana?
Nadya             : Mencari Rofik, kan?
Laras               : Ya, maksudku kita sedang mencari bis jurusan mana?
Iqbal                : Jakarta.
Semua             : Jakarta?!
Iqbal                : Iya, memangnya kenapa?
Semua             : Hore! Kita ke Jakarta! (semua bersorak senang dan melakukan toast)
Iqbal                : Kampungan sekali kalian!
Laras               : Heh, memangnya kau sudah pernah pergi ke Jakarta?
Iqbal                : Hhhhmm. Sepertinya belum pernah.
Laras               : Huuu…
Gala                : Eh, itu udah ada bisnya! Ayo kita naik! (menunjuk jalan di kanannya)

Di Gedung IC Jakarta.

Rofik               : (menjabat tangan Iqbal) Iqbal Tawakkal, Jong Java. Bukankah kita sudah bertemu tahun 1925?
Iqbal                : (tersenyum hormat) Benar.
Rofik               : Dan ini teman-temanmu dari Jong Java? (Rofik menunjuk sekelompok pemuda-pemudi di
belakang Iqbal)
Iqbal                : Ya, betul.
Rofik               : Selamat datang di Kongres Pemuda…

Di luar Gedung IC, Rizal memata-matai acara Kongres Pemuda di dalam. Guna berjalan
mendekati Rizal dan menepuk pundaknya.

Guna               : Sedang apa kau disini?


Rizal                : Kau sendiri?
Guna               : Aku berjaga-jaga andai saja ada tentara Belanda yang memata-matai Kongres Pemuda.
Rupanya dugaanku benar.
Rizal                :  Kau merasa begitu?
Guna               : Aku terpaksa melawanmu kalau kau bermaksud mensabotase acara ini.
Rizal                : Aku tahu. Kau melindungi Melati.
Guna               : Tidak. Yang kulindungi adalah Indonesia.
Rizal                : Melati!
Guna               : Indonesia! Kau akan benar-benar kutembak kalau kau bermaksud mengacaukan acara
ini! (menodongkan pistol)
Rizal                : Tidak. Tenang saja, aku tidak akan melakukannya.
Guna               : Maksudmu?
Rizal                : (menyerahkan bendera merah putih) Berikanlah ini pada Rofik atau siapa yang bersangkutan
dalam acara ini. Tolong hargai usahaku ini. Tidak mudah mendapatkannya. Aku mencurinya dari
sebuah sekolah.
Guna               : (memandang bendera itu) Kenapa kamu melakukan ini?
Rizal                : Tidak hanya darahku yang berwarna merah, tulangku yang berwarna putih. Seluruh jiwaku
merah putih. Aku baru sadar kalau aku harus jadi sepertimu.
Guna               : Jadi sepertiku? Maksudmu?
Rizal                : Ya. Pengkhianat. Aku akan tetap berada bersama Jendral Roberto. tapi aku tetap berpihak pada
Indonesia. Cepat, berikan ini pada orang di dalam. Aku harus pergi.
Guna               : Sampai bertemu lagi.
Rizal                : Sampai bertemu lagi. (Rizal berlari pergi. Guna memasuki Gedung IC. Semua mata
memandang Guna heran.)
Melati              : Guna! (Guna tetap berjalan tegak menuju ke Rofik, tak mengindahkan panggilan Melati)
Guna               : (menyerahkan bendera) Kurasa ini dibutuhkan.
Rofik               : (tersenyum) Terima kasih banyak.
Guna               : Sama-sama. (Guna berjalan menjauh dari Rofik dan berhenti di ambang pintu gedung)
Rofik               : Dengan ini bendera kami, Merah Putih adalah bendera bangsa Indonesia.(semua orang di
dalam gedung bertepuk tangan)
Rofik               : Dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. (Semua orang di dalam gedung berdiri dan
menyuarakan Sumpah Pemuda) Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu,
tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. (Ziyi
Zhang memainkan biolanya dengan lagu Indonesia Raya sebagai penutup acara Sumpah
Pemuda)

Jendral Roberto, Arman, dan Rizal dipindahkan untuk patroli di Yogyakarta. Anak-
Anak sekolah seperti biasa dan menjalani kehidupan seperti biasa.

Anda mungkin juga menyukai