Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Indeks Masa Tubuh Dengan Keluhan nyeri haid Pada Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa. Istilah ini menunjukkan masa awal pubertas sampai tercapainya kematangan,
biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia
12 tahun pada wanita. Salah satu tanda pubertas pada remaja wanita adalah menstruasi
(Proverawati, 2009).

Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ
kandungan telah berfungsi matang. Periode ini akan mengubah perilaku dari beberapa aspek,
misalnya psikologi dan lainnya. Pada wanita biasanya pertama kali mengalami menstruasi
(menarche) pada umur 12-16 tahun.Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan
lamanya menstruasi selama 2-7 hari (Kusminar, 2012).

Saat terjadinya menstruasi terutama pada fase luteal, remaja wanita perlu
mempertahankan status gizi yang baik, dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena
pada masa ini akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Apabila hal ini diabaikan maka
dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan rasa ketidak nyamanan selama
siklus haid (Paath, 2004).

Salah satu keluhan yang muncul saat menstruasi adalah rasa nyeri.Sifat dan tingkat rasa
nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.Kondisi tersebut dinamakan
dismenore, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
(Kusminar, 2012).

Nyeri siklus haid biasanya dibagi dalam 2 golongan, yaitu nyeri yang mulai timbul 1
atau 2 tahun setelah pubertas (dinamakan dismenorea primer) dan nyeri yang mulai timbul
setelah bertahun-tahun mengalami nyeri haid tanpa rasa nyeri (dinamankan dismenorea
sekunder) (Swastika, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 didapatkan 1.769.425 jiwa (90%)
wanita di dunia mengalami dismenorea berat (Herawati, 2017). Angka kejadian dismenorea di
Amerika serikat 30% - 50% perempuan usia reproduksi. Sekitar 10% - 15% diantaranya
terpaksa kehilangan kesempatan kerja, sekolah, dan kehidupan keluarga. Swedia ditemukan
angka kejadian dismenorea pada wanita berumur 19 tahun sebanyak 72,42% (Oyoh &
Sidabutar, 2015). Menurut hasil penelitian Singh et al (2011), sekitar 8,86% remaja yang
mengalami dismenorea primer berat tidak hadir di sekolah dan sebanyak 67,08% remaja
menarik diri dari kegiatan sosial, akademik, dan olahraga.

Prevalensi dismenorea di Indonesia sebesar 107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671
jiwa (54,89%) mengalami dismenorea primer dan 9.496 jiwa (9,36%) mengalami dismenorea
sekunder (Herawati, 2017). angka kejadian dismenore di Jawa Barat yaitu 54,9%. Angka
kejadian dismenorea pada kalangan wanita usia produktif berkisar 45% - 95% (Sadiman,
2017). Dismenore primer dialami oleh 60% - 75% remaja. Dilaporkan 30% - 60% remaja
wanita yang mengalami dismenorea, didapatkan 7 % - 15% tidak pergi ke sekolah (Larasati,
2016).

Di Indonesia angka kejadian dismenore primer sekitar 54,89% sedangkan sisanya


adalah tipe sekunder. Banyaknya remaja putri yang sering tidak hadir di sekolah dan tidak
menjalani kegiatan sehari-hari sekitar 14% disebabkan oleh dismenore (Utari, 2016).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Rahmani (2014), faktor resiko terjadinya
dismenore primer adalah usia Menarche, nulipara, lama menstruasi dan umur. Sementara
Hedrik (2006) dalam Rahmani (2014) menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya dismenore
primer adalah kebiasaan mengkonsumsi alkohol, merokok, olahraga dan stress. Widjonarko
(2006) dalam Wiyono (2017) menambahkan berat badan (IMT) sebagai faktor resiko
terjadinya dismenore primer.
Menurut Widjanarko (2006) kelebihan berat badan mengakibatkan Dismenore karena
didalam tubuh orang yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang
berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah (terdesaknya pembuluh
darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya
mengalir pada proses menstruasi terganggu dan timbul dismenore. Terdapat hubungan antara
obesitas terhadap kejadian dismenore. Menurut Jeffcoate orang dengan Indeks Massa Tubuh
yang lebih dari normal menunjukkan terdapat peningkatan kadar prostaglandin (PG) yang
berlebih, sehingga memicu terjadinya spasme miometrium yang dipicu oleh zat dalam darah
haid, mirip lemak alamiah yang dapat ditemukan di dalam otot uterus.

Gangguan menstruasi yang umum terjadi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu:

1. Amenorea
Amenorea dibagi menjadi dua, yaitu amenorea primer dan sekunder. Amenorea primer adalah
kondisi di mana seorang wanita sama sekali belum mengalami haid hingga 16 tahun.
Sementara itu, amenorea sekunder adalah kondisi di mana seorang wanita usia subur yang tidak
sedang hamil, tetapi pernah menstruasi sebelumnya, berhenti mendapatkan menstruasi selama 3
bulan atau lebih.
Kedua jenis amenorea ini memiliki penyebab yang berbeda. Amenorea primer dapat disebabkan
oleh kelainan genetik, gangguan otak yang mengatur hormon menstruasi, atau masalah pada
indung telur (ovarium) atau rahim.
Sementara itu, penyebab amenorea sekunder adalah:

 Kehamilan
 Menyusui
 Menopause
 Penurunan berat badan yang berlebihan
 Penyakit tertentu, seperti penyakit tiroid, polycystic ovarian syndrome (PCOS), dan
tumor otak di bagian kelenjar pituitari atau hipofisis
 Gangguan rahim, seperti miom atau polip dalam rahim
 Stres berat
 Efek samping obat-obatan, seperti kemoterapi dan antidepresan
 Penggunaan kontrasepsi, seperti pil KB, KB suntik, dan IUD

Selain itu, kekurangan gizi atau malnutrisi dan olahraga yang berlebihan juga bisa menyebabkan
wanita mengalami amenorea

2. Dismenorea
Dismenorea adalah kondisi di mana wanita mengalami nyeri saat menstruasi, umumnya pada
hari pertama dan kedua haid. Gejalanya berupa nyeri atau kram di perut bagian bawah yang terus
berlangsung dan terkadang menyebar hingga ke punggung bawah serta paha. Rasa nyeri tersebut
juga bisa disertai sakit kepala, mual, dan muntah.
Dismenorea bisa terjadi karena kadar hormon prostaglandin yang tinggi saat hari pertama haid.
Setelah beberapa hari, hormon ini akan berkurang kadarnya dan membuat nyeri haid ikut
mereda. Nyeri haid jenis ini biasanya akan mulai berkurang seiring bertambahnya usia atau
setelah melahirkan.
Selain karena hormon prostaglandin, dismenorea juga bisa terjadi karena adanya kelainan sistem
reproduksi wanita, seperti:

 Endometriosis
 Miom rahim
 Kista atau tumor di rahim
 Radang panggul
 Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)

Berbeda dengan dismenorea yang normal terjadi karena peningkatan hormon prostaglandin,
dismenorea karena penyakit tertentu biasanya akan berlangsung lebih lama dan semakin
memburuk seiring bertambahnya usia.

3. Menorrhagia
Menorrhagia adalah gangguan menstruasi berupa keluarnya darah menstruasi secara berlebihan
atau dalam jumlah terlampau banyak, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Hal ini
termasuk durasi haid yang berlangsung lebih dari menstruasi normal, yakni lebih dari 5–7 hari.
Wanita dengan gangguan menstruasi menorrhagia akan mengalami beberapa keluhan berikut:

 Mengeluarkan terlalu banyak darah dari vagina, sehingga harus mengganti pembalut tiap
jam
 Harus menggunakan dua pembalut untuk menampung perdarahan
 Harus bangun untuk mengganti pembalut saat tidur
 Mengalami gejala anemia, misalnya lemas, pucat, atau sesak napas
 Mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah selama lebih dari satu hari
Menorrhagia bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari perubahan pola makan, sering
olahraga, gangguan hormon, infeksi atau peradangan di vagina dan leher rahim, gangguan
tiroid, miom dan polip di rahim, gangguan pembekuan darah, hingga kanker rahim atau kanker
serviks.

4. Oligomenorea
Oligomenorea adalah kondisi ketika seorang wanita jarang sekali mengalami menstruasi, yakni
jika siklus menstruasinya lebih dari 35–90 hari atau mendapat haid kurang dari 8–9 kali dalam
kurun waktu setahun.
Oligomenorea sering dialami remaja yang baru memasuki pubertas dan wanita yang memasuki
masa menopause. Gangguan menstruasi ini merupakan dampak dari aktivitas hormon yang
sedang tidak stabil di masa-masa tersebut.
Di samping itu, ada beberapa hal lain yang mungkin jadi penyebab oligomenorrhea, di
antaranya:

 Penggunaan kontrasepsi hormonal, seperti pil KB atau KB suntik


 Sering melakukan olahraga atau aktivitas fisik berat
 Gangguan ovulasi
 Penyakit tertentu, seperti diabetes, penyakit tiroid, dan sindrom polikistik ovarium
(PCOS)
 Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia
 Masalah psikologis, seperti stres dan depresi
 Efek samping obat-obatan tertentu, seperti antipsikotik dan antiepilepsi

5. Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)


Menjelang menstruasi, tidak sedikit wanita mengalami nyeri atau kram perut ringan, sakit
kepala, dan keluhan psikologis, seperti perubahan mood, merasa cemas, gelisah, hingga mudah
emosi. Gejala-gejala yang muncul mendekati datang bulan ini disebut dengan PMS
atau premenstrual syndrome.
Namun, jika gejala PMS yang dirasakan cukup berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari,
maka kondisi ini disebut PMDD. Selain nyeri haid yang disertai sakit kepala, gejala PMDD bisa
berupa gelisah, susah tidur, makan berlebihan, sulit konsentrasi, depresi, merasa lemas dan tidak
berenergi, hingga muncul ide atau keinginan untuk bunuh diri.
Penyebab PMDD dan PMS belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga terjadi
karena adanya kelainan zat kimia di otak yang mengatur mood. Salah satu zat kimia ini
adalah serotonin.
Selain itu, ada beberapa hal yang diduga turut berperan dalam munculnya kondisi ini, seperti:

 Faktor keturunan
 Kelebihan berat badan
 Jarang berolahraga
 Penyakit tiroid
 Konsumsi alkohol dan penggunaan obat-obat terlarang

Penelitian yang dilakukan oleh Rika (2018) dengan judul “Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan kejadian Dismenore Remaja Putri di SMP Pekanbaru” menunjukkan hasil tidak
ada hubungan antara status gizi dengan kejadian dismenore. Akan tetapi pada penelitian yang
dilakukan oleh (Putrianis Oktorika, 2020) dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
Skala Nyeri Dismenore pada Remaja Putri di SMA Negeri 2 Kampar” Menunjukkan hasil yang
berbeda yaitu terdapat hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan kejadian
dismenore.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin melakukan penelitian dengan tujuan
melihat adakah hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dismenore pada Remaja Putri.

Anda mungkin juga menyukai