Npm: 190401050002
Jawab:
Sifat dasar dari pendekatan ini adalah bahwa fakta empirik terpisah dari gagasan atau
pemikiran personal. Fakta empirik itu terjadi karena adanya hukum sebab dan akibat.
Pola realitas sosial itu bersifat stabil. Paradigma ini mengasumsikan bahwa tujuan sains
adalah mengembangkan meode-metode yang sangat obyektif untuk mendekati realitas.
Peneliti yang menggunakan pespektif ini menjelaskan bagaimana variabel-variabel saling
berinteraksi, membentuk suatu kejadian , dan menghasilkan sesuatu. Semuanya dilakukan
dengan pendekatan kuantitatif. Sering penjelasn-penjelasan tersebut dikembangkan dan
diuji dalam studi eksperimental. Diantara kontribusi penting dri tipe riset ini adalah
analisis multivariate dan teknik-teknik peramalan statistik.
Dalam konteks ini, istilah “ positivisme” didasarkan pada pengalaman, nyata, meyakinkan,
empiris, bukan spekulatif. Terkait dengan ciri positivisme, obyek material dalam pengetahuanilmiah
lazim disebut sebagai variabel, bukan gejala seperti pada interpretivisme. Itu berarti bahwaobyek material
ilmu pengetahuan harus dapat diukur secara obyektif.
1. Paradigma kuantitatif:
Paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangunberdasarkan filsafat
positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsurmetafisik dan teologik dari realitas
sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis danteologis, positivisme kadang-kadang dianggap
sebagai sebuah varian dari Materialisme (bilayang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).Neuman
(2003) dan Smith (1983), misalnya, menyamakan pendekatan kuantitatifdengan pendekatan positivis,
sedangkan pendekatan kualitatif disamakan denganpendekatan interpretif. Setiap pendekatan memiliki
asumsi dasar yang berbeda. Asumsidasar inilah yang kemudian memengaruhi perbedaan cara pandang
peneliti terhadap sebuahfenomena dan juga proses penelitian secara keseluruhan. Asumsi yang
dimaksud adalahontologi, epistemologi, hakikat dasar manusia, serta aksiologi.
Ketika pada suatu pagi kita yang tinggal di Jakarta mengalami kemacetan, kita akanmengeluh
mengapa macet. Kemudian, kita mengambil kesimpulan bahwa kemacetan terjadikarena hari pertama
kerja dari libur panjang. Padahal, Jakarta sudah sejak lama mengalamikemacetan karena jumlah
kendaraan yang semakin banyak dan tidak adanya modatransportasi massal yang memadai. Kalau tidak
ingin macet, pergilah di luar jam kerja,misalnya pukul 04.00 pagi atau saat hari libur Lebaran. Jadi,
keluhan kita tentang macet tidakakan pernah ada karena selalu diukur dari nilai yang berlaku secara
umum.