Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KOMUNIKASI KEPERAWATAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANJUT USIA

DOSEN PENGAMPU : Ns. Dwi Yogyo, S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH:

NAMA : MAGFIRA RAMADHANI

NIM : PO7247320023

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN TOLITOLI

PRODI DIII KEPERAWATAN TOLITOLI 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah komunikasi keperawatan yang berjudul "komunikasi
terapeutik pada lanjut usia" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah komunikasi keperawatan. Selain itu,
tugas ini bertujuan menambah wawasan tentang cara komunikasi kepada pasien lanjut usia
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan tugas ini.

tolitoli, 01 agustus 2021

magfira ramadhani
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

  Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah


klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis. Jumlah
penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia diperkirakan
mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414 %, hanya
dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk
lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia,
persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total penduduk,
tahun 1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti terlihat pada
tabel 1. (Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada
populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif
selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009).

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak
hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun
pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka
tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu
dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada
pasien lanjut usia (William et al., 2007).

II. Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

perawat dapat memahami dan dapat menarapkan  tentang  aplikasi komunikasi terapeutik
pada lansia.

1.2.2  Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui komunikasi pada Lansia (lanjut usia).


2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan tentang komunikasi terapeutik pada Lansia.

 III. Manfaat

1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok 


dalam penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi
terapeutik pada lansia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang
berusia lebih dari 70 tahun.

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :

1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun


2. Usia tua : 75 -89 tahun
3. Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia

 Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien
lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada
perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering
hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu
untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien
kemungkinan mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang
kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah
bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai
kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan
istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara
tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al.,
2003).

 
I.       Sekilas Komunikasi

1. Kegunaan Komunikasi

Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan


dengan orang lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada
hubungan antar manusia dan merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain.
Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk dari penyakit dan ketidakmampuan dapat
berpengaruh terhadap proses komunikasi dan perawatan kesehatannya, sehingga
diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses komunikasi tersebut Sering
kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan atau tidak
memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya komunikasi yang efektif
pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru
terhadap pesan yang disampaikan maupun yang diterima oleh mereka (Smith &
Buckwalter, 1993).

Komponen pada proses komunikasi

1. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.

2. Pendengar : Orang yang menerima pesan.

3. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.

4. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk
ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang
digunakan.

5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.

6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.

7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi


menjadi dimengerti dan bermakna.

8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan


pengalaman dan pengetahuan masa lalu.

9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima
(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

 
2. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia Menunjukkan Hormat dan
Keprihatinan

Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan
memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk
menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa
dengan “Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil
dengan nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti
“manisku”, “sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di
kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian
sejati dan aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami
anda secara lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan
menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).

3. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami

Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci


komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al.,
2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya
tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang
terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa
mereka sedang  Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian
menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan
masalah medis yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran
informasi serta menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).

Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia
umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter,
khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al.,
2000;Robinson et al., 2006).

Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia

 Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien

pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.

 Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada

perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan
kelelahan pasien.

 Menghindarkan jargon medis.


 Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
 Menggunakan diagram, model, dan gambar.
 Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.

Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006

4. Menghindari Ageism

Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien
lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan
oleh Robert Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic
stereotyping dan diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler,
1969). Ageism adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan
dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat
merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan
sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada
menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang
tua (Ory et al., 2003).

Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi
dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk
menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur
hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga
penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja
dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia
60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.

5. Mengenal Kultur dan Budaya

Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian


mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting
dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan
yang diberikan dokter (Ong et al., 1995).

6. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia

 Strategi Umum
 Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan
pendengaran)
 Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
 Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
 Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
 Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
 Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
 Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
 Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
 Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
 Gangguan Kognitif Pasien
 Jangan mengabaikan pasien.
 Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
 Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.
 Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.
 Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
 Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari
pendamping pasien.
 Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.

7. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,
tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata.
Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak
akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien
untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika
anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika
memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya
kepada pasien apakah dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan
menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah
memahami beberapa informasi. Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman
pasien adalah dengan meminta pasien untuk mengulang instruksi (Adelman et al., 2000).
Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari, appointment yang lebih awal
umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang
memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh pasien)
diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan
pendengaran (Fook & Morgan, 2000).

Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik


dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras
untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan
menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan
dengan tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.
Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar
belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000).

Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu


gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan
obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat
menjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau
muda, yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah,
oranye, dan kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada
contoh lain, pasien yang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan
untuk ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk
melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk
berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk
mengambilnya (Adelman et al., 2000).

 II.     Hambatan Komunikasi

1. Pasien dengan Defisit Sensorik

Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan
usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan
bahwa 16% – 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran
yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%
(Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang
dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi.
Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the
morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien
dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook &
Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).

Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa
mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang
pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,
dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews &
Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya
yang terganggu (Chia et al., 2006).
 2. Pasien dengan Demensia

Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk
berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya
diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry,
2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien
demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga
atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini
untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien
pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin
disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal
ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon
yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi
pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi
yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

3. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver

Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan
berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka
tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut
usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ;
Wolff & Roter, 2008).

Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau
sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al.,
2004).
BAB III

CONTOH DRAMA APLIKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN LANSIA

1. Fase Pra Interaksi

Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada
pasien lansia yang bernama Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di ruang
melati Rumah Sakit Mokopido tolitoli.

2. Fase Orientasi

Perawat mendatangi pasien Ny. Ratih di ruang perawatan.

perawat   : Assalamu’alaikum.

Keluarga : Wa’alaikum salam.

perawat : Selamat pagi bapak, ibu (sambil tersenyum)

Keluarga : Pagi juga bu….!!

Nenek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.

perawat : Pagi nek…!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??

Ny. Ratih : Pagi…!! Alhamdulillah sudah agak lumayan.Ini siapa ya…??

Nenek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir..

Perawat : Nenek… perkenalkan saya magfira ramadhani,biasa dipanggil dengan perawat


fira

 Perawat mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga keluarganya.
Perawat : saya yang bertugas untuk merawat nenek pada hari ini.

nenek sudah makan belum pagi ini….??

Ny. Ratih : Sudah…!!

Perawat : Makan nya banyak atau sedikit nek…??

Ny. Ratih : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan bu.

Saya masih merasa agak mual…!!

Perawat :  Pagi ini obat nya sudah diminum nek…??

Ny. Ratih : Iya sudah…!!

Ibu : Iya bu obat nya tadi sudah diminum semua…

Setelah bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang
akan diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.

Perawat : Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan pemeriksaan
kepada nenek.

Apakah bapak, ibu bersedia…??

Bapak : iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang  tua
kami..!!

Perawat : iya pak terimakasih, saya akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang
tua bapak dan ibu. saya juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.

Perawat : kalau begitu saya mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya,
kurang lebih 5 menit kami akan kembali lagi.

Ibu : iya bu silahkan..!!

Perawat : Mari pak, buk… (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).

Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan
dalam tindakan yang akan diberikan.
3. Fase Kerja

(Lima menit kemudian, perawat kembali ke kamar pasien)

Perawat : Assalmu’alaikum…

Semua : Wa’alaikum salam…

Perawat masuk dan langsung mendekati pasien untuk melakukan tindakan.

Perawat : Permisi nek..!! maaf ya nek.. nenek tiduran saja ya…biar nenek lebih santai..

Ny. Ratih : (langsung tiduran)

Setelah itu perawat langsung memberikan tindakan kepada nenek.

Perawat : nek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya nek…!!

(perawat memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan darah).

Perawat : cucu nenek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada
nenek)

Ny. Ratih : eeehm,, sudah 3 bu, sudah besar-besar semua.

Perawat :  ooh sudah berkeluarga semua??

Ny. Ratih : yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah.
Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.

Perawat   : ya iya dong. Kayak neneknya.. (perawat dan nenek ketawa)

Perawat :  Nek… maaf ya… tolong nenek angkat sedikit tangan kanannya…!!

Ny. Ratih : (mengangkat sedikit tangan kanan nya)

Perawat : (setelah nenek mengangkat tangannya, perawat langsung memasang


termometer).

Perawat : Nek… Langsung dijepit tangannya ya nek… dan jangan dulu dilepas
sebelum saya suruh ..

Ny. Ratih : (hanya mengangguk)

Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur, kemudian
peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat melanjutkan untuk memeriksa nadi dan
pernapasannya.

4. Fase terminasi

setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan
semua peralatan dirapikan

Bapak : Bagaimana bu…??

Perawat : keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus
banyak minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.

Orang tua bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar
nenek cepat sembuh..!!

(dokter datang ke ruangan kamar pasien untuk melihat keadaan pasien)

Dokter  : Assalamu’alaikum…

Semua : wa’alaikum salam…

Dokter : bagaimana keadaannya sus? (dokter bertanya kepada perawat)

Perawat : alhamdulillah sudah ada perkembangan dok..

Dokter : oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke
meja saya ya…

Perawat : iya dok…

Dokter : (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien)


Gimana nek kabarnya??

Ny. Ratih : udah agak mendingan dok..

Dokter : alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet
sembuh.

Bapak : gimana dok keadaan orang tua kami?

Dokter : (berbicara pada keluarga pasien)

Alhamdulillah udah melihatkan banyak perkembangan. orang tua bapak dan ibu harus banyak
beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan jangan lupa berdoa..

Kalau begitu saya permisi dulu ya,, (sambil meninggalkan ruangan)

Semua  : iya dok,,!!

Perawat : Kalau begitu kami juga permisi dulu ya pak buk…!!

Nenek kami permisi dulu ya nek…

Nenek cepat sembuh ya nek…

Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat…!!

Ibu : Ya bu.. terima kasih…!!

Perawat : mari pak, buk…!!

mari nek….!!

Ibu                    : Ya bu…!!

Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan kamar
Ny.N.

 
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya.


Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tuatidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan
perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif
antara dokter – pasien lanjut usia :

– Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.

–  Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.

– Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.

– Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.

– Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.

1. SARAN

Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan
pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.

 
DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and

            their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC

Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid      
III, edisi IV, hal. 1425 – 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam     Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the

presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am

Geriatr Soc;42:413–9

Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician
communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the

physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older

patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67

Anda mungkin juga menyukai