Anda di halaman 1dari 34

PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK UNTUK MENDETEKSI KOLESISTIS DAN

KOLELITHIASIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Oleh:

Christo Billy Simanjuntak, drg

Taufiq Julian Davit, drg

Pembimbing

Tiene Rostini, dr., Sp. PK(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

BANDUNG

2021

1
PENDAHULUAN

Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,


biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada
duktus sistikus dan menyebabkan distensi kandung empedu. Kasus
kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi, sekitar 90% kasus
berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus
minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini,
biasanya berkaitan dengan pasca bedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi
berat), puasa berkepanjangan, dan beberapa infeksi pada penderita AIDS.
Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin
wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa
tertentu. Untuk memudah kan mengingat faktor-faktor risiko terkena
kolesistitis, digunakan 4F dalam bahasa inggris (female, forty, fat, and
fertile). Selain itu kelompak penderita batu empedu tentu salah lebih berisiko
mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu.
Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu. Kedua
penyakit di atas dapat terjadi sendiri saja, tetapi sering dijumpai bersamaan
karena keduanya saling berkaitan. Sekitar 95% penderita peradangan
kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri
menyebabkan terjadinya peradangan.
Bagaimanakah batu empedu dapat menimbulkan kolesistitis? Batu
empedu yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu
meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah, terjadilah
kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan pada kasus
tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor keracunan
empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan
dari kandung empedu.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsi di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20
% wanita dan 8 % pria. Angka kejadian di Indonesia diduga tidak berbeda
jauh dengan angka di negara lain.
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di
Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia
2
pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata
mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Avni Sali
membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal
ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang
dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang
dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga
berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk
menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan
keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh
karena itu, gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari
yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali
tanpa gejala (silent stone).
Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan
secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat
operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru
USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara
dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin
canggihnya peralatan dan semakin invasifnya tindakan pengobatan sangat
mengurangi morbiditas dan moralitas.
Diagnosis kolesistitis atau kolelitiasis didasarkan dari hasil
kolesistografi atau ultrasonografi menunjukkan adanya batu atau malfungsi
kandung empedu. Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya
batu empedu dalam kandung empedu dan bisa menunjukkan penebalan
pada dinding kandung empedu. Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari
pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati,
saluran empedu, kandung empedu, dan bagian atas usus halus.

ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

3
1. Anatomi
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol
di bawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan
dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan
dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri.
Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan
sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A.


hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati
dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang


terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui
nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari
plexus coeliacus.

Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted sangat


sering ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering
dijumpai pada penderita alkoholisme atau diabetes melitus.

2. Fisiologi

4
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu.
Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan
permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya
tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam


kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di
dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai
duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus
biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu


dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat
terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan
mengurangi volumenya 80-90%.

Menurut Guyton & Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu:

 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan


absorpsi lemak, karena asam empedu melakukan dua hal antara lain:
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak
yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas. Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna
menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa


produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan
kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

5
3. Pengosongan kandung empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk ke dalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak.

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

- Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai


duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon
Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

- Neurogen :
 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke


duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan hormonal


maupun neurologis memegang peran penting dalam perkembangan inti
batu.

6
4. Komposisi Cairan Empedu

Dari Kandung
Komponen Dari Hati
Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

 Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :


- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat
dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol, dan
vitamin yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
kuman usus diubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar
(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam
bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi di segmen distal

7
dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh
karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan tergangg
KOLESISTITIS

1. Kolesistitis Akut

A. Pengertian
Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi
akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas,
nyeri tekan, dan demam.

B. Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut
adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung
empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu
(90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat
menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak
faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan
salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes
melitus.

C. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan
suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya
keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan
sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang
8
mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia, demam
sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut
kanan atas.

D. Pemeriksaan Fisik
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal (tanda Murphy).

E. Laboratorium
 Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin
<4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan
adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.
 Leukositosis
 Peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan
bilirubin)
 Peninggian transaminase dan fosfatase alkali

F. Radiologi
 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat
batu tidak tembus pandang (radioopak) oleh karena mengandung
kalsium cukup banyak.
 Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung
empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak
bermanfaat untuk kolesistitis akut.
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin
dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk,
penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.
 Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99nTc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari
USG tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus
koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada
pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
kolesistitis akut.
9
 CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang
mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran
dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker
pankreas (bila ikterik ada).
 MRI

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari
pemeriksaan tertentu.
Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu
dalam kandung empedu dan bisa menunjukkan penebalan pada dinding
kandung empedu, dan cairan peradangan disekitar empedu. ERCP
(endoscopic retrograd cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan
untuk melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu
apabila memungkinkan.
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi
hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu,
kandung empedu dan bagian atas usus halus.

H. Penatalaksanaan
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah
sakit, diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan
makan maupun minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk
menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi rangsangan
terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika
dicurigai kolesistitis akut.

Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan


pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau
kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko
pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan terhadap

10
penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6
minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses,
gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan segera.
Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru
atau berulang, yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun
sudah tidak memiliki kandung empedu.
Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan
akibat dari fungsi sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi adalah lubang
yang mengatur pengaliran empedu ke dalam usus halus. Rasa nyeri ini
mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam saluran yang
disebabkan oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas.

Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini


biasanya akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan
sfingter, tetapi tidak akan membantu penderita yang hanya memiliki nyeri
tanpa disertai kelainan pada sfingter.

I. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung
empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan
bedah akut pada pasien tua (>75th) mempunyai prognosis jelek di samping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

2. Kolesistitis Kronik

Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat


hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.

11
A. Pengertian
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang
tajam dan hebat.

B. Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis
akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu
dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak
mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis
kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

C. Gejala Klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak.
Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh
di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak
tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.

D. Radiologi

 Kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiografi dapat


memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Pada USG,
dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik.
Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung
empedu sudah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja
yang terlihat.
 Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu
dan duktus koledokus.
 Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada
sistem empedu.

12
 CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus
empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi.
 MRI

E. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat
penyakit batu kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri
lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif dapat
menyokong menegakkan diagnosis.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena
keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan
menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat
antikolinergik.

G. Pencegahan
Seseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan
kandung empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak
dan menurunkan berat badannya.

13
KOLELITHIASIS

Definisi Kolelithiasis

Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau
pada keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu kandung
empedu ini berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu
saluran empedu sekunder atau koledokolithiasis sekunder.
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,
biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu.

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu


Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan
sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga
sebesar bola golf Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu.
Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis:
Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu :

14
1. Batu kolesterol

Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari


semua batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan
permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung
jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol.
Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan
faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut.
Warna berkisar dari keputihan kuning dan hijau menjadi hitam.
Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak. Apakah
murni atau alam campuran, acara utama umum dalam pembentukan batu
kolesterol jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol
empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah satu
penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu.
Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol,
garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi
hampir selalu disebabkan oleh kolesterol hipersekresi bukan oleh sekresi
berkurang dari fosfolipid atau garam empedu. 3
Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.
Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau
kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu
banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor
yang: berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik
kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya
protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknyaolesterol
kedalam batu empedu.
Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB
dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi
kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu empedu.
2. Batu pigmen

Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap


karena kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna
hitam dan coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang
terpisah.

15
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-
kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat,
dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti
sferositosis herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit
sirosis. Seperti batu kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung
empedu. Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin
dalam empedu. Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada
tingkat yang lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di
negara-negara hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin
tak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak
terkonjugasi. Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin dalam empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi. Di
negara-negara Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk persentase yang
jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning
kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong
empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel
bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang
enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin
tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan
sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi
Asia dan berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam
populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada
pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang
menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri. 3

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%


kolesterol.

16
Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu

Epidemiologi

Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling


umum yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan
prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu
berhubungan dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar
belakang etnis. Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu
empedu. Obesitas, kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum
terminal, operasi lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan
talasemia yang semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko
mengembangkan batu empedu.
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu
dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu
empedu memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian
di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap
tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. 6 Dua per tiga
dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai
keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami
komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.

17
Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.6

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga


disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu
dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik
tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih
banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien
di negara Barat.6

Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.

Manifestasi Klinis

Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu


kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa
dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.
Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran
kanan atau precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga
kasus timbul secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian
tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai mual dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang
setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
18
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan
tanda rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). 1
Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri.
Rasa sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam
pertama atau lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini
terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke
punggung bagian atas kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan
datang pada tiba-tiba, biasanya pada malam hari atau setelah makan lemak.
Hal ini sering dikaitkan dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit
adalah episodik. Pasien menderita serangan diskrit nyeri, antara yang mereka
merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan ringan kuadran kanan
atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis, pemeriksaan fisik
biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium, seperti
jumlah dan fungsi hati WBC tes, biasanya normal pada pasien dengan batu
empedu dipersulit. 3
Patofisiologi

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu


dari awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun
percabangan tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut
umumnya berupa batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti
lumpur dan rapuh. Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik
rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu
berulang melalui duktus sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi
dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus
sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di
sana sebagai batu duktus sistikus.

19
Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan,
sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen, atau
perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak
ditemukan kelainan.

Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda.
Di Amerika serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu
empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan oleh:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai
dengan bertambahnya usia.
3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita
dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap
peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade
ke-6, 20 % pada wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun
umumnya selalu pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu tinggi
dan mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi /
pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

20
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
beresiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen
dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu
melebihi batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan
lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.

Diagnosis

Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis


tergantung pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu
pada pencitraan diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar
untuk batu empedu. Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada
radiografi abdomen atau CT scan. Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala
yang khas, USG kantong empedu dan saluran bilier harus ditambahkan
sebelum intervensi bedah. Batu dapat di diagnosis kebetulan pada pasien
tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti yang dibahas sebelumnya di
anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier tidak
memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di
kantong empedu ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki
serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali,
kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan
adenomyomatosis dari kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu
yang khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis
disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung
empedu, baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan penampilan
makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu." Adenomyomatosis
atau kolesistitis glandularis proliferans adalah dikarakterisasikan pada
mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan ingrowths dari

21
kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan sinus epitel). Polip
granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding kandung empedu
menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong empedu. Pada
pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien
dengan kondisi ini.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.1

2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1

22
Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas
dan spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan
mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik.
Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan
menghasilkan bayangan akustik. 3

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi


untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

23
Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal
Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak
diantara parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan
homogen

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di

bawahnya

4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1
24
Komplikasi

Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat


menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu
empedu, ankreatitis dan perubahan keganasan.
Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam
duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan
mukosa, peradangan, udem, dan striktur papilla vater.
1. Kolesistitis Akut

Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus


oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi
pada penderita kolelittiasis 5%.
Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran
kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula.
Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal
berupa nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut.
Kandung empedu yang membesar dan dapat diraba. Pada separuh
penderita dapat disertai mual dan muntah.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat
atau dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu,

penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat

eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau

perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser

yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9

25
Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding
Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi
perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik

Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling


umum ditemukan. Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu.
Diagnosis Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan
batu kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier
yang khas dapat dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier
dirasakan di perut kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.
Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat

tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada

kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut

(contracted gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang

terlihat pada fossa vesika felea.9

26
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal,
kandung empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.

3. Keganasan

Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan

kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak

berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda.

Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau

duktus koledokus. Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai

adenokarsinoma, yang juga disebut kolangiokarsinoma.

Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat

pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu empedu. Resiko

timbul keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung

empedu. Tumor gans primer kandung empedu adalah jenis

adenokarsinoma dengan penyebaran invasive langsung ke dalam hati dan

porta hati.

27
Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis.

Sering ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik

bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut.

Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa di daerah

kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila disertai

tanda kolesistitis akut.

Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas

tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 9

28
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung
empedu dengan batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik,
kandung empedu membesar,sehingga batasnya dengan parenkim
hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis

Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan


gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis
akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial non
piogenik yang ditandai dengan “Trias Charcot” yaitu demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis,
biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala
pentade “Reynold”, berupa tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok,
kekacauan mentau atau penurunan kesadaran sampai koma.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus


disarankan untuk memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi. Sambil
menunggu operasi, atau jika operasi harus ditunda, pasien harus disarankan
untuk menghindari lemak makanan dan makanan besar. Pasien diabetes
dengan batu empedu simtomatik harus memiliki cholecystectomy segera,
karena lebih rentan untuk mengembangkan cholesistitis akut yang sering
parah. Wanita hamil dengan batu empedu simtomatik yang tidak dapat
dikelola harap dengan diet modifikasi dapat dengan aman menjalani
kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi
laparoskopi aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi,
laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang simptomatik.
Sekitar 90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu tersebut
diberikan bebas dari gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan
gejala atypikal atau dispepsia (kembung, bersendawa, kembung, dan
intoleransi lemak dari makanan), hasilnya tidak seperti yang menguntungkan.
3

29
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak. 1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 1

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan
paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti

30
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi


3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu
empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol
diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol
yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

31
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.

Gambar 13. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal
bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur
yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke
usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-
7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.

32
Gambar 14. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP)

Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial


USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu
bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan
masalah, karena resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran
batu > 2cm). Karena resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu
tersebut.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. Diunduh dari :


http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview

2. Snell, Richard. Anatomi Klinik. EGC. Jakarta : 2000


3. Sherwood lauralee. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit
buku kedokteran EGC : jakarta
4. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
5. Ganong W. F. 2001. Fisiologi Manusia (Review of Medical Physiologi).
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
6. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Disease. 2000. In : Color Atlas of
Patophysiology. New York : Thieme,p: 164-7
7. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Princsiples of Surgery 8 th
editon. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
8. Doherty GM. Billiary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery
13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55
9. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5 th edition. 2008. Washington
: Lippincott Williams & Wilkins
10. Ganiswara, G, Suliatia, dkk., 1995. Farmakologi Dan Terapi Edisi ke-4.,
Fakultas Kedokteran UI., Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai