Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)


DI RUANG ICU RS GRAHA MEDIKA BANYUWANGI

Disusun oleh :
Suyud
Wicaksono
202104207

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
BANYUWANGI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ADHF

1. Definisi

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut


yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau
tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi
sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload
dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung
sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic
heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012).
ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang
biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru (Pinto, 2012).
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal
jantung dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal
jantung kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan gejala
yang memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi ejeksi bisa
normal atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau tekanan darah
dalam batas normal. ( Yuniadi,Y, 2017)

2. Etiologi

Faktor-faktor penyebab dekompensasi akut pada pasien gagal jantung kronik


(Yuniadi,Y, 2017) adalah:
a. Diet yang tidak teratur
b. Putus obat atau reduksi dosis yang tidak tepat untuk terapi gagal jantung
c. Iskemia miokard/infark.
d. Aritmia (takikardia atau bradikardia)
e. Infeksi
f. Inisiasi terapi yang akan memperburuk gejala-gejala dari gagal jantung
g. Konsumsi alcohol
h. Kehamilan
i. Hipertensi yang semakin parah
j. Insufisiensi valvular.

3. Faktor risiko
a. Faktor presipitasi kardiovaskular
1. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
2. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah
luas dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
3. Krisis Hipertensi
4. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll).
5. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
6. Stenosis katup aorta berat
7. amponade jantung
8. Diseksi aorta
9. Kardiomiopati pasca melahirkan

b. Faktor presipitasi non kardiovaskuler


1. Volume overload
2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3. Severe brain insult
4. Pasca operasi besar
5. Penurunan fungsi ginjal
6. Asma
7. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
8. Feokromositoma (Putra, 2012)

4. Klasifikasi

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)


dan American Heart Association (AHA) :
1) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau
obesitas.
2) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
3) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue,
dan penurunan toleransi aktivitas.
4) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :
1) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
3) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan.
4) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

5. Patofisiologi
Adhf dapat muncul pada organ yang sebelumnya menderita gagal jantung atau

belum pernah mengalami gagal jantung, etiologi adhf dapat bersumber dari

kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler, etiologi ini beserta dengan faktor

presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung akibat

oleh proses iskemia miokad atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan

katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan
preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung

menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme ini melibatkan sistem adrenalin

renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat

vasokontriksi arteriol dan retensi natrium dan air.

Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan

terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis yang terganggu dari ventrikel yang

terkena lalu muncul adhf.

Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan

kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi

otot jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit

sistemik menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.

Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi sehingga

mengakibatkan penurunan curah jantung. Hal ini akan menimbukan penurunan volume

darah akibatnya terjadi penurunan curah jantung, penurunan kontraktivitas miokard pad

ventrikel kiri (apabila terjadi infark di ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan

beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan kontraktivitas disertai dengan

peningkatan venous return ( aliran darah balik vena). Hal ini tentunya akan

meningkatkan bedungan darah diparu-paru. Bendungan akan mengakibatkan airan ke

jaringan dan alveolus paru terjadi edema pada paru. Edema ini tentunya akan

menimbulkan gangguan pertukara gas diparu-paru.

Tanda dominan ADHF yaitu tekanan arteri dan vena meningkat. Tekanan ini

mengakibatkan peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari

kapiler ke alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas

di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh

memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah
lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama

sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu

penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus

dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan

emboli paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal.

Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum

berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema

paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya

terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.


7. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda umum gagal jantung dekompensasi (Yuniadi,Y, 2017):
1. Dispnea ( saat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, atau
saat istirahat) yang ditandai adanya ronci dan efusi paru.
2. Takipnea
3. Batuk
4. Berkurangnya kapasitas aktivitas fisik
5. Nokturia
6. Peningkatan /penurunan berat badan
7. Odema ( ektremitas, skrotum atau daerah lainnya)
8. Penurunan nafsu makan atau rasa kenyang yang cepat
9. Nafas Cheyne- stokes
10. Gangguan pada abdomen ( kembung, begah atau sulit makan) yang
ditandai dengan asites/lingkar perut bertambah, kuadran kanan atas
nyeri/tidak nyaman, hepatomegaly/splenomegaly, sklera icterus, berat
badan bertambah, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi jantung S3
meningkat.
11. Lelah yang ditandai dengan extremitas dingin.
12. Perubahan status mental, mengantuk disiang hari, kebingungan, sulit
berkonsentrasi yang ditandai dengan pucat, kulit agak kelabu, perubahan
warna kulit, hipotensi.
13. Pusing, hampir pingsan, pingsan.
14. Depresi.
15. Gangguan tidur.
16. Palpitasi

8. Komplikasi
1. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga perfusi
jaringan ke organ vital tidak adekuat.
3. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas pasien dan
gangguan sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya cairan ke
jantung perikardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai
ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke
jantung akan mengakibatkan tamponade jantung.
5. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh
kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudate
pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura
menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen
yang diperoleh tidak optimal. (Wijaya & Putri, 2015 )

9. Pemeriksaan Diasnostik

1) Laboratorium :
 Hematologi : Hb, Ht, Leukosit.
 Elektrolit : K, Na, Cl, Mg.
 Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH).
 Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine
Lengkap, SGOT, SGPT.
 Gula darah.
 Kolesterol, trigliserida.
 Analisa Gas Darah
2) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
 Penyakit jantung koroner : iskemik, infark.
 Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy).
 Aritmia.
 Perikarditis.
3) Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
 Edema alveolar.
 Edema interstitials.
 Efusi pleura.
 Pelebaran vena pulmonalis.
 Pembesaran jantung.
 Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
 Radionuklir.
 Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
 Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
4) Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal
Multilumen) bertujuan untuk :
 Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru.
 Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
 Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung.
 Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent.
 Mengetahui beratnya lesi katup jantung.
 Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner.
 Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma
ventrikel, fungsi ventrikel kiri).
 Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri coroner)
5) Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
(Putra, 2012 )

10. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
1) Tirah Baring
Dimana akan mengurangi kerja jantung yang meningkat
sehingga tenaga jantung menurunkan tekanan darah melalui
induksi diuresis berbaring.
2) Oksigen
Pemenuhan oksigen ini akan mengurangi pada demand
miokard yang membantu memenuhi kebutuhan oksigen pada
tubuh.
3) Diet
Pengaturan diet ini akan membuat ketegangan otot jantung
berkurang. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
Terapi non farmakologi :
b. Diet rendah garam
c. Pembatasan cairan
d. Mengurangi BB
e. Menghindari alkohol
f. Mengurangi stress
g. Pengaturan aktivitas fisik
2. Medis
Terapi farmakologi :
1) Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
jantung dan memperlambat frekuensi jantung misal:
Digoxin
2) Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal serta mengurangi edema paru misal :
Furosemide (lasix)
3) Vasodilator :untuk mengurani tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida,
nitrogliserin
4) Angiotension Converting Enzyme Inhibitor (ACE INHIBITOR)
adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensi II
sehingga menutunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan
beban awal ( preload) dan beban akhir (afterload) misal:
catropil, ramipril, fosinopril
5) Inotropik (dopamin dan dobutamin).
Dopamin untuk meningkatkan tekanan darah, curah jantung
dan produksi urin pada syok kerdiogenik
6) Dobutamin untuk menstimulasi adrenoreseptor dijantung
sehingga menigkatkan penurunan tekanan darah. (Amin &
Hardi, 2015)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama,
nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang
berhubungan dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak
menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk membedakan
antara pasien yang satu dengan yang lain.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien ADHF
biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai
tingkatan gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat
2) Tanda-tanda vital
Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan
menurun, nadi meningkat lebih dari 20 x/menit.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keluhan utama klien dengan ADHF adalah sesak napas.
b) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Apabila klien mengatakan sesak, maka perawat harus
menanyakan sudah berapa lama dan lama keluhan sesak
muncul. Keluhan sesak biasanya timbul saat beraktifitas
ataupun dalam keadaan istirahat.
c) Riwayat penyakit dahulu
Adakah penyakit dahulu yang diderita pasien.
d) Observasi
1) B1 (Breathing)
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest,
Pigeonchest atau Punelchest). Pola nafas: Normalnya =
12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas lambat (Abnormal),
frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat dan
dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek
penggunaan otot bantu nafas (otot
sternokleidomastoideus) → Normalnya tidak terlihat. Cek
Pernafasan cuping hidung → Normalnya tidak ada. Cek
penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker,
ventilator).
Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77) Normal
(Teraba getaran di seluruh lapang paru)
Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal,
biasanya pada pasien PPOK/ Pneumothoraks
Auskultasi: Suara nafas (Normal: Vesikuler,
Bronchovesikuler, Bronchial dan Trakeal). Suara nafas
tambahan (abnormal): wheezing → suara pernafasan
frekuensi tinggi yang terdengar diakhir ekspirasi,
disebabkan penyempitan pada saluran pernafasan distal).
Stridor → suara pernafasan frekuensi tinggi yang
terdengar diawal inspirasi. Gargling → suara nafas seperti
berkumur, disebabkan karena adanya muntahan isi
lambung.
2) B2 (Blood)
Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan
cara menekan salah satu jari kuku klien → Normal < 2
detik, Abnormal → > 2 detik. Adakah sianosis (warna
kebiruan) di sekitar bibir klien, cek konjungtiva klien,
apakah konjungtiva klien anemis (pucat) atau tidak →
normalnya konjungtiva berwarna merah muda.
Palpasi: Akral klien → Normalnya Hangat, kering,
merah, frekuensi nadi → Normalnya 60 - 100x/ menit,
tekanan darah → Normalnya 100/ 80 mmHg – 130/90
mmHg.
3) B3 (Brain)
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat
kesadaran dapat digunakan suatu skala (secara kuantitatif)
pengukuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale
(GCS). GCS memungkinkan untuk menilai secara
obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen
yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
verbal, dan respon motorik (E-V-M). Nilai kesadaran
pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen
tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran
dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif)
dibedakan menjadi:
a) Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat
e) pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
f) Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
g) Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak
ada respon pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan Reflek:
a) Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon
muskulus biceps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b) Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi
muskulus quadriceps femoris.
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien
mampu mencium bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien
mampu membaca dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius,
Trokhlearis, Abdusen): Pasien mampu melihat ke segala
arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a) Sensorik: pasien mampu merasakan rangsangan di dahi,
pipi dan dagu (normal)
b) Motorik: pasien mampu mengunyah (menggeretakan
gigi) dan otot masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a) Sensorik: pasien mampu merasakan rasa makanan
(normal)
b) Motorik: pasien mampu tersenyum simetris dan
mengerutkan dahi (normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan
weber).
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien
mampu menelan dan ada refleks muntah (Normal).
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu
(normal).
Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan
lidah ke segala arah (normal).
4) B4 (Bladder)
Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina) 
Normalnya warna merah muda, tidak ada Fluor Albus/
Leukorea (keputihan patologis pada perempuan), tidak ada
Hidrokel (kantung yang berisi cairan yang mengelilingi
testis yang menyebabkan pembengkakan skrotum.
Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada
distensi kandung kemih.
5) B5 (Bowel)
Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi
abdomen, tidak accites, tidak ada muntah,
Auskultasi: peristaltik usus Normal 10-30x/menit
6) B6 (Bone)
Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi
bebas dan kekuatan otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada
lesi
Palpasi: turgor kulit elastis.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Bersihan jalan napas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Pola napas tidak efektif
e. Kelebihan volume cairan
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko gangguan integritas kulit
a. Penurunan curah jantung ( D.0008 )
1) Definisi: Ketidakmampuan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.

2) Penyebab
a) Perubahan irama jantung
b) Perubahan frekuensi jantung
c) Perubahan kontaktilitas
d) Perubahan preload
e) Perubahan afterload
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
1) Perubahan irama jantung
- Palpitasi
2) Perubahan preload
- Lelah
3) Perubahan afterload
- Dyspnea
4) Perubahan kontraktilitas
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ortopnea
- Batuk
b) Objektif
1) Perubahan iram jantung
1. Bradikardia/takikardia
2. Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
2) Perubahan preload
1. Edema
2. Distesnsi vena jugularis
3. Central venous pressure (CVP ) meningkat /
menurun
4. Hepatomegaly
3) Perubahan afterload
1. Tekanan darah meningkat/ menurun
2. Nadi perifer teraba lemah
3. Capillary refill time > 3 detik
4. Oliguria
5. Warna kulit pucat dan/atau sianosis
4) Perubahan kontaktilitas
1. Terdengar suara jantung S3 dan atau S4
2. Ejection fraction (EF) menurun
4) Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Perubahan preload
 Tidak tersedia
b) Perubahan afterload
 Tidak tersedia
c) Perubahan kontraktilitas
 Tidak tersedia
d) Perilaku/ emosional
1. Cemas
2. Gelisah
2) Objektif
a) Perubahan preload
1. Murmur jantung
2. Berat badan bertambah
3. Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
b) Perubahan afterload
1. Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat /
menurun
2. Systemic vascular resistence (SVR ) meningkat /
menurun
c) Perubahan kontraktilitas
1. Cardiac indeks (CI) menurun
2. Left ventricular stroke work index (LVSWI)
menurun
3. Stoke volume index (SVI) menurun
d) Perilaku/emosional
 Tidak tersedia
5) Kondisi klinis terkait
1. Gagal jantung kongestif
2. Syndrome coroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis tikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan (SDKI, 2017).

b. Pola napas tidak efektif ( D.0005 )


1) Definisi: Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan fentilasi
adekuat.
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernafasan
b) Hambatan upaya nafas (miss. nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Ganguuan neuromuskuler
f) Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG]
positif, cidera kepala, gangguan kejang)
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5 keatas)
m) Cidera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
1) Dispnea
b) Objektif
1) Penggunaan otot bantu pernafasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola nafas abnormal (miss. takipnea, bradipnea,
hipeventilasi, kussmaul, cheyne-strokes)
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
1) Ortpnea
b) Objektif
1) Pernafasan pursed-lip
2) Pernafasan cumping hidung
3) Diameter toraks anterior-posterior meningkat
4) Fentilasi semenit menurun
5) Kapasitas fital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Ekskursi dada menurun
5) Kondisi klinis terkait
Deprei sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thoraks, gullian
barre syndrome, mutiple sclerosis, myasthenia gravis, stroke
(SDKI, 2017).
c. Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001 )
a) Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan napas mempertahankan jalan napas paten.
b) Penyebab :
a) Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalan jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis, anastesi)
b) Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan polutan
c) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif (Tidak tersedia)
2. Objektif
1) Batuk tidak efektif
2) Tidak mampu batuk
3) Sputum berlebih
4) Mengi, wheezing dan ronki kering
5) Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
d) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjekif
1. Dispnea
2. Sulit berbicara
3. Ortopnea
2) Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola nafas berubah
5) Kondisi klinis terkait
Gullian barre syndrome, sindrom aspirasi mekonium, infeksi
saluran napas, depresi sistem saraf pusat, sklerosis multipel,
myasthenia gravis, prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi,
trassesophageal echocardiography (TEE)), cedera kepala, stroke,
kuadriplegia (SDKI,2017).

d. Gangguan pertukaran gas ( D.0003 )


a) Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler..
b) Penyebab :
1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
c) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif
1. Dispneu
2. Objektif
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi nafas tambahan
d) Gejala dan Tanda Minor
a. Subjekif
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
b. Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal (cepat / lambat, reguler / Ireguler, dalam
/ dangkal)
6. Warna kulit abnormal (misal pucat, kebiruan )
7. Kesadaran menurun
e) Kondisi klinis terkait
1. Penyakit paru obstruksi kronis ( PPOK )
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonaryhypertension of newborn ( PPHN )
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran nafas (SDKI,2017)

3. Intervensi keperawatan
a. Penurunan curah jantung ( D.0008)
Luaran : curah jantung meningkat (L.02008)
 Kekuatan nadi perifer meningkat
 Bradikardi menurun
 Takikardia menurun
 Gambaran EKG aritmia menurun
 Edema menurun
 Dyspnea menurun
Intervensi
1. perawatan jantung ( I.02075)
Observasi
 Identifikasi adanya atau gejala primer penurunan curah jantung
( meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxymal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
 Identifikasi tanda atau gejala sekunder penurunan curah
jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly ,
distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia ( kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit,enzim
jantung,BNP,TNpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan fungsi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian
obat ( mis. Beta bloker, AC inhibitor, calcium channel blocker,
digoxin)
Terapeurik
 Posisikan semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai ( mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan yang tinggi lemak )
 Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >
94%
Edukasi
 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktifiktas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung ( SIKI, 2018)

b. Pola nafas tidak efektif ( D.0005 )


Luaran : pola nafas membaik (L.01004)
- Dispneu menurun
- Pernafasan cuping hidung menurun
- Frekuensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik
Intervensi
1. Manajemen jalan napas ( I.01011)
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis.gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering )
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma )

Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan proses McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hr,jika tidak kontaindikasi
 Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian broncodilator, ekspektoran,mukolitik,
jika perlu.(SIKI,2018)

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D. 0001 )


Luaran : bersihan jalan napas meningkat (L.01001)
- Produksi sputum menurun
- Dispneu menurun
- Wheezing menurun
- Sianosis menurun
- Frekuensi nafas membaik
Intervensi
1. Latihan batuk efektif ( I.01006 )
Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
 Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
 Atur posisi semi-fowler atau fowler
 Pasang perlak dan bengkok di ppangkuan pasien
 Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan ) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
yang ke -3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran jika perlu.
(SIKI,2018)

d. Gangguan pertukaran gas ( D.0003 )


Luaran : pertukaran gas meningkat (L.01003)
- Tingkat kesadaran meningkat
- Dispneu menurun
- Bunyi napas tambahan menurun
- Gelisah menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- pH arteri membaik
- Takikardi membaik
- Pola napas membaik
Intervensi
5. Pemantauan respirasi ( I.01014 )
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas ( seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul, cheyne-Stokes, biot, ataksik
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Iinformasi hasil pemantauan (SIKI,2018)

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi keperawat
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI,2017. SDKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta


PPNI,2018. SIKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI,2019. SLKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
Putra, Semara. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF.Jakarta : ECG.
Wijaya,A,S & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Yuniadi Y, Tondas AE, Hanafy DA, Hermanto DY, Maharani E, Munawar M, et al. Pedoman
Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 1st ed. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia; 2017

Anda mungkin juga menyukai