A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan oklusi total dari
arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada
EKG (Black & Hawks, 2014).
STEMI merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA) yang
pada umumnya diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang
mengakibatkan oklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan
gejala klinis iskemia miokard seperti munculnya nyeri dada, adanya J point
yang persistent, adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker
kematian sel miokardium yaitu troponin (Wahyunadi, Sargowo, &
Suharsono, 2017).
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala
iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi
ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard (Setiati,
et al. 2015).
2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara
lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional dan penyakit dalam
lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua)
bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko
yang dapat diubah menurut (Smeltzer, Bare, Hankle, & Cheever, 2013) yakni:
1. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat.
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita pre- menopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi berat.
Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormone
estrogen.
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor risiko yang dapat diubah:
1) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian
penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang
tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air
yang memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem peredaran
darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,
lipoprotein densitas renah (low density lipoprotein) dan lipoprotein
densitas tinggi (high densitlipoprotein). Peningkatan kolesterol Low
Density Lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya
risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan
kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria
dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
2) Hipertensi
Hipertensi juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit
arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan darah yang tinggi terus menerus dapat
mengakibatkan suplai kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
3) Merokok
Merokok dapat membuat penyakit koroner semakin memburuk di
akibatkan karena karbondioksida yang terkandung dalam asap rokok
akan lebih mudah mengikat hemoglobin daripada oksigen, sehingga
oksigen yang dikirim ke jantung menjadi berkurang. Nikotin pada
tembakau dapat memicu pelepasan katekolamin yang mengakibatkan
konstriksi pada arteri dan membuat aliran darah serta oksigen ke
jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan
peningkatan pembentukan thrombus.
4) Diabetes mellitus
Penyakit DM dapat menginduksi hiperkolesterolemia serta
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Penderita diabetes lebih
berisiko menderita infark miokard dari pada yang tidak menderita
diabetes. Penderita diabetes mellitus mempunyai prevalensi yang
lebih tinggi mengalami aterosklerosis, karena hiperglikemia dapat
mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat
membentuk thrombus.
5) Stres psikologik
Stres dapat mengakibatkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
STEMI
Pembesaran Obstruksi arteri Iskemik berlangsung Iskemik jaringan Gagal jantung Suplai darah ke arteri koroner
ventrikel kiri koroner lama miokard berkurang
Peningkatan vena
Peningkatan Suplai darah ke Disfungsi sistem kerja Disfungsi sistem cava inferior
Penurunan perfusi jaringan
beban kerja arteri koroner jantung pompa jantung
Jantung berkurang Congesti visera dan
Infark miokard Infark miokard jaringan perifer
Tirah baring lama
Menurunnya Iskemik jaringan
kontraktilitas miokard Dekompensasi Dekompensasi Congesti vena
Jantung kordis kordis abdomen Kelemahan
Perubahan
Penuruna O2 metabolisme anaerob Suplai O2 ke Jar. Gangguan aliran Anoreksi, mual, Intoleransi Aktivitas
ke perifer Miokard menurun balik sirkulasi darah muntah
Disfungsi arah
Hambatan upaya jantung Penurunan aliran Penumpukan cairan Kurangnya asupan
napas arteri atau vena pada ekstremitas makanan
Perubahan irama
Pola Napas jantung Kelebihan asupan Defisit Nutrisi
Perfusi Perifer
Tidak Efektif cairan
tidak efektif
Penurunan
Curah Jantung Hipervolemia
6. Manifestasi Klinis Stemi Antero Septal
Tanda dan gejala yang dirasakan pada pasien STEMI menurut (Black &
Hawks, 2014):
1. Nyeri dada sentral yang berat terjadi secara mendadak dan terus menerus
tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung lebih dari 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang
dan leher. Gejala yang menyertai yaitu berkeringat, pucat, mual, sulit
bernapas, cemas dan lemas
2. Ekstremitas yang teraba dingin, perspirasi, rasa cemas dan gelisah akibat
pelepasan katekolamin
3. Tekanan darah dan denyut nadi pada mulanya meninggi sebagai akibat
aktivasi sistem saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah
mungkin turun. Bradikardi dapat disertai gangguan hantaran, khususnya
pada kerusakan yang mengenai dinding inferior ventrikel kiri
4. Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka
5. Nausea dan vomitus akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat
muntah oleh serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal
6. Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung
7. Suhu tubuh yang rendah selama beberapa hari setelah serangan infark
miokard akut akibat respon inflamasi
8. Distensi vena jugularis yang mencerminkan disfungsi ventrikel kanan dan
kongesti paru
9. Bunyi jantung S3 dan S4 yang mencerminkan disfungsi ventrikel
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita STEMI menurut (Smeltzer et al.,
2013) yaitu:
1. Elektrokardiogram (EKG)
EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Lokasi dan
ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG. Pemeriksaan
EKG harus dilakukan segera dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di
IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG dengan interval 5-
10 menit atau pemantauan EKG 12 lead secara lanjutan harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi
kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk
mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.
2. Angiografi koroner
Angiografi koroner adalah pemeriksaan diagnostik invasif yang dilakukan
untuk mengamati pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknologi
pencitraan sinar X. Angiografi koroner memberikan informasi mengenai
keberadaan dan tingkat keparahan PJK.
3. Foto polos dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
4. Pemeriksaan laboratorium
1. Creatinine Kinase-MB (CK-MB) meningkatkan setelah 2-4 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-20 jam dan kembali
normal dalam 2-3 hari.
2. Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 12-24 jam dan kembali normal 3-
5 hari.
3. cTn ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masaih dapat di deteksi setelah 5- 14 hari sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Nyeri Akut
c. Pola napas tidak efektif
d. Hipervolemia
e. Intoleransi aktivitas
a. Penurunan curah jantung ( D.0008 )
1) Definisi: Ketidakmampuan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
2) Penyebab
a) Perubahan irama jantung
b) Perubahan frekuensi jantung
c) Perubahan kontaktilitas
d) Perubahan preload
e) Perubahan afterload
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
1) Perubahan irama jantung
- Palpitasi
2) Perubahan preload
- Lelah
3) Perubahan afterload
- Dyspnea
4) Perubahan kontraktilitas
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ortopnea
- Batuk
b) Objektif
1) Perubahan iram jantung
1. Bradikardia/takikardia
2. Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
2) Perubahan preload
1. Edema
2. Distesnsi vena jugularis
3. Central venous pressure (CVP ) meningkat / menurun
4. Hepatomegaly
3) Perubahan afterload
1. Tekanan darah meningkat/ menurun
2. Nadi perifer teraba lemah
3. Capillary refill time > 3 detik
4. Oliguria
5. Warna kulit pucat dan/atau sianosis
4) Perubahan kontaktilitas
1. Terdengar suara jantung S3 dan atau S4
2. Ejection fraction (EF) menurun
4) Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Perubahan preload
Tidak tersedia
b) Perubahan afterload
Tidak tersedia
c) Perubahan kontraktilitas
Tidak tersedia
d) Perilaku/ emosional
1. Cemas
2. Gelisah
2) Objektif
a) Perubahan preload
1. Murmur jantung
2. Berat badan bertambah
3. Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
b) Perubahan afterload
1. Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat /
menurun
2. Systemic vascular resistence (SVR ) meningkat /
menurun
c) Perubahan kontraktilitas
1. Cardiac indeks (CI) menurun
2. Left ventricular stroke work index (LVSWI) menurun
3. Stoke volume index (SVI) menurun
d) Perilaku/emosional
Tidak tersedia
5) Kondisi klinis terkait
1. Gagal jantung kongestif
2. Syndrome coroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis tikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan (SDKI, 2017).
3. Intervensi keperawatan
a. Penurunan curah jantung ( D.0008)
Luaran : curah jantung meningkat (L.02008)
Kekuatan nadi perifer meningkat
Bradikardi menurun
Takikardia menurun
Gambaran EKG aritmia menurun
Edema menurun
Dyspnea menurun
Intervensi
1. perawatan jantung ( I.02075)
Observasi
Identifikasi adanya atau gejala primer penurunan curah jantung
( meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxymal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
Identifikasi tanda atau gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly , distensi vena
jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
Monitor intake dan output cairan
Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
Monitor saturasi oksigen
Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
Monitor EKG 12 sadapan
Monitor aritmia ( kelainan irama dan frekuensi)
Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung,BNP,TNpro-BNP)
Monitor fungsi alat pacu jantung
Periksa tekanan darah dan fungsi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas
Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat
( mis. Beta bloker, AC inhibitor, calcium channel blocker,
digoxin)
Terapeurik
Posisikan semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
Berikan diet jantung yang sesuai ( mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan yang tinggi lemak )
Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai
indikasi
Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
Berikan dukungan emosional dan spiritual
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
Edukasi
Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
Anjurkan beraktifiktas fisik secara bertahap
Anjurkan berhenti merokok
Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program rehabilitasi jantung ( SIKI, 2018)
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun.
5. Evaluasi keperawat
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Ulinnuha, D. Y. (2017). Perbedaan rerata profil lipid pada pasien stemi dan non stemi
di rsud kota yogyakarta tahun 2016