Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN GADAR

CEDERA KEPALA BERAT

DISUSUN OLEH:
NOVI BUDIARTI
NIM: 2021082024014

UNIVERSITAS CENDRAWASIH FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JAYAPURA
2022
KATA PENGANTAR
Segalah puji bagi tuhan yang Maha esa, yang telah memberikan kami ke
mudahan, karena atas ke hendak Nya kami dapt meyelesaikan tugas dengan judul
“MAKALAH KEPERAWATAN GADAR CEDERA KEPALA BERAT ” Makalah
ini di buat sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis mengucapkan syukur kepada tuhan yang maha esa atas limpahan niat
sehatanya.baik itu berupaha sehat fisik maupun pikiran,sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikn pembuatan makalahsebagai tugas Pendidikan Promosi
Kesehatan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu,penulis
mengharapakan kritik dana saran dari pembaca untuk makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik. Akhir kata,kami berharap makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Tujuan................................................................................................................
1.3 Manfaat.............................................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
A. Definisi.......................................................................................................
B. Klasifikasi..................................................................................................
C. Etiologi.......................................................................................................
D. Manifestasi Klinis......................................................................................
E. Patofisiologi...............................................................................................
F. Patway.......................................................................................................
G. Penatalaksanaan cedera kepala.................................................................
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................................
B. Analis Data..............................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
D. Intervensi..................................................................................................
E. Implementasi............................................................................................
F. Evaluasi.....................................................................................................
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian.....................................................................................................
B. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................
C. Klafikasi Data..............................................................................................
D. Analisa Data................................................................................................
E. Askep............................................................................................................
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan permasalahan kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2015 kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
kematian urutan kesebelas di seluruh dunia dan menelan korban jiwa sekitar 1,25 juta
manusia setiap tahun.(Depkes RI, 2017). Trauma dapat diakibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas. Trauma yang paling banyak terjadi pada saat kecelakaan lalu lintas adalah
trauma kepala. Trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
utama disabilitas dan mortalitas di negara berkembang. Keadaan ini umumnya terjadi
pada pengemudi motor tanpa helm atau memakai helm yang tidak tepat dan yang
tidak memenuhi standar. (Depkes RI, 2015).
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kematian pada cedera
kepala diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. WHO mencatat 2500 kasus
kematian yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas pada tahun 2013. Di Amerika
Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus
dengan prevalensi kejadian 80% meninggal dunia sebelum sampai rumah sakit, 80%
cedera kepala ringan, 10% cedera kepala sedang dan 10% cedera kepala berat dengan
rentang kejadian berusia 15-44 tahun. Persentase dari kecelakaan lalu lintas tercatat
sebesar 48-58% diperoleh dari cedera kepala, 20-28% dari jatuh dan 3-9% disebabkan
tindak kekerasan dan kegiatan olahraga (WHO, 2013).
Angka kejadian pasti dari cedera kepala sulit ditentukan karena berbagai
faktor, misalnya sebagian kasus-kasus yang fatal tidak pernah sampai ke rumah sakit,
dilain pihak banyak kasus yang ringan tidak datang pada dokter kecuali bila kemudian
timbul komplikasi. Sebanyak 480.000 kasus per tahun diperkirakan sebagai insiden
cedera kepala yang nyata yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Cedera kepala
paling banyak terjadi pada laki-laki berumur antara 15-24 tahun, dimana angka
kejadian cedera kepala pada lakilaki (55,4%) lebih banyak dibandingkan perempuan,
ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif (Riskesdas,
2015). Berkaitan dengan tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya, cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama kematian pada pengguna kendaraan bermotor (Baheram, 2007).
Cedera kepala karena kecelakaan kendaraan bermotor menyebabkan lebih dari
50% kematian. Lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen setiap tahunnya (Widiyanto, 2007) Cedera kepala merupakan
kedaruratan neurologik yang memiliki akibat yang kompleks, karena kepala
merupakan pusat kehidupan seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang
mempengaruhi segala aktivitas manusia, bila terjadi kerusakan akan mengganggu
semua sistem tubuh. Penyebab trauma kepala yang terbanyak adalah kecelakaan
bermotor (47,7%), jatuh (40,9%) dan terkena benda tajam atau tumpul (7,3%)
(Riskesdas, 2015). Angka kejadian trauma kepala yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan
merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10 pola penyakit terbanyak yang dirawat di
rumah sakit di Indonesia. (Depkes RI, 2007)
Berat atau ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala ditentukan
oleh mekanisme terjadinya cedera kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi bila
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, sedangkan perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala
tiba-tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini bisa dikombinasikan dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak (Corwin, 2004).
Cedera kepala dapat menyebabkan manifestasi klinik yang berbeda-beda oleh
setiap klien, diantaranya ada yang disertai fraktur servikal, kontusio serebri,
perdarahan di epidural, subdural, arakhnoid, perdarahan intrakranial dan dapat juga
disertai dengan fraktur basis cranii.

1.2 Tujuan
A. Mengetahui pengertian antraks
B. Mengetahui jenis,tanda dan gejala antraks
C. Mengetahui cara penularan antraks.
D. Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan antraks.
1.3 Manfaat
Dalam menuliskan makalah ini kelompok mengharapkan mahasiswa untuk
meningkatkan pengertahuan dalam menulis Makalah Keperawatan ATM Antraks.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
A. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun
deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Pierce dan Nail, 2014). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak (Morton, 2012).
Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera
kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 2010).

B. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS) (Tim Pusbankes, 2018)
Berdasarkan keparahan cedera :
 Cedera Kepala Ringan (CKR)
a) Tidakada fraktur tengkorak
b) Tidak ada kontusio serebri, hematom 7
c) GCS 13-15
d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
 Cedera Kepala Sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran
b) Muntah
c) GCS 9-12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
 Cedera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Hilang kesadaran >24 jam
c) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial.
2.2 Klasifikasi Cedera Kepala
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye)
 Spontan 4

 Terhadap suara 3

 Terhadap nyeri 2

 Tidak ada respon 1

Respon Verbal (Verbal)


 Berorientasi baik 5

 Berbicara mengacau (bingung) 4

 Kata-kata tidak teratur 3

 Suara tidak jelas 2

 Tidak ada respon 1

Respon motorik terbaik (Motorik)


 Ikut perintah 6

 Melokalisir nyeri 5

 Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 4

 Fleksi abnormal (dekortikasi) 3

 Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2

 Tidak ada respon 1

Sumber: (Tim Pusbankes, 2018)


Macam-macam tingkat kesadaran (Tim Pusbankes, 2018):
1. Composmentis (normal)
 Sadar penuh
 Dapat dirangsang oleh rangsangan : nyeri, bunyi atau gerak
 Tanda-tanda: sadar, merasa mengantuk atau sampaitertidur. Jika tidur dapat
disadarkan dengan memberikan rangsangan
2. Apatis (acuh tak acuh)
 Acuh
 Lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan.
 Tanda-tanda: sadar tapi tidak kooperatif.
3. Somnolent (ngantuk)
 Keadaan ngantuk b.
 Dapat dirangsang dengan rangsangan: dibangunkan atau dirangsang nyeri.
 Tanda-tanda: sadar tapi kadang tertidur, susah dibangunkan, kooperatif dan
mampu menangkis rangsangan nyeri.
4. Dellirium (mengigau)
 Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal
 Dapat dirangsang dengan rangsangan nyeri
 Tanda-tanda: gaduh, gelisah, kacau, teriak-teriak, disorientasi.
5. Koma/sopor (tidak sadar)
 Keadaan tidak sadarkan diri
 Tidak dapat dibangunkan bahkan dengan diberikan rangsangan yang kuat.
 Tanda-tanda: tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan.

C. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau
hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
b. Akselerasi dan deselerasi.
c. Cup dan kontra cup
1) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur. 2)
2) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
d. Lokasi benturan
e. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang 10
mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir
keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian terkontaminasi CSS lalu terjadi
infeksi dan mengakibatkan kejang.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
 Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang yang mengalami
ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak
mengenal dirinya sendiri.
 Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak traumatis ketika
seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
 Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau mendadak.
 Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut, sedangkan
muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga menyebabkan perut
mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.
 Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya disebabkan oleh
factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
 Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru yang
dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala sulit bernafas.
 Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam saraf
pusat.
 Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser dari posisi
normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke,
atau tumor otak.
 Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan yang
dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit untuk digerakkan.
 Gangguan akibat saraf kranial
Manifestasi klinis spesifik :
1. Gangguan otak
a. Comosio cerebri (gegar otak)
 Tidak sadar <10 menit
 Muntah-muntah
 Pusing
 Tidak ada tanda defisit neurologis
 Contusio cerebri (memar otak)
 Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat berlangsung >2-3 hari
setelah cedera 12
 Muntah-muntah
 Amnesia
 Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
 Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam dan meningen
paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
 Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental
sampai koma
 Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan, bradikardi,
penurunan TTV
 Herniasi otak yang menimbulkan :
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
- Isokor dan anisokor
- Ptosis
3. Hematom subdural
 Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
 Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
 Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4. Hematom intrakranial
 Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak b.
 Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru, gerakan
akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
 Fraktur linier (simple)
- Melibatkan Os temporal dan parietal
- Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal (resiko perdarahan)
 Fraktur basiler
- Fraktur pada dasar tengkorak
- Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk

E. Patofisiologis
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya lesi pada jaringan otak dan
selaput otak pada cedera kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran
otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup
terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre
coup dapat terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang
kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi
pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan
tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang
dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka ruangan
yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung
udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat
berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,sehingga daerah yang
memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak.
Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
F. Patway
G. Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, penderita cedera kepala sedang hingga berat
sangat rentan mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa
minggu setelahnya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
 Penurunan kesadaran
 Vertigo
 Kejang berulang atau epilepsi setelah trauma
 Kerusakan saraf dan pembuluh darah
 Stroke Infeksi, seperti meningitis
 Penyakit degenerasi otak, seperti demensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit
Parkinson

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi,
2013) : 1. Pemeriksaan diagnostik
a. X ray/CT Scan
- Hematom serebral
- Edema serebral
- Perdarahan intrakranial
-Fraktur tulang tengkorak
b. MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
2.Pemeriksaan laboratorium
a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan
AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk
melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis Na, peningkatan
letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,
komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.

I. Penatalaksanaan cedera kepala


Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018):
1. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
a. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
- CT scan tidak ada
- CT scan abnormal
- Semua cedera tembus
- Riwayat hilang kesadaran
- Kesadaran menurun
- Sakit kepala sedang-berat
- Intoksikasi alcohol/obat-obatan
- Fraktur tengkorak
- Rhinorea/otorea
- Tidak ada keluarga dirumah
- Amnesia
b. Rawat jalan Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan
kembali ke RS jika memburuk dan berikan lembar observasi Lembar observasi : berisi
mengenai kewaspadaan baik keluarga maupun penderita cedera kepala ringan.
Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah ini maka penderita harus segera dibawa ke
RS:
- Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
Mual dan muntah
Kejang
Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
Sakit kepala hebat
Kelemahan pada lengan atau tungkai
Bingung atau perubahan tingkah laku
Gangguan penglihatan
Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
Pernafasan tidak teratur
2. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih
mampu menuruti perintah-perintah. Pemeriksaan awal:
a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana 19
b. Pemeriksaan CT scan kepala
c. Dirawat untuk observasi
Perawatan:
a. Pemeriksaan neurologis periodic
b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita
akan dipulangkan
Bila kondisi membaik (90%)
a. Pulang
b. Kontrol di poli Bila kondisi memburuk (10%) Bila penderita tidak mampu
melakukan perintah lagi segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan
penatalaksanaan sesuai protocol cedera kepala berat.

3. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)


Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena
kesadarannya menurun.
a. Airway
- Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu menurunkan tekanan
intrakranial
- Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari lender, darah atau
kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk intubasi endotrakeal, berikan
oksigenasi 100% yang cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial
- Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera servikal dapat
disingkirkan
b. Sirkulasi
- Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk resusitasi korban.
Jangan memberikan cairan berlebih atau yang mengandung Glukosa karena dapat
menyebabkan odema otak.
- Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk adanya cedera di
tempat lain yang tidak tampak.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpuldan dan analisis informasi secara sistematis dan
berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan menempatkan
data ke dalam format yang terorganisir (Roshdahl dan Kawolski, 2014)
1. Identitas Mengkaji biodata pasien yang berisi kan nama klien dan nama
penanggung jawab, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, golongan
darah, pendidikan terakhir, tanggal masuk RS, agama, status perkawinan, pekerjaan,
nomor register,dan diagnosa medis.
a. Umur Cedera kepala berdasarkan umur biasanya sering terjadi pada umur 15-
24 tahun (Riskesdas, 2018).
b. Jenis kelamin Cedera kepala berdasarkan jenis kelamin sering dialami oleh
laki-laki (Riskesdas, 2018).
c. Pekerjaan Biasanya pelajar adalah penderita terbanyak pada kasus cedera
kepala karena disebabkan oleh kecelekaan lalu lintas (Riskesdas, 2018).
2. Keluhan utama
Terjadi penurunan kesadaran, letargik, mual dan muntah, nyeri kepala, wajah tidak
simetris, lemah, sulit beristirahat, sulit mencerna dan menelan makanan (Yessie dan
Andra, 2013).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual, muntah, sakit kepala, wajah tidak
simetris, lemah, paralisis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, amnesia seputar
kejadian, sulit beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
menelan/mencerna makanan (Yessie dan Andra, 2013).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persarafan, riwayat cedera masa lalu,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler dan metabolic (Yessie dan
Andra, 2013).
5. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat penyakit menular (Yessie dan Andra,
2013).
6. Pola kesehatan sehari-hari
- Nutrisi Mual dan muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji bising usus
(Yessie dan Andra, 2013).
- Eliminasi BAK dan BAB Terjadi inkontinensia, konstipasi (Yessie dan Andra,
2013).
- Istirahat Terjadi gangguan pola tidur, mobilisasi (Yessie dan Andra, 2013).
- Aktivitas Lemah, kelelahan (Yessie dan Andra, 2013).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum (Kartikawati, 2013).
Secara umum keadaan umum klien dapat dilakukan pengkajian dengan 3
kriteria, yaitu ringan, sedang, berat.
1) Ringan: terdiri dari kesadaran penuh, tanda-tanda vital stabil, pemenuhan
kebutuhan mandiri.
2) Sedang: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan apatis, tanda-tanda vital stabil,
pemenuhan kebutuhan dibantu sebagian atau sepenuhnya.
3) Berat: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan samnolen, tanda-tanda vital
tidak stabil, memakai alat bantu organ vital, melakukan tindakan pengobatan yang
intensif.
b. Pemeriksaan kepala (Kartikawati, 2013)
Terjadi ketidaksimetrisan, edema pada wajah.
c. Pemeriksaan mulut dan faring (Yessie dan Andra, 2013)
Terjadi ketidaksimetrisan, sulit menelan makanan.
d. Pemeriksaan paru (Yessie dan Andra, 2013)
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi,
tersedak Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas. Ronki, mengi positif.
e. Pemeriksaan abdomen (Yessie dan Andra, 2013)
Konstipasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
f. Sistem perkemihan (Yessie dan Andra, 2013)Meliputi disuria (nyeri saat berkemih).
g. Pemeriksaan anggota gerak (Yessie dan Andra, 2013)
Nyeri berat terjadi tiba-tiba atau bahkan terlokalisasi pada area jaringan yang dapat
mempengaruhi mobilisasi.
h. Pemeriksaan status neurologi (Yessie dan Andra, 2013)
Pemeriksaan pada saraf:
1) Olfaktorius Pada saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Optikus Akan menurunkan lapang penglihatan dan menggaung fungsi nervus
optikus.
3) Okulomotoris, toklearis, dan abdusen Gangguan mengangkat kelopak mata
terutama pada klien dengan cedera yang merusak rongga orbital. Pada cedera kepala
akan dijumpai anisokoria.
4) Trigeminus Didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5) Fasialis Terjadi perubahan pada persepsi pengunyahan.
6) Toklearis Terjadi perubahan fungsi pendengaran pada klien.
7) Glosofaringeus dan vagus Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka
mulut.
8) Aksesorius Jika tidak melibatkan cedera pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoieus dan trapezius.
9) Hipoglosus Indra pengecapan terjadi perubahan.

B. Analisis Data
Melalui analisa data yang sistematis, kita dapat menarik kesimpulan mengenai
masalah kesehatan klien. Ketika mengkaji klien, lihat kekuatan yang dimiliki klien
yang dapat ia gunakan untuk menghadapi masalah (Rosdahl dan Kowalski, 2015).
Data 28 dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan
pasien, kemampuan pasien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang
perubahanperubahan atau respon pasien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap
klien. Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Tujuan
pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan
klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan
kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menetukan langkah-langkah
berikutnya.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan klien
yang aktual atau risiko mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, mencegah, atau menghilangkan masalah kesehatan klien yang
ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto dan Wartonah, 2011). Setelah penulis
melakukan analisa data didapatkan diagnosa utama yang muncul menurut SDKI
(2018), yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif.
D. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk mengarahkan staf keperawatan untuk memberi asuhan kepada klien. Biasanya
berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau panjang) dan program keperawatan (Roshdal dan Kowalski, 2015).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018)
Diagnosa SLKI SIKI
1. Resiko perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
b.d cedera kepala selama 1x24 jam maka resiko perfusi  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
jaringan serebral membaik dengan  Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
kriteria hasil :  Monitor status pernapasan
1. Tingkat kesadaran meningkat  Monitor intake dan output cairan
2. Sakit kepala menurun Gelisah menurun Teraupetik :
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis jika perlu
2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
efektif b.d adanya jalan nafas selama 1x24 jam maka bersihan jalan nafas  Identifikasi kemampuan batuk
buatan d.d gelisah. membaik dengan  Monitor adanya retensi sputum
kriteria hasil :  Monitor input dan output cairan
1. Batuk efektif meningkat Teraupetik :
2. Sulit bicara menurun  Atur posisi semi fowler
3. Gelisah menurun  Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam hingga 3 kali
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspetoran, jika perlu
3. Defisit nutrisi b.d peningkatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
kebutuhan metabolisme d.d selama 1x24 jam maka defisit nutrisi  Identifikasi status nutrisi
parkinson membaik dengan  Identifikasi makanan yang disukai
kriteria hasil :  Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor berat badan
meningkat Berat badan indeks massa tubuh Teraupetik :
meningkat  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi :
 Anjukan posisi duduk
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian Medikasi sebelum makan
Sumber: Tim Pokja DPP PPNI (2018)
Dari intervensi yang telah disebutkan diatas, peneliti mengambil salah satu intervensi
non farmakologi yaitu pemberian posisi head up 300 . Posisi head up 300 merupakan
bentuk intervensi standar comfort yang artinya tindakan dilakukan dalam upaya
mempertahankan atau memulihkan peran tubuh dan memberikan kenyamanan serta
mencegah terjadinya komplikasi (Huda, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Pertami SB, Sulastyawati, Anami P (2017)
yang menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan posisi head-up 30° pada
perubahan tekanan intrakranial, khususnya ditingkat kesadaran dan tekanan arteri
rata-rata pada pasien dengan cedera kepala. Memberikan posisi head up 300 tersebut
adalah salah satu tindakan yang sangat tepat untuk meningkatkan perfusi oksigen ke
otak sehingga akan meningkatkan kesadaran pasien. Posisi head up 30 derajat yang
dilakukan dalam penelitian ini merupakan bentuk tipe intervensi standar comfort yang
artinya tindakan dilakukan dalam upaya mempertahankan atau memulihkan peran
tubuh dan memberikan kenyamanan serta mencegah terjadinya komplikasi.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Huda (2017), dengan pemberian posisi head
up 30 0 perfusi dari atau keotak akan meningkat sehingga kebutuhan oksigen dan
metabolisme akan meningkat dengan ditandai peningkatan status kesadaran diikuti
oleh tanda-tanda vital yang lain. Hasil uji didapatkan efektifitas head up 300 terhadap
peningkatan perfusi cerebral pada pasien post op trepanasi. Hasil yang signifikan
adalah tingkat kesadaran.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Dewi (2019), Hasil analisis posisi head up
30º dapat menurunkan PTIK, memperbaiki kesadaran, meningkatkan nilai saturasi
oksigen, dan memperbaiki hemodinamik pada pasien. Sehingga dengan melakukan
tindakan 0 head up 30 akan mengurangi PTIK, dan akan mempengaruhi dinamika
serebrovaskular pada pasien dewasa dan akan memeuhi kebutuhan oksigen kedalam
otak. Pasien 0 diposisikan head up 30 akan meningkatkan aliran darah di otak dan
memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral.
D. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan ditujukan dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi factor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2014).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim medis lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (Lisimidar, 2012).
Jenis evaluasi yang digunakan adalah evaluasi berjalan ata formatif dengan
memakai format SOAP yaitu:
S : Data Subjektif Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau
tim kesehatan.
A : Analisis Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif apakah
perkembangan kearah kebaikan atau kemunduran).
P : Perencanaan Rencana penanganan klien yang didasarkan dari hasil analisis
diatas yang berisi melanjutkan perencanaan.
BAB III
TINAJUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien 2. Penanggung Jawab
Nama : Ny N Nama : Tn.I
Umur : 65thn Umur : 37thn
No. RM : 522415 Hub dgn klien : Anak
Ruang rawat : Ambun suri lt.2 Pekerjaan : Tani
Jenis kelamim : Perempuan
Tanggal masuk: 01-01-2020
Status : Sudah menikah
Tgl Masuk RS: 01-01-2020
Agama : Islam pengkajian
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tanah datar

2. Alasan Masuk
Pasien datang ke IGD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi pada tanggal 01
Januari 2020 dengan keluhan hidung berdarah, telinga berdarah, pasien sempat
pingsan saat kecelakaan, bengkak di belakang kepala bagian kanan, lecet di batang
hidung

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 01-01-2020, pasien mengatakan
sudah hari ke 6 dirawat di ruang ambun suri lantai 2, pasien mengatakan nyeri pada
bagian kepala belakang. nyeri seperti di tusuk-tusuk. Skala nyeri 4, pasien
mengatakan tidak ada mandi selama dirawat di RS, rambut pasien tampak kotor
ditandai dengan adanya ketombe, mulut dan gigi pasien kotor ditandai dengan mulut
berbau dan telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya serumen, pasien
mengatakan badan terasa lemas, pasien mengatakan BB sebelum sakit 57 kg dan
Lingkar lengan atas 2,35 cm, pasien mengatakan nafsu makan menurun dan
menghabiskan porsi makan sebanyak ½ saja, pasien mengatakan tidur tidak nyenyak,
mata pasien tampak cekung, Tidur siang selama 3-5 jam, sedangkan malam hari
hanya 2-4 jam karena nyeri pada kepala bagian belakang tersebut sering dirasakan
pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya di RS.Yarsi Padang
Panjang 5 bulan yang lalu dengan diagnosa asam lambung
c. Riwayat kesehatan keluaraga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien, baik itu penyakit kronik seperti jantung, ginjal,
DM, stroke dan lain-lain.
Genogram:
1. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis
b. GCS : E4 V5 M6 = 15
c. BB/TB : 50 Kg/ 150 cm
d. Keadaan umum : compos mentis
e. Tanda-tanda vital :
TD = 120/70 mmHg
N = 80x/i
RR = 22x/i
SB = 36 º C
1. Kepala
 Inspeksi : rambut pasien tampak berwarna hitam, rambut pasien tampak kotor
ditandai dengan adanya ketombe
 Palpasi : terdapat benjolan di belakang kepala sebelah kanan
2. Mata : Simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera normal tidak ada
perubahan warna, tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan ( kacamata ), reflek
pupil isokor, saat dilakukan pemeriksaan dengan cara lapang pandang pasien bisa
menyebutkan apa yang diperagakan dengan dilihat sama.
3. Telinga : Simetris kiri dan kanan, telinga pasien tampak kotor ditandai dengan
adanya serumen, telinga pasien kurang berfungsi dengan baik
4. Hidung :hidung pasien berfungsi dengan baik, terdapat luka di batang hidung
pasien
5. Mulut dan gigi : Mukosa bibir tampak kering, keadaan mulut dan gigi tampak
kotor ditandai dengan mulut berbau, tidak ada gangguan menelan Leher Simetris kiri
dan kanan, vena jugularis tidak terlihat tapi teraba, dan tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid dan tidak ada terdapat lesi
6. Thorax
a) Paru-paru
 I : dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada normal, frekuensi nafas 22x/i,
irama pernafasan teratur, tidak ada penonjolan tulang dan lesi, tidak ada terdapat
sianosis, tidak ada penarikan dinding dada ( retraksi ), tidak ada bekas luka lecet,
tidak ada menggunakan otot bantu pernafasan seperti otot perut.
 P : tidak ada nyeri tekan
 P : terdengar bunyi sonor di kedua lapang paru
 A : terdengar bunyi nafas vesikuler , tidak ada suara tambahan
b) Jantung
 I : dada simetris kiri dan kanan, iktus kordis tidak tampak, tidak ada bekas luka,
tidak terdapat sianosis
 P : tidak ada pembengkakan/ benjolan
 P : bunyi jantung redup pada batas jantung
Batas jantung kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS IV Line Sternalis Dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Batas jantung kiri bawah : ICS IV Medio Clavicularis Sinistra
 A : bunyi jantung
 I (lup) dan bunyi jantung II (dup), tidak ada bunyi tambahan
c) Abdomen
 I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas operasi, tidak ada terdapat lesi
 A : bising usus 12x/i di kuadran ke 3 kanan bawah abdomen
 P : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan abdomen
 P : terdengar bunyi timpani pada lapang abdomen
d) Punggung : Tidak teraba bengkak, simetris kiri dan kanan, dan tidak ada lesi pada
punggung, dan juga tidak ada dekubitus pada punggung
7. Ekstermitas
 Bagian atas : Tangan sebelah kiri dan kanan masih bisa bergerak normal,
terpasang infus sebelah kiri Nacl 0,9 20 tetes . keadaan selang infus bersih
 Bagian bawah : tidak terdapat luka lecet, tidak ada massa
Kekuatan otot 5555 5555 I 5555 5555
8. Genetalia : Pasien terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia, keadaan
genetalia bersih
9. Integumen : Kulit tampak kotor, kulit pasien sawo matang, turgor kulit kering,
pasien tidak berkeringat, Capiler Refill Time 3 detik
10. Data aktivitas
11. Riwayat alergi : Pasien mengatakan tidak ada alergi obat maupun alergi
makanan
12. Data psikologis
a. Perilaku non verbal
 Tingkat kesadaran : sedang
 Keadaan umum : compos mentis
 Ekspresi wajah : meringis
b. Perilaku verbal
 Cara menjawab : pasien menjawab kurang jelas saat ditanya
 Cara memberi informasi : pasien memberikan informasi kurang jelas
13. Data sosial ekonomi
a. Pola komunikasi Pasien kurang mampu berkomunikasi dengan baik
b. Orang yang dapat memberi rasa nyaman : keluarga
c. Orang yang berharga bagi pasien : keluarga
d. Hubungan dengan kelurga : baik
e. Data spiritual : Pasien yakin terhadap tuhan dan percaya penyakit ini adalah ujian
dari yang maha kuasa, pasien yakin dengan agamanya, pasien sebelum sakit sholat 5
waktu sehari semalam, saat ini pasien belum ada melakukan ibadah
14. Data Penunjang

15. Terapi
16. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
b. Defisit Perawatan Diri b.d kelemahan di buktikan dengan tidak mampu mandi/
mengenakan pakaian/ke toilet / berhias secara mandiri
c. Resiko defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
d. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur dibuktikan dengan mengeluh sering
terjaga

17. Analisa Data


DS / DO Etiologi Masalah
1. DS: Klien mengatakan Agen cedera fisik Nyeri Akut
- Nyeri pada kepala bagian
belakang
- Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuktusuk
- Pengkajian nyeri:
P
Q
R
S
T

DO: Klien tampak


- Meringis
- Obs TTV:
TD = 120/70 mmHg
N = 80x/i
RR = 22x/i
SB = 36 º C

2. DS: Klien mengatakan Kurang kontrol tidur Gangguan Pola Tidur


- Kurang tidur
- Pasien mengatakan badan
nya terasa letih

DO: Klien tampak


- Mata Pasien tampak
Cekung
Impelmentasi
No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut 11.00 Obseravsi : S:
 Mengidentifikasi  Pasien
skala nyeri mengatakan
 Mengidentifikasi nyeri pada
respon nyeri non kepala bagian
verbal belakang
 Mengidentifikasi sebelah kanan
faktor yang sedikit
memperberat dan berkurang
memperingan nyeri  Pasien
Teraupetik : mengatakan
 Memberikan teknik nyeri seperti
nonfarmakologis ditusuktusuk
untuk mengurangi
rasa nyeri yaitu O : Pasien tampak
dengan cara teknik meringis karena
tarik nafas dalam nyeri. Skala nyeri 4
 Memfasilitasi istirahat
dan tidur A : Masalah belum
Edukasi : teratasi
 Menjelaskan
P : Intervensi
penyebab, periode,
dilanjutkan
dan pemicu nyeri
 Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
 Mengkolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu

2 Gangguan Pola 08.00 Observasi : S:


tidur  Mengidentifikasi pola  Klien
aktivitas dan tidur mengatakan
 Mengidentifikasi kurang tidur
faktor Edukasi : •  Klien
Menjelaskan mengatakan
pentingnya tidur badan terasa
selama sakit • letih
Menepati kebiasaan
waktu tidur O:
pengganggu tidur  Klien tampak
 Mengidentifikasi obat berbaring
tidur yang dikonsumsi diatas tempat
Teraupetik : tidur
 Membatasi tidur siang  Mata klien
jika perlu tampak cekung
mentetapkan jadwal
tidur rutin • A : Masalah belum
Melakukan prosedur teratasi
untuk meningkatan
kenyamanan P : Intervensi
dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
Cedera kepala dapat menyebabkan manifestasi klinik yang berbeda-beda oleh
setiap klien, diantaranya ada yang disertai fraktur servikal, kontusio serebri,
perdarahan di epidural, subdural, arakhnoid, perdarahan intrakranial dan dapat juga
disertai dengan fraktur basis crani
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma . 2008. Cedera Kepala dalam


Advanced Trauma Life Support for Doctors.Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi
trauma IKABI.
Defense Center of Exellence. 2010. Assessment and Management of Dizziness
Associated with Mild TBI.
Ganong, 2002 . Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. (Alih Bahasa Oleh : 1 Made Kariasa,
Dkk). Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaplus. Mansjoer, Arief. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2.
Jakarta : Media Aesculaplus.
Morton, Gallo, Hudak. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 & 2. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Nursalam. 2001, Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Satynegara, 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka Utama.
Smeltrzer, Suzanna C & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Dan Suddart. (Alih Bahasa Agung Waluyo). Edisi 8. Jakarta : EGC. Smeltzer Dan
Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :
CV. Sagung Seto.
WHO. World Health Statistic2015 : World Health Organization; 2015.
Wahyudi, S. 2012. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keperawatan
Cidera Kepala. Diakses tanggal 3 Juli 2018.

Anda mungkin juga menyukai