Anda di halaman 1dari 11

Makalah

Demokrasi Terpimpin

DISUSUN

OLEH :
NAMA : 1. SASTA ANDHARA SUAN
2. CRISTISEN KLAPING
KELAS : XII IPS 1
MAPEL : SEJARAH INDONESIA

SMAK. St YOSEPH KALBAHI


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan semoga kita
termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini. Harapan kami semoga
makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi
para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari aspek
kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh
keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap
pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.

Indonesia, November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

A. Pengertian Demokrasi Terpimpin ...................................................................................... 5

1. Dari Segi Keamanan Nasional ....................................................................................... 5

2. Dari Segi Perekonomian ................................................................................................ 5

3. Dari Segi Politik ............................................................................................................ 5

B. Sistem Demokrasi Terpimpin ........................................................................................... 5

C. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin ........................................................................... 7

1. Ekonomi Keuangan ....................................................................................................... 7

2. Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri ................................................................... 8

D. Dekret Presiden 5 Juli 1959 ............................................................................................. 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 10

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 10

B. Saran ................................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan dan
pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem demokrasi terpimpin pertama kali
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10
November 1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana
menteri.
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca pemilihan umum 1955 membuat situasi
politik tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan dewan konstituante yang mengalami kegagalan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, sebenarnya merupakan wujud dari
obsesi Presiden Soekarno yang dituangkan dalam konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957, yang
isinya mengenai penggantian sistem demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin, pembentukan
kabinet gotong royong, dan pembentukan dewan nasional.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi demokrasi terpimpin?
2. Bagaimana sistem demokrasi terpimpin?
3. Bagaimana sistem ekonomi demokrasi terpimpin?
4. Apa isi dari Dekret Presiden 5 Juli 1959?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk sebuah
pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh
pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan
kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk
mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak mereka
tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar
demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi
terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang
dijalankan oleh negara melalui mengefektifkan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Istilah ini digunakan sebagai referensi untuk periode politik tertentu di Indonesia. Akhir-akhir ini
istilah ini juga banyak digunakan dalam Rusia, di mana ia diperkenalkan ke dalam praktik umum
oleh pemikir dari anggota Kremlin, khususnya Gleb Pavlovsky. Demokrasi Terpimpin berjalan
berdasarkan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1959. Paham
demokrasi ini berdasarkan paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (sila ke-4 dari Pancasila). Paham ini berintikan musyawarah untuk
mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan
prinsip Nasakom (Nasionalisme, Aagama, dan Komunisme). Akan tetapi para ulama di Indonesia
menolak prinsip Nasakom karena mengikut sertakan Komunis yang bertolak belakang dengan
agama.
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno:
1. Dari Segi Keamanan Nasional
Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari Segi Perekonomian
Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program
yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan
ekonomi tersendat.
3. Dari Segi Politik
Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran
Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD
1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai
tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota
konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari
bahwa: pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil pemungutan suara menunjukkan
1. 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945.
2. 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945.
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai
2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut Dekret
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:
1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Dibubarkannya konstituante.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.
B. Sistem Demokrasi Terpimpin
Lima hari setelah dekret presiden, kabinet karya dibubarkan dan pada tanggal 09 Juli 1959
diganti dengan kabinet kerja. Dalam kabinet ini presiden Soekarno bertindak selaku perdana
menteri, sedangkan Ir. Djuanda menjadi menteri pertama dengan dua orang wakilnya Dr.
Leimena dan Dr. Subandrio. Program kabinet meliputi penyelenggaraan keamanan dalam negeri,
pembebasan Irian Barat, dan melengkapi sandang pangan rakyat.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun 1959
dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil daerah,
24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban memberi jawab
atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD
19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari
proklamasi 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yang
berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut merupakan penjelasan dan
pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan Presiden Soekarno
dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada
pemerintah agar pidato Presiden Soekarno tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara. Usul
DPA itu diterima baik oleh Presiden Soekarno. Rumusan DPA atas pidato tersebut menjadi garis-
garis besar haluan negara berjudul “Manifesto Politik Republik Indonesia” disingkat Manipol.
Selanjutnya dengan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959
dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk
dan diangkat oleh presiden dengan beberapa persyaratan, yaitu setuju kembali ke UUD 1945, setia
kepada perjuangan RI, dan setuju dengan manifesto politik. Berdasarkan UUD 1945,
keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah
dan wakil-wakil golongan.
Tindakan Presiden Soekarno selanjutnya dalam menegakkan demokrasi terpimpin adalah
mendirikan lembaga-lembaga negara baru, yaitu Front Nasional yang dibentuk melalui Penetapan
Presiden No. 13 Tahun 1959. Dalam penetapan itu disebutkan, Front Nasional adalah suatu
organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam
UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Soekarno.
Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 94 Tahun 1962,
dilakukan pengintegrasian lembaga-lembaga tertinggi negara dengan eksekutif, yaitu MPRS, DPR
GR, DPA, MA, dan Dewan Perancang Nasional. Pimpinan lembaga-lembaga negara tersebut
diangkat menjadi menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu, yang selanjutnya
ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Selain lembaga-lembaga tersebut, presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan
Revolusi (MPPR) berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1962, MPRS beserta stafnya
merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR) dalam mengambil kebijakan khusus
dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang
mewakili MPRS dan DPR GR, departemen, angkatan-angkatan, dan para pemimpin partai politik
Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Dalam perkembangan selanjutnya kekuatan politik
pada waktu itu terpusat ditangan presiden Soekarno dengan TNI AD dan PKI di sampingnya.
C. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin
1. Ekonomi Keuangan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang
mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah:
 Mempersiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana (Pasal 2).
 Menilai penyelenggara pembangunan itu (Pasal 3).
Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1959 terbentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas)
di bawah pimpinan Mr. Muh Yamin sebagai Wakil Menteri Pertama yang beranggotakan 80
orang wakil golongan masyarakat dan daerah. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, Depernas
berhasil menyusun suatu “Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara
Berencana Tahapan Tahun 1961-1969.” MPRS menyetujui rancangan tersebut.
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional diganti dengan Badan Perancang Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Bappenas mempunyai tugas
menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan rencana tahunan baik nasional maupun
daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan. Dalam rangka usaha membendung
inflasi maka dikeluarkan kebijakan:
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 yang mulai berlaku
tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang dalam
peredaran untuk kepentingan perbaikan keadaan keuangan dan perekonomian negara.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 1959 tentang Pembekuan
Sebagian dari Simpanan pada Bank, yang dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang
dalam peredaran, yang terutama dalam tahun 1957 dan 1958 sangat meningkat jumlahnya.
Peraturan moneter tanggal 25 Agustus 1959 diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959, yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang
lembaran seribu rupiah dan lima ratus rupiah yang masih berlaku ditukar dengan uang kertas
bank baru sebelum tanggal 1 Januari 1960.
Untuk menampung akibat-akibat dari tindakan moneter dari bulan Agustus 1959 dibentuklah
Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPOK). Tugas pokok dari panitia ini ialah
menyelenggarakan tindak lanjut dari tindakan moneter itu, tanpa mengurangi tanggung jawab
menteri, departemen, dan jawatan yang bersangkutan.
Dengan tindakan moneter tanggal 25 Agustus 1959 tersebut, pemerintah bertujuan akan dapat
mengendalikan inflasi dan mencapai keseimbangan dan kemantapan moneter. Hal itu diusahakan
dengan menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang-bidang usaha yang dipandang penting bagi
kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi pada akhir tahun 1959 itu juga, diketahui bahwa
pemerintah mengalami kegagalan. Semua tindakan-tindakan moneter itu tidak mencapai
sasarannya karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam
pengeluaran-pengeluarannya.
Sejak tahun 1961, Indonesia terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari
cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kali dalam sejarah moneternya,
Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan devisanya. Presiden Soekarno
menganggap perlu untuk mengintegrasikan semua Bank Negara ke dalam suatu organisasi Bank
Sentral. Untuk itu dikeluarkan Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pendirian Bank
Tunggal Milik Negara. Tugas bank tersebut adalah menjalankan aktivitas-aktivitas bank
sirkulasi, bank sentral dan bank umum. Maka kemudian diadakan peleburan bank-bank negara
seperti: Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN); Bank Umum Negara; Bank Tabungan Negara;
Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Sesudah pengintegrasian Bank Indonesia itu
selesai, barulah dibentuk Bank Negara Indonesia.
2. Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Ekonomi Indonesia bersifat agraris, karena lebih kurang 80% dari penduduk hidup dari
berkecimpung dalam bidang pertanian. Sebagian hasil dari pertanian atau perkebunan yang
dihasilkan setiap tahunnya dijual dan diekspor ke luar negeri untuk memperoleh devisa atau
valuta asing untuk membeli atau mengimpor berbagai bahan baku dan barang konsumsi yang
belum dapat dihasilkan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat mengimpor kebutuhan-
kebutuhan dari luar negeri adalah mutlak, neraca perdagangan kita dengan luar negeri harus
menunjukkan terms of trade yang menguntungkan. Apabila itu belum tercapai, terpaksalah dicari
bantuan atau disebut juga kredit luar negeri, guna dapat membiayai impor. Perdagangan luar
negeri antara Indonesia dengan negara lain misalnya dengan negara Cina.
Dalam rangka usaha untuk membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPRS, maka
Presiden Soekarno mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 018 Tahun 1964 dan Keputusan
Presiden Nomor 360 Tahun 1964, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai penghimpunan dan
penggunaan dana-dana revolusi. Dana-dana revolusi tersebut pada mulanya diperoleh dari
pungutan uang SPP dan dari pungutan yang dikenakan pada pemberian izin impor
dengan deferred payment. Deferred payment ialah suatu macam impor yang dibayar dengan
kredit (kredit berjangka 1-2 tahun) karena tidak cukup persediaan devisa. Akibat kebijaksanaan
kredit luar negeri ini adalah:
1. Hutang-hutang negara semakin bertimbun-timbun, sedangkan ekspor semakin
menurun dan devisa menipis karena ekspor menurun sekali.
2. Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu ditangguhkan.
3. RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, karena itu, sering terjadi
beberapa negara menyetop impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar.
4. Di dalam negeri berakibat mengganggu proses produksi, distribusi dan perdagangan serta
menimbulkan kegelisahan di kalangan penduduk.
Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain atau perusahaan
dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun, pemberian kredit tersebut
menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira mencapai jumlah Rp338 milyar (uang
lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat sangat tinggi karena pemerintah sama sekali
tidak mengindahkan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan
penyertaan dalam perusahaan, sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat .

D. Dekret Presiden 5 Juli 1959


Pemilu yang pertama diselenggarakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap tahun 1955, di
antaranya adalah untuk memilih anggota konstituante yang bertugas merumuskan UUD baru.
Namun dalam kenyataannya sampai tahun 1959 konstituante tidak pernah berhasil merumuskan
undang-undang dasar baru. Keadaan itu semakin mengguncangkan situasi politik di Indonesia
pada saat itu. Bahkan, masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala
cara agar tujuan partainya tercapai. Oleh sebab itu, sejak tahun 1956 kondisi dan situasi politik
negara Indonesia semakin buruk dan kacau.
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa membahayakan dan mengancam keutuhan
negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas karena adanya ketegangan yang
diikuti dengan keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai politik yang berada di konstituante.
Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan yang
bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang konstituante. Namun, konstituante ternyata tidak
dapat diharapkan lagi.
Kegagalan konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya untuk membuat undang-undang
dasar baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutan konstitusional. Undang-undang
dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat,
sedangkan undang-undang dasar sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi
liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi
situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan
yang disebut dengan konsepsi presiden.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran
konstituante. Pemberlakuan kembali undang-undang dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan dekret yang berisi sebagai berikut:
1. Pembubaran konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang mengenai
pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah mempersiapkan rancangan undang-
undang Pembangunan Nasional yang berencana dan menilai penyelenggara pembangunan itu.
Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar negeri dan melakukan kerja
sama perdagangan dengan Cina yang memberikan keuntungan materi dan politik.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun 1959
dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil daerah,
24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban memberi jawab
atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD
19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari
proklamasi 17 Agustus 1959, presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yang
berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut merupakan penjelasan dan
pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan presiden Soekarno
dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.

B. Saran
Dilihat dari kekacauan yang terjadi pada awal lahirnya bangsa Indonesia, sudah terlihat
karakteristik umum yang negatif di bangsa ini yaitu mementingkan diri sendiri. Terlihat dari saat
Indonesia memakai sistem Demokrasi Parlementer yang membutuhkan banyak partai, bukannya
terjadi kerja sama atau persaingan yang sehat, melainkan kekacauan yang akhirnya menyebabkan
sistem demokrasi di Indonesia harus diganti.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Idrus. (1997). Hukum Tata Negara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Budiardjo, Miriam. (1977). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fatoni, Uwes. (2006). Sejarah Sistem Politik Indonesia. Surabaya: Unitomo.

Kansil. (1996). Tata Negara. Jakarta: Erlangga.

Kencana, Inu. (2005). Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Poesponegoro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai


Pustaka.

Sundawa, Dadang (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas XI. Jakarta:


Pusat Perbukuan Depdiknas.

Surbakti, Ramlan. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai