Anda di halaman 1dari 30

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSU BUNDA PURWOKERTO


2021

0
DAFTAR ISI
A. Halaman Sampul ..................................................................................................... I
B. Panduan Praktek Klinis SMF Anak ............................................................................ 1
1. DEMAM BERDARAH DENGUE ............................................................................ 1
2. DEMAM TIFOID ................................................................................................. 8
3. KEJANG DEMAM ................................................................................................ 13
4. DIARE AKUT DEHIDRASI TIDAK BERAT .............................................................. 19
5. CAMPAK ............................................................................................................ 22

1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEMAM BERDARAH DENGUE

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.001 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Demam Berdarah Dengue: demam 2-7 hari disertai dengan


manifestasi perdarahan. Jumlah trombosit <100.000/mm3,
adanya tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20%
dari nilai normal dan atau efusi pleura dan atau asites dan atau
PENGERTIAN
hipoproteinemia/ albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan
serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil
positif atau terjadi peninggian IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test.

1. Demam tinggi mendadak 2 - 7 hari.


2. Nyeri kepala, nyeri retro orbita.
3. Lemah.
4. Mual, muntah, nyeri perut.
ANAMNESIS
5. Nyeri otot, nyeri sendi.
6. Tanda perdarahan.
7. Ruam.
8. Riwayat tetangga DBD/ perjalanan ke daerah endemik.

1. Keadaan Umum: Kesadaran, manifestasi perdarahan.


2. Tanda Vital:
Tekanan Darah, Frekwensi Jantung, Frekwensi Napas, Nadi
PEMERIKSAAN dan Suhu.
FISIK 3. Dapat disertai manifestasi perdarahan:
• Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
• Uji bendung positif (≥ 10 petekie / inchi2).
• Mudah lebam dan berdarah pada bekas tusukan infus.

2
• Epistaksis, perdarahan gusi
• Perdarahan saluran cerna
• Hematuria (jarang)
• Menorrhagia
4. Dapat disertai tanda perembesan plasma:
- Edem palpebra
- Efusi pleura
- Asites
5. Hepatomegali.
6. Nyeri tekan epigastrium.

1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa


pembekuan dan perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio
PEMERIKSAAN BUN/Kreatinin
PENUNJANG 2. Radiologi: OMD (Oesophagus Maag Duodenum) jika ada
indikasi
3. Endoskopi saluran cerna

Penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-kurangnya:


- Terdapat kriteria klinis a dan b
- Dua kriteria laboratorium

1. Klinis
a. Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari
b. Terdapat manifestasi/tanda-tanda perdarahan ditandai
dengan:
- Uji bendung (torniquet test) positif
KRITERIA DIAGNOSIS - Peteki, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati.
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

3
2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang).
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler, yang ditandai dengan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit ≥10% dari
data baseline saat pasien sebelum sakit atau sesudah
sembuh atau adanya efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin: Hb, Ht, Leu, Tr diulang sesuai indikasi
- Fase demam: 24 jam sekali
- Fase kritis: 4-6 jam sekali
- Fase penyembuhan: 12-24 jam sekali
- Jika terjadi kegawatan: dapat langsung dilakukan
pemeriksaan
b. Preparat darah hapus: limfositosis, monositosis, limfosit
plasma biru. Dilakukan pada fase demam.
c. Tes Serologi
Dilakukan pada hari ke-5 sakit
Pemeriksaan IgM dan IgG

IgM IgG Keterangan

Positif Negatif Infeksi Primer

Positif Positif Infeksi Sekunder

Negatif Positif Tersangka Infeksi Sekunder

Negatif Negatif Tidak Terdapat Infeksi

d. X foto thoraks AP – RLD pada hari ke-5 (fase kritis).

Tanda bahaya (warning sign) DBD:


- Pada fase kritis tidak ada perbaikan
- Muntah terus menerus
- Tidak mau minum
- Nyeri perut hebat
- Letargi dan atau gelisah, perubahan perilaku

4
- Perdarahan: mimisan, melena, hematemesis, menstruasi
berlebihan, urine berwarna gelap (hemoglobinuria) atau
hematuria
- Giddines/ pusing
- Pucat, tangan dan kaki teraba dingin
- Diuresis berkurang dalam 4-6 jam

Kondisi yang menyerupai fase demam dengue:


- Flu like syndrome: influenza, campak, chikungunya.
- Penyakit dengan ruam: Rubella, campak, demam
skarlatina, chikungunya, reaksi obat, infeksi meningicoccal.
- Penyakit diare: rotavirus, infeksi enterik lain.
- Penyakit dengan manifestasi neurologik:
meningoensefalitis, kejang demam.

DIAGNOSIS BANDING
Kondisi yang menyerupai fase kritis infeksi dengue:
- Gastroenteritis akut, malaria, leptospirosis, demam tipoid,
hepatitis virus, syok septik.
- Keganasan: leukimia akut, keganasan lain.

Gambaran klinis lain: abdomen akut, apendisitis akut, kolesistitis


akut, sindrom kawasaki, leukopenia, trombositopenia,
perdarahan, kelainan trombosit.

1. Fase Demam
Suportif
a. Pemberian cairan oral. Dianjurkan banyak minum,
misalnya: susu, jus buah, sirup, minuman yang
mengandung elektrolit.
b. Cairan intravena rumatan diperlukan, apabila:
TATA LAKSANA • Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, nyeri
perut berlebihan, demam tinggi dan terjadi dehidrasi.
• Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala.
Cairan yang digunakan:
- Cairan Kristaloid (RL) / NaCl 0,9% atau
- Dextrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9%

5
Medikamentosa
Antipiretik diberikan bila diperlukan. Dianjurkan
menggunakan Parasetamol.

2. Fase Kritis
Masa transisi, saat suhu turun yang umumnya pada hari ke
3-5 fase demam (hari sakit). Terjadi perembesan plasma.
Keterangan: Bagan terlampir

3. Fase Konvalesen
Perembesan plasma berhenti, terjadi reabsorbsi cairan
intravaskular kembali ke dalam intravaskular. Pemberian
cairan dikurangi agar tidak terjadi edema paru/distres
respirasi
Keterangan : Bagan terlampir

KOMPLIKASI Syok hipovolemik, anemia karena perdarahan.

1. Anak mungkin terkena infeksi virus dengue yang dapat


berkembang menjadi demam dengue atau demam berdarah
dengue.
2. Masih ada kemungkinan penyakit lainnya.
EDUKASI 3. Pengobatan utama adalah cairan.
4. Monitor tanda kegawatan.
5. Identifikasi gejala serupa di lingkungan rumah.
6. Melaksanakan upaya pencegahan 3M Plus (menguras,
menutup, dan mendaur ulang).

Ad vitam = ad bonam
PROGNOSIS Ad sanationam = ad bonam
Ad fungsionam = ad bonam

1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik.


2. Hemodinamik stabil.
3. Kembalinya nafsu makan.
KRITERIA PULANG
4. Perbaikan klinis.
5. Produksi urin cukup.

6
6. Tidak ditemukan distress dari efusi pleura dan tidak
ditemukan asites.
7. Trombosit > 50.000.
8. Hematokrit stabil.
9. Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal.
10. Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut.
11. Tiga hari pasca syok.

1. World Health Organization-South East Asia Regional Office.


Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
1997.
2. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. WHO; 2009.
3. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
REFERENSI Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011.p.1-67.
4. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Handbook for clinical management of dengue. WHO; 2012.
5. Pedoman Demam berdarah Dengue. Kemenkes 2011.
6. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD. Hadinegoro SR,
Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2005.

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEMAM TIFOID

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.002 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi


PENGERTIAN
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.

Gejala yang paling menonjol adalah prolonged fever (38,8˚-


40,5˚C), dan berlanjut hingga 4 minggu jika tidak ditangani.
S.paratyphi A dapat mengakibatkan gejala penyakit yang lebih
ringan daripada S.typhi, dengan predominan gejala
ANAMNESIS
gastrointestinal. Pada minggu pertama gejala yang ditemukan
adalah sakit kepala, menggigil, batuk, berkeringat, myalgia,
malaise dan atralgia. Gejala gastrointestinal yang ditemukan
yaitu: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, diare atau
konstipasi.

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan


meningkat. Sifat demam meningkat perlahan lahan terutama
pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-
gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia relatif
PEMERIKSAAN
(peningkatan suhu 1˚C, tidak diikuti peningkatan denyut nadi
FISIK
8x/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung
merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia.

1. Pemeriksaan darah lengkap: leukopenia (dapat juga normal


PEMERIKSAAN atau leukositosis walaupun tanpa disertai infeksi sekunder),
PENUNJANG anemia, trombositopenia, SGOT/SGPT sering meningkat.
2. Pada uji Widal bila terjadi kenaikan 4x titer antibody O dan H

8
pada spesimen yang diambil dalam jarak 2 minggu, maka
kemungkinan tinggi terjadi infeksi S.typhi. pembentukan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap
tinggi selama beberapa minggu.
3. Kultur merupakan standar baku penegakan diagnosis. Kultur
darah ditemukan positif pada awal 2 minggu pertama. Kultur
feses dapat ditemukan positif pada selama minggu ke 3
hingga ke 5. Sedangkan kultur urin akan tampak positif pada
minggu ke 4. Jika semua kultur tersebut negatif tapi secara
klinis suspek kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen
sumsum tulang belakang dapat dijadikan pertimbangan
pemeriksaan penunjang.
4. Uji TUBEX merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang
cepat, mudah dan memiliki sensitifitas/spesivitas lebih baik.
Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien
yang dapat dideteksi pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer
dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.
5. Metode ELISA terbaru yang lebih baik dari Widal sedang
dikembangkan untuk dapat mendeteksi antibodi IgA
lipopolisakarida anti-S.typhi pada sampel air liur pasien yang
dicurigai menderita demam tifoid. Metode ini mampu
mendeteksi pada fase akut dan paling efisien selama minggu
ke-2 dan ke-3 demam.

Diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang yang mendukung.
Toksik Tifoid:
Demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak
KRITERIA DIAGNOSIS
masih dalam batas normal.
Tifoid Karier:
Seseorang yang feses atau urinnya mengandung S.typhi
setelah satu tahun pasca demam tifoid tanpa disertai gejala
klinik.

DIAGNOSIS BANDING Demam dengue, malaria, enteritis bakterial.

9
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid:
1. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan
padat dini (menghindari sementara sayuran yang berserat)
dapat diberikan dengan aman.
2. Pemberian antimikroba
- Pilihan uutama: Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai 7 hari
bebas demam
Alternatif lain:
- Tiamfenikol 4 x 500 mg
- Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu
- Ampisilin/Amoksisilin 50-150mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin Generasi III: Seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 500 cc selama setengan jam perinfus sekali
sehari selama 3-5 hari
- Sefotaksim 2-3 x 1gram, Sefoperazon 2x 1gram
- Flourokuinolon (demam umumnya lisis pada hari ke III
atau menjelang hari ke IV):
TATA LAKSANA
Norfloksasin 2 x 400mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2 x 500mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari

Kasus Toksik Tifoid


Pada kasus ini langsung diberikan kombinasii Kloramfenikol 4 x
500mg dengan Ampisilin 4 x 1gram dan Prednison 20 – 40 mg
sekali sehari peroral selama 3 hari pertama pengobatan. Dosis
tinggi Kortikosteroid (Deksametason 3mg/kg IV awal, diikuti
dengan 1 mg/kg per 6 jam selama 48 jam) digunakan pada
pasien dengan delirium, koma dan atau syok. Kombinasi
antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi dan renjatan septik.

Kasus Tifoid Karier


• Tanpa kolelitiasis pilihan regimen terapi selama 3 bulan:

10
- Ampisilin 100mg/kgBB/hr + Probenesid 30mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100mg/kgBB/hr + Probenesid 30mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
• Dengan kolelitiasis, kolesistektomi + regimen di atas selama
28 hari, atau kolesistektomi + salah satu regimen berikut:
- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
• Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktur
urinarius dilakukan eradikasi Schistosoma haematibium:
- Prazikuantel 40mg/kgBB dosis tunggal
- Metrifonat 7,5 – 10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis
dalam interval 2 minggu
- Setelah eradikasi berhasil, diberika regimen terapi untuk
tifoid karier seperti di atas.
Perhatian: Pada kehamilan Flourokuinolon dan Kotrimoksazol
tidak boleh digunakan. Begitu juga Kloramfenikol
dan Tiamfenikol tidak dianjurkan.

Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis

Komplikasi Ekstraintestinal
- Kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis
KOMPLIKASI
- Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis
- Paru: pneumonia, emphiema, pleuritis
- Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
- Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
- Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
- Neuropsikiatrik atau tifoid toksik

Waspada terhadap demam yang timbul dan gejalanya, bedrest


total dan asupan gizi dan konsumsi jenis makanan yang tidak
EDUKASI memberatkan kerja saluran pencernaan.

11
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-2%,
sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas demam
tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan
PROGNOSIS
dengan malnutrisi, balita dan lansia. Paien lanjut usia
prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi komplikasi maka prognosis
semakin buruk. Relaps terjadi pada 25% kasus.

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


KRITERIA PULANG
2. Nafsu makan membaik secara klinis tampak perbaikan

1. Peters CJ. Infection caused by arthropod and rodent-borne


viruses. Harrison’s: Principle of Internal Medicine. 17th ed.
USA: McGraw-Hill Companies.2008.
REFERENSI
2. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2009:2797-2805.

12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KEJANG DEMAM

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.003 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada


anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan demam (suhu
lebih dari 38C rektal), tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf
PENGERTIAN pusat, kejang tanpa provokasi sebelumnya, dan tidak memenuhi
kriteria untuk kejang simptomatik lainnya, termasuk yang
sekunder karena ketidakseimbangan elektrolit akut. (The
International League Against Epilepsy (ILAE), 1993.

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Umumnya


kejang tonik-klonik. Selama fase tonik, mungkin disertai henti
nafas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik berulang,
ritmik dan akhirnya anak setelah kejang latergi atau tidur. Saat
kejang anak tidak sadar, mata dapat melihat ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal. Serangan dalam bentuk absens atau mioklonik sangat
ANAMNESIS jarang.
Pada umumya kejang akan berhenti sendiri, setelah beberapa
detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan neurologis.Sebagian besar kejang berlangsung kurang
dari 5 menit, dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15
menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit.

Perlu diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada


tidaknya trauma, perkembangan psikomotor, dan riwayat
keluarga dengan epilepsi atau kejang demam.

13
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari
orang yang melihatnya.

Faktor Risiko:

1. Demam. Demam yang berperan pada KD, akibat:


- Infeksi saluran pernafasan
- Infeksi saluran pencernaan
- Infeksi THT
- Infeksi saluran kencing
- Roseola infantum/infeksi virus akut lain
- Paska imunisasi
2. Derajat demam:
- 75% dari anak dengan demam ≥ 390C
- 25% dari anak dengan demam > 400C
3. Usia
- Umumnya terjadi pada usia 6 bulan - 6 tahun
- Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
- Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin
disebabkan oleh infeksi SSP
- Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu
dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).
4. Gen
- Risiko meningkat 2-3x bila saudara sekandung mengalami
kejang demam
- Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang
demam

Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan


kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan
PEMERIKSAAN kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-
FISIK tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi
kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil,
saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.

1. Pemeriksaan laboratorium rutin dikerjakan untuk


PEMERIKSAAN
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
PENUNJANG
keadaan lain yang dapat menjadi penyebab kejang. Misalnya

14
pemeriksaan darah perifer, elektrolit (Na, K, Cl, Ca) dan gula
darah.
2. Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Jika yakin klinis
bukan meningitis, maka punksi lumbal tidak perlu dilakukan.
3. Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas
pada bayi, maka punksi lumbal pada bayi usia kurang dari 12
bulan sangat dianjurkan, pada bayi usia 12-18 bulan
dianjurkan, dan bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin
dilakukan.
4. EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan risiko
epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan
pada kejang demam tak khas, misalnya pada anak usia > 6
tahun atau kejang demam fokal.
5. Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)
tidak rutin dilakukan, hanya dilakukan jika ada indikasi,
seperti kelainan neurologik fokal menetap (misalnya
hemiparesis), paresis n.VI (n.abdusens) - bola mata tidak
dapat melirik ke lateral, dan adanya papil edema.

1. Bangkitan kejang.
2. Saat suhu tubuh (suhu rektal) > 38°C.
3. Disebabkan oleh proses ekstrakranial.
4. Usia 1 bulan - 5 tahun.
5. Pemeriksaan cairan serebro spinal dalam batas normal.
KRITERIA DIAGNOSIS Bukan kejang demam:
1. Ada riwayat kejang tanpa demam.
2. < 1 bulan.
3. < 6 bulan atau > 5 tahun : pikirkan infeksi SSP atau epilepsi
disertai demam.
4. Pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam.

Ekstrakranial: Kejang Demam Simpleks, Kejang Demam


DIAGNOSIS BANDING Kompleks.
Intrakranial: Infeksi susunan saraf pusat.

15
1. Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
2. Pengelolaan pertama di rumah diberikan diazepam per
rektal dosis 5 mg untuk berat badan sama atau kurang dari
10 kg, dan dosis 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang
waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian diazepam
per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
3. Pengelolaan di rumah sakit, biasanya di ruang gawat
darurat, diberikan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb
diberikan dalam waktu 3-5 menit (kecepatan 2 mg/menit),
dosis maksimal 10 mg. Jika masih tetap kejang, berikan
fenitoin intravena 20 mg/kgbb dalam 50 ml larutan garam
fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau < 50
mg/menit. Jika berhenti maka dosis fenitoin selanjutnya
(dosis pemeliharaan) 4-8 mg/kgbb/hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal maximum pemberian fenitoin
TATA LAKSANA 1000mg/hari. Jika kejang masih belum berhenti diberikan
fenobarbital intravena 20 mg/kgbb, dimasukkan perlahan >
10 menit. Jika berhenti maka dosis fenobarbital selanjutnya
5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua kali maksimum pemberian
600 mg/hari, maka dinamakan refrakter status epileptikus
dan harus dirawat di ruang intensif, menggunakan obat
pelumpuh otot.
4. Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15
mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari. Obat lain: ibuprofen
dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari.
5. Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgbb/hari dibagi tiap 8 jam saat
demam.
6. Pengobatan rumat diberikan jika: kejang lama > 15 menit,
ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus, dan adanya kejang fokal. Pengobatan
rumat dipertimbangkan jika ada kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, terjadi pada bayi < 12 bulan,

16
kejang demam ≥ 4 kali/tahun. Pilihan pertama saat ini ialah
asam valproat dengan dosis 15-40mg/kgbb/hari dibagi 2-3
dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan sampai 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.

Ad vitam = ad bonam
Ad sanationam = ad bonam
Ad fungsionam = ad bonam
Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah
KOMPLIKASI DAN dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya
PROGNOSIS tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat timbul pada sebagian kecil kasus, yang
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan.

1. Orang tua sering panik menghadapi kejang karena


merupakan peristiwa yang menakutkan.
2. Edukasi antara lain: meyakinkan bahwa kejang demam
terutama kejang demam sederhana (simplek) umumnya
mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara
penanganan kejang, memberi informasi tentang risiko kejang
berulang, pemberian obat pencegahan memang efektif tetapi
harus diingat risiko efek samping obat.
3. Jika anak kejang, lakukan hal berikut: tetap tenang dan tidak
EDUKASI
panik, kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher,
jika tidak sadar posisikan anak telentang dengan kepala
miring, bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung
jika ada. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan
apapun ke dalam mulut. Ukur suhu tubuh, catat lama dan
bentuk/ sifat kejang, tetap bersama anak selama kejang,
berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika
kejangtelah berhenti. Bawa ke dokter atau rumah sakit jika
kejang berlangsung ≥ 5 menit.
KRITERIA PULANG
Kejang berhenti, demam membaik.
DAN RUJUKAN

17
1. Poesponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus
kejang demam. UKK neurologi PP-IDAI. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI; 2005.
2. Soetomenggolo TS. Kejang Demam dan Penghentian
Kejang. In : Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja,
Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting.
Neurologi Anak dalam praktek sehari-hari. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
REFERENSI
1995. h. 209-21.
3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter:
Long-term treatment of the child with simple febrile
seizures. Pediatrics. 1999; 103: 1307-9.
4. Freidman JN; Canadian Paediatric Society, Acute Care
Commitee. Emergency management of the paediatric
patient with generalized convulsive status epilepticus.
Paediatr Child Health 2011;16(2);91-97.

18
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DIARE AKUT DEHIDRASI TIDAK BERAT

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.004 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih
PENGERTIAN
sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari
14 hari. Penyebab utama diare cair akut adalah rotavirus.

1. Lama diare, frekuensi dalam 24 jam, volume, konsistensi


tinja, warna, bau, ada/ tidak lendir dan darah, buang air
besar nyemprot atau tidak.
2. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya.
3. Buang air kecil: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing
ANAMNESIS dalam 6 - 8 jam terakhir.
4. Makanan dan minuman yang diberikan sebelum dan selama
diare.
5. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti:
batuk, pilek, otitis media, campak, kejang.
6. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare.
7. Obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

1. Keadaan umum: kesadaran, aktivitas, sesak atau tidak.


2. Tanda-tanda vital (suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah).
3. Berat-badan, tanda-tanda malnutrisi.
PEMERIKSAAN
4. Tanda-tanda dehidrasi: kesadaran, rasa haus, turgor kulit,
FISIK
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau
tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut
dan lidah kering atau basah.
5. Ekskoriasi sekitar anus ada atau tidak.

19
Dehidrasi tidak berat
Dua atau lebih tanda berikut:
- Gelisah
- Mata cowong
- Kehausan atau sangat haus
- Turgor kembali dengan lambat

1. Darah : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit


PEMERIKSAAN
2. Feces: Pemeriksaan makroskopik dan pemeriksaan
PENUNJANG
mikroskopik

Buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya
dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Dua atau lebih tanda berikut:
KRITERIA DIAGNOSIS
- Gelisah
- Mata cowong
- Kehausan atau sangat haus
- Turgor kembali dengan lambat

Diare Cair Akut Dehidrasi Tidak Berat karena infeksi.


DIAGNOSIS BANDING
Diare Cair Akut Dehidrasi Tidak Berat karena non infeksi.

1. Rehidrasi oral dengan menggunakan oralit atau rehidrasi


intravena dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0.9%.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis
10 mg dalam 24 jam untuk anak kurang dari 6 bulan dan 20
mg dalam 24 jam untuk anak lebih dari 6 bulan.
3. Antibiotik selektif pada infeksi bakteri dan amoeba
Shigella : Ceftriaxone 50-100 mg/kg BB/24 jam (rawat inap)
TATA LAKSANA Cefixime 5 mg/kgBB/24 jam (rawat jalan)
Amoeba : Metronidazole 10 mg/kg BB

Rehidrasi oral selama 4 jam pertama

Umur >4 bulan 4-12 bulan 1-2 tahun 2-5 tahun

BB <6 kg 6 - <10 kg 10-<12 kg 12 - 19 kg

Dalam ml 200- 400 400-700 700-900 900-1400

20
Atau dapat digunakan perhitungan 75 ml/kgBB diberikan
dalam 4 jam. Bila didapatkan keadaan sebagai berikut:
- Buang air besar terus menerus (lebih dari 15-20
ml/kg/jam)
- Intake cairan rehidrasi oral yang tidak adekuat
- Muntah yang profuse
Maka dapat dipertimbangkan rawat inap dan pemberian
cairan rehidrasi intravena dengan menggunakan cairan
Ringer Laktat.

Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam

Nasihat untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah,


EDUKASI muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.

1. Hilangnya tanda dehidrasi.


2. Frekuensi buang air besar ≤ 3x dalam 24 jam.
KRITERIA PULANG 3. Perbaikan konsistensi feces.
4. Nafsu makan muncul.
5. Tidak dijumpai demam.

1. WHO. 2005. The Treatment of Diarrhoea. A manual for physicians


and other senior health workers. Geneva.
2. William W., Hay Jr., Myron J.L., Judith M. 2007. Lange Current
Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18th Edition. America.
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman,
Jenson eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004
REFERENSI :1272-6.
4. Suparto P. Sumbangan dan peran kaum professional dalam
mendukung program penyakit saluran cerna di era otonomi.
Kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Bandung. 2003:
17-27.
5. WHO, UNICEF. 2006. Oral Rehydration Salt Production of the
new ORS. Geneva.

21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PNEUMONIA

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.005 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh faktor infeksi


(bakteri, virus, jamur, parasit) dan non infeksi (ortostatik,
aspirasi, pneumokoniosis). Berdasarkan tempat terjadinya
infeksi dibagi menjadi community acquired pneumonia (CAP),
PENGERTIAN
hospital acquired penumonia (HAP). Berdasarkan penyebabnya
dibagi menjadi pneumonia viral, bakterial, jamur, dan parasit.
Berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi penumonia lobaris,
pneumonia lobularis, dan bronkhopneumonia.

1. Demam tinggi
2. Batuk
ANAMNESIS 3. Sesak napas
4. Sianosis
5. Nyeri dada
6. Napas cepat

1. Keadaan Umum : Kesadaran, sianosis


2. Tanda Vital :
3. Frekuensi napas, Frekwensi jantung, Laju nadi, suhu dan
tekanan darah
4. Tanda-tanda sesak napas:
PEMERIKSAAN
5. Napas cepat
FISIK
Kriteria napas cepat WHO
0 - 2 bulan : > 60 x/menit
2 - 12 bulan : > 50 x/menit
12 - 60 bulan : > 40 x/menit
60 - 96 bulan : > 30 x/menit

22
6. Napas cuping hidung
7. Napas kussmaul
8. Retraksi suprasternal, intercostal, epigastrial, sub costal
9. Sianosis/desaturasi
10. Auskultasi paru:
Suara vesikuler melemah, Rhonki basah halus nyaring

1. X-Foto Thoraks PA/AP


2. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
Analisa Gas Darah (pada keadaan pneumonia berat): pH,
PEMERIKSAAN pO2, pCO2, HCO3, Base Excess
PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium elektrolit: Natrium, Kalium,
Chlorida, Calsium (pada keadaan pneumonia berat)
3. Pemeriksaan mikrobiologi
Aspirat trakea, Induksi sputum, Bronchoalveolar Lavage
(pada keadaan tertentu)

1. Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan klinis:


2. Demam disertai sesak napas dan atau batuk
3. Dalam keadaan dibawah ini dibutuhkan pemeriksaan
tambahan x-foto thoraks PA/AP:
a. Pneumonia berat
Kriteria pneumonia berat:
KRITERIA DIAGNOSIS Disertai dengan penurunan kesadaran
Sianosis berat (saturasi < 80%)
Ancaman henti napas
Syok
b. Riwayat aspirasi
c. Curiga kelainan jantung dan paru lain yang mendasari
atau menyertai

Bronkhiolitis
DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkhial

Suportif
TATA LAKSANA 1. Oksigenasi 2-4 liter/menit → jika saturasi lebih dari 92%
oksigenasi dapat diturunkan bertahap, jika tidak ada

23
perubahan oksigen dipertahankan atau dinaikkan bertahap
dalam keadaan gagal napas dibutuhkan ventilator mekanik
2. Infus cairan maintenance
3. Nutrisi adekuat

Kausatif
1. Antibiotika pilihan pertama amoksisilin/ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam → observasi 1-2 hari jika
perbaikan antibiotika diteruskan, jika tidak ada perbaikan
atau perburukan antibiotika dikombinasikan dengan
chloramphenicol 50-100 mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam.
2. Dalam keadaan pneumonia berat atau disertai dengan
kelainan lain (penyakit jantung, kelainan kongenital berat)
terapi langsung dengan kombinasi amoksisilin/ampisilin +
chloramphenicol dosis masing-masing 50-100
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam atau golongan sefalosporin
generasi ketiga (Cefotaksim 50-100 mg/kgBB/hari setiap 8-
12 jam atau Ceftriakson 50-100 mg/kgBB/hari tiap 12 jam).

Jika tidak didapatkan perbaikan selama satu minggu


dipertimbangkan penyebab non atipik → antibiotika golongan
makrolide (eritromisin 100 mg/kgBB/hari setiap 8 jam atau
azitromisin 7,5-10 mg/kgBB/kali selama 3 hari atau claritromisin
15 mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam selama 7 hari) atau kloksasilin.

Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam

1. Anak mengalami peradangan jaringan paru yang


merupakan penyebab kematian utama pada anak usia
dibawah lima tahun.
2. Penyebab paling sering adalah bakteri dan virus, dapat
EDUKASI
juga merupakan kombinasi virus dan bakteri.
3. Faktor risiko penyakit ini adalah malnutrisi, ASI tidak
eksklusif, berat lahir rendah, imunisasi tidak lengkap,
kepadatan rumah yang tinggi, dan lain-lain.

24
4. Pengobatan dengan antibiotika minimal 7 hari.
5. Prognosis penyakit umumnya baik jika penatalaksanaan
optimal.
6. Meningkatkan pola hidup bersih, cuci tangan, tata kelola
lingkungan yang optimal.
7. Hindari dari asap rokok.

1. Anak tidak sesak


2. Bebas demam 24 jam
KRITERIA PULANG 3. Nafsu makan baik, intake nutrisi adekuat
4. Perbaikan klinis
Estimasi lama rawat : 3-5 hari tanpa komplikasi.

1. British Thoracic Society Guideline Group. Guidelines for the


management of community acquired pneumonia in
children:update 2011. Thorax October 2011;66(2):i1-23.
2. Nelson JD. Community acquired pneumonia in children:
guideline for treatment. Ped Infect Dis J 2000;19(3):251-3.
3. Haines CJ, Soon AW, Mercurio D. Community acquired
REFERENSI pneumonia in pediatric populations. Practical J of Ped Emer
Med April 2012;17(4):38-52.
4. Sinaniotis CA, Sinaniotis AC. Community acquired
pneumonia in chldren. Curr Opin Pulm Med 2006;11:218-
25.
5. UKK Respirologi IDAI. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta
2010.

25
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
CAMPAK

No. Dokumen: Disahkan oleh:


PPK.IKA.006 Direktur

No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240

Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang


disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius,
PENGERTIAN
dapat menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang
4 hari setelah munculnya ruam.

1. Demam tinggi terus menerus 38,5oC atau lebih.


2. Dapat disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan
silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.
3. Timbul ruam kulit pada hari ke 4-5 demam, didahului oleh
ANAMNESIS suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula.
4. Dapat mengalami kejang.
5. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah
sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi.
Tanda penyembuhan: Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi).

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari
tiga stadium:
1. Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan
demam yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri
menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
PEMERIKSAAN
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan
FISIK
molar tiga disebut bercak Koplik.
2. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam
makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya
ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke

26
ekstremitas.
3. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3 hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan
menghilang setelah 1-2 minggu.

1. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila


ada komplikasi infeksi bakteri.
2. Apabila ada komplikasi ensefalopati dilakukan:
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
PEMERIKSAAN
b. Kadar elektrolit darah
PENUNJANG
c. Analisis gas darah
3. Feses lengkap apabila ada komplikasi enteritis.
4. Apabila ada komplikasi bronkopneumonia dilakukan:
Pemeriksaan foto rontgen dada.

1. Sesuai dengan anamnesis.


KRITERIA DIAGNOSIS 2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik.
3. Sesuai dengan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.

1. Rubela
2. Demam skarlatina
DIAGNOSIS BANDING 3. Eksantema subitum
4. Infeksi stafilokokus
5. Ruam akibat obat-obatan

1. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan


yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila
terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi diberikan bila terjadi
kejang, dan vitamin A.
2. Indikasi rawat inap: hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan
oral sulit, atau adanya komplikasi.
TATA LAKSANA
3. Pasien dirawat di ruang isolasi, tirah baring.
4. Vitamin A diberikan sekali sehari selama 2 hari dengan
dosis 50.000 IU pada usia < 6 bulan, pada usia 6 bulan-1
tahun 100.000 IU oral pada usia 6 bulan-1 tahun dan,
200.000 IU oral pada usia > 1 tahun.
5. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai, jenis

27
makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien
dan ada-tidaknya komplikasi.

Pengobatan komplikasi:
1. Ensefalopati/ensefalitis
- Simtomatik dan suportif
- Mengatasi kejang
- Monitoring status neurologis dan tata laksana
peningkatan tekanan intrakranial dengan manitol 0,5-1
g/kg diberikan tiap 8 jam
- Antibiotik sebagai pengobatan bila dicurigai adanya
infeksi sekunder
- Restriksi cairan, monitoring produksi urin dan koreksi
terhadap gangguan
2. Bronkopneumonia:
- Oksigen 2 liter/menit
- Kloramfenikol dosis 75mg/kgBB/hari selama 7-10 hari
dan ampisilin 100 mg/kg/hari selama 7-10 hari
- Koreksi gangguan analisis gas darah dan elektrolit
3. Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi
4. Otitis media: diperlukan terapi antibiotik.

Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam

1. Rawat di bangsal isolasi.


2. Tirah baring.
3. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin.
4. Melaksanakan cuci tangan 6 langkah.
5. Penyakit Campak merupakan penyakit yang swasirna.
EDUKASI 6. Menjelaskan risiko terjadinya komplikasi pada pasien
dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil: diare
dengan dehidrasi, otitis media, croup, bronkopneumonia,
ensefalitis akut, SSPE.
7. Imunisasi campak diberikan pada umur 9 bulan, diulang saat
masuk sekolah SD (program BIAS), atau imunisasi MMR

28
pada umur 12-15 bulan diulang saat umur 5-6 tahun.
8. Pada anak yang pernah menderita campak, imunisasi tidak
perlu diberikan.
9. Imunisasi campak dapat diberikan untuk pencegahan anak
yang kontak dengan kasus campak, apabila vaksin campak
diberikan 72 jam setelah kontak campak.
10. Immunoglobulin dapat diberikan untuk mencegah timbulnya
campak pada individu yang terpapar dalam 6 hari, terutama
diindikasikan pada kasus imunokompromais. Dosis yang
direkomendasikan 0,25 mg/kg IM, untuk pasien
imunokompromais dosis yang diberikan 0,5 mg/kg IM (dosis
maksimum 15 mL). Immunoglobulin diberikan pada
kelompok risiko tinggi terjadinya komplikasi yaitu bayi < 1
tahun, wanita hamil, dan anak yang immunocompromised.

1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik.


2. Perbaikan klinis (tanpa sesak maupun diare).
KRITERIA PULANG
3. Nafsu makan baik.
4. Ruam kulit mulai menjadi kehitaman dan mengelupas.

1. American Academy of Pediatrics. Measles. Dalam: Pickering


LK, Baker CJ, Long SS, McMillan JA, penyunting. Red Book:
2006 Report of the committee in infectious diseases. Edisi
ke-27. Elk Grove Village, IL. American Academy of
Pediatrics; 2006, h. 441-52.
2. Samuel LK. Measles (Rubeola). Dalam: Anne AG, Peter JH,
Samuel LK, penyunting. Krugman’s infectious diseases of
children. Edisi ke-11. Philadelphia; 2004. h. 353-68.
REFERENSI
3. Maldonado YA. Rubeola virus (measles and subacute
sclerosing panencephalitis). Dalam: Long SS, Pickering LK,
Prober CG, penyunting. Principles and practice of pediatric
infectious diseases. Edisi ke- 2. Philadelphia, PA: Elsevier
Science; 2003, h.1148-55.
4. Maldonado YA. Measles. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004, h. 1026-32.

29

Anda mungkin juga menyukai