0
DAFTAR ISI
A. Halaman Sampul ..................................................................................................... I
B. Panduan Praktek Klinis SMF Anak ............................................................................ 1
1. DEMAM BERDARAH DENGUE ............................................................................ 1
2. DEMAM TIFOID ................................................................................................. 8
3. KEJANG DEMAM ................................................................................................ 13
4. DIARE AKUT DEHIDRASI TIDAK BERAT .............................................................. 19
5. CAMPAK ............................................................................................................ 22
1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEMAM BERDARAH DENGUE
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
2
• Epistaksis, perdarahan gusi
• Perdarahan saluran cerna
• Hematuria (jarang)
• Menorrhagia
4. Dapat disertai tanda perembesan plasma:
- Edem palpebra
- Efusi pleura
- Asites
5. Hepatomegali.
6. Nyeri tekan epigastrium.
1. Klinis
a. Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari
b. Terdapat manifestasi/tanda-tanda perdarahan ditandai
dengan:
- Uji bendung (torniquet test) positif
KRITERIA DIAGNOSIS - Peteki, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati.
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
3
2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang).
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler, yang ditandai dengan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit ≥10% dari
data baseline saat pasien sebelum sakit atau sesudah
sembuh atau adanya efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin: Hb, Ht, Leu, Tr diulang sesuai indikasi
- Fase demam: 24 jam sekali
- Fase kritis: 4-6 jam sekali
- Fase penyembuhan: 12-24 jam sekali
- Jika terjadi kegawatan: dapat langsung dilakukan
pemeriksaan
b. Preparat darah hapus: limfositosis, monositosis, limfosit
plasma biru. Dilakukan pada fase demam.
c. Tes Serologi
Dilakukan pada hari ke-5 sakit
Pemeriksaan IgM dan IgG
4
- Perdarahan: mimisan, melena, hematemesis, menstruasi
berlebihan, urine berwarna gelap (hemoglobinuria) atau
hematuria
- Giddines/ pusing
- Pucat, tangan dan kaki teraba dingin
- Diuresis berkurang dalam 4-6 jam
DIAGNOSIS BANDING
Kondisi yang menyerupai fase kritis infeksi dengue:
- Gastroenteritis akut, malaria, leptospirosis, demam tipoid,
hepatitis virus, syok septik.
- Keganasan: leukimia akut, keganasan lain.
1. Fase Demam
Suportif
a. Pemberian cairan oral. Dianjurkan banyak minum,
misalnya: susu, jus buah, sirup, minuman yang
mengandung elektrolit.
b. Cairan intravena rumatan diperlukan, apabila:
TATA LAKSANA • Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, nyeri
perut berlebihan, demam tinggi dan terjadi dehidrasi.
• Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala.
Cairan yang digunakan:
- Cairan Kristaloid (RL) / NaCl 0,9% atau
- Dextrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9%
5
Medikamentosa
Antipiretik diberikan bila diperlukan. Dianjurkan
menggunakan Parasetamol.
2. Fase Kritis
Masa transisi, saat suhu turun yang umumnya pada hari ke
3-5 fase demam (hari sakit). Terjadi perembesan plasma.
Keterangan: Bagan terlampir
3. Fase Konvalesen
Perembesan plasma berhenti, terjadi reabsorbsi cairan
intravaskular kembali ke dalam intravaskular. Pemberian
cairan dikurangi agar tidak terjadi edema paru/distres
respirasi
Keterangan : Bagan terlampir
Ad vitam = ad bonam
PROGNOSIS Ad sanationam = ad bonam
Ad fungsionam = ad bonam
6
6. Tidak ditemukan distress dari efusi pleura dan tidak
ditemukan asites.
7. Trombosit > 50.000.
8. Hematokrit stabil.
9. Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal.
10. Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut.
11. Tiga hari pasca syok.
7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEMAM TIFOID
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
8
pada spesimen yang diambil dalam jarak 2 minggu, maka
kemungkinan tinggi terjadi infeksi S.typhi. pembentukan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap
tinggi selama beberapa minggu.
3. Kultur merupakan standar baku penegakan diagnosis. Kultur
darah ditemukan positif pada awal 2 minggu pertama. Kultur
feses dapat ditemukan positif pada selama minggu ke 3
hingga ke 5. Sedangkan kultur urin akan tampak positif pada
minggu ke 4. Jika semua kultur tersebut negatif tapi secara
klinis suspek kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen
sumsum tulang belakang dapat dijadikan pertimbangan
pemeriksaan penunjang.
4. Uji TUBEX merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang
cepat, mudah dan memiliki sensitifitas/spesivitas lebih baik.
Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien
yang dapat dideteksi pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer
dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.
5. Metode ELISA terbaru yang lebih baik dari Widal sedang
dikembangkan untuk dapat mendeteksi antibodi IgA
lipopolisakarida anti-S.typhi pada sampel air liur pasien yang
dicurigai menderita demam tifoid. Metode ini mampu
mendeteksi pada fase akut dan paling efisien selama minggu
ke-2 dan ke-3 demam.
9
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid:
1. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan
padat dini (menghindari sementara sayuran yang berserat)
dapat diberikan dengan aman.
2. Pemberian antimikroba
- Pilihan uutama: Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai 7 hari
bebas demam
Alternatif lain:
- Tiamfenikol 4 x 500 mg
- Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu
- Ampisilin/Amoksisilin 50-150mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin Generasi III: Seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 500 cc selama setengan jam perinfus sekali
sehari selama 3-5 hari
- Sefotaksim 2-3 x 1gram, Sefoperazon 2x 1gram
- Flourokuinolon (demam umumnya lisis pada hari ke III
atau menjelang hari ke IV):
TATA LAKSANA
Norfloksasin 2 x 400mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2 x 500mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari
10
- Ampisilin 100mg/kgBB/hr + Probenesid 30mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100mg/kgBB/hr + Probenesid 30mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
• Dengan kolelitiasis, kolesistektomi + regimen di atas selama
28 hari, atau kolesistektomi + salah satu regimen berikut:
- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
• Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktur
urinarius dilakukan eradikasi Schistosoma haematibium:
- Prazikuantel 40mg/kgBB dosis tunggal
- Metrifonat 7,5 – 10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis
dalam interval 2 minggu
- Setelah eradikasi berhasil, diberika regimen terapi untuk
tifoid karier seperti di atas.
Perhatian: Pada kehamilan Flourokuinolon dan Kotrimoksazol
tidak boleh digunakan. Begitu juga Kloramfenikol
dan Tiamfenikol tidak dianjurkan.
Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
Komplikasi Ekstraintestinal
- Kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis
KOMPLIKASI
- Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis
- Paru: pneumonia, emphiema, pleuritis
- Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
- Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
- Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
- Neuropsikiatrik atau tifoid toksik
11
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-2%,
sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas demam
tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan
PROGNOSIS
dengan malnutrisi, balita dan lansia. Paien lanjut usia
prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi komplikasi maka prognosis
semakin buruk. Relaps terjadi pada 25% kasus.
12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KEJANG DEMAM
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
13
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari
orang yang melihatnya.
Faktor Risiko:
14
pemeriksaan darah perifer, elektrolit (Na, K, Cl, Ca) dan gula
darah.
2. Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Jika yakin klinis
bukan meningitis, maka punksi lumbal tidak perlu dilakukan.
3. Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas
pada bayi, maka punksi lumbal pada bayi usia kurang dari 12
bulan sangat dianjurkan, pada bayi usia 12-18 bulan
dianjurkan, dan bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin
dilakukan.
4. EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan risiko
epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan
pada kejang demam tak khas, misalnya pada anak usia > 6
tahun atau kejang demam fokal.
5. Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)
tidak rutin dilakukan, hanya dilakukan jika ada indikasi,
seperti kelainan neurologik fokal menetap (misalnya
hemiparesis), paresis n.VI (n.abdusens) - bola mata tidak
dapat melirik ke lateral, dan adanya papil edema.
1. Bangkitan kejang.
2. Saat suhu tubuh (suhu rektal) > 38°C.
3. Disebabkan oleh proses ekstrakranial.
4. Usia 1 bulan - 5 tahun.
5. Pemeriksaan cairan serebro spinal dalam batas normal.
KRITERIA DIAGNOSIS Bukan kejang demam:
1. Ada riwayat kejang tanpa demam.
2. < 1 bulan.
3. < 6 bulan atau > 5 tahun : pikirkan infeksi SSP atau epilepsi
disertai demam.
4. Pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam.
15
1. Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
2. Pengelolaan pertama di rumah diberikan diazepam per
rektal dosis 5 mg untuk berat badan sama atau kurang dari
10 kg, dan dosis 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang
waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian diazepam
per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
3. Pengelolaan di rumah sakit, biasanya di ruang gawat
darurat, diberikan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb
diberikan dalam waktu 3-5 menit (kecepatan 2 mg/menit),
dosis maksimal 10 mg. Jika masih tetap kejang, berikan
fenitoin intravena 20 mg/kgbb dalam 50 ml larutan garam
fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau < 50
mg/menit. Jika berhenti maka dosis fenitoin selanjutnya
(dosis pemeliharaan) 4-8 mg/kgbb/hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal maximum pemberian fenitoin
TATA LAKSANA 1000mg/hari. Jika kejang masih belum berhenti diberikan
fenobarbital intravena 20 mg/kgbb, dimasukkan perlahan >
10 menit. Jika berhenti maka dosis fenobarbital selanjutnya
5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua kali maksimum pemberian
600 mg/hari, maka dinamakan refrakter status epileptikus
dan harus dirawat di ruang intensif, menggunakan obat
pelumpuh otot.
4. Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15
mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari. Obat lain: ibuprofen
dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari.
5. Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgbb/hari dibagi tiap 8 jam saat
demam.
6. Pengobatan rumat diberikan jika: kejang lama > 15 menit,
ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus, dan adanya kejang fokal. Pengobatan
rumat dipertimbangkan jika ada kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, terjadi pada bayi < 12 bulan,
16
kejang demam ≥ 4 kali/tahun. Pilihan pertama saat ini ialah
asam valproat dengan dosis 15-40mg/kgbb/hari dibagi 2-3
dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan sampai 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
Ad vitam = ad bonam
Ad sanationam = ad bonam
Ad fungsionam = ad bonam
Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah
KOMPLIKASI DAN dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya
PROGNOSIS tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat timbul pada sebagian kecil kasus, yang
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
17
1. Poesponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus
kejang demam. UKK neurologi PP-IDAI. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI; 2005.
2. Soetomenggolo TS. Kejang Demam dan Penghentian
Kejang. In : Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja,
Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting.
Neurologi Anak dalam praktek sehari-hari. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
REFERENSI
1995. h. 209-21.
3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter:
Long-term treatment of the child with simple febrile
seizures. Pediatrics. 1999; 103: 1307-9.
4. Freidman JN; Canadian Paediatric Society, Acute Care
Commitee. Emergency management of the paediatric
patient with generalized convulsive status epilepticus.
Paediatr Child Health 2011;16(2);91-97.
18
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DIARE AKUT DEHIDRASI TIDAK BERAT
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih
PENGERTIAN
sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari
14 hari. Penyebab utama diare cair akut adalah rotavirus.
19
Dehidrasi tidak berat
Dua atau lebih tanda berikut:
- Gelisah
- Mata cowong
- Kehausan atau sangat haus
- Turgor kembali dengan lambat
Buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya
dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Dua atau lebih tanda berikut:
KRITERIA DIAGNOSIS
- Gelisah
- Mata cowong
- Kehausan atau sangat haus
- Turgor kembali dengan lambat
20
Atau dapat digunakan perhitungan 75 ml/kgBB diberikan
dalam 4 jam. Bila didapatkan keadaan sebagai berikut:
- Buang air besar terus menerus (lebih dari 15-20
ml/kg/jam)
- Intake cairan rehidrasi oral yang tidak adekuat
- Muntah yang profuse
Maka dapat dipertimbangkan rawat inap dan pemberian
cairan rehidrasi intravena dengan menggunakan cairan
Ringer Laktat.
Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam
21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PNEUMONIA
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
1. Demam tinggi
2. Batuk
ANAMNESIS 3. Sesak napas
4. Sianosis
5. Nyeri dada
6. Napas cepat
22
6. Napas cuping hidung
7. Napas kussmaul
8. Retraksi suprasternal, intercostal, epigastrial, sub costal
9. Sianosis/desaturasi
10. Auskultasi paru:
Suara vesikuler melemah, Rhonki basah halus nyaring
Bronkhiolitis
DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkhial
Suportif
TATA LAKSANA 1. Oksigenasi 2-4 liter/menit → jika saturasi lebih dari 92%
oksigenasi dapat diturunkan bertahap, jika tidak ada
23
perubahan oksigen dipertahankan atau dinaikkan bertahap
dalam keadaan gagal napas dibutuhkan ventilator mekanik
2. Infus cairan maintenance
3. Nutrisi adekuat
Kausatif
1. Antibiotika pilihan pertama amoksisilin/ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam → observasi 1-2 hari jika
perbaikan antibiotika diteruskan, jika tidak ada perbaikan
atau perburukan antibiotika dikombinasikan dengan
chloramphenicol 50-100 mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam.
2. Dalam keadaan pneumonia berat atau disertai dengan
kelainan lain (penyakit jantung, kelainan kongenital berat)
terapi langsung dengan kombinasi amoksisilin/ampisilin +
chloramphenicol dosis masing-masing 50-100
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam atau golongan sefalosporin
generasi ketiga (Cefotaksim 50-100 mg/kgBB/hari setiap 8-
12 jam atau Ceftriakson 50-100 mg/kgBB/hari tiap 12 jam).
Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam
24
4. Pengobatan dengan antibiotika minimal 7 hari.
5. Prognosis penyakit umumnya baik jika penatalaksanaan
optimal.
6. Meningkatkan pola hidup bersih, cuci tangan, tata kelola
lingkungan yang optimal.
7. Hindari dari asap rokok.
25
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
CAMPAK
No. Revisi:
RUMAH SAKIT UMUM
00
BUNDA
PURWOKERTO Tanggal Terbit:
dr. Gede Perdana Putera,Sp.PD
01-09-2021
NIK. 1708198020190240
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari
tiga stadium:
1. Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan
demam yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri
menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
PEMERIKSAAN
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan
FISIK
molar tiga disebut bercak Koplik.
2. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam
makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya
ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke
26
ekstremitas.
3. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3 hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan
menghilang setelah 1-2 minggu.
1. Rubela
2. Demam skarlatina
DIAGNOSIS BANDING 3. Eksantema subitum
4. Infeksi stafilokokus
5. Ruam akibat obat-obatan
27
makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien
dan ada-tidaknya komplikasi.
Pengobatan komplikasi:
1. Ensefalopati/ensefalitis
- Simtomatik dan suportif
- Mengatasi kejang
- Monitoring status neurologis dan tata laksana
peningkatan tekanan intrakranial dengan manitol 0,5-1
g/kg diberikan tiap 8 jam
- Antibiotik sebagai pengobatan bila dicurigai adanya
infeksi sekunder
- Restriksi cairan, monitoring produksi urin dan koreksi
terhadap gangguan
2. Bronkopneumonia:
- Oksigen 2 liter/menit
- Kloramfenikol dosis 75mg/kgBB/hari selama 7-10 hari
dan ampisilin 100 mg/kg/hari selama 7-10 hari
- Koreksi gangguan analisis gas darah dan elektrolit
3. Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi
4. Otitis media: diperlukan terapi antibiotik.
Ad vitam = ad bonam
KOMPLIKASI DAN
Ad sanationam = ad bonam
PROGNOSIS
Ad fungsionam = ad bonam
28
pada umur 12-15 bulan diulang saat umur 5-6 tahun.
8. Pada anak yang pernah menderita campak, imunisasi tidak
perlu diberikan.
9. Imunisasi campak dapat diberikan untuk pencegahan anak
yang kontak dengan kasus campak, apabila vaksin campak
diberikan 72 jam setelah kontak campak.
10. Immunoglobulin dapat diberikan untuk mencegah timbulnya
campak pada individu yang terpapar dalam 6 hari, terutama
diindikasikan pada kasus imunokompromais. Dosis yang
direkomendasikan 0,25 mg/kg IM, untuk pasien
imunokompromais dosis yang diberikan 0,5 mg/kg IM (dosis
maksimum 15 mL). Immunoglobulin diberikan pada
kelompok risiko tinggi terjadinya komplikasi yaitu bayi < 1
tahun, wanita hamil, dan anak yang immunocompromised.
29