Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TUMBUHAN PACING

(Costus speciosus, J.E Smith) TERHADAP SPERMATOGENESIS


MENCIT(Mus musculus) ICR JANTAN

Adnan
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang
tumbuhan pacing terhadap spermatogenesis mencit (Mus musculus) ICR jantan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), terdiri atas 4 kelompok perlakuan. Untuk kelompok kontrol tidak diberikan
ekstrak rimpang tumbuhan pacing, sedangkan untuk 3 kelompok perlakuan
masing-masing diberikan ekstrak rimpang tumbuhan pacing dengan dosis 25, 50
dan 75 mg/kg berat badan. Jumlah mencit jantan yang digunakan 40 ekor, setiap
perlakuan tediri atas 10 ekor mencit. Penelitian ini dilaksanakan dua tahap, yaitu
tahap pertama uji ekstrak rimpang tumbuhan pacing terhadap spermatogenesis, dan
tahap kedua adalah uji reversibilitas spermatogenesis setelah pemberian ekstrak
dihentikan. Ekstrak disuspensikan dalam CMC 0,5%. Pemberian ekstrak
dilakukan secara oral dengan volume 0,5 cc/mencit selama 18 hari secara berturut-
turut. Setelah 18 hari lima ekor mencit dari masing masing perlakuan dimatikan
dan dilakukan pemeriksaan sperma. Parameter yang diamati adalah jumlah
sperma, jumlah sperma yang mengalami kelainan, dan jenis kelainan pada sperma.
Lima ekor mencit dibiarkan tetap hidup tanpa perlakuan ekstrak. Pada hari ke 18
kembali dilakukan pemeriksaan sperma dengan parameter yang sama. Hasil
penelitian dapat disimpulkan: (i) ekstrak rimpang tumbuhan pacing dengan dosis
25, 50 dan 75 mg/kg bb bekerja menghambat spermatogenesis, (ii) gangguan
ekstrak rimpang tumbuhan pacing terhadap spermatogenesis bersifat sementara dan
(iii) ekstrak rimpang tumbuhan pacing bersifat sebagai terazoospermia, namun
bersifat sementara.

Keyword: pacing, spermatogenesis

A. PENDAHULUAN
Upaya pemerintah yang telah dilakukan dalam rangka menangani masalah
jumlah penduduk tidaklah sedikit, terutama melalui program nasional Keluarga
Berencana. Hanya sayangnya karena sebahagian besar akseptor KB adalah
wanita. Fenomena tersebut tentunya merupakan suatu hal yang ironis, karena
peran wanita dan pria dalam sebuah kelahiran adalah sama. Oleh sebab itu pihak
pria seyogyanya ikut terlibat secara aktif dalam melaksanakan program keluarga
berencana atau KB. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya pilihan bagi
pria untuk melaksanakan program kontrasepsi. Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka diperlukan upaya yang dapat digunakan sebagai bahan pilihan kontrasepsi
pria dimasa yang akan datang.
Berbagai jenis senyawa bioaktif pada berbagai jenis tumbuhan dapat
digunakan sebagai bahan antifertilitas (Farnsworth et al., 1975). Umumnya
senyawa-senyawa tersebut berasal dari golongan steroid, alkaloid, isoflavonoid,
triterpenoid dan xanthon (Farnsworth et al., 1975; Ghosal et al., 1971;
Chattopadhyay et al., 1983; dan Chattopadhyay et al, 1984)
Pengkajian bahan kontrasepsi yang berasal dari tumbuhan telah dilakukan
misalnya gosipol yang berasal dari biji kapok (Yatim, 1987). Hal ini dimaksudkan
sebagai salah satu upaya untuk mencari bahan-bahan baru yang murah, aman dan
dapat digunakan sebagai bahan antifertilitas. Satu diantara sekian banyak
tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan kontrasepsi secara tradisional
adalah rimpang tumbuhan pacing (Costus speciosus J. E. Smith) (Sahidu, 1992.,
Djukri, 1996).
Rimpang dan biji tumbuhan pacing mengandung diosgenin (sapogenin
steroid), tigogenin, dioscin, gracillin sitosterol, methyltriacontane, 8-
hydroxyhentry-acontan-one, 5-à-stigmast-9 (11)-en-3-á-ol, 24-hydroxytriacontan-
26-one dan 24 hydroxyhentryacontan-27-one. Kandungan-kandungan kimia di
atas merupakan bahan baku untuk pembuatan obat-obat kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan (Wijayakusuma, 1997).
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap tikus betina menunjukkan bahwa
ekstrak rimpang tumbuhan pacing terbukti dapat menghambat perkembangan
folikel telur, dan menyebabkan folikel telur dalam ovarium mengalami atresia
(Djukri, 1996). Diduga efek tersebut timbul sebagai akibat adanya diosgenin yang
terkandung dalam ekstrak. Diosgenin merupakan prekuersor untuk hormon
progesteron, dan dapat meningkatkan level plasma progesteron didalam darah
dan pada akhirnya menyebabkan perkembangan folikel telur terhambat.
Dalam spermatogenesis, kadar hormon tertosteron yang seimbang sangat
dibutuhkan, khususnya dalam merangsang terjadinya differensiasi spermatid
menjadi spermatozoa pada peristiwa spermiogenesis. Bila didalam proses tersebut
kadar plasma progesteron meningkat di dalam darah, menyebabkan level plasma
testosteron menurun. Hal tersebut menyebabkan differensiasi spermatid menjadi
spermatozoa mengalami ganggauan yang berakibat pada menurunnya jumlah
spermatozoa (oligozoospermia) dan meningkatkan jumlah spermatozoa yang
abnormal atau teratozoospermia (Johnson dan Everiit, 1988). Berdasarkan uraian
tersebut maka akan dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh ekstrak bunga
tumbuhan pacing terhadap spermatogenesis mencit ICR Jantan.

B. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, bahan yang akan diuji aktivitas biologisnya adalah
ekstrak rimpang tumbuhan pacing. Rimpang tumbuhan pacing yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rimpang yang diperoleh dari tanaman pacing yang
tingginya telah mencapai lebih dari 1 meter. Tumbuhan pacing diperoleh dari
kebun percobaan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar. Larutan
pengekstrak yang digunakan adalah etanol 50 %. Prosedur ekstraksi mengikuti cara
yang direkomendasikan oleh Gupta et al., (1985). Ekstrak yang diperoleh
ditimbang dan disimpan di dalam lemari es sampai saat digunakan. Pada saat akan
digunakan, ekstrak ditimbang terlebih dahulu, selanjutnya disuspensikan dengan
larutan 0,5% Carboxy Methyl Cellulosa (CMC b/v) hingga konsentrasi yang
diinginkan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Hanafiah, 1994). Penelitian ini
terdiri atas 4 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol disimbolkan, yaitu kelompok
mencit yang hanya diberi pensuspensi ekstrak rimpang tumbuhan pacing. 3
kelompok perlakuan lainnya masing-masing diberi ekstrak rimpang tumbuhan
pacing dengan dosis masing-masing 25, 50 dan 75 mg /kg berat badan. Mencit
jantan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 ekor. Pemberian ekstrak
dilakukan secara oral dengan cara menghantarkannya lansung ke dalam lambung
mencit dengan menggunakan jarum gagave No 28 dan syringe tuberkulin ukuran 1
ml. Volume ekstrak yang diberikan adalah 0,5 cc /mencit. Pemberian ekstrak
dilakukan satu kali setiap hari selama 18 hari dengan volume 0,5 ml permencit.
Pemberian ekstrak dilakukan setiap hari antara pukul 08.00 s/d 10.00 .
Pada hari ke 18 perlakuan, 5 mencit dari masing-masing kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan dimatikan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya
dilakukan pengamatan terhadap sperma. Adapun parameter yang diamati adalah
jumlah sperma, jumlah sperma yang mengalami kelainan, dan jenis kelainana pada
sperma. 5 mencit yang tersisa pada kelompok kontrol dan perlakuan selanjutnya
diuji reversibilitasnya. Mencit jantan dipelihara dalam kandang yang terpisah
hingga 18 hari lamanya. Selama waktu tersebut mencit jantan tidak diperlakukan
lagi dengan ekstrak rimpang tumbuhan pacing. Pada hari ke 18, mencit jantan
dimatikan dengan cara dislokasi leher dan kembali dilakukan pengamatan sperma.
Pengamtan sperma dilakukan sebagai berikut: Mencit yang telah dimatikan
segera dibedah, kemudian bagian epididimisnya dilepaskan dan dimasukkan ke
dalam gelas arloji. Epididimis bagian kauda diambil dan dibersihkan di dalam
larutan salin. Selanjutnya epididimis bagian kauda dimasukkan di dalam wadah
yang sudah diisi dengan 10 ml larutan PBSA (Dulbecco’s Phosphate Beffered
Saline) (Freshney, 1987). Di dalam larutan PBSA, epididimis kauda dipotong-
potong dengan menggunakan gunting kecil yang tajam dan ujungnya runcing
hingga terbentuk suspensi. Agar sperma tersebut merata, maka suspensi diaduk
secara perlahan-lahan. Selanjutnya suspensi dipipet ke caca Hemositometer tipe
Improved Neuber. Jumlah sperma dihitung pada 10 kotak makro hemositometer.
Konsentrasi sperma yang dicantumkan adalah jumlah sperma dalam 0,1 mm kubik.
Perhitungan sperma dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya Nikon
pada pembesaran 400 kali (Helendra, 1991).
Morfologi sperma diamati dari sediaan apusan sperma dan sediaan segar.
Sediaan apusan dibuat pada kaca objek yang bersih dengan meneteskan suspensi
sperma lalu diratakan dengan kaca objek yang lain. Apusan dikeringkan,
kemudian difiksasi dalam metanol selama 3 menit dan dikeringkan kembali
(Helendra, 1992). Jumlah sperma dengan morfologi normal dan tidak normal
dihitung dalam 100 sperma. Perhitungan dilakukan 10 kali terhadap masing-
masing sediaan segar dan sediaan apusan (Yatim, 1988). Kelainan sperma diiden-
tifikasi dengan mengacu pada Yatim (1988). Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dan infrensial dengan uji F α0,05 yang dialnjutkan dengan uji BNT α
0,05.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Jumlah Spermatozoa
Rata-rata jumlah spermatozoa mencit dalam 0,1 mm3 pada mencit kontrol
dan perlakuan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata jumlah spermatozoa pada mencit kontrol dan perlakuan setelah
diberi ekstrak rimpang tumbuhan pacing selama 18 hari dan setelah
pemberian dihentikan selama 18 hari.

Dosis Jumlah Jumlah Sperma dalam 0,1 Jumlah Sperma dalam 0,1
(mg/kg Hewan mm3 setelah diberikan mm3 setelah pemberian
bb) Uji ekstrak selama 18 hari ekstrak selama 18 hari
dihentikan
c
0 5 161,40 ± 8,88 164,60 ± 6,12 b
25 5 0,40 ± 0,24 a 93,00 ± 4,11 a
50 5 0,20 ± 0,20 a 62,60 ± 3,51 a
b
75 5 3,40 ± 0,51 70,00 ± 1.13 a
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji BNT 0,05

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rimpang tumbuhan


pacing menyebabkan penghambatan terhadap proses spermatogenesis. Mencit
perlakuan dengan dosis 25, 50, dan 75 mg/kg berat badan mengalami
oligozoospermia. Namun demikian bila pemberiannya dihentikan selama 18 hari,
spermatozoa kembali diproduksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penghambatan ekstrak rimpang tumbuhan pacing terhadap produksi spermatozoa
bersifat sementara.
2. Jumlah Sperma Normal
Rata-rata jumlah spermatozoa normal pada mencit dalam 0,1 mm3 pada
mencit kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada tabel 2. Data pada tabel 2
menunjukkan bahwa ekstrak rimpang tumbuhan pacing bersifat teratozoospermia,
namun berisfat sementara bila pemberiannya dihentikan.
Tabel 2. Rata-rata jumlah spermatozoa normal pada mencit kontrol dan perlakuan
setelah diberi ekstrak rimpang tumbuhan pacing selama 18 hari dan
setelah pemberian dihentikan selama 18 hari.

Dosis Jumlah Jumlah Sperma normal Jumlah Sperma normal


(mg/kg Hewan dalam 0,1 mm3 setelah dalam 0,1 mm3 setelah
bb) Uji diberikan ekstrak selama 18 pemberian ekstrak selama
hari 18 hari dihentikan
b
0 5 149,40 ± 8,61 148 ± 6,12 c
a
25 5 0,00 ± 0,00 79,40 ± 4,11 b
50 5 0,00 ± 0,00 a 45,20 ± 3,51 a
75 5 0,00 ± 0,00 a 40,00 ± 1.13 a
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji BNT 0,05

3. Jumlah Spermatozoa Abnormal


Rata-rata jumlah spermatozoa normal pada mencit dalam 0,1 mm3 pada
mencit kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada tabel 3. jenis-jenis kelainan sperma
yang dijumpai yaitu kelainan ekor, kepala kecil dan berbentuk lonjong, serta
badan-badan residu tetap terdapat pada leher sperma.
Tabel 3. Rata-rata jumlah spermatozoa abnormal pada mencit kontrol dan
perlakuan setelah diberi ekstrak rimpang tumbuhan pacing selama 18
hari dan setelah pemberian dihentikan selama 18 hari.

Dosis Jumlah Jumlah Sperma abnormal Jumlah Sperma abnormal


3
(mg/kg Hewan dalam 0,1 mm setelah dalam 0,1 mm3 setelah
bb) Uji diberikan ekstrak selama 18 pemberian ekstrak selama
hari 18 hari dihentikan
c
0 5 12,00 16,20 a
25 5 0,40 ± 0,24 a 23,60 b
50 5 0,20 ± 0,20 a 17,40 a
b
75 5 3,40 ± 0,51 30,00 c
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji BNT 0,05
D. PEMBAHASAN
Pemberian ekstrak rimpang tumbuhan pacing menyebabkan produksi
spermatozoa mengalami gangguan atau penurunan (tabel 1). Menurunnya jumlah
sperma kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain (i) ekstrak
rimpang tumbuhan pacing bekerja secara langsung terhadap sel-sel germinal, (ii)
ekstrak rimpang tumbuhan pacing bekerja sebagai anti androgen, dan (iii) ekstrak
rimpang tumbuhan pacing bekerja mengganggu steroidogenesis.
Bila ekstrak rimpang tumbuhan pacing bekerja secara langsung terhadap
sel-sel germinal, maka kemungkinan yang terjadi adalah ekstrak tersebut
menghambat pembelahan dan differensiasi sel-sel spermatogonia. Kemungkinan
tersebut didukung oleh fakta penelitian pada tabel 1. Sejalan dengan itu,
Chattopadhyay et al (1983) telah melakukan penelitian pada tikus jantan dengan
pemberian hippadine, suatu alkaloid yang diisolasi dari Amarillydaceae. Hasil
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa alkaloid tersebut menekan pembelahan
dan differensiasi sel-sel germinal
Untuk regenerasi sel-sel germinal dibutuhkan androgen (Chattopadhyay et
al., 1983). Menurut Johnson dan Everiit (1989) hormon androgen berperan
penting dalam menginduksi dan memelihara differensiasi jaringan somatik jantan.
Salah satu jaringan somatik jantan adalah sel-sel sertoli. Di dalam tubulus
seminiferus, sel-sel germa tertanam di dalam sel-sel sertoli sesuai dengan tahapan
perkembangannya. Ser sertoli berfungsi untuk merawat dan memberi makan bagi
sel germa yang sedang berkembang. Selain itu sel sertoli juga menghasilkan
androgen binding protein (ABP) yang penting untuk mengikat testosteron agar
kadar testosteron di dalam tubulus seminiferus dapat dipertahankan untuk
memungkinkan berlangsungnya spermatogenesis (Carlson, 1988). Sekresi ABP
oleh sel sertoli diatur oleh hormon Follicle stimulating hormone (FSH) yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis.
Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah ekstrak rimpang tumbuhan
pacing bekerja mengganggu pelepasan hormon-hormoh gonadotrophin, khususnya
luteinizing hormone (LH). LH bekerja pada sel-sel leydig dan memiliki peranan
yang sangat penting terhadap steroidogenesis (Gambar 1). Bila hal ini dikaitkan
dengan hasil penelitian, maka diduga kuat bahwa ekstrak rimpang tumbuhan
pacing bekerja mengganggu steroidogenesis pada testis.
Hormon gonadotropin yang lain yang mengatur spermatogenesis adalah
Follicle Stimulating Hormone (FSH). Tempat utama aksi FSH adalah sel-sel
sertoli. Pada mamalia, salah satu pengaruh FSH terhadap sel-sel sertoli adalah
merangsang pelepasan Androgen Binding Protein (ABP). Protein ini memiliki
afinitas yang tinggi terhadap testosteron dan berfungsi mempertahankan kadar
hormon steroid dalam tubulus seminiferus dan sekaligus berpengaruh terhadap
spermatogenesis. Testosteron dan ABP keduanya juga dijumpai di dalam cairan
epididimis. Testosteron dan mungkin ABP penting untuk merangsang pematangan
sperma (Browder, 1984).
Gangguan terhadap produksi FSH menyebabkan terjadinya hambatan
terhadap pembelahan sel-sel spermatogonia (tabel 1) yang berkonsekwensi
terhadap rendahnya jumlah sperma. Gangguan terhadap produksi LH
menyebabkan steroidogenesis terganggu dan produksi testosteron menurun.
Menurunnya kadar testosteron menyebabkan proses miosis dan spermiogenesis
terganggu sehingga menyebabkan terjadinya sejumlah kelainana pada sperma.

E. KESIMPULAN
1. Ekstrak rimpang tumbuhan pacing dengan dosis 25, 50 dan 75 mg/kg bb bekerja
menghambat spermatogenesis.
2. gangguan ekstrak rimpang tumbuhan pacing terhadap spermatogenesis bersifat
sementara.
3. Ekstrak rimpang tumbuhan pacing bersifat sebagai terazoospermia, namun
bersifat sementara.

F. DAFTAR PUSTAKA
Browder, L. W. 1984. Developmment Biology. Saunders Collage Publ. Holt
Saunders. Japan, Philadelphia. New York.

Carlson, R.M. 1988. Pattens Foundation of Embryology. Mc. Graw Hill Books.
New York.
Chattopadhyay, S. K.Mathur, P. P, Saini, K. S. and Ghosal. S. 1983. Effect of
hippadine, an amaryllidaceae alkaloid on testicular function in rats. J. Planta.
Med. 49: 252 - 254.

Chattopadhyay, S. Chattopadhyay, U. Sukla, S. P. and Ghosal, S. 1984. Effect of


mangiferin a naturally occuring glucoxylxanthones on reproductive
function of rats. J. Pharmaceut. Sci. 41: 279 - 282.

Dubin, N. H. Baron, N. A. Cox, R. T. and King, T. M. 1979. Implantation and


fetal survival in the rat as affec ted by intra uterine injection of sterile saline.
J. Biol.Repord. 21: 47-52.
Djukri. 1996. Pacing dan Kontrasepsi. Cakrawala Pendidikan, LPM IKIP
Jogyakarta,

Farnsworth, N. R. Bingel, A. S. Cordell, G. A. Cane, F. A. and Fong, H. H. S.


1975 . Potential value of plants as soueces of new antifertility agents I. J.
Pharma- ceut. Sci. 64: 535 - 598.

Hanafiah, K. A. 1994. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi. Rajawali


Press. Jakarta.

Wijayakusuma, H.M. W . 1997. Tanaman berkhasiat obat Indonesia. Jilid 2.


Pustaka Kartini. Jakarta.

Johnson, M and Everitt, B 1988. Essential Reproduction. Blackwell Sci. Pub:


Oxford. London.

G. UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada Dirjen Dikti, Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu
Pengetahuan Terapan atas kesediaannya mendanai penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai