RED TIDE” atau PASANG MERAH yang disebabkan ledakan populasi alga jenis tertentu pada suatu kawasan perairan. Perubahan warna yang terjadi dapat berupa warna merah, orange, biru, kuning, coklat dan lain-lain.
Red tide sebagai fenomena dimana air laut berubah
warna menjadi merah atau kecoklatan yang disebabkan karena peningkatan alga (plankton) berbahaya yang berlebihan atau bisa disebut Harmful algal blooms yang dapat menghasilkan toxic (racun), walaupun tidak semua alga menghasilkan toxic. Red tide dapat terjadi di laut dan perairan tawar. 1. Pengkayaan nutrien(eutrofikasi)
dr limpasan air sungai dari daratan mengikut
zat hara buangan limbah akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, industri Kand nitrat dan fosfor melebihi ambang batas (0,9-3,5 mg/l dan 0,27-5,51 mg/l) Pengaruh keberadaan zooplankton Rendahnya pemangsaan oleh hewan – hewan herbivora memicu terjadinya blooming jenis jenis fitoplankton.
3. Up welling dimana terjadinya penaikan
air dari lapisan dalam ke lapisan permukaan yang membuat laisan air permukaan subur Kenaikan gelombang Pendangkalan pd mulut teluk Mempengaruhi laju fotosintesis tumbuhan dan proses fisiologi hewan khususnya proses metabolisme dan siklus reproduksi Menentukan ada tidaknya spesies Mengatur aktivutas Menstimulasi pertumbuhan organisme Faktor penentu blooming Kisaran suhu saat blooming 21˚c-26˚c Mempengaruhi fitoplanton dilaut, toleransi sal kecil Sal optimum 10-40 permill Menyebab toksin, kualitas air dan kehidupan organisme Ada 4000 spesies fitoplankton, 200 spesies(6%) sbg penyebab blooming,dan sekitar 2% menghasilkan toksin. Di Indonesia ada sekitar 30 spesies penyebab HAB Di Indonesia kasus red tide terjadi thn19983- 2005 Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya red tide, sebagai berikut : 1. Perubahan warna dan konsentrasi air secara drastis, 2. Kematian massal biota laut, 3. Perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, 4. Keracunan dan kematian pada manusia. 1 Pada Tahun 1983 di Flores, terjadi kematian massal ikan dan kasus keracunan akibat HAB 2. Pada Agustus 1987 di Ujung Pandang yang disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. 3. Pada Januari 1988 di Kalimantan Timur pada bulan Januari 1988. Kasus keracunan ini diduga kuat disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. Jenis ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang dapat menyebabka penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada manusia dan hewan (Adnan 1990). 4. Pada 31 Juli 1986 di Jakarta. Kejadian ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air laut yang pada mulanya banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan bahan kimia dan limbah ke laut. Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah mengalami eutrofikasi yang menjadi faktot utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993). 5. Pada Maret 1994 di Teluk Kao yang disebabkan oleh spesies Pyrodinium bahamense var. compressum dan tidak menimbulkan korban jiwa (Cyecilia, 2011). 6. Pada Juli 1994 di Teluk Ambon oleh spesies Pyrodinium bahamense var. compressum , memakan korban jiwa 3 orang sedangkan 33 orang harus dirawat di rumah sakit.Pencegahan terjadinya RED TIDE Manajemen nutrisi yang mengatur buangan dari darat ke perairan, Melakukan penelitian mengenai teknologi yang dapat mengurangi red tide, Pengendalian dampak red tide dapat dilakukan dengan pendektesian red tide serta sosialisai terhadap publik mengenai dampaknya.