LP Sah
LP Sah
LAPORAN PENDAHULUAN
SUBARACHNOID HEMORRHAGE (SAH)
DI RUANG SERUNI RSUD ULIN BANJARMASIN
Oleh :
CHRISTIN NATALIA
NIM. 113063J117058
B. Etiologi
Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma
serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%)
(Steyopranoto, 2012).
1. Aneurisma
Aneurisma merupakan area lemah di dinding arteri serebral yang menonjol seperti
balon. Tonjolan dapat meregang dan menyebabkan dinding pembuluh darah serebral
menjadi semakin menipis sehingga terjadi ruptur. Adanya cedera, infeksi atau
kecenderungan yang diwariskan dapat memulai aneurisma yang berkembang secara
diam-diam dari waktu ke waktu. Ada dua tipe dari aneurisma, yaitu aneurisma sakular
(berry) dan aneurisma fusiformis.
3
a. Aneurisma Sakular
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada
tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan
basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan defisit neurologis dengan
menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada
arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan
paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).
b. Aneurisma Fusiformis
fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler
yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan
darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh
darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.
C. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan yang terdapat pada
seseorang yang memiliki potensi untuk memudahkan orang mengalami serangan stroke
pada suatu saat. Fartor resiko PSA secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dikendalikan atau dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat
dikendalikan (Setyopranoto, 2012). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah
riwayat keluarga pendarahan subrarakhnoid atau aneurisma, riwayat pernah menderita
perdarahan subarakhnoid, penderita atau riwayat keluarga menderita polikistik renal atau
penyakit jaringan ikat (sindrom Ehlers Danlos, sindrom Marfan dan Pseudoxanthoma
Elasticum). Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan adalah hipertensi, konsumsi
alkohol, perokok (masih atau riwayat), body mass index rendah, bekerja keras terlalu
ekstrim pada 2 jam sebelum onset, konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya (Ganesen,
2016).
5
D. Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.
Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi
posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans
anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam
sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri
basilar ke arterie otak posterior.
E. Manifestasi Klinis
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
2. Hilangnya kesadaran
3. Fotofobia dan meningismus
4. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi,
sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian
sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi
dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya
perdarahan yang hebat.
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang
dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-
50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu,
aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai
berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital,
atau nyeri kepala yang terlokalisasi.
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri
karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus
didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat
menimbulkan sindrom sinus kavernosus.
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan
fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius.
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan.
Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi dengan hematom
subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda klinis dapat
bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan
koma. Sementara itu, reflek Babinski positif bilateral.
7
Gangguan tingkat kesadaran yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi
pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Disfasia tidak
muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya
hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas
emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior.
Disfungsi nervi kranial dapat terjadi sebagai akibat dari : a) kompresi langsung oleh
aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c)
meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan
nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat
patognomik untuk PSA.
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas atau besar,
atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme.
Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan
secara ekstra-aksial.
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada penderita PSA.
Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar sirkulus Willis
yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu
atau lebih lama lagi.
(Perdossi, 2011).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya
tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan
turun pada 1 minggu setelah serangan.
2. Lumbal Pungsi
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya
adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung
diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat
pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan
kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia
adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.
8
3. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif
serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh
pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma
multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama.
Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.
(Setyopranoto, 2012).
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pertama pada PSA adalah identifikasi sumber pendarahan
dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler
lain. Kedua adalah manajemen komplikasi (Setyopranoto, 2012).
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf merupakan hal yang
sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan
subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi
hemodinamiknya dan untuk meminimalkan rangsangan yang dapat menyebabkan
peningkatan TIK, minta pasien ditempatkan di ruang pribadi yang gelap, tenang, dan diberi
obat penenang ringan jika gelisah. Kepala tempat tidur harus dijaga tinggi pada 30 untuk
memastikan drainase vena yang optimal. Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology
Critical Care Unit yang secara signifikan akan memperbaiki luaran klinis (Becske T.,
2017).
Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous
pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri,
harus terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan
pasien harus istirahat total (Setyopranoto, 2012).
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus diintubasi dan
hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35
mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial
seperti:
1. Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara signifikan
(50% dalam 30 menit pemberian).
2. Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial.
9
H. Komplikasi
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan
subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit neurologis
fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama,
yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko perdarahan
ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati
dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol,
esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100
mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik
harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah
sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg.
Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.
(Setyopranoto, 2012).
10
I. Pathway
Aneurisma, MAV, Faktor Genetik, Hipertensi, Alkohol, Merokok, Narkoba
Perdarahan serebral
Peningkatan TIK Gerak motorik primer Gangguan area bicara motorik broca
Risiko
gangguan integritas kulit reflek batuk dan menelan
Menurunnya
Melemahnya reflek mengunyah dan menelan
Akumulasi sekret
Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Ketidakefektifan bersihan jalan naf tubuh
1
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib koagulan,
aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif.
b) Nutrisi
Mengalami kelemahan otot pengunyah sehingga pasien tidak dapat mengunyah
makanan keras bahkan dipasang NGT.
1
c) Eliminasi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
d) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota gerak.
Disarankan bed rest total.
e) Istirahat
Pasien istirahat dengan normal.
f) Pengaturan Suhu
Suhu tubuh pasien biasanya dalam batas normal.
g) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat kelemahan
yang dialami.
h) Rasa aman
Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi
seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
i) Rasa Nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar.
j) Sosial
Terjadi gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang disekitarnya.
k) Pengetahuan/Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta apa pemicu
munculnya stroke tersebut.
l) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah karena
disarankan bed rest total.
m) Spiritual
Pasien mungkin tidak dapat melakukan aktivitas spiritual seperti biasa karena
hambatan mobilitas fisik atau pun penurunan kesadaran.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD
meningkat, nadi bervariasi.
1
b) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
c) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
d) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
e) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai,mata
tampak cowong.
f) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.
g) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
h) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT.
i) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
j) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
k) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
l) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
m) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
n) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, perifer tampak pucat atau tidak.
1
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks
batuk dan menelan, imobilisasi
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau
oral
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan neuromuscular,
kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Ketidakefektifan pola Pasien mampu a. Buka jalan nafas, guanakan
nafas berhubungan mempertahankan pola teknik chin lift atau jaw
dengan penurunan napas yang efektif. thrust bila perlu
kesadaran Kriteria hasil : b. Posisikan pasien untuk
a. Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
batuk efektif dan suara c. dentifikasi pasien perlunya
nafas yang bersih, tidak pemasangan alat jalan nafas
ada sianosis dan buatan
dyspneu (mampu d. Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, e. Lakukan fisioterapi dada jika
mampu bernafas dengan perlu
mudah, tidak ada pursed f. Keluarkan sekret
lips) dengan batuk atau
b. Menunjukkan jalan suction
nafas yang paten g. Auskultasi suara nafas, catat
(klien tidak merasa adanya suara tambahan
tercekik, irama nafas, h. Lakukan suction pada mayo
frekuensi pernafasan i. Berikan bronkodilator bila
dalam rentang normal, perlu
tidak ada suara nafas j. Berikan pelembab udara
abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
k. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status
O2
m. Bersihkan mulut, hidung dan
1
secret trakea
n. Pertahankan jalan nafas yang
paten
o. Atur peralatan oksigenasi
p. Monitor aliran oksigen
q. Pertahankan posisi pasien
r. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
s. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Ketidakefektifan Perfusi serebral membaik a. Pertahankan posisi tirah
perfusi jaringan Kriteria hasil : baring pada posisi anatomis
serebral berhubungan a. Tingkat atau posisi kepala tempat
dengan adanya kesadaran tidur 15-30 derajat
perdarahan, edema membaik (GCS b. Hindari valsava maneuver
atau oklusi pembuluh meningkat) seperti batuk, mengejan dsb
darah serebral b. fungsi kognitif, memori c. Pertahankan ligkungan yang
dan motorik membaik nyaman
c. TIK normal d. Hindari fleksi leher untuk
d. Tanda-tanda vital stabil mengurangi resiko jugular
e. Tidak ada tanda e. Pantau adanya tanda-tanda
perburukan penurunan perfusi serebral
neurologis :GCS, memori, bahasa respon
pupil dll
f. Observasi tanda-tanda vital
(tiap jam sesuai kondisi
pasien)
g. Pantau intake-output cairan,
balance tiap 24 jam
h. Kolaborasi:
Beri oksigen sesuai
indikasi
Laboratorium: AGD,
gula darah dll
Penberian terapi
sesuai pesanan
CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring
DAFTAR PUSTAKA
Baehr M, & Frotcsher M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. 4th ed. Jakarta : EGC.
Ganesen, S.S. 2016. Skripsi: Studi Penggunaan Nimodipin Pada Pasien Stroke Pendarahan
Subarakhnoid Non Traumatik Berdasarkan Gambaran Angiografi Serebral. Surabaya :
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Diakses pada tanggal 08 April 2018 dari
http://repository.unair.ac.id/54716/13/FF.FK.%2017-16%20Gan%20s-min.pdf.
Nurarif, A.H, & Kusuma, H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Subarakhnoid. CDK-199 vol. 39 no.11. Diakses pada
tanggal 07 April 2018 dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199 Penatalaksanaan%20
perdarahan%20subaraknoid.pdf.