Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan atas berkat dan nikmat yang telah Tuhan berikan. Segala puji kami
serukan kepada Tuhan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“ASKEP ANAK DENGAN HEMOFILI” . Dalam penyusunannya, penulis memperoleh
bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya yang telah bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada
dosen pembimbing kami yang banyak memberikan masukan dan bantuan dalam
menyelesaikan makalah ini. Dari sinilah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua
ini bisa menuntun kami pada langkah yang baik. Meskipun penulis berharap isi makalah
ini bebas dari kesalahan dan kekurangan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi. Dan kami sangat berharap, makalah ini dapat bermanfaat.

PENYUSUN

KELOMPOK 2

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi anak-anak yang sehat, bermain adalah kegiatan yang paling menyenangkan
bagi mereka, tidak jarang, seorang anak mengalami trauma akibat terjatuh, tergores,
dan terluka yang didapatnya saat sedang bermain. Trauma tersebut bisa saja sampai
mengakibatkan perdarahan. Bila terjadi pendarahan pada seseorang yang normal dan
sehat, misalnya terluka, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama perdarahan tersebut
akan berhenti sendiri, apakah itu dengan bantuan penekanan pada tempat luka
ataupun tidak. Untuk mengatasi perdarahan yang terjadi pada anak tersebut
dibutuhkan sistem pembekuan darah yang baik. Disebut sebagai sistem karena dalam
proses pembekuan darah melibatkan banyak faktor yang saling melengkapi sehingga
perdarahan dapat terhenti. Apabila salah satu dari faktor tersebut mengalami kelainan
atau tidak ada pada seorang anak, maka pembekuan darah menjadi terhambat atau
tidak terjadi sama sekali. Keadaan inilah yang disebut sebagai gangguan pembekuan
darah.
Gangguan pembekuan darah pada anak dapat terjadi karena adanya defisiensi dari
faktor-faktor pembekuan darah yang bisa didapat secara congenital atau bawaan. Salah
satu dari gangguan pembekuan darah yang paling berbahaya adalah hemophilia dan
hemophilia adalah satu-satunya penyakit gangguan pembekuan daran bawaan yang
disebabkan karena adanya kelainan pada kromosom sex. 1 Oleh karena itu, pasien
hemophilia lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan sangat sulit untuk dihindari
kemunculannya.
Angka kejadian hemophilia dapat mencapai satu kejadian diantara sepuluh ribu
kelahiran bayi laki-laki hidup. Dan angka ini tidak boleh dianggap remeh. Selain kasus
hemophilia masih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, juga karena manifestasi
klinis yang berat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit hemophilia. Namun, hemophilia
memiliki prevalensi kejadian yang lebih jarang daripada von Willebrand Disease (vWD),
dimana prevalensi kejadian von Willebrand Disease adalah 1% dari populasi 2. Pada
pasien yang mengidap vWD akan memiliki defisit pada von Willebrand factor yang
disekresikan oleh sel endothelial ke dalam plasma. Fungsi dari von Willebrand factor
adalah melakukan inisiasi penempelam trombosit pada tempat dimana terdapat
kerusakan dinding pembuluh darah.
Hemophilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemophilia A, hemophilia B, dan
hemophilia C. Namun yang kejadiannya paling sering ditemukan pada anak adalah
hemophilia A dan hemophilia B.

2
Penyakit hemophilia merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak lama
dan menurut sumber yang ada, hemophilia sudah ada sejak dibuatnya kitab suci agama
(Injil). Hemofilia tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun
juga mempunya dampa psikososial yang dalam. Pengaruh orang dengan hemofilia
sebaiknya tidak hanya memperhatikan masalah fisiologi saja, misal mengontrol
perdarahannya dan mencegah timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan
mempunya perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya,
rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, dan saudara kandung).
Setiap orang dengan hemofilia tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga dan
budaya yang unik / spesifik. Juga dengan berbagai variasi kebutuhan, ketakutan,
perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Masalah psikososial membutuhkan
penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai permasalahn yang berbeda,
akibat dari adanya perbedaan lata belakang budaya, agama ataupun etnik, juga system
penanggulangan kesehatan yang tidak sama. Oleh karena itu dalam menolong seorang
pasien hemofilia dan keluarganya dibutuhkan pendekatan satu tim inter-disiplin, yang
dapat membina hubungan yang baik dengan anak dan keluarga.
Penelitian dan pengetahuan mengenai penyakit hemophilia ini sudah ada sejak
lama juga dan diketahui bahwa hemophilia memiliki komplikasi yang cukup berat yang
dapat menurunkan kualitas hidup anak tersebut, bahkan dapat sampai menimbulkan
kematian. Modalitas terapi yang tidak memakan biaya yang besar dan berfungsi untuk
mengurangi komplikasi akibat hemophilia terhadap sistem musculoskeletal saat ini
masih dalam tahap penelitian. 3 Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang dokter
mengetahui secara jelas mengenai kelainan ini. Selain gangguan pembekuan darah
yang berupa hemophilia, masih ada juga gangguan pembekuan darah yang lainnya.
Tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai hemophilia yang terjadi pada
anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hemofilia?
2. Apa saja etiologi dari hemofilia?
3. Bagaimana patofisiologi hemofilia?
4. Apa saja tanda dan gejala hemofilia?
5. Bagaimana penatalaksanaan hemofilia?
6. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan hemofilia secara teoritis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan hemofilia?

C. Tujuan
1) Tujuan Umum

3
Mahasiswa mampu memahami anak dengan hemofilia baik secara konsep dan
asuhan keperawatan.
2) Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu memahami anak dengan hemofilia secara teoritis mulai
dari defenisi hingga penatalaksanaannya.
b) Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada anak
dengan hemofilia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Tinjauan Teori
A. Defenisi
1) Menurut Mary
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang di turunkan dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah.
2) Menurut Rudolph
Hemofilia adalah sindrom klinis yang ditandai dengan perdarahan yang berlebihan
dan sering, disebabkan oleh defisiensi genetik atau disfungsi salah satu protein
koagulasi.

B. Etiologi
Hemofilia yang paling lazim adalah hemofilia A yang disebabkan oleh defisiensi
faktor VIII dan menyusun 75% dari penderita hemofilia. Hemofilia B disebabkan oleh
defisiensi faktor IX dan kira-kira jumlahnya seperempat dari penderita hemofilia A.
Defisiensi berat faktor XI yang juga dikenal sebagai hemofilia C jarang ditemukan.
1. Hemofilia adalah gangguan resesif terkait gen-x,yang diturunkan oleh
perempuan dan ditemukan secara dominan pada laki-laki.
2. Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen.

C. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kondisi yang ditentukan secara genetik,terangkai seks
resesif dimana terdapat defisiensi faktor VII, yaitu globulin anti hemofilik. Secara klinik
hanya mengenai laki-laki,tetapi wanita dapat bertindak sebagai karier. Walaupun
demikian, secara teoritis memungkinkan bahwa perkawinan dari laki-laki yang hemofilik
dan wanita yang karier dapat memberikan anak, dimana satu dalam empat adalah
wanita hemofilik. Sebelumnya diduga bahwa kombinasi gen ini letal, tetapi dalam
beberapa kasus hemofilia wanita sebenarnya telah dikenali dewasa ini. Pada umumnya,
anak dari seorang laki-laki normal dan wanita karier secara rata-rata 50 % normal 55%
wanita karier dan 25% laki-laki hemofilik. Anak dari seorang laki-laki hemofilik dan
wanita normal adalah 50% laki-laki normal dan 50% wanita karier.

5
Kerusakan darah atau
berkontrak dengan kolagen

XII xxxx
XII teraktivasi

HMW kinogen , prekalikren

XI XI teraktivasi

Hemophilia
CA++
Tanpa IX IX tidak teraktivasi

Tanpa VIII

Fasfolipid trombosit Thrombin tidak berbentuk

Perdarahan

Jaringan dan sendi Sintesa energy terganggu

Nyeri Mobilitas terganggu

Resiko syok Resiko cidera

Ketidak mampuan koping


keluarga

6
D. Tanda dan Gejala
1. Terdapatnya perdarahan jaringan linak, otot dan sendi, terutama sendi-sendi
yang menopang berat badan, disebut hematrosis (perdarahan sendi).
2. Perdarahan berulang kedalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago
artikularis disertai gejala-gejala arthritis.
3. Perdarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang.
4. Dapat timbul saat bayi mulai merangkak.
5. Tanda perdarahan : hemartrosis, hematom subkutan / intramuscular,
perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis, hematuria.
6. Perdarahan berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstrasi gigi).
7. Hemofilia dicurigai pada bayi baru lahir dengan perdarahan berlebihan dari tali
pusat atau setelah sirkumsisi.
8. Pada hemofilia ringan, dengan karakteristik tingkat faktor 5% sampai
50%,anak-anak mengalami perdarahan lama hanya ketika mereka terluka.
9. Pada hemofilia sedang, dengan karakteristik tingkat faktor 1% sampai
5%,perdarahan lama terjadi akibat trauma atau pembedahan,tetapi
kemungkinan terdapat episode perdarahan spontan.
10.Pada hemofilia berat, dengan karakteristik tingkat factor di bawah 1%,
perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera.
Manifestasi umum antara lain : Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang
akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis (mimisan), Hemartrosis (perdarahan
pada persendian menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak).

E. Penatalaksanaan
Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B,
perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada kerusakan sendi. Edukasi dan dukungan
psikososial bagi penderita dan keluarganya.
Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest,ice,compression,elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan
diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin,
kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan.
Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0,5 x BB (Kg) x kadar
yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam
untuk hemofilia B. Kadar F VIII atau F IX yang diinginkan tergantung pada lokasi
perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, glukosa mulut dan hidung kadar 30-
50 % diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitonial dan
susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%.
7
Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk
pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau
laserasi luas diberikian 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemartrosis dapat
diberikan lebih lama lagi.
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat anti
fibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat aspirin dan obat
anti inflamasi nonsteroid harus dihindari karna dapat mengganggu hemostasis.
Profilaksi F VIII atau F IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berat
dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi WHO dan WFH
merekomendasikan profilaksis primer dimulai dari usia 1-2 tahun dan dilanjutkan
seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan protokol malmom yang pertama kali
dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/Kg dua kali perminggu.
Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang desmopressin (1-deamino-8-
arginive fasopressin, DDAVP) suatu analog faopressin dapat digunakan untuk
meningkatkan kadar F VIII endogen kedalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk
hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini
merangsang pengeluaran vWf dari tempat simpanannya (waibel palade bodies)
sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara intravena,
subkutan atau intranasal.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolahraga rutin, memakai peralatan
pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik.
Berat badan yang harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan
yang berlebih dapat memperberat artritis. Kebersihan mulut dan gigi juga harus
diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis
A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuscular. Pihak sekolah
sebaiknya diberi tahu bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu
penderita bila diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik
merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu
diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu
sendiri, terapi dan proknosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya
terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat
dilakukan terutama bila jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh
melalui tindakan sampling villus khorionik atau amnionsintesis.

F. Pemeriksaan Penunjang

8
1. Pemeriksaan koagulasi akan menyatakan protrombin yang normal dan waktu
perdarahan,kadar fibrinogen normal,faktor VIII rendah pada hemofilia A,faktor
IX rendah pada hemofilia B,dan masa tromboplastin parsial memanjang.
2. HDL akan menyatakan hitung trombosit normal.
3. Uji DNA untuk hemofilia A akan mendeteksi carrier penyakit.
4. Amnionsentesis akan mendiagnosis hemofilia pada waktu pranatal.
5. Uji skrining untuk koagulasi darah
a) Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah).
b) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
c) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik).
d) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis).
e) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
6. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
7. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum
glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). (Betz &
Sowden, 2002).

9
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HEMOFILI

1. PENGKAJIAN
a) Lakukan pengkajian fisik.
b) Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti penyakit pada saudara pria.
c) Observasi adanya manifestasi hemophilia :
1) Perdarahan yang berkepanjangan di mana saja dari atau di dalam tubuh.
2) Hemoragi karena trauma-kehilangan desidua, sirkumsisi, terpotong, epitaksis,
injeksi.
3) Memar berlebihan-bahkan karena cidera ringan , seperti jatuh.
4) Hemoragi subkutan dan intramuscular.
5) Hemartrosis (perdarahan dalam rongga sendi, khususnya lutut, pergelangan kaki
dan siku.
6) Hematoma-nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas.
7) Hematuria spontan.
d) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian misalnya tes koagulasi, penentuan
faktor defisiensi khusus, pengujian DNA.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


Menurut Wong, diagnosa hemophilia pada anak yaitu :
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan hemoragi.
Sasaran Pasien 1 : Pasien tidak mengalami perdarahan atau perdarahan minimal.
Intervensi Keperawatan/Rasional :
1) Siapkan dan berikan konsentrat faktor VII atau untuk hemophilia ringan, DDAVP (1-
deamino-8-d-argininvasopresin) seperlunya untuk mencegah perdarahan.
2) Ajari pemberian faktor pengganti darah di rumah karena pengobatan tanpa menunda
menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan penurunan komplikasi.
3) Lakukan tindakan penunjang untuk mengendalikan perdarahan.
a. Beri tekanan pada area selama 10-15 menit untuk memungkinkan pembentukan
bekuan.
b. Imobilisasi dan tinggikan area di atas jantung untuk menurunkan aliran darah.
c. Berikan kompres dingin untuk meningkatkan vasokontriksi ; anjurkan keluarga
untuk menyiapkan kantong es atau kantong dingin di freezer agar dapat
digunakan dengan segera.
Hasil yang diharapkan : Anak mengalami episode perdarahan yang minimum atau tidak
sama sekali.
Sasaran Pasien 2 : Pasien akan mengalami penurunan resiko cidera.
Intervensi Keperawatan/Rasional :

10
1) Ciptakan lingkungan seaman mungkin dengan pengawasan ketat untuk
meminimalkan cedera tanpa menghambat perkembangan.
2) Anjurkan aktivitas untuk mengejar intelektualitas/kreativitas untuk memberikan
alternatif yang aman.
3) Anjurkan olahraga tanpa kontak, misalnya berenang, dan menggunakan alat
pelindung misalnya decker, helm, untuk menurunkan resiko cidera.
4) Anjurkan anak yang lebih besar untuk memilih aktivitas tetapi menerima tanggung
jawab untuk keamanan dirinya sendiri untuk mendorong kemandirian dan rasa
tanggung jawab.
5) Libatkan guru dan perawat sekolah dalam perencanaan aktivitas sekolah yang
meningkatkan normalisasi sambil menurunkan resiko cedera.
6) Diskusikan dengan orang tua pola latar belakang batasan yang tepat sehingga
kebutuhan anak untuk perkembangan normal dianggap sebagai tambahan kebutuhan
akan keselamatan.
7) Ajari metode hygiene gigi yang meminimalkan trauma pada gusi dan mencegah
perdarahan.
8) Gunakan sikat gigi yang kecil dan lembut atau sikap gigi sekali pakai berujung busa.
9) Lembukan sikat gigi dalam air panas sebelum menyikat gigi.
10) Gunakan alat pengirigasi air.
11) Hindari latihan rentang gerak pasif setelah episode perdarahan karena kapsul sendi
dapat dengan mudah tergores dan terjadi perdarahan.
12) Beritahukan untuk tidak mengkonsumsi aspirin atau produk aspirin karena aspirin
menghambat fungsi trombosit ; gunakan asetaminofen atau ibuprofen untuk demam
atau ketidaknyamanan.
13) Lakukan kewaspadaan khusus selama prosedur keperawatan seperti injeksi
(misalnya terdapat lebih sedikit perdarahan setelah pungsi vena dari pada pungsi
jari/tumit / rute subkutan dilakukan untuk injeksi intramuscular jika mungkin.
Hasil yang diharapkan : Anak mengalami episode perdarahan yang lebih
sedikit dan anak menerima perawatan yang tepat dan segera.
b. Nyeri berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi.
Sasaran 1 : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima.
Intervensi Keperawatan/Rasional dan Hasil yang diharapkan.
No Intervensi Rasional
1. Lakukan strategi nonfarmakologis Teknik seperti relaksasi, pernapasan
untuk membantu anak mengatasi berirama dan distraksi dapat membuat
nyeri. nyeri lebih ditoleransi.
2. Gunakan strategi yang dikenal anak Memudahkan pembelajaran anak dan

11
atau gambarkan beberapa strategi dan penggunaan strategi.
biarkan anak memilih salah satunya.
3. Libatkan orangtua dalam pemilihan Orangtua adalah orang yang paling
strategi. mengetahui anak.
4. Ajarkan anak untuk menggunakan Pendekatan ini tampak paling efektif
strategi nonfarmakologi khusus pada nyeri ringan.
sebelum terjadi nyeri atau sebelum
nyeri menjadi lebih berat.
5. Bantu atau minta orangtua membantu Karena pelatihan mungkin diperlukan
anak dengan menggunakan strategi untuk membantu anak berfokus pada
selama nyeri aktual. tindakan yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan : Anak dapat menunjukkan tingkat nyeri yang dapat diterima,
anak belajar dan mengimplementasikan strategi koping yang efektif, orang tua belajar
keterampilan koping dan efektif dalam membantu anak untuk melakukan koping.
Sasaran Pasien 2 : Pasien tidak mengalami nyeri atau penurunan nyeri pada tingkat
yang dapat diterima pada anak bila mendapat analgesik.
No Intervensi Rasional
1. Rencanakan untuk memberikan Sehingga efek puncaknya tepat dengan
nalgesik yang ditentukan sebelum kejadian nyeri.
prosedur.
2. Siapkan anak untuk pemberian anak
analgesik dengan menggunakan
pernyataan pendukung misalnya “Obat
yang saya masukkan ke IV ini akan
membuatmu merasa lebih baik dalam
beberapa menit”.
3. Bila injeksi harus dilakukan, hindari Hal ini adalah nyeri tambahan terhadap
mengatakan “Saya akan memberimu nyeri yang sudah ada.
injeksi untuk nyeri”. Bila anak menolak
injeksi, jelaskan bahwa sakit sedikit
karena jarum akan menghilangkan
sakit yang sakit yang sangat untuk
waktu yang lama.
4. Hindari pernyataan seperti ini “Ini obat Karena pernyataan ini menunjukkan
yang cukup untuk menghilangkan nyeri penilaian dan sikap yang meremehkan.
siapapun” atau “Mulai sekarang kamu
tidak memerlukan lagi obat nyeri yang
banyak”

12
5. Berikan control pada anak jika
mungkin (misalnya dengan
penggunaan analgesik yang dikontrol
pasien, memilih lengan mana yang
akan disuntik, melepaskan perban,
atau memegang plester atau alat lain).

c. Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi dalam
sendi dan jaringan lain.
No Intervensi Rasional
1. Berikan terapi pengganti dan gunakan Mengontrol perdarahan.
tindakan lokal.
2. Tinggikan dan imobilisasi sendi selama Mengontrol perdarahan.
episode perdarahan.
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif Karena hal ini memungkinkan anak
setelah fase akut. untuk mengontrol derajat latihan sesuai
dengan tingkat ketidaknyamanan.
4. Latihan sendi dan otot yang sakit. Mempertahankan mobilitas.
5. Konsultasi dengan ahli terapi fisik Meningkatkan fungsi maksimum sendi
mengenai program latihan. dan bagian tubuh yang tidak sakit.
6. Kaji kebutuhan akan penatalksanaan Meningkatkan kemudahan mobilitas.
nyeri.
7 Diskusikan pertimbangan diet. Karena BB berlebihan dapat
meningkatkan peregangan sendi dan
mencetuskan hematrosis.
Hal yang diharapkan : Episode perdarahan dikendalikan dengan tepat untuk mencegah
gangguan mobilitas fisik, anak berpartisipasi dalam program latihan untuk
mempertahankan mobilitas.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius.
Sasaran Pasien 1 : Pasien menerima dukungan yang adekuat.
1) Rujuk untuk konseling genetik, termasuk identifikasi keturunan karier, dan kerabat
wanita lainnya.
2) Rujuk pada kelompok dan lembaga khusus yang memberikan pelayanan pada
keluarga hemofilia

13
TINJAUAN KASUS

Seorang anak perempuan bernama D usia 5 tahun datang ke klinik dengan


memar dan perdarahan pada ekstremitas bawah akibat terjatuh dari sepeda yang
dinaikinya, luka yang dialami adalah luka robek sepanjang 2 cm, perdarahan tidak
berhenti >5 menit, frekuensi napas 30 x/menit, suhu 36 C, nadi 80 x/menit, saat
dilakukan pengkajian anak memiliki riwayat penyakit hemofili.

14
Nama Mahasiswa : Sondang Yuliana Sinaga

NIM : PO.71.20.1.15.144

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

ANALISA DATA

NO DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB

Resiko Tinggi
1. Hemoragi
Cidera

DS :
1. Anak berteriak “sakit, bu,
sakit”.
Luka Perdarahan
2. DO : Nyeri
dalam Jaringan
1. Anak tampak menangis
dan memegang area luka
dikakinya.
2. Skala nyeri 5.

15
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF


1 Senin
06-11-2017
Resiko tinggi cidera berhubungan
dengan hemoragi.

Sondang
2 Senin Nyeri berhubungan dengan luka
06-11-2017 perdarahan dalam jaringan ditandai
dengan anak tampak menangis dan
memegangi area luka dikakinya, skala
nyeri 5, anak berteriak “sakit, bu, sakit”. Sondang

16
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN / IMPLEMENTASI

NO
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX
1 Senin
06-11-2017 1. Memberikan tekanan pada kaki yang luka.
10:00 WIB 2. Memberikan kompres dingin.
 Tampak perdarahan minimum.
12:00 WIB 3. Memberikan cairan NaCl 500 Ml 0,9 % 20
tetes per menit.
4. Memantau suhu : 36o, nadi : 76 x/menit,
RR : 26 x/menit. Sondang
2 Senin 1. Melibatkan orang tua dalam setiap
06-11-2017 tindakan dan dalam pemilihan strategi.
10:00 WIB  Menggunakan strategi umum yaitu
memberikan boneka kesayangan
anak D dan membiarkan anak
melakukan segala sesuatu pada
boneka.
10:10 1IB 2. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk
membantu anak mengatasi nyeri.
 Menggunakan teknik distraksi yaitu
minta anak meniup gelembung
11:00 WIB untuk meniup jauh rasa sakit.
3. Menggunakan strategi yang dikenal anak
atau menggambarkan beberapa strategi
dan biarkan anak memilih salah satunya.
 Karena anak suka mendengar
humor, menceritakan cerita lucu
atau lawakan pada anak.

12:00 WIB Kolaborasi :


4. Memberikan analgesik dari dokter
asetamonifen 1x40 mg, Or dan
ketorolac 1x15 mg, IV.
Sondang

17
EVALUASI

MASALAH
TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN
Senin S:
06-11-2017 a) Ibu mengatakan sepertinya
perdarahan sedikit berkurang.
O:
a) Tampak perdarahan minimum.
b) Suhu : 36o, nadi : 76 x/menit,
Resiko Tinggi
RR : 26 x/menit.
Cidera
A:
Masalah resiko tinggi cidera
teratasi sebagian.

P:
Intervensi dilanjutkan. Sondang
Senin S:
06-11-2017 a) Ibu mengatakan anak D
tampak lebih tenang dan tidak
terlalu rebut daripada saat
mau dibawa ke RS.
O:
a) Anak tampak sedikit tenang,
Nyeri tetapi masih memegangi
daerah luka dikaki.
A:
Masalah nyeri teratasi.

P:
Hentikan intervensi.
Sondang

18
DAFTAR PUSTAKA

1) Mary E.Muscari. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3.


Jakarta : EGC.
2) Huda, Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction.
3) Wong, L Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4.
Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai