Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

OPTIKA ZAT MAMPAT

MEKANISME ELEKTRON PADA SOLAR CELL

OLEH

SARI WAHYUNI

21/489821/PPA/06273

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki luas dan jumlah penduduk yang besar.
Letak geografis Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa membuat negara Indonesia
terpapar sinar matahari selama 10 hingga 12 jam. Paparan sinar matahari tersedia
melimpah dan merata di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi
dalam pengembangan dan pemanfaatan energi matahari sebagai salah satu sistem
konversi energi di Indonesia. Menurut kementerian energi dan sumber daya mineral
Indonesa memiliki potensi energy dalam bidang energy surya sebesar 4,80 Kw/m2 /hari
.Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengembangan sistem energi baru dan terbarukan
dalam bidang energI surya memiliki potensi yang paling besar.
Upaya yang dilakukan dalam pengembangan energi baru terbarukan dengan
memanfaatkan energi surya saat ini yaitu dengan memanfaatkan solar cell. Solar cell
merupakan suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik.
Prinsip dasar pembuatan solar cell merupakan proses photovoltaic (efek yang dapat
mengubah langsung cahaya matahari menjadi energy listrik).
Meskipun energi surya mampu menghasilkan daya listrik yang sangat besar, tapi
karena intensitas cahaya matahari yang tidak kontinu menjadikan energi surya memiliki
tantangan tersendiri untuk dapat menjadi sebuah pembangkit listrik. Selain itu, dalam
pemasangan solar sell masih banyak memiliki kekurangan dalam hal pemasangan dan
posisi terhadap matahari, sehingga kinerja solar sell dalam pengisian baterai berjalan
tidak maksimal. Oleh karena itu diperlukan solusi agar solar cell dapat bekerja maksimal,
dan arus listrik yang dihasilkan lebih besar dan juga diperlukan pemahaman mengenai
mekanisme elektron pada solar cell.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksiton bergerak di solar cell ?
2. Bagaimana cara meningkatkan efisiensi solar cell secara fundamental ?
C. Tujuan
1. Mengetahui prinsip kerja eksiton dalam solar cell bekerja
2. Mengetahui cara meningkatkan efisiensi solar cell secara fundamental.

D. Manfaat
1. Memberikan pemahaman kepada kita terkait aktivitas eksiton dalam solar cell
2. Memberikan pemahaman kepada kita terkait cara meningkatkan efisiensi solar cell
secara fundamental.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. SOLAR CELL
Solar cell adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi
energi listrik. Pada umumnya solar cell memiliki ketebalan 0,3 mm yang berupa irisan
bahan semi konduktor dengan kutub (+) positif dan kutub (-) negative. Apabila cahaya
jatuh kepada kutub tersebut, maka akan terjadi beda tegangan yang menghasilkan energi
listrik berarus DC. Prinsip dasar pembuatan solar cell merupakan proses photovoltaic.
Photovoltaic adalah suatu system atau cara langsung (direct) untuk mentransfer
radiasi matahari atau energi cahaya menjadi energi listrik (Castaner, 2003). Sistem
photovoltaic bekerja dengan prinsip efek photovoltaic (Markayat, 2003). Efek
photovoltaic pertama kali ditemukan oleh Henri Becquerel pada tahun 1839. Efek
photovoltaic adalah fenomena dimana suatu sel photovoltaic dapat menyerap energi
cahaya dan merubahnya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic didefinisikan sebagai
suatu fenomena munculnya voltasi listrik akibat kontak dua elektroda dihubungkan
dengan sistem padatan atau cairan diexpose dibawah energi cahaya (Markayat, 2003).
Pada dasarnya mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya
perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom. Konduktivitas elektron atau
kemampuan transfer elektron dari suatu material terletak pada banyaknya elektron
valensi dari suatu material. Sel surya pada umumnya menggunakan material
semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu
padatan (solid) dan seperti logam, konduktivitas elektriknya juga ditentukan oeleh
elektron valensinya. Namun, berbeda dengan logam yang konduktifitasnya menurun
dengan kenaikan temperature, material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat
secara signifikan.
Ketika foton dari suatu sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari
atom semikonduktor, hal ini mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk
memisahkan elektron tersebut tersebut dari struktur atomnya. Elektron yang terlepas
tersebut menjadi bebas bergerak di dalam bidang kristal dan elektron tersebut menjadi
bermuatan negative dan berada pada daerah pita konduksi material semikonduktor.
Sementara itu, akibat hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan
pada struktur kristal yang disebut “hole” dan bermuatan positif.
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negative bertindak
sebagai donor elektron. Daeran ini disebut negative type (n-type). Sedangkan daerah
semikonduktor daengan hole, bersifat positif dan bertindak sebagai penerima (acceptor)
elektron. Daeran ini disebut dengan positive type (p-type).
Ikatan dari kedua sisi positif dan negative (p-n-junction) menghasilkan energi
listrik internal yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah
yang berlawanan. Elektron akan bergerak menjauh sisi negative, sedangkan hole
bergerak menjauhi sisi positif. Ketikan p-n junction ini dihubungkan dengan sebuah
beban (lampu) maka akan tercipta arus.

B. EKSITON
Eksiton adalah ikatan pasangan elektron-hole yang disebabkan penyerapan
photon pada semikonduktor. Secara khusus dapat diakatakan bahwa terdapat elektron di
pita konduksi dan hole di pita valensi semikonduktor dan keduanya saling berintraksi
melalui interaksi coulomb. Eksiton sendiri bermuatan netral. Terdapat dua jenis eksiton,
yakni eksiton Mott-Wannier dan eksiton Frankel. Interaksi elektron-hole [ada eksiton
Mott-Wannier lemah dengan energi ikatnya berada pada orde 10meV sehigga pasangan
elektron-hole tersebut relative terpisah jauh. Berbeda dengan eksiton Frankel dengan
energi ikat berada pada orde 100 meV, interaksi Coulumb antara elektron dan hole kuat.
Sejauh ini, secara skematis mekanisme fisis konversi sinar surya (foton) menjadi
daya listrik dari sel surya organic (SSO) heterojunction dilukiskan dalam Gambar 3.12.

Gambar 1. Skema mekanisme konversi cahaya matahari (foton) menjadi energi listrik
Dari gambar tersebut maka proses konversi foton menjadi energi listrik melalui
urutan (1) absorpsi foton dan pembentukan eksiton (pasangan elektron dan hole), (2) difusi
eksiton menuju antar muka donor/akseptor, (3) disosiasi/pemisahan eksiton menjadi
pembawa muatan (elektron dan hole), (4) transfer pembawa muatan ke masing-masing
elektroda, dan (5) koleksi pembawa muatan pada masing-masing elektroda. Dari ke lima
proses tersebut masing-masing berpotensi menyumbang kepada efisiensi SSO dapat
diuraikan sebagai berikut (Peumans dkk., 2003):

a. Efisiensi absorpsi foton, ηA. Pada umumnya lapisan organik donor dan akseptor
dibuat setipis mungkin untuk mengurangi efek filter (filter effect) pada SSO.
b. Efisiensi difusi eksiton, ηED. Idealnya seluruh eksiton yang terbentuk dapat terdifusi
menuju daerah disosiasi (sambungan antara lapisan donor dan akseptor). Efisiensi
ini berkaitan dengan parameter panjang difusi yang pada umumnya sangat pendek
(~50Å). Sehingga untuk lapisan organik cukup tebal, maka hanya eksiton yang
terbentuk pada daerah disosiasi saja yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi
difusi eksiton. Di luar daerah disosiasi, kebanyakan eksiton yang terbentuk
berekombinasi sehingga sangat kecil kemungkinan untuk memberikam kontribusi
pada efisiensi difusi eksiton tersebut.
c. Efisiensi pemisahan pembawa muatan, ηCS. Pemisahan/disosiasi eksiton menjadi
pembawa muatan bebas sejauh ini untuk jenis SSO heterojunction diyakini terjadi
pada antar muka sambungan donor dan akseptor. Masalah ini diatasi dengan
mengkombinasikan bahan donor yang mempunyai potensial ionisasi rendah dengan
bahan akseptor yang mempunyai afinitas elektron yang tinggi. Fenomena ini ditandai
oleh besarnya nilai parameter internal faktor ideal dioda, arus foto (photocurrent)
dan arus saturasi
d. Efisiensi transport pembawa muatan, ηCT. Transport pembawa muatan sangat
dipengaruhi oleh proses rekombinasi selama dalam perjalanan menuju elektroda.
Pembawa muatan yang mengalami rekombinasi selama dalam perjalanan tidak akan
memberikan kontribusi kepada daya listrik keluaran. Masalah ini berkaitan erat
antara lain dengan kemurnian bahan yang secara fisis ditandai oleh besarkecilnya
parameter internal hambatan paralel.
e. Efisiensi koleksi pembawa muatan, ηCC. Pembawa muatan yang berhasil mencapai
elektroda idealnya harus seluruhnya dapat dikoleksi oleh elektroda tersebut. Tetapi
karena adanya potensial penghalang, seperti pada antara muka antara organik/logam
maka efisiensi koleksi pembawa muatan tidak dapat 100%. Masalah ini biasanya
diatasi dengan memilih elektroda yang sesuai dengan level Fermi bahan
semikonduktor organik. Secara fisis, masalah ini dapat difahami dengan mengetahui
nilai parameter internal hambatan serial pada SSO

Kelima hal tersebut selain merupakan proses pembentukan arus listrik dalam
peranti sel surya, juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
efisiensi sel surya organik.

C. EFISIENSI SOLAR CELL


Tingkat efisiensi panel surya saat ini hanya mencapai jangkauan sekitar 5-16%
dari total energi cahaya matahari yang dapat dikonversi menjadi energi listrik (Hasan,
2012). Bahkan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi (sekitar 16%) dibutuhkan
panel surya berkualitas tinggi dan biaya investasi yang mahal. Untuk itu diharapkan
dengan merancang sistem panel surya baru yaitu mengkombinasikan antara penjejak
matahari dan lensa Fresnel dapat mengoptimalkan intensitas cahaya matahari yang
diserap sel surya sehingga efisiensinya pun bertambah.
Temperatur udara akan mempengaruhi kinerja sel surya. Menurut Standart

Test Condition (STC) idealnya sel surya bekerja pada temperature standar 25 oC
dengan meningkatnya suhu maka efisiensi kinerja sel surya akan menurun hal ini karena
sel surya mengalami degradasi pada celah pita semikonduktor intrinsik akan mengalami
penyusutan pada tegangan rangkaian terbuka dan mengalami penurunan setelah
peningkatan suhu tegangan pada persimpangan p-n. Ketergantungannya pada faktor
dioda, karena solar sel memiliki koefisien suhu negatif sedangkan hasil daya output
yang lebih rendah dari arus karena pembawa muatan dibebaskan pada potensial yang
lebih rendah, hal ini karena energi diserap lebih besar dari cahaya (Williams, 2004 dan
Dincer, 2010). Energi optimum solar cell dapat diperoleh jika solar cell dalam posisi
selalu tegak lurus terhadap arah fokus datangnya sinar matahari.
Efisiensi energi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya listrik yang
dihasilkan terhadap daya input yang diterima. Efisiensi yang rendah berpengaruh pada
daya listrik output modul surya. Daya output modul surya perlu ditingkatkan agar
efisiensinya meningkat juga. Oleh sebab itu digunakan Reflektor berbentuk parabola agar
diperoleh efisiensi maksimum. Reflektor tersebut seperti cermin konkaf atau cekung
yang sifatnya bergantung pada banyaknya titik lengkungan. Reflektor parabola yang
digunakan merupakan sistem konsentrator asimetris yang ditempatkan pada permukaan
horizontal, agar radiasi dari setiap sudut dapat dikumpulkan.
McMahon dan von Roedern melakukan pengukuran kurva tegangan-arus pada
sel surya film tipis (thin film) yang disinari dengan laser. Arus hubung singkat
yang dihasilkan sel surya tidak dipengaruhi oleh distribusi cahaya pada sel sepanjang
garis cahaya tidak terlalu sempit (<1 mm). Karena divergensi dari sinar laser 0,28° dan
presisi, garis cahaya memiliki lebar 1 cm pada konsentrasi maksimum. Hal ini
menyebabkan arus hubung singkat tidak dipengaruhi oleh distribusi cahaya
(McMahond, 1997). Menurut Wenham dkk., arus hubung singkat meningkat dengan
suhu sekitar 0,06%/K. Mengingat kesalahan lainnya dalam pengukuran, peningkatan ini
dapat diabaikan (Stuart, 2007)
Pada suhu konstan arus hubung singkat dari modul surya dalam sistem
terkonsentrasi hanya bergantung pada radiasi konsentrator dan hanya ditentukan oleh
efisiensi optik konsentrator. Pengukuran arus hubung singkat sebagai fungsi dari sudut
jatuh dapat digunakan untuk menentukan efisiensi optik dari sistem konsentrator jika
dibandingkan dengan arus hubung singkat dari modul referensi.
Efisiensi sel sebanding dengan faktor pengisian (fill factor atau FF), yang
dihitung pada daya maksimum. Faktor pengisian tinggi berarti efisiensi tinggi. Faktor
pengisian dihitung menurut Persamaan (1) dengan ISC adalah arus hubung singkat (A),
VOC adalah tegangan rangkaian terbuka (V) dan Pmax adalah daya maksimum (W).

𝑃𝑚𝑎𝑥
𝐹𝐹 = 𝐼 (1)
𝑆𝐶 𝑉𝑂𝐶

Energi yang diterima oleh alat pengubah energi disebut masukan (input)
dan hasil perubahan energi dalam bentuk yang diharapkan disebut keluaran
(output). Efisiensi didefinisikan sebagai hasil bagi keluaran dan masukan dikali

seratus persen dan secara matematis ditulis dengan Persamaan (2).

𝑃𝑜𝑢𝑡 𝑃𝑚𝑎𝑥
FV = × 100% = (2)
𝑃𝑖𝑛 𝐺 ×𝐴
dengan FV efisiensi modul surya, Pout daya output (W), Pin daya input (W), G

iradiasi matahari (W/m2), A luas permukaan (m2).


BAB III
PENUTUP

a) Proses terbentuknya eksiton pada semikonduktor dan insulator, yaitu terdapat pita
valensi yang terisi penuh dengan elektron dan pita konduksi yang kosong. Celah di
antara pita valensi dan konduksi disebut energi celah pita. Saat dikenai foton, elektron
dan pita valensi tereksitasi ke pita konduksi menghasilkan hole pada pita valensi. Hole
(bermuatan positif) dan elektron (bermuatan negatif) saling menarik dengan gaya
elektrostatik. Pasangan hole dan elektron ini yang disebut eksiton. Adapun proses
konversi foton menjadi energi listrik pada sel surya melalui urutan (1) absorpsi foton
dan pembentukan eksiton (pasangan elektron dan hole), (2) difusi eksiton menuju antar
muka donor/akseptor, (3) disosiasi/pemisahan eksiton menjadi pembawa muatan
(elektron dan hole), (4) transfer pembawa muatan ke masing-masing elektroda, dan (5)
koleksi pembawa muatan pada masing-masing elektroda.
b) Peningkatan efisiensi solar cell secara fundamental dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Yang pertama yaitu merancang sistem panel surya baru dengan
mengkombinasikan antara penjejak matahari dan lensa Fresnel, hal ini dapat
mengoptimalkan intensitas cahaya matahari yang diserap sel surya sehingga
efisiensinya pun bertambah. Kedua, energi optimum solar cell dapat diperoleh jika
solar cell dalam posisi selalu tegak lurus terhadap arah fokus datangnya sinar matahari.
Ketiga, dengan menggunakan reflektor maka diperoleh efisiensi maksimum. Yang
terakhir untuk meningkatkan efisiensi maka faktor pengisian juga harus tinggi.
REFERENSI

Castaner, L., Markvart, T., “Practical Handbook of Photovoltaic : Fundamentals


and Applications”, UK., 2003.

Furkan Dinçer, Mehmet Emin Meral; “Critical Factors that Affecting Efficiency
of Solar Cells”Smart Grid and Renewable Energy, 2010, 1, 47-50, May 2010

Hasan Hasnawiya, “Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Di Pulau


Saugi,” J. Ris. dan Teknol. Kelaut., vol. 10, pp. 169–180, 2012.

R. Williams, "Becquerel Photovoltaic Effect in Binary Compounds". The


Journal of Chemical Physics. 32 (5): 1505–1514; 2004

Stuart R. Wenham, Martin A. Green, Muriel E. Watt, Richard Corkish.


Applied Photovoltaics. London: Earthscan, 2007.

T.J. McMahon, B. von Roedern. “Effect of Light Intensity on Current


Collection in Thin-Film Solar Cells.” 26th IEEE Photovoltaic Specialists
Conference, 1997.

Tom markvart and Luis Castaner, “Practical Handbook of Photovoltaics


Fundamentals and Application”, Edisi 1. United Kingdom: Elsevier, 2003.

Tom Markvart and Luis Castaner, “Solar Cell Materials, Manufacture and
Operation”, United Kingdom: Elsevier, 2003.

Anda mungkin juga menyukai