4/Jun/2017
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Veibe V. Sumilat,
3
SH, MH; Nixon Wullur, SH, MH Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. (BPHN), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar
120711260 Harapan, Jakarta, 1983, hlm. 33.
145
Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
faktor-faktor di luar kehendak si pelaku itu Nomor 31 Tahun 1999 menentukam bahwa,
sendiri. ^^ š] ‰ }Œ vP Ç vP u o lµl v ‰ Œ } vU
Selain percobaan, dalam Buku I KUHPidana pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
terdapat juga perluasan tindak pidana yang lain melakukan tindak pidana korupsi, dipidana
yang disebut permufakatan jahat (Bld.: dengan pidana yang sama sebagaimana
samenspanning). Dalam Pasal 88 KUHPidana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai
]š všµl v ZÁ U ^ ]l š l v vP v W • o íðX_5 Dalam Pasal 15 ini ada
permufakatan jahat, apabila dua orang atau disebut tentang permufakatan jahat untuk
lebih telah sepakat akan melakukan melakukan tindak pidana akorupsi.
l i Z š v_X4 Belum lama berselang Mahkamah Konstitusi
Jika dalam percobaan telah ada permulaan dengan putusan Nomor 21/PUU-XIV/2016,
pelaksanaan dari pelaku, maka dalam tanggal 7 September 2016, telah memberikan
permufakatan jahat belum ada suatu putusan menyangkut istilah permufakatan jahat
permulaan pelaksanaan, malahan belum ada dalam Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 dalam
perbuartan persiapan, melainkan baru ada hubungannya dengan istilah permufakatan
kesepakatan akan melakukan kejahatan. Dalam jahat dalam Pasal 88 KUHPidana.
sistem KUHPidana, pembentuk undang-undang Perkembangan berupa putusan Mahkamah
ternyata tidak selalu mau menunggu sampai Konstitusi tersebut menimbulkan pertanyaan
benar-benar ada permulaan pelaksanaan dari tentang pemahaman istilah permufakatan jahat
suatu perbuatan. Dalam hal-hal tertentu, dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak
dipandang sudah cukup alasan untuk Pidana Korupsi dan pengaruhnya terhadap
mengancamkan pidana jika telah ada pengertian permufakaan jahat dalam
permufakatan untuk melakukan kejahatan. KUHPidana.
Dengan demikian, pembentuk undang-undang Berdasarkan latar belakang tersebut maka
berpandangan bahwa adakalanya dalam rangka penulisan skriopsi telah diambil
permufakatan itu sendiri (an sich) sudah ‰}l}l ]v] µvšµl ] Z • ] Á Z iµ µo ^Delik
merupakan suatu hal yang berbahaya, sehingga Permufakatan Jahat dalam Kitab Undang-
sudah pantas untuk dijadikan delik selesai. Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang
Perbedaan lainnya yaitu percobaan berlaku Pemberantasan d]v l W] v <}Œµ‰•]_X
untuk semua kejahatan yang dirumuskan dalam
Buku II (Kejahatan), kecuali kalau dalam pasal B. Rumusan Masalah
KUHPidana itu ditentukan lain. Misalnya, untuk 1. Bagaimana luas cakupan delik-delik
penganiayaan, dalam Pasal 351 ayat (5) permufakatan jahat (samenspannning)
KUHPidana ditentukan bahwa, percobaan dalam KUHPidana?
untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. 2. Bagaimana luas pengertian permufakatan
Di pihak lain permufakatan jahat hanya jahat dalam Pasal 15 Undang-Undang
dberlakukan untuk tindak-tindak pidana yang Nomor 31 Tahun 1999 sesudah putusan
tertentu saja yang ditunjuk secara tegas oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
KUHPidana, jadi bukan berlaku untuk semua XIV/2016?
kejahatan.
Apa yang dikemukakan sebelumnya telah C. Metode Penelitian
menimbulkan pertanyaan tentang luas cakupan Penelitian untuk penulisan skripsi ini ini
dari tindak-tindak pidana permufakatan jahat merupakan suatu penelitian hukum normatif.
sebagaimana yang ditentukan dalam Dengan demikian, penelitian ini terutama
KUHPidana. Malahan lebih luas lagi, dalam merupakan penelitian yang bersifat hukum
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana positif yang meletakkan hukum positif dipusat
Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun penelitian.
1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001) dikenal
pula permufakatan jahat untuk melakukan 5
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
tindak pidana korupsi. Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 nomor 140, Tambahan
4
Ibid., hlm. 45. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874).
146
Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
147
Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
148
Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
149
Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, Lembaran Negara Republik Indonesia
Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Nomor 3874)
Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum
Pidana Material Bagian Umum,
terjemahan Hasnan, Binacipta, Jakarta,
1984.
Hamzah, Andi, Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana
Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta,
1987.
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2,
Bina Aksara, Jakarta, 1984.
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet,4, Rajawali
Pers, Jakarta, 2013.
Prodjodikoro, Wirjono, Prof.,Dr,SH, Asas-asas
Hukum Pidana di Indonesia, cet.3, PT
Eresco, Jakarta-Bandung, 1981.
______, Tindak-tindak Pidana Tertentu di
Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama,
Bandung, 2012.
Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut
Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
1983.
Soesilo, R., KUHP Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia,
Bogor, 1991.
Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, cet.40, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2009.
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN), Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
1983.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai
Pustaka, Jakarta, 2002.
Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana,
Fikahari Aneska, Jakarta, 2010.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 nomor 140, Tambahan
150