Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TERAPI TRADISIONAL/KOMPLEMENTER DI KOMUNITAS


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Dosen Pengampu : M. Iqbal Sutisna, S.Kep., Ners, M. Kep

Disusun oleh :
Amylia Dwi 1119051 Annisa Maulida 1119066
Annissa Shofiyullah 1119053 Siti Nur Azizansyah 1119067
Siska Melani 1119054 Awis Azizah F 1119068
Rahmawati 1119055 Siti Anisa 1119069
Anisah Bahar 1119056 Diana Yasinta 1119070
Nadyatus Solekha 1119058 Wina Nayla 1119072
Devi Anggraeni 1119059 Fadilla Nuraini 1119073
Sonia Gustasya 1119061 Noveli Kartiwi 1119074
Otvilia Teodora 1119062 Intan Denda P 1119075
Etsa Fadila Rahma 1119063 Vera Sri 1119076
Sella Anggraeni 1119064 Gilang Ramadhan 1119077
Vina Febrianti 1119065

Keperawatan 3B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Maha Esa ,karena berkat


rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas atau makalah
ini dengan baik sehingga makalah yang berjudul ”Terapi tradisional/Komplementer
di Komunitas” dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna,
kami merasa berbahagia bila ada pembaca yang ingin memberikan saran dan
masukan bagi perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini memberikan manfaat yang
baik guna kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam study Terapi
Komplementer, baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menjadikan makalah ini berguna bagi
kita semua amin

Bandung, 11 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................................................2

1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................4


2.1. Pengertian Terapi Komplementer .........................................................................................4

2.2. Tujuan Terapi Komplementer ...............................................................................................5

2.3. Jenis-Jenis Terapi Komplementer .........................................................................................6

2.4. Tekhnik Terapi Komplementer .............................................................................................7

2.5. Persyaratan Terapi Komplementer ........................................................................................8

2.6. Penerapan Terapi Komplementer di Komunitas (Lansia ) ....................................................8

BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE JURNAL ...............................................................16

BAB IV PENUTUP .........................................................................................................19


4.1. Simpulan .............................................................................................................................19

4.2. Saran....................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit dan kesehatan sebagai bagian dari kehidupan manusia yang dikaji
dalam Antropologi kesehatan bermula darisejak berakhirnya PDII, ahli-ahli
antropologi biologi dan Antropologi sosial budaya mualai meningkatkan perhatian
mereka pada studi lintas budaya mengenai masalah kesehatan juga pda faktor
bioekologi dan sosiokultural yang berpengaruh terhadap kesehatan dan timbulnya
penyakit. Selain itu terdapat nayak faktor-faktor budaya yang yang sangat
berpengaruh pada dunia kesehatan seperti perbedaan persepsi sakit dan sehat,
perlakuan kepada pasien, cara pengobatan, persepsi mengenai penyebab sakit,
bahakan mengenai cara seseorang memandang penyakit sangat ditentukan oleh
kebudayaanya.
Terapi di keperawatan adalah konsep diri sebagai penyembuh harus dipahami dan
dialami oleh setiap perawat untuk akan pengetahuan dan terampil dalam
pengiriman,arahan,atau konseling, pasien dalam penggunaan berbagai terapi. Hal
ini mencakup pemahaman kesehatan.
Perkembangan terapi komplementer akhir - akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004).
Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer
di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998
dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut mengenai terapi tradisional/komplementer dikomunitas.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah:

1. Apakah pengertian terapi komplementer ?

1
2. Bagaimanakah tujuan terapi komplementer ?

3. Apa sajakah jenis – jenis terapi komplementer ?

4. Bagaimanakah tekhnik terapi komplementer ?

5. Apa sajakah persyaratan terapi komplemeter ?

6. Bagaimanakah penerapan terapi komplementer pada keperawatan


komunitas (lansia) ?

7. Bagaimana Evidence based practice (EBP) pada keperawatan komunitas


(lansia)?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui terapi komplementer/tradisional dalam keperawatan komunitas

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian terapi komplementer

2. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan terapi komplementer

3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis terapi


komplementer
4. Mahasiswa dapat mengetahui tekhnik terapi komplementer

5. Mahasiswa dapat mengetahui persyaratan terapi komplemeter

6. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan terapi komplementer pada


keperawatan komunitas (lansia)

1.4. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat memahami pengertian terapi komplementer

2. Mahasiswa dapat memahami tujuan terapi komplementer

3. Mahasiswa dapat memahami jenis – jenis terapi komplementer

4. Mahasiswa dapat memahami tekhnik terapi komplementer


2
5. Mahasiswa dapat memahami persyaratan terapi komplemeter

6. Mahasiswa dapat memahami penerapan terapi komplementer pada


keperawatan komunitas (lansia).
7. Mahasiswa dapat memahami Evidence based practice (EBP) pada keperawatan
komunitas (lansia).

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Terapi Komplementer

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi merupakan usaha


untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit,
perawatan penyakit. Komplementer adalah bersisat melengkapi, bersifat
menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan
komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang
dimaksud adalah pengobatanyang sudah dari zaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turuntemurun pada suatu negara.
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional.
(Andriana, dana, 2013)
Terapi komplementer atau terapi modalitas diakui sebagai upaya kesehatan
nasional oleh National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)
di Amerika. Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian
bersama terapi lain, bukan sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi
komplementer juga digunakan dalam praktek keperawatan professional sebagai
terapi alternative di beberapa klinik perawatan, misalnya latihan relaksas otot
progresif pada penanganan klien dengan epilepsy yang menyertai penggunaan obat
antiepilepsi. Studi menunjukkan bahwa penggunaan relaksasi otot progresif dapat
meningkatkan control kejang (Whitman dkk., 1990). Namun demikian, terapi
komplementer dapat digunakan mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi
biomedis karena diposisikan sebagai upaya promosi kesehatan, misalnya klien dipijat
secara rutin untuk mencegah munculnya stress.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil
penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif

4
pada manusia dengan tubuh, pikiran, dan interaksi social memengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar
didasarkan sebagai kategori terapi pikiran-tubuh (mind-body terapies). Sementara
terapi biomedis lebih banyak memengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak
terapi terhadap pengobatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai contoh, pada
terapi biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan
darah dan tidak memperhatikan bagaimana obat memengaruhi alam rohani dan
psikologis.
NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan
yang mencakup system kesehatan, modalitas, praktik dan teori, serta keyakinan dari
masyarakat atau budaya dalam periode sejarah tertentu. CAM mencakup semua
praktik serta ide-ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati
penyakit atau mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.

2.2. Tujuan Terapi Komplementer


Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem - sistem
tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat
menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya
mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau
mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap
serta perawatan yang tepat.
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi
tertentu dan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan termasuk
profesi perawat. Basis filosofis yang mendasari penggunaan terapi komplementer
berbeda dengan model biomedis konvensional. Biomedis berusaha untuk
menghilangkan dan memperbaiki etiologi atas masalah yang mendasari serta
menekankan pada pengobatan trauma maupun situasi darurat lainnya (Well, 1995).
Sementara tujuan terapi komplementer dalam sintesis keperawatan adalah untuk
mencakup keselarasan dan keseimbangan dalam diri seseorang. Zollman dan Vickers
(1999) menyatakan tujuan dari intervensi terapeutik adalah untuk mengembalikan
keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada penyembuhan proses
penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan
yang mencakup modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olahraga, pengobatan khusus,

5
konseling, latihan, bimbingan pada pernapasan, relaksasi serta resep herbal. Konsep
ini menekankan pentingnya system perawatan yang menerapkan pendekatan
kepedulian secara holistis terhadap perawatan yang akan meningkatkan pelayanan
kesehatan.

2.3. Jenis-Jenis Terapi Komplementer

Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi berdasarkan


sistem perawatan, terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dan terapi,
praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme yang mendasar tindakan
terapi yang tidak diketahui.
Kategori terapi komplementer menurut NCCAM adalahsebaga berikut :

1. Terapi pkiran-tubuh (mind-body therapies)

2. Terapi berbasis biologi (biologically based therapies)

3. Terapi manipulative dan berbasis tubuh (manipulative and body therapies)

4. Terapi energy yang termasuk dalam kategori energy hayati dan


bioelektromagnetik (energy and biofield therapies).

Jenis – jenis terapi Komplementer sesuai PERMENKES No:


1109/Menkes/Per/IX/2007, antara lain:

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) meliputi :


Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga

2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif meliputi: akupuntur, akupresur,


naturopati, homeopati, aromaterapi, Ayurveda
3. Cara penyembuhan manual meliputi: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, pijat urut

4. Pengobatan farmakologi dan biologi meliputi: jamu, herbal, gurah

5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet makro nutrient,
mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon, hiperbarik,
EECP

6
2.4. Tekhnik Terapi Komplementer

Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah


ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam
pelayanan konvensional, yaitu sebagai berikut :
1. Akupunktur medic yaitu metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan
sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan
juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara kerjanya adalah dengan
mengaktivasi berbagai molekul signal yang berperan sebagai komunikasi
antar sel. Salah satu pelepasan molekul tersebut adalah pelepasan endorphin
yang banyak berperan pada sistem tubuh.
2. Terapi hiperbarik, yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke
dalam sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2–3 kali lebih besar
daripada tekanan udara atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan
oksigen murni (100%). Selama terapi, pasien boleh membaca, minum,
atau makan untuk menghindari trauma pada telinga akibat tingginya
tekanan udara.

3. Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam,
baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun
berupa fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji
preklinik pada cell line atau hewan coba, baik terhadap keamanan maupun
efektivitasnya.
Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya
efektivitasnya untuk mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa
dibandingkan satu dengan lainnya karena masing – masing mempunyai teknik
serta fungsinya sendiri – sendiri. Terapi hiperbarik misalnya, umumnya
digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren supaya tidak perlu dilakukan
pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi dalam meningkatkan
daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur berfungsi memperbaiki keadaan
umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare,
meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping
yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah,
fatigue (kelelahan) dan neuropati.

7
2.5. Persyaratan Terapi Komplementer

Terapi dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi yang sudah
memiliki kompetensi.
2. Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam bentuk sediaan
farmasi.
3. Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus telah
mendapat izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan akan
dilakukan pemantauan terus – menerus.

2.6. Penerapan Terapi Komplementer di Komunitas (Lansia )


2.6.1 Gangguan Persarafan pada Lansia dengan Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana


tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer,2001). Menurut WHO (1978),
tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi.
Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit
berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada
usia lanjut terutama adalah :
1. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron
akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus
hipertensi glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus
menerus.
2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia
semakin sensitive terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
3. Peningkatan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.

8
4. Perubahan ateromatus akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
Terapi Komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,
1. Senam
Senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat
untuk menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini sangat
dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia
lansia (65 thn ke atas).
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran
dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyup jantung waktu istirahat
yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar,
kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun (Poweell,
2000).
Tujuan senam lansia dengan hipertensi :
a. Melebarkan pembuluh darah
b. Tahanan pembuluh darah menurun
c. Berkurangnya hormon yg memacu peningkatan tekanan darah
d. Menurunkan lemak / kolesterol yang tinggi.

2. Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada


subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
3. Khiropraktik

Terapi cara ini dlakukan melalui perbaikan pada ruas tulang belakang,
terutama pada posisi tulang atlas leher. Perbaikan langsung terlihat pada terapi

9
minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan (The Journal of Human
Hypertension). Terjadi penurunan rata-rata 17 mmHg untuk tekanan sisitolik
dan 10 mmHg untuk tekanan diastolik, yang identik dengan hasil terapi yang
dicapai dengan menggunakan dua macam obat anthipertensi. Cara
pengobatan ini dilakukan dengan penekanan dan tarikan jari jemari tangan
pada ruas tulang belakang tersebut atau dengan bantuan alat yang digetarkan
oleh arus listrik. Tujuannya adalah memperbaki dan mengembalikan posisi
tulang belakang atau ligament ke posisi normalnya. Tulang belakang sebagai
pusat saraf motorik dan otonom berperan dalam timbulnya berbagai keluhan
penyakit, termasuk hipertensi. Sebelum terapi diberikan, pasien perlu
ditanyakan mengenai gejala dan keluhan yang dialaminya, ada tidaknya
tanda-tanda osteoporosis atau patah tulang dan riwayat trauma yang
mencederai tulang punggung. Khiropraktik menjadi pilihan pengobatan
alternative antara lank arena efek samping obat anthipertensi yang
mengganggu atau semata-mata karena kebosanan pasien dengan penggunaan
obat basa dan ingin mencoba cara lain.
2.6.2 Gangguan Pernapasan pada Lansia Dengan Asma

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronis saluran napas yang


menyebabkan hiperresponsvitas jalan napas. Penyakit asma ditandai dengan 3 hal,
antara lain penyempitan saluran napas, pembengkakan, dan sekresi lendir yang
berlebih di saluran napas. Berdasarkan data Organisas Kesehatan Dunia (WHO),
jumlah pengidap asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Asma adalah obstruksi
jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.
(Reeves, 2001 : 48).

Terapi Komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,


1. Latihan Pernapasan
Terapi pernapasan pada penderita asma dilakukan dengan latihan pernapasan
duduk dan pernapasan bergerak.

10
a. Latihan pernapasan duduk
Latihan napas pada posisi duduk bagi penderita asma merupakan
pengambilan posisi dengan tenang agar mencapai ketenangan yang
mendalam, untuk memacu otak menjalankan fungsi secara maksimal karena
otak merupakan komando tertinggi bagi tubuh. pelaksanaan, sebagai
berikut:
1) Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-lahan
dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan kesamping
sampai otot dada terulur kebelakang lakukan sampai 7 kali.
2) Sama seperti diatas meletakan kedua telapak tangan didepan dada, tetapi
dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih cepat sekali
tarik sekali frekuensi pernapasan.
b. Latihan pernapasan bergerak

Pengolahan pernapasan yang dilakukan bersamaan dengan melakukan gerak.


Pada awal gerakan, napas ditarik sebanyak mungkin melalui hidung,
kemudian ditekan dan ditahan dibawa perut sambil menggesek telapak kaki
setengah lingkaran dengan gerakan memutar pada posisi tiap penjuru, seiring
seirama dengan gerakan tangan. Kekhususan di dalam latihan pernapasan
adalah: waktu mengeluarkan napas (ekspirasi) dikerjakan secara aktif,
sedangkan sewaktu menarik napas, lebih banyak secara pasif. Mengeluarkan
napas melalui mulut seperti sewaktu meniup lilin atau bersiul, pelan-pelan,
dengan mengkempiskan dinding perut. Sewaktu inspirasi, dinding perut
relaks (pasif) dan udara masuk ke paru-paru melalui hidung.
2. Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang
bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru
penderita asma (GINA, 2005). Teknik pernapasan Buteyko juga membantu
menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah sehingga pergeseran
kurva disosiasi oksihemoglobin yang menghambat kelancaran oksigenasi dan
efek Bohr pada penderita asma dapat dikurangi. Oksigenasi yang lancar akan
menurunkan kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada
penderita asma (Murphy, 2005).

11
Teknik pernapasan Buteyko juga diyakini dapat membantu mengurangi
kesulitan bernapas pada penderita asma. Caranya adalah dengan menahan
karbondioksida agar tidak hilang secara progresif akibat hiperventilasi. Sesuai
dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot, maka
dengan menjaga keseimbangan kadar karbondioksida dalam darah akan
mengurangi terjadinya bronkospasme pada penderita asma (Kolb, 2009).
Tahapan persiapan dalam melakukan teknik pernapasan. Buteyko terdiri dari
pengukuran waktu lamanya menahan napas (control pause), konsentrasi dalam
mengatur napas, relaksasi bahu, memantau aliran udara, bernapas dangkal dan
latihan blok. Latihan teknik pernapasan Buteyko dilakukan satu kali sehari
minimal selama seminggu (Casano, 2008).

2.6.3 Gangguan Perkemihan pada Lansia dengan Inkontinensia

Inkontinensia urine bukan merupakan tanda – tanda normal penuaan.


Inkontinensia urine selalu merupakan suatu gejala dari masalah yang mendasari.
Jutaan lansia mengalami beberapa kehilangan kendali volunteer. Masalah
kontinensia urinarius dibagi menjadi akut atau persisten dan dapat berkisar dari
kehilangan control kandung kemih ringan sampai inkontinensia total. Inkotinensia
akut terjadi secara tiba – tiba biasanya akibat dari penyakit akut. Sering terjadi pada
individu yang dirawat di rumah sakit, inkontinensia akut biasanya hilang setelah
penyakit sembuh. Inkontinensia akut juga dapat akibat dari obat, terapi, dan factor
lingkungan. Inkontinensia persisten diklasifikasikan menjadi inkontinensia urgensi,
inkontinensia stress, inkontinensia overflow, dan inkontinensia fungsional.
Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan endokrin, seperti
hiperklasemia dan hiperglikemia. Keterbatasan mobilitas atau penyakit yang
menyebabkan retensi urine dapat mencetuskan inkontinensia urine atau dapat akibat
depresi pada lansia.
Manifestasi klinis adalah :

1. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai


kamar mandi karena telah mulai berkemih.
2. Desakan, frekuensi, dan nokturia.

12
3. Inkontinensia stress dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika
tertawa, bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
4. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan volume dan aliran urine buruk atau
lambat dan merasa menunda atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran
urine yang adekuat.

6. Hiegiene buruk atau tanda – tanda infeksi.

7. Kandung kemih terletak di atas sifisis pubis.

Terapi komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,


1. Latihan Otot Dasar Panggul
Latihan ini bertujuan memperkuat sfingter kandung kemih dan otot dasar
panggul, yaitu otot-otot yang berperan mengatur miksi. Latihan ini akan
efektif jika dilakukan berulang-ulang untuk inkontinensia stress dan urgensi.
Latihan otot dasar panggul yang terkenal adalah latihan Kegel berupa gerakan
mengencangkan dan melemaskan kelompok otot panggul dan daerah genital.
Latihan ini dilakukan dengan membayangkan seolah-olah Anda sedang miksi
atau berdefekasi, tetapi kemudian otot panggul dikencangkan untuk menutup
sfingter kandung kemih dan sfingter ani. Hal tersebut ditahan selama 3 detik
dan langkah-langkah tersebut diulangi beberapa kali. Senam tersebut efektif
untuk pasien inkontinensia stres, urgensi, atau campuran. Petunjuk dan arahan
yang jelas diperlukan karena bila pelatihan dilakukan secara tidak tepat,
inkontinensia dapat bertambah parah.
2. Stimulasi Listrik

Elektroda dimasukkan ke dalam rektum atau vagina untuk memacu dan


memperkuat otot dasar panggul. Stimulasi ringan sudah cukup efektif pada
inkontinensia dan inkontinensia urgensi, tetapi pendekatan ini memerlukan
beberapa bulan dan kombinasi dengan modalitas pengobatan lain untuk
mendapatkan hasil yang lebih optimal.
2.6.4 Gangguan Rasa Nyaman pada Lansia dengan Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik


kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau

13
tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan
tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak
dapat tidur kembali (Potter, 2005).

Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali


penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk
mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman,
2005).
Terapi komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,
1. Akupunktur
Akupunktur untuk sirkulasi darah yang buruk adalah metode membantu. Biasanya,
sirkulasi darah yang buruk menyebabkan kronis, sakit kepala migrain dan mual.
Dengan sirkulasi darah meningkat ditingkatkan dengan akupunktur, satu ini juga
diuntungkan dengan kognisi tajam, konsentrasi lebih baik, tidur diperkaya,
perasaan positif dan bersemangat tentang hidup dan juga mengembangkan nafsu
makan yang sehat. Akupunktur sangat penting untuk mengobati insomnia, depresi,
dan kecemasan. Akupunktur mengurangi energi diblokir di kapiler dan vena. Hal
ini meningkatkan sinyal kompleks untuk otak, yang menghasilkan tidur santai dan
tepat seperti kelancaran arus energi penyembuhan semua jenis depresi dan
kecemasan yang sangat cepat.
2. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia. Terapi tingkah laku meliputi :
a. Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

b. Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan


latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat
tidur. Strategi ini dapat membantu mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot,
dan mood.
3. Terapi kognitif

14
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang
positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam
grup.
4. Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk


beraktivitas.
5. Restriksi Tidur

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan ditempat tidur
yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

15
BAB III
EVIDENCE BASED PRACTICE JURNAL

Judul PENGARUH TERAPI KOMPLEMENTER MASSAGE


PUNGGUNG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA
DENGAN HIPERTENSI
Jurnal Jurnal SMART Keperawatan
Volume & 8 (1), 40-46
Halaman
Tahun 2021
Penulis IGA Ari Rasdini, Ni Made Wedri, VM Endang SP Rahayu,
DewaGde putrayas

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi masase


Penelitian punggung terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Subjek Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi,
Penelitian mengkonsumsi obat anti hipertensi, usia >60 thn Dalam penelitian
ini jumlah sampel pada masing masing kelompok berjumlah 20
orang, dengan tehnik random sampling. Kriteria sampel adalah
Lansia berumur ≥ 60 tahun, hipertensi ( TS : >140 mm Hg), tidak
terkontrol, mengkonsumsi obat anti hipertensi > 2 tahun.
Metode Metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan jenis desain
Penelitian penelitian dengan metode pretest- posttest control group design
(Sugioyono, 2019) dan dengan tehnik random sampling.
Analisa data diolah dengan teknik analisa data yaitu
mempergunakan uji parametrik. Syarat untuk melakukan uji
parametrik yaitu selain data dalam bentuk skala interval, data juga
harus berdistribusi normal. Maka, dilakukan uji normalitas data
dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov (Sujarweni, 2019)

16
Hasil Penelitian P : Problem
dan Pembahasan Seiring dengan meningkatnya usia maka penyakit kronis juga
semakin meningkat, sehingga usia lanjut lebih banyak
membutuhkan terapi dengan obat untuk penatalaksanaan berbagai
penyakit yang diderita (Bestari dan Dwi, 2016) Hipertensi
merupakan suatu penyakit yang prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia. Sekitar 90% usia dewasa dengan tekanan darah
normal akan berkembang menjadi hipertensi pada usia lanjut
(Amanda dan Martini, 2018)
I : Intervensi
Masage punggung bermanfaat melancarkan peredaran darah dan
memberikan efek tenang sehingga tekanan darah menjadi stabil.
Massage mempunyai pengaruh tertentu terhadap jaringan tubuh.
Selain itu tekanan, arah gerakan, pengulangan, dan iramanya
menentukan pengaruhnya. Dengan teknik menekan dan mendorong
secara bergantian menyebabkan terjadinya pengosongan dan
pengisian pembuluh vena dan lymphe, sehingga membantu ekskresi
& pemberian nutrisi dan O2 ke dalam jaringan.
Pemberian masase pada punggung akan merangsang saraf beta A
yang berdiameter besar yang memiliki kecepatan 30- 70 m/detik.
Saraf beta A juga akan menyalurkan impuls melewati traktus
spinotalamus atau jalur asendens kemudian akan berakhir pada
bagian otak tengah. Kemudian impuls ini akan menstimulasi daerah
tersebut untuk mengirimkan kembali ke bawah yaitu pada kornu
dorsalis medula spinalis atau sistem kontrol desenden yang bekerja
dengan melepaskan neuromodulator yang menghambat transmisi
nyeri yaitu enkefalin Enkefalin ini yang akan menghambat
pengeluaran subtansi P pada kornu dorsalis sehingga transmisi
impuls nyeri dapat dihambat
C : Compration / Perbandingan
penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian dengan metode
pretest- posttest control group design. Kriteria sampel adalah Lansia

17
berumur ≥ 60 tahun, hipertensi ( TS : >140 mm Hg), tidak
terkontrol, mengkonsumsi obat anti hipertensi > 2 tahun. Dilakukan
uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov
Dikatakan berdistribusi normal apabila dikatakan nilai
α<Asymp.sig (1-tailed). Untuk mengetahui tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan terapi massage punggung dilakukan uji t
sampel berpasangan (paired t-tes) dengan alpha 0,05.
O : Outcome / Hasil Akhir
Hasil pengukuran tekanan darah systole/diastole pada kelompok
perlakuan dengan mean 164/85 mmHg (pretest) dan mean 148,5/80
mmHg (posttest), dengan p value 0,000 pada systole dan p value
0,025 pada diastole. Sedangkan tekanan darah systole/diastole pada
kelompok kontrol dengan mean 167,7/87,5 mmHg (pretest) dan
mean 151,2/77,5 mmHg (posttest), dengan p value 0,086 pada
systole dan p value 0,140 pada diastole. Ada pengaruh yang
signifikan terapi komplementer massage punggung terhadap
tekanan systole dengan pvalue 0.000, dan nilai diastole dengan p
value 0.028.

18
BAB IV
PENUTUP

4.1. Simpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer adalah cara
penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung atau pendamping
kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar
pengobatan medis yang konvensional. Terapi komplementer untuk hipertensi yaitu
: senam, teknik biofeedback, khiropraktik. Terapi komplementer untuk asma yaitu
: latihan pernapasan dan teknik pernapasan buteyko. Terapi komplementer untuk
inkontinensia urine adalah latihan otot dasar panggul dan stimulasi listrik. Terapi
komplementer untuk insomnia adalah akupunktur dan terapi tingkah laku.

4.2. Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi tradisional/
komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh
manfaat dari makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat
mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca
atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami
buat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, dana. 2013. Terapi Komplementer dalam Keperawatan Komunitas.

[Online]. Tersedia di : http://materi-


keperawatankomunitas.blogspot.com/2013/05/terapi-komplementer- dalam-
keperawatan.html. Diakses pada tanggal 11 April 2022.
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba
Medika : Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Cv
Sagung Seto : Jakarta.
S13B, Arek-arek. 2013. Terapi Komplemeter. [Online]. Tersedia di

:http://arekareks14b.blogspot.com/2013/06/terapi- komplementer_3047.html.
Diakses pada tanggal 11 April 2022
IGA Ari Rasdini, Ni Made Wedri, VM Endang SP Rahayu, DewaGde putrayasa. 2021.
Pengaruh Terapi Komplementer Massage Punggung Terhadap Tekanan Darah
Pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal SMART Keperawatan, 2021, 8 (1), 40-
46. Tersedia di : http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkp . Diakses oada
12 April 2022.

20

Anda mungkin juga menyukai