Disusun oleh :
Amylia Dwi 1119051 Annisa Maulida 1119066
Annissa Shofiyullah 1119053 Siti Nur Azizansyah 1119067
Siska Melani 1119054 Awis Azizah F 1119068
Rahmawati 1119055 Siti Anisa 1119069
Anisah Bahar 1119056 Diana Yasinta 1119070
Nadyatus Solekha 1119058 Wina Nayla 1119072
Devi Anggraeni 1119059 Fadilla Nuraini 1119073
Sonia Gustasya 1119061 Noveli Kartiwi 1119074
Otvilia Teodora 1119062 Intan Denda P 1119075
Etsa Fadila Rahma 1119063 Vera Sri 1119076
Sella Anggraeni 1119064 Gilang Ramadhan 1119077
Vina Febrianti 1119065
Keperawatan 3B
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
4.2. Saran....................................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Bagaimanakah tujuan terapi komplementer ?
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui terapi komplementer/tradisional dalam keperawatan komunitas
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
pada manusia dengan tubuh, pikiran, dan interaksi social memengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar
didasarkan sebagai kategori terapi pikiran-tubuh (mind-body terapies). Sementara
terapi biomedis lebih banyak memengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak
terapi terhadap pengobatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai contoh, pada
terapi biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan
darah dan tidak memperhatikan bagaimana obat memengaruhi alam rohani dan
psikologis.
NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan
yang mencakup system kesehatan, modalitas, praktik dan teori, serta keyakinan dari
masyarakat atau budaya dalam periode sejarah tertentu. CAM mencakup semua
praktik serta ide-ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati
penyakit atau mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.
5
konseling, latihan, bimbingan pada pernapasan, relaksasi serta resep herbal. Konsep
ini menekankan pentingnya system perawatan yang menerapkan pendekatan
kepedulian secara holistis terhadap perawatan yang akan meningkatkan pelayanan
kesehatan.
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet makro nutrient,
mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon, hiperbarik,
EECP
6
2.4. Tekhnik Terapi Komplementer
3. Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam,
baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun
berupa fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji
preklinik pada cell line atau hewan coba, baik terhadap keamanan maupun
efektivitasnya.
Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya
efektivitasnya untuk mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa
dibandingkan satu dengan lainnya karena masing – masing mempunyai teknik
serta fungsinya sendiri – sendiri. Terapi hiperbarik misalnya, umumnya
digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren supaya tidak perlu dilakukan
pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi dalam meningkatkan
daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur berfungsi memperbaiki keadaan
umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare,
meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping
yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah,
fatigue (kelelahan) dan neuropati.
7
2.5. Persyaratan Terapi Komplementer
Terapi dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi yang sudah
memiliki kompetensi.
2. Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam bentuk sediaan
farmasi.
3. Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus telah
mendapat izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan akan
dilakukan pemantauan terus – menerus.
8
4. Perubahan ateromatus akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
Terapi Komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,
1. Senam
Senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat
untuk menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini sangat
dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia
lansia (65 thn ke atas).
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran
dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyup jantung waktu istirahat
yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar,
kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun (Poweell,
2000).
Tujuan senam lansia dengan hipertensi :
a. Melebarkan pembuluh darah
b. Tahanan pembuluh darah menurun
c. Berkurangnya hormon yg memacu peningkatan tekanan darah
d. Menurunkan lemak / kolesterol yang tinggi.
2. Tehnik Biofeedback
Terapi cara ini dlakukan melalui perbaikan pada ruas tulang belakang,
terutama pada posisi tulang atlas leher. Perbaikan langsung terlihat pada terapi
9
minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan (The Journal of Human
Hypertension). Terjadi penurunan rata-rata 17 mmHg untuk tekanan sisitolik
dan 10 mmHg untuk tekanan diastolik, yang identik dengan hasil terapi yang
dicapai dengan menggunakan dua macam obat anthipertensi. Cara
pengobatan ini dilakukan dengan penekanan dan tarikan jari jemari tangan
pada ruas tulang belakang tersebut atau dengan bantuan alat yang digetarkan
oleh arus listrik. Tujuannya adalah memperbaki dan mengembalikan posisi
tulang belakang atau ligament ke posisi normalnya. Tulang belakang sebagai
pusat saraf motorik dan otonom berperan dalam timbulnya berbagai keluhan
penyakit, termasuk hipertensi. Sebelum terapi diberikan, pasien perlu
ditanyakan mengenai gejala dan keluhan yang dialaminya, ada tidaknya
tanda-tanda osteoporosis atau patah tulang dan riwayat trauma yang
mencederai tulang punggung. Khiropraktik menjadi pilihan pengobatan
alternative antara lank arena efek samping obat anthipertensi yang
mengganggu atau semata-mata karena kebosanan pasien dengan penggunaan
obat basa dan ingin mencoba cara lain.
2.6.2 Gangguan Pernapasan pada Lansia Dengan Asma
10
a. Latihan pernapasan duduk
Latihan napas pada posisi duduk bagi penderita asma merupakan
pengambilan posisi dengan tenang agar mencapai ketenangan yang
mendalam, untuk memacu otak menjalankan fungsi secara maksimal karena
otak merupakan komando tertinggi bagi tubuh. pelaksanaan, sebagai
berikut:
1) Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-lahan
dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan kesamping
sampai otot dada terulur kebelakang lakukan sampai 7 kali.
2) Sama seperti diatas meletakan kedua telapak tangan didepan dada, tetapi
dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih cepat sekali
tarik sekali frekuensi pernapasan.
b. Latihan pernapasan bergerak
Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang
bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru
penderita asma (GINA, 2005). Teknik pernapasan Buteyko juga membantu
menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah sehingga pergeseran
kurva disosiasi oksihemoglobin yang menghambat kelancaran oksigenasi dan
efek Bohr pada penderita asma dapat dikurangi. Oksigenasi yang lancar akan
menurunkan kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada
penderita asma (Murphy, 2005).
11
Teknik pernapasan Buteyko juga diyakini dapat membantu mengurangi
kesulitan bernapas pada penderita asma. Caranya adalah dengan menahan
karbondioksida agar tidak hilang secara progresif akibat hiperventilasi. Sesuai
dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot, maka
dengan menjaga keseimbangan kadar karbondioksida dalam darah akan
mengurangi terjadinya bronkospasme pada penderita asma (Kolb, 2009).
Tahapan persiapan dalam melakukan teknik pernapasan. Buteyko terdiri dari
pengukuran waktu lamanya menahan napas (control pause), konsentrasi dalam
mengatur napas, relaksasi bahu, memantau aliran udara, bernapas dangkal dan
latihan blok. Latihan teknik pernapasan Buteyko dilakukan satu kali sehari
minimal selama seminggu (Casano, 2008).
12
3. Inkontinensia stress dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika
tertawa, bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
4. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan volume dan aliran urine buruk atau
lambat dan merasa menunda atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran
urine yang adekuat.
13
tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan
tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak
dapat tidur kembali (Potter, 2005).
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia. Terapi tingkah laku meliputi :
a. Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
b. Teknik Relaksasi.
14
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang
positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam
grup.
4. Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan ditempat tidur
yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.
15
BAB III
EVIDENCE BASED PRACTICE JURNAL
16
Hasil Penelitian P : Problem
dan Pembahasan Seiring dengan meningkatnya usia maka penyakit kronis juga
semakin meningkat, sehingga usia lanjut lebih banyak
membutuhkan terapi dengan obat untuk penatalaksanaan berbagai
penyakit yang diderita (Bestari dan Dwi, 2016) Hipertensi
merupakan suatu penyakit yang prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia. Sekitar 90% usia dewasa dengan tekanan darah
normal akan berkembang menjadi hipertensi pada usia lanjut
(Amanda dan Martini, 2018)
I : Intervensi
Masage punggung bermanfaat melancarkan peredaran darah dan
memberikan efek tenang sehingga tekanan darah menjadi stabil.
Massage mempunyai pengaruh tertentu terhadap jaringan tubuh.
Selain itu tekanan, arah gerakan, pengulangan, dan iramanya
menentukan pengaruhnya. Dengan teknik menekan dan mendorong
secara bergantian menyebabkan terjadinya pengosongan dan
pengisian pembuluh vena dan lymphe, sehingga membantu ekskresi
& pemberian nutrisi dan O2 ke dalam jaringan.
Pemberian masase pada punggung akan merangsang saraf beta A
yang berdiameter besar yang memiliki kecepatan 30- 70 m/detik.
Saraf beta A juga akan menyalurkan impuls melewati traktus
spinotalamus atau jalur asendens kemudian akan berakhir pada
bagian otak tengah. Kemudian impuls ini akan menstimulasi daerah
tersebut untuk mengirimkan kembali ke bawah yaitu pada kornu
dorsalis medula spinalis atau sistem kontrol desenden yang bekerja
dengan melepaskan neuromodulator yang menghambat transmisi
nyeri yaitu enkefalin Enkefalin ini yang akan menghambat
pengeluaran subtansi P pada kornu dorsalis sehingga transmisi
impuls nyeri dapat dihambat
C : Compration / Perbandingan
penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian dengan metode
pretest- posttest control group design. Kriteria sampel adalah Lansia
17
berumur ≥ 60 tahun, hipertensi ( TS : >140 mm Hg), tidak
terkontrol, mengkonsumsi obat anti hipertensi > 2 tahun. Dilakukan
uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov
Dikatakan berdistribusi normal apabila dikatakan nilai
α<Asymp.sig (1-tailed). Untuk mengetahui tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan terapi massage punggung dilakukan uji t
sampel berpasangan (paired t-tes) dengan alpha 0,05.
O : Outcome / Hasil Akhir
Hasil pengukuran tekanan darah systole/diastole pada kelompok
perlakuan dengan mean 164/85 mmHg (pretest) dan mean 148,5/80
mmHg (posttest), dengan p value 0,000 pada systole dan p value
0,025 pada diastole. Sedangkan tekanan darah systole/diastole pada
kelompok kontrol dengan mean 167,7/87,5 mmHg (pretest) dan
mean 151,2/77,5 mmHg (posttest), dengan p value 0,086 pada
systole dan p value 0,140 pada diastole. Ada pengaruh yang
signifikan terapi komplementer massage punggung terhadap
tekanan systole dengan pvalue 0.000, dan nilai diastole dengan p
value 0.028.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer adalah cara
penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung atau pendamping
kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar
pengobatan medis yang konvensional. Terapi komplementer untuk hipertensi yaitu
: senam, teknik biofeedback, khiropraktik. Terapi komplementer untuk asma yaitu
: latihan pernapasan dan teknik pernapasan buteyko. Terapi komplementer untuk
inkontinensia urine adalah latihan otot dasar panggul dan stimulasi listrik. Terapi
komplementer untuk insomnia adalah akupunktur dan terapi tingkah laku.
4.2. Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi tradisional/
komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh
manfaat dari makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat
mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca
atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami
buat.
19
DAFTAR PUSTAKA
:http://arekareks14b.blogspot.com/2013/06/terapi- komplementer_3047.html.
Diakses pada tanggal 11 April 2022
IGA Ari Rasdini, Ni Made Wedri, VM Endang SP Rahayu, DewaGde putrayasa. 2021.
Pengaruh Terapi Komplementer Massage Punggung Terhadap Tekanan Darah
Pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal SMART Keperawatan, 2021, 8 (1), 40-
46. Tersedia di : http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkp . Diakses oada
12 April 2022.
20