Beranda ▼
terjemahannya:
Dengan berbhakti kepada-Ku, ia mengetahui siapa dan apa sesungguhnya Aku, dan
dengan mengetahui hakekat-Ku, ia mencapai Aku dikemudian hari (Pudja, 2004 :
434).
Rāmāyana adalah kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda yang disebut Itihasa.
Rāmāyana sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000
buah stanza. Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut
tradisi, kejadian yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan pada
zaman Tretayuga tetapi menurut kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana sudah selesai
ditulis sebelum tahun 500 S.M. Diduga ceritanya telah populer tahun 3100 S.M.
Ramãyana merupakan epos Aryanisasi yang ditulis dalam bentuk stanza, meliputi
puluhan ribu buah stanza. Penulisnya sendiri menamakannya puisi, akhyayana, gita dan
samhita. Seluruh isi dikelompokkan di dalam tujuh kanda yaitu; Kiskindha kanda, Sundara
kanda, Yuddha kanda dan Uttara kanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang
menggambarkan ceritera yang menarik. Kitab ini dikenal sebagai Adikawya sedangkan
Walmiki dikenal sebagai Adikawi.
Banyak gubahan ditulis dalam berbagai bentuk dalam versi baru seperti
Ramãyanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh Sri Rama, Kekawin
Rāmāyana oleh Mpu Yogiswara, dan sebagainya. Tentang kedudukan Itihasa diantara Weda
itu disebutkan secara sepintas lalu saja di dalam Weda Sruti dimana di dalam Weda Sruti kita
jumpai istilah-istilah Akhyayana itu dimasukkan pula ke dalam Itihasa. Itihasa berasal dari
tiga kata yaitu Iti – ha – asa yang artinya “Sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya”.
Jadi Itihasa memuat unsur sejarah yang memuat macam-macam isi. Rāmāyana adalah
sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rāmā dalam hidupnya di dunia ini. Rāmā
adalah tokoh utama dalam epos Rāmāyana yang disebutkan sebagai awatara Visnu. Kitab
Purāna menyebutkan ada sepuluh awatara Visnu, satu diantaranya adalah Rāmā.Menurut
kritikus Barat, Rāmāyana dibandingkan sebagai kitab Illiad karya Homer.
Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi
menjadi 7 ( tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1. Bala kanda
Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang
istri / permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :
– Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
– Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.
– Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti sasembara di Matila sehinha
mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.
2. Ayodya kanda
Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari
Matila Prabhu Dasarata ingin menyeraikan kerajaan ayodya kepada Ramadewa , tetapi
terhalang oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu . Karena
bijaksananya Ramadewa keesokan harinya perggi ke hutan dengan istrinya ( Dewi Sita ),
diikuti oleh adiknya ” Sang Laksamana “. Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata,
akhirboya Bharata menolak permintaan ibunya, langsung ke hvan mencari Ramadewa,
karena satya wacana ( setia pada perkataannya ) akhirnya Rama dewa menyerahkan
terompah ( alas kaki ) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke hutan pertapa.
3. Aranya kanda
Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering dikunjungi para pertapa untuk
meminta bantuan dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka
karena melihat ketampanan rama dan laksamana, karena tidak sabar mendapatkan
godaan, hidung surpanaka dipotong oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka
melapor kepada kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk
mematai-matai Rama dengan berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa
terseret oleh tipuan marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang itu,
sedangkan Sita dijaga oleh Laksamana . Karena tipuan marica juga membua Sita panik
dan menyuruh Laksamana membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan
kekuatannya Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung,
sipapun tidak akan bisa melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud
menjadi Bhiku untuk menarik simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung yang
dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita dan dibawa ke Alengka.
4. Kiskinda kanda
Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana
begitu tidak melihat Sita di pasraman langsung mencasinya ke tengah hutan. Sampai di
perjalanan bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat bertempur
untuk merebut dan menolong Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk
mati, karena kebaikannya dia diberi pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah
panahnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta
banduan agar dapat mengalahkan Subali dalam memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa
kemudian mebantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan dapat dikalahkan. Sugriwa
setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama dalam mencari Dewi Sita.
5. Sundara kanda
Dalam pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke
Alengka, dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke
Alengka. Selesai bercerita dengan Sita, Anoman sempat ditangkap tetapi dengan
kesaktianya melepaskan diri dan sempat membakar Alengka sampai hangus.
Kemudian Anoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa
langsung menyusun siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat
jembatan yang disebut dengan Titi Banda.
6. Yudha kanda
Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan
pasukan keranya untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua
pasukan, dan pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi
dimenangkan oleh Rama. Wibisana juga membantu. Mengingat jasa Wibisana sangat
besar akhirnya diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana
diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di Ayodyapura disambut oleh
sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.
7. Uttara kanda
Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat
menyangsikan keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa
menyuruh Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi
Walmiki dalam keadaan mengandung.
Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki
kembar diberi nama Kura dan Lawa. Setelah besar dididik oleh Maharesi Walmiki ilmu
perang, ilmu pemerintahan, dan nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa
terdeogar di Ayodya diselenggarakan upacara ” Aswameda ” yaitu pelepasan kuda
berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi perjalanan akan berhadapan
dengan Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan Lawa. Kemudian
melihat kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah pertempuram
sengit antara Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal ini
terliiat lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah
anak Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa
lama Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.
C.1. Nilai - Nilai Dalam Cerita Ramayana
Dalam kitab Ramayana terdapat suatu ajaran Sang Rama terhadap adik musuhnya
bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di
Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata
yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya
seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan, yaitu :
· Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-
mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk,
yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
· Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan
dan haus kesejahteraan.
· Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi
kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas.
· Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu
memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta
bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam.
· Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada
kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin.
· Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih
sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
· Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang
dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui
kelebihan-kelebihan orang lain.
· Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit,
banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan
asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum
dengan adil bagi pelanggar hukum.
C.2. Nilai-Nilai Yadnya Dalam Epos Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk
memohon keturunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan
pemujaan kepada dewa siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut
agnihotra. Agnihotra berasal dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni
dan hotra. Agni adalah api dan hotra adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian
leksikal yang dimaksud persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci)
teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua macam
Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore
(nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental (kāmya atau
naimitikakāla). Secara umum semua yadnya dalam veda mempunyai arti sama yaitu
agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda adalah persembahan yang dituangkan ke
dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam
kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan).
1. Dewa Yadnya
adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana
banyak terurai hakikat dewa yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan
Homa Yadnya (agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai
sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa
agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah
lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka,
maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit
dan bumi.
2. Pitra Yadnya
upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra
bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu
orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang
tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah satu bentuk yadnya yang utama.
Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa baktinya
kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh
utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa
bhakti yang tinggi terhadap orang tuanya.
Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam
epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana
dan dewi Sita mau menerima perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan
meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan
keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya
Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya
tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama
bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu
menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan
menghidupi anak tersebut.
3. Manusa Yadnya
Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau
Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman)
dan melayani tamu dalam upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali,
upacara Manusa yadnya tergolong sarira samskara. Inti sarira samskara adalah
peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih berada
dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana
juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian
kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting
Dewi Sita.
4. Rsi Yadnya
itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya
Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring
kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang
yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari
maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa
bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai
pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.
5. Bhuta Yadnya
Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai
kekuatan negative yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya
pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita
artinya menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara butha
yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir
kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan
diharapkan membantu umat manusia.
Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana,
hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga
diiringi dengan ritual Bguta Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam
lingkungan menjadi sejahtera.
Adapun sloka-sloka kitab Rāmāyana yang memuat ajaran Ajaran Bhakti Sejati,
Antara lain;
Tatkālān kadi kālamrètyu sakalātyanteng galak yar pamuk,
yekāngsōnira sang raghūttama tumāt sang laksmanāngimbangi,
lawan sang gunawān wibhāsana padāmèntang laras nirbhaya,
rangkèp ring guna agraning kekawihan agreng kawìran sire,
Terjemahannya:
Tatkala sang Rāwāna berwujud Malaikat maut, ia mengamuk dengan galaknya.
Pada waktu itu sang Rāmā maju beserta Laksamana mendampinginya, disertai
sang Wibisāna yang bijaksana. Mereka bersama menarik busur dan sama sekali
tiada gentar, karena kesempurnaan ilmu, kemampuan dan keperwiraannya(Kw.
Rāmāyana, III.XXIV.1).
Kesatrya: Rāmā selalu tampil sebagai pemberani dalam membela kebenaran yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati kesatrya yang utama dilaksanakan oleh Rāmā dalam bait sloka
Rāmāyana III .XXIV.1 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi
musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap gagah berani,
pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang kesatrya sejati Rama tidak pernah
mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi
keutuhan wilayah Negaranya. Demikian juga sifat dan sikap kesatrya sejati tersebut di
tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati
yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah
dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari
rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya
yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan
Wibhisana) tampil di medan pertempuran dengan sikap kesatrya sejati abdi kerajaan.
Terjemahannya:
Terjemahannya :
Kasih sayang: Rama selalu bersikap kasih sayang dalam membela kebenaran yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati Kasih sayang; Rāmā selalu mengutamakan Kasih sayang
dalam membela kebenaran untuk mempertahankan Negara dan membela rakyat yang
dipimpinnya selalu mengutamakan Kasih sayang sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana
III.XXIV.9 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi musuh-
musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap bersatu, pantang
menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang bersikap Kasih saying sejati Rama tidak
pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan
raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga sifat dan sikap
Kasih sayang sejati tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana, Sang
Laksamana, Sang Sugriwa, dan Para Sidha. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati yang
cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat
menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari
rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya
yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan
Wibhisana) tampil dimedan pertempuran dengan sikap kasih sayang yan gsejati abdi
kerajaan.
Terjemahaannya:
Wibhisana yang bijaksana dan ahli segera memikul sang Laksmana. Ia kemudian
mundur dan pergi sebentar; kemudian ia menarik lembing itu dan diambilnya obat;
diperasi lukanya; tanpa cacad Laksmana bangun dan terus menyembah. Segala
yang menangis menyeringai, berhati sedih, dan berteriaklah kera-kera itu (Kw.
Rāmāyana, III.XXIV.10).
Berbagi
13 komentar: