Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN TINGKAT KESEHATAN BANK

Sektor perbankan berperan penting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dalam menjalankan fungsinya predikat sehat harus
dimilki oleh sektor perbankan untuk membangun perekonomian yang lebih baik (Aprilina, 2011).
Kepercayaan masyarakat merupakan faktor penting dalam menilai keahlian pengelolaan dan
integritas kinerja bank. Bank dapat dipercaya apabila dapat bertanggungjawab dalam memberikan
kemudahanterhadap kelancaran pihak yang memerlukan dana dalam memenuhi kewajibannya
(Nathalia, 2013). Bank Indonesia yang berperan sebagai bank sentral memiliki kewenangan serta
kebijakan dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan konvensional. Kebijakan tersebut
bertujuan untuk memelihara dan menciptakan sistem perbankan konvensional yang sehat.
Menurut Iswi Hariyani dalam buku Restrukturisasi & Penghapusan Kredit Macet (2010), yang
dimaksud dengan tingkat kesehatan suatu bank yaitu hasil penilaian secara kualitatif atas berbagai
aspek yang mempengaruhi kondisi atau kinerja bank. Penilaian tersebut dilakukan terhadap
berbagai aspek, seperti faktor modal, kualitas aset, manajemen, rentabilitas (hasil perolehan
investasi), likuiditas (posisi keuangan kas suatu perusahaan), dan sensitivitas terhadap risiko
pasar.
Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Kesehatan Bank
Berbasis Risiko (2016), mendefinisikan tingkat kesehatan bank sebagai hasil penilaian secara
kuantitatif dan atau kualitatif terhadap berbagai aspek yang berpengaruh pada kondisi suatu bank.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2007:118) Tingkat Kesehatan Bank, tingkat kesehatan bank
adalah: “... bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, yang dapat menjaga, dan
memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakan, terutama kebijakan moneter”.
Menurut Kasmir (2008:41), tingkat kesehatan bank adalah:
“... kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan
mampu memenuhi kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Tingkat kesehatan suatu bank jika dilihat dari pendapat tersebut adalah
posisi dimana bank tersebut dapat dikatakan sehat atau tidak. Laporan keuangan suatu bank dapat
mencerminkan kondisi dan kinerja bank tersebut. Bank wajib menjaga tingkat kesehatannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas
bank.”
Menurut Taswan (2010: 537), Kesehatan bank adalah:
“...kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat
pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank. Tingkat kesehatan
bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi
atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Tingkat kesehatan bank dapat
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam
menerapkan prinsip kehati-hatian kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen
risiko.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan bank adalah bank
yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, dan mampu memenuhi kewajibannya
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Juga mementingkan
kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat
pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank.
Menurut Hermawan Darmawi (2011) Kesehatan Bank merupakan kepentingan semua pihak yang
terkait, baik pemilik, manajemen, masyarakat pengguna jasa bank dan pemerintah dalam hal ini
Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan perbankan, karena kegagalan dalam industri
perbankan akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.

FAKTOR DAN INDIKATOR PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK


Dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (2021) karya Prima Andreas Siregar,
disebutkan jika ada empat faktor penting dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Empat faktor
ini bersumber dari Surat Edaran Bank Indonesia tahun 2011:

 Profil risiko (risk profile)


Adalah penilaian terhadap risiko inheren serta kualitas penerapan manajemen risiko
dalam penjalanan operasional bank. Penilaian risiko ini jika dilihat lebih detail mencakup
risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan, serta risiko reputasi. Kedelapan penilaian risiko ini seluruhnya
berkaitan dengan kegiatan operasional bank.

 Good Corporate Governance (GCG)


Adalah penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan prinsip GCG dengan
pendekatan RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning and Capital),
yang didasarkan pada tiga aspek utama, yakni governance structure, governance process,
serta governance output. Berikut penjelasannya:
1. Governance structure mencakup pelaksanaan tugas serta tanggung jawab Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi.
2. Governance process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan
kepentingan, penerapan fungsi audit intern serta ekstern, penerapan manajemen
risiko, penyediaan dana, serta rencana strategis bank.
3. Governance output mencakup transparansi kondisi keuangan serta non keuangan,
dan penerapan GCG yang sesuai prinsip Transparency, Accountability,
Responsibility, Independency, serta Fairness (TARIF).

 Rentabilitas (earnings)
Adalah penilaian terhadap kinerja rentabilitas, sumbernya, serta sustainability earnings
bank. Rentabilitas merupakan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian
rentabilitas didasarkan pada:
1. Perbandingan laba sebelum pajak 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume
usaha di periode yang sama.
2. Perbandingan beban operasional terhadap pendapatan operasional di 12 bulan
terakhir.

 Permodalan (capital)
Adalah penilaian faktor permodalan yang meliputi tingkat kecukupan dan pengelolaan
modal. Faktor yang dibutuhkan untuk menilai tingkat kesehatan bank, sama dengan
indikator yang diperlukan dalam penilaian. Hanya saja untuk indikator atau parameter
penilaian ini bisa ditambahkan sesuai dengan indikator yang diinginkan bank. Asalkan
indikator ini sesuai dengan karakteristik bank dan kompleksitasnya.
Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah masih terbilang
rendah, saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan bank konvensional. Maka selain perlunya
peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan bank syariah, diperlukan pula
penilaian tingkat kesehatan bank syariah agar masyarakat mengetahui kinerja suatu bank syariah.
Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan usahanya dengan lancar, sanggup
memenuhi kewajibannya dan menjamin dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank
tersebut aman serta mampu mengembangkan sumber daya yang sudah dipercayakan pemilik pada
manajemen.
Menurut Hermawan Darmawi (2011) hasil penilaian kondisi bank dapat digunakan sebagai sarana
untuk menetapkan strategi usaha di masa mendatang oleh bank, sedangkan bagi Bank Indonesia
dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan dan implementasi pengawasan perbankan.
Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia
perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam dunia
perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank.
Dengan adanya peraturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi
sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank
yang beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang benar-benar
sehat. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank Indonesia mencakup berbagai
aspek dalam kegiatan bank, mulai dari penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan
penyaluran dana (Totok Budi Satoso dan Sigit Triandaru, 2009:52)
JENIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Ada dua jenis penilaian tingkat kesehatan bank, yakni:

 Penilaian tingkat kesehatan bank secara individual


Jenis penilaian ini disebut juga sebagai self assesment. Penilaian ini dilakukan oleh pihak
intern bank itu sendiri. Penilaian ini menggunakan empat faktor yang telah disebutkan
sebelumnya di atas, yakni profil risiko, Good Corporate Governance (GCG), rentabilitas,
dan permodalan.

 Penilaian tingkat kesehatan bank secara konsolidasi


Jenis penilaian ini dilakukan secara konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko
(Risk-based Bank Rating). Penilaian ini juga menggunakan empat faktor, yaitu profil
risiko, GCG, rentabilitas, serta permodalan.

PENILAIAN KESEHATAN PERBANKAN


Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4382) Bank wajib melakukan penilaian
Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan. 
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai
berikut:
1. Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, Bank perlu
mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional Bank. Bagi
perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu
sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank
Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penetapan danimplementasi strategi
pengawasan Bank oleh Bank Indonesia.
2. Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui penilaian faktor
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap
risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian
kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur  judgement yang
didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaianserta pengaruh
dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.

TUJUAN PENILAIAN KESEHATAN BANK


 Tolok ukur bagi manajemen untuk menilai apakah pengelolaan bank dilakukan sejalan
dengan azas-azas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara
individual maupun perbankan secara keseluruhan
Cara Menilai Tingkat Kesehatan Bank
Menurut Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin (2010) perkembangan metodologi penilaian
kondisi bank bersifat dinamis, sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan bank juga harus
disesuaikan dengan kondisi yang senantiasa berubah agar lebih mencerminkan kondisi bank
yang sesungguhnya baik pada saat ini maupun pada masa mendatang. Penilaian kondisi bank
meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian kuantitatif dan kualitatif serta penambahan
penilaian faktor bilamana diperlukan.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/2007 yang diakses dari http://www.bi.go.id
tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Tingkat
Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank atau UUS melalui:

a. Penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan,


kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap risiko pasar.
b. Penilaian kualitatif terhadap faktor manajemen.

Penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas dan


likuiditas menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/2007.
KETENTUAN PENILAIAN KESEHATAN BANK
 SK DIR BI No.30/12/KEP/DIR & SE BI No.30/3/UPPB masing-masing tgl 30 April 1997 Perihal
TKS BPR
 SK DIR BI No.30/11/KEP/DIR tgl 30 April 1997 & SK DIR BI No.30/277/KEP/DIR tgl 19
Maret 1998 Perihal TKS Bank Umum

Predikat Kesehatan Bank


Tingkat kesehatan suatu Bank digolongkan dalam empat kategori. Sistem pemberian nilai dalam
menetapkan tingkat kesehatan didasarkan pada "Sistem Kredit" dengan nilai kredit: 0 - 100

Nilai Kredit Predikat


81 - 100 Sehat
66 -< 81 Cukup Sehat
51 -< 66 Kurang Sehat
0 -< 51 Tidak Sehat

Faktor penilaian
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penilaian kesehatan bank yang dianalisis dengan menggunakan
Metode CAMELS 
Metode CAMELS merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat penilaian kesehatan suatu
bank. Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 faktor, yaitu, faktor
Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen (Management), Rentabilitas
(Earning) dan Likuiditas (Liquidity), dan Sensitifitas (Sensitivity). Analisis ini dikenal dengan istilah
Analisis CAMELs. Berikut penjelasannya.
 
1. CA1PITAL (Faktor Permodalan)

Modal menurut Zainul Arifin (2006) didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik
dalam perusahaan. Pemegang saham menempatkan modal yang dimilikinya pada suatu bank dengan
harapan akan memperoleh hasil atau keuntungan di masa mendatang.

Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2011) berpendapat bahwa faktor permodalan adalah kecukupan
modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan permodalan dan kemampuan
manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang
berpengaruh terhadap besarnya permodalan.
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal :
a. Karena modal yang jumlahnya kecil,
b. Kualitas modalnya yang buruk.
Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik
jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar
bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini
persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-
bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah  berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari
jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya,
tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR).
Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap
ketentuan yang berlaku;
b. Komposisi permodalan;
c. Trend ke depan/proyeksi KPMM;
d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
e. Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan
(laba ditahan);
f. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
g. Akses kepada sumber permodalan; dan
h. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.

2. ASSETS (Faktor Kualitas Aset)

Kualitas Aset menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002) menunjukkan kualitas aset
sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank
pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya
dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang Lancar, Diragukan atau
Macet.

Bank syariah tidak memberikan kredit kepada para nasabahnya melainkan pembiayaan dengan sistem
bagi hasil, sehingga risiko kredit dalam faktor kualitas aset pada bank syariah menjadi risiko atas
pembiayaan yang diberikan. Tingkat kolektibilitasnya dibedakan atas pembiayaan Lancar, Dalam
Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Menurut Veithzal Rifai dan Arviyan Arifin (2010) Penilaian Kualitas Aktiva Produktif adalah menilai
jenis aset yang dimiliki oleh bank.
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat
menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering
disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank
baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga,
penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi
rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada
kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis
kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank
yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki
modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi
modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan
aktiva produktif;
d. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
g. Dokumentasi aktiva produktif; dan
h. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.

3. Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal
tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam
penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner
kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan
dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu,
untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko
likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
a. Manajemen umum;
b. Penerapan sistem manajemen risiko; dan
c. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia
dan atau pihak lainnya.
4. EARNING (Faktor Rentabilitas)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat ukur untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu rasio-rasio dalam kategori ini dapat
pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank (Lukman Dendawijaya, 2003:119-120).
Analisa Rentabilitas menurut Teguh Pudjo Muljono (1999) adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen sebuah bank dalam meningkatkan rentabilitas/keuntungannya.

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk
memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam
kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya.
Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Return on assets (ROA);
b. Return on equity (ROE);
c. Net interest margin (NIM);
d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
e. Perkembangan laba operasional;
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan
h. Prospek laba operasional.

5. LIQUIDITY (Faktor Likuiditas)


Likuiditas bank menurut Zainul Arifin (2006) adalah kemampuan bank untuk memenuhi
kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek. Maka pengelolaan likuiditas yang baik akan
berdampak pada kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya karena mereka yakin bahwa bank
tersebut mampu menjamin dananya apabila sewaktu- waktu atau pada saat jatuh tempo dapat menarik
kembali dananya.
Menurut Siswanto Sutojo dalam Amir Machmud dan Rukmana (2010) bank harus mempunyai cukup
dana atau sumber dana likuid untuk membayar giro, deposito dan tabungan yang akan ditarik kembali
oleh nasabah. Bank yang tidak mampu dengan cepat membayar giro, deposito dan tabungan milik para
nasabah, bank tersebut akan menurunkan reputasi bisnis bank tersebut dan menurunkan tingkat
kepercayaan masyarakat untuk menggunakan bank tersebut, maka setiap bank harus menjaga likuiditas
keuangan mereka dengan cermat.

Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban
Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank.
Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan
kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank
Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank
lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang
berjangka waktu lebih dari tiga bulan.Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
b. 1-month maturity mismatch ratio;
c. Loan to Deposit Ratio (LDR);
d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
g. Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-
sumber pendanaan lainnya; dan
h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).

6. SENSITIVITY OF MARKET RISK


Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity of Market Risk)Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan
potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
b. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan
potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
c. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

MENGIDENTIFIKASI CARA PENGUKURAN BANK YANG DIKATAKAN SEHAT


1. Capital
Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR (Capital of Adequacy Ratio ) (Rasio kecukupan
modal) suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%. Bobot untuk penilaian Capital adalah 25%. Cara
penghitungan CAR adalah :
Dimana,     CAR     : Rasio kecukupan modal
ATMR : Aktva Tertimbang menurut Resiko

 Perhitungan nilai kredit 0 s/d max 100


 Bobot 25%
 Modal (modal inti + modal pelengkap)Aktiva tertimbang menurut resiko (ATMRNeraca +
ATMRAdministratif)
 Perhitungan nilai kredit:
 Untuk CAR = 0% atau negatif, nilai kredit = 0
 Setiap kenaikan 0,1% nilai kredit ditambah 1 dengan maximum 100
2. Assets
Bobot untuk penilain Assets adalah 30%. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan
perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1. Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
2. Produk (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan
Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
 Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100. 
Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0
% diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100.

3. Management
Digunakan untuk menilai kualitas management. Perhitungan nilai kredit total maximal 100. BI
menyediakan 250 pertanyaan kepada bank sebagai indikator yang akan digunakan BI untuk menilai
tingkat kesehatan Bank. Setiap pertanyaan yang dijawab "ya" akan memperoleh nilai kredit 0,4.
Bobot untuk penilaian management adalah 25%.

4. Earnings
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu
bank dalam menciptakan laba. Bobot untuk penilaian Ernings adalah 10%. Penilaian dalam unsur ini
didasarkan pada dua macam, yaitu :
a. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1).
b. Penilsian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi
nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan
nilai maksimum 100.
c. Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Penilaian earning 2
dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

5. Likuidity
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Boobt untuk penilaian Likuiditas adalah 10%.
Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
 Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar.Penilaian likuiditas dapat
dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk
setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
 Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1%
mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement
yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor
lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.

Anda mungkin juga menyukai