Sektor perbankan berperan penting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dalam menjalankan fungsinya predikat sehat harus
dimilki oleh sektor perbankan untuk membangun perekonomian yang lebih baik (Aprilina, 2011).
Kepercayaan masyarakat merupakan faktor penting dalam menilai keahlian pengelolaan dan
integritas kinerja bank. Bank dapat dipercaya apabila dapat bertanggungjawab dalam memberikan
kemudahanterhadap kelancaran pihak yang memerlukan dana dalam memenuhi kewajibannya
(Nathalia, 2013). Bank Indonesia yang berperan sebagai bank sentral memiliki kewenangan serta
kebijakan dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan konvensional. Kebijakan tersebut
bertujuan untuk memelihara dan menciptakan sistem perbankan konvensional yang sehat.
Menurut Iswi Hariyani dalam buku Restrukturisasi & Penghapusan Kredit Macet (2010), yang
dimaksud dengan tingkat kesehatan suatu bank yaitu hasil penilaian secara kualitatif atas berbagai
aspek yang mempengaruhi kondisi atau kinerja bank. Penilaian tersebut dilakukan terhadap
berbagai aspek, seperti faktor modal, kualitas aset, manajemen, rentabilitas (hasil perolehan
investasi), likuiditas (posisi keuangan kas suatu perusahaan), dan sensitivitas terhadap risiko
pasar.
Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Kesehatan Bank
Berbasis Risiko (2016), mendefinisikan tingkat kesehatan bank sebagai hasil penilaian secara
kuantitatif dan atau kualitatif terhadap berbagai aspek yang berpengaruh pada kondisi suatu bank.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2007:118) Tingkat Kesehatan Bank, tingkat kesehatan bank
adalah: “... bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, yang dapat menjaga, dan
memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakan, terutama kebijakan moneter”.
Menurut Kasmir (2008:41), tingkat kesehatan bank adalah:
“... kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan
mampu memenuhi kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Tingkat kesehatan suatu bank jika dilihat dari pendapat tersebut adalah
posisi dimana bank tersebut dapat dikatakan sehat atau tidak. Laporan keuangan suatu bank dapat
mencerminkan kondisi dan kinerja bank tersebut. Bank wajib menjaga tingkat kesehatannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas
bank.”
Menurut Taswan (2010: 537), Kesehatan bank adalah:
“...kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat
pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank. Tingkat kesehatan
bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi
atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Tingkat kesehatan bank dapat
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam
menerapkan prinsip kehati-hatian kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen
risiko.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan bank adalah bank
yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, dan mampu memenuhi kewajibannya
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Juga mementingkan
kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat
pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank.
Menurut Hermawan Darmawi (2011) Kesehatan Bank merupakan kepentingan semua pihak yang
terkait, baik pemilik, manajemen, masyarakat pengguna jasa bank dan pemerintah dalam hal ini
Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan perbankan, karena kegagalan dalam industri
perbankan akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.
Rentabilitas (earnings)
Adalah penilaian terhadap kinerja rentabilitas, sumbernya, serta sustainability earnings
bank. Rentabilitas merupakan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian
rentabilitas didasarkan pada:
1. Perbandingan laba sebelum pajak 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume
usaha di periode yang sama.
2. Perbandingan beban operasional terhadap pendapatan operasional di 12 bulan
terakhir.
Permodalan (capital)
Adalah penilaian faktor permodalan yang meliputi tingkat kecukupan dan pengelolaan
modal. Faktor yang dibutuhkan untuk menilai tingkat kesehatan bank, sama dengan
indikator yang diperlukan dalam penilaian. Hanya saja untuk indikator atau parameter
penilaian ini bisa ditambahkan sesuai dengan indikator yang diinginkan bank. Asalkan
indikator ini sesuai dengan karakteristik bank dan kompleksitasnya.
Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah masih terbilang
rendah, saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan bank konvensional. Maka selain perlunya
peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan bank syariah, diperlukan pula
penilaian tingkat kesehatan bank syariah agar masyarakat mengetahui kinerja suatu bank syariah.
Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan usahanya dengan lancar, sanggup
memenuhi kewajibannya dan menjamin dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank
tersebut aman serta mampu mengembangkan sumber daya yang sudah dipercayakan pemilik pada
manajemen.
Menurut Hermawan Darmawi (2011) hasil penilaian kondisi bank dapat digunakan sebagai sarana
untuk menetapkan strategi usaha di masa mendatang oleh bank, sedangkan bagi Bank Indonesia
dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan dan implementasi pengawasan perbankan.
Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia
perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam dunia
perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank.
Dengan adanya peraturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi
sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank
yang beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang benar-benar
sehat. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank Indonesia mencakup berbagai
aspek dalam kegiatan bank, mulai dari penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan
penyaluran dana (Totok Budi Satoso dan Sigit Triandaru, 2009:52)
JENIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Ada dua jenis penilaian tingkat kesehatan bank, yakni:
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/2007 yang diakses dari http://www.bi.go.id
tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Tingkat
Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank atau UUS melalui:
Faktor penilaian
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penilaian kesehatan bank yang dianalisis dengan menggunakan
Metode CAMELS
Metode CAMELS merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat penilaian kesehatan suatu
bank. Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 faktor, yaitu, faktor
Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen (Management), Rentabilitas
(Earning) dan Likuiditas (Liquidity), dan Sensitifitas (Sensitivity). Analisis ini dikenal dengan istilah
Analisis CAMELs. Berikut penjelasannya.
1. CA1PITAL (Faktor Permodalan)
Modal menurut Zainul Arifin (2006) didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik
dalam perusahaan. Pemegang saham menempatkan modal yang dimilikinya pada suatu bank dengan
harapan akan memperoleh hasil atau keuntungan di masa mendatang.
Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2011) berpendapat bahwa faktor permodalan adalah kecukupan
modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan permodalan dan kemampuan
manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang
berpengaruh terhadap besarnya permodalan.
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal :
a. Karena modal yang jumlahnya kecil,
b. Kualitas modalnya yang buruk.
Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik
jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar
bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini
persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-
bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari
jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya,
tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR).
Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap
ketentuan yang berlaku;
b. Komposisi permodalan;
c. Trend ke depan/proyeksi KPMM;
d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
e. Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan
(laba ditahan);
f. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
g. Akses kepada sumber permodalan; dan
h. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
Kualitas Aset menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002) menunjukkan kualitas aset
sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank
pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya
dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang Lancar, Diragukan atau
Macet.
Bank syariah tidak memberikan kredit kepada para nasabahnya melainkan pembiayaan dengan sistem
bagi hasil, sehingga risiko kredit dalam faktor kualitas aset pada bank syariah menjadi risiko atas
pembiayaan yang diberikan. Tingkat kolektibilitasnya dibedakan atas pembiayaan Lancar, Dalam
Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Menurut Veithzal Rifai dan Arviyan Arifin (2010) Penilaian Kualitas Aktiva Produktif adalah menilai
jenis aset yang dimiliki oleh bank.
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat
menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering
disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank
baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga,
penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi
rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada
kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis
kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank
yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki
modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi
modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan
aktiva produktif;
d. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
g. Dokumentasi aktiva produktif; dan
h. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal
tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam
penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner
kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan
dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu,
untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko
likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
a. Manajemen umum;
b. Penerapan sistem manajemen risiko; dan
c. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia
dan atau pihak lainnya.
4. EARNING (Faktor Rentabilitas)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat ukur untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu rasio-rasio dalam kategori ini dapat
pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank (Lukman Dendawijaya, 2003:119-120).
Analisa Rentabilitas menurut Teguh Pudjo Muljono (1999) adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen sebuah bank dalam meningkatkan rentabilitas/keuntungannya.
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk
memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam
kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya.
Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Return on assets (ROA);
b. Return on equity (ROE);
c. Net interest margin (NIM);
d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
e. Perkembangan laba operasional;
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan
h. Prospek laba operasional.
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban
Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank.
Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan
kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank
Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank
lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang
berjangka waktu lebih dari tiga bulan.Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
b. 1-month maturity mismatch ratio;
c. Loan to Deposit Ratio (LDR);
d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
g. Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-
sumber pendanaan lainnya; dan
h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100.
Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0
% diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100.
3. Management
Digunakan untuk menilai kualitas management. Perhitungan nilai kredit total maximal 100. BI
menyediakan 250 pertanyaan kepada bank sebagai indikator yang akan digunakan BI untuk menilai
tingkat kesehatan Bank. Setiap pertanyaan yang dijawab "ya" akan memperoleh nilai kredit 0,4.
Bobot untuk penilaian management adalah 25%.
4. Earnings
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu
bank dalam menciptakan laba. Bobot untuk penilaian Ernings adalah 10%. Penilaian dalam unsur ini
didasarkan pada dua macam, yaitu :
a. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1).
b. Penilsian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi
nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan
nilai maksimum 100.
c. Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Penilaian earning 2
dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
5. Likuidity
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Boobt untuk penilaian Likuiditas adalah 10%.
Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar.Penilaian likuiditas dapat
dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk
setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1%
mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement
yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor
lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.