NIM : 1904104010036
Judul Tugas : Tugas 04 BAB Pengurusan Jenazah
BAB IV
PENGURUSAN JENAZAH
Artinya: "Mandikanlah dirinya dengan air dan daun bidara. Serta kafanilah
dengan kedua lembar pakaiannya dan jangan kalian tutup kepalanya. Karena
sesungguhnya Allah akan membangkitkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
bertalbiyah." (HR Muslim).
Artinya: "Seorang anak kecil (dan dalam satu riwayat, janin yang mati keguguran), dia
dishalatkan dan didoakan untuk kedua orang tuanya dengan ampunan dan rahmat. (HR
Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Jenazah yang meninggal dalam kondisi berperang di jalan Allah SWT tidak
perlu dimandikan sebelum dikubur. Jenazah mereka yang terbunuh (syahid marakah)
bisa langsung dikuburkan meski masih ada bercak darahnya. Berikut hadistnya seperti
yang dinarasikan Jabir.
َ ُصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َر بِ َد ْف ِن ُشهَدَا ِء ُأ ُح ٍد فِي ِد َماِئ ِه ْم َولَ ْم يُ َغ َّسلُوْ ا َولَ ْم ي
ص َّل َعلَ ْي ِه ْم َ َأ َّن النَّبِ َي
Sesuai dengan sifatnya yang fardhu kifayah, maka muncul urutan mereka yang bisa
memandikan jenazah. Jika mereka yang diutamakan talah ikut memandikan jenazah,
maka kewajiban yang lain gugur. Berikut urutannya
Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (wanita)
ini karena Allah Ta'ala."
Artinya: "Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (pria) ini
karena Allah Ta'ala."
8. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram sebelah
kanan dan kiri masing-masing 3 kali.
9. Memiringkan jenazah ke kiri, basuh bagian lambung kanan sebelah belakang.
10. Memiringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung kirinya sebelah
belakang.
11. Siram lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.
12. Siram dengan air kapur barus.
13. Jenazah kemudian diwudhukan seperti orang yang berwudhu sebelum sholat.
14. Perlakukan jenazah dengan lembut saat membalik dan menggosok anggota
tubuhnya.
15. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya,
wajib dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak
perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis tersebut.
16. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai ke
belakang. Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan handuk dan
dikepang.
17. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak
membasahi kain kafannya.
18. Selesai memandikan jenazah, berilah wangi-wangian yang tidak mengandung
alkohol sebelum dikafani. Biasanya menggunakan air kapur barus.
Begitulah cara memandikan jenazah sebagai salah satu bagian dari tata cara mengurus
jenazah dari memandikan sampai menguburkan.
ً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ُملَبِّياOُا ْغ ِسلُوْ هُ بِ َما ٍء َو ِس ْد ٍر َو َكفِّنُوْ هُ فِ ْي ثَوْ بَ ْي ِه َوالَ تُ َخ ِّمرُوْ ا َرْأ َسهُ فَِإ َّن هللاَ يَ ْب َعثُه
Artinya: "Mandikanlah dirinya dengan air dan daun bidara. Serta kafanilah dengan
kedua lembar pakaiannya dan jangan kalian tutup kepalanya. Karena sesungguhnya
Allah akan membangkitkannya pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah." (HR
Muslim).
Memandikan mayat sebetulnya cukup dilakukan satu kali, namun bisa lebih jika
dipertimbangkan perlu. Bertikut hadist terkait berapa kali mayat sebaiknya dimandikan.
ا ْغ ِس ْلنَهَا ثَالَثا ً َأوْ خَ ْمسا ً َأوْ َسبْعا ً َأوْ َأ ْكثَ َر ِم ْن َذلِكَ ِإ ْن َرَأ ْيتُ َّن
Artinya: "Mandikanlah dia tiga, lima atau tujuh kali, atau lebih banyak dari itu jika
kalian memandangnya perlu." (HR Bukhari).
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
1. Niat
“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman lillaahi
ta’aalaa”
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk
niat melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan
melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-
Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)
4. Takbir 4 kali
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib)
dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355).
9. Salam
“Assalamu’aliakum warahmatullohi wabarokaatuhu”. “kekanan dan kekiri”
Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang
telah dijelaskan.
– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi
sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam
liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas
jenazah tersebut.
– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini
terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu
diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
Muslim, Abu Dawud, An Nasai, At Turmudzi, Ibnu Majah, Ath Thayalisiy, dan Ahmad,
dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, dari Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam,
“Barangsiapa menyaksikan jenazah (dari rumahnya). (Di dalam satu riwayat),"
Barangsiapa yang mengiringi jenazah seorang muslim dengan penuh keimanan dan
mengharapkan pahala sampai disholatkan maka ia akan mendapatkan pahala satu qirath.
Dan barangsiapa yang menyaksikannya sampai dikuburkan, (di dalam riwayat yang
lain, sampai selesai semua kepengurusannya) maka ia mendapatkan pahala dua qirath".
Ditanyakan, "Apakah pahala dua qirath itu?". Beliau menjawab, " Yaitu sebesar dua
gunung yang besar". (Di dalam riwayat yang lain), " Setiap satu qirath ukurannya itu
sebesar gunung Uhud".