Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skabies disebabkan oleh tungau ektoparasit (berasal dari bahasa latin =
Scabies, yang berarti keropeng, kudis, gatal) yang disebabkan oleh tungau kecil
berkaki delapan (Sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat
dengan penderita penyakit ini. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Acariformes, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varietas hominis, sedangkan varietas pada mamalia lain dapat
menginfestasi manusia tetapi tidak dapat hidup lama (Djuanda, 2013).
Secara morfologi tungau skabies berukuran 0,2 – 0,5 mm, berbentuk oval,
cembung, dan datar pada sisi perut (Chosidow, 2006). Tungau dewasa
mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada toraks. Toraks dan abdomen
menyatu membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas.
Terdapat 15 varietas atau strain tungau yang telah diidentifikasi dan
dideskripsikan secara morfologi maupun dengan pendekatan molekuler.
Keberadaan spesies Sarcoptes scabiei telah diketahui sekitar 2.500 tahun yang
lalu, sebagai parasit obligat yang menggali lapisan epidermis kulit. Pada abad ke-
17 seorang ilmuwan bernama Giovanni Cosimo Bomomo mengidentifikasi tungau
yang menyebabkan skabies (Barry, 2017).
Faktor yang berperan dalam tingginya prevalensi skabies terkait dengan
hygiene perseorangan yang kurang. Masih banyak orang yang tidak
memperhatikan hygiene perseorangan karena hal – hal seperti ini dianggap
tergantung kebiasaan seseorang. Hygiene perseorangan yang buruk dapat
menyebabkan tubuh terserang berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit
infeksi (Desmawanti, 2015).
Penyakit ini paling sering di negara – negara tropis yang merupakan negara
endemik penyakit skabies. Prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar
300 juta kasus per tahun (Chosidow, 2006) di negara Asia seperti India, prevalensi

1
2

skabies sebesar 20,4%. (Zayyd, 2010) melaporkan sebesar 31% prevalensi skabies
pada anak usia 10 – 12 tahun di Penang, Malasya. Di negara Indonesia menurut
Departemen Kesehatan RI 2008, prevalensi skabies masih cukup tinggi yaitu
sebesar 5,60 – 12,95 % dan skabies mendapati urutan ketiga dari 12 penyakit
kulit. Tiyakusuma dalam penelitiannya di Pondok Pesantren As-salam Surakarta,
menemukan prevalensi skabies 56,67% pada tahun 2010 (Desmawanti, 2015).
Pada penelitian bulan september 2015 yang bertempat di pondok pesantren
Darul Ulum Cubadak Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman yang berjumlah
176 responden, menurut analisa peneliti bahwa sebagian responden di pesantren
tidak mengetahui skabies, penyebab skabies dan cara pencegahannya, sebanyak
59% jawaban responden tidak mengetahui penyebab dari skabies, dan 68%
jawaban responden tidak mengetahui gejala skabies, yang mereka ketahui hanya
gatal-gatal dan menderita penyakit kulit. Selain itu kebanyakan santri di Pondok
Pesantren kurang mengetahui bagaimana gambaran atau kriteria lingkungan yang
baik dan memenuhi syarat kesehatan lingkungan, tergambar dari santri tidak
berinisiatif untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara, tong sampah
di dalam kelas dibiarkan sampai penuh dan bahkan ada sampah yang berserakan
keluar karena penuhnya tong sampah tersebut (Desmawanti, 2015).
Maka masyarakat diharapkan perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan
lingkungan dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras,
tempat pakaian, dan lain – lain. Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan
tahap demi tahap dalam menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota
keluarga yang tidak punya keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan
penderita juga membutuhkan pengobatan (Wolf, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan anak dan remaja
mengenai hygiene perseorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit
skabies di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kabupaten Deli Serdang tahun
2018.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan anak dan remaja
tentang hygiene perseorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit skabies
di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kabupaten Deli Serdang tahun 2018?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan
tindakan anak dan remaja tentang hygiene perseorangan dan sanitasi lingkungan
terhadap penyakit skabies di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kabupaten Deli
Serdang tahun 2018.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak dan remaja Panti Asuhan
Rapha-El Simalingkar Kabupaten Deli Serdang tentang hygiene
perseorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit skabies
berdasarkan usia, pendidikan, jenis kelamin
b. Untuk mengetahui sikap anak dan remaja Panti Asuhan Rapha-El
Simalingkar Kabupaten Deli Serdang tentang hygiene perseorangan dan
sanitasi lingkungan terhadap penyakit skabies berdasarkan usia,
pendidikan, jenis kelamin
c. Untuk mengetahui tindakan anak dan remaja Panti Asuhan Rapha-El
Keselamatan tentang hygiene perseorangan dan sanitasi lingkungan
terhadap penyakit skabies berdasarkan usia, pendidikan, jenis kelamin.
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penyakit skabies serta
cara penanganan dan pencegahannya.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi tambahan dan perbandingan referensi pada penelitian
lanjutan yang berhubungan dengan penyakit skabies.
1.4.3 Bagi Anak dan Remaja
Sebagai bahan informasi kepada anak dan remaja agar lebih peduli terhadap
hygiene perseorangan, sanitasi lingkungan dan mengetahui tentang penyakit
skabies serta pencegahan terjadinya penyakit skabies.

Anda mungkin juga menyukai