PENDAHULUAN
Dewasa ini dengan perkembangan zaman yang semakin maju, kita dapat mendapatkan
berbagai informasi darimana saja dan kapan saja. Dengan mendapatkan informasi, kita dapat
mendapatkan hal-hal baru termasuk salah satunya belajar mengenai hal-hal yang bermanfaat
untuk kehidupan kita. Salah satunya adalah dengan investasi. Dengan melakukan investasi
diharapkan dapat memberi keuntungan di masa depan. Namun ternyata dengan
perkembangan zaman yang semakin pesat makin beragam pula modus kecurangan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yaitu adalah dengan maraknya
investasi bodong.
Tidak sedikit kita temui kasus investasi bodong yang berkeliaran belakangan ini. Baik karena
tidak jelas perusahanaannya bahkan ada sebagian yang mencantumkan label syariah
dibelakangnya. Beberapa kasus di Jakarta, seperti membawa kabur uang nasabah milyaran
rupiah bahkan dilakukan oleh seorang ustadz sebagai pimpinan koperasi juga berkedok
investasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh PT Best Provit Futures melakukan tindak
penipuan dengan membawa lari uang nasabah 15,5 milyar. Modusnya mengajak nasabah
menginvestasikan uangnya dengan iming-iming akan mendapat keuntungan 5-30% per-
bulan. Diantara korbannya adalah Bapak Dwi yang rela menjual rumahnya demi iming-iming
tersebut. Ada pula perusahaan "Rayhan" yang salah satu korbannya kehilangan uang 705 juta
rupiah dengan iming-iming bunga 2% perbulan. Kemudian ada kasus nasabah koperasi
Berkah Mandiri yang memberi bunga 21 % pertahun. Korbannya Bapak Tarno setor 10 Juta,
Ibu Khoiriyah setor 15 juta, sepasang suami isteri (Bapak Mujiono) menyetor uang 50 juta
rupiah dengan rincian masing-masing 30 juta dn 20 juta dan penjual jamu setor 4 juta. Setelah
hari yang dijanjikan tiba, ternyata uang mereka tidak bisa ditarik. (Sakinah, 2014)
Berdasarkan kasus di atas patut menjadi perhatian bersama bahwa dengan maraknya investasi
bodong dapat membuat tidak sedikit masyarakat menjadi takut untuk berinvestasi dan
terlebih investasi bodong ini juga dengan berani mencantumkan label halal di produk
investasi bodong mereka yang sebenarnya jauh sekali dari norma-norma syariat Islam.
Mengutip dari penelitian Elif Pardiansyah, investasi merupakan kegiatan yang dianjurkan
dalam pandangan Islam. Hal ini karena kegiatan investasi sudah dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. sejak muda sampai menjelang masa kerasulan. Selain itu akan tercapainya
maslahah multiplayer effect, di antaranya tercipta lapangan usaha dan lapangan pekerjaan,
menghindari dana mengendap dan agar dana tersebut tidak berputar di antara orang kaya saja
(QS. al-Hasyr [59]: 7). Lebih dari itu, investasi mendapat legitimasi langsung di dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Perlu diketahui bersama bahwa menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan
(SNLIK) ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019
menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan
76,19%. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi
keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%.. Kendati mengalami peningkatan,
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara
menuturkan tingkat literasi keuangan yang baru mencapai 38,03 persen dinilai masih relatif
rendah. (OJK, 2020) Kemudian juga menurut OJK mencatat inklusi keuangan syariah sampai
2020 baru berkisar 9,1 persen atau jauh tertinggal dari inklusi nasional yang telah menyentuh
76,10 persen. (OJK, 2021)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah.
Semakin miris dikarenakan mayoritas warga negara Indonesia pemeluk agama Islam ternyata
literasi keuangan syariah juga tidak sampai 10%. Walaupun secara literasi keuangan nasional
dan syariah masih rendah namun secara inklusi atau ketersediaan akses pada berbagai
lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dari kemampuan
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sudah di atas 70%. Penulis yakin, hal ini
dapat mempercepat penyebaran informasi mengenai investasi, terutama investasi syariah.
2. LITERATURE REVIEW
2.1 Investasi
Investasi berasal dari bahasa Inggris investment dari kata dasar invest yang berarti
menanam atau dalam istathmara dalam bahasa Arab yang berarti menjadikan berbuah,
berkembang dan bertambah jumlahnya (Antonio, 2007). Menurut Jogiyanto investasi adalah
penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama
periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2003). Kemudian definisi lain yang
dikemukakan oleh Tandelilin adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan
dimasa mendatang (Tendelilin, 2010).
Investasi sering diartikan sebagai suatu kegiatan menyisihkan sebagian dan untuk
ditempatkan pada fasilitas penanaman modal dengan harapan mendapatkan nilai ekonomis
di masa yang akan datang. Pada umumnya investor akan memilih untuk menanamkan
modalnya dengan pertimbangan finansial yaitu dengan mempertimbangkan return dan
resiko saja. (Syafrida, Aminah, dan Waluyo 2014). Dalam kamus bahasa Indonesia lengkap,
investasi adalah penanaman modal dalam suatu bisnis atau perusahaan dengan tujuan
mencari keuntungan. Investasi adalah komitmen terhadap sejumlah dana atau sumber daya
lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa
yang akan datang, kegiatan umum yang dilakukan pada saat berinvestasi adalah
menginvestasikan dana tersebut pada sektor riil dan investasi. Sektor keuangan seperti
tanah, emas, mesin, bangunan, deposito, saham, atau obligasi (Yusuf, Ichsan, dan
Saparuddin 2021).
Menurut Mardhiyah Hayati dalam penelitian Nurti Budiyanti menyatakan bahwa
dalam Perspektif Ekonomi Islam, setiap jenis investasi akan dikaitkan dengan risiko dan
pengembalian. Kedua hal ini merupakan hubungan sebab akibat, dalam kegiatan investasi
istilah “high risk high return, low risk low return”. Secara umum, risiko dari kegiatan
investasi adalah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Low Risk Investment, yaitu kegiatan investasi yang dianggap aman karena tingkat
kegagalan atau penerimaan pengembalian (return) yang relatif rendah.
b. High Risk Investment, yaitu investasi yang memiliki tingkat risiko yang tinggi
terhadap return yang akan diperoleh.
yaitu:
a. Investasi risiko rendah, yaitu kegiatan investasi yang memiliki tingkat kegagalan
yang rendah, seperti deposito dan reksa dana pendapatan tetap.
b. Investasi risiko menengah atau menengah, yaitu kegiatan investasi yang memiliki
tingkat kegagalan sedang, seperti obligasi syariah, reksa dana campuran, dan pasar
uang.
c. Investasi berisiko tinggi, yaitu kegiatan investasi yang memiliki tingkat kegagalan
yang tinggi, seperti reksa dana saham dan ekuitas.
Dikutip dari penelitian Elif P. bahwa investasi sejatinya terbagi menjadi dua, yaitu
investasi langsung (direct investment) seperti berwirausaha/mengelola usaha sendiri pada
sektor riil (riil sector) dan investasi tidak langsung (indirect investment) investasi pada
sektor non-riil seperti investasi di perbankan syariah (deposito) dan pasar modal syariah
melalui bursa saham syariah, reksadana syariah, sukuk, SBSN, dan lain-lain.
Untuk investasi jenis pertama diperlukan langkah yang cermat penuh perhitungan,
keberanian mengambil risiko (risk taker), kehati-hatian dan sikap profesionalisme dalam
mengelola suatu kegiatan usaha. Sedangkan investasi jenis kedua (sektor non-riil) risikonya
tidak sebesar sektor rill, walau demikian tetap memerlukan perhitungan dan strategi yang
matang agar terhindar dari kerugian yang besar. Berikut adalah gambaran keuntungan dan
kemungkinan rugi investasi pada sektor rill dan non-riil.
Sumber: Materi diolah dari TOT Pasar Modal Syariah OJK, 2017
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ayat tersebut mengandung anjuran moral
untuk berinvestasi sebagai bekal hidup di dunia dan di akhirat karena dalam Islam
semua jenis kegiatan jika diniati sebagai ibadah akan bernilai akhirat juga seperti
kegiatan investasi.
2) QS. Luqman : 34
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Berdasarkan ayat tersebut, Allah SWT secara tegas menyatakan bahwa tiada
seorangpun di dunia ini yang bisa mengetahui apa yang akan diperbuat atau
diusahakan serta peristiwa apa yang akan terjadi besok. Dikarenakan ketidaktahuan
tersebut maka manusia diperintahkan berusaha. Salah satunya dengan cara
berinvestasi sebagai bekal menghadapi hari esok yang tidak pasti tersebut, hasilnya
merupakan hak prerogratif Allah tapi yang penting mengikuti standart agama dalam
setiap kegiatan apapun termasuk investasi.
Al-Qur'an mengartikan ayat tersebut "Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
dengan apa yang akan diusahakan besok" yaitu artinya bahwa Allah SWT
mengetahui apa yang diperoleh setiap individu dan mengetahui apa yang dilakukan
oleh individu pada keesokan harinya, padahal individu tersebut tidak
mengetahuinya. Artinya bahwa investasi di dunia akhirat, dimana usaha sebagai
bekal akhirat tidak diketahui oleh seluruh makhluk. Sehingga meskipun seseorang
tidak pernah mengetahui apa yang bakal terjadi besok dengan pasti, mereka tetap
harus mempersiapkan diri untuk masa depannya dengan selalu berusaha, misalnya
seperti melakukan investasi. Sedangkan hasilnya akan seperti apa ditentukan hanya
oleh Allah SWT yang mengetahui sukses-tidaknya suatu investasi. Yang penting
dan dinilai oleh Allah SWT niat atau amal nyata serta dengan tujuan hanya
mengharap ridha Allah SWT semata.
3) QS. Al -Baqarah : 261
Kemudian, hal-hal yang perlu dijaga dalam transaksi obligasi syariah di pasar
modal syariah sebagai berikut:
a. Tidak memperjual belikan obligasi syariah pada harga diskon atau pun
premium sebagaimana obligasi konvensional, karena secara syariat tidak
diperbolehkan.
b. Yang diperbolehkan oleh syariat dalah melakukan mekanisme al-hawalah
(transfer service) atau pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil,
dengan kata lain memperjual belikan hanya pada harga nominal pelunasan
jatuh temponya.
c. Liquiditas obligasi syariat sangat bergantung kepada fluktuasi.
2.3.3 Reksadana Syariah
Menurut IDX dalam Ajeng (2019) Reksa dana syariah adalah salah satu wadah
investasi kolektif yang dikelola oleh manajer investasi (MI) dengan cara
menginvestasikan dana kelolaan ke efek syariah berupa saham syariah, sukuk, atau
instrumen syariah lainnya.