Anda di halaman 1dari 18

Prolitera, 3(1): Juli 2020, ISSN: 26216795

PROLITERA
Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
UNIKA Santu Paulus Ruteng, e-mail: jurnalproliterapbsi@gmail.com
Available online: http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jpro/
http://jurnal.stkipsantupaulus.ac.id/index.php/jpro/

KEPRODUKTIFAN AFIKS DALAM PROSES MORFOLOGIS


BAHASA MANGGARAI DIALEK UMUM

Kanisius Barung
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus,
Jl. Ahmad Yani, No. 10 Ruteng, Flores 86508
e-mail: kanisbarung.27@gmail.com

Abstrak
Bahasa Manggarai (BM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur bukan bahasa derivatif karena miskin afiks. Istilah
miskin afiks berarti bahwa ada afiks, tetapi keberadaannya terbatas. Keterbatasan jenis afiks tidak selalu berarti
bahwa afiks BM improduktif. Penelitian sederhana ini bertujuan mengeksplanasikan keproduktifan keberadaan
afiks BM secara sinkronis. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan metode simak. Tindakan paling
awal dalam pelaksanaan metode simak adalah tindakan pencatatan konteks data oleh peneliti sebagai penutur
asli. Konteks data adalah kata-kata BM yang bermuatan afiks. Kata-kata BM tersebut didaftarkan oleh peneliti
untuk diklarifikasi oleh informan. Data yang telah diklarifikasi itu dianalisis dengan menggunakan metode
refleksif-introspektif. Hasil analisis data terungkap bahwa keproduktifan afiks BM berkarakteristik produktif
dan improduktif. Ada empat afiks produktif, yaitu prefiks ce-, te-, du-, dan sufiks atonik –n. Ada prefiks
produktif yang derivatif dan ada pula yang infleksional. Prefiks produktif infleksional adalah prefiks yang tidak
mengubah jenis kata dasar menjadi kata bentukan yang berjenis lain. Sementara itu, ada sebelas afiks
improduktif, yaitu prefiks s-, h-, le, ngger-, né-, ne-, nu-, be-, b-n, dan sufiks atonik –k dan –ng. Ada sufiks BM
yang derivatif dan ada pula yang infleksional.

Kata kunci: proses morfologis, keproduktivitas afiks, afiks produktif, afiks improduktif

Abstract
Manggarai Language (BM) in East Nusa Tenggara Province is not a derivative language because of poor affixes.
The term poor affix means that there is an affix, but its existence is limited. The limitation of affixes does not
always mean that BM affixes are improductive. This simple study aims at explaining the productivity of
synchronic BM affixes. Research data were collected using the method of observing. The earliest action in the
implementation of the observing method is to note the context of the data by the researcher as a native speaker.
Data contexts are BM words that contain affixes. The BM words were registered by the researcher to be clarified
by the informant. The clarified data were analyzed using the reflexive-introspective method. The results of the
data analysis revealed that BM's affix productivity was characterized by productive and improductive
characteristics. There are four productive affixes, namely the prefixes ce-, te-, du-, and the atonic suffix –n. There
are productive prefixes that are derivatives and some are inflectional. Inflectional productive prefixes are prefixes
that do not change the type of basic words to form words of other types. Meanwhile, there are eleven
improductive affixes, namely prefixes s-, h-, le-, ngger-, né-, ne-, nu-, be-, b-n, and atonic suffixes -k and -ng.
There are BM derivatives that are derivative and some are inflectional.
Keywords: morphological process, affix productivity, productive affixes, improductive affixes

40
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

PENDAHULUAN (4) taéng ‘berkata pada latar tertentu untuk


Bahasa Manggarai (BM) sebagaimana ba- meminang gadis’
hasa manusia lainnya memiliki keunikan selain Data tersebut menunjukkan proses morfo-
keuniversalannya. Keunikan berarti “setiap ba- logis BM dengan bentuk dasar taé ‘berkata’.
hasa mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak Sama seperti kata majemuk mbaru sakit ‘rumah
dimiliki oleh bahasa lainnya” (PHM et al, 2012: sakit’ di atas, pada data (2) terdapat proses pe-
21; Eriyanti et al, 2020: 15). Ciri khas berkaitan majemukan taé wié ‘kematian’ sebagai peng-
dengan ciri suatu bahasa yang “produktif secara gabungan bentuk dasar taé ‘berkata’ dan wié
intern” (Uhlenbeck, 1982:3). Keproduktifan in- ‘malam’. Pada data (3) terdapat pengulangan taé
ternal tentu ada dalam bidang morfologi struk- sehingga terbentuk kata ulang taé-taé ‘berkata
tural yang prinsip analisis deskriptifnya didasa- sesering mungkin’. Data (4) terdapat fenomena
rkan pada tuturan atau bahasa lisan (Ba’dulu dan pengimbuhan dengan afiks –ng pada bentuk
Herman, 2010). Peneliti berasumsi bahwa da- dasar taé menjadi taéng.
lam morfologi struktural BM terdapat proses Jenis proses morfologis BM di atas, pene-
morfologis yang unik. litian ini hanya berfokus pada masalah pengim-
Proses morfologis disunting oleh Sudar- buhan afiks BM. Afiks dijelaskan oleh Kri-
yanto (1991:18) “sebagai proses pembentukan dalaksana (1982:2) sebagai “bentuk terikat yang
kata dengan pengubahan bentuk dasar tertentu bila ditambahkan pada bentuk lain akan meng-
yang berstatus morfem bermakna leksikal de- ubah makna gramatikalnya”. Hampir sama, afiks
ngan alat pembentuk yang juga berstatus mor- diterangkan oleh Muslich (2010:41) sebagai
fem, dengan kecenderungan bermakna grama- “bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempu-
tikal dan bersifat terikat”. Misalnya, dalam BM, nyai arti gramatikal, yang merupakan unsur
misalnya, bentuk dasar telu ‘tiga’ diubah dengan langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan
morfem terikat ce- menjadi kata bentukan cetelu bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk
‘tiga hari mendatang’. Dalam hal ini morfem membentuk kata-kata baru”. Dalam kedua kon-
terikat ce- bermakna futuristik ‘hari yang akan sep tersebut afiks dipahami sebagai alat produk-
datang’. Pengubahan bentuk dasar telu ‘tiga’ si kata baru yang bentuknya baru dan maknanya
menjadi cetelu itu merupakan pembentukan kata pun baru. Misalnya, afiks ce- diimbuhkan pada
secara internal. Dikatakan internal karena dua kata sua ‘dua’ sehingga terbentuklah kata baru
morfem sebagai unsur langsung pada poli- cesua ‘dua hari yang akan datang’ yang “ber-
morfemis cetelu berasal dari bahasa yang sama. formasi kata bentukan” (Kridalaksana, 2014: 5-
Sejalan dengan itu, proses morfologis dije- 8). Contoh afiks ce- bermakna gramatikal ‘hari
laskan sebagai “peristiwa penggabungan mor- yang akan datang’.
fem satu dengan morfem lain menjadi kata” Bloomfield menyatakan fenomena keber-
(Muslich, 2010:32). Dua atau lebih morfem adaan afiks dalam bidang morfologi BM cukup
yang digabung itu dapat berupa kata dari dua menarik perhatian peneliti. Daya tarik afiks BM
bahasa yang berbeda seperti morfem mbaru bukan hanya soal bentuknya yang “atonik”
‘rumah’ dari BM dan morfem sakit dari bahasa (Barung, 2016: 46), melainkan kekaburan peran-
Indonesia. Dengan penggabungan morfem dasar nya dengan pemarkah posesif seperti tampak
mbaru ‘rumah’ dan sakit itu terbentuklah kata dalam contoh data (5) dan (6) berikut.
majemuk mbaru sakit ‘rumah sakit’. Morfem (5) Néka ninik toko data ‘Jangan (meng-)
BM mbaru ‘rumah’ tidak lazim digabungkan intip cara tidur orang’!
dengan morfem BM beti ‘sakit’, sehingga dalam (6) Tokon mbélas ‘Cara tidurnya telentang’.
BM tidak dikenal adanya kata majemuk *mbaru Atonik d- dalam kontruksi toko data ‘cara
beti ‘rumah sakit’. Kata majemuk yang lazim tidur orang’ pada data (5) dan atonik –n dalam
digunakan adalah mbaru sakit ‘rumah sakit’. konstruksi tokon ‘cara tidurnya’ pada data (6)
Sebagaimana bahasa Indonesia (Rohmadi merupakan atonik morfosintaktis. Atonik d-
et al, 2013; Soedjito dan Saryono, 2014), secara dapat berperan sebagai pemarkah posesif seba-
umum BM memiliki tiga jenis proses morfo- gaimana pemarkah posesif d- dalam frasa kaba
logis: pengulangan, pemajemukan, dan pengim- data ‘kerbau orang’. Sisi lain, atonik tersebut
buhan. Ketiganya tampak pada contoh data (1) dapat diduga sebagai prefiks karena atonik d-
sampai dengan (4) berikut. bermakna gramatikal ‘cara’ dalam konteks toko
(1) taé ‘berkata’ data. Sementara itu, atonik –n dapat berperan
(2) taé wié ‘kematian’ sebagai sufiks yang bermakna gramatikal ‘cara’
(3) taé-taé ‘berkata sesering mungkin’ (Barung, 2016: 57). Sisi lain, atonik –n dapat

42
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

berperan sebagai enklitik yang mengacu pada “proses penambahan makna” (Litamahuputty,
pronomina hia ‘dia’. Ciri afiks yang dilematis 2014:183) sebagai dampak dari keberadaan afiks
itu cukup menarik untuk dicermati. inflektif atau yang disebut juga semi-afiks.
Daya tarik lainnya dapat dikemukakan bah- Tampaknya, produktivitas (Matthews,
wa “kata-kata dalam BM umumnya bersifat 1991) atau keproduktifan afiks suatu bahasa
monomorfemik” (Mangga, 2016: 57). Crystal berkaitan dengan karakteristik kederivatifannya.
menyatakan bahwa bahasa yang monomorfemik Bahasa derivatif dipahami sebagai tipe bahasa
umumnya berciri “tidak memiliki sufiks dan yang pembentukan katanya melalui proses
morfologi derivasional” (Mangga, 2016: 57). pengimbuhan afiks pada bentuk dasar. BM
Tampaknya ciri monomorfemik tersebut tidak sangat miskin afiks. Jika dalam bahasa Indone-
berlaku pada BM. Dalam BM ada sufiks walau- sia ada prefiks peng- seperti pada kata peme-
pun keberadaannya sangat terbatas. Keterbatas- gang dan prefiks di- pada kata dipegang serta
an jenis afiks dalam BM tidak berarti bahwa prefiks ter- pada kata terpegang maka dalam
afiks BM selalu improduktif (tidak produktif). BM tidak ada prefiks semacam itu. Apabila
Dalam afiks yang terbatas itu ada pula afiks ketiga kata bahasa Indonesia itu dipadankan
produktif (Eriyanti et al, 2020) dan tentu ada dengan BM, padanannya tampak seperti pada
pula yang improduktif. Selain itu, dalam BM data (9) sampai dengan (11) berikut.
ada afiks derivasional. (9) ata cau ‘pemegang’
Dengan demikian, aspek morfologi BM (10) cau le ‘dipegang’
yang diteliti adalah aspek keproduktifan afiks (11) cau cala ‘terpegang’
yang berpotensi membentuk kata baru secara Konstruksi ata cau ‘pemegang’ pada data
sistematis atau tidak sistematis. Secara sistema- (9) merupakan penggabungan bentuk dasar no-
tis diartikan Chaer (2012:35) sebagai “tersusun mina ata ‘orang’ dan verba cau ‘pegang’. Kons-
menurut suatu pola; tidak tersusun secara acak, truksi cau le ‘dipegang’ pada data (10) meru-
secara sembarangan”. Sistematis dalam hal ini pakan penggabungan bentuk dasar verba cau
merupakan susunan kata-kata secara teratur me- ‘pegang’ dan preposisi le ‘oleh’. Konstruksi cau
lalui proses afiksasi. Di sisi lain diduga bahwa cala ‘terpegang’ pada data (11) terbentuk dari
proses tersebut di dalam BM bersifat acak atau bentuk dasar verba cau ‘pegang’ dan cala ‘tidak
insidental atau tidak produktif. Misalnya, dalam dengan sengaja’. Kata cala termasuk polisemi
BM ada kata bentukan hitu dan situ seperti dengan beberapa arti antara lain ‘mungkin’,
tampak pada data berikut. ‘tersalah’, dan cala juga dipadankan dengan pre-
(7) Ata rona hitu ngondé leges ‘Lelaki itu fiks ‘ter-‘ dalam bahasa Indonesia (Verheijen,
malas sekali’. 1967: 671).
(8) Ata rona situ ngondé leges ‘Lelaki- Data (9) sampai (11) secara implisit meng-
lelaki itu malas sekali’. indikasikan bahwa BM miskin afiks. Namun,
Bentukan hitu ‘itu’ pada data (7) dan situ indikasi tersebut tetap mengisyaratkan keber-
‘itu’ pada data (8) di atas terbentuk dari bentuk adaan afiks yang unik dalam BM. Keunikannya
dasar itu ‘itu’ yang mendapat bubuhan h- dan s- berkarakteristik dialektal seperti afiks ce- pada
sebagai bentuk terikat. Kata bentukan hitu ‘itu’ kata cedako ‘segenggam’ dalam dialek standar
pada data (7) di atas menunjukkan anteseden (Manggarai Tengah) dan afiks se- pada kata
tunggal ata rona ‘lelaki seorang diri’. Kata sedako ‘segenggam’ dalam dialek-dialek di
bentukan situ ‘itu’ pada data (8) di atas menun- wilayah Manggarai Barat. Selain itu, afiks BM
jukkan anteseden jamak ata rona ‘beberapa cenderung berkarakteristik atonik (istilah
lelaki’. Apakah “satuan lingual” (Sudaryanto, Bloomfield dalam Barung, 2016). Afiks atonik
1985: 6) dalam BM yang berupa h- dan s- adalah afiks yang bentuknya hanya berupa satu
tersebut termasuk afiks? Pertanyaan ini secara huruf atau satu fonem. Ada fenomena afiks
teoretis dapat dijawab bahwa kedua satuan atonik dalam BM seperti h- dan s- pada data (7)
lingual tersebut termasuk semi-afiks karena dan (8) di depan, tetapi diduga tidak banyak
tidak memiliki “kesanggupan mengubah kelas jenisnya. Keberadaannya pun tidak produktif.
kata” (Zaim, 2015: 175). Dalam hal ini bentuk Kajian dalam artikel ini terfokus pada ke-
dasar itu ‘itu’ yang berkelas kata ganti penunjuk produktifan afiks dalam proses morfologis BM.
tidak berubah kelasnya setelah menjadi hitu ‘itu Ada beberapa alasan mengenai urgensi feno-
tunggal’ dan situ ‘itu jamak’. Proses morfologis mena keproduktifan tersebut dalam BM. Per-
seperti pada contoh hitu ‘itu tunggal’ dan situ tama, dalam BM terpendam aset linguistik yang
‘itu jamak’ tersebut dapat dipandang sebagai masih jarang diteliti secara komprehensif oleh

43
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

peneliti sekaligus penutur asli yang menguasai dan sufiks –k serta sufiks -ng ditetapkan sebagai
BM. Sehubungan dengan peneliti yang meneliti sufiks improduktif.
keproduktifan afiks ini, BM tidak hanya dihayati Kelima, sebenarnya telah lama diungkap-
dalam hati dan pikirannya, tetapi juga dipakai- kan oleh Verheijen (1977: 35-37) bahwa “afiks
nya sebagai bahasa ibu dalam pergaulan biasa BM kurang berkembang”. Dibandingkan dengan
cama itén ‘sesama Manggarai’. Bahasa yang proses derivasional (pengimbuhan afiks) dalam
dikuasai oleh peneliti seperti itu layak mendapat bahasa Indonesia yang kaya afiks, memang BM
prioritas dalam rangka penyelidikan bahasa sangat miskin afiks atau sangat terbatas. Namun,
(Sudaryanto, 1989). afiks yang sangat terbatas itu belum tentu im-
Kedua, penelitian Jeladu (2015: 108 – 109) produktif. Sejauh yang diketahui bahwa me-
diungkapkan bahwa “secara tipologi morfologis mang masalah keproduktifan afiks dalam dialek-
BM dapat digolongkan sebagai bahasa isolasi dialek BM belum diteliti secara komprehensif
karena bahasa ini tidak memiliki pemarkah oleh peneliti yang sekaligus sebagai penutur asli
morfologis, terutama afiksasi; konsekuensi dari yang menguasai BM.
ketiadaan afiks, alternasi struktur aktif dan pasif Masalah yang dicarikan jawabannya se-
pada bahasa ini cukup sulit ditentukan”. Keti- jalan dengan kelima alasan di atas, pertama,
adaan afiks dalam BM juga dinyatakan oleh bagaimana keberadaan afiks BM? Kedua, ba-
Gande (2012) dalam pembahasan artikelnya gaimana fungsi gramatik afiks BM dalam hal
tentang reduplikasi morfemis BM bahwa “secara pengubahan jenis kata tertentu menjadi jenis
morfologis BM tidak mengenal reduplikasi afiks kata baru? Ketiga, bagaimana keproduktifan af-
karena BM tidak mengenal afiks”. iks BM? Penelitian atas masalah tersebut ber-
Ketiga, Weras (2012) mengungkapkan tujuan (a) mengungkapkan keberadaan afiks
bahwa “jenis afiks yang ditemukan dalm BM BM, (b) menguraikan fungsi gramatik afiks, dan
hanya prefiks”. Salah satu contoh prefiks di- (c) mengeksplanasikan atau menerangjelaskan
jelaskan bahwa prefiks ne- diimbuhkan pada keproduktifan keberadaan afiks dalam proses
bentuk dasar nggitu ‘begitu’ hingga terbentuk morfologis BM. Hasil penelitian ini diharapkan
kata bentukan nenggitu ‘jadi begitu’ atau ‘se- bermanfaat memacu penelitian mengenai proses
perti itu’. Persoalannya, apakah satuan ne- itu morfologis BM secara meluas dan mendalam.
afiks atau abreviasi atau kliping dari kata ného
‘seperti’? Abreviasi dijelaskan oleh Baryadi METODE
(2011a: 22) sebagai “the formation of a derived Data selalu menjadi aspek penting dalam
word by removing one or more pieces from the penelitian ilmiah. Data adalah objek penelitian
base form”, sedangkan “kliping terjadi ketika plus konteksnya (Sudaryanto, 1990: 14). Objek
sebuah kata yang memiliki lebih dari satu suku yang diteliti adalah afiks BM, sedangkan kon-
kata direduksi ke bentuk yang lebih pendek” teksnya adalah kata-kata BM yang bermuatan
(Yule, 2015: 81). Apakah satuan lingual ne- afiks. Konteks data dalam penelitian morfologi
direduksi dari kata ného ‘seperti’ dalam BM? struktural ini adalah kata-kata dalam tuturan ko-
Pertanyaan ini belum dijelaskan dalam pene- munitas BM dialek umum di Manggarai Tengah
litian sebelumnya. dan di wilayah perbatasan antara Manggarai Te-
Keempat, dalam tulisan Jemparut dan ngah dan Manggarai Barat. Tuturan dalam ko-
Nusarini (2015: 109) dijelaskan secara kurang munitas tersebut diteliti secara sinkronis atau
komprehensif bahwa contoh satuan lingual “tanpa memperhatikan sejarahnya sebelumnya”
pu’ung dango ‘mengering’ terdapat afiks (Verhaar, 2012: 16). Dengan perkataan lain,
pu’ung. Satuan pu’ung itu bukan afiks, melain- “linguistik sinkronis mengkaji bahasa pada
kan kata yang secara leksikal berarti ‘mulai’. kurun waktu tertentu” HP dan Abdullah (2015:
Satuan lingual pu’ung dango berarti ‘mulai 16). Kurun waktu dalam penelitian ini adalah
kering’, belum mengering (menjadi kering), masa lima tahun terakhir dewasa ini.
baru mulai mengering. Kajian lainnya yang Dalam penelitian ini ada penutur sebagai
belum komprehensif adalah kajian awal tentang peneliti dan ada pula penutur sebagai informan.
afiks BM yang telah diseminarkan secara Peneliti sekaligus penutur didukung 17 informan
internal di kampus (Barung, 2016). Dalam sebagai sampel. Tujuh belas informan merupa-
kajian awal disimpulkan bahwa hanya tiga afiks kan informan yang telah mengisi instrumen pe-
yang ditemukan dalam BM: prefiks s- nelitian dan mengembalikannya secara tepat
ditetapkan sebagai prefiks yang semiproduktif waktu. Informan tersebut berasal dari Manggarai
Tengah (empat kelurahan di Kecamatan Langke

44
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

Rembong, dari Kenda di Kecamatan Wae Ri’i, Dimensi keberbahasaan peneliti adalah dimensi
dari Cumbi Kecamatan Ruteng, dari Kecamatan pengetahuan-praksis yang telah terinternalisasi
Satar Mese, dari Ketang di Kecamatan Lelak, dalam pikirannya sebagai penutur asli. Dimensi
dari Nteer di Kecamatan Satar Mese Barat) dan penguasaan kebahasaan adalah pengetahuan-teo-
dari Paang Lembor dan Tuwa di Kecamatan retis yang juga telah terinternalisasi dalam piker-
Lembor Manggarai Barat. Tujuh belas informan annya sebagai sarjana linguistik.
tersebut dinilai mewakili penutur lainnya untuk Dalam aspek metodologi yang lainnya per-
mengklarifikasi konteks data penelitian yang lu diungkapkan bahwa setiap kajian dalam bi-
telah disiapkan peneliti. dang morfologi bertujuan menentukan kesepa-
Konteks data bersumber pada tuturan ko- danan yang ada dalam kosakata suatu bahasa;
munitas BM dialek umum dengan status orang kesepadanan ini terdapat antara bentuk dan mak-
dewasa yang berprofesi petani, guru, dan maha- na (Uhlenbeck, 1982: 131). Dalam kaitan itu
siswa. Konteks data dikumpulkan dengan meng- analisis morfologis ini dilakukan dengan cara
gunakan metode simak (Sudaryanto, 2015: 203 - mengorelasikan kata tertentu dalam BM secara
206). Tindakan paling awal dalam pelaksanaan proporsional. Pengorelasian itu didasarkan pada
metode simak adalah tindakan pengamatan oleh kesepadanan antara aspek makna dan bentuk
peneliti sebagai penutur asli. “Tindakan itu kata (Ekowardono, 1988: 58). Upaya tersebut
menghasilkan rekaman, baik yang tersimpan pa- dilakukan untuk menerangjelaskan objek pene-
da alat-alat bantu canggih maupun dalam otak litian tentang keproduktifan afiks BM yang
peneliti yang berdaya ingat itu” (Sudaryanto, produktif atau yang improduktif.
2012: 17). Dari rekaman itu didaftarkan 79 kata
yang diduga bermuatan afiks. Daftar kata ter- HASIL DAN PEMBAHASAN
sebut diberikan kepada 25 informan melalui
jaringan WhatsApp pribadi, namun hanya 17 Hasil Penelitian
informan yang memberikan klarifikasi melalui Keproduktifan Afiks BM
chatting WhatsApp. Metode tersebut mengim- Hasil penelitian ini berbeda dengan temuan
plikasikan bahwa dalam penelitian kualitatif ini Jeladu (2015) dan Gande (2012) mengenai “BM
pilihan instrumennya adalah manusia sebagai- tidak mengenal afiks” atau tidak ada afiks. Da-
mana dikatakan Lincoln dan Cuba (Sugiyono, lam penelitian ini terungkap keberadaan afiks
2007), dalam hal ini peneliti sebagai instrumen BM. Ada afiks walaupun jenisnya sangat ter-
utama. batas apabila dibandingkan dengan bahasa Indo-
Selain 79 kata dalam instrumen, ada 13 nesia sebagai bahasa derivatif yang kaya afiks
kata yang ditambahkan informan melalui jari- berupa prefiks, sufiks, infiks, simulfiks, konfiks,
ngan WhatsApp pribadi. Dengan demikian, ter- dan komfiks (Kridalaksana, 1992: 28-30) dan
sedia 92 data yang dianalisis dengan metode interfiks (Putrayasa, 2010: 9).
refleksif-introspektif (Sudaryanto, 2015: 163). Keterbatasan afiks tidak sama dengan ke-
Untuk menganalisis data tentang keproduktifan produktifan afiks. Afiks yang sangat terbatas da-
afiks dengan metode tersebut, caranya “dengan pat berpotensi produktif dalam pembentukan ka-
memanfaatkan sepenuh-penuhnya, secara opti- ta baru. Selain produktif, afiks yang sangat ter-
mal, peran peneliti sebagai penutur bahasa tanpa batas itu juga berciri improduktif (tidak pro-
melebur-lenyapkan peranan kepenelitian itu duktif). Jadi, hasil analisis data terungkap bahwa
sendiri” (Sudaryanto, 2015: 166). Pengoptimal- dalam BM ada dikotomi afiks produktif dan
an peran peneliti sebagai penutur asli tentu ber- afiks improduktif seperti tampak pada tabel
dasarkan kesadaran tentang dimensi penguasaan berikut.
keberbahasaan dan penguasaan kebahasaan.

Tabel 1: Dikotomi Keproduktifan Afiks BM

Afiks Produktif Contoh Data Afiks Contoh Data


Improduktif
cembaru ‘serumah’ h- hitu ‘itu tunggal’
ce- (se-, s-) celo’ang ‘sekamar’ h- ho’o ‘ini tunggal’
cealo ‘delapan hari lagi’ s- situ ‘itu jamak’
cesua ‘dua hari mendatang’ s- so’o ‘ini jamak’

45
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

Afiks Produktif Contoh Data Afiks Contoh Data


Improduktif
cekampus ‘satu kampus’ le- lebeti ‘karena kena sakit’
celako ‘sama-sama jalan’ le- legula ‘waktu pagi’
cetéti ‘sekali angkat’ le- lemané ‘waktu siang’
cepisa ‘kapan’ ngger- nggerwa ‘arah ke bawah’
cenggoo ‘seperti ini/sebegini’ ngger- nggeréta ‘arah ke atas’
cebana ‘yang lain’ -k boak ‘kuburkan’
cebotol ‘sebotol/satu batul’ -ng waéng ‘memasukkan air’
ceréha ‘setengah’ -ng taéng ‘meminang’
cedongker ‘yang pesek’ -ng toing ‘mendidik’
cerepa ‘sekejap/cepat sekali’ né- nésua ‘dua hari lalu’
celabar ‘sepermainan’ né- nébeo ‘di kampung’
ceréhang ‘tengah malam’ né- néwié ‘tadi malam’
cehitu ‘waktu itu’ ne- nenggitu ‘seperti itu’
sengoél ‘yang muda’ ne- nenggo’o ‘seperti ini’
te- (t-) teco’o ‘untuk apa’ nu- nunia ‘seperti apa’
tecéi ‘untuk siapa’ nu- nunggitu ‘seperti itu’
tekuliah ‘untuk kuliah’ nu- nucéi ‘seperti siapa’
tekandang ‘bahan kandang’ nu- nulako ‘seperti cara jalan’
tereba ‘untuk anak muda’ nu- nulangkas ‘seperti tinggi’
telako ‘mau berangkat’ nu- nuhau ‘seperti kamu’
tetoko ‘hendak tidur’ be- bewa ‘di bawah’
teméu ‘untuk kalian’ be- (be-n) beta ‘di atas (bagian atas)’
teaku ‘untuk saya’ de dedi’a ‘secara baik’
tesua ‘yang kedua’
tenem ‘yang keenam’
duhitu ‘waktu itu’
dunia ‘kapan’
duhang ‘saat makan’
dulako ‘saat/ketika berjalan’
dusa’i ‘di/pada kepala’
du- dutuka ‘di/pada perut’
dusehat ‘waktu sehat’
dubeti ‘saat/waktu sakit’
dudo ‘saat banyak’
duca anak ‘waktu satu anak’
duisé ‘sama/pada mereka’
duami ‘sama/pada kami’
akun ‘untuk saya’
amin ‘untuk kami’
-n
ranggan ‘bagian tanduk’
lantén ‘bagian lantainya’
can ‘satu saja’
don ‘banyaknya’
lakon ‘cara jalan’
tokon ‘kualitas tidur’
luan ‘proses mendidih’
betin ‘rasa sakit’
nian ‘bagian mana/apa’

46
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

Afiks Produktif Contoh Data Afiks Contoh Data


Improduktif
artin ‘artinya’
ho’on ‘bagian ini’
hitun ‘bagian itu’
hitun ‘proses begitu’
olon ‘tindakan melanjutkan’
olon ‘bagian depan’
wan ‘tindakan …ke bawah’
pisan ‘berapa yang’

Tampak pada tabel di atas bahwa prefiks dalam BM dialek campuran di wilayah perba-
produktif ce- bervariasi dengan se- karena tasan Manggarai Tengah dan Manggarai Barat
perbedaan dialek. Jika dalam BM dialek umum digunakan prefiks se- seperti dalam contoh
di Manggarai Tengah digunakan prefiks ce-, berikut.

Afiks ce- dalam BM Dialek Umum Afiks se- dalam BM Dialek Campuran
cembaru ‘serumah’ sembaru ‘serumah’
cesua ‘dua hari mendatang’ sesua ‘dua hari mendatang’
cereha ‘setengah’ seréha ‘setengah’
celako ‘seperjalanan, sama-sama jalan’ selako ‘seperjalanan, sama-sama jalan’
cepisa ‘kapan’ sepisa ‘kapan’
cengoél (?) sengoél ‘yang muda (tanaman)’

Bentukan baru cengoél dari bentuk dasar muda (tanaman)’ dalam BM dialek campuran
ngoél ‘muda’ dianggap sebagai bentuk baru dianggap lazim. Afiks se- dalam BM dialek
yang tidak lazim oleh informan BM dialek campuran dapat bervariasi dengan s- seperti
umum, sedangkan penggunaan sengoél ‘yang tampak pada contoh di bawah ini.

semolas ‘yang cantik’ smolas ‘yang cantik’


selangkas ‘yang tinggi’ slangkas ‘yang tinggi’
sebora ‘yang kaya’ sbora ‘yang kaya’
setelu ‘tiga hari mendatang’ stelu ‘tiga hari mendatang’
sealo ‘delapan hari mendatang’ salo ‘delapan hari mendatang’

Selain variasi se- itu, tampak juga pada Afiks Produktif BM


tabel di atas variasi afiks te- menjadi t- dalam Sebagaimana terbaca pada tabel di depan
BM dialek campuran. Varian t- ini biasa hadir bahwa afiks BM memiliki ciri produkfif. Hasil
pada bentuk dasar yang diawali dengan vokal penelitian ini terungkap adanya empat afiks
seperti bentuk dasar aku ‘saya’ menjadi taku produktif. Tiga afiks berupa prefiks, yaitu ce-,
‘untuk saya’. Contoh lainnya, bentuk dasar te-, du-. Satu afiks berupa sufiks -n. Keempat
enem ‘enam’ berubah menjadi tenem ‘keenam’ afiks tersebut diuraikan di bawah ini.
dalam BM dialek campuran, sedangkan dalam a. Prefiks Produktif ce-
dialek umum menjadi teenem ‘keenam’ atau Keproduktifan prefiks ce- atau se- itu
teaku ‘untuk saya’. Jika kata bentukan teaku ditandai dengan kemampuannya bergabung
diawali dengan latang ‘untuk’ dalam kontruksi secara sistematis pada enam jenis kata dasar
latang teaku ‘untuk saya’, afiks te- bermakna sebagai berikut.
gramatikal ‘menyatakan penegasan’. Sekadar  Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada
catatan, taku ‘untuk saya’ termasuk contoh bentuk dasar yang berjenis nomina.
holek (menelan konsonan tertentu) dalam BM Pengimbuhan prefiks ce- pada kelas
dialek campuran di Manggarai Barat, sedang- nomina dapat menimbulkan makna
kan teaku ‘untuk saya’ termasuk contoh cikel gramatikal ‘se-‘ atau ‘satu’ seperti pada
(menekan konsonan tertentu) dalam BM dialek contoh data cembaru ‘serumah/satu
umum di Manggarai Tengah. rumah’.

47
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

 Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada b. Prefiks Produktif te-


bentuk dasar yang berjenis verba. Prefiks te- termasuk prefiks produktif
Pengimbuhannya pada kelas verba dapat karena memiliki kemampuan bergabung
menimbulkan makna gramatikal ‘sama- secara sistematis pada enam jenis kata dasar
sama ada atau sama-sama melakukan sebagai berikut.
sesuatu’ seperti contoh celabar ‘sama-  Prefiks te- dapat diimbuhkan pada
sama bermain’. bentuk dasar yang berjenis nomina.
 Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada Pengimbuhan prefiks te- pada kelas
bentuk dasar yang berjenis numeralia. nomina dapat menimbulkan makna
Pengimbuhannya pada kelas numeralia gramatikal ‘bahan untuk’ atau ‘sesuatu
dapat menimbulkan makna gramatikal yang dijadikan’ seperti contoh berikut:
‘futuristik (waktu mendatang)’ seperti  tekena ‘bahan untuk pagar’,
contoh cesua ‘dua hari mendatang’.  teléba ‘kayu yang dijadikan
 Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada balok’,
bentuk dasar yang berjenis kata ganti  tesamo ‘air untuk cuci tangan.
tanya pisa ‘berapa’ atau nia ‘mana’.  Prefiks te- dapat diimbuhkan pada
Pengimbuhannya pada kata tanya pisa bentuk dasar yang berjenis verba.
dapat menimbulkan makna gramatikal Pengimbuhan prefiks te- pada kelas
‘waktu’ seperti contoh cepisa ‘kapan’. verba dapat menimbulkan makna
Pengimbuhannya pada kata tanya nia gramatikal ‘mau, hendak’ seperti contoh
dapat menimbulkan makna gramatikal berikut:
‘yang’ seperti contoh cenia ‘yang  tehang ‘mau makan’
mana’. Pengimbuhannya pada kata tanya  tetoko ‘hendak tidur.
céi ‘siapa’ dapat menimbulkan makna Jika kata bentukan tehang ‘mau
gramatikal ‘saja’ seperti contoh ce céi makan’ atau tetoko ‘hendak tidur’ itu
‘siapa saja’. Pengimbuhannya pada kata diawali dengan dengan kata kudut
tanya co’o ‘bagaimana’ dapat menim- ‘untuk’, prefiks te- bermakna gramatikal
bulkan makna gramatikal ‘keheranan, ‘penegasan atau penekanan tindakan’.
aduh’ seperti contoh ceco’o ‘aduh Misalnya, konstruksi kudut tehang
bagaimana ya’. Prefiks ce- tidak dapat bermakna tindakan hang ‘makan’ yang
diimbuhkan pada kata tanya apa ‘apa’ ditekankan, bukan tindakan lainnya.
menjadi *ceapa (tidak lazim).  Prefiks te- dapat diimbuhkan pada
 Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada ben- bentuk dasar yang berjenis numeralia.
tuk dasar yang berjenis kata ganti pe- Pengimbuhan prefiks te- pada kelas
nunjuk. Pengimbuhan pada kata ganti numeralia dapat menimbulkan makna
penunjuk dapat menimbulkan makna gramatikal ‘yang’ atau bermakna
gramatikal ‘waktu’ seperti contoh cehitu ‘penegasan’ seperti contoh berikut:
‘waktu itu’ atau bermakna ‘seperti’ pada  teenem ‘yang keenam’,
contoh cenggo’o ‘seperti ini’.
 tesua ‘yang kedua’,
 Prefiks ce- dapat diimbuhkan pada
 tesuan ‘(menegaskan) yang
bentuk dasar yang berjenis ajektiva (kata
kedua, bukan yang ketiga’.
sifat). Pengimbuhannya pada kata sifat
Perlu dijelaskan bahwa prefiks te-
dapat menimbulkan makna gramatikal
biasa muncul bersama dengan sufiks -n.
‘yang’ seperti contoh celangkas ‘yang
Pasangan te-n ini dapat berimbuh pada
tinggi’ atau bermakna ‘kuantitas/sedikit’
bentuk dasar yang berjenis kata bilangan
pada contoh cekoé ‘sedikit’.
seperti tesuan ‘yang kedua’. Dalam
Indikator lainnya, prefiks ce- dapat
penggabungan te-n itu tampak adanya
di-imbuhkan pada bentuk dasar kata bahasa
konfiks te-n. Dikatakan “tampak” karena
Indonesia. Hanya saja, prefiks ce- diimbuh-
te-n itu bukan konfiks, melainkan afiks
kan pada kelas kata nomina seperti pada
tersendiri (tesua ‘kedua’ atau suan
contoh cekampus ‘sekampus’, cekarung
‘hanya dua’). Jika tanpa kehadiran -n,
‘satu karung’, cepesawat ‘sama-sama di
prefiks te- yang berimbuh pada kata
pesawat’, cemotor ‘sama-sama naik motor’,
bilangan dapat juga bermakna gra-
cemeja ‘satu meja’, dan lainnya.
matikal ‘ber-‘ seperti contoh tesua

48
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

‘berdua’ dalam konstruksi ami tesua secara sistematis pada tujuh jenis kata
‘kami berdua’. Selain itu, pasangan te-n dasar sebagai berikut.
dapat berimbuh pada kata ganti  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
penunjuk seperti contoh ho’o ‘ini’ bentuk dasar yang berjenis nomina.
menjadi teho’on ‘yang sekarang ini’. Pengimbuhan prefiks du- pada kelas
 Prefiks te- dapat diimbuhkan pada nomina dapat menimbulkan makna
bentuk dasar yang berjenis ajektiva (kata gramatikal ‘di, pada, bagian’ seperti
sifat). Pengimbuhan prefiks te- pada contoh berikut:
kelas ajektiva dapat menimbulkan  dutuka ‘bagian perut’,
makna gramatikal ‘gejala mau’ seperti  dutilu ‘pada bagian telinga’.
contoh berikut:  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
 tebeti ‘gejala mau sakit’, bentuk dasar yang berjenis verba.
 tedarum ‘gejala lapar’. Pengimbuhan prefiks du- pada kelas
Dalam BM ada bentuk dasar yang verba dapat menimbulkan makna
berkelas ganda, misalnya, kata reba gramatikal ‘saat, waktu’ seperti contoh
‘tampan, muda’ dapat berkelas ajektiva berikut:
dan reba juga berkelas nomina. Jika  dutoko ‘waktu tidur’,
prefiks te- diimbuhkan pada bentuk  dulako ‘saat berjalan’.
dasar reba ‘tampan, muda’ maka kata  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
bentukan tereba mengandung makna bentuk dasar yang berjenis ajektiva.
gramatikal ‘mempertampan’. Sementara Pengimbuhan prefiks du- pada kelas
itu, prefiks te- yang bergabung pada ajektiva dapat menimbulkan makna
bentuk dasar reba yang berkelas nomina gramatikal ‘saat, waktu, keadaan’ seperti
menimbulkan makna gramatikal ‘untuk’ contoh berikut:
seperti tereba ‘untuk anak muda’.  dubora ‘saat kaya’
 Prefiks te- dapat diimbuhkan pada ben-  dubeti ‘keadaan sakit’,
tuk dasar yang berjenis pronominal  dutu’a ‘waktu tua’.
persona. Pengimbuhan prefiks te- pada  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
kelas pronominal persona dapat bentuk dasar yang berjenis numeralia.
menimbulkan makna gramatikal ‘untuk’ Pengimbuhan prefiks du- pada kelas
seperti contoh berikut: numeralia dapat menimbulkan makna
 teami ‘untuk kami’ atau tami gramatikal ‘saat, waktu’ seperti contoh
‘untuk kami’, berikut:
 teméu ‘untuk kalian’.  dudo ‘saat banyak’
 Prefiks te- dapat diimbuhkan pada  duca (anak) ‘saat beranak satu’.
bentuk dasar yang berjenis kata ganti  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
tanya. Pengimbuhan prefiks te- pada bentuk dasar yang berjenis pronomina
kelas kata ganti tanya dapat menimbul- interogatif (kata ganti tanya). Pengim-
kan makna gramatikal ‘untuk, mau’ buhan prefiks du- pada kelas pronomina
seperti contoh berikut: interogatif dapat menimbulkan makna
 teco’o ‘untuk apa’, gramatikal ‘sama/pada’ atau ‘waktu’
 tecéi ‘untuk siapa’. seperti contoh berikut:
Indikator lainnya, prefiks produktif te-  dunia ‘kapan’,
dapat diimbuhkan pada bentuk dasar kata  ducéi ‘sama/pada siapa’
bahasa Indonesia. Bentuk dasar tersebut  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
berkelas kata nomina seperti pada contoh bentuk dasar yang berjenis kata ganti
tekuliah ‘untuk kuliah’, tebalok ‘(kayu) orang. Pengimbuhan prefiks du- pada
untuk dijadikan balok’, tefondasi ‘bahan kelas kata ganti orang dapat
yang digunakan untuk fondasi’, tealas menimbulkan makna gramatikal
‘sesuatu yang dijadikan alas’, dan lainnya. ‘sama/pada’ seperti contoh berikut:
 duisé ‘sama/pada mereka’,
c. Prefiks Produktif du-  duami ‘sama/pada kami’.
Prefiks du- termasuk prefiks produktif  Prefiks du- dapat diimbuhkan pada
karena memiliki kemampuan bergabung bentuk dasar yang berjenis kata ganti

49
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

tunjuk. Pengimbuhan prefiks du- pada  can (anak) ‘satu saja’.


kelas kata ganti tunjuk dapat  Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk
menimbulkan makna gramatikal ‘saat, dasar yang berjenis pronomina
waktu’ atau ‘pada bagian’ seperti contoh interogatif (kata ganti tanya).
berikut: Pengimbuhan sufiks n- pada kelas
 duhitu ‘waktu itu’, pronomina interogatif dapat
 duho’o pada bagian ini’. menimbulkan makna gramatikal ‘bagian
Indikator lainnya, prefiks produktif mana/apa’ atau ‘penegasan dengan
du- dapat diimbuhkan pada bentuk dasar untuk’ seperti contoh berikut:
kata bahasa Indonesia. Bentuk dasar  nian ‘bagian mana/apa’,
tersebut berkelas kata nomina seperti pada  céin ‘untuk siapa’.
contoh dumeja ‘di meja’, dumosé ‘dalam  Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk
kehidupan’. Selain itu, prefiks produktif du- dasar yang berjenis kata ganti orang.
dapat diimbuhkan pada bentuk dasar kelas Pengimbuhan sufiks n- pada kelas kata
ajektiva seperti contoh dusehat ‘waktu ganti orang dapat menimbulkan makna
sehat’. gramatikal ‘untuk’ seperti contoh
berikut:
d. Sufiks Produktif -n  akun ‘untuk saya’,
Sufiks –n termasuk sufiks produktif  amin ‘untuk kami’.
karena memiliki kemampuan bergabung  Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk
secara sistematis pada tujuh jenis kata dasar yang berjenis kata ganti tunjuk.
dasar sebagai berikut. Pengimbuhan sufiks n- pada kelas kata
 Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk ganti tunjuk dapat menimbulkan makna
dasar yang berjenis nomina. gramatikal ‘penegasan tentang bagian’
Pengimbuhan sufiks n- pada kelas seperti contoh berikut:
nomina dapat menimbulkan makna  hitun ‘bagian itu’,
gramatikal ‘bagian’ seperti contoh  ho’on ‘bagian ini’.
berikut: Indikator lainnya, sufiks produktif n-
 ranggan ‘bagian tanduk’, dapat diimbuhkan pada bentuk dasar kata
 lantén ‘bagian lantainya’. bahasa Indonesia. Bentuk dasar tersebut
 Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk berkelas kata nomina seperti pada contoh
dasar yang berjenis verba. Pengimbuhan artin ‘artinya’ atau méjan ‘kondisi
sufiks n- pada kelas verba dapat mejanya’. Satuan –n pada kata bentukan
menimbulkan makna gramatikal ‘cara, artin dan méjan bukan enklitik posesif
kualitas, keadaan’ seperti contoh karena satuan tersebut tidak mengacu pada
berikut: bentuk bebas hia ‘dia’.
 lakon ‘cara jalan’
 tokon ‘cara tidur’. Afiks Improduktif BM
 Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk Sebagaimana telah diuraikan pada tabel di
dasar yang berjenis ajektiva. depan bahwa dalam BM ada afiks improduktif.
Pengimbuhan sufiks n- pada kelas Afiks improduktif adalah afiks yang berdaya
ajektiva dapat menimbulkan makna lekat secara insidental pada kata tertentu saja.
gramatikal ‘rasa, keadaan’ seperti Hal ini seperti yang dikatakan oleh Rohmadi et
contoh berikut: al (2013: 47), “afiks improduktif merupakan
 betin ‘rasa sakit’ afiks yang keberadaannya sangat terbatas
 boran ‘keadaan kaya’. hanya pada kata-kata tertentu”. Hasil penelitian
 Sufiks –n dapat diimbuhkan pada bentuk ini terungkap adanya sebelas afiks improduktif.
dasar yang berjenis numeralia. Ada sembilan afiks improduktif yang berupa
Pengimbuhan sufiks n- pada kelas prefiks: h-, s-, le-, ngger-, né-, ne-, nu-, be-,
numeralia dapat menimbulkan makna dan de-. Dua afiks improduktif berupa sufiks –
gramatikal ‘enklitis –nya’ atau k dan -ng. Contoh keterbatasan afiks
‘penegasan dengan saja’ seperti contoh improduktif tersebut dapat dijelaskan di bawah
berikut: ini.
 don ‘banyaknya’,

50
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

a. Prefiks h- termasuk prefiks improduktif afiks ce- pada bentuk dasar. Hasilnya berupa
karena hanya memiliki potensi jenis kata jadian celewing ‘satu periuk’.
bergabung pada penunjuk itu menjadi Dampaknya terbentuk kata polimordemis cele-
hitu ‘itu tunggal’ dan o’o menjadi ho’o wing ‘seperiuk’. Afiks ce- dalam bentuk ter-
‘ini tunggal’. seyang bermakna gramatikal ‘se- atau satu’.
b. Prefiks s- termasuk prefiks improduktif Sehubungan dengan cara atau alat pada
karena hanya memiliki potensi komponen (b) di atas, kajian dalam penelitian
bergabung pada penunjuk itu menjadi ini hanya berkaitan dengan afiksasi, yaitu
situ ‘itu jamak’ dan o’o menjadi so’o proses pengimbuhan afiks pada bentuk dasar.
‘ini jamak’. Dalam hal ini afiks menjadi alat pembentukan
c. Prefiks le- termasuk prefiks improduktif kata baru yang berbentuk polimorfemis (dua
karena hanya memiliki potensi morfem). Kedua morfem itu terdiri atas mor-
bergabung pada bentuk dasar tertentu fem bebas yang berupa kata dasar dan morfem
dengan makna gramatikal ‘waktu’ dan terikat yang berupa afiks tertentu. Bagaimana
‘kena, mengalami, keadaan’. keberadaan afiks BM? Jika ada afiks dalam
Contohnya: BM, bagaimana fungsi gramatiknya? Selain
 legula ‘waktu pagi’, kedua masalah umum itu, bagaimana kepro-
 legerak ‘kesiangan’, duktifan afiks BM?
 lenendep ‘dalam keadaan gelap’. Ada afiks dalam BM sebagaimana dalam
d. Prefiks ngger- termasuk prefiks bahasa daerah lainnya seperti bahasa Jawa
improduktif karena hanya memiliki (Sudaryanto, 1991: 18). Temuan ini berbeda
potensi bergabung pada bentuk dasar dengan temuan Jeladu (2015) dan Gande
tertentu yang bermakna gramatikal (2012) mengenai “BM tidak mengenal afiks”.
‘menuju ke arah’. Contoh: Sama seperti ciri afiks bahasa lainnya
 nggerwa ‘menuju ke arah (Rohmadi et al, 2013), afiks BM pun berciri-
bawah’, ciri umum sebagai berikut:
 nggersalé ‘menuju ke arah barat’. (a) bentuk terikat, artinya “dalam tuturan
e. Sufiks –k termasuk prefiks improduktif biasa bentuk tersebut tidak dapat
karena hanya muncul secara incidental berdiri sendiri dan secara gramatis
pada pada bentuk dasar boa ‘kuburan’ selalu melekat pada bentuk lain”
menjadi boak ‘menguburkan’. (Putrayasa, 2010: 6);
(b) tidak bermakna leksikal jika berdiri
Pembahasan sendiri tanpa konteks;
Sebagaimana proses morfologis baha- (c) hanya bermakna gramatikal setelah
sa lainnya (Baryadi, 2011), di dalam proses diimbuhkan pada bentuk dasar
morfologis BM terdapat lima komponen tertentu;
berikut: (d) mendukung fungsi gramatik, yaitu
(a) masukan, yaitu bentuk dasar yang akan mengubah jenis kata tertentu menjadi
diubah menjadi kata jadian (bentuk jenis kata yang lain.
baru); Berkaitan dengan ciri (d) di atas, afiks
(b)proses, yaitu cara atau alat untuk BM memiliki ciri derivatif. Artinya, secara
mengubah bentuk dasar; gramatik afiks BM berfungsi mengubah jenis
(c) hasil, yaitu jenis kata jadian; kata tertentu menjadi jenis kata lain. Namun,
(d) dampak, yaitu bentuk morfem pada kata fungsi tersebut tidak berlaku pada semua afiks.
jadian; Hanya afiks ce- yang berfungsi mengubah
(e) makna, yaitu makna gramatikal pada kelas kata atau jenis kata tertentu menjadi jenis
kata jadian. kata lain. Dikatakan tertentu karena tidak
Contohnya, dalam proses morfologis semua jenis kata dapat berubah menjadi jenis
celewing ‘satu periuk’ terdapat bentuk dasar kata yang lain. Berikut ini contoh perubahan
lewing ‘periuk’. Proses pengubahannya dilaku- jenis kata setelah mendapat imbuhan prefiks
kan dengan cara afiksasi, yaitu pengimbuhan ce-.

51
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

Bentuk Dasar (Kategori) Bentukan Baru (Kategori)


lako ‘berjalan’ (Verba) celako ‘seperjalanan’ (Nomina)
rimpet ‘pesek’ (Ajektiva) cerimpet ‘yang pesek’ (Nomina)
hitu ‘itu’ (Pronomina) cehitu ‘waktu itu’ (Nomina)
nggitu ‘begitu’ (Pronomina) cenggitu ‘seperti itu, sebegitu’ (Nomina)

Selain ciri derivasional itu, afiks BM juga berkategori sama dengan bentuk dasarnya
berciri infleksional. Ciri infleksional berarti (Soedjito dan Saryono, 2014). Berikut ini
bahwa afiks tidak mengubah jenis kata tertentu contoh prefiks ce- yang inflektif.
menjadi jenis kata lain. Artinya, kata bentukan

Bentuk Dasar (Kategori) Bentukan Baru (Kategori)


mbaru ‘rumah’ (Nomina) cembaru ‘satu tumah, serumah’ (Nomina)
telu ‘tiga’ (Numeralia) cetelu ‘tiga hari mendatang’ (Numeralia)
enem ‘enam’ (Numeralia) cenem ‘enam hari mendatang (Numeralia)
alo ‘delapan’ (Numeralia) alo ‘delapan hari mendatang (Numeralia)

Ciri lainnya lagi berkaitan erat dengan “yang produktif adalah penerapan pola atau
kekayaan dialek dalam BM. Dalam dialek kaidah di dalam pembentukan kata” (Subroto,
campuran di wilayah perbatasan Manggarai 2012: 26).
Tengah dan Manggarai Barat terdapat prefiks Prefiks silaba ce- sebagai prefiks
ne-, sedangkan dalam dialek umum hal itu produktif lebih dominan daripada prefiks te-.
dipandang sebagai bentuk “kliping” (Yule, Dinamai prefiks silaba bukan semata-mata atas
2015) yang direduksi dari kata ného ‘seperti’ alasan entitasnya yang berupa suku kata,
atau dari kata oné ‘dalam, di dalam’. melainkan juga alasan pembeda atas
Contohnya, satuan lingual né- dalam kons- keberadaan prefiks anteseden yang atonik s-
truksi néwié ‘tadi malam’ dianggap sebagai sebagai prefiks improduktif. Dikatakan
kliping dari kata oné ‘dalam’ di wilayah dialek dominan karena prefiks ce- ditandai dengan
umum. Dalam dialek campuran di Manggarai kemampuannya berdistribusi pada beberapa
Barat né- itu prefiks yang bermakna gramatikal jenis kata BM seperti tampak pada data (12)
‘tadi’. sampai dengan (16) berikut.
Selanjutnya, keproduktifan afiks BM (12) celonto (selonto, slonto) ‘yang sama-
berbeda dengan bahasa lainnya seperti dengan sama duduk’
bahasa Indonesia. Lain halnya bahasa (13) cebéo (sebéo, sbéo) ‘sekampung,
Indonesia sebagai bahasa derivatif yang kaya seluruh kampung’
afiks berupa prefiks, sufiks, infiks, simulfiks, (14) cerimpet (serimpet, srimpet) ‘yang
konfiks, dan komfiks (Kridalaksana, 1992: 28- pesek’
30) dan interfiks (Putrayasa, 2010: 9), BM (15) cenia (senia, snia) ‘yang mana’
miskin afiks (Verheijen, 1977: 35-37). Istilah (16) cetelu (setelu, stelu) ‘tiga hari
“miskin afiks” berkaitan erat dengan jenis mendatang’
dan/atau bentuk afiks BM yang jumlahnya Tampak pada data (12) sampai dengan
sangat terbatas. Konsep keterbatasan afiks (16) di atas bahwa prefiks ce- yang bervariasi
tidak sama dengan keproduktifan afiks. Jenis dengan se- dan s- berawalan pada bentuk dasar
afiks yang terbatas dapat berpotensi produktif jenis verba lonto ‘duduk’ menjadi celonto
dalam pembentukan kata baru. Produktif ‘yang sama-sama duduk’; berawalan pada jenis
berarti “mampu menghasilkan terus dan nomina béo ‘kampung’ menjadi cebéo
dipakai secara teratur untuk membentuk unsur- ‘sekampung, seluruh kampung’; berawalan
unsur baru" (Kridalaksana, 1982: 138) atau pada jenis ajektiva rimpet ‘pesek’ menjadi

52
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

cerimpet ‘yang pesek’; berawalan pada jenis baru dari BM seperti bentuk dasar lako
interogatif (kata tanya) nia ‘mana’ menjadi ‘berjalan’ menjadi selako ‘seperjalanan’
cenia ‘yang mana’; berawalan pada bentuk maupun bentuk dasar baru yang diserap dari
dasar jenis numeralia (kata tanya) telu ‘tiga’ bahasa Indonesia seperti contoh (17) sampai
menjadi cetelu ‘tiga hari mendatang’. Perlu dengan (20) berikut.
diketahui bahwa prefiks ce- pada cetelu (17) sekarung atau cekarung ‘berisi satu
seakan-akan berantonim dengan satuan lingual karung’
né- dalam contoh nételu ‘tiga hari yang lalu’. (18) seoto atau coto ‘bersama dalam satu
Konstruksi cetelu dan nételu itu sama-sama oto/bus’
berbentuk dasar numeralia telu ‘tiga’. Apakah (19) sekilo atau skilo atau cekilo ‘sekilo’
né- itu juga termasuk prefiks? Sebaiknya (20) sekamar atau skamar atau cekamar
pertanyaan ini dijawab secara komprehensif ‘sekamar’
dalam penelitian tersendiri pada waktu yang Bentukan baru pada data (17) sampai
akan datang. dengan (20) di atas diproduksi berdasarkan
Prefiks ce- dapat ditetapkan sebagai pola atau kaidah yang sudah mapan (cf. Bauer,
prefiks produktif karena dapat bersenyawa 1983 : 63) atau pola yang sudah dikenal oleh
dengan bentuk dasar baru, baik bentuk dasar penutur asli BM dialek campuran, misalnya:

 roto ‘sejenis keranjang’ X ceroto ‘berisi sekeranjang’


 mbaru ‘rumah’ X cembaru ‘tinggal serumah’
 telu ‘tiga’ X cetelu ‘tiga hari mendatang’
 lewing ‘periuk’ X celewing ‘seperiuk’

Apakah prefiks ce- itu produktif-penuh berproduktif pada semua verba. Pernyataan ini
atau semi-produktif? Berdasarkan pandangan dapat dijelaskan dengan memperhatikan
Bauer (1983: 82) bahwa tidak ada afiks yang oposisi dua kategori morfologis verba (seri A
sepenuhnya dapat dilekatkan secara bebas pada dan B) dalam BM dialek campuran di bawah
kata dasar apa saja. Demikian pun prefiks ce- ini.
dalam BM, misalnya, prefiks ce- tidak

A1 : lako ‘berjalan’ X B1 : selako ‘seperjalanan’


A2 : labar ‘bermain’ X B2 : selabar ‘sepermainan’
A3 : inung ‘minum’ X B3 : *seinung
A4 : ongga ‘pukul’ X B4 : *seongga

Tampak pada oposisi seri A di atas bahwa ‘berdiri’ tidak lazim dibentuk menjadi
bentuk dasarnya berkategori verba intransitif *sehesé. Dengan demikian, prefiks se- BM
(A1 dan A2) dan verba transitif (A3 dan A4), tidak produktif penuh, tetapi hanyalah semi-
sedangkan seri B termasuk kategori deverba produktif (Bauer, 1983). Uniknya bahwa pre-
yang mengandung nilai kategorial (cf. Subroto, fiks se- tersebut dapat bergabung dengan verba
1992: 73), yakni menyatakan ‘sama-sama transitif yang lainnya seperti pada contoh téti
dalam suatu hal’. Tampak pula pada seri B di ‘angkat, mengakat’ menjadi setéti ‘sekali
atas bahwa prefiks se- tidak melekat secara angkat’.
bebas pada B3 dan B4 karena konstruksi Variasi prefiks ce- dan se- dalam BM.
*seinung dan *seongga tidak lazim dalam terjadi bukan hanya alasan variasi dialek di
BM. Artinya bahwa bentuk dasar transitif tidak wilayah perbatasan, melainkan juga memang
dilekati prefiks se-; bahkan bila diamati lebih pemakaian keduanya berbeda dalam kasus
lanjut, verba transitif lainnya seperti hesé tertentu. Prefiks ce- digunakan jika bentuk

53
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

dasarnya diawali dengan deretan konsonan sk Selain afiks produktif di atas, dalam
seperti pada kata skola ‘sekolah’ menjadi penelitian sederhana ini ditemukan afiks
ceskola ‘berada pada satu sekolah’; pada improduktif berupa prefiks dan sufiks dalam
bentuk dasar skola tidak lazim diimbuhkan BM dialek campuran. Di samping prefiks
prefiks se- atau s- menjadi *seskola. Sama silaba, ada pula prefiks yang berentitas atonik
seperti itu ialah variasi prefiks se- dan s- yang s- dan h-. Sementara itu, sufiks improduktif
pemakaiannya “saling tukar” secara bebas. berentitas atonik –k dan –ng. Secara umum
Misalnya, prefiks s- dapat diimbuhkan pada dapat dikatakan bahwa ke-4 afiks atonik
bentuk dasar o’o ‘ini’ menjadi kata tersebut improduktif karena muncul pada kata
berimbuhan so’o ‘ini jamak’; bentuk tertentu saja atau bersifat insidental (Subroto,
tunggalnya berupa prefiks ho’o ‘ini tunggal’. 1992) dan daya pembangkitnya sudah mati
Selain prefiks ce- yang bervariasi se- di (Ekowardono, 1988: 68). Keempat afiks atonik
atas, prefiks lainnya berupa silaba te- sebagai tersebut tidak berpotensi menghasilkan kata
prefiks produktif dalam BM. Kemunculan bentukan-baru baik berdasarkan bentuk dasar
prefiks te- dalam BM pada dialek umum BM maupun bentuk dasar bahasa Indonesia.
maupun dialek campuran dapat diperhatikan Prefiks improduktif h- dan s- dalam BM
pada data (21) sampai dengan (23) berikut. dialek campuran berawalan pada kata ganti
(21) uté tepika ‘sayur untuk dijual’ penunjuk. Hal ini dapat diperhatikan pada data
(22) belajar tetu’ung ‘belajar sungguh- (24) sampai dengan (27) berikut.
sungguh’ (24) kaba hitu ‘kerbau itu’
(23) mbaru tesuan ‘rumah kedua’ (25) kaba situ ‘kerbau-kerbau itu’
Bentukan-baru tepika ‘untuk dijual’ pada (26) ata ho’o ‘orang ini’
data (21) di atas terdiri atas prefiks te- dan (27) ata so’o ‘orang-orang ini’
bentuk dasar berupa verba transitif pika Pada data (24) di atas kata penunjuk hitu
‘menjual’. Prefiks te- berfungsi mengubah ‘itu’ merujuk pada anteseden nomina tunggal
verba aktif pika ‘menjual’ menjadi verba pasif kaba ‘kerbau’, sedangkan pada data (25) kata
tepika ‘untuk dijual’. Prefiks te- di dalam kata ganti penunjuk situ ‘itu’ merujuk pada ante-
bentukan-baru tepika itu bermakna gramatikal seden nomina jamak kaba ‘kerbau-kerbau’.
‘untuk di’. Contoh lainnya, kata penunjuk ho’o ‘ini’ pada
Selain berawalan pada bentuk dasar data (26) merujuk pada anteseden tunggal ata
verba seperti contoh (21) di atas, prefiks te- ‘orang’, sedangkan pada data (27) so’o ‘ini’
juga berawalan pada bentuk dasar ajektiva merujuk pada anteseden jamak ata ‘orang-
tu’ung ‘benar, sungguh’ menjadi kata orang’. Dengan demikian, konstruksi (28a) dan
bentukan-baru tetu’ung ‘benar-benar, sungguh- (29a) berikut tidak lazim dalam BM.
sungguh’. Prefiks te- di dalam bentukan-baru (28) ca hitu ‘satu itu’
tetu’ung itu bermakna gramatikal ‘repetitif (28a) ca situ* ‘satu itu-itu’
(bersifat pengulangan) untuk menyatakan (29) sua situ ‘dua itu’
keseriusan’. (29a) sua hitu* ‘dua itu’
Tampak pada data (23) di atas bahwa Selain prefiks h- dan s- di atas, ada pula
bentukan-baru tesuan ‘kedua’ terdiri atas sufiks improduktif berupa atonik –k. Sufiks –k
prefiks te- yang diikuti numeralia sua ‘dua’ termasuk sufiks usang (Ramlan, 1980 : 36)
dan enklitik –n yang mengacu pada nomina yang secara kebetulan muncul pada proses
baik yang persona maupun yang nonpersona pembentukan boa ‘kubur, pekuburan’ menjadi
sesuai dengan konteks kalimatnya. Dalam boak yang bisa bermakna ‘penguburan’ atau
konteks mbaru tesuan, misalnya, enklitik –n bermakna ‘kuburkan’. Perihal “keusangan”
mengacu pada nomina mbaru ‘rumah’, sufiks -k ditandai dengan ketidakmampuannya
sedangkan enklitik –n dalam konteks isé untuk membentuk kata baru. Kata yang
tesuan mengacu pada pronomina isé ‘mereka’. dibentuk dengan sufiks –k tidak bertambah
Prefiks te- di dalam bentukan-baru tesuan itu lagi; hanya berlaku pada kata boa ‘kubur,
bermakna gramatikal ‘yang ke’. Jika satuan kuburan’ yang beroposisi dengan boak
lingual –n tidak hadir menjadi isé tesua ‘kuburkan’. Oposisi tersebut berbeda dengan
‘mereka berdua’ maka prefiks te- bermakna opisisi A dan B berikut.
gramatikal ‘ber-‘.

54
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

A : bako ‘sarung parang’ X B : bakok ‘putih’


léo ‘kiri’ X léok ‘keliling’
walé ‘menjawab’ X walék ‘dijungkirbalikkan’
waé ‘air’ X waék ‘sejenis pohon’

Dalam oposisi itu sepertinya tampak Indonesia bodoh berubah menjadi bodok dalam
kesepadanan aspek bentuk seperti boa dan BM. Gejala ini bersifat insidental.
boak, tetapi makna berbeda. Aspek makna Sufiks lainnya adalah sufiks –ng yang
pada seri A itu tidak sepadan dengan makna improduktif. Ketidakproduktifan sufiks –ng
pada seri B. Oleh karena itu, satuan lingual –k ditandai gejala yang hampir sama dengan
pada seri B itu bukan morfem pembentuk sufiks –k. Hanya saja, sufiks –ng muncul pada
bentukan-baru, melainkan berstatus fonem lebih dari satu data seperti tampak pada oposisi
pada akhir suku kata saja. Gejala serupa itu dua kategori morfologis pada seri A dan B
tampak pada contoh surat yang berubah berikut.
menjadi surak dalam BM atau kata bahasa

A : taé ‘berkata’ X B: taéng ‘berkata untuk meminang gadis’


toi ‘memberitahukan’ X toing ‘memberitahukan sambil mendidik’
toko ‘tidur’ X tokong ‘tidur di kebun untuk mengusir celeng’
ba ‘bawa’ X bang ‘berburu’
api ‘api’ X aping ‘memperhatikan nyala api saat memasak’
waé ‘air’ X waéng ‘memasukkan air ke dalam periuk untuk
siap mulai memasak’

Pengimbuhan afiks –ng pada seri B di kata aping dan waéng menimbulkan perubahan
atas tidak menimbulkan perubahan jenis kata jenis kata, yaitu dari nomina api dan waé
kecuali pada data waé ‘air’ menjadi waéng. berubah menjadi verba aping dan waéng.
Pasangan kata taé ‘berkata’ dan taéng ‘berkata Walaupun demikian, sufiks –ng tetap
untuk meminang gadis’ sama-sama termasuk ditetapkan sebagai sufiks improduktif karena
jenis verba, demikian juga pasangan kata toi sufiks itu tidak tampak bersenyawa dengan
dan toing, toko dan tokong, ba dan bang. Yang bentuk dasar baru. Afiks itu pun tidak dapat
berubah hanya perubahan makna kata, yaitu diterapkan secara sistematik untuk mempro-
dari makna umum menjadi makna khusus. duksi kata baru. Boleh dikatakan bahwa sufiks
Misalnya, kata ba bermakna umum’ seperti ba –ng bersifat insidental dan kemunculannya
déa ‘bawa beras’ dan ba kopé ‘bawa parang’, terbatas pada sejumlah bentuk dasar tertentu.
sedangkan kata bang bermakna khusus, yaitu Sehubungan dengan itu perlu diketahui bahwa
membawa anjing ke hutan untuk berburu. unsur -ng pada seri B di bawah ini bukan
Sementara itu, pengimbuhan afiks –ng pada sufiks.

A: *lewi X B: lewing ‘periuk’


*bangga X banggang ‘papan’
*mite X miteng ‘hitam’
*lora X lorang ‘menangisi’
*ama X amang ‘paman’

Kata-kata pada seri B itu tidak diproses ngan demikian, kata-kata pada seri B itu bukan
dari bentuk dasar pada seri A. Dalam oposisi merupakan kata bentukan baru, melainkan
itu tidak ada korelasi makna antara seri A dan fakta leksikal (istilah Uhlenbeck, 1982).
seri B. Kata-kata pada seri A itu tidak lazim Memang secara historis dapat diduga bahwa
atau tidak dijumpai dalam leksikon BM. De- ada hubungan antara seri A da B berikut.

55
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

A: lewin X B: lewing ‘periuk’


banggan X banggang ‘papan’
miten X miteng ‘hitam’
loran X lorang ‘menangisi’
aman X amang ‘paman’

Dari aspek linguistik historis diduga yang berguna (a) menandai kata yang tunduk
bahwa bentuk-bentuk lingual pada seri A di pada kaidah atau peraturan tertentu, (b)
atas merupakan bentuk tua atau bentuk yang menyatakan secara eksplisit bagaimana kata
muncul lebih awal dibandingkan dengan seri baru diciptakan berdasarkan suatu kaidah, (c)
B. Diduga pula bahwa dewasa ini kata-kata menggambarkan makna kategori proses mor-
pada seri A itu masih digunakan dalam fologis yang bersangkutan, dan (d) meng-
masyarakat Manggarai yang berada di wilayah golongkan identitas leksikal dari “output” yang
Manggarai Timur. Dugaan ini memang perlu berbeda dengan “input” (Uhlenbeck, 1982;
diteliti untuk mengungkapkan kebenarannya. Subroto, 1993).
Sehubungan dengan itu perlu juga dicatat Selain tunduk pada kaidah seperti dikata-
bahwa dalam BM ada kata tuang ‘tuan’ dan kan di atas, ada beberapa indikator lainnya
tambang ‘tambah’. Bentuk –ng pada akhir yang menandai proses pembentukan yang pro-
kedua kata tersebut bukan sufiks, melainkan duktif: (a) sistematik, (b) terbuka, (c) generatif.
konsonan akhir pada kata-kata tersebut. Se- Sistematik berarti bahwa dalam semua bahasa
mentara itu, satuan -ng pada kata bacang secara teratur orang menciptakan kata-kata
‘baca, bacaan’ patut diduga sebagai sufiks –ng baru berdasarkan pola tertentu (Subroto, 1993)
yang mengubah verba baca (bahasa Indonesia) atau berdasarkan kaidah-kaidah yang sudah
menjadi nomina bacang ‘bacaan’ dalam BM. mapan (Bauer, 1983). Terbuka berarti bahwa
Namun, bentuk lingual –ng pada kata bacang pola pem-bentukan yang produktif merupakan
bukan sufiks produktif karena kemunculannya daftar terbuka (Verhaar, 2012) yang terus-
insidental atau tidak muncul pada kata bahasa menerus diperluas secara tak terbatas (Bauer,
Indonesia lainnya seperti tulis tidak menjadi 1983; Subroto, 1992). Generatif berarti bahwa
*tuling. semua bentukan baru secara spontan diterima
Catatan lainnya bahwa konsep produktif dan dipahami dengan mudah tanpa terasa sifat
dalam linguistik tidak sama dengan fre- barunya oleh pemakai bahasa (Bauer, 1983;
kuentatif. Frekuensi tinggi atau keseringan Subroto, 1993).
muncul belum tentu produktif. Konsep “belum Berbeda dengan indikator afiks produktif,
tentu” dapat dijelaskan bahwa frekuensi juga indikator afiks improduktif dapat dijelaskan
dianggap sebagai salah satu fenomena sebagai berikut. Pembentukan improduktif
produktivitas. Di pihak lain kreativitas dibeda- bersifat insidental (Subroto, 1992) atau hanya
kan dengan produktivitas. Menurut Bauer sekali dipakai secara kebetulan (Bauer, 1983).
(1983:63), “kreativitas merupakan kemampuan Sejalan dengan itu, afiks im-produktif dalam
penutur asli untuk memperluas sistem bahasa, BM ditandai dengan ciri-ciri berikut: (a) hanya
tetapi tidak dapat diramalkan atau tidak berlaku pada kata tertentu seperti boa
terencana”. Dalam hal ini perluasan morfologis ‘kuburan’ menjadi boak ‘meng-uburkan’, (b)
tampak pada formasi-kata BM seperti réba tidak membentuk kata baru lagi, (c) jumlah
kaut dungka ‘langsung bertatap muka ke kata hasil pembentukan dengan afiks
rumah tetangga atau keluarga untuk mem- improduktif sangat terbatas atau tidak pernah
beritahukan adanya suatu acara lalu secara bertambah lagi. Hal itu terjadi karena afiks
lisan ajak tetangga untuk berpartisipasi-hadir improduktif itu sudah usang, distribusi-nya
dalam suatu acara’. Formasi itu dipersingkat terbatas pada beberapa kata, dan tidak lagi
menjadi akronim rekadu ‘mengundang secara membentuk kata baru (Ramlan, 1987).
lisan dengan langsung mendatangi rumah
tetangga’. Akronim tersebut termasuk contoh PENUTUP
produk kreativitas sesuai prinsip efisiensi. Ada afiks dalam BM walaupun
Proses morfologis produktif digunakan keberadaannya terbatas. Afiks BM
oleh pemakai BM sebagaimana bahasa berkarakteristik ganda. Ada afiks produktif dan
manusia umumnya. Proses tersebut dapat ada pula afiks improduktif. Afiks produktif
dinyatakan dalam morfologi sebagai kaidah ditandai oleh indikator dominan bahwa afiks

56
Barung, Keproduktifan Afiks dalam Proses Morfologis …

tersebut berimbuhan pada lima atau lebih dari DAFTAR PUSTAKA


lima jenis kata dasar BM sehingga kata ben-
tukan baru diperluas. Indikator lainnya bahwa Ba’dulu, A.M. dan Herman, (2010).
afiks produktif tidak hanya diimbuhkan pada Morfosintaksis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
bentuk dasar kata BM, tetapi juga diimbuhkan Barung, K. (2016). “Morfem Enklitik Atonik –
pada kata dasar bahasa Indonesia. Sementara n Bahasa Manggarai” dalam Kajian
itu, afiks improduktif ditandai oleh indikator Permulaan Potensi Bahasa dan Sastra
utama bahwa kehadirannya sebagai alat untuk Pendidikan Karakter. Ruteng: PBSI
pembentuk kata bentukan-baru bersifat insi- STKIP Santu Paulus.
dental. Potensi internalnya sudah mati sehing- Baryadi, I. P. (2011). Morfologi dalam Ilmu
ga kata bentukan-baru tidak berkembang lagi. Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma
Dalam penelitian ini ditemukan adanya University Press.
empat afiks produktif yang terdiri atas tiga Baryadi, I. P. (2011a). General Morphology:
prefiks dan satu sufiks. Ketiga prefiks pro- An Indonesian-Language Perspective.
duktif itu berupa (a) ce- yang bervariasi Yogyakarta: Sanata Dharma University
dengan se- dan s-, (b) te- yang bervariasi Press.
dengan t-, dan (c) du-. Sufiks produktif berupa Bauer, L. (1983). English Word-Formation.
atonik –n. Selain yang produktif, ada sebelas Great Britain: Cambridge University
afiks improduktif yang terbagi atas sembilan Press.
prefiks dan dua sufiks. Kesembilan prefiks Chaer, Abdul. (2012). Linguistik Umum.
improduktif tersebut terdiri atas prefiks atonik Jakarta: Rineka Cipta.
h- dan s- serta prefiks silaba le-, ngger-, né-, Ekowardono, B. K. (1988). “Verba Denominal
ne-, nu-, be-, de-. Selain prefiks improduktif, dan Nomina Deverbal dalam Bahasa Jawa
ada juga sufiks improduktif yang berupa sufiks Baku: Kajian Morfologi Lingkup Kelas
atonik –k dan –ng. Nomina dan Verba”, Disertasi. Jakarta :
Keproduktifan afiks dalam proses mor- Universitas Indonesia.
femis BM perlu diteliti lebih lanjut oleh Eriyanti, R. W., dkk., (2020). Linguistik
peneliti lain, siapa pun, asalkan menguasai BM Umum. Jawa Timur: Penerbit Uwais
(tidak harus penutur asli BM). Dalam pene- Inspirasi Indonesia.
litian selanjutnya perlu diperluas jangkauan Gande, V. (2012). “Reduplikasi Morfemis
wilayah penelitian, tidak hanya terbatas pada Bahasa Manggarai”, Linguistik. Diposting
dialek umum di Manggarai Tengah dan dialek vinsen-gande.blogspot.com/2012/01/.
campuran di wilayah perbatasan Manggarai HP, A. dan Alek A. (2015). Linguistik Umum.
Tengah dan Manggarai Barat Daya, tetapi juga Jakarta: Erlangga.
pada dialek-dialek BM umumnya seperti dia- Jeladu, K. (2015). “Konstruksi Pasif Bahasa
lek Cibal, Kolang, Bajo di Lembor Selatan. Manggarai: Sebuah Analisis Leksikal
Selain soal perluasan wilayah penelitian, topik Fungsional”, dalam Retorika: Jurnal Ilmu
penelitian tentang proses morfologis perlu Bahasa, Vol. 1, No. 1 April 2015, 108-
diperluas pada topik reduplikasi dan/atau pe- 122. Available Online at
majemukan dalam morfologi BM. http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.ph
Salah satu masalah yang disarankan untuk p/jret. DOI: 10.22225/jr.1.1.112.108-122.
diteliti lebih lanjut adalah pendeskripsian afiks Jemparut, A. L. T. & Nusarini, (2015).
pada jenis-jenis kata BM. Perlu juga dikem- “Verba Taktransitif Bahasa Manggarai
bangkan penelitian mengenai pasangan afiks Dialek Rahong oleh Mahasiswa
dalam perspektif deiksis waktu seperti prefiks Manggarai di Yogyakarta” dalam Caraka
se- pada contoh sesua ‘dua hari mendatang’ Volume 2 Nomor 1. Yogyakarta: Prodi
yang seolah-olah kontras dengan nésua ‘dua PBSI FKIP Universitas Sarjanawiyata
hari yang lalu’. Apakah bentuk lingual nésua Tamansiswa
itu kata bentukan yang berawalan né- atau Kridalaksana, H. (1982). Kamus Linguistik.
frasa eksosentrik? Apakah né- itu afiks ataukah Jakarta: Gramedia.
preposisi sebagai kliping dari oné ‘dalam’ Kridalaksana, H. (1992). Pembentukan Kata
seperti pada contoh oné sua ‘dalam waktu dua dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
hari lalu’? Gramedia.
Kridalaksana, H. (2014). Introduction To Word
Formation and Word Classes In

57
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 3 (1) 2020, hal. 40 – 58

Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Sudaryanto. (1989). Pemanfaatan Potensi


Indonesia. Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Litamahuputty, B. (2014). “Kata dan Makna Sudaryanto, (1990). Aneka Konsep Kedataan
dalam Bahasa Melayu Ternate” dalam Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta:
Linguistik Indonesia: Jurnal Ilmiah Duta Wacana University Press.
Masyarakat Linguistik Indonesia Volume Sudaryanto (penyunting). (1991). Tata Bahasa
Ke-32 Nomor 2. Jakarta: Pusat Kajian Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta : Duta
Bahasa dan Budaya Universitas Katolik Wacana University Press.
Indonesia Atma Jaya. Sudaryanto, (2012). “Dari Fenomen Semiosis
Mangga, S. (2016). “Klitika dalam Klausa sampai dengan Teks Lingual dalam
Pasif Bahasa Manggarai” dalam Konteks Penelitian Ilmiah” dalam buku
Linguistik Indonesia: Jurnal Ilmiah Dari Menapak Jejak Kata sampai
Masyarakat Linguistik Indonesia Volume Menyigi Tata Bahasa : Persembahan
Ke-34 Nomor 1. Jakarta: Pusat Kajian untuk Prof. Dr. Bambang Kaswanti
Bahasa dan Budaya Universitas Katolik Purwo dalam rangka Ulang Tahunnya
Indonesia Atma Jaya. yang Ke-60. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa
Matthews, P. H. (1991). “Productivity” dalam dan Budaya Universitas Katolik Indonesia
Morphology. New York: Cambridge Atma Jaya.
University Press. Sudaryanto, (2015). Metode dan Aneka Teknik
Muslich, M. (2010). Tata Bentuk Bahasa Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Wahana Kebudayaan secara Linguistis.
Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara. Yogyakarta: Sanata Dharma University
PHM, S. et al. (2012). Pengantar Linguistik Press.
Umum. Yogyakarta: Media Perkasa. Uhlenbeck, E. M. (1982). Kajian Morfologi
Putrayasa, I. B, (2010). Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta : Djambatan.
(Bentuk Derivasional dan Infleksional). Verhaar, J.W.M. 1982. Pengantar Linguistik
Bandung: PT Refika Aditama. Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada
Ramlan, M. (1987). Morfologi Suatu Tinjauan University Press.
Deskriptif. Yogyakarta : CV Karyono. Verhaar, J.W.M. (2012). Asas-asas Linguistik
Rohmadi, M. et al, (2013). Morfologi: Telaah Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
Morfem dan Kata. Kadipiro Surakarta: University Press.
Yuma Pustaka. Verheijen, J. A.J. (1967). Kamus Manggarai I
Soedjito dan D. S. (2014). Morfologi Bahasa : Manggarai Indonesia. Penerbit
Indonesia. Malang dan Yogyakarta: Koninkljk Instituut Voor Taal-Land-En
Aditya Media Publishing. Volkenkunde, ‘S. Gravenhage – Martinus
Subroto, D. E. (1992). Pengantar Metoda Nijhoff.
Penelitian Linguitik Struktural. Surakarta Verheijen, J. A. J. (1977). “The Lack of
: Sebelas Maret University Press. Formative in Affixes in the Manggarai
Subroto, D. (Eds). (1993). “Pure-Verb System Language”, NUSA; Part IV, ed. by
of Bahasa Indonesia”, Makalah dalam Ignatius Suharno, Badan Penyelenggara
Simposium Internasional Ilmu-ilmu Seri Nusa, Jakarta.
Humaniora II Bidang Sejarah dan Weras, Woja, (2012). Morphology. Diposting
Linguistik. Yogyakarta : Fakultas Sastra oleh FR89 (Blog Saya: Kupang, South
Universitas Gadjah Mada. Nusa Tenggara, Indonesia).
Subroto, D. E. (2012). Pemerian Morfologi Yule, G. (2015). Kajian Bahasa. Yogyakarta:
Bahasa Indonesia Berdasarkan Perspektif Pustaka Pelajar.
Derivasi dan Infleksi Proses Afiksasi. Zaim, M. (2015). “Pergeseran Sistem
Kadipiro Surakarta: Cakrawala Media. Pembentukan Kata Bahasa Indonesia:
Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kajian Akronim, Blending, dan Kliping”
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, dalam Linguistik Indonesia: Jurnal Ilmiah
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Masyarakat Linguistik Indonesia Volume
Sudaryanto. (1985). Linguistik: Esai tentang Ke-33 Nomor 2. Jakarta: Pusat Kajian
Bahasa dan Pengantar ke dalam Ilmu Bahasa dan Budaya Universitas Katolik
Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada Indonesia Atma Jaya.
University Press.

58

Anda mungkin juga menyukai