Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Th
Mata Kuliah : Teologi Wesley
Tugas : Sakramen
Nama/Nim : Alexander Dufan Simamora 1910058, Astri Silalahi 1910063, Endang
Sinaga 1910077, Sartika 1910104 ,Tino Sinaga 2110193, Yehezkiel Richard Siagian
13011067
SAKRAMEN
I. Pendahuluan
Pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan secara padat mengenai sakramen-
sakramen di dalam Gereja Methodist dan teologi Wesley, serta maknanya bagi orang yang
mengikuti sakramen tersebut. Demikian akan ditinjau hal-hal yang rutin dilakukan oleh
warga gereja, yang merupakan tradisi dalam Gereja Methodist sendiri. Diharapkan,
pembahasan ini dapat membantu kita untuk mengenal sakramen, tradisi dan sikap hidup
orang Methodist.
II. Pembahasan
2.1. Selayang Pandang tentang Pemahaman Sakramen
Kata ‘sakramen’ sendiri, hanya muncul sekali dalam Alkitab, dalam surat Efesus 5:32
Rasul Paulus menuliskan surat penggembalaan ini dalam bahasa Yunani, ia mengatakan
yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan mysterion, yang dalam bahasa Latin
diterjemahkan sacramentum, artinya misteri atau rahasia. Dalam Sacrosantum Consilium
(SC no 59) ditandaskan bahwa sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia,
membangun tubuh Kristus, dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah.1
Definisi umum tentang sakramen ialah bahwa sakramen merupakan tanda lahiriah yang
nampak, ditetapkan oleh Kristus, menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Pada
zaman gereja mula-mula kata “sakramen” awalnya ditunjukkan kepada setiap doktrin dan
aturan gereja. Inilah alasan dari sebagaian orang untuk menolak menolak istilah sakramen,
dan lebih memakai istilah “tanda”, atau “misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata
1
... The Layman Journal, Vol. 2, No. 16 (Edisi April, 1853), hal. 42-43.
Diakses Rabu, 9 Maret 2022 pukul 13.26 WIB. Dapat diakses di
https://www.jstor.org/stable/pdf/30065328.pdf?refreqid=fastly-default
%3A18bd5bbc077d2b1d400dbf5d7bca264e&ab_segments=0%2Fbasic_search_gsv2%2Fcontrol&o
rigin=search-results.
1
“sakramen” (yang dijabarkan dari kata ‘sacre’ kudus) juga mengandung arti perbuatan atau
perkara yang rahasia, yang kudus yang berhubungan dengan ilahi. Hal ini juga dihubungkan
dengan keadaan religius manusia itu, sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius
dalam melakukan konsekrasi ditemukan dalam berbagai-bagai agama. Perbuatan-perbuatan
kudus gereja pada waktu itu muncul dalam derajat yang sama dengan hal-hal yang misterius
agama lain. Sakramen merupakan saluran yang dipakai Allah untuk memberikan anugerah-
Nya kepada manusia berdosa.
Menurut Runyon, dalam Gereja Protestan, sakramen yang diakui adalah “Baptisan
Kudus” dan “Perjamuan Kudus”. Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah,
mensahkan baptisan dan perjamuan kudus itu, yang melaluinya Allah memberikan berkat
dan pengampunan dosa. Kedua jenis sakramen tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada
amanat penetapan, perintah dan perbuatan Yesus Kristus. Penetapan baptisan kudus terdapat
dalam injil Matius 28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan perjamuan kudus terdapat
dalam injil synoptis (Mat.26:26-29; Mrk.14:22-25; Luk 22:14-20) dan surat Rasul Paulus (1
Kor 11:23-25). Sakramen adalah saluran Anugerah Allah atau perjanjian kaish karunia
Allah tentang keselamatan manusia. Sakramen menjadi saluran sukacita bagi setiap orang
untuk memasuki suatu perjanjian keselamatan dengan Allah.2
Bagaimana dengan Methodist sendiri? Gereja Methodist memahami bahwa sakramen
yang ditetapkan Kristus bukan hanya simbol atau tanda pengakuan iman orang-orang
Kristen, tetapi hal tersebut merupakan tanda khusus dari anugerah dan perbuatan baik dari
Allah kepada kita, di mana Tuhan bukan hanya menghidupkan kita, tetapi menguatkan dan
meneguhkan iman kita di dalam Kristus. Hanya ada dua sakramen yang ditetapkan Kristus
di dalam Injil, dan itu yang berlaku bagi Gereja Methodist, yaitu Sakramen Perjamuan
Kudus dan Sakramen Baptisan Kudus, sedangkan peneguhan iman (SIDI), pernikahan,
pengurapan, menguburkan orang mati bukanlah sakramen yang terdapat dalam Injil, hal ini
dijelaskan dalam Bab 2 pasal 16, Disiplin GMI.3
2
Horbanus Simanjuntak, dkk, Katekisasi, (Medan: Badan Evangelisasi dan Pembinaan Gereja Methodist
Indonesia Wilayah 1, 2021), 41.
3
...Disiplin GMI, (Badan Disiplin Gereja Methodist Indonesia, 2017), 18.
2
(perjamuan kudus) sebagai bentuk mengikuti Ekaristi yang dilakukan oleh gereja Anglikan
pada biasanya.
Perjamuan Kudus yang mereka lakukan sesuai dengan ajaran yang dilakukan oleh
Gereja Anglikan pada umumnya. Gereja Anglikan sendiri berbeda dari Gereja Katolik Roma
dalam memahami Ekaristi Perjamuan Kudus, pada abad ke-17 dan ke-18, Gereja Anglikan
lebih memahami seperti Calvin memahami tentang Perjamuan Kudus, di mana keduanya
memahami dengan keras bahwa tubuh Yesus tetaplah berada di surga. 4 Dengan demikian
Wesley berpendapat:
“Dia (Yesus) secara fisik tidaklah berada di manapun selain di surga, kita
memahami dari Kis. 1:11 dan 3:21. Ke sana Dia pergai dan akan kembali
sampai pemulihan segala sesuatunya.” 5
Namun, dalam hal ini Wesley tidaklah bermaksud untuk membatasi kehadiran ilahi,
tetapi justru ia ingin menampilkan ke-komprehensif-an atau menonjolkan keunggulan dari
Trinitarian ilahi. Ajaran Ekaristi yang dipahami Wesley, seperti yang terlihat juga pada lagu
hymne Charles Wesley menekankan “virtualisme,” ini merupakan modifikasi dari ajaran
Anglikan abad ke-18 yang dipengaruhi doktrin Ekaristi Calvin. Di mana Calvin mencari
alternatif transubstansi milik Katolik Roma dan konsubstansi milik Luther, dan di sisi lain
‘memorial’ (memperingati) milik Zwingly.
Berdasarkan ajaran Calvin, oleh kuasa Roh, jiwa kita menyatu dengan Kristus,
diangkat ke surga, di mana Kristus duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Calvin menegaskan,
“kita dapat melihat dan merasakan suatu tanda, seperti roti yang diberikan ke tangan kita oleh
pemimpin altar, kita harus mengarah kepada Kristus yang di surga, demikianlah pikiran kita
harus mengarah ke sana.”6 Namun, justru kebalikannya, Wesley merespon pemahaman ini:
Dari pada pikiran kita yang terangkat kepada Kristus di surga, Wesley justru memahami
‘Rohlah yang membawa Kristus kepada kita, yang menunjukkan anugerah dan kasih Allah
kepada kita melalui roti dan anggur.’ Sebagaimana tertulis dalam lagu hymne Charles
Wesley:
We need not now go up to heaven
To bring the long-sought Savior down:
Thou art to all already given,
Thou dost even now Thy banquet crown;
To every faithful soul appear,
4
Theodore Runyon, The New Creation, John Wesley’s Theology Today, (Nashville: Abingdon Press, 1998),
128.
5
Theodore Runyon, The New Creation, John Wesley’s Theology Today, 129.
6
Theodore Runyon, The New Creation, John Wesley’s Theology Today, 130.
3
And show Thy real presence here. 7
Dengan demikian kehadiran Kristus tidak lagi seperti yang diyakini oleh orang-orang
Katolik Roma bahwa kehadiran-Nya merupakan keajaiban metafisika dari transubstansi,
tetapi karena kuasa Rohlah, membuat Yesus hadir dalam hati setiap orang percaya. William
Nicholson, seorang rekan dari Jeremy Taylor di kampus Newton Hall mengatakan, “Dengan
ini maka perubahan roti dan anggur, bukanlah soal zatnya, tetapi faedahnya.”8 Artinya, roti
dan anggur tetap sebagaimana aslinya, tetapi dikuduskan untuk menyatakan pengorbanan
Sang Juruselamat, menunjukkan dan memateraikan si penerima pengorbanan itu. Hal ini
smaa sekali berbeda dengan Katolik Roma, kita tidak mengurung kehadiran Kristus pada
unsur roti dan anggur, kita juga tidak percaya ada perubahan secara fisik dalam unsur-unsur
tersebut, kita percaya bahwa Kristus datang kepada kita melalui unsur-unsur tersebut, unsur-
unsur itu adalah titik pertemuan kita dengan Dia. 9 Karena pemahaman ini, tidaklah
mengherankan bahwa gerakan Methodist pada waktu itu menjasi suatu gerakan kebangunan
Injili dalam Gereja Anglikan di abad ke-18 dan juga kebangunan sakramen. Orang-orang
Methodist mula-mula selalu berbondong-bondong datang ke gereja Anglikan setiap kali
diadakan Perjamuan Kudus, karena pemahaman mereka sudah dibaharui. Kata yang lebih tua
dari Perjamuan Kudus adalah Ekaristi yang secara harafiah berarti Pengucapan Syukur.
Perjamuan Kudus adalah waktu untuk merayakan dan bersukacita.10
7
Earnest Rattenbury, The Eucharistic Hymns of John and Charles Wesley, (London: Epworth Press, 1984), 74.
8
Theodore Runyon, The New Creation, John Wesley’s Theology Today, 130.
9
Ole E Borgen, John Wesley on Sacraments, (Nashville: Abingdon Press, 1972), 34.
10
R.L Fleming, The Concept of Sacrifice in the Eucharistic Hymns of John and Charles Wesley, (Dallas: An
Unpublished Thesis, Perkin School of Theology, Southern methodist University, 1997), 88.
4
dalam seminggu, ditambah dengan setiap perayaan hari-hari kudus. Wesley mengacu pada
apa yang Yesus katakan “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk. 22:19), John
Wesley menegaskan bahwa setiap ibadah adalah sebuah peringatan akan Yesus, oleh
karenanya, seharusnya dilakukan Perjamuan Kudus sebagai sesuatu yang ‘constant’ (terus
menerus) bukan sekedar ‘frequent’ (sering saja), ia menyampaikan ini dalam tulisannya
sewaktu mengajar di Lincoln Colleges pada tahun 1732 dan dimunculkan kembali pada
khotbahnya tahun 1787 ‘The Duty of Constant Communion’ (Kewajiban dari Konstanitas
sebuah Persekutuan).11
11
Theodore Runyon, The New Creation, John Wesley’s Theology Today, 135.
12
R.L Fleming, The Concept of Sacrifice in the Eucharistic Hymns of John and Charles Wesley, 146.
13
Hickman, Hoyt, United Methodist Altars, (Nashville: Abingdon Press, 1992), 171.
5
hanyalah sarana, bukan tujuan. Inilah kuci untuk kontradiksi untuk memperjelas kebingungan
orang banyak saat itu. Menurutnya, baptisan kudus, apakah dari bayi ataupun orang dewasa,
keduanya adalah fondasi, awal, tetapi bukan akhir dari sebuah proses. Ole Borgen, seorang
teolog Wesley dari Norwegia mengatakan "Pembaptisan artinya awal 'proses' pengudusan."
Oleh karena itu, tidak dapat diklaim bahwa kelahiran kembali yang terjadi dalam baptisan
anak melengkapi proses keselamatan anak itu. Yang pasti dengan baptisan, bayi-bayi
dibersihkan dari kesalahan dosa asal dan dilahirkan kembali.14
John Wesley sama sekali tidak meremehkan baptisan. Karena baptisan adalah tanda
lahiriah dan terlihat dari kasih karunia ilahi yang begitu penting bagi pemahaman Wesley
tentang seluruh Injil. Ia juga tidak menyangkal pentingnya baptisan bayi. Diceritakan saat itu,
salah satu alasan utama dia mengesahkan penahbisan Pengkhotbah Awam di bekas koloni di
Amerika pada tahun 1784, adalah untuk memenuhi tugas sakramental untuk kebutuhan
“pembaptisan anak-anak mereka,” John Wesley bermaksud mengatakan bahwa, Roh ilahi
bertindak lebih dulu dalam baptisan anak untuk meletakkan dasar kasih karunia, yakni
memasukkan anak-anak ke dalam kerajaan kasih karunia dan menjadikan mereka pewaris
Allah dan ahli waris bersama dengan Kristus, dan hal ini dilakukan dengan janji yang dibuat
oleh orang tua masing-masing.15
Wesley menegaskan bahwa kasih karunia Allah tidak harus dipahami sebagai
pengganti ketaatan, iman, dan tindakan manusia, tetapi sebagai pemberdayaan untuk
memungkinkan kita melakukan apa yang tidak dapat kita lakukan dengan kekuatan kita
sendiri. Baptisan bukanlah suatu status tetapi suatu panggilan. Sebab hampir semua
pengalaman manusia adalah bahwa kita "tidak taat kepada panggilan surgawi dan tidak sesuai
dengan dasar kehidupan iman kita, sehingga membuat pembaptisan (yaitu: janji iman kita)
tidak ada artinya.” Berefleksi dari perjalanan hidupnya sendiri, Wesley berkomentar, "Saya
percaya, sampai saya berumur kira-kira 10 tahun, saya tidak berdosa. Karena 'pengudusan
Roh Kudus' yang diberikan kepada saya dalam baptisan." Tetapi kemudian, ‘selama tahun-
tahun saya di sekolah, tepatnya di asrama Charterhouse di London,’ dari sana ia melanjutkan
ke Gereja Kristus, Universitas Oxford, pada usia 17 tahun, dengan beasiswa sebesar £ 20 per
tahun yang diberikan oleh Charterhouse, meskipun hidupnya ditandai oleh kesesuaian agama
secara lahiriah, Wesley kemudian menilai bahwa selama tahun-tahun ini dia adalah seorang
yang asing dalam mengenal kasih karunia dan iman yang sejati. Dia menegaskan, rahmat
14
Theodore Runyon,The New Creaton, John Wesley’s Theology Today,140.
15
Theodore Runyon,The New Creaton, John Wesley’s Theology Today,141-142.
6
yang dijamin dalam baptisan harus menjadi kenyataan yang hidup, oleh karena itu, harus
melalui intervensi baru dari Roh.16
Fondasinya mungkin telah diletakkan di masa lalu, tetapi harus dipulihkan di masa
sekarang untuk mengatasi pola kebiasaan ketumpulan spiritual dan mempercepat indra
spiritual. Sifat objektif baptisan itu adalah pekerjaan Allah di mana orang ini, kehidupan
individu ini, dipilih untuk mewarisi janji-janji perjanjian Allah dan menerima manfaat dari
kehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus. Di sini fondasi yang baik diletakkan untuk
seluruh kehidupan. Dalam pengertian ini, secara kualitatif, semua baptisan tanpa memandang
usia saat itu terjadi adalah baptisan anak. “Ketika kita belum berdaya, pada waktunya..
Kristus telah mati untuk kita” (Rm.5:6-8) dan dibutuhkan seumur hidup untuk menghayati
implikasi dari apa yang diberikan secara subjektif dalam karunia ini. Seperti yang dikatakan
John Mayendorff, menjelaskan posisi Bapa-Bapa Gereja Timur, “Baptisan adalah
kesungguhan yang kami terima untuk membuat berbuah.” Ada tujuan yang harus dipenuhi.
Tuhan berusaha untuk merombak dan membentuk kembali makhluk ini menjadi gambar
Tuhan sendiri, pengikut Kristus di dunia demi pembaharuan dunia. Dan ini membutuhkan
iman dan pemuridan yang sadar untuk mengenali Baptisan bukan hanya peristiwa satu kali
tetapi proses yang berkelanjutan.17
III. Kesimpulan
Perjamuan dan Baptisan Kudus bukan hanya suatu tanda kasih yang dimiliki setiap
orang Kristen, tetapi suatu Sakramen mengenai penebusan dosa manusia oleh pengorbanan
Kristus, sehingga sakramen bagi gereja Methodist menurut ajaran teologi John Wesley bukan
lagi sekedar tanda atau lambang, tetapi anugerah Allah yang telah menyelamatkan, Dia
bekerja dalam batin manusia untuk menghidupkan dan memperteguh iman kita kepada Allah
melalui Roh Kudus. Oleh karena itu, mengarah pada sermon John Wesley dalam The New
Birth, kami para pemakalah/penyaji menyimpulkan bahwa sakramen bukanlah tanda
seseorang lahir baru, namun ‘menunjukkan’ pada perayaan anugerah Allah, dengan baptisan
kita menjadi anggota tubuh Kristus, dengan Perjamuan Kudus kita menghidupi pengorbanan-
Nya.
16
Theodore Runyon,The New Creaton, John Wesley’s Theology Today, 142.
17
Theodore Runyon,The New Creaton, John Wesley’s Theology Today, 143-145.
7
Daftar Pustaka
Journal:
The Layman Journal, Vol. 2, No. 16 (Edisi April, 1853).