Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN Tn.

“A”
DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
DI IGD RSUP DR.SARDJITO

Disusun untuk memeneuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pembimbing : Septiana Fathonah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
RATIH HANDAYANI
3020193562
3C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

YOGYAKARTA

2021

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien Tn.”A” dengan Penyakit


Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di IGD RSUP DR.Sardjito. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat di
semester V, pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 06 November 2021
Tempat : RSUP DR.Sardjito

Praktikan

(Ratih Handayani)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(Nita Aprilia, S.Kep.,Ns) (Septiana Fathonah, S.Kep.,Ns.,M.Kep)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat
dan Rahmat-Nyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
lancar. Pada penyusunan laporan ini, penulis mendapat bantuan dari pihak lain
secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Septiana Fathonah, S.kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing Akademik


STIKES Notokusumo Yogyakarta atas pengarahan dan bimbingan yang
telah diberikan.
2. Nita Aprilia, S.Kep.,Ns selaku pembimbing lahan atas pengarahan dan
bimbingan yang telah diberikan.
3. Seluruh Perawat, Dokter, Koast dan staf IGD RSUP DR.Sarjidto yang
telah memberikan banyak pengalaman dan ilmunya kepada saya.
4. Seluruh teman - teman satu tim dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Notokusumo Yogyakarta dan kakak perawat yang telah memberikan
banyak ilmu dan masukan kepada saya.

Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari masih banyak


kekurangan dan penyusulan laporan ini, sehingga kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan demi perbaikan lebih lanjut.

Yogyakarta, 02 Desember 2021

(Ratih Handayani)

3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Medis

A. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial. Pemberian pengobatan
rutin jangka panjang yang tidak adekuat membuat frekuensi eksaserbasi
penyakit PPOK semakin tinggi. Sebagai contoh bronkhitis kronis dan
emfisema sudah tidak ytermasuk tetapi termasuk dalam ketegorui PPOK
(WHO, 2012).
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara
umum di tandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang terus
menerus biasanya progesif dan hubungan dengan peradangan kronis dan
peningkatan respon dalam saluran udara dan paru paru dari partikel bahaya
(Vestbo et.al, 2013)
Keluhan utama penderita PPOK dan sering adalah batuk,mengi,dahak
dan infeksi saluran nafas berulang,hal ini pada lansia sering ditemui
terutama pada status ekonomi yang rendah.

B. Etiologi
Menurut Smeltzer et al, (2013) penyebab PPOK terbagi menjadi beberapa
faktor :

1. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan penyebab utama bronkhitis dan emfisema
karena menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial serta
meningkatkan produksi mukus dan mengakibatkan batuk
berlebihan.

4
2. Polusi oleh zat
Semakin kotor udara semakin banyak juga kotoran yang masuk ke
dalam saluran pernafasan. Polutan yang dimaksud berasal dari
kendaraan bermotor, debu, gas maupun polusi dari dalam dalam
rumah (asap dapur). Sehingga semakin tinggi kadar polutan
semakin beresiko terkena PPOK (Danusantosa,2012).
3. Adanya infeksi
Haepohilus influenzza dan streptococcus pneumonia
4. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko penderita PPOK.
Usia 45-65 tahun usia yang paling sering dijumpai pada pasien
PPOK ( Padila,2012).
5. Faktor Genetik
6. Jenis kelamin
Laki laki lebih beresiko terkena PPOK dikarenakan kebiasaan
merokok
7. Pekerjaan
Penyakit yang beresiko tinggi adalah pekerjaan tambang emas dan
tambang batu bara karena debu batu bara
8. Faktor Sosial – Ekonomi

C. Manifestasi Klinik

Menurut Dianasari 2014, tanda gejala penyakit paru obtruktif kronis


(PPOK) adalah sebagai berikut :

1. Batuk
2. Sesak nafas
3. Kelemahan badan
4. Mengi atau wheezing
5. Ekspirasi yang memanjang
6. Penggunaan otot bantu pernafasan
7. Edema kaki dan jari tubuh

5
D. Pathway

6
E. Patofisiologi

Faktor resiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen


komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel –sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel- sel
penghasil mukus dan silia ini menganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabakan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus kental
dan adanya peradangan ( Jakson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator- mediator peradangan secara
progresif merusak struktur struktur penunjang paru dan mengakibatkan
hilangny elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus maka,ventilasi
berkurang. Saluran uadara kolaps terutama saat ekspirasi karena eskpirasi
normal terajdi akibat pengempisan paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian apabila tidak terjadi pengempisan pasif,maka udara
terperangkap didalam paru dan saluran uadara kolaps (Grace & Borley,
2011).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Chest X-ray : dapat menunjukan hiperinflasi paru-paru, diafragma


mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler
(bronchitis), dan normal ditemukan saat periode remisi (asma)
(Soemantri, 2011)

7
2. TLC (Total Lung Capacity) : meningkat pada bronchitis berrat dan
biasanya pada asma, menurun pada penderita emfisema (Soemantri,
2011)

3. Kapasitas Inspirasi : menurun pada penderita emfisema (Soemantri,


2011)

4. ABGs : menunjukan proses penyakit kronis, sering kali PO2


menurun dan PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan
emfisema). sering kali menurun pada asma dengan PH normal atau
asidosis, alkalosis respiratory ringan sekunder akibat terjadinya
hiperventilasi (emfisema dan asma sedang) (Soemantri, 2011)

5. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,


kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan
pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) (Muttaqin, 2014)

6. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya


peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofil
(asma) (Muttaqin, 2014)

7. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha i-antitysin yang


kemungkinannya berkurang pada emfisema primer (Muttaqin, 2014)

8. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum


pasien yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan
untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas
yang berulang merupakan peyebab dari ekserbasi akut pada
penderita penyakit paru obtruktif kronis (PPOK) (Muttaqin, 2014)

8
9. Pemeriksaan Penunjang Lainya meliputi : pemeriksaan ECG
(Elektro Kardio Graph) yang difungsikan untuk mengetahui adanya
komplikasi yang terjadi pad organ jantung yang ditandai oleh kor
pulmonale atau hipertensi pulmonal. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan uji provokasi brunkus, CT-scan resolusi tinggi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha i-antitysin (Putra PT
dkk, 2013)

G. Komplikasi

1. Infeksi Saluran Nafas

Biasanya muncul pada pasien penyakit paru obtruktif kronis (PPOK).


hal tersebut akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru
dan penurunan normal paru dan penurunan imunitas. Infeksi
biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera
mendapatkan perawatan dirumah sakit (Black, 2014)

2. Pneumothoraks Spontan

Pneumothoraks Spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong


udara dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb dapat
menyebabkan pneumothoraks tertutup dan membutuhkan
pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru
mnegembang kembali (Black, 2014)

3. Dypsnea

Pasien sering mengeluhkan sesak nafas yang muncul saat tidur (one
set dyspnea) dan mengakibatkan pasien sering terbangun dan sudah
tidur kembali diwaktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan otot
pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi jalan
nafas meningkat dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black,
2014)

9
4. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55mmHg


dengan nilai saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul gejala seperti sianosis
(Permatasari, 2016)

5. Asidosis Respiratori

Asidosis respiratori muncul akibat peningkatan nilai PCO2


(hiperkapnia). hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada
pasien akan menyebabkan gangguan tidur, amnesia, perubahan
tingkah laku, gangguan koordinasi, dan bahkan tremor (Hartono,
2013)

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit paru obtruktif kronis


(PPOK) menurut Mansjoer dalam Rahmadi, (2015) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, menjauhi


lingkungan dengan polusi udara sekitar yang kotor.

2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi.


Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan
S.Pneumonia.

b. Augmentin (amoksilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika


kuman penyebab infeksi adalah Influenzae dan B.Catarhalis
yang memproduksi beta lactamase.

c. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan


karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

10
d. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.

e. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan


adrenergic. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5mg atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g/IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi


saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini
perlu pemeriksaan obyektif dan fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

e. Mukolitik dan ekspektoran

f. Terapi jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas


tipe II

g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,


merasa sendiri, terisolasi, maka perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.

11
II. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari – hari atau berbulan – bulan,
wheezing, dan nyeri dada (Somantri, 2009).
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah
menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit
asma (Ghofur A, 2008).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi penyakit
ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran nafas bawah
(Somantri, 2009). Perawat dapat juga menanyakan tentang riwayat
penyakit pernafasan pasien.
4. Riwayat Merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru – paru, bronkitis
kronis dan asma. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
perokok. Pengobatan saat ini, alergi, dan tempat tinggal.
Anamnesis harus mencangkup hal – hal :
a. Usia mulainya merokok secara rutin
b. Rata – rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia menghentikan kebiasaan merokok
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asam sering kali ditemukan didapatkan adanya riayat
penyakit genetik atau keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya
tidak ditemukan adanya penyakit yang sama dengan anggota
keluarganya (Somantri, 2009).

12
6. Pola Kesehatan Sehari – Hari
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal
dengan asma harus mengubah gaya hidup sesuai yang tidak akan
menimbulkan serangan asma (Muttaqin, 2012).
a. Pola metabolik nutrisi
 A (Antropometri)
Penurunan berat badan secara bermakna (Somantri, 2012)
 B (Biochemical)
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000/mm terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat (Muttqin, 2012).
Pemeriksaan Arteri Blood Gas PaO2, hipoksia, paCOa, elevasi,
pH alkalosis (Somantri, 2012).
 C (Clinical)
Pengkajian tentang status nutrisi pasien meliputi jumlah,
frekuensi, dan kesulitan – kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya, pada pasien sesak nafas, sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena dipnea saat
makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang di alami oleh
pasien (Muttaqin, 2012).
 D (Diet)
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
b. Pola eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air
kecil. Kebiasaan ini akan menyebabkan feses menghasilkan
radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan (Mumpuni &
Wulandari, 2013).

13
c. Pola istirahat tidur
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien yang
meliputi berapa lama pasien tidur dan beristirahat, serta beberapa
besar akibat kelelahan yang dialami oleh pasien. Adanya
wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien (Muttaqin, 2012). Biasanya pasien asma susah
tidur karena sering batuk atau terbangun akibat sesak nafas
(Mumpuni & Wulandari, 2013).
d. Pola aktivitas
Menurut Somantri 2012 pola aktivitas sebagai berikut :
 ADL
 Pemeriksaan ekstermitas (atas dan bawah)
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pasien
Keadaan umum pada pasien PPOK yaitu composmentis, lemah,
dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan kepala dan wajah
Inspeksi : simetris, warna rambut hitam atau putih, tidak ada lesi,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena
jagularis dan kelenjar tiroid , terdapat bulu hidung, tidak
ada lesi, tidak ada kotoran hidung , tidak ada lesi, tidak
ada edema, konjungtiva merah muda, sclera putih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran vena jagularis dan kelenjar tiroid
c. Pemeriksaan thoraks
inspeksi : batuk produktif non produktif, terdapat sputu,=m yang
kental dan sulit dikeluarkan, bernafas menggunakan
otot – otot tambahan, ada sianosis (Somantri, 2009).
Pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, sulit
bicara karena sesak nafas (Marelli, 2008). Palpasi :
bernafas menggunakan otot – otot nafas tambahan
(Somantri, 2008). Takikardi akan timbul diawal serangan,

14
kemudian diikuti dengan sianosis sentral (Djojodibroto,
2016).
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak,
welsh, dan Mayer, 2012).
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada fase respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).
d. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid calcicula sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan
e. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit merata
Auskultasi : terdengar bising usus 12x/menit
Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
f. Pemeriksaan integumen
Inspeksi : struktur kulit halus, warna kulit sawo matang, tidak ada
benjolan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi spurum, batu tidak efektif,
kelebihan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan nafas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi.
4. Gangguan pola tidur
5. Intoleransi aktivitas

15
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dan saluran pernafasan untuk memperhatikan kebersihan
jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
a. Tidak bisa batuk
b. Suara nafas dalam
c. Perubahan frekuensi nafas
d. Perubahan irama nafas

Faktor yang berhubungan :

Lingkungan

a. Perokok pasif
b. Menghisap asap
c. Merokok

Obstruksi jalan nafas

a. Spasme jalan nafas


b. Mokus dalam jumlah berlebihan
c. Eksudat dalam jalan nafas
d. Adanya jalan nafas buatan
e. Sekresi bertahan/sisa sekresi
f. Sekresi dalam bronki

Fisiologis :

a. Jalan nafas alergik


b. Asma
c. Penyakit paru obstruktif kronik
d. Hioerplasi dinding bronkial
e. Infeksi
f. Disfungsi neuromuskular

16
Tujuan dan Kriteria Hasil :

NOC

a. Respiratory status : ventilation


b. Respiratory status : airway patency
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas

Intervensi Keperawatan :

NIC

Airway suction

a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning


b. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suction nasotrakeal
c. Monitor status oksigen pasien
d. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
e. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi 02

Airway Management

a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Berika bronkodilator bila perlu
g. Monitor respirasi dan status O2

17
DAFTAR PUSTAKA

Grace A. Piere, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora

Aksara Pratama.

Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha

Pubising.

Padila.2012. Buku Ajar : Keperawatan Meducal Bedah. Yogyakarta : Nuha

Medika.

Paramitha, P. (2020). ”Respon Pasien PPOK dengan Gangguan Pemenuhan

Oksigenasi Terhadap Penerapan Fisioterapi Dada Di Rumah Sakit Khusus

Paru”. (Doctoral dissertation, POLTEKKES KEMENKES

YOGYAKARTA).

Praptiwi, T. P., MUDZAKKIR, M., & PRIHANANTO, D. I. (2020). ”Asuhan

Keperawatan Klien yang Mengalami PPOK dengan Masalah Bersihan

Jalan Nafas Tidak Efektif”. (Doctoral dissertation, Universitas Nusantara

PGRI Kediri).

Rejeki, Arbanungsih Sri. (2020). Hubungan Pemakaian Bronkidilator Inhalasi

terhadap Frekuensi Kekambuhan ( Eksaserbasi) pada Penderita Penyakit

Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Usia Lansia, 1(2).

Oemiati, R. 2013. “Kajian Epidemiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK)”. Media Litbangkes Vol 23 No.2 : 82-88

Mansjoer. 2015. “Manajemen Keperawatan edisi 3”. Jakarta : Salemba Medika.

18
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik


yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial (WHO, 2012). Keluhan utama
penderita PPOK dan sering adalah batuk,mengi,dahak dan infeksi saluran
nafas berulang, hal ini pada lansia sering ditemui terutama pada status
ekonomi yang rendah. Menurut Smeltzer et al, (2013) penyebab PPOK
terbagi menjadi beberapa faktor seperti : merokok, riwayat penyakit, jenis
kelamin, pekerjaan, usia, dll. Pengobatan yang dapat yaitu seperti obat
bronkodilator, mukolitik seperti salbutamol serta menghentikan kebiasaan
merokok, dan menjauhi lingkungan dengan polusi udara yang kotor. Pada
Tn.A setelah datang di IGD dilakukan pengecekan TTV, dilanjutkan
pemberian asuhan keperawatan yang telah sesuai dengan kebutuhan pasien,
pemberian obat sesuai dengan advice dokter, serta pemeriksaan penunjang
lainya dan selama 1x2jam pasien telah kembali cukup stabil,

B. Saran

1. Bagi perawat
a. Memaksimalkan peralatan dalam proses tindakan keperawatan pada
pasien
b. Menyediakan pemeriksaan disesuaikan dengan jumlah pasien
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mengerti tentang konsep yang ada pada teori. Dan dapat
menerapkannya dilapangan
3. Bagi keluarga pasien
Ikut penatalaksanaan tindakan keperawatan sehingga tindakan
keperawatan mandiri untuk proses keperawatan dirumah setelah pasien
pulang.

30

Anda mungkin juga menyukai