Anda di halaman 1dari 12

Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020

e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

PENGARUH DOMINASI
KELOMPOK SANTRI DALAM Abstraksi
DINAMIKA PEMERINTAHAN DESA Kehidupan di desa selalu terkait erat dengan unsur
(Studi Kasus di Desa Wringinrejo budaya dan agama. Kedua aspek ini berdampak pada
Kabupaten Mojokerto) aktivitas yang terjadi di desa-desa, yang sebagian besar
adalah aktivitas pemerintahan. Oleh karena itu, penelitian
Jacko Ryan ini mengeksplorasi heterogenitas kelompok agama-
Departemen Ilmu Politik, Fakultas budaya di masyarakat pedesaan dan dampaknya
terhadap dinamika tata pemerintahan desa. Penelitian ini
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif di Desa
Universitas Airlangga
Wringinrejo, Kabupaten Mojokerto. Melalui penelitian ini,
teori Agama Jawa yang ditemukan oleh Clifford Geertz
Article history ditemukan tidak relevan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
Received : 26 Mei 2020 konvergensi antara kelompok Santri dan Abangan dan
Revised : 2 Juli 2020 terjadinya akulturasi budaya dan agama di Desa
Accepted : 7 Juli 2020 Wringinrejo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dinamika tata pemerintahan Desa Wringinrejo didominasi
*Corresponding author email: oleh kelompok Santri. Berbagai kegiatan politik juga
jacko.ryan-2017@fisip.unair.ac.id dilakukan oleh kelompok Santri dan telah mempengaruhi
berbagai kebijakan di desa.
No. doi: https://doi.org/10.24198/sawala.v1i2.27520

Kata kunci: abangan, pemerintahan desa, santri, variasi


religio-kultural.

Abstract

Life in the village was always closely linked to cultural and


religious elements. Both of these aspects get an impact on
the activity that occurs in the villages, most of which is the
activity of government. Therefore, this research explored
the heterogeneity of religious-cultural groups in rural
communities and their impact on village governance
dynamics. This research was conducted by a qualitative
descriptive method in the village of Wringinrejo, Mojokerto
Regency. Through this research, the theory of the
Javanese Religion invented by Clifford Geertz was found
irrelevant. This is indicated by the convergence between
the Santri the Abangan groups and the acculturation of
culture and religion in the Village of Wringinrejo. The results
of this research showed that the governance dynamics of
the Wringinrejo Village were dominated by the Santri
group. A variety of political activities also were performed
by the Santri group and have influenced various policies in
the village.

Keywords: abangan, religious-cultural variants, santri,


village government.

PENDAHULUAN kesejahteraan dalam masyarakat


Sebagai kesatuan masyarakat setempat. Definisi tersebut menjadikan
hukum, kehidupan di desa tidak bisa desa memiliki peran strategis dalam
dilepaskan dari dinamika politik. Undang- bangunan struktur politik nasional.
Undang No. 6 Tahun 2014 menerangkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
bahwa pemerintahan desa memiliki mengatur bahwa penyelenggaraan
wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan desa dijalani oleh
urusan pemerintahan dengan tetap Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan
memperhatikan berbagai unsur lokal yang Desa (BPD). Didalamnya terdapat kepala
terdapat di daerahnya demi terwujudnya desa yang dibantu oleh segenap

91
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

perangkat desa yang berstatus Pegawai Kabupaten Mojokerto sebagai tempat


Negeri Sipil (PNS) seperti sekretaris desa, penelitian. Desa Wringinrejo yang diambil
kepala urusan dan kepala lingkungan. dari kata ‘Wringin’ yang berarti Beringin
Adapun Badan Perwakilan Desa (BPD) dan ‘Rejo’ yang berarti ramai. Melalui
yang menjalankan fungsi legislasi etimologi itu, Wringinrejo dapat diartikan
beranggotakan wakil-wakil masyarakat sebagai “pohon beringin yang ramai”.
Desa yang berada di tiap rukun warga. Desa-desa pada wilayah tersebut memiliki
Pada umumnya, mereka terdiri dari hubungan interdependensi antara agama
pemuka agama, adat, organisasi sosial dan masyarakat. Muncul implikasi bahwa
politik, golongan profesi dan unsur pemuka terdapat pengaruh agama terhadap
masyarakat lainnya. masyarakat dan pengaruh masyarakat
Keterlibatan masyarakat pada terhadap agama. Dalam tulisan ini, akan
struktur pemerintahan desa seperti ini dielaborasi lebih lanjut mengenai
memunculkan implikasi atau pengaruh hubungan interdependesi tersebut,
timbal balik diantara keduanya. Salah terkhusus dalam penyelenggaraan
satunya dalam segi religio-kultural yang pemerintahan Desa Wringinrejo.
melekat pada kehidupan masyarakat Penelitian serupa pernah dilakukan
pedesaan di Indonesia. Salah satu teoritisi Setyawan dan Khotimah. Penelitian
yang menyorot hal demikian yakni Clifford bertajuk “Politik Akomodatif dalam
Geertz. Agama Jawa, dalam Masyarakat Multi Agama” mengungkap
pandangannya, merupakan dampak peran pemerintah desa dalam
sosiologis dari adanya hubungan mewujudkan kerukunan umat beragama di
interdepedensi antar masyarakat. Geertz desa. Lembaga resmi desa yang
dikenal melalui klasifikasinya terhadap direpresentasikan oleh Badan
masyarakat Islam-Jawa ke dalam tiga Permusyawaratan Desa (BPD) dan
varian, yaitu: abangan, santri, dan priyayi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(Kahmad, 2009). Munculnya variasi religio Desa (LPMD) menjalankan berbagai
kultural tersebut karena dilatarbelakangi kegiatan yang dapat menumbuhkan
stratifikasi yang terdapat di desa-desa semangat gotong royong dan
Jawa. Hal tersebut dapat terjadi karena musyawarah mufakat dalam masyarakat.
terdapat pengaruh dari desa, pasar dan Dengan itu, pemerintah desa berhasil
pemerintah selaku struktur sosial utama menghadirkan suatu politik akomodatif
yang tedapat di desa. Ketiga kelompok yang dapat menampung segala
tersebut juga memiliki ciri khasnya masing- kepentingan masyarakat beragama di
masing. Abangan yang berciri animistik, desa (Setyawan & Khotimah, 2019). Juga
Santri yang didominasi oleh karakteristik penelitian dari Chalik bertajuk “Sintesis
Islam serta Priyayi yang menekankan aspek Mistik dalam Kepemimpinan Politik Jawa”.
Agama Hindu (Mahasin, 1981). Penelitian tersebut menganalisis kehidupan
Tipologi yang digagas oleh Geertz sosial budaya dari masyarakat Jawa yang
tersebut dipandang bukan saja tidak terlepas dari nilai mistik-spiritual dan
berdampak pada kehidupan sosial dalam berpengaruh pada kepemimpinan politik
masyarakat Jawa, namun juga pada di ruang publik (Chalik, 2015).
kehidupan politik desa. Hal tersebut Berdasarkan latar belakang di atas,
misalnya tercermin pada keterwakilan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
masing-masing kelompok dalam yang berjudul: “PENGARUH DOMINASI
pemerintahan desa. Berbagai kelompok KELOMPOK SANTRI DALAM DINAMIKA
berbasis religius- kultural dimungkinkan PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Desa
dapat mempengaruhi pembuatan dan Wringinrejo Kabupaten Mojokerto)”.
pelaksanaan keputusan di desa. Jika
sampai pada tahap ini, konflik kepentingan KAJIAN PUSTAKA
di antara kelompok-kelompok tersebut Abangan, Santri, dan Priyayi
menjadi tidak terhindarkan hingga Geertz mendefinisikan variasi religio
memunculkan konflik di dalam masyarakat kultural masyarakat Jawa ke dalam ketiga
desa itu sendiri. istilah: Abangan, Santri, dan Priyayi. Santri
Dalam penelitian ini, penulis memilih digambarkan Geertz sebagai suatu
Desa Wringinrejo, Kecamatan Sooko, kelompok Muslim yang taat menjalankan

92
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

ritus keagaaman (Marsono, 2000). Santri Soekanto juga memberikan ciri-ciri


didefinisikan oleh Geertz sebagai kelompok dari desa, antara lain: (1) mempunyai
yang terpelajar, melek huruf, dan pandai hubungan yang lebih erat dan mendalam,
menulis (Madjid, 1997). Kesalehannya (2) sistem kehidupan biasanya
ditandai dengan rajin menjalankan ibadah berkelompok atas dasar kekeluargaan, (3)
shalat lima waktu dengan berjamaah di cara bertani sangat tradisional dan tidak
masjid, shalat jumat, shalat ‘id, dan puasa efisien karena belum mengenalnya
Ramadhan (Geertz, 1960). Sebaliknya mekanisme pertanian, (3) golongan orang-
untuk kelompok Abangan secara etimologi orang tua memegang peranan yang
berasal dari bahasa Arab (aba’an). Ini bisa penting, (4) pengendalian sosial
diartikan sebagai orang Islam Jawa yang masyarakat masih sangat terasa kuat, (5)
tidak sering memperhatikan ajaran agama rasa persatuan erat sekali, saling mengenal
Islam, kurang teliti dalam memenuhi dan menolong, (5) dan dari sudut
perintah-perintah agama, masih nampak pemerintahan, hubungan antara
sinkretismenya atau masih terikat dengan penguasa dengan rakyat berlangsung
unsur-unsur lokal pra-Islam dan Hindu- secara tidak langsung karena segala
Buddha sehingga sering dinamakan sesuatu berjalan atas dasar musyawarah
dengan “Agama Jawa”. (Soekanto, 1990).
Kelompok Santri dan Abangan
yang didefinisikan Geertz menghasilkan Pemerintahan Desa
banyak respon. Salah satunya yakni MM Dalam mengurus kepentingan
Billah yang menyebut bahwa tipologi masyarakat, desa memiliki otonominya
Geertz belum menggambarkan realitas tersendiri. Hal tersebut menjadi penting
Masyarakat Jawa seutuhnya. Adapun karena otonomi memberi hak sepenuhnya
yang menjadi unsur-unsur (indikator) yang kepada pemerintah desa mengatur dan
dipergunakan dalam penentuan santri- mengurus rumah tangganya sendiri
abangan adalah: (1) sembahyang lima kali berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
sehari, (2) membaca Al-Quran, (3) setempat (self-governing community).
kepergian ke pondok (pesantren), (4) Setidaknya ada dua hal yang disorot
keanggotaan dalam NU, (5) dalam definisi otonomi desa: pertama
penyelenggaraan selametan, (6) yakni pemberian dan pelimpahan
sembahyang Jumat, (7) puasa Rahmadan, wewenang kepada pemerintah desa
dan (8) minat terhadap lagu-lagu Arab untuk mengatur wilayahnya sendiri
(irama padang pasir)(Billah, 1984). (desentralisasi) dan yang kedua yakni
Tipologi tersebut dapat terbentuk di adanya usaha untuk menghargai unsur
desa apabila kondisi di desa terdapat lokal dari masing-masing desa.
interaksi yang masih terjalin erat antara Dua hal tersebut mengubah arah
satu sama lain. Soekanto merumuskan pembangunan dalam Undang-Undang
interaksi sosial sebagai hubungan sosial Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
yang dinamis yang menyangkut hubungan Desa. Dahulu, pemerintahan desa
antara orang perorangan, antara dijalankan secara seragam dan
kelompok – kelompok manusia, maupun menghilangkan keragaman budaya dan
antara orang perorangan dengan agama yang terdapat di desa-desa. Hal
kelompok manusia. Interaksi semacam tersebut dilakukan karena pengaruh
demikian akan terlihat lebih dominan modernisasi yang kuat sehingga
apabila terjadi benturan antara meniadakan penghargaan akan kearifan
kepentingan perorangan dengan lokal. Karena itu, pemerintahan desa
kepentingan kelompok. Interaksi sosial berjalan sangat sentralisitis (top-down)
hanya berlangsung antara pihak – pihak sehingga partisipasi masyarakat diabaikan
apabila terjadi reaksi terhadap dua belah dan bahkan terhalang oleh peran birokrat.
pihak. “Reaksi” disini yang disebutkan Pasca Orde Baru, pemberdayaan
Soekanto sebagai salah satu syarat dalam pemerintahan desa dilakukan. Pendekatan
interaksi sosial. Ketika tidak ada pengaruh yang bersifat partisipatoris terus diusahakan
dan reaksi dalam sistem sosial, maka dalam pemerintahan desa. Pendekatan
interaksi sosial tidak mungkin terjadi dalam demikian sejatinya merupakan manifestasi
masyarakat (Soekanto, 1990). dari pelaksanaan demokratisasi dengan

93
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

melibatkan elemen masyarakat dalam leluasa mengelola pemerintahan dan


pembuatan kebijakan publik (Suzetta, pembangunan.
2007). Hal ini bermanfaat untuk mencapai Model ketiga yakni model integrasi
asas good governance dalam antara legitimasi adat atau agama dan
penyelenggaraan pemerintahan. Dengan birokrasi desa. Dalam konteks ini, desa tidak
itu pula, masyarakat lokal akan berperan bisa sepenuhnya melarang aturan adat
sebagai tuan rumah dan menjadi pelaku atau agama. Beberapa cara yang dapat
penting dalam pengembangan desa mulai dilakukan yakni desa membuat aturan-
dari tahapan perencanaan, pengawasan, aturan sosial dalam kegiatan-kegiatan
hingga implementasi (Wearing & Mc adat. Melalui musyawarah, perangkat
Donald, 2002). desa bersama tokoh adat atau agama
Partisipasi masyarakat dalam menetapkan sanksi dan aturan lokal yang
pemerintahan desa merupakan komponen disepakati bersama sehingga kebudayaan
terpenting dalam upaya pertumbuhan dan nilai-nilai agama dapat
kemandirian dan proses pemberdayaan diinstitutionalisasikan melalui peraturan
(Adiyoso, 2009). Kombinasi antara desa.
kebutuhan, aset lokal dan prakarsa lokal Model keempat yakni adanya
banyak desa menghadirkan kewenangan dualisme antara adat dan desa sehingga
lokal dalam perencanaan dan tercipta pembagian wewenang. Desa
penganggaran, baik yang berorientasi dinas akan bertugas dalam urusan birokrasi
pada pelayanan publik maupun pemerintahan dan desa adat akan
pengembangan ekonomi lokal. menjalankan tugas dan fungsi kearifan
Dalam merespon budaya yang lokal yang ada. Model yang terakhir yakni
terdapat di desa, ada lima model dikenal dengan nama kelurahan. Model
pemerintahan yang dapat dijalani seperti ini berlaku pada kota-kota modern
(Suwaryo, 2011). Model pertama yakni di mana daerah tersebut sudah tidak
desa murni adat. Konteks dari model mempunyai adat dan desa lagi. Kelurahan
tersebut yakni adanya desa yang memiliki yang dipimpin oleh seorang lurah bertugas
nuansa adat yang kental sehingga menjalankan berbagai administrasi
masyarakat sangat memiliki keterikatan pemerintahan yang berasal dari tingkat di
pada adat istiadat maupun agama. atasnya (kecamatan, kota, dan lain-lain).
Kedua hal tersebut sangat terkait dengan
proses perubahan ekonomi, sosial dan METODE
politik dari masyarakat pada tempat di Penelitian ini menggunakan metode
mana budaya tradisional tersebut melekat. kualitatif-deskriptif. Metode tersebut sejalan
Model ini meniadakan birokrasi dengan karakteristik dari penelitian ini yang
pemerintahan sehingga urusan masyarakat berusaha melihat proses alamiah yang
desa dilimpahkan kepada kecamatan terjadi di masyarakat (Sugiyono, 2016).
atau tingkat di atasnya dan tentunya Penelitian dilakukan dalam lingkup Desa
meminimalisir konflik antara administrasi Wringinrejo Kabupaten Mojokerto dengan
desa dengan adat istiadat. menggunakan pendekatan religio kultural.
Model kedua yakni desa Penelitian kualitatif tidak dapat
administratif yang berlaku di daerah yang digeneralisasi, sehingga hasil dari penelitian
mana adat istiadat dan keagamaannya ini tentu tidak dapat digunakan untuk
yang mulai memudar. Globalisasi yang menggambarkan atau mencerminkan
menawarkan akses desa ke kota semakin kondisi di luar Desa Wringinrejo Kabupaten
terbuka menyebabkan penyelenggaraan Mojokerto.
pemerintahan desa sudah mengalami Subjek dalam penelitian ini adalah
perubahan di mana yang semula berbasis elemen-elemen masyarakat Desa
hukum ataupun lembaga adat atau Wringinrejo Kabupaten Mojokerto. Lebih
agama berubah menjadi birokrasi yang rinci lagi, subjek-subjek penelitian tersebut
modern dan mapan. Tegangan antara terbagi dalam beberapa kelompok seperti
legitimasi adat atau agama dan birokrasi (1) tokoh masyarakat, (2) masyarakat desa,
desa tidak tercipta dalam model ini (3) ketua lembaga-lembaga budaya dan
sehingga pemerintah desa dapat lebih agama di desa, (4) pemerintah desa dan
berbagai perangkatnya.

94
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

Teknik pengumpulan data yang jaring aspirasi warga dilaksanakan ditingkat


digunakan yakni berdasarkan wawancara. RT yang pada umumnya dilakukan satu
Dalam teknik wawancara terstruktur, bulan sekali untuk menyampaikan
peneliti dapat memperoleh informasi berbagai permasalahan dan keluhan yang
secara lisan menggunakan pedoman dihadapi warga. Dari tingkat RT itu
wawancara yang telah tersusun secara kemudian dibawa dalam suatu
sistematis dan terperinci untuk musyawarah ditingkat dusun untuk
pengumpulan data berdasarkan mencapai suatu pemecahan solusi.
permasalahan yang akan ditanyakan. Apabila tidak menemukannya ditingkat
Teknik wawancara berupa pertanyaan dusun, maka akan dibahas dalam
yang terstruktur dan memiliki garis-garis musyawarah desa. Terdapat aktivitas
besar pertanyaan sesuai dengan rumusan lainnya seperti rapat rutinan minimal satu
masalah. Teknik kedua yang digunakan bulan sekali bersama Ketua RW, Kepala
dalam penelitian ini yakni observasi. Itu Desa, BPD dan elemen masyarakat terkait
merupakan suatu proses melihat, untuk membahas permasalahan yang
mencatat, serta pengamatan terhadap sedang terjadi.
data primer yang berkaitan dengan Masyarakat Desa Wringinrejo mayoritas
perilaku manusia, fenomena sosial, bentuk beragama Islam dengan komposisi
fisik varian budaya dengan menggunakan terbanyak yakni Nahdlatul Ulama (NU),
pedoman observasi. Peneliti juga terlibat Muhamadiyah dan LDII. Hampir 98% jumlah
dalam interaksi sosial di arena kegiatan penduduk mayoritas penduduk NU,
yang diamati dan diwujudkan oleh terdapat 3 kepala keluarga
tindakan pelakunya. Muhammadiyah, LDII berjumlah 5 kepala
keluarga dan Kristen 1 kepala keluarga.
HASIL Dengan komposisi penduduk demikian,
Keadaan Penduduk Desa Wringinrejo desa didominasi oleh kelompok varian NU
Desa Wringinrejo merupakan salah dengan berbagai kebiasaannya hingga
satu desa yang ada di Kecamatan Sooko menjadi sebuah budaya dalam
Kabupaten Mojokerto yang memiliki masyarakat. Dalam musyawarah desa,
daerah dengan tinggi rata-rata aspirasi setiap masyarakat merupakan hal
permukaan laut 30 meter dengan luas utama yang sangat penting. Tidak melihat
wilayah 1.70 km2 (tidak termasuk hutan dari kelompok mana masyarakat tersebut,
negara) dengan penduduk sejumlah 2.870 suara mereka tetap diperhitungkan.
jiwa. Data penduduk Desa Wringinrejo Aspirasi yang telah dijaring berdasarkan
sendiri berjumlah 2.615 jiwa dengan pertimbangan skala prioritas akan menjadi
komposisi penduduk laki-laki berjumlah bahasan dari setiap musyawarah desa dan
1.320 jiwa dan penduduk perempuan setiap masyarakat memiliki hak suara yang
berjumlah 1.295 serta terdapat 664 rumah sama. Selain kelompok varian tersebut,
tangga. Selain dimanfaatkan untuk terdapat juga berbagai organisasi di desa
permukiman penduduk, lahan sekitar desa seperti PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani
juga digunakan untuk mengembangkan dan lain sebagainya yang dapat
desa baik pertanian, insfrastruktur serta digunakan sebagai wadah dalam
inovasi lain yang dapat dipergunakan beraktualisasi warga desa.
sebagai fasilitas yang dapat dinikmati Aspirasi-aspirasi warga didapatkan
untuk umum. melalui sebuah acara perkumpulan rutin
Terdapat tiga dusun dalam Desa warga desa baik organisasi bentukan
Wringinrejo yakni Dusun Wringinrejo pemerintahan desa maupun perkumpulan
sebagai pusat kegiatan (termasuk pusat acara keagamaan seperti, pengajian,
pemerintahan desa), Dusun Sambirejo dan perkumpulan acara muslimat dan lain-lain.
sebelah Selatan terdapat Dusun Menurut warga Desa Wringinrejo, kegiatan
Jambangan. Setiap dusun diberi otonomi tersebut lebih efektif dilakukan pada saat
mengurus masyarakatnya dan kemudian acara keagamaan karena baik dari segi
dipertanggungjawabkan kepada desa intensitas, acara keagamaan sering
dalam periode tertentu dan bertahap diadakan dan dalam segi relasi, terdapat
melalui musyawarah. Sebelum kedekatan antar individu yang terlibat
mengadakan suatu musyawarah desa, didalamnya. Hal demikian sangat efektif

95
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

dalam membangun sebuah komunikasi Kelompok- kelompok masyarakat yang


yang harmonis antarwarga. Kegiatan ada di Desa Wringinrejo juga identik
lainnya yang terdapat di Desa Wringinrejo dengan kelompok Muslim NU seperti IBNU,
antara lain Musyawarah Desa (Musdes) PBNU, Banser, Anshor, dan kelompok
maupun Musyawarah Rencana bentukan desa seperti Karang Taruna,
Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Kelompok Tani (Kelompok Tani Makmur I
Selain Perangkat desa berupa Kepala Desa dan Kelompok Tani Makmur II) dengan
beserta jajarannya dan BPD, kelompok- pembagian berdasarkan wilayah yang
kelompok dalam seluruh elemen minimal luasnya 30 hektare dan harus
masyarakat juga dilibatkan dan secara resmi terdaftar dalam Kementrian
menunjukkan partisipasinya. Itu terlihat Pertanian.
kelompok masyarakat seperti Karang Mata pencaharian masyarakat sekitar
Taruna, PKK, KPM (Kader Pemberdayaan 15% yaitu petani, dengan kaum muda
Masyarakat) yang berguna untuk bekerja disektor pabrik, industri sepatu,
menjaring aspirasi masyarakat di tingkat RT industri helm, kerajinan kayu bahkan
maupun lembaga-lembaga keagamaan mebel. Mayoritas petani tergantikan oleh
seperti IBNU, Muslimat, Fatayat, Anshor dan industrialisasi sehingga hampir sulit
lain sebagainya. menemukan petani yang benar-benar
Perekrutan anggota perangkat desa menggarap sawah. Rata-rata lahan
maupun BPD dititkberatkan pada pertanian disewakan kepada pengusaha
profesionalitas dan transparan yang luar dan petani di Desa Wringinrejo hany
berdasarkan kapabilitas individu. berstatus sebagai buruh tani. Desa
Sedangkan pemilihan anggota BPD Wringinrejo juga melakukan suatu bentuk
dilakukan secara musyawarah bersama pelatihan agar warga desa dapat
untuk mencapai mufakat dan diharapkan memanfaatkan lahan untuk meningkatkan
mampu menghasilkan calon yang dapat pendapatan keluarga seperti menanam
membawa aspirasi masyarakat secara tanaman jamu di lahan kosong sekitar
baik. rumah. Selain menambah nilai guna dari
Acara keagamaan berkembang lahan, hal tersebut juga dapat
menjadi budaya dalam masyarakat di meningkatkan pendapatan keluarga.
Desa Wringinrejo. Acara keagamaan
seperti Pengajian, Tahlillan, Diba’an, dan Keadaan dan Perkembangan Politik Desa
sebagainya lambat laun mengikis budaya Sebagaimana hasil Pemilu 2014 lalu,
masyarakat Jawa seperti pertunjukan partai yang mendominasi suara di
Wayang, Orkes, Reog, Gamelan dan lain- Kabupaten Mojokerto yakni Partai
lain. Budaya yang berasal dari Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan
kepercayaan Kejawen hampir sudah tidak perolehan sebanyak 16.839 suara. Dalam
ditemui dalam masyarakat desa dan hal ini, masyarakat Kabupaten Mojokerto
seluruhnya diganti dengan kegiatan- masih melekatkan dirinya pada identitas
kegiatan keagamaan seperti Tahlilan, Presiden Abdurahman Wahid yang
Yasinan, Diba’an, Hadrah, Rebana dan merupakan tokoh NU karena sebagian
Banjari yang dilakukan secara rutinan tiap besar warga Kabupaten Mojokerto
minggu secara bergilir. Adat istiadat yang merupakan warga NU. Lalu perolehan
masih dilestarikan di Desa Wringinrejo yang kedua disusul oleh Partai Demokrasi
berupa “Ruwat Desa”, yaitu kegiatan Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan
pengajian bersama yang dilakukan secara perolehan sebanyak 13.949 suara.
turun-temurun oleh warga desa. Ruwat Di Desa Wringinrejo sendiri, partai
Desa dilaksanakan menjelang bulan dengan perolehan suara terbanyak adalah
Ramadan dan menjadi simbol akan rasa PKB. Warga Desa Wringinrejo banyak
syukur atas nikmat yang telah diberikan memilih PKB karena memang mayoritas
Sang Pencipta kepada penduduk desa. warga Desa Wringinrejo adalah NU dan
Kegiatan Ruwat Desa dapat diikuti oleh memiliki ideologi yang sejalan dengan NU.
segenap masyarakat, tanpa membeda- Setelah PKB, hasil perolehan suara
bedakan latar belakang setiap terbanyak kedua adalah PDIP. Untuk hasil
masyarakat. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di
Desa Wringinrejo, pasangan Joko Widodo

96
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

dan Maaruf Amin unggul dibanding


dengan hasil suara pasangan Prabowo
Subianto dan Sandiaga Uno dengan
presentase sebesar 75% - 25%, atau jika Peta Desa
dilihat dengan hasil suara sebesar 1.286
suara untuk pasangan calon nomor urut 01
dan perolehan suara 494 suara untuk
pasangan calon nomor urut 02.
Pencapaian tersebut lagi-lagi menunjukan
jika kelompok mayoritas membawa
dampak dan pengaruh yang cukup besar
dalam dinamika politik di Desa
Wringonrejo.

Struktur Pemerintahan Desa

Gambar 2
Gambar 1
Peta Desa Wringinrejo
Struktur Pemerintahan Desa Wringinrejo
PEMBAHASAN
Gambar di atas merupakan struktur
Variasi Kelompok Religio Kultural
pemerintahan Desa Wringinrejo,
Keadaan di Desa Wringinrejo lebih
Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto,
didominasi Islam dengan aliran Nadlatul
Jawa Timur. Kepala Desa yakni yang
Ulama (NU). Walau tidak menutup
diemban oleh Suhartono dan sejajar
kemungkinan, terdapat kelompok
dengan Kepala Desa ada BPD yang
masyarakat beraliran dan beragama lain
diketuai oleh Heru. Kepala Desa dibantu
walau dengan jumlah yang sangat sedikit.
tugasnya dengan beberapa perangkat
Realitas demikian yang kemudian
Desa yang ada yakni: Sunarsih (Sekretaris
menegaskan kritik dari Billah terhadap
Desa), Kepala Urusan Pemerintahan (Nur
konsep Agama Jawa menurut Clifford
Syamsi Azizah) dan Kepala Urusan Umum
Geertz. Billah menekankan tipologi Agama
(Kusbintariyah). Terdapat dua jabatan
Jawa masih belum bisa menampung
yang kosong yakni Kepala Urusan
kenyataan yang sebenarnya (complexcity)
Kesejahteraan dan Kepala Urusan Umum.
dari sifat kejamakan (pluralism) masyarakat
Membawahi Kepala Desa yakni terdapat
(Billah, 1984).
tiga Kepala Dusun yang terdiri dari Kepala
Karakteristik utama yang membedakan
Dusun 1 yang diemban oleh Sutikno,
kelompok santri Desa Wringinrejo dengan
Kepala Dusun II yang diemban oleh Sholeh
tipologi menurut Geetz yakni penerimaan
dan Kepala Dusun III yang diemban oleh
mereka pada budaya lokal. Kegiatan
Sugiarno.
keagamaan yang dihayati masyarakat
tidak terbatas seperti yang disebutkan
Geertz, yakni ibadah shalat lima waktu
dengan berjama’ah di masjid, shalat
jum’at, shalat ‘id, dan puasa Ramadhan,
namun justru melebar pada kegiatan-
kegiatan duniawi (Geertz, 1960).

97
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

Hal tersebut nampak dalam Ruwat memperingati peristiwa kematian,


Desa. Itu adalah tradisi turun temurun yang kelahiran, dan pernikahan. Hal demikian
dilakukan penduduk desa tersebut sebagai ditandai dengan keberadaan situs-situs
ungkapan syukur atas hasil panen sekaligus keramat yang menempati peran penting
mohon keselamatan pada Tuhan Yang dalam kosmologi spiritual masyarakat
Maha Esa. Berdasarkan wawancara abangan (Permana, 2010). Fenomena
dengan Sekretaris Desa yang juga serupa nyatanya dapat ditemukan di Desa
merupakan penduduk asli dari Desa Wringinrejo. Misalnya dengan praktik
Wringinrejo, dapat ditemukan bahwa spiritual guna memperingati peristiwa
tradisi Ruwat Desa sudah dijalankan sejak kematian masih terjadi di Desa Wringinrejo.
1982. Namun lambat laun, praktik tersebut Peringatan tersebut tentunya dilakukan
berkembang dengan adanya unsur-unsur sesuai dengan ajaran agama Islam.
religi yang ada dalam tradisi Ruwat Desa. Namun itu tidak berlaku dengan
Itu terwujud dengan menghadirkan kyai keberadaan situs-situs keramat. Di Desa
untuk ceramah agama dalam tradisi Wringinrejo sendiri terdapat satu makam
Ruwat Desa. Artinya, unsur santri leluhur. Itu adalah makam Mbah Imam
sebagaimana yang digagas oleh Geertz Tauhid atau yang dikenal sebagai Mbah
hadir dalam unsur budaya yang selama ini Cukit. Ia merupakan tokoh penyebar
justru melekat pada kaum abangan. Tradisi agama Islam di Desa tersebut.
yang dijalani masyarakat di Desa Sebagaimana penuturan dari informan
Wringinrejo tidak dapat dilepaskan oleh yang merupakan warga desa, keberadaan
nilai-nilai agama. Diundangnya kyai dalam makam tersebut tidak dikeramatkan oleh
acara tersebut bertujuan untuk warga Desa Wringinrejo, sehingga praktik-
mendoakan masyarakat. praktik spiritual khas abangan
Walaupun di satu sisi Desa Wringinrejo sebagaimana dituliskan Permana tidak
memiliki kekuatan secara religius, namun nampak di Desa Wringinrejo. Berdasarkan
tidak menutup kemungkinan juga terjadi penuturan informan, peziarah makam dan
praktik-praktik yang tidak berciri-khas praktik-praktik pemujaan terhadap makam
kelompok santri. Kelompok abangan, di justru banyak dilakukan oleh warga yang
mana didefinisikan oleh Mufidah sebagai berasal dari luar Desa Wringinrejo.
suatu kelompok yang akrab dengan dunia
hitam dengan perilaku dan budaya Konvergensi Santri dan Abangan
melanggar norma agama seperti pasif Modernitas yang sudah tidak dapat
menjalankan ritual agama, bahkan dihindarkan pada masa kini tampaknya
cenderung konfrontatif terhadap kelompok juga mengaburkan dikotomi santri dan
santri, suka mabuk-mabukan, judi togel, abangan. Keduanya pada masa kini tidak
prostitusi dan kondisi ekonomi lemah dipahami sebagai dua kutub yang selalu
semakin menghalangi penetrasi mereka ke berseberangan. Dimensi material – spiritual,
dalam zona santri khususnya pondok ritual-rasional di kalangan santri, dan
pesantren (Mufidah, 2012). Fenomena abangan telah menyatu, atau minimal
tersebut juga terjadi di Desa Wringinrejo. bersinggungan sehingga dapat
Dalm sesi wawancara dengan salah satu disimpulkan bahwa banyak orang yang
Ketua Rukun Tetangga (RT), terungkap termasuk dalam kategorisasi santri, namun
bagaimana kegiatan sabung ayam kerap mulai terbuka pada kegiatan-kegiatan
kali dilakukan warga Desa Wringinrejo. yang sebenarnya diperuntukkan untuk
Dominasi kelompok santri di Desa kelompok abangan, begitu juga
Wringinrejo tampak belum bisa mereduksi sebaliknya.
berbagai kegiatan yang kontra dengan Sebaliknya, Geertz juga menyebutkan
nilai-nilai santri. bahwa setiap variasi sosial budaya
Dalam penelitiannya akan masyarakat Jawa memiliki kehidupan yang
kontestasi abangan-santri pasca Orde Baru ekslusif dengan kelompok sosial budaya
di Pedesaan Jawa, Yogi Setya Permana lainnya. Pada masa ini, sikap tersebut
merumuskan bahwa Kalangan abangan sudah terkikis. Perjumpaan dan keadaan
Islam Jawa masih menghayati ritus sosial yang semakin berkembang
slametan yang menandai setiap fase mendorong setiap kelompok variasi sosial
kehidupan orang Jawa seperti budaya mewujudkan dialog antar budaya

98
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

dan agama, membangun inklusivitas namanya. Namun di sisi lain, banyak


kelompok dan kerja sama yang harmoni. anggota dari kedua komunitas tersebut
Dialog antar budaya dan agama tersebut juga bergerak di berbagai bidang seperti
jelas akan menyingkap segi-segi positif dari bidang sosial dan ekonomi. Itu dijelaskan
semua pihak yang selama ini tertutup oleh ketika peneliti mewawancarai Sekretaris
eksklusivitas dan egosentrisme masing- Desa yang sekaligus juga merupakan
masing kelompok. anggota dari Fatayat Nahdlatul Ulama. Ia
Kritik senada disebutkan oleh Permana menceritakan bahwa banyak anggota
yang menyebutkan bahwa masyarakat Muslimat Nahdlatul Ulama dan Fatayat
abangan Islam Jawa saat ini bersifat lintas Nahdlatul Ulama juga bergerak dalam
kelas, terbuka untuk segala lapisan bidang sosial seperti menjengkuk keluarga
penduduk dan profesi. Pedagang, desa yang sakit dan mengikuti pelatihan
pegawai negeri, petani, buruh bangunan memandikan jenazah. Kerjasama-
adalah beberapa contoh profesi kerjasama juga dilakukan dengan
pekerjaan yang dipegang oleh kelompok sosial lainnya yakni dengan
masyarakat Islam Jawa. Ini berbeda kelompok Pembinaan Kesejahteraan
dengan Geertz yang melihat bahwa Keluarga (PKK). Juga banyak wanita yang
distingsi abangan-santri erat kaitannya merupakan anggota Muslimat Nahdlatul
dengan basis ekonomi atau pekerjaan Ulama dan Fatayat Nahdlatul Ulama
tertentu (Permana, 2010). tergabung sebagai anggota dari kelompok
Berbagai kritik dan inrelevansi terhadap sosial lainnya seperti Kelompok Wanita Tani
tipologi Geertz inilah yang kemudian dilihat (KWT).
peneliti terjadi dalam situasi dan kondisi di Hal tersebut dapat menjadi bukti yang
Desa Wringinrejo. Pada analisis sub bab di menguatkan bahwa telah terjadi
atas telah ditunjukkan bahwa walaupun konvergesi antara kelompok santri dan
pada awalnya Desa Wringinrejo memiliki abangan yang ada di Desa Wringinrejo.
tradisi khas yang dijalani (Cok Bakal dan Kedua hal di atas menunjukkan bahwa
Ruwat Desa), yang sebagaimana banyak orang yang termasuk dalam
disebutkan oleh tipologi Geertz bahwa itu dalam kategorisasi santri, namun mulai
semua dijalani oleh kelompok abangan, terbuka pada kegiatan-kegiatan yang
nyatanta telah mendapatkan penyesuaian sebenarnya diperuntukkan untuk kelompok
oleh kelompok santri melalui proses abangan, begitu juga sebaliknya.
akulturasi. Dalam Ruwat Desa misalnya
dilibatkan kyai-kyai setempat dan Pengaruh Kelompok Santri dalam
pembacaan doa-doa serta ayat Al-Quran Pemerintahan Desa
yang sebenarnya hal itu lebih mengarah 1. Struktur Pemerintahan Desa
pada kelompok santri. Masing-masing Dalam variasi sosial budaya di
kelompok, baik santri maupun abangan pemerintahan, Geertz menuliskan bahwa
dan priyayi tidak lagi dipandang saling kelompok priyayi selalu menempati
membuat batas wilayah pergaulan jabatan-jabatan strategis dalam
sosiologisnya secara eksklusif dan pemerintahan (birokrat) sehingga tidak
mempunyai budaya dan pola hubungan ada ruang khusus bagi kelompok santri,
sosial sendiri-sendiri, sehingga nampak terlebih kelompok abangan, untuk masuk
eksklusif, sebagaimana diungkapkan ke dalam struktur pemerintahan (Geertz,
Geertz, melainkan pola hubungan 1960). Namun apa yang disebutkan Geertz
keduanya yang lebih inklusif, dinamis, dan tidak terjadi sepenuhnya di Desa
terbuka. Wringinrejo. Relevansi dengan fenomena
Konvergensi kedua yakni terlihat pada yang terjadi di Desa Wringinrejo nampak
komunitas Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) terlihat pada teori yang digagas Mughits.
dan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU). Ia menyebut bahwa penyeragaman
Komunitas ini menjadi salah satu basis (unifromitas) asas tunggal Pancasila pada
komunitas yang kuat di Desa Wringinrejo setiap organisasi sosial dan politik justru
mengingat bahwa mayoritas masyarakat memposisikan santri dalam jabatan
di desa ini adalah Nahdlatul Ulama (NU). pemerintahan. Dulu banyak birokrasi
Komunitas ini tentunya bergerak dalam ditempati oleh orang dari kelompok priyayi,
bidang keagamaan, sesuai dengan bahkan kelompok abangan, namun

99
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

sekarang dipandang terjadi pembauran bentuk dominasi keterwakilan dari


dalam semua lini birokrasi pemerintahan kelompok santri dalam struktur
(Mughhits, 2004). pemerintahan Desa.
Pernyataan tersebut dapat Keterwakilan seperti ini yang
dibuktikan pada wawancara dengan kemudian disebut Hannah Pitkin sebagai
Kepala Dusun Wringinrejo. Ia satu bentuk representasi simbolik (symbolic
mengungkapkan bahwa sikap representation). Keterwakilan model ini
nasionalisme dan sikap kebangsaan menjelaskan respon emosional dari
lainnya telah menjadi dasar dalam proses perwakilan dan subjek yang diwakili. Jika
berjalannya struktur pemerintahan dan wakil berdiri untuk (stands for) mereka yang
terlebih pada kebijakan yang dihasilkan diwakili namun dalam pengertian
pemerintahan desa. Juga dengan apa kesamaan identitas dan kebudayaan,
yang diungkapkan oleh Kepala Seksi maka ini adalah representasi simbolik
Pemerintahan Desa Wringinrejo dalam (Pitkin, 1972). Dalam realita di Desa
wawancara yang menyebut bahwa Wringinrejo dapat terlihat bagaimana
mekanisme pemilihan Kepala dan adanya kesamaan identitas berupa
Perangkat Desa sesuai dengan mekanisme agama menjadi faktor kuat keterwakilan
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kelompok santri di struktur pemerintahan
dan daerah. Desa Wringinrejo.
Namun, realitas menunjukkan Jika mengacu pada lima model
bahwa agama masih memiliki pengaruh pemerintahan desa yang beriorientasi
terhadap struktur pemerintahan Desa. pada adat atau agama, Pemerintahan
Setidaknya ada dua hal di mana kelompok Desa Wringinrejo perlu dijalankan dengan
santri bukan hanya mendominasi variasi model integrasi. Model ini berlaku pada
sosial budaya di Desa Wringinrejo, namun suatu desa di mana unsur religio-kultural
juga mendominasi struktur pemerintahan dalam masyarakat masih kuat, namun di
Desa di Desa Wringinrejo. Hal yang satu sisi, birokrasi yang berguna untuk
pertama yakni keterwakilan dalam struktur menjalankan pemerintahan desa masih
pemerintahan desa yang lebih didominasi dibutuhkan (Suwaryo, 2011). Integrasi
oleh kelompok santri dan hal yang kedua antara adat, agama, dan pemerintahan
yakni adanya peran tertentu dari tokoh- desa dapat diwujudkan misalnya dengan
tokoh yang mewakili kelompok santri aturan yang berlaku. Para birokrat desa
dalam mewujudkan hal yang pertama bisa menyusun aturan-aturan yang berlaku
tersebut. dengan nilai religio-kultural yang berlaku di
Keterwakilan dalam struktur Desa Wringinrejo. Melalui musyawarah,
pemerintahan Desa yang lebih didominasi perangkat desa bersama tokoh agama
oleh kelompok santri terlihat dari profil serta menetapkan sanksi dan aturan lokal yang
latar belakang terpilihnya Kepala Desa disepakati bersama. Dengan demikian,
Wringinrejo. Faktor keaktifan Kepala Desa nilai religio-kultural dapat terinstitusionalkan
pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan baik melalui peraturan desa.
dengan keagamaan menjadi salah satu
alasan terpilihnya ia menjadi Kepala Desa. 2. Politik Klientelisme
Faktor agama juga menjadi penting tidak Faktor lain yang dapat ditemukan
hanya pada jabatan Kepala Desa namun dari dominasi kelompok santri yakni
juga pada seluruh jabatan struktural di maraknya praktik politik klientelisme. Faktor
Pemerintahan Desa. Salah satu ketentuan distribusi barang dan jasa memegang
Undang-Undang mengharuskan adanya peranan penting dalam praktek
keterwakilan perempuan dalam anggota klientelisme. Hal tersebut ditegaskan oleh
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dari Walle bahwa, “the selective distribution of
7 orang anggota BPD Wringinrejo, terdapat good and service by politicians to favored
hanya satu orang perwakilan perempuan constituenties in exchange for their political
yang mana beliau sangat aktif dalam loyalty” (van de Walle, 2009).
kegiatan keagamaan di organisasi Hal tersebut nampak dalam praktik
Muslimat NU. Masuknya tokoh tersebut politik uang yang terjadi di Desa
dalam struktur Badan Permusywaratan Wringinrejo. Distribusi berupa uang ataupun
Desa (BPD) Wringinrejo adalah salah satu bahan pokok dari kandidat kepada

100
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

masyarakat pemilih terjadi menjelang digunakan pemerintah desa untuk


Pemilihan Kepala Desa Wringinrejo. Begitu membangun pesantren tersebut.
juga dengan pencalonan kandidat dalam Adapun kegiatan yang bisa
Pemilihan Kepala Desa. Historisitas Kepala dilakukan dengan dana dari Anggaran
Desa Wringinrejo membuktikan bahwa Pendapatan dan Belanja Desa sebatas
jabatan tersebut kerap diisi berdasarkan renovasi rumah ibadah. Informasi demikian
hubungan pertalian darah dan dapat dilihat pada pos anggaran
kekerabatan (gemeinschaft). Pemilihan pemberdayaan masyarakat di Anggaran
Kepala Desa yang terjadi secara Pendapatan dan Belanja Desa Wringinrejo
demokratis dan melibatkan partisipasi tahun 2018. Anggaran telah direalisasikan
masyarakat dipandang baru terjadi akhir- sebesar Rp 11.000.000 untuk renovasi
akhir ini ketika ada mekanisme legal formal sarana & prasarana rumah ibadah.
yang berlaku secara nasional. Hal demikian Penggunaan dana tersebut dibenarkan
diungkapkan oleh salah satu ketua Rukun oleh dengan BPD dan Kepala Urusan
Tetangga (RT) di Desa Wringinrejo dalam Keuangan dalam sesi wawancara. Mereka
sesi wawancara. Ia menyebutkan bahwa menekankan bahwa terdapat anggaran
tidak hanya jabatan Kepala Desa, jabatan untuk perawatan sarana dan prasarana
Ketua Rukun Tetangga (RT) juga terkadang rumah ibadah, terlebih lagi mantan Ketua
dipilih berdasarkan hubungan BPD menuturkan bahwa memang pernah
kekeluargaan dan kekerabatan. terjadi perombakan total musholla yang
salah satu dananya berasal dari Anggaran
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pendapatan dan Belanja Desa.
Desa (APBDes) Hal selanjutnya yakni ditemukan
Kuatnya keterwakilan kelompok bahwa terdapat pos Anggaran
santri dalam struktur pemerintahan Desa Pendapatan dan Belanja Desa untuk
Wringinrejo tidak terlalu berlaku dalam pemberdayaan masyarakat sebesar 6%
proses penyusunan Anggaran Pendapatan atau Rp 74.800.000. Itu meliputi beberapa
dan Belanja Desa Wringinrejo. Hal tersebut kegiatan desa yang terkait dengan unsur
terjadi dikarenakan proses penyusunan keagamaan di mana merujuk pada
dan pelaporan Anggaran Pendapatan kelompok santri. Kegiatan keagamaan
dan Belanja Desa ke pemerintah daerah tersebut meliputi penyelenggaraan
maupun pemerintah pusat sudah jamaah tahlil rutinan satu desa setiap tiga
menggunakan sistem yang terintegrasi atau empat kali dalam setahun dan
dengan inspektorat dan menggunakan pelatihan bagi masyarakat di desa yang
basis elektronik dengan pos-pos yang aktif dalam organisasi keagamaan untuk
tersedia. Itu dinilai menyulitkan kelompok memandikan jenazah. Terkait pembinaan
santri untuk mempengaruhi Anggaran kesenian dan sosial budaya masyarakat,
Pendapatan dan Belanja Desa secara Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
maksimal. Wringinrejo hanya digunakan untuk
Hal demikian ditekankan pada sesi penyelenggaraan Ruwat Desa yang
wawancara dengan Sekretaris Desa. dilakukan satu tahun sekali.
Pembahasan mengerucut pada aliran
dana dalam Anggaran Pendapatan dan PENUTUP
Belanja Desa terhadap pembangunan Dapat disimpulkan bahwa terjadi
pesantren di Desa Wringinrejo sebagai inrelevansi dari konsep Agama Jawa
salah satu simbol bagi kelompok santri. (santri, abangan, dan priyayi) di Desa
Informan nyatanya memberikan klarifikasi Wringinrejo. Analisa di atas menunjukkan
bahwa bahwa pembangunan pesantren bahwa konsep yang digagas Geertz tidak
dilakukan melalui penggalangan dana bisa menampung kenyataan yang
secara mandiri. Begitu juga dengan sebenarnya (complexcity) dari sifat
pembangunan rumah ibadah (dalam hal kejamakan (pluralism) masyarakat Desa
ini yang dimaksudkan yakni Masjid), bahwa Wringinrejo. Beberapa inrelevansi lainnya
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja ditunjukkan dengan terjadinya konvergensi
Desa tidak terdapat pos tersebut sehingga antara kelompok santri dan kelompok
itu dana yang terdapat dalam Anggaran abangan di Desa Wringinrejo. Itu
Pendapatan dan Belanja Desa tidak bisa ditunjukkan dengan adanya akulturasi

101
Sawala: Jurnal pengabdian Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Agustus 2020
e ISSN: 2716-4705
Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Halaman 91-102

antara budaya lokal dengan agama Islam Perhelatan Tradisi Kolaboratif Kaum
di Desa Wringinrejo dan aktivitas kelompok Abangan dengan Kaum Santri
abangan yang justru dijalani juga oleh Pinggiran Desa Sumberpucung
kelompok santri, begitu pula sebaliknya. Kabupaten Malang. El Harakah,
Dalam dinamika pemerintahan 4(1).
desa, dominasi kaum santri berdampak Mughhits, A. (2004). Berakhirnya Mitos
pada berbagai aspek seperti dalam Diktomi Santri-Abangan. Jurnal
struktur pemerintahan desa, praktik politik Fakultas Hukum UII, 3(2).
klientelisme yang dijalankan menjelang
Pilkades, hingga Anggaran Pendapatan Pitkin, H. (1972). The Concept of
dan Belanja Desa. Realitas bahwa kaum Representation. University of
santri mendominasi dinamika California.
pemerintahan Desa Wringinrejo membawa Permana, Y. S. (2010). Kontestasi Abangan-
implikasi bahwa pemerintahan desa dapat Santri Pasca Orde Baru Di Pedesaan
dijalankan dengan model integrasi antara Jawa. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu
agama (kelompok santri), budaya Politik.
(kelompok abangan), dan birokrasi. Hal Setyawan, K. G., & Khotimah, K. (2019).
demikian menjadi penting dilakukan POLITIK AKOMODATIF DALAM
karena tidak hanya dilandaskan pada MASYARAKAT MULTI AGAMA. The
realitas Desa Wringinrejo yang linear Journal of Society & Media, 3(1), 1.
dengan model tersebut, namun juga https://doi.org/10.26740/jsm.v3n1.p1
mencegah terjadinya konflik di Desa -16
Wringinrejo baik secara horizontal (antara
kelompok santri dengan kelompok Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu
abangan), ataupun secara vertikal Pengantar, Edisi IV. In Jakarta,
(kelompok santri dan kelompok abangan Penerbit Rajawali.
dengan pemerintah desa). Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
DAFTAR PUSTAKA Suwaryo, U. (2011). Mengembalikan
Adiyoso, W. (2009). Menggugat otonomi untuk desa. Governane,
Perencanaan Partisipatif dalam 2(1).
Pemberdayaan Masyarakat. ITS Suzetta, P. (2007). Perencanaan
Press. Pembangunan Indonesia.
Billah, M. (1984). Metodologi Penelitian Bappenas, 20(2).
Pedesaan: Koreksi dan van de Walle, N. (2009). The
Pembenaran. LPIS Universitas Kristen Democratization of Political
Satya Wacana. Clientelism in Sub-Saharan Africa.
Chalik, A. (2015). Sintesis Mistik Dalam Paper Prepared for Delivery at the
Kepemimpinan Politik Jawa. Jurnal 3rd European Conference on
Review Politik, 5(2). African Studies, Leipzig, Germany,
Geertz, C. (1960). The Religion of Java. The June 4-7 2009.
Free Press of Glencoe. Wearing, S., & Mc Donald, M. (2002). The
Kahmad, D. (2009). Sosiologi Agama. development of community-based
Remaja Rosdakarya. tourism: Re-thinking the relationship
between tour operators and
Madjid, N. (1997). Bilik-Bilik Pesantren. development agents as
Penerbit Paramadina. intermediaries in rural and isolated
Mahasin, A. (1981). Abangan, Santri, Priyayi area communities. Journal of
dalam Masyarakat Jawa. Dunia Sustainable Tourism, 10(3).
Pustaka Jaya. https://doi.org/10.1080/09669580208
Marsono, H. (2000). Ensiklopedi 667162
Kebudayaan Jawa. Yayasan Studi
Jawa - Lembaga Studi Jawa.
Mufidah, C. (2012). Pesantren Rakyat:

102

Anda mungkin juga menyukai