Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hukum diciptakan guna memelihara hak-hak manusia dan tanggung jawab

manusia, entah itu sifatnya individu maupun kolektif. tujuan dari hukum itu sendiri

mengatur tata tertib masyarakat, agar tujuan hukum dapat tercapai, maka hukum

melahirkan norma-norma yang berisikan perintah dan larangan. Hukum merupakan

salah satu dari empat macam norma yang terdapat pada kehidupan masyarakat.

Keempat macam norma tersebut adalah: norma hukum, norma agama, norma

kesopanan, dan norma kesusilaan. Ketiga norma tersebut di atas yang membedakan

ketiga norma tersebut adalah bahwa hukum memiliki sanksi yang tegas dan nyata

terhadap para pelanggar. Inilah ciri khas dari hukum itu sendiri.

Negara Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan pada hukum (rechsstaat)

bukan Negara kekuasaan (machsstaat),1 dalam penerapan hukum harus ditempatkan

pada tempat yang paling tinggi, dimana hukum dijadikan pedoman hidup dalam

berbangsa dan bernegara. Setiap perubahan hukum harus sesuai dengan aturan-aturan

yang ada tanpa terkecuali. Hukum adalah rule of the game bagi semua interaksi

manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara, agar masyarakat menghormati

1
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia , Bina Ilmu,
Surabaya, hal. 21
2

hukum, maka hukum itu harus berwibawa agar dapat dipatuhi oleh semua subyek

hukum.

Indonesia memberlakukan hukum pidana untuk menjamin terlaksananya

perlindungan hukum kepada masyarakat secara umum, yang dalam prakteknya

hukum pidana mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pelanggaran, adalah merupakan perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat

diketahui setelah adanya wet yang menentukan demikian, sehingga yang

membedakan secara prinsip antara kejahatan dan pelanggaran pada KUHP adalah

berat atau ringan pidananya2.

Pada ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat pidana pokok berupa pidana denda.

Pidana denda biasa diberikan kepada terpidana yang melakukan pelanggaran, karena

sifatnya yang termasuk ke dalam tindak pidana ringan. Pidana denda adalah

pemberian sejumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian atas pelanggaran yang

dilakukan. Pembayaran denda diatur pada Pasal 273 ayat (1) Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) yakni jangka waktu 1 bulan setelah putusan pidana denda

dan dengan alasan kuat dapat diperpanjang hingga 1 bulan. Adapun keistimewaan

pidana denda adalah:

a) Ada kemungkinan dibayar orang lain

2
Moelyatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana (Edisi Revisi), Rineka Cipta, Jakarta, h. 78
3

b) Boleh diganti dengan pidana kurungan (pengganti denda, Pasal 30 ayat (2)

KUHP)3

Salah satu bentuk tindak pidana yang dikenakan dengan pidana denda adalah

tindak pidana terhadap Delik-delik yang terdapat dalam perkara bersifat ringan,

sehingga hakim lebih cederung menjatuhkan pidana denda kepada setiap pelanggar

perkara ringan salah satunya terhadap pelanggaran peredaran minuman beralkohol.

Bali adalah nama salah satu pulau di Indonesia, bali adalah Pulau Dewata (Island

God/island Paradise) merupakan Kuta, Sanur, Nusa Dua, Bedugul, Ubud, Sukawati,

Lovina, dan lain lain merupakan tempat wisata yang terkenal di Bali Sebagai pulau

tujuan pariwisata dunia, selain alam dan adat-budayanya, bali juga terkenal dengan

berbagai ragam tradisi, tradisi yang memang dari turun temurun yang biasa di

lakukan oleh masyarakat bali, sehingga tradisi ini menjadi daya tarik wisatawan asing

datang ke bali, salah satu tradisi masyarakat bali sendiri adalah minum keras (miras).

Miras dalam masyarakat bali merupakan bagian dari tradisi yang sudah menyatu

cukup lama. Bahkan miras seperti Arak dan Berem termasuk Tuak wajib ada dalam

setiap ritual agama Hindu meski jumlahnya tidak banyak. Arak juga menjadi salah

satu aba-abaan, semacam oleh-oleh dari warga yang dibawa kerumah warga lain yang

sedang melaksanakan ritual upacara agama selain beras dan dupa. Tetapi jelas, bahwa

miras arak disini sama sekali tidak dimaksudkan untuk diminum melainkan

dipergunakan untuk tetabuhan (persembahan kepada Bhuta Kala), hanya saja sejak

3
Niniek Suparni, 2007, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, Sinar
Grafika, Jakarta, h.24.
4

dahulu tradisi minum miras ditengah kehidupan masyarakat Bali memang sudah ada,

misalnya saja istilah metuakan yang merujuk pada aktivitas minum tuak di sudut-

sudut atau warung-warung tuak di desa. Masa dahulu tradisi metuakan jelas hanya

boleh dilakukan oleh mereka-mereka yang sudah dewasa. Metuakan tidak

diperbolehkan untuk anak kecil atau remaja meminum tuak di areal publik dengan

ikut metuakan, Pastilah orang-orang tua akan dengan tegas menolak mereka dan

melarang keras jika berani-beraninya ikut metuakan. Selain itu minuman keras

dimasa dahulu juga jenisnya terbatas dan bahannya mungkin hanya sekedar

memabukkan.4

Seiringnya jaman aktivitas minum minuman keras di Bali menjadi demikian

masifnya. Banyak anak-anak dan remaja yang sudah mengenal dan menjadi peminum

(istilah bagi mereka yang suka menenggak miras) aktif. Yang paling membuat kita

tidak habis pikir adalah aktivitas minum-minuman keras para remaja generasi muda

ini bisa dilakukan diareal publik yang dikarenakan maraknya peredaran miras yang

terjadi di wilayah provinsi bali, tidak hanya miras tradisional saja yang beredar di bali

melainkan minuman yang import dari luar negeri beredar di bali, dikarenakan bali

sebagai pulau tujuan pariwisata dunia, Bali harus menyediakan minuman berakohol

karena sebagaian besar orang asing yang berkunjung ke Bali mengonsumsi minuman

4
I Nyoman Winata, 2009, Miras Dalam Tradisi Masyarakat Bali, Avaible from: URL: http:
http://balebengong.net/kabar-anyar/2009/07/20/miras-dalam-tradisi-masyarakat-bali.html, serial online
july, (diakses pada tanggal 20 july 2009).
5

berakohol tradisional maupun minuman import luar negeri sehingga mendatangkan

pemasukan bagi daerah yang sangat besar.

Pengaturan mengenai minuman beralkohol di Daerah bali diatur dalam Peraturan

Daerah Bali Nomer 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman

Beralkohol, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang

Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintahan Daerah Provinsi dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota yang mengamanatkan perdagangan minuman

beralkohol merupakan urusan pemerintahan daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) Penerapan

Peraturan Daerah Tentang Minuman Beralkohol memberikan peluang kepada

Pemerintah daerah untuk Pemerintah daerah bisa lebih mengatur dan mengawasi

peredaran minuman keras sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam distribusi dan

penyalahgunaan dalam penggunaan. Pemerintah daerah dapat menjamin tersedianya

minuman keras legal bagi industri pariwisata, hotel, dan agen resmi dalam jumlah

tertentu, Pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).5

5
Metro Bali, 2015, “Permendag Larang Miras PAD Bali Terancam Menurun”, Avaible from:
URL: http://metrobali.com/2015/04/20/permendag-larangan-miras-pad-bali-terancam-menurun/. Serial
Online August (diakses pada tanggal 06 Agustus. 2015)
6

Pengertian minuman berakohol menurut Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012

Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol di Provinsi Bali (PERDA

Nomer 5 Tahun 2012), Pasal 1 ayat (8) menetapkan:

1. Minuman beralkohol adalah sebagai minuman yang mengandung “ethanol”


yang diproses dari bahan pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
cara permentasi dan destilisasi atau fermentasi tanpa destilisasi baik dengan
cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan
lain atau tidak maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat
dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung
alkohol.
Pengawasan minuman beralkohol ini menjadi penting mengingat mengkonsumsi

minuman beralkohol secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan, ketentraman

dan ketertiban masyarakat. Dampak yang dapat ditumbulkan karena minuman yang

mengandung alkohol adalah :

1. Gangguan Fisik, meminum minuman beralkohol banyak, akan menimbulkan


kerusakan hati, jantung, pankreas dan peradangan lambung, otot syaraf,
mengganggu metabolisme tubuh, membuat penis menjadi cacat, impoten
serta gangguan seks lainnya.
2. Gangguan Jiwa dapat merusak secara permanen jaringan otak sehingga
menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan
belajar dan gangguan jiwa tertentu.
3. Gangguan Kamtibnas: perasaan seorang tersebut mudah tersinggung dan
perhatian terhadap lingkungan juga terganggu, menekan pusat pengendalian
diri sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan agresif dan bila tidak
terkontrol akan menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar norma-
norma dan sikap moral yang lebih parah lagi akan dapat menimbulkan
tindakan pidana atau kriminal belum lagi kalau sudah ketagihan maka untuk
memenuhi keinganan tersebut maka tidak jarang pelaku melakukan tindakan
kriminal untuk mendapatkan uang dengan cara yang cepat.6

6
Ketut Supeksa, 2010, “Miras oplosan yang berbahaya”, Available from : URL :
https://supeksa.wordpress.com/2010/08/23/miras-oplosan-yang-berbahaya/. Serial Online agustus-
Nov, (diakses pada tanggal 23 agustus 2010)
7

Pasal 2 ayat (3) PERDA Nomer 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol ini menyatakan:

Minuman beralkohol berdasarkan kandungan alkoholnya digolongkan atas 3


(tiga) jenis:
a. minuman beralkohol golongan A dengan kadar etanol di bawah 5% (lima
persen);
b. minuman beralkohol golongan B dengan kadar ethanol di atas 5% (lima
persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
c. minuman beralkohol golongan C dengan kadar ethanol di atas 20% (dua
puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

Menurut PERDA Nomor 5 tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol, minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri

hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari

Menteri Perindustrian. Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat

diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan.

Peredararan Minuman Beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin

Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut Surat

Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) adalah Surat Izin untuk

dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus minuman beralkohol

golongan B dengan kadar ethanol di atas 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua

puluh persen), dan/atau golongan C dengan kadar ethanol di atas 20% (dua puluh

persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen) di Provinsi Bali. Surat Izin

Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol Tradisional yang selanjutnya disebut SIUP-

MBT adalah Surat Izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan
8

khusus minuman beralkohol produksi tradisional golongan A, golongan B dan/atau

golongan C di Provinsi Bali.

Adapun ketentuan Peraturan Daerah yang mengatur peredaran minuman

beralkohol produksi luar negeri dan produksi dalam negeri wajib menggunakan lebel

peredaran minuman beralkohol di Provinsi Bali di atur oleh Pasal 10, Perda Nomor 5

Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Berakohol, menguraikan :

1. Minuman Beralkohol produksi luar negeri (impor) dan produksi dalam


negeri yang diedarkan oleh distributor, sub distributor pengecer, dan
penjual langsung wajib dikemas, menggunakan pita cukai dan label
edar.
2. Minuman beralkohol produksi tradisional yang dikonsumsi dan
diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi wajib dikemas dengan
menggunakan label edar.
3. Minuman beralkohol produksi tradisional yang tidak untuk dikonsumsi
dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi peredarannya dengan
menggunakan label untuk upacara (tetabuhan) dan lebel edar.

Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol di Provinsi Bali menetapkan ancaman minimum maupun

maksimum pidana denda terhadap pelanggaran peredaran minuman beralkohol di

uraikan dalam: Pasal 18, Bab XI bagian ke satu, Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol menyatakan :

1. Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7


ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelanggaran.
3. Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga
dipidana dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
9

Berdasarkan pemaparan Pasal di atas telah menetapkan ancaman sanksi

minimum maupun maksimum pidana denda, akan tetapi masih banyaknya peredaran

minuman beralkohol khususnya di wilayah Kota Denpasar, contoh kasus peredaaran

minuman beralkohol yang terjadi di Tempat hiburan malam seperti bar makin

menjamur di wilayah Denpasar. namun, tidak sedikit yang tidak memiliki Surat Izin

Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol ( SIUP-MB). Hasil Operasi Pekat digelar

Polsek Kuta, diamankan puluhan botol miras impor berbagai merek di 4 bar di

wilayah Seminyak, Kuta, Polsek Denpasar Barat juga melakukan operasi minuman

beralkohol yang tidak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol.

Namun yang terjaring sidak di warung di Jalan Kargo Permai Gang Dewata,

Denpasar. Di warung milik Nar itu, diamankan 2 jerigen berisi 10 liter arak. Kepada

petugas, Nar mengaku jualan arak sejak dua bulan lalu. “Sudah kami proses di

Polsek. Kami masih merazia tempat lain yang diduga jual miras,” kata Kanit Reskrim

Polsek Denbar AKP Muhammad Agustiawan.7

Melihat banyaknya pelanggaran peredaran minuman beralkohol di wilayah Kota

Denpasar, maka peneliti melakukan penelitian di wilayah hukum Kota Denpasar.

Sebab akan sangat berpengaruh besarnya perbedaan antara penetapan sanksi pidana

yang telah ditentukan dengan besarnya sanksi yang dijatuhkan Pengadilan terhadap

pelanggaran peredaran minuman beralkohol, dan dapat dikaji suatu permasalahan

7
Kerta Negara balipost, 2015, Penjual Miras Illegal Marak di Kuta, Kriminal dan Hukum
Badung-Bali-Headline, Available From: URL:
http://balipost.com/read/headline/2015/02/08/29527/penjual-miras-ilegal-marak-di-kuta.html, serial
online jan-mar, (2015 februari. 8),
10

mengenai penerapan pidana denda. Berdasarkan hal tersebutlah peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Penerapan Pidana Denda Terhadap Pelanggaran

Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol

Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Denpasar”

1.2 Rumusan masalah

Uraian latar belakang di atas, maka di rumuskan beberapa masalah yaitu :

1. Bagaimana penerapan penjatuhan pidana denda terhadap pelanggaran Perda

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol?

2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat penjatuhan pidana

denda dalam penerapan perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian

Peredaran Minuman Beralkohol?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang

dibahas, maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup masalah, adapun

pembatasannya adalah sebagai berikut :

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka ruang lingkup penelitian ini

meliputi ilmu hukum pidana dalam penerapan sanksi pidana denda terhadap Perda

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol dan

faktor pendukung dan penghambat penjatuhan pidana denda dalam penerapan Perda

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol Di

Wilayah Hukum Kota Denpasar.


11

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun

tujuan tersebut antara lain:

a. Tujuan umum

Mengetahui Penerapan penjatuhan pidana denda terhadap pelanggaran Perda

Nomor 5 Tahun 2012 khususnya mengenai penetapan ancaman pidana denda,

penetapan jumlah pidana denda, dan penetapan pelaksanaan/eksekusi pidana denda

terhadap pelanggaran Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol.

b. Tujuan khusus

Mengetahui Penerapan hukum terhadap pelanggaran Perda Nomor 5 Tahun 2012

Tentang Peraturan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, mengenai

Penerapan penjatuhan pidana denda terhadap pelanggaran Perda Nomor 5 Tahun

2012, dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat suatu penerapan pidana

denda pelanggaran Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol berdasarkan data di wilayah hukum Pengadilan Negeri

Denpasar.

1.5 Manfaat Penilitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi

sebagai bahan dokumentasi dalam studi Sistem Peradilan Pidana, serta dapat

dijadikan bahan kajian yang berguna dalam perkembangan Ilmu Hukum Pidana
12

b. Manfaat praktis,

Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan :

a. Menambah dan memperluas pengetahuan dalam eksistansi pidana denda,

khususnya mengenai Sistem Pidana Denda di dalam pengaturan

penerapan pidana berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol ;

b. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya

penerapan mengenai Sistem Pidana Denda terhadap Perda Nomor 5

Tahun 2012 tentang pengendalian peredaran minuman beralkohol

berdasarkan data di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar.

1.6 Landasan teoritis

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum.8 Tugas kaedah-kaedah

hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum.9 Adanya pemahaman

kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa

kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam Peraturan hukum itu

sendiri, dalam pengertian teori kepastian hukum Roscue Pound dalam bukunya Pieter

8
J.B.Daliyo, 2001,Pengantar ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prennahlindo, Jakarta,
h.120.
9
Sudarsono, 1995, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta , jakarta, h. 49 – 50.
13

Mahmud Marzuki mengatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan

adanya ‘Predictability’.10

Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan

yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan dan kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa

saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.11

b. Teori penegakan hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum berfungsi

sebagai perlindungan kepentingan manusia. agar kepentingan manusia terlindungi,

hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Hukum yang dilanggar itu

harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.

Menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu kepastian

hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi

10
Pieter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group ,
jakarta, h.158.
11
Ibid.
14

antara ketiga unsur tersebut, maknanya ketiga unsur itu harus mendapat perhatian

secara proporsional seimbang.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana

menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang

melibatkan berbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan pemasyarakatan, termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat

hukum.

Menurut Joseph Goldstein dalam bukunya Soerjono Soekanto menyatakan


penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:
1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu
penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai social
yang didukung oleh sanksi pidana.
2. Penerapan hukum dipandang sebagai system administrative (administrative
system) yang mencakup interaksi antara berbagai aparatur penegak hukum yang
merupakan sub sistem peradilan diatas.
3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam
artibahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan
berbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.12

c. Teori pidana dan Pemidanaan

Hukum pidana adalah hukum sanksi, sebab dengan bertumpu pada sanksi itulah

hukum pidana di fungsikan untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keadilan.

dalam hal ini Simons dalam bukunya Adam Chazawi mengatakan bahwa stelsel

pidana merupakan bagian terpenting dari KUHP. Sebelumnya perlu diketahui terlebih

dulu pengertian dari hukum pidana.

12
soerjono Soekanto, 2004, faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Pt Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.20.
15

Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-
ketentuan tentang:
1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan)
larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif)
tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang
melanggar larangan itu;
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si
pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada
larangan perbuatan yang dilanggarnya;
3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-
alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka
dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara
menentukan, menja- tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya,
serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh
tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha me- lindungi dan
mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara
menegakkan hukum pidana tersebut.13
Kemudian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum, larangan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi

barangsiapa melanggar larangan tersebut.14

Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat

berlakunya norma-norma hukum yang sudah ada. Perlu diketahui, sifat dari hukum

adalah memaksa dan dapat dipaksakan. tetapi dalam hukum pidana paksaan itu harus

disertai suatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman.15 Setiap perbuatan

negatif dalam masyarakat akan diatasi oleh masyarakat dengan berbagai macam cara,

13
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
h.2.

14
Moeljatno, 2002, Asas-asas Hukum Pidana Cet.VII, PT.Rineka Cipta, Jakarta, h. 53
15
C.S.T Kansil, dan Christine S.T Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Hukum Pidana
untuk Tiap Orang. Cetakan kedua, PT Pradnya Paramita, Jakarta, h.5
16

manakala cara-cara tersebut tidak juga mengendalikan perbuatan negatif itu maka

baru digunakan “pidana” untuk menanggulanginya. Hal inilah yang dikatakan bahwa

hukum pidana itu sebagai “ultimum remedium” atau dapat diartikan sebagai obat atau

senjata yang paling akhir.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam ketentuan Pasal 10 KUHP pidana dibagi

menjadi:

a. Pidana pokok:
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda;
5. Pidana tutupan.
b. Pidana tambahan:
1. Pencabutan hak- hak tertentu;
2. Perampasan barang- barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim.

Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya.

Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan

obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta

benda si terpidana.

Harta benda yang maksudkan dalam ketentuan KUHP maupun UU lain maka

harta benda yang dimaksudkan adalah dalam bentuk uang dan bukan dalam bentuk

natura atau barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Sebagai salah satu jenis

pidana denda, tentu saja pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-

tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara,

melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan.


17

Negara dalam menjatuhkan pidana haruslah menjamin kemerdekaan individu dan

menjaga supaya pribadi manusia tetap dihormati. Oleh karena itu pemidanaan harus

mempunyai tujuan dan fungsi yang dapat menjaga keseimbangan individu dengan

kepentingan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Menurut Satochid Kartanegara dan pendapat-pendapat para ahli hukum

terkemuka dalam hukum pidana, mengemukakan teori pemidanaan atau

penghukuman dalam hukum pidana dikenal ada tiga aliran yaitu:

a. Absolute atau vergeldings theorieen (vergelden/imbalan) Aliran ini


mengajarkan dasar daripada pemidanaan harus dicari pada kejahatan itu sendiri untuk
menunjukkan kejahatan itu sebagai dasar hubungan yang dianggap sebagai
pembalasan, imbalan (velgelding) terhadap orang yang melakukan perbuatan jahat.
Oleh karena kejahatan itu menimbulkan penderitaan bagi si korban.
b. Relative atau doel theorieen (doel/maksud, tujuan) Dalam ajaran ini yang
dianggap sebagai dasar hukum dari pemidanaan adalah bukan velgelding, akan tetapi
tujuan (doel) dari pidana itu. Jadi aliran ini menyandarkan hukuman pada maksud dan
tujuan pemidanaan itu, artinya teori ini mencari manfaat daripada pemidanaan (nut
van de straf)
c. Vereningings theorieen (teori gabungan) Teori ini sebagai reaksi dari teori
sebelumnnya yang kurang dapat memuaskan menjawab mengenai hakikat dari tujuan
pemidanaan. Menurut ajaran teori ini dasar hukum dari pemidanaan adalah terletak
pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan, akan tetapi di samping itu
diakuinya pula sebagai dasar pemidanaan itu adalah tujuan daripada hukum.16

Melihat teori tersebut pada dasarnya bahwa tujuan pemidanaan adalah:


1. Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri.
2. Membuat orang menjadi jera melakukan tindak pidana.
3. Membuat penjahat - penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan
kejahatan - kajahatan lain, yakni penjahat- penjahat yang dengan cara lain sudah
tidak dapat diperbaiki kembali.17

16
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hal. 56
17
Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h.31
18

1.7 Metode Penelitian

melaksanakan penelitian diperlukan data yang konkret untuk bagian

pembahasan. Maka diperlukan cara kerja atau metode untuk mencapai tujuan dalam

penulisan hukum. Adapan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum

ini adalah :

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah

penelitian hukum empiris. Dimana penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri

Denpasar terhadap penerapan pidana denda terhadap pelanggaran Perda Nomer 5

Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, sebab akan

sangat berpengaruh besarnya perbedaan antara penetapan sanksi pidana yang

telah ditentukan dengan besarnya sanksi yang dijatuhkan Pengadilan terhadap

pelanggaran peredaran minuman beralkohol di Wilayah Hukum Pengadilan

Negeri Denpasar. dimaksudkan hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris

yang dapat diamati dalam kehidupan nyata, Penelitian hukum empiris istilah lain

yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula

dengan penelitian lapangan.18 Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis

dapat direalisasikan kepada penelitian terhadap penerapan hukum yang sedang

berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum terhadap pelanggaran

perda Nomor 5 Tahun 2012 .

18
Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 15.
19

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kasus (the case approach) dan pendekatan fakta (the fact approach). Pendekatan

kasus (the case approach) dilakukan dengan melihat banyaknya kasus pelanggaran

Terhadap Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar dan dasar


19
penegakan hukum menjatuhkan hukuman yang tepat bagi pelanggar. Peneliti

melakukan pengkajian terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan pidana denda

dan pelanggaran peredaran minuman beralkohol.

Pendekatan fakta (the fact approach) bertujuan mempelajari secara mendalam

mengenai keadaan kehidupan sekarang dalam keadaan nyata yang terjadi di wilayah

hukum Kota Denpasar.

c. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yaitu deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula

didalamnya ilmu hukum, bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan

antar suatu gejala lain dalam penerapan pidana denda dalam perspektif perda

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Minuman Beralkohol. Penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui bagaimanakah efektivitas penerapan pidana

denda dalam perspektif perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian

Minuman Beralkohol. Penelitian tersebut terdapat keingintahuan terhadap

19
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum Edisi Pertama, Cet.VII, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, h.119.
20

pengaruh atau dampak suatu variabel terhadap variabel lainnya. Yang dalam hal

ini proses penjatuhan Penerapan pidana denda, pertimbangan hukum terhadap

pidana denda.

d. Data dan Sumber data

Pada penulisan dan penelitian ini, adapun data yang digunakan adalah

bersumber dari:

1. Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai

sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Data primer yang

digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui study lapangan Pengadilan

Negeri Denpasar melalui teknik pengumpulan data yang telah ditentukan.

2. Data skunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan.

Termasuk dalam data skunder meliputi buku-buku, buku-buku harian, surat-

surat pribadi dan dokumen resmi dari pemerintah.

e. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan dan penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yakni:

1. Studi Kepustakaan: Data kepustakaan dikumpulkan dengan cara membaca,

mencatat, mempelajari dan menganalisa isi pustaka yang berkaitan dengan

masalah objek penelitian. Penulis mempelajari dokumen dan arsip yang

berhubungan dengan masalah objek penelitian yaitu penerapan pidana denda

terhadap Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran

Minuman Beralkohol.
21

2. Wawancara (Interview): Wawancara yang di laksanakan secara tertutup dari

data yang diperoleh di Pengadilan Negeri Denpasar.

3. Pengamatan/ observasi langsung

Teknik observasi langsung adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti

mengadakan pengamatan secara langsung. Observasi ini dilakukan wilayah

hukum Pengadilan Negeri Denpasar dan polsek Denpasar selatan.

f. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian analisis kualitatif atau sering disebut dengan analisis deskriptif

kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun

data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara disusun secara sistematis,

digolongkan dalam pola dan thema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu

data dengan yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data di

lapangan serta dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami

keseluruhan kualitas data.

Anda mungkin juga menyukai