Oleh :
Oktaviarum Slamet Utama (1202006165)
dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An, KAKV
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................................. i
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini, permintaan produk darah pada praktek klinis kian meningkat
sebagai salah satu terapi penunjang baik dalam bidang hematologi maupun non
hematologi seperti contohnya dalam bidang pembedahan. Pada kasus pembedahan,
tindakan transfusi dapat dilakukan pada periode pra bedah, saat pembedahan
berlangsung ataupun pasca bedah.2
Kunci dari semua praktek pembedahan atau anestesi adalah mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Kehilangan darah dan kondisi hipovolemia dapat
terjadi selama prosedur pembedahan.4 Ketersediaan darah sangat berperan dalam
berlangsungnya tindakan pembedahan seperti operasi jantung, pembuluh darah,
onkologi, dan penggantian sendi.5 Pengambilan keputusan untuk melakukan transfusi
4
kadang sangat sulit. Dalam beberapa tindakan pembedahan, kehilangan darah dapat
diprediksi dan kadang dapat terjadi kehilangan darah yang tidak diduga sebelumnya.
Secara umum, pertimbangan untuk dilakukan transfusi adalah berdasarkan kadar
hemoglobin (Hb) pasien.4
Oleh karena itu, tindakan transfusi harus sesuai dengan indikasi yang jelas
agar mendapat manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan efek sampingnya. Pada
paper ini akan membahas mengenai fisiologi darah, transfusi darah, penggunaan
transfusi, serta komplikasinya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gambar 2.1 Jenis-Jenis Leukosit5
2.1.2 Sel Darah Merah
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel
yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut
hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang berperan dalam transport
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit sendiri merupakan suatu sel yang
kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein yaitu hemoglobin,
sedangkan bagian dalam sel berfungsi sebagai mekanisme mempertahankan
sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama
masa hidup sel tersebut.10 Eritrosit normalnya menempati 40-50% dari total
volume darah. Pada pria normal, jumlah rata – rata sel darah merah per
millimeter kubik adalah 5.200.000 (±300.000), sedangkan pada wanita normal
4.700.000 (±300.000).9
2.1.3 Platelet
Platelet disebut juga dengan trombosit atau keeping darah merupakan
sel tak berinti yang diproduksi oleh sumsum tulang berbentuk cakram kecil,
bulat, lonjong, bahkan berbentuk tidak beraturan dengan diameter 1-4 μm.
Jumlahnya dalam darah pada keadaan normal sekitar 150.000/ml sampai
dengan 300.000/ml darah dan mempunyai masa hidup sekitar 7 sampai 12
hari. Kadar trombosit < 150.000/ml disebut dengan trombositopenia. Saat
tubuh mengalami luka, maka trombosit akan berkumpul dan saling
melekatkan diri sehingga akan menutup luka tersebut, trombosit juga akan
mengeluarkan zat yang merangsang untuk terjadinya pengerutan luka
7
sehingga ukuran luka menyempit dan karena mempunyai zat pembeku darah
maka dapat menghentikan perdarahan.10
2.1.4 Plasma Darah
Plasma ialah bagian cair dari darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah. Di dalam plasma terdapat sel-sel darah dan
lempingan darah, albumin dan gamma globulin yang berguna untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid dan mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme luar serta terdapat pula zat / faktor-faktor pembeku
darah, komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin, kinina,
enzym, polipeptida, glukosa, asam amino, lipid, berbagai mineral, metabolit,
hormon dan vitamin. 1, 6
8
Tabel 2.1 Golongan Darah dengan genotip dan unsur pokok aglutinogen serta
aglutininnya.11,12
Aglutinogen/ Aglutinin/
Genotip Golongan Darah
Antigen Antibodi
OO O Tidak ada Anti-A, Anti-B,
Anti-A,B
OA atau AA A A Anti-B
OB atau BB B B Anti-A
AB AB A dan B Tidak ada
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa apabila pada darah seseorang
tidak terdapat aglutinogen A ataupun aglutinogen B, maka golongan darahnya
adalah O. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe B, maka golongan darahnya
adalah B. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A, maka golongan darahnya
adalah A, dan apabila terdapat aglutinogen tipe A dan B, maka golongan
darah AB.11,12
9
ditandai dengan C, D, E, c, d, dan e. Tipe antigen D dijumpai secara luas
dalam populasi. Seseorang yang memiliki antigen ini dikatakan Rh positif,
sedangkan orang yang tidak memiliki antigen D disebut Rh negatif. 1,11
10
perubahan tanda vital. Kehilangan >40% volume darah akan menyebabkan kegagalan
sistem sirkulasi sampai henti jantung bila tidak ditangani. 4 Tujuan dari terapi
transfusi, khususnya pada paska operasi adalah untuk mengatasi anemia dan
oksigenasi yang tidak adekuat, serta defek faal hemostatic dengan menggunakan
komponen darah.2,5 Indikasi terjadinya hipoksia pada pasien anemia dan selama
periode paska operasi dapat menunjukkan gejala takikardia, hipotensi, dan dyspnea.5
11
hemoglobin atau hematokrit, seperti contohnya pada bayi atau anak – anak dengan
kadar hemoglobin normal, kehilangan darah sebanyak 10% volume darah, maka tidak
perlu dilakukan transfusi darah dan cukup diberikan cairan kristaloid atau koloid
karena tidak memberatkan kompensasi tubuh. Sedangkan apabila kehilangan darah
lebih dari 10% volume darah perlu dilakukan tindakan transfusi darah karena terjadi
gangguan dalam pengangkutan oksigen. Sementara itu, pada orang dewasa dengan
kadar hemoglobin normal, pemberian cairan masih dapat diberikan pada kehilangan
darah hingga 20% volume darah. Apabila kehilangan darah lebih dari itu, diperlukan
tindakan transfusi darah karena sering terjadi gangguan faktor pembekuan.11
Dalam mengatasi kehilangan darah, apabila yang digunakan adalah cairan
kristaloid, volume yang dibutuhkan adalah tiga kali lipat dari volume kehilangan
darah (rasio 1:3), sementara apabila yang digunakan adalah cairan koloid (rasio 1:1),
maka dibutuhkan volume yang sama dengan perdarahan. Perkiraan volume darah
seseorang berbeda-beda, tergantung pada usia dan jenis kelamin seseorang seperti
yang tertera pada tabel di bawah.11
12
pemeriksaan faal hemostasis untuk mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang
terjadi.2
13
jaringan.14 Untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah
pasien meningkat dapat digunakan rumus:
Gambar 2.2. Alur indikasi pemberian transfusi darah pada pasien trauma. 2
14
Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan evaluasi
keadaan hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hypovolemia berikan cairan
intravena untuk mengembalikan volume darah. Bila normovolemia lakukan
evaluasi lebih lanjut terkait gangguan hantaran oksigen dengan menilai SvO2.
Saat hantaran oksigen terganggu, pertimbangkan pemasangan kateter arteri
pulmonal serta ukur curah jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik,
lakukan pemantauan kadar Hb.2
15
pembekuan yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan dapat
disimpan hingga 5 hari.16 FFP merupakan produk plasma yang paling sering
digunakan, mengandung protein plasma dan seluruh faktor pembekuan.14
16
2.7 Indikasi khusus transfusi darah
Disamping manfaat yang didapat, transfusi darah bukan berarti bebas risiko.
Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut dan lanjut,
dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius dan non-
infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24 jam,
sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan, hinggan
beberapa tahun setelahnya. Komplikasi infeksi yang disebabkan karena transfusi
sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah. Risko infeksi yang
ditimbulkan sudah berkurang 10.000 kali sejak tahun 1980. Komplikasi transfusi non-
infeksius 1000 kali lebih sering terjadi daripada komplikasi yang bersifat infeksius
17
karena tidak ada perkembangan dalam pencegahannya. Beberapa contoh komplikasi
transfusi yang terjadi antara lain:
18
2.8.1.1.3 Transfusion-related acute lung injury
19
dialami oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala yang dialami dapat
meliputi kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan
pansitopenia yang terjadi 1-6 jam setelah transfusi. 15
Insiden infeksi virus paska transfusi terdapat sekitar 1:200,000 untuk hepatitis
B, 1:1,900,000 untuk hepatitis C. kebanyakan kasus menunjukkan gejala anikterik.
Hepatitis C merupakan infeksi serius yang lebih umum terjadi, bias berkembang
menjadi hepatitis kronis dengan sirosis hati pada 20% penderitanya. Infeksi HIV-1
dan HIV-2 juga merupakan salah satu komplikasi infeksius dari transfusi darah.
namun, dengan adanya tes asam nukleat virus yang diperankan oleh Food and Drugs
Administrasion dapat menurunkan risiko transmisi HIV mencapai 1:1,900,000
kejadian.11
20
BAB III
SIMPULAN
Transfusi darah merupakan proses penyaluran komponen darah dari satu individu ke
individu lainnya yang membutuhkan. Tindakan ini merupakan upaya penyelamatan
jiwa terhadap pasien dengan perdarahan paska bedah. Perdarahan yang terjadi pada
setiap prosedur pembedahan harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya
anemia, meningkatkan perfusi jaringan, dan mengembalikan volume darah ke dalam
batas normal. Sebagai klinisi, diharapkan mampu untuk memperhitungkan kehilangan
darah yang terjadi selama operasi berlangsung, mengontrol kondisi pasien dan
menentukkan komponen darah yang tepat untuk transfusi sesuai kebutuhan pasien.
Pemberian komponen darah kepada pasien dilakukan berdasarkan kadar hemoglobin
serta kondisi klinis pasien selama periode paska pembedahan. Selain itu, jenis
komponen darah yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pemberian transfusi tidak lepas dari komplikasi yang dapat dialami oleh
pasien. Komplikasi yang dapat timbul antara lain komplikasi yang bersifat non-
infeksius maupun infeksius. Evaluasi secara ketat perlu dilakukan untuk mengcegah
komplikasi yang tidak diingankan pada pasien seperti terinfeksi penyakit menular
maupun kecerobohan dalam memberikan transfusi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC 2006,
Edition 2012, 616(15): 271-9.
2. Mangku Gde, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT
Indeks Permata Puri Media. Jakarta Barat. 2010, h 302-15.
3. Watering LMG. Alternatives to Blood Transfusion in Transfusion Medicine.
ResearchGate. 2008 Nov. doi: 10.1111/j.1778-428X.2008.00114.x
4. Kaur P, Basu S, Kaur G, dkk. Transfusion issues in surgery. Internet Journal
of Medical Update. 2013 January;8(1):46-50
5. Liumbruno, GM, Bennardello F, Lattanzio A, dkk. Recommendations for the
transfusion management of patients in the peri-operative period. III. The post-
operative period. Blood Transfus 2011;9:320-35
6. Mallo PY, Sompie SRUA, Narasiang BS, Bahrun. Rancang Bangun Alat
Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan Sensor oximeter
Secara Non-Invasive. Teknik Elektro UNSRAT. 2012, h 1-6.
7. Krishnan S. Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut Di RSUP Haji
Adam Malik, Medan Pada 2009. USU Digital Library. 2010, h 3-6.
8. Effendi Z. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
USU Digital Library. 2003, h 1-8.
9. Wirya EI. Hubungan Olahraga Rutin Dengan Kadar Hemoglobin Darah. USU
Digital Library. 2013, h 3-11.
10. Masihor JJG, Mantik MFJ, Memah M, Mongan AE. Hubungan Jumlah
Trombosit Dan Jumlah Leukosit Pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue.
Jurnal e-Biomedik (eBM). 2013, 1(1):391-5.
11. Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. Edisi 5.
New York. McGraw-Hill Companies. 2013, h 487-535, 1161-76.
12. Djoerban Z. Dasar-dasar Transfusi Darah. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. 2009, h 1185-1204.
22
13. Gaol HL, Tanto C, Pryambodho. Transfusi Darah. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Media Aesculapius. Jakarta. 2014, h 565-7.
14. Miller RD. Miller’s Anesthesia. 8th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2015.
15. Sharma S, Sharma P, Tyler LN. Transfusion of Blood and Blood Products:
Indications and Complications. Am Fam Physician. 2011;83(6):719-724.
16. Norfolk D. Handbook of Transfusion Medicine. 5 th edition. United Kingdom:
TSO; 2013.
17. McCullough J. Transfusion Medicine. 4th Edition. Oxford: John Wiley &
Sons; 2017.
18. Maxwell MJ, Wilson MJ. Complication of Blood Transfusion. British Journal
of Anaesthesia. 2006;6(6):225-229
23