Anda di halaman 1dari 18

BAB III

METODE STUDI KASUS

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat

Penelitian ini akan direncanakan di Fisioterapi Center (Universitas

Abdurrab)

3.1.2 Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2018.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus.

T1 T6

K E1 E6

3.3 Skema Metode Penelitian

Keterangan:

K = Kondisi/kasus forward head posture

T1 = Terapi 1

T6 = Terapi 6

E = Evaluasi

36
37

3.4 Perencanaan Laporan Kasus

Tindakan pemeriksaan untuk forward head posture disamping informasi

bagian medik, tapi juga membutuhkan informasi dari pasien dan keluarga

pasien untuk dapat mengetahui keadaan pasien sehingga akan memudahkan

dalam penanganan. Data yang dapat dikumpulkan untuk menegakan diagnosis

dapat diperoleh melalui :

3.4.1 Anamnesis

Anamnesis (Tanya jawab) berisi tentang identitas pasien yang

terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, hobi

dan keadaan pasien seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

penyerta, dan ada kaitannya dengan penyakit yang diderita pasien.

Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Auto Anamnesis

Yaitu bersangkutan yang langsung dilakukan kepada pasien

yang bersangkutan.

b. Hetero Anamnesis

Yaitu anamnesis yang dilakukan kepada orang lain misalnya

keluarga, teman atau orang lain yang mengetahui keadaan pasien.

Anamnesis ini dilakukan bila terapis sulit melakukan

anamnesis langsung kepada pasien karena beberapa hal seperti

penderita adalah anak-anak, orang tuli atau bisu, gangguan mental,

dan lain-lain.
38

Secara sistematis anamnesis dapat dikelompokan menjadi dua

yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus yaitu:

1. Anamnesis Umum

Hal yang dapat diperoleh berupa identitas pasien yaitu:

nama, umur, jenis kelamin, alamat pasien, agama dan hobi.

Anamnesis sangat penting, selain kita dapat mengetahui data-

data pasien dari anamnesis ini kita juga dapat memperkirakan

sebab-sebab penyakit yang diderita oleh pasien, apakah ada

hubungan nya dengan umur, jenis kelamin atau dengan hobi

pasien. Serta dengan mengetahui dangan mengetahui data-data

pasien kita juga dapat menentukan tindakan yang tepat bagi

pasien tersebut.

2. Anamnesis Khusus

Hal-hal yang dapat dijumpai atau keteraangan dari pasien

meliputi:

a) Keluhan Utama

Merupakan salah satu gejala dominan yang

mendorong pasien mencari pertolongan dan pengobatan.

Keluhan utama yang dirasakan pada Forward Head Posture

ini adalah berupa nyeri pada otot leher bagian belakang.

Pada umumnya pasien mengelukan susah menggerakkan

fleksi neck saat melakukan aktifitas dan bad posture yang

disebabkan oleh timbulnya nyeri.


39

Riwayat Penyakit Sekarang disini yang harus

diketahui adalah kapan terjadinya, gejala-gejala yang

keluhkan nyeri spontan, nyeri gerak, nyeri tekan, sehingga

susah untuk beraktifitas. Juga perlu ditanyakan apakah

pasien pernah mendapatkan penanganan sebelumnya, kapan

serta bagaimana bentuk penanganannya dan hasilnya.

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Merupakan penyakit yang pernah diderita

sebelumnya, apakah sebelumnya pasien pernah menderita

penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang sekarang,

dan apakah pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit

yang lain atau penyakit yang sekarang, riwayat trauma dan

pernah dilakukan operasi.

3.4.2 Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan umum meliputi:

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik di lakukan pada pasien meliputi:

pemeriksaan vital sign, inspeksi, palpasi auskultasi, perkusi, kognitif,

interpersonal, kemampuan fungsional dan lingkungan aktif.

1. Pemeriksaan vital sign

a) Tekanan darah

Tekanan darah normal pada dewasa berkisar 120/80

mm/hg.
40

b) Denyut nadi

Pemeriksaan nadi pada umumnya dilakukan pada arteri

radialis. Denyut nadi dewasa berkisar 60-80/menit.

c) Pernafasan

Pernafasan normal pada dewasa berkisar 18-20/menit.

d) Temperature

Pengukuran suhu badan dapat dilakukan secara: axilar

selama 15 menit, oral selama 5-10 menit atau selama 5

menit. Suhu badan normal 36-37 0C.

2. Inspeksi

Inspeksi adalah suatu cara pemeriksaan dengan melihat

atau mengamati. Adapun hal-hal yang biasa dilihat adalah

keadaan umum penderita, sikap tubuh, adanya deformitas, atrofi

otot, dan ekspresi wajah. Berdasarkan pelaksanaannya inspeksi

dibedakan atas dua macam yaitu:

a) Statis : yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam

keadaan diam hasil pemeriksaan untuk

mengetahui kondisi oedema pada matacarpal I.

b) Dinamis : yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam

keadaan bergerak hasil pemeriksaan mengetahui

adanya keterbatasan gerak pada ibu jari.

3. Perkusi

Untuk mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian

tertentu saja, pada penelitian ini pemeriksaan tidak dilakukan.


41

4. Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara menggunakan indra

pendengaran, biasanya menggunakan alat bantu stetoskop untuk

mengetahui atau mendengarkan denyut jantung, pada penelitian

ini pemeriksaan tidak dilakukan.

5. Palpasi

Palpasi merupakan pemeriksaan dengan cara merabah,

menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien. Untuk

mengetahui ada tidaknya nyeri tekan.

6. Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal

Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,

pemecahan masalah, orientasi ruang dan waktu. Pasien diminta

menceritakan awal serta waktu terjadinya keluhan, dan lain-lain.

Interpersonal meliputi kemampuan dalam memahami,

menerima keadaan dirinya dan sebagainya. Kita tanyakan usaha-

usaha apa saja yang sudah dilakukan pasien guna

menyembuhkan penyakitnya.

Intrapersonal meliputi kemampuan pasien dalam

berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Perlu tidaknya

bantuan kepada pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari,

dan dukungan keluarga terhadap kesembuhan pasien.


42

3.4.3 Pemeriksaan Gerak Dasar

Pemeriksaan gerak dasar yang akan dilakukan yaitu:

a. Pemeriksaan gerak aktif

Pada pemeriksaan gerak aktif pasien diminta untuk

menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif.

Pemeriksaan melihat dan mengamati serta memberikan aba-aba.

Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan gerak aktif adalah:

rasa nyeri, lingkup dan gerak sendi. Gerakan yang dilakukan yaitu

fleksi, ekstensi, lateral fleksi neck. Nyeri diperburuk terutama saat

mendongakan kepala (gerakan fleksi).

b. Pemeriksaan gerak pasif

Gerakan pasif adalah gerakan yang dilakukan pada anggota

tubuh yang dikeluhkan dibandingkan dengan anggota tubuh yang

lainnya. Yang dapat diperoleh dari gerakan pasif adalah lingkup

gerak sendi dan nyeri. Gerakan yang dilakukan yaitu fleksi, ekstensi,

lateral fleksi neck.

3.4.4 Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik meliputi:

a. Forward Head Test

1) Berdiri tegak membelakangi dinding. Pastikan punggung dan

bahu menempel bersandar pada dinding. Beri jarak antara tumit

kaki dan dinding sekitar 2 - 3 inci (sekitar 5 cm) agar pantat bisa
43

menempel dengan mudah pada dinding dan keseimbangan tubuh

tetap terjaga. Posisi ini disebut postur normal dari tiap subjek.

2) Terapis mencari dan mempalpasi titik tengah dari bahu, yaitu titik

tengah dari tulang yang disebut humeral head. Beri tanda pada

titik tersebut. Ukur jarak antara titik tersebut dan dinding dengan

menggunakan meteran. Catat hasil pengukuran dengan kode *1.

3) Tetap pada posisi yang sama, terapis mencari dan mempalpasi

titik tengah dari telinga, yaitu titik tengah dari kanal telinga yang

disebut external auditory meatus. Beri tanda pada titik tersebut.

Ukur jarak antara titik tersebut dan dinding dengan menggunakan

meteran. Catat hasil pengukuran dengan kode *2.

4) Hitunglah dengan rumus (*2 - *1). Hasil yang seharusnya dan

tepat adalah 0 (nol), karena pada posisi anatomis seharusnya

telinga dan bahu membentuk garis lurus simetris saat berdiri.

Apabila hasil penghitungan lebih besar daripada 0, telah

teridentifikasi awal kasus . Hasil: 14 cm – 11 cm = 3 cm (hasil

lebih dari 0, jadi pasien (+) mengalami Forward Head Posture

(FHP).

Gambar 3.1. Forward Head Test


Sumber : Raymond, 2011
44

b. Range of Motion Test

Pemeriksaan luas gerak sendi Range of Motion atau ROM untuk

menilai luas gerak sendi servikal pada bidang sagital dengan

menggunakan goniometer. Sudut normal kraniovertebra adalah sekitar

49º - 59º. Jika sudut kraniovertebra lebih kecil dari 49º,maka penderita

positif mengalami Forward Head Posture. Semakin kecil sudut

kraniovertebra, maka Forward Head Posture semakin besar (Winarti,

2012).

Penatalaksanaan Range of Motion Test :

1. Fleksi

 Normal ROM : 0-(30-45°)

 Instruksi : posisi pasien duduk, pasien diminta untuk

menundukan kepala atau mengarahkan dagu kedada.

2. Ekstensi

 Normal ROM : 0-(30-45°)

 Instruksi : posisi pasien duduk, pasien diminta untuk

melihat keatas atau melihat langit-langit.

3. Fleksi Lateral

 Normal ROM : (0-40°)

 Instruksi : posisi pasien duduk, pasien diminta untuk

menunduk dan mengarahkan telinga ke masing-

masing bahu.

4. Rotasi Lateral

 Normal ROM : 0-(30-45°)


45

 Instruksi : posisi pasien duduk, pasien diminta untuk

melihat kekiri dan kekanan.

Gambar 3.2 Range of Motion Test


Sumber : Nurfaziahhatta, 2012

c. Palpasi

Palpasi dilakukan dengan meraba atau menekan bagian tubuh

pasien untuk mengetahui apakan ada kekakuan atau ketegangan otot.

Gambar 3.3. Palpasi


Sumber : Danielsson, 2015
46

3.4.5 Diagnosa Fisioterapi

Diagnosa fisioterapi adalah upaya untuk menegakan masalah

kapasitas fisik dan kemampuan fungsional berdasarkan hasil interpretasi

data yang telah dirumuskan menjadi pertanyaan yang logis dan dapat

dilayani oleh fisioterapi.

Tujuan diagnosa fisioterapi adalah untuk mengetahui masalah

kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang di hadapi pasien serta

untuk menentukan kebutuhan layanan fisioterapi yang tepat.

Problematic fisioterapi pada kasus Forward Head Postur adanya

Impairment yaitu: (a)Anatomi impairtment yaitu spasme otot dan

kelainan postur dan bad posture (b) Funcional impairtment adanya nyeri

dan adanya keterbatasan gerak fleksi neck (c)Funcional limitation yaitu

keterbatasan saat mendongakkan kepala ke atas, duduk lama dengan

posisi kepala menunduk kebawah atau melihat kebawah (d)

Disability/Participation Restriction tidak dapat mengikuti kegiatan sosial

seperti mengikuti kegiatan ekstrakulikuler bersama teman-temannya.

3.4.6 Perencanaan Fisioterapi

Dari diagnosa fisioterapi pada kasus ini adalah nyeri didaerah leher,

dikarenakan Forward Head Postur sehingga aktivitas pasien terganggu.

Dalam melakukan terapi, fasilitas rumah sakit atau klinik memadai.

Dengan diberikan beberapa terapi pada penderita maka didapatkan hasil

bahwa gangguan nyeri sedikit berkurang. Perencanaan dibuat agar tujuan

dan hasil dari terapi dapat diketahui dengan dosis terapi yang dapat

ditentukan.
47

Penerapan target output :

a. Berdasarkan prognosis

1. Quo ad vitam

Menyangkut hidupnya pasien. Bila tidak ada ancaman

kematian, berarti quo ad vitam baik kondisi Forward Head Postur.

2. Quo ad sanam

Menyangkut tingkat kesembuhannya, bila kemungkinan

sembuhnya besar maka quo ad sanam baik pada kondisi Forward

Head Postur.

3. Quo ad fungsional

Menyangkut segi fungsional, bila akan menimbulkan

gangguan fungsional yang sangat maka quo ad fungsionalnya jelek.

Pada kondisi Forward Head Postur ada fungsionalnya baik.

4. Quo ad cosmeticam

Menyangkut segi kosmetik, bila menimbulkan gangguan

kosmetik maka quo ad cosmeticnya jelek. Pada kondisi Forward

Head Postur quo ad cosmeticnya jelek.

b. Perencanaan program

Perencanaan program terdiri dari

1. Penjadwalan.

2. Patologi.

3. Tujuan dan harapan dosis, frekuensi dan treatment.


48

3.5 Penatalaksanaan fisioterapi

3.5.1 Myofascial Release Technique

a. Definisi Myofascial Release Technique

Myofacial release technique mengacu pada teknik massage

berfungsi untuk peregangan fasia dan melepaskan ikatan antara

fasia dan integumen, otot, tulang, dengan tujuan untuk mengurangi

nyeri, meningkatkan ROM dan keseimbangan tubuh (Shah, 2012

dalam Yudistira, 2014).

Tujuan dari myofascial release adalah untuk melepaskan

perlengketan dalam lapisan dalam dari fasia. Hal ini dihasilkan

dengan cara meregangan (streching) komponen otot fasia

yang terjadi abnormal crosslink, dan mengubah viskositas unsur

fasia (Yudistira, 2014).

Myofascial Release Technique (MRT) adalah kumpulan dari

pendekatan dan teknik yang berfokus pada pembebasan gerak yang

terbatas yang berasal dari jaringan lunak tubuh. Banyak manfaat dari

myofascial release technique ini.

Efek langsung yang dirasakan tubuh seperti pengurangan rasa

nyeri melalui efek terhadap aliran darah dan temperatur; efek terhadap

metabolisme; efek terhadap sistem autonomik; dan efek terhadap

aktivitas fibroblastik atau sinthesis collagen selama proses

penyembuhan (Cantu and Grodin, 2001).

b. Dosis pelaksanaan

1. Frekuensi : terapi dilakukan 2 kali dalam seminggu


49

2. Waktu : 15 menit

3. Intensitas : 6 kali pengulang

c. Target pelaksanaan Myofascial Release Technique

1. Mengurangi nyeri

2. melepaskan perlengketan dalam lapisan dari fasia

3. merileksasi otot

d. Persiapan alat

1. Lotion , baby oil, minyak zaitun

2. Handuk atau tisu

e. Persiapan pasien

1. Pasien dalam posisi pasien senyaman mungkin

2. Pasien diminta melepaskan pakaian yang menutupi atau

menghalangi proses pengobatan.

3. Berikan edukasi tentang efek dan manfaat Myofascial Release

Technique

f. Pelaksanaanya

1. Oleskan lotion dipermukaan yang akan diterapi.

2. seluruh permukaan palmar dari tangan, jari-jari dan jempol harus

mempertahankan kontak dengan tubuh pasien dengan santai

(dengan membuka jari saat melakukan terapi)

3. tekanan yang diberikan bersumber dari berat badan terapis, bukan

kekuatan tangan atau lengan.


50

4. Arah yang dilakukan selalu mengikuti arah aliran balik vena

kembali drainase limfatik terhadap kelompok terdekat dari node

limfatik

5. Lakukan pengulangan delapan kali pengulangan di bagian otot-

otot yang spasme.

6. Setelah selesai melakukan terapi jangan lupa untuk

membersihkan area yang di beri lotion .

Gambar 3.5. Myofascial Release


Sumber : Amanda, 2015

3.5.2 NeuroMuscular Taping (NMT)

a. Definisi NeuroMuscular Taping (NMT)

NeuroMuscular Taping (NMT) merupakan salah satu metode

terapi biomekanikal yang inovatif dengan stimulasi kompresi dan

dekompresi untuk menghasilkan efek yang positif pada sistem

muskuloskeletal, neurologi, vascular, dan limfatik. Fungsi dasar dari

NeuroMuscular Taping (NMT) adalah aktivasi sistem pada kulit, otot,

vena, dan limfatik serta sendi dengan tujuan menormalisasi tegangan

otot, mengkoreksi sendi dan mempengaruhi postur. Aksi

NeuroMuscular Taping(NMT) pada level sensoris adalah 3


51

menstimulasi kutaneus, otot, reseptor sendi dan mengontrol nyeri

(Blow, 2015).

Neuromuscular Taping (NMT) adalah aplikasi dengan

menggunakan aplikator tape yang menciptakan kekuatan eksentrik

yang diterapkan pada kulit dan berperan dalam mengatur sensorimotor

dan sistem proprioseptif. Neuromuscular Taping (NMT)

memodifikasi input sensorik yaitu diintegrasikan oleh sistem saraf

pusat dan di gunakan untuk membantu poses motorik yang dikenal

dengan integrasi sensorimotor.

b. Dosis Penatalaksaan

1. Frekuensi : terapi dilakukan 2 kali dalam seminggu

2. Waktu : 24 jam

3. Intensitas : 6 kali pengulang

c. Target pelaksanaan Neuromuscular Taping (NMT)

1. Mengurangi nyeri

2. menormalkan fungsi otot

d. Persiapan alat

1. Neuromuscular Taping (NMT)

2. Gunting

3. Handuk

e. Persiapan pasien

1. Pastikanpasien tidak dalam keadaan sakit

2. Posisikan pasien senyaman mungkin


52

3. Pasien diminta melepaskan pakaian yang menutupi atau

menghalangi proses pengobatan.

4. Bersihkan area yang akan dipasang tapping

5. Berikan edukasi tentang efek dan manfaat Neuromuscular Taping

(NMT)

f. Penatalaksanaan Pemasangan Neuromuscular Taping (NMT)

1. Bagian Posterior Neck

a) Lebar : 1cm, Panjang : 20-25cm, base : 2cm, bentuk : Y cut,

di bikin dua lembar tapingnya.

Gambar 3.5. Ukuran dan bentuk Tape Posterior Neck


Sumber : Blow, 2012

b) Bersihkan area yang akan di tempelkan taping dengan

menggunakan handuk.

c) Pasang base di thoracal 6 dengan posisi kepala pasien flexi

neck 45 derjat.

d) Jangan dipasang ditengah-tengah, setiap sisi diberi jarak 1cm

dari garis tengah (vetebra).

e) Tempelkan tapping tanpa tarikan, sisi lateral tapping sedikit

menyerong.

f) Jarak antara sisi tapping lateral dan medial 1cm


53

Gambar 3.6. Pemasangan Posterior Neck


Sumber : Blow, 2012

1.6 Home Program

Home program ditujukan kepada pasien langsung. Terapis akan

mengajarkan berbagai teknik terapi yang bisa dilakukan pada penderita

Forward Head Posture dirumah. Tujuan home program dilakukan adalah

untuk mendukung kesembuhan pasien.

1.7 Evaluasi

Tujuan evaluasi ini dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan selama dilakukan terapi. Rencana evaluasi pada Forward Head

Posture adalah untuk mengukur tingkat perkembangan aktifitas fungsional

pasien. Evaluasi akan di lakukan setelah melakukan terapi.

Anda mungkin juga menyukai