Anda di halaman 1dari 35

Tugas

TINDAKAN PENGELOLAAN (MANAJEMEN) LALU LINTAS


UNTUK PENINGKTAN KAPASITAS JALAN BERDASARKAN PELEBARAN
BADAN JALAN DAN JEMBATAN PENYEBERANGAN

OLEH :

JURAWAL
G2T121017

PASCASARJANA MANAJEMEN REKAYASA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga

makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan

terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan

sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa

pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu

kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 31 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1..........................................................................................................................Latar
Belakang......................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2
2.1. Sistem Jaringan Jalan.................................................................................. 2
2.2. Fungsi Jalan.................................................................................................. 3
2.3. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)..................................................... 7
2.4. Jembatan Penyebrangan............................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................ 12
3.1. Tindakan Pelebaran Jalan........................................................................... 14
3.2. Ketentuan Pembangunan Jembatan................................................................ 28
BAB III PENUTUP............................................................................................... 29
Kesimpulan ....................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jembatan Penyeberangan Sederhana................................................. 9


Gambar 2.2 Jembatan Penyeberangan Orang........................................................ 10
Gamabr 2.3 Jembatan orang melintasi.................................................................. 12
Gambar 3.7 Jembatan Asia Afrika (Simpang lima).............................................. 22
Gambar 3.8 Jembatan Ir.H.Juanda (Taman Radio) .............................................. 22
Gambar 3.9 Berdagang di Jembatan Merdeka (Balai Kota) ................................. 23
Gambar 3.10 Tempat untuk beristirahat................................................................ 24
Gambar 3.12 Penyeberang pelican........................................................................ 25
Gambar 3.11 Penyeberangan Zebra...................................................................... 25
Gambar 3.13 Besi Berkarat................................................................................... 26
Gambar 3.14 Lantai Mengelupas.......................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan


bahwa jalan adalah suatu prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau
air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Jalan mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan
perkembangan antar wilayah yang seimbang, pemerataan hasil pembangunan serta
pemantapan pertahanan dan keamanan nasional dalam rangka mewujudkan
pembangunan nasional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan


dijelaskan bahwa penyelenggaraan jalan yang konsepsional dan menyeluruh perlu
melihat jalan sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Dalam hubungan ini dikenal sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Pada setiap sistem jaringan jalan
diadakan pengelompokan jalan menurut fungsi, status, dan kelas jalan.
Pengelompokan jalan berdasarkan status memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk menyelenggarakan jalan yang mempunyai layanan nasional dan
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan jalan di wilayahnya sesuai dengan
prinsip-prinsip otonomi daerah.

1.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana upaya peningkatan kualitas jalan dengan tindakan pelebaran jalan ?
2. Bagaimana syarat peningkatan jalan dengan jembatan penyebrangan jalan?

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan.

Berdasarkan sistem jaringan jalan, maka dikenal 2 istilah, yaitu:

2.1.1. Sistem Jaringan Jalan Primer


Jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan sebagai berikut:

1) menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah,


pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.
2) menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang


menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai
dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas menerus
maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus walaupun
memasuki kawasan perkotaan.

2.1.2 Sistem jaringan jalan sekunder

Jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah


kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang
mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi
sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

2
3

Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang


menghubungkan antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang
sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

2.2 Fungsi Jalan


Berdasarkan fungsinya, maka jalan dibedakan menjadi beberapa fungsi, yaitu:

a) Jalan Arteri

a. Arteri Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antarpusat


kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km per jam,
lebar badan jalan minimal 11 meter, lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu
lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal, jumlah jalan masuk ke
jalan arteri primer dibatasi, serta tidak boleh terputus di kawasan perkotaan.

b. Arteri Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan


sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekuder kesatu, atau
kawasan kawasan sekuder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km per jam dengan lebar badan
jalan minimal 11 meter, dan lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas lambat.

b) Jalan Kolektor

a. Kolektor Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau
antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Didesain berdasarkan
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km per jam dengan lebar badan
jalan minimal 9 meter, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

b. Kolektor Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan


kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km
4

per jam dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, dan lalu lintas cepat tidak
boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

c) Jalan Lokal

a. Lokal Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan
pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km per jam dengan lebar badan
jalan minimal 7,5 meter, dan tidak boleh terputus di kawasan perdesaan.

b. Lokal Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan


perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 7,5
meter.

d) Jalan Lingkungan

a. Lingkungan Primer: Jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam


kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km per jam dengan lebar badan
jalan minimal 6,5 meter untuk jalan yang diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor roda 3 atau lebih. Sedangkan jalan yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor roda 3 atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan
minimal 3,5 meter.

b. Lingkungan Sekunder: Jalan yang menghubungkan antarpersil dalam kawasan


perkotaan. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km per jam
dengan lebar badan jalan minimal 6,5 meter untuk jalan yang diperuntukkan bagi
kendaraanbermotor roda 3 atau lebih. Sedangkan jalan yang tidak diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor roda 3 atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan
minimal 3,5 meter.
5

e) Lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter ini dimaksudkan agar lebar jalur lalu
lintas dapat mencapai 3 meter, dengan demikian pada keadaan darurat dapat
dilewati mobil dan kendaraan khusus lainnya seperti pemadan kebakaran, ambulan,
dan sebagainya.

2.3 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Jalan


1. Jalan Arteri
Jalan arteri adalah jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rerata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
2. Jalan Kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang melayani angkutan pengumpul /pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rerata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rerata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rerata rendah.

2.3.1. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan


Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas dan dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya
dengan klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut:
6

2.3.2. Klasifikasi Jalan Menurut Peranan Jalan


1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan palayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan
menghubungkan semua simpul jasa yang berwujud pusat pusat kegiatan (UU
No. 38 Tahun 2004).
a. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang
menhubungkan kota jenjang kedua yang berada di bawah pengaruhnya.
b. Jalan kolektor primer adalah ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua yang lainnya atau ruas jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang berada
di bawah pengaruhnya.
c. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota
jenjang kedua dengan persil, serta ruas jalan yang menghubungkan kota
jenjang ketiga dengan kota yang berada di bawah pengaruhnya sampai persil.

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder


Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk masyarakat di wilayah perkotaan (UU No. 38 Tahun 2004).
a. Jalan arteri sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
b. Jalan kolektor sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan -
kawasan sekunder kedua yang satu dengan yang lainnya atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.
7

c. Jalan lokal sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan - kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

2.2. Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai anatara lain batu
pecah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja. Bahan ikat yang dipakai antara
lain adalah aspal, semen, dan tanah liat. Menurut Sukirman (1992), berdasarkan
bahan pengikatnya, kontruksi perkerasan jalan dapat dibedakan beberapa tipe,
antara lain sebagai berikut.
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Plat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat
beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur.

2.3. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Menurut Sukirman (1992), konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-


lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipampatkan. Lapisan lapisan
tersebur berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan penyebarannya ke lapisan
8

bawahnya. Flexible pavement adalah perkerasan fleksibel dengan bahan terdiri atas
bahan ikat (berupa aspal, tanah liat), dan batu. Perkerasan ini umumnya terdiri atas
3 lapis atau lebih. Urut-urutan lapisan adalah lapis permukaan, lapis pondasi, lapis
pondasi bawah, dan sub grade (Suryadharma dan Susanto, 1999).

Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan berupa P ton, maka
beban ini akan diteruskan ke lapisan bawahnya dengan sistem penyebaran tekanan,
sehingga semakin ke bawah/dalam tekanan yang dirasakan semakin kecil. Fungsi dari
masing-masing lapisan adalah sebagai berikut :
1. Lapis Permukaan
a. memberikan suatu bagian permukaan yang rata,
b. menahan beban geser dari beban roda,
c. sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan,
d. sebagai lapisan aus.
2. Lapis Pondasi
a. sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya geser
dari beban roda,
b. sebagai lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah.
3. Lapis Pondasi Bawah
a. untuk menyebarkan tekanan tanah,
b. material dapat digunakan kualias yang rendah agar efisien,
c. sebagai lapis peresapan,
d. mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas,
e. sebagi lapisan I untuk pelaksanaan perkerasan. (Suryadharma dan Susanto, 1999)

2.4. Jembatan Penyebrangan


Jembatan penyeberangan pejalan kaki adalah jembatan yang hanya
diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Viaduct merupakan sebutan untuk
jembatan yang melintas diatas jalan. Jembatan penyeberangan berfungsi untuk
9

melewatkan jalan yang terputus karena adanya hambatan seperti saluran, sungai,
kanal, selat, lembah, jalan, dan rel kereta api. (Kementerian PU, 1995, h.4).

2.4.1. Perkembangan Jembatan Orang


Sejarah jembatan dan peradaban manusia dapat dikatakan sejalan dengan
waktu. Manusia mengkategorikan lima tipe jembatan seperti balok (beam),
kantilever (cantilever), pelengkung (arch), kabel gantung (suspension) dan rangka
(truss). Empat tipe jembatan pertama berawal dari kehidupan sebelum masehi.
Seperti contoh jembatan yang tumbang melintasi sungai yang dinamakan (simple
beam bridge).

Gambar 2.1 Jembatan Penyeberangan Sederhana Sumber : https://www.google.com/search?


q=jalan&oq=jalan&aqs=chrome..69i57j0i433i512j46i433i512j46i175i199i512j0i512l3j0i4
33i512j0i512j0i433i512.71611j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Gamabr 2.2 Jembatan Penyeberangan Orang Fasilitas Modern


10

Sumber : http://travel.tribunnews.com/2017/04/30/melintasi-jurang-terjal-sampai-
hutanbelantara-ini-8-jembatan-paling-ekstrem-di-dunia.

Gambar 2.3 Jembatan orang melintasi

Sumber : http://travel.tribunnews.com/2017/04/30/melintasi-jurang-terjal-sampai-
hutanbelantara-ini-8-jembatan-paling-ekstrem-di-dunia?page=2.

Perkembangan jembatan sudah semakin maju dikarenakan adanya


penemuanpenemuan material baru seperti kayu dan batu yang disatukan dengan
besehingga lebih kuat. Jembatan pelengkung pertama dibangun melintasi
sungaSevern di Inggris pada tahun 1776. Sedangkan jembatan gelegar baja
dibangunpada jalan kereta api di Dublin Drogheda pada tahun 1824.

Jembatan merupakan peralatan tertua yang digunakan dalam peradaban


manusia. Jembatan pada zaman dulu terbuat dari batang pohon ataupun balok kayu
yang besar agar dapat menyeberangi sungai kecil. Menurut Degrand, pembangunan
jembatan pertama di sungai Nil oleh Raja Manes dari Mesir pada tahun 2650 SM,
tetapi tidak diketahui detailnya. Karena materialnya cukup mudah dan banyak maka
jembatan kayu telah digunakan cukup lama. Diodorus Siculus pernah menyusun
suatu deskripsi jembatan kayu yang dibangun oleh Ratu Semirawis dari Babilions
melintas sungai Efhrat pada tahun 783 SM. Jembatan bertumpu pada pier-pier batu
11

yang beralaskan lantai kayu. Lantai kayu mudah untuk dipindahkan atau digeser
sehingga para pencuri tidak dapat masuk ke kota pada malam hari. Peristiwa
penting dalam pembangunan jembatan adalah pengenalan jembatan pelengkung,
karena memungkinkan untuk menggunakan material seperti pasir dan batuan.
Jembatan primitif mulai dikembangkan oleh bangsa Indian, Yunani, Romawi dan
China.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Tindakan Pelebaran Jalan


1. Pelebaran perkerasan
Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar
jalur lalu lintas yang diperlukan dalam rancangan, yang ditunjukkan pada Gambar
atau yang diperintahkan Direksi Pekerjaan. Pekerjaan harus mencakup penggalian
dan pembuangan bahan yang ada, penyiapan tanah dasar, dan penghamparan serta
pemadatan bahan dengan garis dan dimensi Indikator hasil belajar yang harus
dicapai dalam pembelajaran ini adalah:
1. Mampu menjelaskan tentang pekerjaan Spesifikasi Umum Divisi 4 : Pelebaran
Perkerasan dan Bahu Jalan yang berkaitan dengan pekerjaan divisi lain pada
spesifikasi umum
2. Mampu menjelaskan tentang bahan yang dipergunakan baik untuk pekerjaan
pelebaran perkerasan maupun bahu jalan
3. Mampu menjelaskan tentang persiapan untuk pekerjaan pelebaran jalan maupun
bahu jalan
4. Mampu menjelaskan tentang penghamparan dan pemadatan untuk pekerjaan
pelebaran perkerasan maupun bahu jalan
5. Mampu menjelaskan tentang pengukuran dan pembayaran untuk
pekerjaan pelebaran perkerasan maupun bahu jalan
2. Spesifikasi Pelebaran perkerasan dan bahu jalan
a. yang diberikan dalam Gambar atau yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Pekerjaan harus sudah selesai sebelum pelaksanaan dari pelapisan lapis perata.
b. Pelebaran perkerasan harus dilaksanakan seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar. Penentuan pelebaran perkerasan apakah satu sisi maupun dua sisi
harus dilakukan dengan mempertimbangkan Ruang Milik Jalan (Rumija) yang
tersedia, bangunan tetap dan lingkungan yang ada termasuk pembebasan tanah
(jika ada) sehingga dapat menciptakan suasana aman bagi pemakai jalan seperti

12
13

kebebasan samping yang cukup dengan disediakannya lebar bahu jalan yang
memenuhi standar teknis.
c. Bilamana alinyemen jalan lama tidak memenuhi ketentuan minimum dari
fungsi jalan tersebut (arteri, kolektor, dan lokal), maka pelebaran perkerasan
harus dilaksanakan dengan perbaikan alinyemen sedemikian hingga sumbu
jalan menjadi lebih lurus dan lengkung pada tikungan maupun pada puncak
tanjakan dapat dikurangi.

3. Pekerjaan Seksi Lain yang Berkaitan dengan Seksi Ini:


a) Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas : Seksi 1.8
b) Kajian Teknis Lapangan : Seksi 1.9
c) Pengamanan Lingkungan Hidup : Seksi 1.17
d) Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Seksi 1.19
e) Galian : Seksi 3.1
f) Penyiapan Badan Jalan : Seksi 3.3
g) Bahu Jalan : Seksi 4.2
h) Lapis Pondasi Agregat : Seksi 5.1
i) Lapis Pondasi Semen Tanah : Seksi 5.4
j) Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat : Seksi 6.1
k) Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) dan Laburan Aspal : Seksi 6.2
Dua Lapis (BURDA)
l) Campuran Aspal Panas : Seksi 6.3
m) Lasbutag dan Latasbusir : Seksi 6.4
n) Campuran Aspal Dingin : Seksi 6.5
o) Lapis Perata Penetrasi Macadam : Seksi 6.6
p) Pengembalian Kondisi Perkerasan Lama : Seksi 8.1
q) Pengembalian Kondisi Bahu Jalan pada Perkerasan : Seksi 8.2
Berpenutup Aspal
r) Pengembalian Kondisi, Saluran Air, Galian, Penghijauan : Seksi 8.3
14

4. Toleransi Dimensi:
a. Ketentuan yang disyaratkan dalam Seksi 5.1 untuk Lapis Pondasi Agregat dan
Seksi 5.4 untuk Lapis Pondasi Semen Tanah, harus berlaku.
b. Rentang tebal lapisan yang diijinkan dihampar dalam satu kali operasi harus
seperti yang ditentukan di Seksi lain dalam Spesifikasi ini untuk bahan yang
bersangkutan.
5. Standar Rujukan, Pengajuan Kesiapan Kerja, Cuaca yang Diijinkan untuk Bekerja,
Perbaikan Terhadap Pekerjaan Pelebaran Perkerasan yang Tidak Memenuhi
Ketentuan dan Pengembalian Bentuk Pekerjaan Setelah Pengujian
a) Ketentuan yang disyaratkan dalam Seksi 5.1 untuk Lapis Pondasi Agregat, Seksi
5.4 untuk Lapis Pondasi Semen Tanah, dan Seksi 6.3 untuk Campuran Aspal
Panas harus berlaku, sesuai dengan bahan yang bersangkutan. Pada pelebaran
yang sempit sesuai Seksi 4.1.3.(4). dan rentang tebal lapis yang diijinkan pada
setiap penghamparan, harus memperhatikan kemampuan alat pemadat (Roller)
dan memenuhi kriteria bahan yang digunakan.

3.1.2 Bahan
Pekerjaan pelebaran perkerasan akan dilaksanakan dengan menggunakan
timbunan (bila ditunjukkan dalam Gambar), Lapis Pondasi Agregat atau Lapis
Pondasi Semen Tanah, dan Lapisan Beraspal, bersama dengan Lapis Resap
Pengikat yang diperlukan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar, atau
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Bahan tersebut harus
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Seksi 3.2, 5.1, 5.4, 6.1 dan 6.3 dari
Spesifikasi Umum, yang berlaku sesuai dengan bahan yang bersangkutan.

3.1.3. Persiapan untuk pelebaran perkerasan


a) Lebar Galian dan Penggalian Bahan yang Ada
a) Galian untuk Pelebaran Perkerasan harus mampu menyediakan ruang gerak
yang cukup untuk alat penggilas (roller) normal untuk memadatkan badan
jalan (sub-grade). Lebar galian untuk pelebaran selebar 1,2 m dipandang
15

sebagai pelebaran praktis minimum. Detail pelebaran akan ditunjukkan


dalam Gambar.
b) Bahan yang ada harus digali hingga kedalaman yang ditunjukkan dalam
Gambar atau yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Kecuali jika
disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka bahan galian tidak boleh digunakan
kembali sebagai bahan untuk pekerjaan Pelebaran Perkerasan.

b) Pencampuran Bahan Berbutir yang Baru dan Lama


Pencampuran di tempat antara bahan berbutir yang baru dengan lama umumnya
tidak diperkenankan. Meskipun demikian, bilamana bahu jalan lama tampak atau
diketahui terbuat dari bahan agregat yang baik, maka Direksi Pekerjaan dapat
memerintahkan Penyedia Jasa menggali lubang uji (test pit) untuk memastikan
mutu bahu jalan lama dan selanjutnya dapat menyetujui penggaruan bahan yang
ada hingga kedalaman rancangan, dicampur dengan bahan yang baru
sebagaimana diperlukan dan dipadatkan kembali. Bilamana telah dilaksanakan
dengan cara ini, Pekerjaan Pelebaran Perkerasan tetap harus memenuhi semua
toleransi dimensi dan mutu yang disyaratkan dalam Seksi ini.
3. Pemangkasan Tepi Jalur Lalu Lintas
Tepi perkerasan jalur lalu lintas yang terekspos harus dipangkas sampai
mencapai bahan yang keras (sound), yang tidak lepas atau retak atau
ketidakstabilan lainnya, untuk membentuk permukaan vertikal yang bersih,
memenuhi ketentuan dalam Pasal 813 dari Spesifikasi Umum.
4. Lebar Pekerjaan Pelebaran
Lebar pelebaran perkerasan harus cukup untuk pelebaran jalur lalu lintas sesuai
dengan lebar rancangan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar atau
sebagaimana diperintahkan Direksi Pekerjaan, serta pelebaran tambahan yang
cukup sehingga memungkinkan tepi setiap lapisan yang dihampar bertangga
terhadap lapisan di bawahnya atau terhadap perkerasan lama. Susunan bertangga
ini diperlukan untuk memungkinkan penggilasan yang sedikit ke luar dari tepi
hamparan dan untuk memperoleh daya dukung samping yang memadai, dan
16

harus dibuat berturut-turut selebar 5 cm untuk setiap pelapisan (overlay) yang


dihampar.
a) Pelebaran perkerasan yang diperlukan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar untuk setiap ruas jalan hanya merupakan nilai rata-rata saja dan
lebar pelebaran aktual yang diperlukan dari meter ke meter sepanjang jalan
bervariasi sebagai- mana yang diperlukan dan sebagaimana yang
diperintahkan Direksi Pekerjaan dengan tujuan untuk mencapai lebar
rancangan rata-rata pada setiap titik.

5. Penyiapan Bentuk Permukaan


a) Formasi galian pada lokasi Pelebaran Perkerasan harus disiapkan,
dipadatkan dan diuji sebagaimana disyaratkan untuk Penyiapan Badan Jalan
dalam Seksi 3.3 dari Spesifikasi Umum. Penyedia Jasa harus memelihara
permukaan tersebut dalam keadaan kadar air optimum dan stabil sampai
penghamparan bahan yang diperlukan untuk pelebaran perkerasan, yang
harus diisi dengan bahan tersebut sesegera mungkin setelah pekerjaan
penggalian.
b) Formasi yang disiapkan harus diperiksa oleh Direksi Pekerjaan sesaat
sebelum penghamparan bahan yang diperlukan untuk pelebaran perkerasan
dan bahan tersebut tidak boleh dihampar sebelum pekerjaan penyiapan
badan jalan disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

6. Penebangan Pohon untuk Pelebaran Jalan


Penebangan pohon hanya akan dilaksanakan bilamana mutlak diperlukan
untuk pelaksanaan pelebaran jalan, baik pada jalur lalu lintas maupun pada bahu
jalan. Pohon-pohon yang sudah ditebang harus diganti dengan cara penanaman
pohon baru di daerah berm (di luar bahu jalan). Penebangan pohon tidak boleh
dilaksanakan bilamana kestabilan lereng lama menjadi terganggu. Pengukuran
dan pembayaran untuk penebangan dan pembuangan pohon sesuai dengan
17

perintah Direksi Pekerjaan dan penanaman pohon baru diuraikan dalam Seksi
8.2 dan 8.3 dari Spesifikasi Umum.

3.1.4 Penghamparan & Pemadatan Bahan Pelebaran Perkerasan


1) Penghamparan dan Pemadatan Lapis Pondasi Agregat
a) Ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 5.1.3 dalam Spesifikasi Umum harus
berlaku kecuali bahwa frekuensi pengujian pengendalian mutu harus
ditingkatkan sedemikian rupa sehingga tidak kurang dari lima pengujian indeks
plastisitas (plasticity index), lima pengujian gradasi butiran, dan satu pengujian
kepadatan kering maksimum harus dilakukan untuk tiap 500 meter kubik bahan
yang dibawa ke lapangan.
b) Bilamana Lapis Pondasi Agregat telah dicampur dengan bahan lama, maka
frekuensi minimum dari pengujian yang disyaratkan dalam (a) di atas harus
diterapkan pada tiap bahan baru yang dibawa ke lapangan dan sebagai tambahan
harus diterapkan juga pada bahan yang telah dicampur di lapangan. Untuk
pengujian tambahan, Penyedia Jasa harus mengambil contoh dari bahan yang
telah dicampur sampai kedalaman rancangan pada lokasi yang ditunjukkan oleh
Direksi Pekerjaan.
c) Frekuensi pengujian pengendalian kepadatan dan kadar air paling sedikit harus
satu pengujian (SNI 03-2828-1992) untuk setiap 50 m pekerjaan pelebaran pada
masing-masing sisi dari jalan (jika diterapkan pelebaran dua sisi), diukur
sepanjang sumbu jalan.

2) Memproduksi, Menghampar, Memadatkan, dan Pengujian Bahan Perkerasan pada


Pekerjaan Pelebaran
Ketentuan yang disyaratkan pada Seksi lain dalam Spesifikasi ini yang
berhubungan dengan Produksi, Penghamparan, Pemadatan dan Pengujian Bahan
Perkerasan harus berlaku dengan perkecualian berikut ini:
a) Sebelum bahan dihampar, lapis resap pengikat yang sesuai harus
disemprotkan pada lapis pondasi yang sudah dipersiapkan dan lapis perekat
18

yang sesuai juga harus disemprot pada permukaan vertikal dari tepi
perkerasan lama.
b) Pada pelebaran yang agak sempit, penghamparan dapat dilakukan dengan
cara manual, tetapi dalam batas-batas temperatur seperti penghamparan
dengan mesin. Pemadatan harus dilakukan menggunakan alat pemadat
mekanis atau alat pemadat bergerak bolak balik yang disetujui. Alat
pemadat kecil yang bermesin sendiri dapat digunakan bilamana lebar
pekerjaan pelebaran cukup untuk menampung seluruh lebar roda alat
pemadat.
c) Pengujian kepadatan dari bahan lapisan beraspal terhampar yang ditentukan
dengan pengujian benda uji inti (core), harus dilaksanakan dengan frekuensi
tidak kurang dari satu pengujian setiap 50 m pekerjaan pelebaran untuk
masing-masing sisi jalan (jika diterapkan pelebaran dua sisi), diukur
sepanjang sumbu jalan.

3.1.5 Tindakan Pelebaran Bahu Jalan


1) Uraian
Pekerjaan ini harus terdiri dari pemasokan, pengangkutan, penghamparan dan
pemadatan bahan bahu jalan pada tanah dasar yang telah disiapkan atau permukaan
lainnya yang disetujui dan pelaburan (sealing) jika diperlukan, untuk pelaksanaan
bahu jalan baru atau peningkatan bahu jalan sesuai dengan garis, kelandaian dan
dimensi yang ditunjukkan pada Gambar atau sebagaimana yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan.
2) Pekerjaan Seksi Lain yang Berkaitan dengan Seksi Ini
a) Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas : Seksi 1.8
b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
d) Pengamanan Lingkungan Hidup : Seksi 1.17
e) Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Seksi 1.19
f) Penyiapan Badan Jalan : Seksi 3.3
19

g) Lapis Pondasi Agregat : Seksi 5.1


h) Perkerasan Beton : Seksi 5.3
i) Lapis Pondasi Semen Tanah : Seksi 5.4
j) Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat : Seksi 6.1
k) Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) dan Laburan Aspal : Seksi 6.2
Dua Lapis (BURDA)
l) Campuran Beraspal Panas : Seksi 6.3
m) Pengembalian Kondisi Jalan Lama : Seksi 8.1
n) Pengembalian Kondisi Bahu Jalan Lama pada Jalan Ber- : Seksi 8.2
penutup Aspal
o) Pemeliharaan Rutin Perkerasan, Bahu Jalan, Drainase, : Seksi 10.1
p) Perlengkapan kalan dan jembatan : Seksi 10.2

3) Toleransi Dimensi
1) Untuk bahu jalan dengan laburan aspal, toleransi elevasi dan kerataan yang
disyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(3), harus berlaku.
2) Untuk bahu jalan dengan perkerasan semen, toleransi elevasi dan kerataan yang
disyaratkan dalam Pasal 5.3.1.(3), harus berlaku
3) Untuk bahu jalan semen tanah, toleransi elevasi dan kerataan yang disyaratkan
dalam Pasal 5.4.1.(3), harus berlaku.
4) Untuk bahu jalan dengan campuran beraspal panas, toleransi elevasi dan
kerataan yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.1.(4), harus berlaku
5) Untuk bahu jalan tanpa laburan aspal, permukaan akhir yang telah dipadatkan
tidak boleh berbeda lebih dari 1,5 cm di bawah atau di atas elevasi rancangan,
pada setiap titik.
6) Permukaan akhir bahu jalan, termasuk setiap pelaburan atau perkerasan
lainnya yang dihampar diatasnya, tidak boleh lebih tinggi maupun lebih rendah
1,0 cm terhadap tepi jalur lalu lintas yang bersebelahan.
7) Lereng melintang tidak boleh bervariasi lebih dari 1,0 % dari lereng melintang
rancangan.
20

4) Standar Rujukan
Ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(4), 5.3.1.(4), 5.4.1.(4), 6.1.1.(3),
6.2.1.(3) dan 6.3.1.(5) masing-masing untuk Lapis Pondasi Agregat, Perkerasan
Beton, Lapis Pondasi Semen Tanah, Lapis Resap Pengikat, Burtu, dan Campuran
Beraspal Panas harus berlaku.
5) Pengajuan Kesiapan Kerja
Ketentuan yang diyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(5), 5.3.1.(5), 5.4.1.(5), 6.1.1.(6),
6.2.1.(7) dan 6.3.1.(6) masing-masing untuk Lapis Pondasi Agregat, Perkerasan
Beton, Lapis Pondasi Semen Tanah, Lapis Resap Pengikat, Burtu, dan Campuran
Beraspal Panas harus berlaku.
6) Cuaca Yang Diijinkan Untuk Bekerja
Ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(6), 5.3.1.(6), 5.4.1.(6), 6.1.1.(4),
6.2.1.(4) dan 6.3.1.(7) masing-masing untuk Lapis Pondasi Agregat; Perkerasan
Beton, Lapis Resap Pengikat, Burtu, dan Campuran Beraspal Panas harus berlaku.
7) Perbaikan Bahu Jalan yang Tidak Memenuhi Ketentuan
Harus berlaku ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(7), 5.3.1.(7), 5.4.1.(7),
6.1.1.(5), 6.2.1.(5) dan 6.3.1.(8) masing-masing untuk Lapis Pondasi Agregat,
Perkerasan Beton, Lapis Pondasi Semen Tanah, Lapis Resap Pengikat, Burtu, dan
Campuran Beraspal Panas harus berlaku.
8) Pemeliharaan Pekerjaan Yang Telah Diterima
Tanpa mengurangi kewajiban Penyedia Jasa untuk melaksanakan perbaikan
terhadap pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan atau gagal sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 4.2.1.(7) di atas, Penyedia Jasa juga harus
bertanggungjawab atas pemeliharaan rutin dari semua bahu jalan yang sudah selesai
dikerjakan dan diterima selama Periode Pelaksanaan.
9) Pengembalian Bentuk Pekerjaan Setelah Pengujian
Ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 5.1.1.(8), 5.3.1.(8), Pasal 5.4.1.(7) dan
6.3.1.(9) untuk Lapis Pondasi Agregat, Perkerasan Beton, Lapis Pondasi Semen
Tanah, dan Campuran Beraspal Panas harus berlaku.
21

10) Pengendalian Lalu Lintas


a) Pengendalian Lalu Lintas harus sesuai dengan ketentuan Seksi 1.8 Manajemen
dan Keselamatan Lalu Lintas.
b) Penyedia Jasa harus bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan
oleh lalu lintas yang melewati bahu jalan yang baru selesai dikerjakan dan bila
perlu Penyedia Jasa dapat melarang lalu lintas yang demikian ini dengan
menyediakan jalan alih (detour) atau pelaksanaan setengah badan jalan.

3.1.6. Persiapan untuk pelebaran perkerasan


Ketentuan bahan yang disyaratkan dalam Divisi 5 dan Divisi 6 berlaku juga
untuk Seksi ini. Lapis Pondasi Agregat Kelas S hanya digunakan untuk bahu jalan
tanpa penutup.

3.1.7. Pelaksanaan dan pemadatan


1) Persiapan tempat untuk penghamparan bahan-bahan bahu jalan, termasuk galian
pada bahan yang ada, pencampuran bahan yang baru dan lama (bilamana diijinkan
oleh Direksi Pekerjaan), pemangkasan tepi perkerasan pada jalur lalu lintas lama,
dan penyiapan formasi sebelum bahan dipasang, harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang disyaratkan Pasal 8.1.3 dan Seksi 8.2 dari Spesifikasi ini.
2) Pelaksanaan bahan bahu jalan harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada
Pasal 5.1.3, 5.3.5, 5.4.5, 6.1.4, 6.2.5 dan 6.3.6 dari Spesifikasi ini, masingmasing
untuk Lapis Pondasi Agregat, Perkerasan Beton, Lapis Pondasi Semen Tanah,
Lapis Resap Pengikat, Burtu dan Campuran Beraspal Panas.
22

3.2 Ketentuan Pembangunan Jembatan


Faktor perancangan untuk mempertimbangakan teknik ketentuan jembatan
penyeberangan untuk para pejalan kaki di perkotaan harus dilaksanakan
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dijelaskan Kementerian PU (1995)
bahwa :
a. Pembangunan jembatan penyeberangan untuk para pejalan kaki yang
melintas di atas jalan raya ataupun jalan kereta maka pelaksanaannya
harus mudah dan cepat, tidak mengganggu lalu lintas yang sedang
berjalan, memenuhi ketentuan untuk keselamatan dan keamanan
pemakai jalan yang berada di bawahnya, pemeliharaan tidak dilakukan
secara intenif, harus dilakukan dengan cepat dan mudah.

b. Pembangunan harus memenuhi tuntutan estetika agar dapat selaras


dengan lingkungan sekitar.

3.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan JPO

Menurut Hartanto (seperti dikutip oleh Tukiman, 2015) pejalan kaki


tidak menggunakan jembatan penyeberangan karena kondisi fisik jembatan
yang tidak layak seperti tingginya jembatan penyeberangan, sempit, tangga
yang terjal, kondisi kotor serta adanya pengemis sehingga membuat malas.
Para pejalan kaki lebih memilih menyeberang sembarangan karena lebih
praktis dan cepat.
23

3.2.2 Penggunaan Jembatan Penyeberangan yang Tidak Ideal


Pegetahuan masyarakat tentang jembatan penyeberangan orang harus
dilakukan agar masyarakat paham akan fungsi jembatan penyeberangan
yang sebenarnya. Kesadaran akan pentingnya memelihara dan menjaga
jembatan penyeberangan juga harus dilakukan agar jembatan penyeberangan
tidak rusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Seperti penggunaan
jembatan penyeberangan yang tidak ideal yang digunakan sebagai tempat
pasang iklan, berjualan, adanya pengamen, dan tempat untuk istirahat.
a. Tempat pasang iklan

Gambar 3.7 Jembatan Asia Afrika (Simpang lima)

Gambar 3.8 Jembatan Ir.H.Juanda (Taman Radio)


24

Jembatan penyeberangan merupakan fasilitas yang sudah disediakan oleh


Pemerintah untuk masyarakat agar dapat digunakan untuk menyeberang jalan.
Pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta agar jembatan penyeberangan dapat
dibangun. Jembatan penyeberangan dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang berada di wilayah dengan kondisi lalu lintas yang ramai seperti sekolah, pasar,
dan tempat yang banyak aktifitas masyarakat lainnya. Jembatan penyeberangan
dibangun oleh investor karena Pemerintah tidak mempunyai dana yang lebih untuk
membangun jembatan penyeberangan. Maka diatas bangunan jembatan
penyeberangan terdapat papan iklan sebagai kompensasi yang berasal dari pihak
swasta karena telah membangun jembatan penyeberangan.
a) Tempat untuk mencari nafkah

Gambar 3.9 Berdagang di Jembatan Merdeka (Balai Kota)

Wilayah jembatan penyeberangan masih ditemukan orang-orang


yang berjualan,pengemis, dan pengamen. Seperti di jembatan penyeberangan
yang berada di jalan Merdeka dekat Balai kota, mereka berjualan di tangga
jembatan penyeberangansehingga membuat tidak nyaman. Sedangkan di jalan
Merdeka, para pengamenmelakukan aktifitasnya di dalam jembatan
penyeberangan sehingga mengganggu para pejalan kaki jika akan berjalan.
25

b) Tempat untuk istirahat

Gambar 3.10 Tempat untuk beristirahat


Jembatan penyeberangan orang sering digunakan untuk tempat beristirahat
oleh para tunawisma, karena jembatan penyeberangan yang jarang tidak digunakan
oleh para pejalan kaki. Seperti yang berada di jembatan penyeberangan yang berada di
jalan Padjajaran, para tunawisma beristirahat di dalam jembatan penyeberangan.

3.2.3 Jenis Penyeberangan

Penyediaan prasarana untuk pejalan kaki harus berdasarkan


karakteristik sistem transportasi karena pejalan kaki membutuhkan
keterhubungan dengan sistem transportasi. Kegiatan para pejalan kaki harus
terhubung dengan prasarana jaringan pejalan kaki yang berseberangan
dengan menyediakan jalur penyeberangan. Penyediaan penyeberangan
bertujuan agar jalur perjalanan kaki yang ada tidak terputus serta untuk
memudahkan dalam pergantian jalur berbeda. Kementerian PU, 2014, h.20).
Penyeberangan sebidang digunakan untuk pejalan kaki yang
sebidang dengan jalan.
26

a. Penyeberangan Zebra

Gambar 3.11 Penyeberangan Zebra

Penyeberangan zebra merupakan fasilitas penyeberangan yang sudah


disediakan untuk pejalan kaki dengan dilengkapi marka untuk batas agar
menyeberang dengan tertib. Penggunaannya lebih mudah dan praktis.

b. Penyeberangan pelican

Gambar 3.12 Penyeberang pelican

Fasilitas untuk penyeberangan pejalan kaki sebidang yang dilengkapi


dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas. Penggunaan dengan lampu
pengatur lalu lintas agar masyarakat lebih mudah untuk menyeberang
jalan hanya menekan tombol dan menunggu lampu menjadi berwarna
merah kemudian kendaraan akan berhenti di belakang garis zebra cross.
27

3.2.4 Analisis Permasalahan

Pandangan masyarakat yang didapat menjelaskan dari hasil


observasi, dan wawancara secara langsung ke lapangan. Dapat disimpulkan
bahwa fasilitas umum yang sudah disediakan seperti jembatan
penyeberangan orang baik secara fisik masih memilik permasalahan,
sedangkan secara perilaku baik pengguna maupun pelanggar masih banyak
yang tidak tertib.
a. Analisis Permasalahan Berdasarkan Kondisi Fisik
Dari hasil observasi di sembilan jembatan penyeberangan orang
terdapat kondisi jembatan yang tidak terawat seperti lantai yang
mengelupas, besi berkarat, lantai yang terbuat dari lempengan besi tetapi
sudah berlubang, tangga yang terlalu curam, lebar tangga yang sempit,
kontruksi jembatan yang terlalu tinggi, dan pembatas besi yang terlalu
pendek sehingga sangat berbahaya.

Gambar 3.13 Besi Berkarat

Gambar 3.14 Lantai Mengelupas


28

b. Analisis Permasalahan Berdasarkan Perilaku Tidak Tertib


Berdasarkan hasil observasi umumnya para pejalan kaki tidak
menggunakan fasilitas yang sudah tersedia seperti jembatan
penyeberangan karena dinilai kurang praktis dan tidak aman, lebih
memilih menyeberang sembarangan karena lebih efektif dalam segi
waktu, agar cepat sampai tujuan, kondisi jembatan yang tidak terawat
dan jembatan penyeberangan yang tidak nyaman.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

a. Persiapan tempat untuk penghamparan bahan-bahan bahu jalan, termasuk galian


pada bahan yang ada, pencampuran bahan yang baru dan lama (bilamana
diijinkan oleh Direksi Pekerjaan), pemangkasan tepi perkerasan pada jalur lalu
lintas lama, dan penyiapan formasi sebelum bahan dipasang, harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan Pasal 8.1.3 dan Seksi 8.2 dari
Spesifikasi ini.
b. Pelaksanaan bahan bahu jalan harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada
Pasal 5.1.3, 5.3.5, 5.4.5, 6.1.4, 6.2.5 dan 6.3.6 dari Spesifikasi ini, masingmasing
untuk Lapis Pondasi Agregat, Perkerasan Beton, Lapis Pondasi Semen Tanah,
Lapis Resap Pengikat, Burtu dan Campuran Beraspal Panas.
c. Solusi perancangan yang akan diberikan mengenai perkenalan kepada
masyarakat umum dan khusunya para pejalan kaki. Perancangan tersebut akan
dibuat untuk memberitahukan bahwa perliaku apa saja yang tidak boleh
dilakukan di jembatan penyeberangan. Untuk tetap menjaga dan memelihara
fasilitas umum yang sudah disediakan oleh pemerintah agar tidak dirusak oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Diperlukan perancangan sebuah
video iklan layanan masyarakat yang nantinya dapat meningkatkan kesadaran,
dapat memelihara dan menjaga, tidak melakukan pengrusakan yang nantinya
diperlihatkan kepada masyarakat umum, khususnya para pejalan kaki.

29
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?
q=jalan&oq=jalan&aqs=chrome..69i57j0i433i512j46i433i512j46i175i199i512j0i512l3j0i4
33i512j0i512j0i433i512.71611j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://static1.squarespace.com/static/
507b480bc4aa45dec4ef6990//52444a62e4b06b950f8fd1b3/1380207205905/
Creek+crossing+bridge+log+Southeast+Alaska+forest

http://lukevery.blogspot.co.id/2011/03/indahnya-jembatan-penyebrangan-unik-di.html.

http://news.lewatmana.com/5-jembatan-penyeberangan-terindah-di-dunia/.

http://travel.tribunnews.com/2017/04/30/melintasi-jurang-terjal-sampai-hutanbelantara-ini-
8-jembatan-paling-ekstrem-di-dunia?page=2.

https://www.konsultan-teknik.biz.id/2014/03/ilmu-jembatan.html.

https://www.ilmutekniksipilindonesia.com/2014/03/pengertian-dan-jenis-struktur-
jembatan.html.

https://pu.bone.go.id/2018/05/05/tupoksi-bidang-jalan-dan-jembatan/.

http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan.

https://binamargadki.net/bidang-jalan-dan-jembatan/.
http://binamarga.sumutprov.go.id/bidang/bidang-pembangunan-jalan-dan-
jembatan/.

Anda mungkin juga menyukai