Penyerapan sari-sari
makanan
Gangguan sekresi
Tekanan osmotik Kesempatan usus
meningkat Menyerap makanan
Peningkatan aktivitas berkurang
sekresi cairan
Rebsorbsi di dalam
Usu terganggu
Mengeluarkan isinya
Gangguan integritas
kulit Hipovelemia Hipertermi
F. Manifestasi Klinis
1. Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul Gastroenteritis.
Feses cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna feses
makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan feses
makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama gastroenteritis
.
2. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah gastroenteritis dan
dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan,
gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (khususnya pada
bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan feses, secara makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar
gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman
untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai
antibiotika (pada gastroenteritis persisten).
2. Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa
gas darah (terutama Na, K, Ca, dan serum pada gastroenteritis yang
disertai kejang). Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk
mengetahui faal ginjal.
H. Komplikasi
1. Hipertermi
2. Hipoglikemia
3. Intoleransi akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktase.
4. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
5. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan gastroenteritis jika
berlangung lama atau kronik).
I. Penatalaksanaan
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang
perlu diperhatikan
a. Jenis cairan. Pada gastroenteritis Akut yang ringan dapat diberikan
oralit. Dapat juga diberikan cairan Ringer Laktat, bila tidak dapat
diberikan cairan NaCl isotonik ditambah 1 ampul Natrium
Bicarbonat 7,5% 50 ml.
b. Jumlah cairan. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang dikeluarkan.
c. Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Rute pemberian cairan
dapat dipilih oral maupun intravena
d. Jadwal pemberian cairan. Dehidrasi dengan perhitungan kebutuhan
cairan berdasarkan metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama.
Selanjutnya kebutuhan cairan rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap
pada jam ketiga.
2. Identifikasi penyebab Gastroenteritis Akut
Secara klinis, tentukan jenis gastroenteritis-nya. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.
3. Terapi simtomatik
Obat anti gastroenteritis bersifat simtomatik dan diberikan sangat
hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Antimotalitas dan sekresi usus
seperti Loperamide, sebaiknya jangan dipakai pada infeksi Salmonella,
Shigela, dan Koletis Pseudomembran, karena akan memperburuk
gastroenteritis yang diakibatkan bakteri entroinvasif akibat perpanjangan
waktu kontak antara bakteri dengan epitel usus. Pemberian antiemetik
pada anak dan remaja, seperti Metoklopramid dapat menimbulkan kejang
akibat rangsangan ekstrapiramidal.
4. Terapi definitif
Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah
pencegahan. Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi
melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi.
J. Pencegahan
1. Meningkatkan kebersihan diri (seperti cuci tangan setelah ke toilet atau
setelah mengganti popok dan sebelum makan maupun menyiapkan
makan bayi) dan kebersihan di dalam rumah.
2. Hindari konsumsi susu mentah dan makanan yang terkontaminasi atau
basi.
3. Hindari penggunaan obat-obatan yang tidak perlu, khususnya antibiotik.
Antibiotik tidak baik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus yang
umum seperti flu, muntah, gastroenteritis dan sakit tenggorokan (kecuali
bila infeksi disebabkan oleh bakteri Streptococcus).
4. Kebiasaan mengkonsumsi antibiotik menyebabkan bayi menjadi kebal
dan pada saat yang diperlukan antibiotik justru menjadi tidak berfungsi.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
1) Perkembangan psikoseksual
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan
libido, mulai menunjukan kelakuannya, cinta diri sendiri/
egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah
latihan kebersihan, perkembangan bicara dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
2) Perkembangan psikososial
a) Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa
dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang
ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif
menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan
merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan cairan tubuh/ hipovolemia
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB
sering.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
(SDKI) Hasil (SLKI)
1 Hipovolemia Setelah dilakukan SIKI : Manajemen
Pengertian : Penurunan tindakan keperawatan Hipovolemia
volume cairan intravascular,
selama 4 x 24 jam Observasi
interstisial atau intraselular.
masalah keseimbangan a. Periksa tanda dan gejala
Cairan intravaskuler,
cairan pasien dapat hipovolemia (misalkan,
intersial dan intraselular berkurang atau dapat frekuensi nadi
Penyebab: teratasi, dengan kriteria meningkat, nadi teraba
a. Kehilangan cairan aktif.
hasil : lemah, tekanan darah
b. Kegagalan mekanisme SLKI : Status Cairan menurun, tekanan nadi
regulasi (L.03028) menyempit, turgor kulit
c. Peningkatan 1. Kekuatan nadi menurun, membrane
permeabilitas kapiler 2. Turgor kulit mukosa kering, volume
d. Kekurangan intake
3. Output urine urin menurun, hematocrit
cairan 4. Pengisian vena meningkat, haus, lemah)
e. Evaporasi 5. Berat badan b. Monitor intake dan
6. Keluhan haus output cairan
Gejala dan Tanda Mayor : 7. Frekuensi nadi
Objektif : 8. Tekanan darah Terapeutik
a. Frekuensi nadi 9. Tekanan nadi a. Hitung kebutuhan cairan
meningkat 10. Intake cairan b. Berikan posisi modified
b. Nadi teraba lemah 11. Suhu tubuh Trendelenburg
c. Tekanan darah c. Berikan asupan cairan
menurun oral
d. Tekanan nadi Edukasi
menyempit a. Anjurkan memperbanyak
e. Turgor kulit menurun asupan cairan oral
f. Membran mukosa b. Anjurkan menghindari
kering perubahan posisi
g. Volume urin menurun mendadak
h. Hematokrit meningkat
Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor : a. Kolaborasi pemberian
Subjektif cairan IV isotonis (misal,
a. Merasa lemah NaCl, RL)
b. Mengeluh haus b. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
Objektif (misal, glukusa 2,5%,
a. Pengisian vena NaCl 0,4%)
menurun c. Kolaborasi pemberian
b. Status mental berubah cairan koloid (misal,
c. Suhu tubuh meningkat albumin, Plasmanate)
d. Konsemtrasi urin d. Kolaborasi pemberian
meningkat darah
e. Berat badan tiba-tiba
menurun
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Deden,
2012).
E. Evaluasi
Menurut Nursalam (2009: 135-137), evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya.
III. KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG
A. Definsi
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari
perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi
sampai maturitas/dewasa.
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif,
yaitu bertambahnya jumalah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,
maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan
juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak.
Perkembangan (development) adalah bertambahnya yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
(skill) struktur dan hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan
menyangkut berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,
motorik, emosi dan perkembangan prilaku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. Perkembangan merupakan progresif, terarah, dan
terpadu/kohelen..Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi
mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak mundur
kebelakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang pasti antara perubahan yang terjadi saat ini, sebelumnya dan berikutnya
a. Masa perinatal mulai dari konsepsi sampai lahir. Pada masa ini
terjadi tumbuh kembang yang sangat pesat. Sel telur yang telah
dibuahi mengalami deferenisasi yang berlangsung cepat hinggga
terbentuk organ- organ tubuh yang berfungsi sesuai dengan
tugasnya, hanya perlu waktu 9 bulan didalam kandungan. Masa
kombrio berlangsung sejak konsepsi sampai umur 8 minggu (ada
yang mengatakan sampai 12 minggu). Pada saat ini terbentuk
organ-organ yang sangat peka terhadap lingkungan. Pada msa fetus
ini, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
yang sempurna, dan organ-organ tubuh yang telah terbentuk mulai
berfungsi. Sedangkan pada masa fetus lanjut, pertumbuhan
berlangsung pesat dan berkembang fungsi organ-organ tubuh.
c. Pada masa bayi dan masa anak dini, pertumbuhan anak pesat
walaupun kecepatan telah mengalami deselerasi dan proses
maturasi yang berlangsung, terutama sistem saraf.
2. Faktor lingkungan
a. Lingkungan internal
2) Motivasi belajar
Konsep Cairan dan Elektrolit Motivasi belajar dapat
ditimbulkan sejak dini dengan memberikan lingkungan yang
kondusif untuk belajar, misalnya perpustakaan, buku – buku
yang menarik minat baca anak dan bermutu, suasana tempat
belajar yang tenang, sekolah yang tidak terlalu jauh, serta
sarana lainnya.
3) Kelompok sebaya
Anak memerlukan teman sebaya untuk bersosialisasi
dengan lingkungan.Perhatian dari orangtua tetap dibutuhkan
intuk memantau dengan siapa anak tersebut bergaul.
Khususnya bagi remaja, harus diperhatikan teman sebyanya,
karena teman sebaya dapat mempengaruhi hal – hal yang
tidak baik, seperti penyalah gunaan obat – obatan terlarang,
alcohol, merokok, “geng motor”, dan sebagainya.
4) Stres
Stress pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh
kembangnya; misalnya, anak akan menarik diri, rendah diri,
gagap, nafsu makan menurun, dan bahkan bunuh diri.
5) Sekolah
Dengan adanya wajib belajar 9 tahun, diharapkan
setiap anak mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah
minimal 9 tahun.Pendidikan yang baik dapat meningkatkan
taraf hidup anak kelak.Saat ini, yang masih menjadi masalah
social adalah masih benyaknya anak yang terpaksa tidak
sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk
keluarganya.
6) Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan di
lindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan
yang adil dari orangtuanya, agar kelak ia jadi anak yang
tidak sombong dan memberikan kasih sayangnya. Kasih
sayang yang diberikan secara berlebihan, yang menjurus ke
arah memanjakan akan menghabat bahkan mematikan
perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak
akanmenjadi manja, kurang mandiri, pemborosan, kurang
bertanggung jawab, dan kurang bisa menerima kenyataan.
7) Kualitas interaksi anak-orangtua
Interaksi timbal balik antara anak dan orangtua akan
menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka
kepada orangtuanya, sehingga komunikasi bisa timbal balik
dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama.
Kedekatan dan kepercayaan antara orangtua dan anak sangat
penting.Interaksi tidak ditentukan oleh lama waktu bersama
anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas interaksi
terebut.Kualitas interaksi adalah pemahaman terhadap
kebutuhan masing- masing dan upaya optimal untuk
memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa
saling menyayangi. Hubungan yang menyenangkan dengan
orang lain, terutama dengan anggota keluarga akan
mendorong anak untuk mengembangkan kepribadian dan
interaksi social dangan orang lain.
IV.KONSEP HOSPITALISASI
A. Definisi
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak
maupun keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa
perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang
asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat
dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit,
diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap cemas
(Nursalam, 2013).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak
mengalami perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta
mekanisme koping yang terbatas dalam menghadapi stresor. Stresor
utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali dan
nyeri (Wong, 2009).
B. Reaksi Terhadap Hospitalisasi
1. Reaksi anak
a. Ansietas dan ketakutan
Bagi banyak anak memasuki rumah sakit adalah seperti
memasuki dunia asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas
dan kekuatan. Ansietas seringkali berasal dari cepatnya awalan
penyakit dan cedera, terutama anak memiliki pengalaman
terbatas terkait dengan penyakit dan cidera.
b. Ansietas perpisahan
Ansietas terhadap perpisahan merupakan kecemasan
utama anak di usia tertentu. Kondisi ini terjadi pada usia sekitar
8 bulan dan berakhir pada usia 3 tahun.
c. Kehilangan kontrol
Ketika di hospitalisasi anak mengalami kehilangan
kontrol secara signifikan.
2. Reaksi orang tua
Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan
hospitalisasi anak dengan reaksi yang luar biasa. Pada awalnya
orang tua dapat bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika
penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Takut, cemas dan
frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan oleh orang
tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit
dan jenis prosedur medis yang digunakan. Sering kali kecemasan
yang paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi
pada anak (Wong, 2009).
3. Reaksi saudara kandung
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat
di rumah sakit adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah,
cemburu, benci, iri dan merasa bersalah. Orang tua sering kali
memberikan perhatian yang lebih pada anak yang sakit
dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal tersebut menimbulkan
perasaan cemburu pada anak yang sehat dan merasa ditolak
4. Perubahan peran keluarga
Selain dampak perpisahan terhadap peran keluarga,
kehilangan peran orang tua dan sibling. Hal ini dapat
mempengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara yang berbeda.
Salah satu reaksi orang tua yang paling banyak adalah perhatian
khusus dan intensif terhadap anak yang sedang sakit.
C. Dampak Hospitalisasi
Menurut Cooke & Rudolph (2009), hospitalisasi dalam waktu
lama dengan lingkungan yang tidak efisien teridentifikasi dapat
mengakibatkan perubahan perkembangan emosional dan intelektual
anak. Anak yang biasanya mendapatkan perawatan yang kurang baik
selama dirawat, tidak hanya memiliki perkembangan dan pertumbuhan
fisik yang kurang optimal, melainkan pula mengalami gangguan hebat
terhadap status psikologis. Anak masih punya keterbatasan kemampuan
untuk mengungkapkan suatu keinginan. Gangguan tersebut dapat
diminimalkan dengan peran orang tua melalui pemberian rasa kasih
sayang. Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia
prasekolah :
1. Cemas di sebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak
pertengahan sampai anak periode prasekolah khususnya anak
berumur 6-30 bulan adalah cemas karena perpisahan. Hubungan
anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang yang terdekat bagi
diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
2. Kehilangan Kontrol
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan
kontrol. Hal ini terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,
melakukan aktivitas hidup sehari-hari activity daily living (ADL),
dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan pandangan ego dalam mengembangkan
otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak dari
peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan
dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif.
Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena
penyakit kronis), maka anak akan kehilangan otonominya dan pada
akhirnya akan menarik diri dari hubungan interpersonal.
3. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body
boundaries (perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali
berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan
pemeriksaan telinga, mulut atau suhu pada rektal akan membuat
anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak
menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat menyakitkan. Anak
akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis, mengatupkan
gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.
4. Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah
adalah gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap
lingkungan.