Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FILSAFAT ILMU MANAJEMEN

( Ontologi Ilmu Pendidikan )


DOSEN
Prof. Buyung Sarita, S.E., M.S., Ph.D.

Oleh :
KELOMPOK 1

FITRA RAMDAHANA ASRFRIANTO G2D121001


RISDAMAYANTI G2D121017
ANNAWAI INUANGGI SILONDAE G2D121023
BUNGA LIMBONG G2D121029
NUR AYSAH G2DI21031
MARWATI G2D121035
ABDUL RACHMAT SALEH G2D121059
HARTAWAN G2D121063
RAYNALDO SEMBIRING G2D121075

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ONTOLOGI ILMU PENDIDIKAN

A. ONTOLOGI
1. Pengertian Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu taonta yang artinya ‘yang berada’ dan
logos yang berarti ‘ilmu pengetahuan’. Adapun definisi ontologi menurut Aristoteles
yaitu pembahasan tentang hal yang ada sebagai hal ada.
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah studi tentang sifat dasar ilmu yang
menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu. Ontologi merupakan dasar dari fondasi ilmu,
dimana terletak “undang-undang dasarnya” dunia ilmu. Menurut Susanto (2010) Ontologi
merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Dengan
demikian, ontology berarti studi tentang suatu hal yang ada.
Namun pada dasarnya term ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf
Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang
bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi
dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontology.
Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada,
yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang keadaan.
Hakikat ialah realitas, realiltas ialah kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya,
jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan
keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang meberubah.
Ontology menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara
yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang berlainan
(objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional.
ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan
dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontology dipandang sebagai teori mengenai apa
yang ada.
Ontology sering diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-filsafia
atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat
sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel.
Ia mengatakan bahwa ontology ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi,
misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat
mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu substansi dengan
kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita
yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati
dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek kajian ontology ialah yang ada, yaitu ada individu, ada
umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi
dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal
ontology adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam
kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme
Secara etimologi ontologi berasal dari bahasa Yunani "ethos" dan "logos", ethos
adalah kata kerja dari einai artinya yang sedang berada, sedangkan logos berarti ilmu
(Dick Handoko, 1995:74). Dengan demikian secara bahasa ontologi dapat diartikan ilmu
yang membicarakan segala sesuatu yang ada. Atau dengan kata lain ontologi adalah
bagian cabang filsafat yang membahas tentang hakikat (kebenaran) hidup. (Ahmad A.K.
Muda, 2006:393).
Ontologi merupakan salah satu cabang filsafat yang ingin mencari dan
menemukan hakikat dari sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada itu dicari oleh manusia agar
ia dapat mencari dan menemukan hakikat kenyataan yang bermacam-macam yang pada
akhirnya nanti akan memberikan makna pada kehidupan manusia itu sendiri (Musa
Asy'ari, 1999:36).
Runes melihatnya dalam arti luas yang dipakai dalam filsafat ilmu yang sinonim
dengan metafisika. Fokus kajian bab ini adalah ontologi sebagai paradigma metafisis
dalam kaitannya dengan epistimologi dan aksiologi. Ia mengkaji ontologi buikan hanya
mengenai objek ilmu dari sudut substansi dan hubungan kausal satu sama lain, tapi juga
mengenai diri manusia sebagai subjek ilmu.
Dalam analisis Kunaryo dan Masri pendekatan ontologi adalah usaha manusia
mengenal dirinya (hakikat manusia) dan beranggapan bahwa manusia adalah subjek dan
objek pendidikan. Sebagai manusia dewasa bertanggungjawab menyelenggarakan
pendidikan dan berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak, sedangkan
sebagai manusia yang belum dewasa sebagai objek pendidikan atau sasaran pembinaan.
Dari deskripsi diatas dapat dipahami bahwa ontologi merupakan cabang atau
istilah filsafat dimana segala sesuatu itu mempunyai prinsip mendasar yang tidak
menimbulkan pertentangan.Sesuatu yang nyata pasti dapat diterima oleh semua orang
sehingga dapat menghasilkan kebenaran.Hakikat realitas menurut sudut pandang filsafat
Islam pada hakikatnya adalah spiritual (dalam prinsip metafisika Islam, realitas berpusat
dan berasal dari Allah).Prinsip ini mengarah pada aspek fundamental dari spiritual Islam,
yaitu bahwa segala sesuatu yang mengitari kita, semua realitas materi atau kejadian
merupakan pelaksanaan (efektivitas kekuasaanNya). Selanjutnya hakikat esensi dalam
kajian filsafat akan terhenti pada penetapan adanya unsur pokok dari segala sesuatu, yang
sifatnya fundamental. Unsur pokok itu menunjuk pada suatu jawaban yang abstrak, tidak
kelihatan, tidak terukur dan tidak bisa ditimbang.Hakikat esensi terletak pada
eksistensinya, tidak pada bendanya, tetapi pada kata kerjanya yang aktualis (Musa
Asy'ari, 1999:44-46).
Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ontologi sebagai salah satu cabang dari
filsafat yang ingin mencoba menemukan hakikat dari suatu yang ada, realitas merupakan
bagian dari yang ada itu sendiri.Hakikat dari realitas adalah segala sesuatu yang
mengitari kita. Sisi dari realitas merupakan esensi dan hakikat esensi adalah pada
eksistensinya, yang akan berhenti setelah adanya ketetapan atau jawaban yang benar.
Dari sudut pandang Islam semua realitas atau kejadian merupakan kekuasaan
Allah.Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi adalah memecahkan permasalahan realitas
secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas mengontrol pertanyaan kita tentang
dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita jelas tidak akan memperoleh jawaban
darimana kita nantinya akan membina kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan
menetapkan disiplin tentang masalah-masalah pokoknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan cabang filsafat
yang membahas masalah tentang kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari
sesuatu (Prasetya, 2000: 87).Ontologi mempertanyakan hakikat realitas yang ada di dunia
ini.dalam interaksinya dengan alam semesta manusia mempertanyakan apakah realitas
alam semesta ini merupakan realitas materi. Ataukah ada realitas dibalik sesuatu yang
ada itu.Apakah alam semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan.Ataukah alam
semesta ini bersifat tidak kekal (berubah-ubah).Apakah unsur alam semesta ini monisme
atau dualisme ataukah pluralisme (Mohammad Noor Syam, 1988: 28).
Untuk melakukan tugas dan spesifikasinya secara sistematis ada bermacam-
macam ontologi yaitu idealisme, realisme, Islam dan yang lainnya.Dalam kajian ini tidak
disebutkan semuanya, hanya yang perlu saja untuk mengetahui hakikat ontologi.Tokoh
pertama dari golongan idealis adalah Plato. Di dalam aliran filsafat idealis dirasakan
pentingnya untuk membagi semua realitas ke dalam dua bagian besar, yaitu: yang
nampak dan yang sejati. Dalam lingkungan yang nampak ini termasuk segala yang
mengalami perubahan.Di sini terdapat ketidaksempurnaan, ketidakteraturan,
ketidaktenangan, dan inilah alam kesulitan dan kesusahan, alam penderitaan dan
kesengsaraan dan alam kejahatan atau dosa.Sebaliknya keadaan alam realitas yang sejati
tidaklah demikian, dia merupakan alam ideal, alam pikiran sejati dan murni.Jadi di alam
inilah terdapat nilai-nilai yang langgeng, kualitas yang abadi dan disanalah terdapat
keteraturan, kebenaran sejati, kemakmuran, kedamaian dan kelestarian segala sesuatu
(Prasetya, 2000: 99).
Filsafat lain yang masuk dalam aliran idealis adalah Hegel. Ia mengemukakan
bahwa segala realitas adalah perlombaan yang bergerak dari dua macam pertentangan
yang merupakan perwujudan dari dialektika alam, yaitu semacam dialektika yang muncul
berulang kali dalam sifat dan alam manusia. Menurut Hegel, setiap idea plato pasti ada
anti thesisnya. Hegel memakai tiga serangkai thesis-antithesis-sinthesis untuk
menerangkan yang dimaksud (Prasetya, 2000 :101).
Selain aliran idealis dalam kajian ini dikemukakan pendapat dari aliran realisme
mengenai realitas atau ontologi.Tokoh atau bapak dari aliran realisme adalah Aristoteles.
Pandangan Aristoteles tentang dunia nyata ini menurut cara ontologis adalah bahwa
dunia ini terbuat dari zat benda (matter).  Zat ini terus menerus mengalami perubahan
bahkan  lebih hebat dari yang dikatakan Aristoteles, semua partikel bergerak tanpa henti.
Demikian ahli-ahli filsafat realis telah menetapkan untuk menamakan dunia nyata ini
sebagai zat yang bergerak.Filosof realis menganggap bahwa dunia nyata di mana kita
hidup ini adalah dasar utama dari realitas dan unsur-unsur komponennya semua bergerak
dan bertindak tanduk sesuai dengan hukum alam yang pasti.
2. Objek kajian ontologi
Dalam ontologi terdapat dua objek yang bisa dikaji, pertama, objek material,
adalah yang ada, meliputi yang ada sebagai wujud konkrit dan abstrak. Kedua, objek
formal adalah memberikan dasar yang paling umum tiap masalah yang menyangkut
manusia, dunia dan Tuhan. Titik tolak dan dasar ontologi adalah refleksi terhadap
kenyataan yang paling dekat yaitu manusia sendiri dan dunianya (Dandan,
2010:139).Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran
studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak
di gunakan ketika kita membahas yang ada dlaam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran
semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan,
atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas
dalam semua bentuknya.
 Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif,
realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif,
realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau
hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya
dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan
diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam
bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai
upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme
dari mental.
3. Metode dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan
keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat
umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik
mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang
dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan
menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu
dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran
kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana
               Badan itu sesuatu yang lahiri              
               Jadi, badan itu fana’                            
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah
realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam
kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik
sebagai berikut:
Contoh :  Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus                   
                Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan           
                Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan                  
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori
di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi
sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term
tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam
kesimpulan.
4. Pandangan ontologi
Asal mula keberadaan dunia itu karena adanya reliata yang sangat luas, sebab
kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah
kunci pengertian manusia atas segala sesuatu, pengalaman manusia tentang penderitaan,
kesedihan , kegembiraan, dan lain-lain adalah realita hidup manusia sampai mati.
Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak demi
setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos yang sulit-sulit (proses perkembangan
yang lama)
Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-
perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuanan,
perubahan dan berani bertindak.
5. Fungsi Ontologi
Fungsi atau manfaat dalam mempelajari ontologi antara lain :
1. Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-
asumsi atau postulat-postulat ilmu. Ilmu memiliki asumsi-asumsi, postulat-postulat
yang sudah tidak dipertanyakan lagi kebenarannya. Seperti dunia ini ada, dan kita
dapat mengetahui bahwa dunia ini benar ada.
2. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral,
komprehensif, dan koheren. Ilmuwan dalam hal ini tidak mampu mengintegrasikan
pengetahuannya tersebut dengan pengetahuan ontologi membantu ilmuwan
menyusun pandangan dunia yang komprehensif.
3. Ontologi membantu memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu dipecahkan
oleh ilmu-ilmu khusus. Seperti terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya
ilmu bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin biologi. Dalam hal ini ontologi
berfungsi membantu pemetakan batas-batas kajian ilmu.
6. Problematika Ontologi
Pada intinya problematika ontologi adalah problematika tentang ada suatu
keberadaannya. Seperti masalah kuantitas (jumlah) dan susunan dari keberadaan atau
eksistensi kualitas (sifat). Permasalahan inilah akhirnya melahirkan tiga aliran ontologi
yaitu monoisme, dualisme dan pluralisme.
Monoisme adalah aliran ontologi yang beranggapan hakikat yang ada itu tunggal.
Dualisme adalah aliran Ontologi yang beranggapan hakikat yang ada itu tunggal.
Dualisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat yang tersusun ada
dua unsur utama dan pluralisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat
yang ada itu jamak. Kedua, permasalahan tentang sifat atau mutu dari yang ada,
melahirkan dua aliran yaitu aliran materialisme yang beranggapan hakikat yang ada
bersifat spiritual atau rohaniah. Ketiga, permasalahan tentang yang ada ditinjau dari
prosesnya telah melahirkan empat aliran yaitu aliran mekanisme yaitu aliran pemikiran
yang berpandangan bahwa yang ada itu bergerak berdasarkan asas-asas mekanik.
Teologisme adalah aliran pemikiran yang berpandangan bahwa segala kenyataan
yang ada itu tidak semata-mata karena suatu hukum sebab-akibat, namun ada tujuan
tertentu. Vitalisme yaitu aliran pemikiran yang berpandangan bahwa hakikat kenyataan
tidak semata-mata terdiri dari unsur fisika kimiawi semata, namun juga ada asas hidup
atau dalam istilah Bergson adanya dan vital, dan organisme adalah aliran pemikiran yang
memandang kenyataan hidup merupakan suatu struktur yang dinamik.
7. Landasan Ontologi bagi Dunia Keilmuan
Secara umum relevansi ontologi bagi ilmu adalah bahwa ontologi dapat dijadikan
dasar merumuskan hipotesis-hipotesis baru untuk memperbaharui asumsi-asumsi dasar
yang pernah digunakan. Ontologi juga merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk
menangani suatu masalah secara ilmiah.
Landasan ontologi relevan bagi dunia keilmuan dewasa ini antara memberikan
landasan bagi asumsi keilmuan dan membantu terciptanya implikasi interdisipliner atau
multidisipliner. Artinya ontologi membantu kenyataan. Misalnya fenomena krisis
moneter yang melanda Indonesia dewasa ini yang tidak dapat ditangani oleh ekonomi
saja.
Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau
oleh ekonomi. Ontologi juga relevan dalam merefleksikan problem pembangunan.
Pembangunan selama ini terbukti belum dapat mewujudkan masyarakat adil dan
makmur. Kegagalan ini tidak terlepas dari konsep ontologi yang dilandasi konsep
pembangunan di Indonesia yang lebih didominasi oleh pandangan positivitik. Refleksi
dalam hal ini membantu kita memahami kenyataan yang tidak semata-mata seperti yang
digambarkan oleh positivisme tersebut.Dapat disimpulkan bahwa dimensi ontologi
merupakan bagian dari kajian ilmu pengetahuan tentang eksistensi ilmu pengetahuan.
Dimensi ontologi memberikan dasar yang fundamental terhadap konsistensi
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Landasan ontologi membawa implikasi
bagi landasan Epistemologi dan Aksiologi. Ketiga landasan ini senantiasa terkait dan
saling mempengaruhi.
B. ONTOLOGI ILMU PENDIDIKAN
Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha mengkaji secara mendalam hakikat
pendidikan dan semua unsur yang berhungan dengan pendidikan. Menurut Made Pidarta
dalam buku .H. Jalaluddin, ontology filsafat pendidikan mempertanyakan hal-hal berikut.
1. apakah pendidikan itu ?
2. apa yang hendak di capai ?
3. bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan pendidikan ?
4. bagaimana sifat pendidikan itu ?
5. bagaimana perbedaan pendidikan teori dengan praktik ?
6. bagaimana hakikat kurikulum yang disajikan ?
7. siapa dan bagaimana para peserta didiknya ?
8. bagaimana system pengembangan bakat dan minat anak didik ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memnerikan inspirasi terhadap upaya pengembangan
pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang berbudi luhur, rasional, terampil dan
mandiri. Manusia yang bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan diri, keluarga,
masyarakat, dan Negara. Akan tetapi, jawaban terhadap semua pertanyaan ontologis
biasanya memerlukan penelitian, analisis, dan deskripsi, dan penjabaran. Oleh karena itu,
dari ontology filsafat pendidikan dilanjutkan oleh epistimologi filsafat
pendidikan.Pendekatan ontology atau metafisik menekankan pada hakikat keberadaan,
dalam hal ini keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari
keberadaan manusia. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan berkenaan dengan hakikat
manusia.
Dalam pendekatan ini, keberadaan peserta didik dan pendidik tidak terlepas dari makna
keberadaan manusia itu sendiri. Apakah manusia itu, dan apakah makna keberadaan
manusia itu? Pertanyaan-pertanyaan metafisik tersebut juga merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang esensial dalam proses pendidikan. Kedua jenis pendekatan mengenai
hakikat pendidikan, baik pendekatan ontologis maupun pendekataan metafisik, mempunyai
kebenaran masing-masing. Ilmu pendidikan sebagai ilmu, tentunya mempunyai objek,
metodologi, serta analisis mengenai proses pendidikan. Sekalipun demikian, objek ilmu
pendidikan atau subjek ilmu pendidikan adalah anak manusia sehingga tidak terlepas dari
pertanyaan mengenai hakikat manusia. Memang, ada ahli filsafat yang meredusir hakikat
manusia senagai manusia yang berpikir. Sekalipun demikian, pendekatan-pendekatan
tersebut tidak menyajikan suatu pengertian yang utuh mengenai manusia dan mengenai
hakikat pendidikan.
Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi menurut kaum idealis adalah bahwa realitas
tertinggi itu adalah alam pikiran (idea), sedangkan menurut kaum realis hakikat ontologi
adalah adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa bergerak
semacam mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan yang harmonis
(Prasetya, 2000: 107-109).
Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam
pendidikan. Sebab, anak bergaul dengan dunia lingkungannya akan mempunyai dorongan
yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah selalu
menghadapi realita, obyek pengalaman : benda mati, benda hidup, sub-human dan human.
Bagaimana asas-asas pandangan religious tentang adanya makhluk-makhluk hidup yang
berakhir dengan kematian, bagaimana kehidupan dan kematian dapat dimengerti.Begitu pula
realita semesta, dan esksistensi manusia yang memiliki jasmani dan rokhani.Bahkan
bagaimana sebenarnya eksistensi Tuhan Maha Pencipta.
Memang bukanlah kewajiban sekolah atau pendidikan semata-mata membimbing
pengertian anak-anak untuk memahami realita dunia yang nyata ini.Kewajiban sekolah juga
untuk membimbing kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita itu tadi.Ini
berarti realita itu sebagai tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami
kebenaran.Anak-anak secara sistematis wajib dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti
kebenaran itu.Mereka harus mampu mengerti perubahan-perubahan di dalam lingkungan
hidupnya baik tentang adat-istiadat, tentang tata sosial dan pola-pola masyarakat, maupun
tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya pikir yang kritis akan sangat membantu
pengertian tersebut. Kewajiban pendidikan melalui latar belakang ontologis ini ialah
pembina daya pikir yang tinggi dan kritis itu.
1. Hubungan Ontologi dengan Filsafat Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya ontology ialah suatu kajian keilmuan
yang berpusat pada pembahasan tentang hakikat. Ketika ontology dikaitkan dengan
filsafat pendidikan, maka akan munculah suatu hubungan mengenai ontology filsafat
pendidikan.
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna bahwa
adanya pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan ini tujuan menjadi
hal penting dalam penyelengaraan pendidikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pendidikan dapat membawa anak menuju kepada kedewasaan, dewasa baik dari segi
jasmani maupun rohani. Dengan mengetahui makna pendidikan maka makna Ontologi
dalam pendidikan itu sendiri merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu
pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai
apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi
pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan
kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan
yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia
ilmu.
Di atas telah disebutkan bahwa Pendidikan ditinjau dari sisi ontology berarti
persoalan tentang hakikat keberadaan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
pendidikan selalu berada dalam hubungannya dengan eksistensi kehidupan manusia.
Tanpa pendidikan, manusia tidak mungkin bisa menjalankan tugas dan kewajibannya di
dalam kehidupan, pendidikan secara khusus difungsikan untuk menumbuh kembangkan
segala potensi kodrat (bawaan) yang ada dalam diri manusia. Oleh sebab itu, dapat
dipahami bahwa ontology pendidikan berarti pendidikan dalam hubungannya dengan
asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa manusia, pendidikan tak
pernah ada.
2. Penerapan Ontologi Filsafat Pendidikan Menurut Beberapa Aliran
a. Pandangan Ontologi Progressivisme
Asal hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak
terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan
manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atau segala
sesuatu,pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan,
keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati. Pengalaman
adalah suatu sumber evolusi maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-
mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (Proses perkembangan yang lama).
Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-
perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia mampu mengatasi
perjuangan , perubahan dan berani bertindak.
Aplikasi pandangan ini terhadap pendidikan adalah pada saat proses pembelajaran
agar anak dapat memahami apa yang dipelajari, mereka harus mengalami secara
langsung. Untuk mendapatkan pengalaman secara langsung anak dapat diajak untuk
melakukan berbagai kegiatan misalnya, eksperimen, pengamatan, diskusi
kelompok, observasi, wawancara, bermain peran dan lain-lain.
b. Pandangan Ontologi Essensialisme
Essensialisme adalah pendiddikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan
yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Essensialisme memandang bahwa
pendidikan berpijak pada nilai-nilai yang memilikki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia
ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula.
Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia
haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme
adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya
mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan
kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia
yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan.
Aplikasinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar guru diselipkan nilai-nilai
keagamaan antara lain saat sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung dilakukan
berdo’a bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
c. Pandangan Ontologi Perennialisme
Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perennialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan jaman
sekarang.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan
keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa
kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji
ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Ontologi perennialisme menyatakan segala yang ada di alam ini terdiri dari materi
dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan
dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang didalam hidupnya
tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan tidak jarang pula dimilikkinya
akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini
manusia dapat bergerak menuju tujuan (teologis) dalam hal ini untuk mendekatkan
diri pada supernatural (tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan
merupakan tujuan akhir.
d. Pandangan Ontologi Rekontruksionisme
Dengan ontologi, dapat diterangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran
rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana
realita itu ada dimana dan sama di setiap tempat. Aliran rekonstruksionisme
berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat
manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual
yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai
dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang,
sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kaitan aliran ini dengan pendidikan adalah pendidikan itu tidak diselenggrakan
secara terpusat melainkan secara universal. Mengingat situasi dan kondisi disetiap
tempat berbeda-beda. Di sini setiap sekolah berhak menentukan indicator sesuai
dengan situasi, lingkungan, serta kebutuhan peserta didik
Kewajiban pendidik melalui latar belakang ontologis ialah membina daya pikir
yang tinggi dan kritis. Implikasi pandangn ontologi di dalam pendiddikan ialah
bahwa pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya
alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, melainkan sesuatu
yang tak terbatas. 
3. Implikasi ontologi dalam dunia pendidikan
Ontologi dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. pendidikan terutama yang
berkaitan dengan cita-cita dan tujuan pendidikan, muatan kurikulum dan metode
pengajaran sangat menekankan pentingnya pandangan filsafat pendidikan yang
menyeluruh. hal ini menunjukkan bahwa filsafat pendidikan sangat bergantung pada
kepercayaan, keyakinan, atau pandangan hidup individu atau masyarakat yang terlibat di
dalamnya. hal ini juga disokong  oleh fakta yang secara eksplisit maupun implisit
mengatakan bahwa setiap ide, keputusan, atau tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pandangan filsafat, agama ataupun sains
mengenai hakikat manusia, baik jasmaniah maupun ruhaniah (Wan Mohd Nor Wanita
Daud, 2003: 78).
Masalah kurikulum baik jangkauan maupun isinya, diambil dari hal-hal yang
telah diketahui dan dialami oleh orang sebelumnya, dari nilai-nilai yang diperoleh
manusia dari alam semesta yang dia sendiri menjadi bagiannya.Apa yang harus
diketahuinya yang merupakan himpunan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, semua itu
merupakan produk dari keingintahuannya dan penyelidikan-penyelidikan yang
dilakukannya yang dihimpun menjadi pengalamannya. Keingintahuan dan penyelidikan-
penyelidikan itu nyata sekali dikontrol oleh pendapatnya tentang dunia ini dan oleh
pertanyaan serta penyelidikan yang sesuai.
Implikasi ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan.Pada
sebagian SMA, mata pelajaran yang berpokok pangkal pada idea, seperti kesusastraan
umpamanya, masih dianggap oleh sebagian masyarakat mempunyai derajat yang lebih
tinggi.Seluruh kurikulum berisi macam-macam mata pelajaran yang telah diatur dan
ditetapkan secara hierarki.Di SMA terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung
idea dan konsep-konsep.Pada tingkatan universitas, pandangan kaum idealis ini lebih
jelas lagi penerapannya.Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang
mempersiapkan bahan pemikiran dan kebebasan berpikir.Bidang studi yang dianggap
penting adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis (Prasetya, 2000:
100).
Pertanyaan untuk menetapkan realitas tertinggi harus melalui media yang samar
dari yang terlihat saja. Keyakinan seorang guru haruslah tercermin dalam pelajaran yang
dia ajarkan.Dia harus merasa yakin bahwa hal tersebut merupakan perwujudan dunia
nyata dimana dia dan para siswanya bertempat tinggal.
Selain itu pandangan ontologi ini cara praktis akan menjadi masalah utama
pendidikan. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang
kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak di sekolah atau masyarakat akan menghadapi
realita, objek pengalaman, benda mati,  sub human dan human. Bagaimana asas-asas
pandangan religius tentang adanya makhluk-makhluk yang berakhir dengan
kematian.Bagaimana kehidupan dan kematian dapat dimengerti.
Anak-anak harus dibimbing untuk memahami realitas dunia yang nyata ini dan
untuk membimbing pengertian anak-anak untuk memahami suatu realita bukanlah
semata-mata kewajiban sekolah atau pendidikan.Kewajiban sekolah juga untuk membina
kesabaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realitas.Ini berarti realita itu sebagai
tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran.Anak-anak secara sistematis
wajib dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.
Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut, diharapkan anak-anak mampu
mengerti perubahan-perubahan didalam lingkungan hidupnya baik tentang adat-istiadat,
tata sosial dan pola-pola masyarakat, maupun tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya
pikir yang kritis akan sangat membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidik kaitanya
dengan ontologis ini ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis pada anak.
Implikasi pandangan ontologi terhadap pendidikan adalah bahwa dunia
pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan
isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari.Melainkan sebagaisesuatu yang tak
terbatas realitas fisis, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (Mohammad Noor
Syam, 1988:32).
4. Contoh Ontologi Pendidikan
Contoh dari ontologi pendidikan yaitu :
 visi misi lembaga pendidikan atau sekolah. Didalam lembaga pendidikan atau
sekolah visi misi merupakan komponen yang harus ada. Karena visi misi merupakan
perjalanan yang harus di tempuh untuk mencapai suatu tujuan atau hasil. Maka
dalam ilmu filsafat pendidikan visi misi yang merupakan identitas dari suatu lembaga
pendidikan atau sekolah yang harus dapat membuktikan dan mengeksistensikannya.
Jadi visi misi tidak hanya terpampang dan hanya bacaan saja tetapi juga harus ada
pembuktiannya. Ada eksistensi dan menunjukkan bahwa lembaga pendidikan ini ada
dan tujuan di ciptakannya suatu lembaga itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi, Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali, Dimensi Ontologi, dan Akseologi. Bandung: CV
Pustaka Setia

Aceng Rachmat, 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta : Kencana.

Noor Syam, Muhammad. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasia.1988.Surabaya : Usaha Nasional

Jalaluddin, 1997 Filsafat pendidikan: manusia, filsafat, dan pendidikan, Jakarta : Gaya Media
Pratama,

Khobir, 2007. Abdul. Landasan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media Offset.
Laily-muttoharoh.blogspot.in/2011/12/dimensi-ontologis.html
Susanto. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi aksara.
Susanto. A. 2001. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
https://www.kompasiana.com/friskytwinzasihnurjanah/5e6a5777d541df21095f8742/ontologi
pendidikan-epistimologi-pendidikan-dan-aksiologi-pendidikan?page=1&page_images=1

https://www.kompasiana.com/baitinurfitria/5e67a177d541df33c937e232/perbedaan-ontologi
pendidikan-epistemologi-pendidikan-dan-aksiologi-pendidikan

http://www.bing.com/search?q=hubungan+ontologi+dengan+ilmu+pendidikan&src=IE-
SearchBox&FORM=IE8SRC

Anda mungkin juga menyukai