Anda di halaman 1dari 67

ASPEK KEPENTINGAN UMUM ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 12


TAHUN 2017 TENTANG IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir
Pogram Sarjana Ilmu Hukum

Oleh,
WASIDIPA MAULANA FIRDAUS
NIM : 1710111044

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
Dengan ini dinyatakan bahwa Penulisan Hukum yang dibuat oleh :

Nama : Wasidipa Maulana Firdaus

NIM : 1710111044

Judul : ASPEK KEPENTINGAN UMUM ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN BERDASARKAN PERATURAN BUPATI

BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG IZIN

ALIH FUNGSI LAHAN

Isi dan formatnya telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diajukan

sebagai Tugas Akhir Program Sarjana bidang Ilmu Hukum pada Program Studi

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember

Jember, Juli 2021

Dosen Pembimbing

Yunita Reykasari, S.H., M.H

i
HALAMAN PENGESAHAN

“ASPEK KEPENTINGAN UMUM ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN


BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 12
TAHUN 2017 TENTANG IZIN ALIH FUNGSI LAHAN”

Diterima dan diuji oleh Tim Penguji pada :


Hari : Jum’at
Tanggal : 4 Juli 2020
Tempat : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember

Tim Penguji :
Ketua Sekretaris

Muh. Iman, S.H., M.H. Drs. Sulistiyono, M.Si.

Anggota

Yunita Reykasari, S.H., M.H.

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Jember

H. Suyatna, S.H., M.H.


NPK : 8809225

ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Wasidipa Maulana Firdaus

Nim : 1710111044

Judul : Aspek Kepentingan Umum Alih Fungsi Lahan Pertanian

Berdasarkan Peratuan Bupati Bondowoso Nomor 12 Tahun 2017

Tentang Izin Alih Fungsi Lahan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skrisi ini merupakan hasil

penelitian, pemikiran dan pemaparan saya sendiri, saya tidak mencantumkan

tanpa pengakuan bahan bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis

oleh orang lain, atau sebagai bahan yang pernah diajukan untuk gelar atau ijazah

pada Universitas Muhammadiyah Jember atau Perguruan Tinggi lainnya.

Apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam

pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Jember.

Demikian pernyataan ini saya buat, untuk dipergunakan sebagaimana

semestinya

Jember, Juli 2021


Yang membuat Pernyataan

Wasidipa Maulana Firdaus

iii
MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan sholatmu Sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Q.S Al-Baqarah: 153)

“Sungguh bersama kesukaran dan keringanan, karena itu bila kau telah selesai

(mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah’

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah

untuk dirinya sendiri.”

(Q.S Al-Ankabut : ayat 6)

“Hidup Ini Seperti Sepeda , Agar Tetap Seimbang, Kau Harus Terus bergerak.”

(Albert einstein)

“Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”

(Satjipto Rahardjo dalam teori hukum progresif)

“Fiat Justitia Ruat Caelum”

(Lucius Calpurnius Piso Caesoninus)

iv
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur Kepada Allah SWT atas nafas dan segala keindahan,

diberikan rezeqi dan kepandaian sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

Akan dipersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang berpengaruh penting

dalam

kehidupan saya :

Namun demikian, atas keterbatasan kemampuan dan keterbatasan bekal

ilmu

yang ada pada diri saya pada saat menulis sehingga menjadi sebuah keharusan

bagi

saya untuk mengucapkan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat :

1. Yunita Reykasari, S.H.,M.H selaku Pembimbing yang telah memberikan

.masukan-masukan yang sangat berharga.

2. Almarhum Alsesar Andreas Akbar Firdaus selaku adik, yang telah

memberikan

motivasi dan pengalaman yang berharga.

3. Dewi Ratnaningsih dan Joni Pranoto selaku orang tua, terima kasih untuk

do’a .nya yang selalu dipanjatkan, luapan kasih sayang yang selalu diberikan,

untuk .kesabarannya menghadapi segala sikap saya serta untuk nasehat

nasehatnya .sehingga memacu untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Mbah Putri Isti Qomariah yang selalu memberikan dukungan dan do’a.

5. Devi Aulia Putri terkasih yang selalu berada disamping saya dan memotivasi

......dalam setiap keputusan yang dipilih serta dijalani.

6. Almamater, yang selalu dibanggakan.

v
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji, saya mengucap syukur kepada Allah,

atas Taufiq, Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya yang tiada batas ternikmati,

sehingga dengan-Nya mampu berupaya menjadi insan kamil insyaAllah, karena

telah diberikan akal sehat yang menjadi pembeda dengan makhluk yang lain.

Disadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari semua pihak baik moril,

piritual maupun materil, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan

baik. Besar harapan saya atas skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Namun demikian, atas keterbatasan kemampuan dan keterbatasan bekal ilmu yang

ada pada diri saya pada saat menulis sehingga menjadi sebuah keharusan bagi

saya untuk mengucapkan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat :

1. Suyatna, SH., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Jember.

2. Yunita Reykasari, SH.,MH. Selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan

selama penyusunan skripsi.

3.. Manan Suhadi, SH.,MH. Selaku dosen wali yang telah memberikan

dukungan pengarahan selama perkuliahan.

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

vi
Jember yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat

selama masa perkuliahan

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah

Jember yang telah selalu memberi bantuan dan informasi selama masa

perkuliahan.

7...Kedua Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan

.dukungan selama proses pembuatan skripsi.

8. Seluruh teman-teman seangkatan 2017 yang selalu mengisi hari-hari

perkuliahan sangat menyenangkan.

9. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu memberikan dukungan.

10. Terlepas dari segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah, saya

tetaplah

manusia yang terkadang luput dan lupa sehingga kritik dan koreksi

konstruktif tetap diharapkan sebagai upaya penyempurnaan atas skripsi

ini. Pengantar ini saya tutup dengan syukur Alhamdulillah.

Jember, Juli 2021

vii
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI..................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... v
MOTTO............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 9
1.5 Metode Penelitian....................................................................................... 9
1.5.1 Pendekatan Masalah......................................................................... 9
1.5.2 Jenis Penelitian................................................................................. 10
1.5.3 Bahan Hukum............................................................................. 10
1.5.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum............................................... 12
1.5.5 Analisa Bahan Hukum ..................................................................... 13
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................. 14
2.1 Pengertian Tanah ....................................................................................... 14
2.1.1 Hak Atas Tanah............................................................................ 15

viii
2.1.2 Pengertian Hak Atas Tanah ........................................................ 17
2.1.3 Macam Macam Hak Atas Tanah.................................................. 18
2.2 Tanah Pertanian Dan Non Pertanian........................................................... 19
2.2.1 Pengertian Tanah Pertanian......................................................... 19
2.2.2 Pengertian Tanah Non Pertanian................................................. 20
2.2.3 Asas-Asas Dalam Undang-Undang Pokok Agraria..................... 21
2.3 Pengertian alih fungsi tanah Pertanian................................................ 23
2.4 Pengertian Alih Fungsi Tanah............................................................. 24
2.5 Dampak Pengalihan Fungsi Tanah...................................................... 26
2.6 Pengertian Perizinan............................................................................ 27
2.6.1 Tujuan Perizinan.......................................................................... 27
2.6.2 Unsur-Unsur Perizinan................................................................. 28
2.6.3 Izin Mendirikan Bangunan.......................................................... 29
2.7 Kepentingan Pemerintah...................................................................... 29
2.8 Batasan Kepentingan Pemerintah........................................................ 30
2.9 Kepentingan Umum............................................................................. 31
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 33
BAB IV PENUTUP................................................................................... 49
4.1 Kesimpulan........................................................................................... 49
4.2 Saran..................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
x
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkembangan penduduk

terpesat di dunia, dengan penambahan jumlah penduduk hampir satu persen setiap

tahun. Menurut Kementrian Dalam Negeri melalui Direktorat Jendral

Kependudukan pada semester awal tahun 2020, total jumlah penduduk Indonesia

mencapai 268.583.016 (dua ratus enam puluh delapan juta lima ratus delapan

puluh tiga ribu enam belas) jiwa, dengan pertumbuhan penduduk, kemajuan

industri dan teknologi, serta peralihan budaya, menyebabkan kebutuhan terhadap

tanah meningkat. Peralihan budaya telah merubah Indonesia yang awalnya

sebagai Negara agraris beralih menjadi Negara industri. Pertanian yang menjadi

sumber mata pecarian masyarakat kini berganti pemanfaatannya menjadi tanah

yang digunakan sebagai lahan industri, pembangunan serta perdagangan.1

Tanah memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia baik

individu maupun kelompok orang dan badan hukum hingga pemerintah, dengan

adanya tanah manusia dapat melakukan aktifitas sehari-hari, salah satunya

kegiatan ekonomi. Pemanfaatan tanah beserta sumber daya alam terkandung

didalamnya diberikan kepada seseorang untuk dapat dimiliki dengan hak-hak

yang telah disediakan oleh Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang di kenal

dengan

1
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/15261351/data-kependudukan-2020-penduduk-indonesia,
diakses pada tanggal 07 0ktober 2020
2

Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA, serta aturan pemanfaatan dan

kegunaannya terdapat pada hukum agraria.2

Pertumbuhan ekonomi saat ini berpusat pada sektor industri, jasa dan

properti, sehingga mengesampingkan sektor pertanian. Terutama tanah sawah

yang terdapat konflik dilematis perihal pemanfaatan dan penggunaan areal

pertanian terbatas peluang perluasannya, dikarenakan peningkatan kebutuhan

tanah untuk sektor industri, jasa dan properti.3

Dengan demikian perubahan penggunaan tanah sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi yang berpusat pada sektor industri tidak dapat dihindarkan,

apabila keadaan dilematis ini tidak kunjung diatasi dengan diadakannya kebijakan

pertanahan, maka kelangsungan sektor pertanian akan sulit dipertahankan,

mengingat dampak yang ditimbulkan oleh adanya konvensi lahan yang begitu luas

sehingga berkurangnya luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian

secara signifikan, dapat mengganggu stabilitas kemandirian, ketahanan dan

kedaulatan pangan baik lokal maupun nasional, serta belum ada suatu terobosan

kelembagaan dan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian akibat

berkurangnya tanah-tanah pertanian (khususnya sawah beririgasi teknis) yang

dirubah menjadi tanah kering untuk keperluan lain, seperti yang terjadi pada

daerah Desa Pejaten Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso.

Dalam kaitannya dengan alih fungsi lahan pertanian, pemerintah

manghadapi konflik kepentingan yang cukup dilematis, yakni pada satu sisi

pemerintah daerah berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan keberadaan


2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, 2013. Universitas Trisakti: Jakarta, Hlm.4
3
Agus Surono, 2013, Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan Tanah dan Pemanfaatan Tanah, Jakarta,
Universitas Al-Azhar Indonesia.Hlm.2
3

lahan pertanian untuk kelestarian produksi pertanian dalam stabilitas kemandirian,

ketahanan dan kedaulatan pangan baik lokal maupun nasional, sedangkan pada

sisi lain pemerintah juga harus memberikan perhatian pada sektor industri, jasa

dan properti demi mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Tanpa adanya usaha untuk menyelesaikan dilema ini melalui peraturan

atau kebijakan pertanahan, sistem usaha tani tidak dapat berkembang, maka

diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan

pertanian menjadi lahan non pertanian dengan menjadikan aspek kepentingan

umum, daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan sebagai salah satu

pertimbangan. Salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan

perlindungan terhadap lahan pertanian produktif perlu didukung oleh suatu

peraturan perundang-undangan yang menjamin tersedianya lahan pertanian yang

cukup, mampu mencegah terjadinya konvensi lahan pertanian ke penggunaan non

pertanian secara tidak terkendali, dan menjamin akses masyarakat petani terhadap

lahan pertanian yang tersedia, mengingat tanah sebagai faktor utama produksi

perekonomian bangsa dan negara.4

Rumusan pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang

Peranturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut Undang-

undang Pokok Agraria atau UUPA) menjelaskan bahwa seluruh wilayah

Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu

sebagai bangsa Indonesia. Hal ini bermakna bahwa seluruh tanah yang berada

dalam wilayah Indonesia (beraspek perdata) dan bersifat abadi yakni sebagai hak

4
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, 2011. Yogyakarta: Graha Ilmu, Hlm..87
4

ulayat bagi masyarakat Hukum Adat.5 Apabila sifatnya abadi dan tidak

membutuhkan campur tangan politik dalam unsur perdata, rakyat tidak mungkin

melaksanakan sendiri tugas dan kewajiban yang termasuk hukum publik. Dengan

demikian negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat

yang mendapat amanat sebagai pemegang hak tertinggi oleh Bangsa Indonesia

hadir sebagai penyelenggara. Aspek publik ini tercemin dari adanya kewenangan

negara untuk mengatur tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia, yang

terkandung dalam pasal 2 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam pasal 33 ayat 3

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6

Mengenai kegiatan perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi tanah

non pertanian diatur dan dijabarkan lebih mendetail dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

sebagai dasar pengturannya terdapat pada pasal 2 yang menyatakan bahwa :

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan
hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1,bumi air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat
tertinggi di kuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

5
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, 2009.
Jakarta: Rajawali Pers, Hlm.20
6
ibid.Hlm.21
5

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-


orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.7
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada
ayat (2) pasal ini diguakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil,
dan makmur.
(4) Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swasta dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.8

Pemerintah Negara Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-

Undang No 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Undang-Undang ini terbentuk dikarenakan pemerintah memandang perlu untuk

berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan bantuan perumahan

serta kawasan pemukiman bagi masyarakat, sehingga merupakan satu kesatuan

fungsional dalam wujud tata ruang fisik, ekonomi dan sosial budaya yang mampu

menjamin kelestarian lingkungan hidup yang sejalan dengan semangat demokrasi,

otonomi daerah dan keterbukaan tatanan kehidupan bermasyarakat.

Mengenai peralihan tanah pertanian ke non pertanian yang salah satunya

ingin dijadikan perumahan dan pemukiman, pemerintah dalam hal ini juga

mengeluarkan Undang-Undang No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

7
Arba,H.M, Hukum Pengdaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, 2019. Jakarta: Sinar Grafika.Hlm.4
8
Ibid.,Hlm.5
6

Pertanian Pangan Berkelanjutan ini ada dalam Pasal 3 UU No 41 tahun 2009

yaitu:

“Melindungi kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan,


menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan,
mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan,
melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani,
meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan,
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, meningkatkan
penyediaan lapangan kerja, mempertahankan keseimbangan ekologi
dan mewujudkan revitalisasi pertanian”

Permasalahan ini semakin kompleks di lapangan karena arah kebijakan

nasional dalam hal pengendalian alih fungsi lahan pertanian sering bertabrakan

dengan kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan

lokal dan kebijakan daerah. Walaupun penerapan kebijakan pengendalian alih

fungsi lahan masih dipandang cukup efektif dalam membatasi penggunaan lahan

sawah bagi kegiatan non pertanian (seperti mekanisme perijinan lokasi dan

penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah), namun ternyata masih banyak prilaku

“spekulan tanah” yang tidak terjangkau oleh penerapan kebijakan tersebut.

Banyak dijumpai kasus-kasus dimana para pemilik lahan pertanian secara

sengaja mengubah fungsi lahan agar lebih mudah untuk diperjualbelikan tanpa

melalui mekanisme perijinan atau pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah yang

ada. Kebijakan alih fungsi ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 53

Tahun 1989 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi Industri atau

Perumahan. Hal ini juga bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri

Negara/Bappenas Nomor 5417/MK/10/1994.9

9
Bambang S. Widjanarko, Moshedayan Pakpahan, Bambang Rahardjono, dan Putu Suweken. "Aspek
Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (Sawah)". Makalah Seminar Nasional
Multifungsi Lahan Sawah. 2001.Hlm 20
7

Mengenai peralihan tanah pertanian ke non pertanian yang salah satunya

ingin dijadikan perumahan dan pemukiman, bupati daerah kabupaten Bondowoso

juga mengeluarkan Perpub No 12 tahun 2017 tentang Izin Alih Fungsi Lahan,

dengan mempertimbangkan ;

“Bahwa dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan


oleh pemerintah dan masyarakat yang berdampak pada kebutuhan
lahan untuk pembangunan, perlu adanya pengaturan dan
pengendalian alih fungsi lahan agar tata guna lahan wilayah
kabupaten sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah”

Serta lahan yang dapat dialihfungsikan dijelaskan pada pasal 3 Perbub No


12 tahun 2017 tentang Izin Alih Fungsi Lahan, merupakan lahan pertanian sawah,
tegalan kehutanan dan perkebunan yang akan diubah penggunaannya untuk
perkembangan pemukiman, industri, perdagangan dan jasa, pertambangan dan
kegiatan yang menghasilkan ruang terbangun lainnya.10

Dengan kemudahan untuk mendapatkan izin alih fungsi lahan pertanian di

Bondowoso, tentu saja hal ini akan berdampak pada sektor pertanian Bondowoso

yang menduduki peringkat utama dalam menyumbang PDRB Kabupaten

Bondowoso, kontribusinya sebesar 33,72 persen terhadap pembentukan PDRB

Kabupaten Bondowoso. Dari seluruh luas wilayah yang ada di Kabupaten

Bondowoso 60,08 persen digunakan untuk pertanian yaitu persawahan, tanah

kering, perkebunan, kehutanan, rawa dan tambak. Bila dirinci menurut

penggunaannya, lahan terluas digunakan untuk kehutanan yaitu sebesar 35,77

persen atau sebesar 347,11 hektar dari keseluruhan penggunaan lahan di

Kabupaten Bondowoso, namun akan terjadi penurunan dari tahun ke tahun


10
Pasal 3 Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Izin Alih Fungsi Lahan
8

apabila tidak ada kebijakan untuk menjadikan lahan sawah sebagai lahan

pertanian abadi yang tidak dapat dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian.11

Berdasarkan uraian diatas, menimbulkan ketertarikan penulis untuk

membahas dalam bentuk skripsi dengan judul “Aspek Kepentingan Umum Alih

Fungsi Lahan Pertanian Berdasarkan Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 12

Tahun 2017 Tentang Izin Alih Fungsi Lahan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut.

Bagaimana Akibat hukum Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten

Bondosowo Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Izin

Alih Fungsi Lahan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui Bagaimana Akibat hukum Alih Fungsi Lahan Pertanian Di

Kabupaten Bondosowo Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2017

Tentang Alih Fungsi Lahan.

1.4 Manfaat Penelitian

Atas hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut.

11
Nian Riawati, 2018, Strategi Pengembangan Produk Unggulan Daerah Melalui Kebijakan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bondowoso. Jember, Universitas Jember.Hlm.167.
9

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan tambahan bagi

diri saya sendiri dan kalangan akademis di bidang hukum mengenai aspek

kepentingan umum alih fungsi lahan pertanian khususnya di Kabupaten

Bondowoso, serta menjadi referensi bagi penulis lain terutama yang

memilik objek yang sama.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para

pengambil kebijakan khususnya mengenai alih fungsi tanah yang berada di

kabupaten Bondowoso Selanjutnya berguna dalam rangka menambah

khasanah perbendaharaan karya ilmiah untuk perkembangan ilmu hukum

khususnya hukum tata negara di Universitas Muhammadiyah Jember.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Pendekatan Masalah

Metode penelitian merupakan faktor yang penting untuk penulisan yang

bersifat ilmiah. Suatu karya ilmiah harus mengandung kebenaran yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga karya ilmiah tersebut dapat

mendekati suatu kebenaran yang sesungguhnya. Oleh karena itu dalam

mencari informasi mengenai isu hukum, peneliti melakukan pendekatan-

pendekatan yang sesuai dengan penelitian hukum, yaitu pendekatan undang-

undang (statute aproach) dan Pendekatan konseptual (conceptual aproach).12

1. Pendekatan undang-undang (statute aproach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang ada sangkut-

pautnya dengan isu hukum yang sedang diteliti.

12
Perter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian hukum. Jakarta, kencana predana group.hlm.133
10

2. Pendekatan konseptual (conceptual aproach) dilakukan apabila

penelitian tidak beranjak dari aturan hukum yang ada.

1.5.2 Jenis Penelitian

Berdasarkan perspektif penulis dalam penjabaran latar belakang

pemasalahan dan rumuan masalah yang menjadi topik kajian, maka tipe

penulisan dalam karya ilmiah ini menggunakan prinsip Yuridis Normatif.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan

bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-

asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

penelitian ini.13

1.5.3 Bahan Hukum

Bahan hukum adalah bagian terpenting dalam penelitian hukum. Tanpa

bahan hukum tidak mungkin dapat ditemukan jawaban atas isu hukum yang

diketengahkan guna memecahkan isu hukum yang dihadapi digunakan bahan

hukum sebagai sumber penelitian hukum. Pada penelitian karya ilmiah ini

penyusun menggunakan sumber bahan hukum yang meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.

1) Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

(bahan hukum yang bersifat mengikat) artinya mempunyai otoritas.

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan penyusun dalam

karya ilmiah ini terdiri dari:


13
Ibid,hlm.181
11

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

c) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

d) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Pemukiman

e) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah

Untuk Kepentingan Umum

f) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004

Tentang Penatagunaan Tanah

h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010

Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

i) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis

Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi Dan

Ijin Perubahan Penggunaan Tanah.

j) Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Izin

Alih Fungsi Lahan.

2) Bahan Hukum Sekunder, merupakan semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal


12

hukum dan komentar atau putusan pengadilan. Yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini meliputi buku buku teks (literatur) jurnal-jurnal

hukum media cetak maupun media elektronik (internet).

1.5.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah

kualitatif terdiri dari beberapa macam data, sumber data, serta beberapa

metode pengumpulan data terdiri dari wawancara, observasi, dan studi

dokumen melalui buku-buku tentang hukum, Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian untuk

mendapatkan landasan teoritis, pengumpulan data hukum dilakukan dengan

cara mencatat segala informasi terkini tentang isu alam penelitian. Disamping

itu juga penelitian dilakukan melalui meneliti buku-buku literatur untuk

mendapatkan landasan teoritis pendapat para ahli.14

1.5.5 Analisis Bahan Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki Langkah–langkah yang harus

dilakukan sebelum melakukan analisa terhadap bahan hukum yaitu:15

1.Mengidentifikasi fakta hukum yang mengeliminir hal-hal yang tidak


relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.
2.Pengumpulan bahan bahan hukum yang sekiranya dipandang
mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini
3.Melakukan telah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-
bahan yang telah dikumpulkan.

14
Afiyanti, Yati & Rachmawati, Imami Nur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali
Press.hlm.12
15
Perter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian hukum. Jakarta, kencana predana group.hlm.132
13

Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun

dalam kesimpulan. Selanjutnya bahan-bahan hukum yang telah terkumpul

disusun secara sistematis dan terarah dengan menggunakan metode deduktif

yaitu berpangkal dari prinsip yang umum menuju prinsip khusus. .Sedangkan

data hasil wawancara dipergunakan untuk menguatkan data primer yang

diperoleh dari studi pustaka.

BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Tanah
14

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima tanah adalah :

1. Pemukaan Bumi atau lapisan bumi paling atas


2. Keadaan bumi di suatu tempat
3. Permukaan Bumi yang terbatas, ditempati suatu bangsa yang
diperintah suatu negara atau menjadi daerah suatu negara
4. Bahan-bahan dari bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, napal, cadas,
dan sebagainya)

Sebutan tanah dalam bahasa Indonesia dapat kita pakai dalam berbagai

makna, dalam penggunaannya dibatasi agar diketahui dalam arti apa

penggunaan istilah tersebut digunakan. Tanah merupakan pemukiman bumi

yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada

dibawah dan sebagian besar dari ruang yang ada diatasnya, dengan

pembatasan dalam Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang berhubungan langsung dengan

penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan

peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sedalam berapa tubuh bumi dan

setinggi apa ruang yang dapat digunakan dengan tujuan penggunaanya, dalam

batas kewajaran perhitungan teknis kemampuan tubuh bumi itu sendiri,

kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.16

Sebutan tanah dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa arti

dalam penggunaan istilahnya. Kata “tanah” dapat dipakai dalam arti yuridis

dalam hukum tanah , sebagai pengertian yang telah diberi batasan oleh

Undang-Undang Pokok Agraria dalam Pasal 4 Ayat (1) :

16
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, 2013. Universitas Trisakti, Jakarta: Hlm.18
15

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang


dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah dapat diberikan kepada dan
dimiliki oleh orang-orang baik, perorangan maupun kelompok serta
badan hukum”.

Dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang terbatas

berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Makna pemukaan bumi

sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan

hukum. Oleh kerena itu, hak-hak yang ditimbulkan diatas merupakan hak atas

permukaan bumi (hak atas tanah) termasuk didalamnya bangunan atau benda-

benda yang terdapat diatasnya merupakan persoalan hukum. Persoalan hukum

yang dimaksud merupakan persoalan yang berkaitan dengan dianutnya asas-

asas yang berhubungan antara tanah dan bangunan yang terdapat diatasnya.

Dalam hukum, tanah negara dipergunakan apa yang disebut asas accessie

atau asas perlekatan. Maka dari asas tersebut dapat dipahami bahwa

bangunan-bangunan dan benda-benda atau tanaman yang ada diatasnya

merupakan suatu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian dari tanah

yang bersangkutan.17

2.1.1 Hak Atas Tanah

Hak atas tanah didefinisikan sebagai hak yang memberi wewenang

kepada pemiliknya untuk menggunakan tanah dan/atau mengambil

manfaat dari tanah tersebut, berbeda pengertian dengan hak penggunaan

tanah ciri khas dari hak atas tanah terletak pada subjek yaitu seseorang

yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau

mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Perkataan


17
Supriadi, Hukum Agraria, 2016. Cetakan ketujuh, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.3
16

menggunakan mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu

digunakan untuk kepentingan bangunan (non pertanian). Perkataan

menganbil manfaat mengandung pengetian bahwa hak atas tanah itu

digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan serta

perkebunan.18

Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorang atau

badan hukum dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu :

“atas dasar menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta
badan-badan hukum”

Dengan demikian seseorang dapat memiliki hak atas tanah dalam

arti sebagian dari permukaan bumi. Tetapi wewenang menggunakan

yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi

penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawah tanah, air serta

yang ada diatasnya. Tubuh bumi, air serta yang ada diatasnya bukanlah

milik dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan itu ada

batasannya seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2) dengan

penjelasan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut

UUPA dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.

2.1.2 Pengertian Hak Atas Tanah

Pengertian hak atas tanah dijelaskan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-

undang Pokok Agraria, bahwa berdasarkan Hak menguasai dari negara


18
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, 2012. Edisi Pertama, Jakarta: Prenadamedia, Hlm.84
17

atas tanah berdasarkan macam-macam hak atas tanah yang telah

disebutkan dalam pasal 2, yang dapat dipunyai dan diberikan oleh

masyarakat maupun badan hukum untuk dapat dimanfaatkan sesuai

dengan ketentuan, terdapat macam-macam hak penguasaan atas tanah

untuk kepentingan yang berhubungan dengan penggunaan tanah

tersebut dibatasi oleh Undang-Undang ini serta Peraturan-peranturan

hukum lainnya dapat dilihat dari sebuah kumpulan yang disusun berikut

ini :19

1) Hak bangsa Indonesia terdapat pada Pasal 1

2) Hak menguasai dari negara terdapat pada Pasal 2

3) Hak ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat sepanjang menurut

kenyataan masih ada terdapat pada Pasal 3

4) Hak-hak individu atau hak-hak perorangan yang terdiri dari:

a) Hak primer yaitu hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 ayat

(1) terdiri dari : hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak

pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil

hutan, hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut

diatas akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak

yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal

53.

b)..Hak sekunder (hak-hak yang bersifat sementara) yang diatur

dalam Pasal 53 yang terdiri dari: hak gadai, hak usaha bagi hasil,

hak menumpang, hak sewa tanah pertanian.


19
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
18

5) Hak-hak atas air dan ruang angkasa yang dimaksud dalam Pasal 4

ayat (3) dan diataur lebih lanjut dalam Pasal 16 ayat (2) yaitu : hak guna

air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa,

hak wakaf yang diataur dalam Pasal 4 selanjutnya diatur lebih jelas

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik

6) .Hak tanggungan diatur dalam Pasal 23,33, Pasal 39, Pasal 51 dan

diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah.

2.1.3 Macam-Macam Hak Atas Tanah

Ada beberapa macam hak atas tanah yang terdapat pada Undang-

Undang Pokok-Pokok Agraria antara lain20 :

1) Hak-hak atas tanah yang terdapat pada Pasal 16 ayat (1) yakni :

a. Hak Milik
b. Hak Pakai
c. Hak Guna Usaha
d. Hak Guna Bangunan
e. Hak Sewa
f. Hak Membuka Tanah
g. Hak Menggugat Hasil Hutan

2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) adalah:

a. Hak Guna Air


b. Hak Pemeliharaan Dan Penangkapan
c. Hak Guna Ruang Angkasa
Pengelompokan hak atas tanah yang terdapat pada Pasal 16 dan Pasal

53 UUPA dibagi menjadi tiga yakni:

20
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
19

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap yakni hak-hak atas tanah ini
akan tetap ada dalam UUPA, kecuali telah dicabut dan
digantikan oleh Undang-Undang yang baru. Hak-hak yang
bersifat tetap ini antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka
tanah dan hak memungut hasil hutan.
2. Hak atas tanah yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Dengan
menyatakan bahwa akan ada hak-hak atas tanah yang lain selain
bersifat tetap dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA. Dengan ini sistem
hak kebendaan dalam UUPA bersifat terbuka, kebalikan sitem
hak kebendaan dalam UUPA bersifat terbuka, berbeda dengan
sistem hak kebendaan yang terdapat pada Burgelijk Wetboek
yang bersifat tertutup. Hak-hak atas tanah yang ditentukan
kemudian seperti hak pengelolaan.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam Pasal 53
UUPA, hak-hak ini dalam waktu singkat akan dihapus karena
terdapat unsur pemerasan, feodal yang bertentangan dengan jiwa
UUPA. Hak-hak ini antara lain hak gadai yang terdapat pada
hukum adat, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak
sewa tanah pertanian.

2.2 Pengertian Tanah Pertanian

Dii.Indonesiai sebagian ibesar iwilayahnya merupakanitanahipertanian,

akan tetapi mengenai tanah pertanian itu sendiri, tidak ada batasan yang

diberika oleh Undang-Undang mengenai tanah pertanian. Pengertian tanah

pertanian ini ditemui dalam Instruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria Nomor 9/1/12 tertanggal 5 Januari

1960.

Tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk

perikanan, tanah tempak untuk penggembalaan ternak, tanah berukar bekas

ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencarian bagi yang menjadi hak

orang, selainnya tanah untuk perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang
20

tanah berdiri rumah tempat tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah

yang menentukan, berapa luas bagian yang dianggap halaman rumah dan

berapa yang merupakan tanah pertanian.

Berdasarkan instruksi bersama tersebut dapat kita ketahui bahwa tanah

pertanian tidak hanya mencakup tanah sawah, melaikan juga meliputi

perkebunan ladang, tambak, hutan dan sampai tanah yang dipakai sebagai

tempat penggembalaan.

Menurut UU No 41 tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Berkelanjutan Pasal 1 ayat (2) yang digunakan untuk usaha pertanian.

Berdasarkan pengertian tersebut lahan pertanian adalah tanah yang diatasnya

terdapat kegiatan usaha atau mata pencarian dibidang pertanian.

2.2.1 Pengertian Tanah Non Pertanian

Penggunaan tanah selain yang disebutkan dalam instruksi bersama

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Meteri Agraria

nomor (/1/12 Januari Tahun 1961, serta penggunaan, pemanfaatannya

dalam bidang industri dan atau/bangunan pemukiman masyarakat, dapat

digolongkan ke dalam tanah non pertanian.

Pengertian tanah perkotaan adalah tanah yang berada dalam

wilayah yang terdapat batasan tententu yang ditentukan berdasarkan

lingkup pengamatan fungsi tertentu yang merupakan kumpulan pusat-

pusat pemukiman yang berperan dalam satuan wilayah pengembangan

dan atau wilayah nasional.21

21
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Meteri Agraria nomor (/1/12 Januari Tahun 1961,
Instruksi Bersama.
21

2.2.2 Asas-Asas Dalam Undang-Undang Pokok Agraria

a. Asas kenasionalan dijelaskan dalam UUPA pada Pasal 1 ayat (1),

ayat (2) dan ayat (3), yaitu:

1. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan Tanah air dari


seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
2. Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya merupakan wilayah
Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional.
3. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan
ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) Pasal ini dalam
hubungan yang bersifat abadi.
b. Asas pada tingkat tertinggi, Bumi, Air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara.
Asas ini terdapat pada Pasal 2 ayat (1) UUPA yang
menyatakan bahwa atas ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1,
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh
negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
3) Asas mengutamakan kepentingan Nasional dan Negara yang
berdasarkan atas persatuan bangsa dari pada kepentingan
perseorangan atau golongan. Asas ini ditemukan dalam Pasal 3
UUPA, yaitu dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1
dan Pasal 2, melaksanakan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu
dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
ketentuannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas
22

persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-


undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.22
4. Asas kepentingan sosial, dalam Pasal 6 UUPA dikatakan bahwa
semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti
pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu
manifestasi dari fungsi sosial tanah. Dikarenakan kepentingan
umum merupakan, keperluan, kebutuhan dan kepentingan orang
banyak atau masyarakat, sehingga penggunaan tanah tidaklah dapat
dibenarkan apabila digunakan semata-mata untuk kepentingan
pribadi saja dan menimbulkan kerugian bagi orang lain.23
5. Asas tata guna tanah, dijelaskan pada Pasal 13 UUPA bahwa
pemerintah harus berusaha agar usaha-usaha dalam lapangan
agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meningkatkan produksi
dan kemakmuran rakyat serta menjamin setiap warga negara
Indonesia memperoleh hidup yang sesuai dengan martabat
manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya agar
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dapat tercapai.24
2. 3 Pengertian Alih Fungsi Tanah Pertanian

Alih fungsi tanah pertanian merupakam kegiatan perubahan peggunaan

tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah

pertanian muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah

penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk

kegiatan pembangunan telah merubah strukur kepemilikan dan penggunaan

tanah secara terus menerus.

22
Jhony Ibrahim.2008. Teori dan Metodologi Penelitian Normatif. Edisi Revisi Bayumedia, Malang, Hlm.53.
23
Ratri Puspita Suryandari & Ana Silviana, Penerapan Asas Fungsi Sosial Terkait Kepemilikan Tanah, 2016.
Volume 5 nomor 3, Undip. Hlm 7.
24
Layla Mardiyani Fauziah & Nia Kurniati, Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Kawasan Wisata Dalam
Perspektif Penerapan Asas Tata Guna Tanah, 2018. Volume 2 nomor 1, Unpad. Hlm.105.
23

Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat

terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi

kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk

memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar.25

Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat

dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah

dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah

pertanian menjadi tanah non pertanian. Dalam rangka dilakukannya alih

fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian para pihak yang

bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui mekanisme

perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui ijin

lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.

Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada luasnya tanah

yang dimohon, luas tanah pertanian yang dimohonkan perubahan

penggunaannya ke tanah non pertanian kurang dari sepuluh ribu meter

persegi.

Rahayu Feby Antasari menjelaskan dalam tesisnya bahwa permohonan

izin pengeringan diajukan kepada kantor Kepala Kantor Pertanahan setelah

diadakan pemeriksaan mengenai kelengkapan segala persyaratan yang

diperlukan dalam rangka permohonan izin pengeringan makan diberikan izin

25
Adi Sasono & Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, 1995. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, Hlm.13
24

pengeringan yang merupakan hasil kerja panitia pertimbangan penggunaan

tanah pertanian menjadi non pertanian.26

2.4 Pengertian Alih Fungsi Tanah

Menurut Utomo alih fungsi tanah atau lazimnya disebut sebagai konversi

tanah adalah perubahan fungsi sebagian atau keseluruhan kawasan tanah dari

fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi yang lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi tanah itu

sendiri. Alih fungsi tanah dalam perubahan atau penyesusaian peruntukkan

penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi

keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih

baik.27

Menurut Yuniarti dalam jurnalnya alih fungsi tanah/lahan merupakan

kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi

kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat dari pembangunan

dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan

kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah struktur industri

yang cukup pesat yang berakibat terkonvensinya tanah pertanian secara

besarbesaran. Alih fungsi tanah merupakan suatu proses perubahan

penggunaan tanah dari bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain

misalnya ke non pertanian. Dan Biasanya dalam pengalihan fungsinya

26
Rahayu Feby Antasari, Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Untuk Pembangunan Perumahan, 2008.
Undip, Hlm.24.
27
https://kolokiumkpmipb.wordpress.com/tag/konversi-lahan/ diakses pada tanggal 31 Oktober 2020
25

mengarah ke hal yang bersifat negatif bagi ekosistem lingkungan alam sawah

itu sendiri.28

Alih fungsi tanah juga disebut dengan konversi tanah. Alih fungsi tanah

atau konversi tanah merupakan kegiatan yang berkaitan tentang kegiatan

didalam sektor pertanian. Alih fungsi tanah adalah dirubahnya fungsi tanah

yang telah direncanakan baik itu sebagian maupun seluruh kawasan tanah

dari fungsi semula menjadi dialih fungsikan ke sektor pembangunan Alih

fungsi tanah juga dapat diartikan sebagai berubahnya guna tanah awal yang

telah di alih direncanakan oleh pihak-pihak tertentu yang bersangkutan

dengan pengalih fungsian lahan tersebut.29

Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

Tanah Pertanian Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan alih

fungsi tanah pertanian adalah perubahan fungsi tanah pertanian pangan

berkelanjutan menjadi bukan tanah pertanian baik secara tetap maupun

sementara. Selain untuk memenuhi kegiatan industri alih fungsi tanah

pertanian jga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan

yang jumlahnya lebih besar.

Faktor-faktor penting yang menimbulkan terjadinya alih fungsi tanah

pertanian yaitu30:

28
Yuniarti Amelhia Lapatandu, Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Minahasa Utara, 2017. Volume
13 Nomor 2A, Agrisosio Ekonomi Unsrat.Hlm.3
29
Tri Handayani, Alih Fungsi Tanah Menjadi Perumahan, 2014. Volume 3 nomor 2, Diponegoro Law
Review.Hlm.3
30
Adi Sasono & Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, 1995. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, Hlm.13.
26

1. Faktor Internal yaitu kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian


pemilik lahan.
2. Faktor Eksternal yaitu adanya dinamika pertumbuhan perkotaan,
demografi maupun ekonomi.
3. Faktor Kebijakan yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian.

2.5 Dampak Pengalihan Fungsi Tanah

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Muhammad Dika Yudhistira

pada tahun 2013 di Kabupaten Bekasi Jawa Barat, diketahui bahwa alih

fungsi tanah dapat merubah tanah produktif menjadi tanah non produktif,

yang menjadi faktor utama dalam terjadinya penurunan luas lahan pertanian,

selain itu alih fungsi tanah pertanian memiliki dampak negatif lainya yang

akan diterima oleh masyarakat, antara lain:31

1. Menurunnya luas tanah sawah hal ini menyebabkan produksi pada


menurun
2. Menurunnya luas tanah pertanian menyebabkan banyaknya
pengangguran atas bergesernya lapangan pekerjaan
3. Menurunnya luas tanah pertanian, menjadi tidak optimal dalam
pengadaan sarana prasarana.

2.6 Pengertian Perizinan

Perizinan merupakan salah satu instrumen hukum dari pemerintah yaitu

untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari

ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar

31
Muhammad Dika Yudhistira.2013. Analisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan
pangan dikabupaten bekasi jawa barat. Fakultas Ekonomi dan Pertanian Bogor.Hlm 12
27

tidak merugikan orang lain. Dengan demikian, perizinan lebih merupakan

instrumen pencegahan atau berkarakter sebagai preventif instrumental.32

Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi

pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk perizinan antara

lain: pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk

melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus memiliki atau diperoleh suatu

organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat

melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan merupakan salah satu instrumen

yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah

menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku

para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-

undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang

dari ketentuan ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.33

2.6.1 Tujuan Perizinan

Secara umum perizinan memiliki tujuan untuk mengendalikan

suatu aktivitas pemerintah yang berkaitan dengan peraturan yang

berpedoman untuk dilaksanakan dengan baik oleh yang berkepentingan

atau pejabat yang berwenang. Ada dua sudut pandang mengenai tujuan

perizinan, yakni dari sisi pemerintah dan sisi masyarakat, antara lain:34

1) Dari Sisi Pemerintah


a. Untuk melakukan aktivitas peraturan
32
Rifqy Maulana & Jamhir, Konsep Hukum Perizinan Dan Pembangunan, 2018. Aceh: UIN Ar-Raniry,
Hlm.2
33
Ibid.Hlm.3
34
Ardian Sutedi, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, Sinar Grafika, Hlm.200
28

b. Sebagai sumber pendapatan daerah


2) Dari Sisi Masyarakat
a. Untuk adanya kepastian hukum
b. Untuk adanya kepastian hak
c. Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirikan
mempunyai izin.
2.6.2 Unsur-Unsur Perizinan

Terdapat beberapa unsur perizinan antara lain:35

3. Instrumen Yuridis
Izin merupakan salah satu bentuk keputusan yang bersifat
konstitutif dan digunakan oleh pemerintah dalam menentukan
suatu peristiwa konkret.
4. Peraturan Perundang-Undangan
Keputusan suatu perizinan merupakan suatu peristiwa hukum
pemerintah yang mendapat wewenang orang peraturan perundang-
undangan yang berdasarkan asas legalitas.
5. Orang Pemerintah
Merupakan suatu badan yang menjalankan aktifitas
pemerintahan baik ditingkat pusat maupun daerah.
6. Peristiwa Konkret
Merupakan keputusan yang digunakan untuk menghadapi
peristiwa yang bersifat konkret dan individual.
7. Prosedur dan persyaratan
Permohonan izin harus merupakan aturan tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin.

2.6.3 Izin Mendirikan Bangunan

35
Rifqy Maulana & Jamhir, Konsep Hukum Perizinan Dan Pembangunan, 2018. Aceh: UIN Ar-Raniry,
Hlm.109
29

Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan kepada

perorangan atau badan untuk mendirikan atau membongkar suatu

bangunan dan termasuk dalam pengertian mendirikan bangunan adalah

mengubah dan merobah bentuk atau membangun bangunan. Dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

khususnya pada Pasal 7 ditegaskan bahwa setiap bangunan gedung

harus memenuhi persyaratan Administratif dan Persyaratan Teknis

sesuai dengan Fungsi Bangunan Gedung.

Persyaratan Administratif Bangunan Gedung dimaksud meliputi

Persyaratan Status Hak atas Tanah, Status Kepemilikan Bangunan

Gedung, dan IMB. Sedangkan Persyaratan Teknis adalah Persyaratan

Teknis Bangunan Gedung dimaksud meliputi Persyaratan Tata

Bangunan dan Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung.36

2.7 Kepentingan Pemerintah

Kepentingan pemerintah merupakan tuntutan perorangan atau kelompok

suatu organisasi pemerintah. Kepentingan pemerintah pada mulanya

merupakan upaya pejabat pemerintah dalam mensejahterakan dirinya atau

menunjang hidupnya dan keluarganya. Seperti misalnya adalah pengadaan

mobil-mobil dinas, pengadaan rumah-rumah dinas dan juga kenaikan gaji

pejabat (Renumerasi).37

36
Efridawati dan M. Arif Nasution, Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan, 2013. Medan:
Universitas Medan Area.Hlm.28
37
Zaka Dhirma Aditya, Kepentingan Pemerintah Melawab Kepentingan Umum, 2015, Volume 4 Nomor 1,
Universitas Airlangga.Hlm.9
30

Namun pada dasarnya negara harus lebih mengutamakan  kepentingan

umum terlebih dahulu daripada kepentingan pemerintah. Apabila negara lebih

mengedepankan kepentingan pemerintah daripada kepentingan umum maka

akan terjadi kecemburuan dari masyarakat dimana para pejabat negara

memilki harta yang berlimpah sedangkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan.

Namun dewasa ini pejabat pemerintah lebih mengesampingkan kepentingan

umum, para pejabat berlomba-lomba menimbun harta dan uang negara untuk

dirinya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dalam 2 dasawarsa terakhir dimana

korupsi makin merajalela  sedangkan kemiskinan makin meningkat. Sehingga

menimbulkan stabilitas negara menjadi terganggu dan pembangunan menajdi

tersendat dan berimbas pada masyarakat sendiri.

2.8 Batasan kepentingan Pemerintah

Untuk tetap menjaga stabilitas negara maka diperlukan adanya batasan

dari kepentingan pemerintah agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia, yaitu dimana pemerintah harus mementingakan

kepentingan umum terlebih dahulu dan mengesampingkan kepentingan

pemerintah sendiri. Seperti misalnya pemerintah menurunkan harga bahan

pokok daripada menaikan gaji pejabat, atau pemerintah membangun

pemukiman yang layak bagi masyarakat perbatasan atau masyarakat

pedalaman daripada membangun rumah dinas pejabat yang super mewah,

serta pemerintah harus mengedepankan perbaikan sarana dan perasarana

lalu lintas daripada meningkatkan pembelian kendaraan-kendaraan dinas.

Kasus yang begitu mencolok di akhir tahun 2010 silam adalah ketika pera
31

pejabat mengadakan study banding keluar negeri yang sebenarnya adalah

kedok untuk bisa jalan-jalan keluar negeri disaat kemiskinan makin

meningkat.38

2.9 Kepentingan Umum

Kepentingan umum merupakan urusan yang harus didahulukan sebagai

masyarakat berbangsa dan bernegara sebelum urusan individualnya, demi

terciptanya kemaslahatan bersama. Kepentingan umum juga merupakan

kepentingan bangsa dan Negara dengan memperhatikan segi-segi sosial,

politik, psikologis atas dasar asas-asas pembangunan nasional menjunjung

tinggi Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.

Kepentingan umum juga dijelaskan oleh Maria S.W. Soemardjono dalam

bukunya Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, bahwa

selain memenuhi “peruntukannya” juga dapat dirasakan “kemanfaatannya”

(social profitable atau for public use, atau actual use by the public). Agar

unsur kemanfaatan ini dapat dipenuhi, yang artinya dapat dirasakan oleh

masyarakat secara keseluruhan dan atau/secara langsung, untuk penentuan

suatu kegiatan seyogyanya melalui penelitian terpadu.39

Menurut Julius Stone kepentingan umum adalah suatu keseimbangan

antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa, serta negara.

38
Ibid.,Hlm.11
39
Maria S.W Soemardjoyo, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, 2011, Jakarta: Buku
Kompas, Hlm.72
32

Pengadaan tanah bagi pembangunan yang paling rumit yaitu apabila

tidak dicapai kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak yang

membangun sedangkan pembangunan harus dilaksanakan.

Salah satu solusi yang dapat diterima masyarakat apabila semua cara

tidak dapat dilaksanakan dan pembangunan tidak dapat dipindahkan

lokasinya dapat dilakukan pencabutan hak atas tanah sebagai jalan akhir,

yang harus diatur dalam Undang-Undang.

Pasal 18 mengatur tentang pencabutan hak yang harus ada unsur

kepentingan umum baru hak atas tanah dapat dicabut harus dengan suatu

ganti rugi harus layak melalui cara-cara yang sudah diatur lebih dahulu

dengan suatu Undang-Undang dari pemerintah guna mengusai sebidang tanah

dari masyarakat dan dipergunakan untuk kepentingan bersama. Menurut

Kepres No 55 Tahun 1993 pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) pengadaan tanah

adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan memberikan ganti

kerugian kepada yang berhak atas tanah sedangkan kepentingan umum

adalah kepentingan seluruh masyarakat.40

40
Zaman Nurus, Pengadaan Tanah Untuk Kepetingan Umum, 2015, Refika Aditama: Madura.Hlm.14
33

BAB III

HASIL PENLITIAN DAN PEMBAHASAN

Akibat Hukum Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten Bondosowo

Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Izin Alih

Fungsi Lahan.

Akibat hukum adalah akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang

dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang

disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang ditentukan atau

dianggap sebagai akibat hukum.41

Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-

subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, perjanjian jual-beli maka telah lahir

suatu akibat dari perjanjian jual beli tersebut yakni ada subyek hukum yang

memiliki hak untuk mendapatkan barang dan kewajiban untuk membayar barang

tersebut. Begitu sebaliknya subyek hukum yang lain memiliki hak untuk

mendapatkan uang tetapi di samping itu dia memiliki kewajiban untuk

menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum

terhadap obyek hukum yang diakibatkan oleh hukum.

Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan pengunaan tanah dari

suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai
41
Syarifin Pipin, Pengantar Ilmu Hukum, 2011 Jakarta: Pustaka Setia.Hlm.71
34

akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk

dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah

strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. perkembangan

struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara

besar besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah

pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang

jumlahnya jauh lebih besar.42

Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat

dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan

memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi

tanah non pertanian termasuk perumahan.

Secara empiris tanah pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi

adalah sawah. hal tersebut disebabkan oleh :

1. kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem

dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan

agroekosistem tanah kering, sehingga tekanan penduduk atas tanah juga

lebih tinggi;

2. daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah

perkotaan;

3. akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah

pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering.

42
Adi, Susono dan Sofian Ali, Husen. Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, 1995 Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.Hlm 13
35

4. pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan

sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,

dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama ekosistem

pertanian dominan areal persawahan).

5. laju pertumbuhan penduduk yang pesat membuat ketimpangan dalam

sektor pertanian yang berkurang karena tidak diimbangi dengan

pesatnya pembangunan terutama kawasan perumahan. Apabila

ditinjau dari aspek izin kawasan yang bisa untuk di kembangkan

menjadi perumahan yaitu tanah yang tidak produktif atau tidak bisa di

tanami.43

Alih fungsi tanah pertanian yang dilakukan oleh masyarakat melalui

instrumen perizinan. Permohonan izin alih fungsi tanah pertanian ke non

pertanian harus memenuhi syarat, baik secara administratif maupun teknis sesuai

dengtan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif

Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, proses administrasi meliputi biaya,

tarif penerimaan bukan pajak.

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Pasal 28H, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu

setiap Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan

hidup yang baik dan sehat. Selain itu rumah juga merupakan kebutuhan dasar

manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan


43
Yunita Reykasari, Lutfian Ubaidillah “Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Perumahan Di
Kabupaten Jember” Penelitian, Universitas Muhammadiyah Jember.Hlm 1
36

penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan

taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa.

Rumah adalah salah satu hak rakyat dan oleh karena itu setiap warga negara

berhak untuk betempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat,

sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Pemukiman. Pembagunan dan kawasan pemukiman selalu

menghadapi permasalahan pertanahan kususnya wilwyah perkotaan, apalagi tanah

tersebut adalah Tanah Pertanian Pangan Berkelanjutan yang sudah mendapatkan

perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Prlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan sudah dimasukan dalam

RTRW Baik Provinsi,Kabupaten dan Kota. Rumah selain berfungsi sebagai

tempat tinggal atau hunian dan sebagai sarana pembinaan keluarga yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan juga berfungsi sebagai pusat

pendidikan keluarga, persemaian budaya dan penyiapan generasi muda. Oleh

karena itu pengembang perumahan dengan lingkungan yang layak dan sehat

merupakan wadah untuk pengembangan sumber daya manusia bangsa indonesia

dimasa depan.

Kabupaten Bondowoso secara geografis berada di wilayah bagian timur

Provinsi Jawa Timur dengan jarak dari ibu kota provinsi (Surabaya) sekitar 200

km. Koordinat wilayah terletak antara 113°48’10” - 113°48’26” BT dan antara

7°50’10” - 7°56’41” LS dengan temperatur antara 25°C - 15°C. Kabupaten


37

Bondowoso mempunyai batas-batas wilayah dengan kabupaten sekitarnya sebagai

berikut:44

Sebelah utara : Kabupaten Situbondo

Sebelah timur : Kabupaten Banyuwangi

Sebelah selatan : Kabupaten Jember

Wilayah Kabupaten Bondowoso tidak dilalui jalur utama Pantura yang

menghubungkan Banyuwangi – Situbondo – Probolinggo – Pasuruan – Surabaya,

juga tidak dilalui jalur utama bagian tengah yang menghubungkan Banyuwangi –

Jember – Lumajang – Probolinggo – Pasuruan – Surabaya. Kabupaten

Bondowoso hanya dilalui jalur provinsi antara Bondowoso – Situbondo dan

Bondowoso – Jember atau sebaliknya. Demikian juga Kabupaten Bondowoso

tidak memiliki laut.Luas wilayah Kabupaten Bondowoso mencapai 1.560,10 Km²

atau sekitar 3,26% dari luas total Provinsi Jawa Timur yang terbagi menjadi 23

kecamatan, 10 kelurahan, 209 desa dan 913 dusun.

Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bondowoso untuk sawah beririgasi

seluas 323,56 km2 atau 20,74% luas wilayah, luas lahan kering sebesar 432,77

km2 (27,74%), sehingga luas areal potensial yang sudah dimanfaatkan untuk

kegiatan produktif dalam pengembangan pertanian seluas 756,33 km2 atau

48,48% dari luas wilayah Kabupaten Bondowoso, sementara seluas 558,11 km2

atau 35,77% merupakan kawasan hutan (hutan sejenis, semak belukar dan

rimba).45

44
Rencana Investasi Jangka Menengah Kabupaten Bondowoso, Bab 4, Hlm.1
45
Ibid.Hlm.4
38

Kecenderungan pengembangan pertumbuhan penduduk mengarah pada

wilayah pinggiran kota sebagai akibat perluasan aktivitas kota. Pusat kota sudah

tidak mampu lagi menampung desakan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk

yang terus meningkat mengindikasikan bahwa perkembangan penduduk

menyebar ke arah pinggiran kota (sub-urban) sehingga sebagai konsekuensinya

terjadi perubahan guna lahan perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan akan

perumahan digunakanlah tanah pertanian untuk pembangunan perumahan.

Terkait persoalan bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh

karena itu setiap Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat

lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang selanjutnya di atur berdasarkan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 perumahan dan kawasan permukiman

selalu menghadapi permasalahan pertanahan khususnya wilayah perkotaan,

apalagi jika tanah tersebut merupakan tanah pertanian yang telah di beri landasan

hukum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 yang melindungi kawasan

pertaniaan pangan berkelanjutan, serta peraturan pelaksananya dan harus mengacu

pada RTRW berdasar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Pengaturan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan serta

kebijak pengendalian alih fungsi tanah pertanian guna ketahanan pangan diatur

dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang menyebutkan

bahwa Pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena

itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang

mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan
39

strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial,

ekonomi, dan politik.

Berdasarkan pada Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang

Pangan, Ketahanan Pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan

rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang

cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya

bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1

Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan diatur bahwa keteria Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjuatan:

1. Memilki hamparan lahan dengan luasan tertentu sebagai lahan pertanian

pangan berkelanjutan dan/atau lahan cadangan pertanian pangan

berkelanjutan dan/atau lahan cadangan pertanian berkelanjuatan; dan

2. Menghasilkan pangan pokok dengan tingkat produksi yang dapat

memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat setempat,

kabupaten/kota, dan /atau nasional.

Penetapan keteria teknis dan persyaratan lahan pertanian pangan

berkelanjutan dituangkan dalam Pasal (2) Peraturan Mentri Pertanian Nomor

07/Permentan/OT.140/2/2013 Tentang Pedoman Teknis Kriteria Dan Persyaratan

Kawasan, Lahan, Dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“pedoman teknis kriteria dan persyaratan kawasan, lahan, dan cadangan


pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
sebagaimana dasar pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah
40

daerah kabupaten/kota dalam penetapan kawasan, lahan dan lahan


cadangan pertanian berkelanjutan”.46

Sehingga dari pedoman teknis, keteria teknis, dan persyaratan lahan

pertanian pangan berkelanjutan bisa di tuangkan ke dalam Peraturan Daerah baik

Provinsi Kabupaten/Kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayahnnya (RTRW),

yang menjamin perlindungan dan kelangsungan lahan pertanian pangan di

wilayah tersebut. Selain itu, penetapan dan perlindungan tanah pertanian ini

merupakan amanat Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan, ditetapkan 16 September 2009. Melalui Undang-undang ini,

kawasan dan lahan pertanian pangan ditetapkan (jangka panjang, menengah, dan

tahunan) lewat perencanaan kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.47

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bondowoso yang telah di tetapkan

berupa Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 19 Tahun 2017 Tentang

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan

Bondowoso Tahun 2017-2037 selaras dengan pemerintah pusat yang telah

menjamin perlindungan dan kelangsungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

bagi rakyat, dengan tidak diperbolehkan adanya alih fungsi lahan pertanian pada

beberapa wilayah Kecamatan sekitar perkotaan yang masuk dalam Sub Bagian

Wilayah Perkotaan (BWP) antara lain:

1. Kecamatan Bondowoso
2. Kecamatan Tegalampel
3. Kecamatan Binakal
4. Kecamatan Tenggarang

46
Pasal 2 Praturan Menteri Pertanian no 7 tahun 2013 Tentang Pedoman Teknis Keteria Dan Persyaratan
Kawasan, Lahan, Dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
47
Pasal 11-17 Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
41

5. Kecamatan Grujukan
6. Kecamatan Taman Krocok
7. Kecamatan Curadami

Sub Bagian Wilayah Perkotaan menurut Pasal 1 ayat (18) Perda Nomor 19

Tahun 2017 tentang RTRW Bondowoso adalah bagian dari Daerah dan/atau

kawasan strategis Daerah yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam

hal ini rencana detail tata ruang (RDTR), sesuai arahan atau yang ditetapkan di

dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Daerah yang bersangkutan dan

memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan. Pada lamiran bab 10

subzona peruntukan pertanian (PL-1) pasal 1 huruf (D). Pemanfaatan Lahan

pertanian Tidak Diperbolehkan beralih fungsi untuk kegiatan sebagai berikut:48

1. Kegiatan perumahan.
2. Kegiatan perdagangan dan jasa.
3. Kegiatan perkantoran.
4. Kegiatan industri.
5. Kegiatan sarana pelayanan umum.
6. Kegiatan peruntukan lain, kecuali bangunan prasarana yang mendukung
kegiatan pertanian diperbolehkan dengan ketentuan bersyarat sebagai
berikut:49

a. Pemanfaatan Bersyarat Terbatas (T) :

1) Perumahan: rumah tunggal, diizinkan dengan batasan:

a). Merupakan prasarana pendukung kegiatan pertanian: pondok

.petani, .gudang pupuk, dll)

b). KDB maksimum 70%; KLB maksimum 0,8; KDH minimal 30%

..dari luas sub persil.

2) Taman bermain dan rekreasi, diizinkan dengan batasan:


48
Pasal 1 Huruf D, Lampiran Perda Nomor 19 Tahun 2017 tentang RTRW Bondowoso.hlm.32
49
Ibid, hlm.52
42

a). Berbasis kegiatan pertanian/agrowisata;

b). KDB maksimum 30%; KLB maksimum 0,6; KDH minimal 70%

ldari luas persil.

b. Pemanfaatan Bersyarat Tertentu (B) :

.1) .Perdagangan dan jasa: taman perkemahan, kolam pemancingan,

rumah potong hewan, kolam renang, wisata alam, wisata buatan,

wisata budaya, kolam ikan, diizinkan dengan syarat:

a)..mempertahankan dominasi fungsi pertanian atau perkebunan

atau kehutanan atau peternakan atau perikanan.

b) menyusun dokumen AMDAL/UKL/UPL.

2) Industri : tembakau, diizinkan dengan syarat:

.a)..Lokasi memiliki jalan akses yang memadai untuk lalu-lintas

barang.

.b) .Menyusun dokumen AMDAL/UKL/UPL.

3)..Sarana pelayanan umum olahraga: lapangan olahraga umum,

diizinkan dengan syarat:

.a) .Mendukun pelayanan kawasan perumahan terdekat.

..b)..Dominasi pemanfaatan berupa lahan terbuka (non terbangun).

4)..RTH: taman lingkungan, taman kota, makam, diijinkan dengan

syarat:

a) Mendukung pelayanan kawasan perumahan terdekat.

b) Dominasi pemanfaatan berupa lahan terbuka (non terbangun).

5) .Peruntukan khusus: menara telekomunikasi (BTS, dll),


43

pengolahan sampah, TPS, bangunan utilitas/ toilet umum, diizinkan

dengan syarat:

a) Mendukung pelayanan kawasan perumahan atau pusat kegiatan

masyarakat terdekat.

b).Untuk menara telekomunikasi, memenuhi syarat lokasi dan

ykonstruksi yang diatur dengan peraturan bupati.

Dengan adanya bangunan prasarana pendukung kegiatan pertanian,

diharapkan dapat memproduksi pangan pokok yang dapat memenuhi kebutuhan

sebagian besar masyarakat khususnya Kabupaten Bondowoso, maka Bupati

Bondowoso mengeluarkan Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 12 Tahun 2017

tetang Izin Alih Fungsi Lahan sebagai peraturan pelaksana agar tata guna lahan

wilayah kabupaten sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah.

Alih fungsi penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian, erat

kaitannya dengan ketentuan pasal 3 Peraturan Bupati Bondowoso No 12 Tahun

2017 tentang Izin Alih Fungsi Lahan yang menyatakan bahwa : “Setiap lahan

petanian sawah, tegalan, kehutanan dan perkebunan dapat dialihfungsikan untuk

perkembangan pemukian, industri, perdagangan dan jasa, pertambangan dan

kegiatan yang menghasilkan ruang terbangun lainnya”

Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyatakan: “Lahan yang sudah

ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang

di alihfungsikan.”
44

Berkaitan dengan pelaksanaan pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41

tahun 2009 tersebut diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ketentuan yang

mengatur tentang izin alih penggunaan tanah, dari tanah pertanian menjadi non

pertanian di Wilayah Kecamatan Bondowoso Khususnya, tidak bisa terlaksana

sebagaimana mestinya, karena pemerintah masih mengizinkan adanya alih fungsi

lahan pada pertanian khususnya sawah, di tambah dengan masyarakat yang masih

sering mengabaikan peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan, di lapangan

masyarakat masih tidak memperdulikan dikarenakan tanah yang dirubah itu

adalah tanah mereka, jadi mengapa harus dengan prosedur yang berbelit-belit

untuk merubah penggunaan tanah nya, bahkan di Desa Pejaten Kecamatan

Bondowoso yang masuk dalam wilayah zona peruntukan khusus terdapat lebih

dari 5 hektar lahan sawah, yang telah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) dialihfungsikan menjadi lahan kering untuk di bangun

perumahan.

Menurut keterangan dari Kepala Sub Seksi Penata Gunaan Tanah dan

Kawasan Tertentu, Kantor Pertanahan Kabupaten Bondowoso, dalam wawancara

pada hari Minggu tanggal 14 Februari 2021, menerangkan bahwa Akibat hukum

yang timbul dari alih fungsi penggunaan tanah yang masuk dalam kawasan LP2B

(Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) terhadap pemilik dan penguasa lahan

tersebut, bisa dikenai sanksi administrasi, sanksi pidana dan denda sesuai dengan

UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B yang menyatakan bahwa:50

1. Pasal 72 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan LP2B
50
Wawancara dengan Abdi Widjaya, A.Ptnh. Tanggal 14 Februari 2021, di Bondowoso
45

“Orang perorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan

berkelanjutan sebagaimana diimaksud dalam pasal 44 ayat 1 di pidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp, 1000.000.000,- ( satu miliar rupiah).”

2. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan

LP2B

“Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin

pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Perda Bondowoso Nomor 19 Tahun 2017 tentang RDTR juga mengatur

mengenai sanksi administrasi, sanksi pidana, serta denda sebagai berikut:

1. Pasal 49 Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan

arahan RDTR dan PZ BWP Bondowoso sebagaimana dimaksud Pasal

47 dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan.

2. pasal 50 ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian

sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Bupati.
46

3. Pasal 52 ayat (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap

Pasal 47 dikenakan sanksi pidana berupa pidana denda Rp 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah) atau kurungan 3 (tiga) bulan.

Sementara sanksi-sanksi tersebut di atas belum sepenuhya diterapkan

dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

1. Terdapat oknum dalam Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang masi

mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) yang seharusnya

Pemerintah tidak bisa menerbitkan ijin tersebut, karena itu adalah salah

satu sanksi administrasi untuk pemilik atau penguasa hak atas tanah

yang melanggar dan/atau yang mengalihfungsikan lahan pertaniannya.

2. Banyak masyarakat yang tidak memperdulikan adanya larangan alih

fungsi lahan pertanian karena merasa memiliki hak keperdataan atas

tanah tersebut dan Pemerintah tidak berhak untuk melarang.

3. Belum ada kejelasan mengenai tata cara pemberian sanksi, baik sanksi

administrasi, sanksi pidana maupun denda pada Perbub Bondowoso

Nomor 12 tahun 2017 tentang Izin Alih Fungsi Lahan.

Kepala Sub Seksi Penata Gunaan Tanah dan Kawasan Tertentu. Kantor

Pertanahan Kabupaten Bondowoso, juga menerangkan bahwa andai kata lahan

tersebut memang masuk ke dalam LP2B, dan sudah disarankan agar tidak di

alihfungsikan, namun pemilik memaksa membangun, Pemerintah tidak melarang

karena itu hak keperdataan seseorang, akan tetapi untuk ijin membangun rumah

(IMB), seharusnya Pemerintah tidak menerbitkan ijin tersebut, karena itu adalah
47

salah satu sanksi administrasi untuk pemilik atau penguasa hak atas tanah yang

melanggar dan/atau yang mengalihfungsikan lahan pertaniannya.

Perubahan peruntukan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada,

akan merubah segala pemetaan yang telah ada, sehingga mengakibatkan dampak

yang sangat buruk terhadap kondisi lahan di Kabupaten Bondowoso, dan juga

kepentingan pangan nasional diantaranya:

1. Menurunnya produksi pangan nasional.

Akibat lahan pertanian yang semakin sempit, maka hasil produksi juga

akan terganggu. Dalam skala besar, stabilitas pangan nasional juga akan

sulit tercapai. Mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat

tiap tahunnya, sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, namun

lahan pertanian justru semakin berkurang.

2. Mengancam keseimbangan ekosistem.

Dengan berbagai keanekaragaman populasi di dalamnya, sawah atau

lahanlahan pertanian lainnya merupakan ekosistem alami bagi beberapa

binatang. Sehingga jika lahan tersebut mengalami perubahan fungsi,

binatangbinatang tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan bisa

mengganggu ke permukiman warga. Selain itu, adanya lahan pertanian

juga membuat air hujan termanfaatkan dengan baik, sehingga

mengurangi resiko penyebab banjir saat musim penghujan.

3. Buruh tani kehilangan pekerjaan.

Buruh tani adalah orang-orang yang tidak mempunyai lahan pertanian

melainkan menawarkan tenaga mereka untuk mengolah lahan orang


48

lain yang butuh tenaga. Sehingga jika lahan pertanian beralih fungsi dan

menjadi semakin sedikit, maka buruh-buruh tani tersebut terancam akan

kehilangan mata pencaharian mereka.

4. Harga pangan semakin mahal.

Ketika produksi hasil pertanian semakin menurun tentu saja bahan-

bahan pangan di pasaran akan semakin sulit dijumpai. Hal ini tentu saja

akan dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para produsen maupun

pedangan untuk memperoleh keuntungan besar. Maka tidak heran jika

kemudian harga-harga pangan tersebut menjadi mahal.


49

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisa yang telah diuraikan dalam bab

pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa akibat hukum alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bondowoso, khususnya yang telah

ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan

Rencana Detail Tata Ruang yang telah ditetapkan, sehingga dapat dikenakan

sanksi administrasi, sanksi pidana serta denda sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yakni undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Perda Nomor 19 tahun

2017 tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah

Perkotaan Bondowoso Tahun 2017-2037.

4.2 Saran

Sesuai dengan hasil temuan dalam penelitian skripsi ini, maka dapat diajukan

saran sebagai berikut :

Pengaturan dan perlindungan tentang lahan pertanian telah diatur dalam

peraturan perundang–undangan dan peraturan daerah, maka pemerintah


50

seharusnya mengatur mengenai tata cara pemberian sanksi pada Peraturan Bupati

Nomor 12 tahun 2017 tentang Izin Alih Fungsi Lahan agar pengendalian alih

fungsi lahan pertanian di Kabupaten Bondowoso dapat berjalan sesuai dengan

Rencana Detail Tata Ruang Wilayah.


Daftar Pustaka

1. Buku

Adi Sasono & Ali Sofyan Husein, 1995, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Afiyanti, Yati & Rachmawati, Imami Nur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta, Rajawali Press.hlm.12

Arba,H.M, 2019, Hukum Pengdaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jakarta,


Sinar Grafika.

Ardian Sutedi, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta,
Sinar Grafika.

Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2009, Kewenangan Pemerintah


di Bidang Pertanahan, Jakarta, Rajawali Pers.

Boedi Harsono, 2013, Hukum Agraria Indonesia. Universitas Trisakti, Jakarta.

Jhony Ibrahim, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Normatif. Edisi Revisi
Bayumedia, Malang.

Maria S.W Soemardjoyo, 2011, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan


Implementasi, Jakarta, Buku Kompas.

Pemerintah Kabupaten Bondowoso, 2017, Rencana Investasi Jangka Menengah


Kabupaten Bondowoso, Bondowoso, DOCRPIJM.

Perter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum. Jakarta, Kencana Predana


Group.

Rahayu Feby Antasari, 2008, Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Untuk
Pembangunan Perumahan, Undip

Samun Ismaya, 2013, Pengantar Hukum Agraria, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Supriadi, 2016, Hukum Agraria, Cetakan ketujuh, Jakarta, Sinar Grafika


Syarifin Pipin, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pustaka Setia.

Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Edisi Pertama,


Jakarta: Prenadamedia.
Yunita Reykasari, Lutfian Ubaidillah, 2020, Alih Fungsi Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Perumahan Di Kabupaten Jember, Universitas
Muhammadiyah Jember.

Zaman Nurus, 2015, Pengadaan Tanah Untuk Kepetingan Umum, Refika


Aditama: Madura.

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian


Berkelanjutan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan


Pemukiman

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk


Kepentingan Umum

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 Tentang


Penatagunaan Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 tahun 2013 Tentang Pedoman Teknis


Keteria Dan Persyaratan Kawasan, Lahan, Dan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan
Izin Lokasi, Penetapan Lokasi Dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah.

Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 19 Tahun 2017 Tentang


Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah
Perkotaan Bondowoso Tahun 2017 - 2013

Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Izin Alih Fungsi
Lahan.

3. Jurnal

Bambang S. Widjanarko, Moshedayan Pakpahan, Bambang Rahardjono, dan Putu


Suweken. 2001. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian (Sawah)". Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah.

Efridawati dan M. Arif Nasution, 2013, Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan


Bangunan, Medan: Universitas Medan Area.

Layla Mardiyani Fauziah & Nia Kurniati, 2018, Alih Fungsi Lahan Pertanian
Menjadi Kawasan Wisata Dalam Perspektif Penerapan Asas Tata Guna
Tanah, Volume 2 nomor 1, Universitas Padjajaran.

Muhammad Dika Yudhistira. 2013. Analisis dampak alih fungsi lahan pertanian
terhadap ketahanan pangan dikabupaten bekasi jawa barat. Fakultas
Ekonomi dan Pertanian Bogor. Universitas Pertanian Bogor.

Nian Riawati, 2018, Strategi Pengembangan Produk Unggulan Daerah Melalui


Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso. Volume 6 nomor 2
Jember, Universitas Jember.

Ratri Puspita Suryandari & Ana Silviana, 2016 Penerapan Asas Fungsi Sosial
Terkait Kepemilikan Tanah, Volume 5 nomor 3, Universitas Diponegoro.

Rifqy Maulana & Jamhir, 2018, Konsep Hukum Perizinan Dan Pembangunan,
Aceh, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Tri Handayani, 2014, Alih Fungsi Tanah Menjadi Perumahan, Volume 3 nomor
2, Diponegoro Law Review. Universitas Diponegoro.
Yuniarti Amelhia Lapatandu, 2017, Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten
Minahasa Utara, Volume 13 Nomor 2A, Agrisosio Ekonomi Unsrat.

Zaka Dhirma Aditya, 2015 Kepentingan Pemerintah Melawab Kepentingan


Umum, Volume 4 Nomor 1, Universitas Airlangga.

4. Wawancara

Abdi Wijaya. 2021. Akibat Hukum Alih Fungsi Lahan Pertanian. BPN.
Bondowoso. 30 menit.

5. Internet

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/15261351/data-kependudukan-
2020-penduduk-indonesia

https://kolokiumkpmipb.wordpress.com/tag/konversi-lahan
Lampiran Lampiran

Prosedur Wawancara

A. Pengantar
1..Memberi salam dalam ucapan terimakasih atas kesediaan memberikan
..informasi.
2..Memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan latar belakang
..penidikan
3. Menjelaskan tentang lamanya wawancara, yaitu kurang dari 30 menit.
4. Menjelaskan secara singkat tentang tujuan wawancara.

B. Tujuan
Melakukan wawancara tentang akibat hukum alih fungsi lahan pertanian di
kabupaten bondowoso khususnya tanah yang masuk dalam kawasan LP2B
(Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) terhadap pemilik dan penguasa lahan.

C. Prosedur
1. Meminta izin untuk melakukan wawancara.
2. Meminta keada narasumber untuk memberikan pendapatnya baik positif
..maupun negatif.
3. Memberikan jaminan bahwa hasil wawancara hanya untuk tujuan penelitian
..dan dijamin kerahasiaannya

D. Kesimpulan dan Penutup


1. pewawancara membuat rangkuman tentang hasil wawancara
2. Menanyakan apakah ada informasi yang tertinggal
3. Mengucapkan terimakasih kepada narasumber atas informasi, kesempatan
..yang diberikan dan mengemukakan bahwa informasi yang diberikan sangat
..penting.
Gambar Dokumentasi

Gambar 1; Wawancara 14 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai