Anda di halaman 1dari 11

BAB V

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi pertemuan ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami
dan menjelaskan
A.5.1: Pengertian Peraturan Perundang-undangan
A.5.2: Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
A.5.3: Pembagian fungsi Peraturan Perundang-Undangan
A.5.4: Tahapan Pembentukan Undang-Undang
proses dan tahapan- tahapan pembuatan perundang-undangan, baik itu untuk di
pemerintah pusat maupun untuk di pemerintah daerah

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 5.1:

Pengertian Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum


yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang di tetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.
Jika kita uraikan pengertian perundang-undangan, akan ditemukan lima unsur yang
membentuk peraturan perundang-undangan yang tidak boleh dipisahkan, yaitu sebagai
berikut:
1. Peraturan tertulis
2. Memuat norma hukum
3. Mengikat umum
4. Dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
5. Melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Kelima unsur tersebut merupkan karakteristik dari peraturan perundang-undangan.
Namun bisa saja ditemukan suatu peraturan yang tertulis, seperti keputusan presiden
untuk mengangkat seseorang untuk menjadi menteri, keputusan presiden tersebut
bentuknya tertulis, memuat norma hukum yang dibuat pejabat negara (presiden), tetapi
tidak mengikat umum, karena hanya ditujukan kepada pribadi seseorang untuk diangkat
menjadi menteri, maka keputusan presiden tersebut bukan peraturan perundang-
undangan.

Tujuan Pembelajaran 5.2:

Jenis dan Jierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Penggunaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), untuk menyebutkan


Undang-Undang dasar negara indonesia sebelum perubahan , sedangkan setelah
perubahan Undang-Undang dasar di negara indonesia ,menyebut Undang-Undang dasar
negara republik indonesia Tahun 19459 ( UUD NRI 1945 ).
Di dalam UUD NRI 1945, hal-hal mengenai persatuan perundang-undangan tidak
banyak dikemukakan, selain menyebut Undang-Undang ,pearaturan pemerintah
pengganti Undang-Undang, dan peraturan pemerintah ,sedangkan peraturan perundang-
undangan lainnya tubuh dan berkembang seiring dengan kan hieraki peraturan
perundang- undangan di indonesia menurut UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan Perundang – undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
2. Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah (PP)
4. Peraturan Presiden (Perpres)
5. Peraturan Daerah (Perda), terdiri dari :
6. Perda Propinsi
7. Perda Kabupaten/Kota
8. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat

Tujuan Pembelajaran 5.3:

Pembagian Fungsi Peraturan Perundang-undangan


BAGIR MANAN mengemukakan tentang fungsi peraturan perundang-undangan, yang
dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:
1. Fungsi Internal
Fungsi Internal adalah fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem
hukum (hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum pada umumnya
secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum,
fungsi pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian
hukum.
Secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan beberapa fungsi:
a. Fungsi penciptaan hukum.
Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah hukum yang
berlaku umum dilakukan atau terjadi melalui beberapa cara yaitu melalui putusan
hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan
masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan tertulis
pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum.
Secaratidak langsung, hukum dapat pula terbentuk melalui ajaran-ajaran hukum
(doktrin) yang diterima dan digunakan dalam pembentukan hukum. Di Indonesia,
peraturan perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan hukum. peraturan
perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional. Pemakaian
peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukum nasional karena:
Sistem hukum Indonesia – gebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih
menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk sistem hukum
tertulis (geschrevenrecht, written law).
Politik pembangunan hukum nasional mengutamnakan penggunaan peraturan
perundang-undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan hukum
yurisprudensi dan hukum kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan hukum
nasional yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai instrument dapat
disusun secara berencana (dapat direncanakan).
b. Fungsi pembaharuan hukum.
Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yangefektif dalam
pembaharuan hukum (law reform) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan
atau hukum yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-
undangan dapat direncanakan, sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncakan.
Peraturan perundang-undangan tidak hanya melakukan fungi pembaharuan terhadap
peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan dapat
pula dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi. Hukum kebiasaan
atau hukum adat. Fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara
lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan
Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-
undangan nasional (dibuat setelah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang hukum kebiasaan atau hukum adat.
Peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti hukum kebiasaan atau hukum adat
yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-
undangan sebagai instrumen pembaharuan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat
bermanfaat, karena dalam hal-hal tertentu kedua hukum yang disebut belakangan
tersebut sangat rigid terhadap perubahan.
c. Fungsi integrasi pluralisme sistem hukum
Pada saat ini, di Indonesia masih berlaku berbagai sistem hukum (empat macam
sistem hukum), yaitu: “sistem hukum kontinental (Barat), sistem hukum adat, sistem
hukum agama (khususnya lslam) dan sistem hukum nasional”. Pluralisme sistem hukum
yang berlaku hingga saat ini merupakan salah satu warisan kolonial yang harus ditata
kembali. Penataan kembali berbagai sistem hukum tersebut tidaklah dimaksudkan
meniadakan berbagai sistem hukum – terutama sistem hukum yang hidup sebagai satu
kenyataanyang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan
sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum
tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai
pluralisme kaidah hukum sepenuhnya bergantung pada kebutuhan hukum masyarakat.
Kaidah hukum dapat berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, tergantung pada
keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d. Fungsi kepastian hukum
Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting
dalam tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan hukum (hendhaving,
uitvoering). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan
depat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada hukum kebiasan, hukum
adat, atau hukum yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan
perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis
(geschreven, written). Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan
perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi
syarat-syarat lain, yaitu:
1. Jelas dalam perumusannya (unambiguous).
2. Konsisten dalam perumusannya -baik secara intern maupun ekstern. Konsisten
secara intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang
sama harus terpelihara hubungan sietematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan
dan bahasa. Konsisten secara eketern, adalah adanya hubungan “harmonisasi” antara
herbagrii peraturan perundang-undangan.
3. Penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti.
Bahasa peraturan perundang-undangan haruslah bahasa
yang umum dipergunakan masyarakat. Tetapi ini tidak
berarti bahasa hukum tidak penting.
Pluralisme hukum harus dibedakan antara pluralisme sistem hukum dan pluralisme
kaidah hukum. Di Indonesia terdapat pluralisme baik pada sistem hukum maupun
kaidah hukum. Pluralisme sistem hukum karena berlaku sistem hukum Barat, sistem
hukum adat dan lain sebagainya. Pluralisme kaidah hukum misalnya ada perbedaan
hukum yang berlaku untuk Jawa dan Madura dan Luar Jawa-Madura. Pluralisme kaidah
hukum dapat terjadi dalam satu sistem hukum, karena kebutuhan tertentu.
2. Fungsi Eksternal
Fungsi Eksternal, adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat
berlakunya. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang
meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Dengan demikian,
fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, hukum adat, atau hukum
yurisprudensi. Bagi Indonesia, fungsi sosial ini akan lebih diperankan oleh peraturan
perundang-undangan, karena berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan di muka.
Fungsi sosial ini dapat dibedakan:
a. Fungsi perubahan
Telah lama di kalangan pendidikan hukum diperkenalkan fungsi perubahan ini yaitu
hukum sebagai sarana pembaharuan (law associal engineering). Peraturan perundang-
undangan diciptakan atau dibentuk untuk mendorong perubahan masyarakat di bidang
ekonomi, sosial, maupun budaya. Masyarakat “patrilineal” atau “matrilineal” dapat
didorong menuju masyarakat “parental” melalui peraturan perundang-undangan
perkawinan.
b. Fungsi stabilisasi
Peraturan perundang-undangan dapat pula berfungsi sebagai stabilisasi. Peraturan
perundang-undangan di bidang pidana, di bidang ketertiban dan keamanan adalah
kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjami stabilitas masyarakat. Kaidah stabilitas
dapat pula mencakup kegiatan ekonomi, seperti pengaturan kerja, pengaturan tata cara
perniagaan dan lain-lain. Demikian pula di lapangan pengawasan terhadap budaya luar,
dapat pula berfungsi menstabilkan sistem soeial budaya yang telah ada.
c. Fungsi kemudahan
Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan sebagai sarana mengatur
berbagai kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-undangan yang berisi ketentuan
insentif seperti keringanan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara
perizinan, struktur permodalan dalam penanaman modal merupakan kaidah-kaidah
kemudahan. Namun perlu diperhatikan, tidak selamanya, peraturan kemudahan akan
serta merta membuahkan tujuan pemberian kemudahan. Dalam penanaman modal
misalnya, selain kemudahan-kemudahan seperti disebutkan di atas diperlukan juga
persyaratan lain seperti stabilitas politik, sarana dan prasarana ekonomi,
ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.
Pluralisme hukum harus dibedakan antara pluralisme sistem hukum dan pluralisme
kaidah hukum. Di Indonesia terdapat pluralisme baik pada sistem hukum maupun
kaidah hukum. Pluralisme sistem hukum karena berlaku sistem hukum Barat, sistem
hukum adat dan lain sebagainya. Pluralisme kaidah hukum misalnya ada perbedaan
hukum yang berlaku untuk Jawa dan Madura dan Luar Jawa-Madura. Pluralisme kaidah
hukum dapat terjadi dalam satu sistem hukum, karena kebutuhan tertentu.

Tujuan Pembelajaran 5.4:


Tahapan Pembentukan Undang-Undang

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat


dikatakan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan suatu undang-undang.
Ada pun tahapan yang dimaksud tersebut adalah :
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam pembentukan suatu undang-
undang. Dalam tahap perencanaan ini lazimnya ditandai dengan adanya, penyusunan
konsepsi rancangan undang-undang, atau penyusunan naskah akademik,
pengharmonisan konsepsi, dan sertifikasi konsepsi baik melalui program legislasi
nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor
68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi dan materi pengaturan rancangan undang-
undang yang disusun harus selaras dengan falsafah negara Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan kebijakan yang
terkait dengan materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.
Keselarasan yang demikian ini merupakan inti sari dari pengharmonisan suatu
rancangan undang-undang. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005
menyebutkan bahwa konsepsi suatu rancangan undang-undang berisikan latar belakang,
tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau
arah pengaturan. Sama halnya dengan konsepsi, naskah akademik merupakan konsepsi
rancangan undang-undang juga, tetapi konsepsi tersebut dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Pensertifikasian suatu rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional
hanya dapat dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah dilengkapi
dengan kosepsi atau naskah akademiknya, sebagai alasan teknis rancangan undang-
undang untuk bisa dimasukan ke dalam program legislasi nasional. Di samping itu
terdapat sejumlah kriteria yang dijadikan syarat bagi suatu rancangan undang-undang
untuk dapat dimasukan ke dalam program legislasi nasional.
Persyaratan tersebut adalah bahwa rancangan undang-undang yang akan disusun
merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, perintah dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, perintah dari undang-
undang, terdapat dalam daftar program legislasi nasional tahun 2005-2009, dan urgensi
rancangan undang-undang. Selain itu dalam keadaan tertentu pemrakarsa dapat
melakukan penyusunan rancangan undang-undang setelah memperoleh sertifikasi
melalui persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Penyusunan rancangan undang-undang
berdasarkan sertifikasi persetujuan izin prakarsa hanya dilakukan terhadap hal-hal
sebagai berikut :
-menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
- meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
- melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
- mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam; atau
keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu
rancangan undang-undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan
Perwakilan Rakyat dan Menteri.
2. Tahap Penyusunan
Penyusunan rancangan undang-undang hanya dapat dilakukan apabila rancangan
undang-undang tersebut telah disertifikasi baik melalui program legislasi nasional,
maupun melalui persetujuan izin prakarsa oleh Presiden. Setelah rancangan undang-
undang disertifikasi langkah awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa adalah
mebentuk pantia antardepartemen. Keanggotaan panitia antardepartemen ini merupakan
representasi dari instansi pemerintah yang secara langsung terkait dengan materi yang
akan disusun dalam rancangan undang-undang.
Pemrakarsa dapat mengundang para ahli baik dari lingkungan akademisi, organisasi
profesi, maupun organisasi sosial kemasyarakatan lainnya untuk turut serta dalam
penyusunan rancangan undang-undang. Keikutsertaan wakil dari departemen yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk
melakukan pengharmonisasian rancangan undang-undang dan teknik perancangan
perundang-undangan. Dalam rangka penyempurnaan rancangan undang-undang
pemrakarsa dapat menyebarluaskan rancangan undang-undang kepada masyarakat.
Hasil peyebarluasan rancangan undang-undang kepada masyarakat selanjutnya
dijadikan bahan oleh panitia antardepartemen untuk menyempurnakan materi rancangan
undang-undang yang sedang disusunnya. Pemrakarsa selanjutnya menyampaikan
rancangan undang-undang yang telah disusun oleh panitia antardepartemen kepada
masing-masing menteri atau pimpinan lembaga terkait yang menjadi anggota panitia
antardepartemen untuk memperoleh pertimbangan dan paraf persetujuan.
Dalam hal pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan yang
disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga, pemrakarsa bersama dengan Menteri
menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan lembaga terkait yang
bersangkutan. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil Menteri melaporkan
secara tertulis permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh keputusan.
Perumusan ulang rancangan undang-undang dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama
Menteri. RUU yang sudah tidak memiliki permasalahan lagi baik dari substansi
maupun dari segi teknik oleh pemrakarsa diajukan kepada Presiden untuk
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat guna dilakukan pembahasannya.
3. Tahap Pembahasan
Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan
dalam duat tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat kesatu berisikan agenda
penyampaian keterangan pemerintah atas rancangan undang-undang, penyampaian
pandangan dan pendapat fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan
undang-undang, pembahasan materi rancangan undang-undang berdasarkan daftar
inventarisasi masalah (DIM), baik dalam forum panitia khusus (PANSUS), pantia kerja
(PANJA), tim perumus (TIMUS), tim sinkronisasi (TIMSIN), maupun tim kecil
(TMCIL). Sedangkan pembicaraan tingkat kedua berisi agenda rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat, berupa pengambilan keputusan atas persetujuan rancangan undang-
undang untuk dapat disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden.
4. Tahap Pengesahan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan rancangan undang-undang kepada
Presiden untuk dapat disahkan menjadi undang-undang. Penyampaian rancangan
undang-undang oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden tersebut
dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari, terhitung sejak tanggal dicapainya persetujuan
rancangan undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Selanjutnya Presiden wajib mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-
undang dengan membubuhi tandan tangannya. Pengesahan rancangan undang-undang
menjadi undang-undang tersebut dilakukan dalam jangka waktu tiga puluh hari
terhitung sejak disampaikannya Rancangan undang-undang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat kepada Presiden.
Jika jangka waktu yang telah ditentukan tersebut terlampaui dan ternyata Presiden
belum juga membubuhkan tanda tangannya sebagai indikasi disahkannya rancangan
undang-undang menjadi undang-undang maka rancangan undang-undang tersebut
dianggap sah menjadi undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5. Tahap Pengundangan
Menteri mengundangkan rancangan undang-undang yang telah disahkan
menjadi undang-undang dengan menempatkannya dalam lembaran negara Republik
Indonesia. Sedangkan penjelasan undang-undang ditempatkan dalam tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang
mengetahui kelahiran atau kehadiran suatu undang-undang, sekaligus menandai saat
mulai berlakunya undang-undang tersebut beserta kekuatan mengikatnya.
6. Tahap Penyebarluasan
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ada kewajiban
bagi pemerintah untuk menyebarluaskan undang-undang yang telah diundangkan.
Penyebarluasan tersebut dimaksudkan agar khalayak ramai mengetahui dan memahami
maksud yang terkandung di dalam undang-undang tersebut. Penyebarluasan ini dapat
dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan sebagai sarana mengatur
berbagai kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-undangan yang berisi ketentuan
insentif seperti keringanan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara
perizinan, struktur permodalan dalam penanaman modal merupakan kaidah-kaidah
kemudahan. Namun perlu diperhatikan, tidak selamanya, peraturan kemudahan akan
serta merta membuahkan tujuan pemberian kemudahan. Dalam penanaman modal
misalnya, selain kemudahan-kemudahan seperti disebutkan di atas diperlukan juga
persyaratan lain seperti stabilitas politik, sarana dan prasarana ekonomi,
ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.

Pluralisme hukum harus dibedakan antara pluralisme sistem hukum dan pluralisme
kaidah hukum. Di Indonesia terdapat pluralisme baik pada sistem hukum maupun
kaidah hukum. Pluralisme sistem hukum karena berlaku sistem hukum Barat, sistem
hukum adat dan lain sebagainya. Pluralisme kaidah hukum misalnya ada perbedaan
hukum yang berlaku untuk Jawa dan Madura dan Luar Jawa-Madura. Pluralisme kaidah
hukum dapat terjadi dalam satu sistem hukum, karena kebutuhan tertentu.

C.LATIHAN SOAL DAN EVALUASI

1. Dalam pemaparan materi diatas, siapa sajakah yang harus diikutsertakan dalam
proses pembuatan Undang-Undang yang dianggap berkaitan dengan penggunaan
perundang-undangan tersebut?

D.DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar 1945


2. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Menjadi Undang-Undang
3. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan

Anda mungkin juga menyukai