Anda di halaman 1dari 449

KUMPULAN

ARTIKEL

PENELITIAN

2018

Southeast Asian Ministers of Education


Regional Open Learning Centre
SEAMOLEC
Kumpulan Artikel
Penelitian 2018

Southeast Asian Ministers of Education Regional Open Learning Centre (SEAMOLEC)

Kompleks Universitas Terbuka - Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang 15418

PO Box 59/CPA, Ciputat, Jakarta, INDONESIA

T: (62-21) 7422184

i
© SEAMEO Regional Open Learning Center (SEAMOLEC) 2020

Editor in Chief: R. Alpha Amirrachman, M. Phil., Ph. D.

Catalogue in Publication

Indonesia, SEAMEO Regional Open Learning Center

(SEAMEO SEAMOLEC)

Kumpulan Artikel Penelitian 2018

Published by:

SEAMOLEC

P.O. BOX 7/CPA Ciputat 15411 Jakarta, INDONESIA

Homepage: http://www.seamolec.org

Email: secretariat@seamolec.org

ii
Artikel Halaman
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN JARAK
JAUH (PJJ) PADA JENJANG SMK DI JAWA BARAT
Cepi Riyana, Dadi Mulyadi, Ridwan Sutisna
1
Universitas Pendidikan Indonesia

PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH TERBUKA


DI JAWA BARAT
Dina Thaib, Didi Permana,, Raja Rosnenty, Rasdjo Dedi Suwardi
23
Universitas Terbuka

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN BELAJAR DARING


TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN BIOLOGI
PESERTA DIDIK DI 3 SMA TERBUKA DI JAWA BARAT
35
Arief Husein Maulani, M. Si
PPPPTK IPA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN BELAJAR DIGITAL


LEARNING OBJECT MATERIAL (LOM) TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN KIMIA PESERTA DIDIK
43
DI 4 SMAN JAWA BARAT DAN KALIMANTAN TENGAH
Drs. Mamat Supriatna, M.Pd, Yayu Sri Rahayu, S.Si., M.Pkim,
Dr. Kurniasih, M.Si. Aritta Megadomani, S.Si., M.Pd.
PPPPTK IPA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LEARNING OBJECT MATERIALS


(LOM) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN FISIK
PESERTA DIDIK DI SMA 54
Suharto., M.T.
PPPPTK IPA

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DALAM


MENCIPTAKAN JURAGAN USIA SEKOLAH PADA SISWA
PROGRAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH (SMA TERBUKA)
67
BERSAMA KADIN DI SMA NEGERI 2 PADALARANG
Aip Syarif Hasan Efendi , S.Pd.
SMA Negeri 2 Padalarang
Artikel Halaman
PEMANFAATAN REGULASI JUAL BELI DARING DALAM
MENDUKUNG PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
83
Kasus: Indonesia, Filipina, dan Thailand
Enni Soerjati,S.H.,M.H, Sena Lingga Saputra,S.H & Benny Keshar
Syamsu,S.H
Universitas Padjadjaran

ANALISIS PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM TIPE PEER


INSTRUCTION FLIPPED TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP,
KEMAMPUAN BERKOLABORASI DAN BERKOMUNIKASI
104
Nabila Fatimah1), Aang Suhendar1), Septian Karyana2) dan Reza Setiawan2)
1)
Sekolah Menengah Atas Alfa Centauri
2)
SEAMEO Regional Centre for Quality Improvement of Teachers and
Education Personnel (QITEP) in Science

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASE LEARNING DALAM


MAPEL PEMROGRMAN DASAR DENGAN MEDIA SOFTWARE
SCRACTH TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR
117
PADA PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) TKB PEGAMBIRAN
SMKN 1 CIREBON TAHUN AJARAN 2017/2018
Lia Rochmasari, ST, M.Kom
SMK Negeri 1 Cirebon

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MANDIRI MELALUI MODEL


PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN VOKASIONAL SISWA SMKN 11 PJJ TKB
124
CIKALONG WETAN KAB.BANDUNG BARAT
Rodiyah, S.Pd, M.Pd., Sinthestia Noor, S.Pd, M.MPd.
SMKN 11 Bandung

EFEKTIVITAS MODEL INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN


LKS DAN VIRTUAL LAB PADA KELAS PENDIDIKAN JARAK
JAUH
151
Hendri Kurniadi, S.Pd., Gr., M.Pd
SMKN 1 Haurwangi
Artikel Halaman
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED
LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN DARING
PROGRAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH SMA TERBUKA
164
PADA MATERI LISTRIK STATIS
Agie Ginanjar, S.Pd
SMA Negeri 2 Padalarang

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN


BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING/PJBL) PADA
SMK PENDIDIKAN JARAK JAUH UNTUK MENCAPAI
173
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MATA
PELAJARAN PEMELIHARAAN KELISTRIKAN KENDARAAN
RINGAN
Hendra Hermansah, S.Pd.MM., Rika Juwita, S.Pd
SMKN 1 Sumedang

PENGARUH DIRI LANGSUNG SIERRA MEDIA PEMBELAJARAN


TENTANG KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PT
MAHASISWA MULTIGRADE (PKR) KELAS CLC GAMORE
182
SABAH MALAYSIA
Arwahyu Sugito, M.Kom., Syafroni Muhammad, M.Pd
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) Sabah Malaysia

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PRODUK KREATIF


KRIYA KULIT/IMITASI DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM
MENUMBUHKAN MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK
192
PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)
DI SMK NEGERI 3 TASIKMALAYA
Heri Hermawan S.T
SMKN 3 Tasikmalaya

PENGEMBANGAN PRODUK TAS ANYAM BERBAHAN


MENDONG IMPLEMENTASI METODE QUALITY FUNCTION
DEPLOYMENT STUDI ESKPERIMENTAL
195
PADA PJJ SMK NEGERI 3 TASIKMALAYA
Abdussomad, S.Pd., Rahmat, S.Pd., dan Aol Haolana, ST.
SMK Negeri 3 Tasikmalaya
Artikel Halaman
PENERAPAN MODEL PEMBENTUKAN JURAGAN USIA
SEKOLAH PADA SISWA PENDIDIKAN JARAK JAUH DI SMKN 1
PACET
207
Mohamad Fadholi, Stp.
SMKN 1 Pacet

PENERAPAN MODEL PEMBENTUKAN JURAGAN


USIA SEKOLAH PADA SISWA PJJ DI SMKN 1 CIPANAS
Mas Rengganis Pratiwi, S.Pd
228
Unit Program Belajar Jarak Jauh- SMKN 1 Cipanas

PENGEMBANGAN KURSUS DALAM JARINGAN KARYAWAN


HOTEL SESUAI ASEAN COMMON COMPETENCY STANDARDS
FOR TOURISM PROFESSIONAL (ACCSTP) MENGGUNAKAN
247
MATERI DAN PENILAIAN COMMON ASEAN TOURISM
CURRICULUM (CATC)
Dra. Dewi Eka Arini, M.M
PPPPTK Bispar

KETERBACAAN SKILLS PASSPORT SMK PJJ JAWA BARAT


Dra. Lismaryani Bertin, M.Pd.I
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
252
PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA SMK PJJ MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS KERJA
MATA PELAJARAN PRODUKSI OLAHAN EKSPOR HASIL
258
PERIKANAN YANG DITERAPKAN DI PT BAHARI PRIMA
MANUNGGAL
1
Silvia Gani dan 2Syarif Andi Nugroho
1
SMKN 1 Pangandaran
2
PT. Bahari Prima Manunggal

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY


LEARNING DALAM SISTEM PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)
PADA BIDANG KEAHLIAN KEPARIWISATAAN MELALUI
276
MEDIA KOMIC DIGITAL DI SMK 45 LEMBANG
Euis Wati Hermawati,S.Pd.
SMK 45 Lembang
Artikel Halaman
PEMBANGUNAN MATERI E-TRAINING LOGIKA DAN
ALGORITMA DENGAN BLOCK PROGRAMMING
Prayitno, Liliek Triyono 312
Politeknik Negeri Semarang,

KEMAMPUAN COMPUTATIONAL THINKING PADA SISWA DAN


GURU DI SEKOLAH DASAR DAN KETERKAITANNYA
DENGAN PELAJARAN TIK
323
Istanto Aldy Nugroho, S.Hum
Yayasan Budaya Cerdas

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIMULASI DAN


KOMUNIKASI DIGITAL DI SMK NEGERI 11 JAKARTA
Dra. Rohilah, M.Pd
357
Pengawas SMK di Wilayah 1 Jakarta Barat

PELAKSANAAN PELATIHAN DALAM JARINGAN (ONLINE


TRAINING): GIZI DAN KESEHATAN UNTUK ANAK SEKOLAH
DASAR
367
Diana Ariani, S.Pd., M.Pd.
Universitas Negeri Jakarta

KETERCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN


DESAIN GRAFIS PERCETAKAN MENGGUNAKAN SKILL
PASSPORT DALAM PRAKTIK KERJA LAPANGAN SISWA
385
KELAS 11 PJJ DI SMKN 3 BANDUNG
Mohamad Ismail, Siti Nur, Sofa Sari Miladiah
SMK Negeri 3 Bandung

PENGEMBANGAN BUKU DIGITAL SEBAGAI PENUNJANG


PEMBELAJARAN DI DAERAH 3T (TERDEPAN, TERLUAR, DAN
TERTINGGAL)
392
Irwin Supriadi, S.Kom., M.T.
Universitas Langlangbuana
Artikel Halaman
PENGEMBANGAN PELATIHAN DALAM JARINGAN
STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PRESENTASI DALAM BAHASA INGGRIS UNTUK
401
WIRAUSAHAWAN
Kunto Imbar Nursetyo, S.Pd., M.Pd.
Universitas Negeri Jakarta

STUDI KELAYAKAN PROGRAM PEMBELAJARAN TERBUKA


DAN JARAK JAUH BIDANG PARIWISATA; INDONESIA
Ir. Surono Mphil. 409
PT Cipta Kompetensi Profesi
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)
PADA JENJANG SMK DI JAWA BARAT

Cepi Riyana, Dadi Mulyadi, Ridwan Sutisna


Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah ingin memperoleh gambaran efektivitas penyelenggaraan
Program Pendidikan Jarak Jauh pada Jenjang SMK di Jawa Barat Tahun 2016-2018.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif (riset evaluatif) terhadap responden dari unsur
Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru dan Siswa. Alat pengumpul data berupa kuesioner.
Penelitian tersebar di tiga Kabupaten Kota yang menjadi perhatian karena dengan APK
terendah di Jawa Barat, yakni (1) Cianjur, (2) Sukabumi, (3) Tasikmalaya, ditambah dengan
Kabupaten Ciamis, Garut, Pangandaran, dan Purwakarta. Total Responden 40 sekolah, 32
kepala sekolah, 189 guru, dan 151 siswa. Secara umum dari pendapat responden unsur tingkat
satuan pendidikan (guru, siswa dan pimpinan sekolah), Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)
telah diimplementasikan dengan sangat baik. Baik variabel Tata kelola, Proses pembelajaran,
Kinerja guru dan tutor, serta Output cenderung telah terlaksana dengan baik. Jika pun pada
aspek-aspek tersebut ada yang perlu dijadikan fokus peningkatan bisa lebih memperhatikan
peningkatan Proses pembelajaran dan Output yang cenderung lebih rendah dibanding aspek
yang lain. Sedangkan pada aspek ketersediaan infrastruktur, penilaian yang diperoleh
menunjukan hasil yang tidak baik. hal ini menunjukan untuk dapat memperbaiki
implementasi program PJJ di SMK Jawa Barat bisa difokuskan pada penyediaan akses
terhadap infrastruktur yang ada di setiap sanggar kegiatan belajar. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden Dinas Pendidikan dan Pengelola PJJ dan Pimpinan Satuan
Pendidikan, dapat disimpulkan adanya kekuarangan dan kendala terkait pelaksanaan PJJ
SMK. Kendala yang dimaksud, diantaranya : (1) Kurang ada edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat dan belum memaksimalkan peran unsur lain yang dapat membantu sosialisasi.
Unsur lain yang dimaksud di luar Dinas Pendidikan, seperti dinas sosial, tokoh masyarakat
termasuk RT/RW, (2) Belum maksimal Dinas Pendidikan melakukan rekrutment terhadap
peserta didik, artinya target siswa yang dapat dijaring dalam program tersebut belum tercapai
dengan maksimal, (3) Kurang adanya pemerataan perhatian dari pihak lain seperti unsur
masyaraat kepada Program PJJ SMK ini, misalnya Kadin, contoh baik diantaranya terjadi di
Kabupaten bandung Barat. Pihak Kadin mendukung sepenuhnya program PJJ SMK termasuk
penguatan program Juragan Sekolah atau disingkat dengan kata JUS; (4) Kualitas mutu
pembelajaran : belum merata, bergantung sekolah induk. Jika sekolah induknya punya spirit
untuk menyelenggarakan PJJ SMK secara optimal, maka kualitas pembelajaran baik di induk
maupun di TKB akan berjalan dengan lancer; (5) Dalam pedomannya siswa dapat melakukan
praktek pembeajaran di induk dan di industry, meski demikian industrinya umumnya belum
membuka diri secara penuh untuk melakukan pelatihan; (7) Pembukaan kompetensi keahlian
pada SMK PJJ tidak sesuai dengan potensi daerah yang seharusnya memberikan penguatan
kepada muatan lokal; (8) Kendala infrastruktur yang masih lemah seperti internet, serta ICT
Literasi guru yang masih lemah sehingga tidak optimalnya pembelajaran berbasis Online.

1
Kata Kunci : Evaluasi Implementasi, Pendidikan Jarak Jauh, SMK,
A. PENDAHULUAN
Dalam upaya meningkatkan layanan pendididikan termasuk meningkatkan akses
pendidikan dan tingkan Angka Partisipasi Kasar (APK) khususnya di jenjang SMK di Provinsi
Jawa Barat, dilakukan berbagai upaya yang salah satunya dengan membuka program
pendidikan jarak jauh (PJJ) bagi SMK. Landasan hukum adanya program PJJ SMK tertuang
pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2017 tentang PPDB 2017/2018 pada
bagian I Pasal 1 butir

10 di nyatakan bahwa Pendidikan Jarak Jauh yang selanjutnya disebut PJJ adalah pendidikan
yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai
sumber belajar melalui penerapan prinsip-prinsip teknologi pendidikan dan atau pembelajaran.

Teknologi pendidikan saat ini banyak didukung oleh pemanfaatan Teknologi


informasi dan komunikasi (TIK) yang menjadi aspek yang penting dalam pendidikan dan
pembelajaran. Selain berfungsi sebagai content yang harus diajarkan kepeda siswa tetapi juga
TIK dapat berfungsi sebagai sumber belajar (learning resources) untuk keberhasilan
pendidikan. Keberadaan TIK khususnya perangkat internet dan mobile device sudah menjadi
bagian dalam keseharian siswa yang sulit dihindari. Media sosial misalnya menjadi gaya hidup
para siswa sebagai sarana untuk aktualisai dan berekspresi siswa, sekaligus membentuk jejaring
(network) dalam pergaulan mereka.

Gambar-1 Kedudukan ICT dalam Pembelajaran

2
Teknologi ICT khsusnya netwotk device telah mengubah perilaku manusia yang

lebih mengarah pada ‘internet minded’. Internet menjadi candu bagi aktivitas siswa, sehingga

rata-rata orang menghasbiskan tiga jam sehari dalam mengakses internet (Tribun, 2013).

Dampak yang dirasakan adalah begitu derasnya arus informasi yang terjadi di dunia maya. Gus

Lubin (2011) menggambarkan sebuah fakta yang luar biasa, menunjukkan derasnya

produktivitas manusia dalam menggunakan inernet. Maraknya penggunaan TI di masyarakat,

termasuk oleh anak usia sekolah SMK menunjukkan bahwa sesungguhnya masyarakat pada

umumnya sudah memiliki literacy ICT yang cukup baik. Mereka tidak akan mengalami mental

sock terhadap kebijakan dalam pendidikan yang melibatkan penggunaan TIK termasuk dalam

program PJJ.

Kebijakan provinsi Jawa Barat dalam membuka PJJ dengan modus online cukup
relevan untuk saat ini dan tidak akan mengalami banyak kendala di lapangan. Jawa Barat
melalui SEAMOLEC pada 2016 telah melakukan rintisan implementasi PJJ SMK dan 2017
akan lebih diperluas pada wilayah wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat. Pada tahun 2017 ini
dari 3,2 juta lulusan SLTA maka diproyeksikan 50.000 ikut dalam program PJJ, pada tahun
2018 dari 3,4 juta lulusan SMK 100.000 ditargetkan adalah lulusan program PJJ. Berdasarkan
analisis lokasi, daerah yang akan menjadi program PJJ yaitu daerah dengan empat kriteria,
yaitu : (1) akses geografis, (2) APK yang rendah, (3) anak yang tidak mampu secara ekonomi,
dan (4) daerah yang tidak ada PKBM. Tahun 2016-217 prioritas daerah sasaran yakni yang
memiliki APK terrendah yakni di tiga kabupaten di Cianjur, Sukabumi dan Tasikmalaya.
Sistem kurikulum yang diberlakukan adalah sistem blok yakni diambil beberapa substansi yang
paling penting dan prioritas menujnajng lifeskill dan potensi anak, serta menggunakan
kurikulum khusus PJJ yang berbeda dengan kelas reguler. Pola pembelajaran yakni model
Blended Learning dengan tiga hari sekolah/minggu berturut-turut selang seling atau di blok
sesuai dengan kebutuhan. 3 hari per minggu di lapangan praktek kerja mencari penghasilan dan
rapot sekolah diberikan oleh sekolah induk.

Program PJJ yang telah diimplementasikan di Jawa Barat melalui fasilitasi dan
dukungan dari SEAMOLEC perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap implementasi terhadap
program PJJ serta kajian efektivitas penyelenggaraan proses implementasi PJJ pada program

3
yang telah berlangsung selama satu tahun yaitu 2016/2017 di beberapa daerah di Jawa barat,
dengan demikian penelitian ini bermaksud untuk untuk melakukan kajian riset evaluasi dengan
judul “Evaluasi Penyelengaraan Program PJJ Pada Jenjang SMK di Jawa Barat”. Dalam hal
ini, Universitas Pendididikan Indonesia (UPI) bekerjasama dengan SEAMOLEC perlu
melakukan kajian yang mendalam terhadap implementasi PJJ khususnya pada level SMK,
melalui kajian penelitian dengan rumusan masalah utama yakni “Bagaimanakah Efektivitas
Implementasi Program Pendidikan jarak pada jenjang SMK di Jawa Barat?”

B. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Pendidikan Jarak Jauh

Berikut ini beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tentang Pendidikan Jarak Jauh
menurut sudut pandangnya masing-masing:

2. Menurut Dohmen 1967: Suatu bentuk pembelajaran mandiri yang terorganisasi secara
sistematis, dimana konseling, penyajian materi pembelajaran, dan penyeliaan serta
pemantauan keberhasilan siswa dilakukan oleh sekelompok tenaga dosen yang memiliki
tanggung jawab yang saling berbeda. Pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh
dengan menggunakan bantuan media;

3. Menurut Mackenzie, Christensen, & Rigby, 1968: Suatu metode pembelajaran yang
menggunakan korespondensi sebagai alat komunikasi antar tenaga dosen dengan siswa,
ditambah dengan adanya interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran.

4. Menurut French Law, 1971: Sistem pendidikan yang tidak mempersyaratkan adanya
tenaga dosen di tempat seseorang belajar, namun dimungkinkan adanya pertemuan-
pertemuan antara tenaga dosen dan siswa pada waktu-waktu tertentu;

5. Menurut Peters, 1973: Suatu metode untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,


keterampilan, dan sikap yang dikelola berdasarkan pada penerapan konsep ban berjalan
(division of labor), prinsip-prinsip organisasi, dan pemanfaatan media sevata ekstensif
terutama dalam reproduksi bahan ajar, sehingga memungkinkan terjadinya proses
pembelajaran pada siswa dalam jumlah banyak pada saat bersamaan dimanapun mereka
berada. Merupakan suatu bentuk industri dari belajar dan dosenan;

4
6. Menurut Moore, 1973: Suatu metode pembelajaran dimana proses dosenan terjadi secara
terpisah dari proses belajar, sehingga komunikasi antara tenaga dosen dan siswa harus
difasilitasikan melalui bahan cetak, media elektronik, dan media-media lainnya;

7. Menurut Holmberg, 1977: Suatu bentuk pendidikan yang meliputi beragam bentuk
pembelajaran pada berbagai tingkat pendidikan yang terjadi tanpa adanya penyeliaan
tutor secara langsung dan atau terus menerus terhadap siswa dalam lokasi yang sama,
namun memerlukan proses perencanaan, pengorganisasian dan pemantauan dari suatu
organisasi pendidikan, serta penyediaan proses pembimbingan dan tutorial, baik dalam
bentuk langsung(real conversation) maupun simulasi (simulated conversation).

2. Karakteristik Pendidikan Jarak Jauh

Menurut Keegan 1980 system PJJ memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Terpisahnya pengajar dan peserta didik yang membedakan PJJ dengan pengajar tatap
muka;

b. Ada pengaruh dari suatu organisasi pendidikan yang membedakannya dengan belajar
sendiri di rumah (home study);

c. Penggunaan beragam media-cetak, audio, video, komputer, atau multimedia untuk


mempersatukan pengajar dan peserta didik dalam suatu interaksi pembelajaran;

d. Penyediaan komunikasi dua arah sehingga peserta didik dapat menarik manfaat darinya,
dan bahkan mengambil inisiatif dialog;
e. Kemungkinan pertemuan sekali-sekali untuk keperluan pembelajaran dan sosialisasi
(pembelajaran diarahkan kepada individu bukan kepada kelompok);

f. Proses pendidikan yang memiliki bentuk hampir sama dengan proses industri.

3. Standar PJJ SEAMOLEC

Kementerian Pendidikan Indonesia dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi, Direktorat Akademik menyelenggarakan program nasional yang disebut dengan
Program Vokasi Berkelanjutan (PVB) di berbagai bidang, dalam, rangka peningkatan APK
Perguruan Tinggi dan mengurangi pengangguran. Program ini sebagai tindak lanjut dari PP 17
tahun 2010 Tentang Pendidikan Jarak Jauh Pasal 118 s/d 126 maupun berdasarkan Surat arahan

5
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dengan No. 880/D/T/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang
pemberitahuan program vokasi berkelanjutan.

Program tersebut didukung oleh berbagai pihak yaitu, PSMK, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan SEAMOLEC. PSMK mendukung program ini dengan
memperkuat fasilitas SMK sesuai dengan bidangnya, DIKTI mendukung dalam hal legalitas
dan SEAMOLEC mendukung dalam hal TOT untuk manajemen pendidikan jarak jauh, dosen
maupun guru. Selain itu, dukungan Propinsi dan Kota/Kabupaten sangat diharapkan terutama
dalam hal dukungan infrastruktur, beasiswa, subsidi operasional dan hal lain yang diperlukan.
Program vokasi berkelanjutan dirancang untuk program D1 untuk lulusan sekolah menengah
kejuruan dan lulusan MAK. Setelah menyelesaikan program D1, mereka dapat memutuskan
apakah akan bergabung dengan angkatan kerja atau melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih
tinggi. Dengan program ini, Indonesia lebih memiliki kesempatan lebih baik untuk mengakses
pendidikan tinggi.

Sekolah akan menjadi bagian dari institusi penyelenggara program PVB sebagai sub
kampus. Oleh sebab itu, standarisasi PJJ terhadap sekolah sebagai sub kampus program PVB
harus dilakukan. Ini juga sebagai bagian penilaian keseriusan sekolah dalam melaksanakan
program PJJ. Sekolah sebagai sub kampus program PVB harus memenuhi standar PJJ
SEAMOLEC secara kelembagaan dalam penyelenggaraan program PJJ:

1. Memiliki ijin penyelenggaraan kegiatan atau program di dalam wilayah Republik


Indonesia.

2. Memiliki izin operasional (ditunjukkan dengan Surat Izin Operasional yang masih
berlaku).

3. Memiliki MoU/MoA dengan SEAMOLEC untuk penyelenggaraan PJJ.

4. Memiliki sertifikat Standar PJJ SEAMOLEC untuk penyelenggaraan PJJ;

5. Kepala sekolah telah mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai manajemen PJJ
yang dilaksanakan oleh SEAMOLEC;
6. Memiliki tim pengembang dan pengelola PJJ.

6
7. Memiliki tim pengajar yang telah mengikuti pendidikan atau pelatihan mengenai
manajemen PJJ serta pendidikan atau pelatihan pemanfaatan bahan ajar cetak, bahan ajar
non cetak (audio, vdeo, CAI), dan berbasis web.

8. Memiliki website yang aktif diperbarui serta dapat menjadi sumber informasi
penyelenggaraan program.

9. Memiliki alamat email yang aktif dan dapat menjadi sarana komunikasi
penyelenggaraan program.
10. Pernyataan kesediaan untuk menyelenggarakan program PJJ dengan kerjasama yang
merupakan sinergi dengan Universitas/Politeknik sebagai kampus utama, Dinas
Pendidikan (Propinsi, Kota, Kabupaten), dan industri.

11. Sebagai Sub Kampus, sekolah mendapat dukungan dari PSMK, PSMA, Dinas
Pendidikan (Propinsi, Kota, Kabupaten), dan Kampus Utama dan industri.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif riset evaluative. Metode ini diperlukan
karena evaluasi implementasi program bukan hanya mengevaluasi pada dimensi implementasi
Program PJJ pada tataran sekolah dengan pemangku kepentingan di akar rumput saja, tetapi
juga mengkaji implementasi kurikulum pada tataran kebijakan (policy) dan dimensi
manajemen lainnya, baik secara maupun horizontal. Merujuk pada tujuan utama penelitian ini
yakni mengevaluasi pelaksanaan program PJJ SMA/SMK Jawa Barat dan mengevaluasi semua
pihak, maka metode yang relevan adalah penelitian evaluative (evaluative research).
Karakteristik metode ini merujuk pada ciri-cirinya seperti yang dijelaskan Arikunto (2006),
sebagai berikut :

1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi
penelitian ilmiah pada umumnya.
2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir sistemik yaitu memandang program yang
diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dan beberapa komponen atau unsur yang
saling berkaitan antara satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dan objek
yang dievaluasi.
3. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dan objek yang dievaluasi, perlu adanya
identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai factor penentu bagi keberhasilan
program.

7
4. Menggunakan standar, kriteria, dan tolok ukur yang jelas untuk setiap indikator yang
dievaluasi agar dapat diketahui dengan cermat keunggulan dan kelemahan program.

5. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk
mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, perlu ada identifikasi
komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi sub komponen, dan sampai pada
indikator dan program yang dievaluasi.
6. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat
sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
7. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan/ rekomendasi bagi
kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam
melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program
kegiatan sebagai standar, criteria, atau tolak ukur.

Subjek penelitian atau responden adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai


sampel dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian juga membahas karakteristik subjek yang
digunakan dalam penelitian, termasuk penjelasan mengenai populasi, sampel dan teknik
sampling (acak/non-acak) yang digunakan. Subyek dalam penelitian ini adalah : (1) Unsur
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sebagai pemangku kebijakan, (2) Pimpinan Sekolah
(Kepala dan Wakasek), (3) Guru, (4) Siswa.

Penelitian ini akan di pusatkan di Kota Bandung sebagai sentra Jawa Barat, namun
sekolah yang akan dijadikan subyek penelitian tersebar di tiga Kabupaten Kota yang menjadi
perhatian karena dengan APK terendah di Jawa Barat, yakni (1) Cianjur, (2) Sukabumi, (3)
Tasikmalaya. Masing-masing Kabupaten akan dipilih 5 sekolah dengan demikian total sekolah
yang akan diteliti sebanyak 15 sekolah, masing-masing sekolah akan diteliti sebanyak 5 orang
siswa dengan system kluster.

D. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil-hasil dan temuan-temuan penelitian
berdasarkan instrumen penelitian serta deskripsi pembahasan dari setiap hasil penelitian
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) terkait Evaluasi Implementasi Program Pendidikan

8
Jarak Jauh (PJJ) Pada Jenjang SMK di Jawa Barat serta akan diuraikan berdasarkan tanggapan
para responden. Deskripsi terhadap hasil pengolahan data diinterpretasi berdasarkan kategori
yang dievaluasi dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 4. 1 Tabel Interpretasi Data


PERSENTASE DESKRIPSI

< 40% Tidak Baik

40% - 60% Kurang Baik

60% - 80% Cukup Baik

> 80% Sangat Baik

Adapun data rekapitulasi hasil pengambilan data di tiga area utama yaitu Cianjur, Sukabumi
dan Tasikmalaya beserta beberapa daerah tambahan data dari kabupaten Ciamis, Garut,
Pangandaran, dan Purwakarta adalah sebagai berikut.

KABUPATEN SEKOLAH KEPSEK GURU SISWA


Kabupaten Cianjur 10 10 52 38
Kabupaten Sukabumi 11 7 38 12
Kabupaten Tasikmalaya 12 9 70 66
Kabupaten Ciamis 2 2 11 12
Kabupaten Garut 2 2 11 18
Kabupaten Pangandaran 1 1 4 3
Kabupaten Purwakarta 2 1 3 2
Total 40 32 189 151

Dengan pola perhitungan dan interpretasi data seperti di atas, maka dapat dilihat Evaluasi
Implementasi Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Pada Jenjang SMK di Jawa Barat
berdasarkan permasalahan penelitian yang diangkat. Berikut hasil pengolahan data secara
umum dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

9
Persentase Evaluasi

88.11% 90.31% 90.74% 91.55% 94.09%


79.50%
75.43%
56.89%

Pengelola Pengelolaa Profil Ketersedia Pencapaia


an n SDM an Kualitas Kualitas Kualitas n
Infrastrukt pelaksana hasil
Siswa Program Pengelola ur Proses Materi an evaluasi
Pembelajaran
Pendidikan Program Pembelajaran evaluasi

Gambar 1 Grafik Implementasi Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di Jawa


Barat

Delapan aspek tersebut mencoba menjawab pertanyaan penelitian mengenai tata kelola
penyelenggaraan program Pendidian Jarak Jauh (PJJ), proses pembelajaran pada program
Pendidian Jarak Jauh (PJJ), apakah guru dan tutor pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ)
SMK telah menjalankan fungsinya dengan baik, apakah output pada program Pendidian Jarak
Jauh (PJJ).

SMK telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan, dan apakah ketersediaan infrastruktur
pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK telah memenuhi kebutuhan program secara
kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa secara umum
Implementasi Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Pada Jenjang SMK di Jawa Barat telah
berjalan dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dari aspek Pengelolaan Siswa (skor rata-rata
88.11%), Pengelolaan Program Pendidikan (90.31%), Profil SDM Pengelola Program
(90.74%), Kualitas Materi Pembelajaran (91.55%), dan Kualitas Pelaksanaan Evaluasi

10
(94.09%) diperoleh persentase yang dideskripsikan sangat baik. Sedangkan aspek Kualitas
Proses Pembelajaran (79.50%) dan Pencapaian hasil Evaluasi (75.43%) berada pada tingkat
yang cukup baik. hanya aspek Ketersediaan Infrastruktur (56.89%) yang memperoleh hasil
kurang baik sehingga perlu mendapat banyak perhatian.

2. Gambaran Spesifik Penyelenggaraan PJJ SMK

Guna memperoleh data dan informasi terkait penyelenggaraan PJJ SMK di Provinsi
Jawa Barat, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa pihak diantaranya Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Staf Perencanaan Pendidikan Jawa Barat, Koordinator
PJJ Jawa Barat dan Beberapa Kelapa Sekolah. Berikut dapat yang dapat diperoleh :

a. Tata kelola penyelenggaraan program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) di tingkat


satuan pendidikan SMK

Dinas Provinsi Jawa Barat telah melakukan upaya untuk melakukan tatakelola sebagaimana
mestinya. Penyelenggaraan PJJ SMK ini inisiasi dari Dinas Pendidikan yang kemudian di
respon positif oleh Gubernur Jawa Barat sebagai salah satu program unggulan. Motif kai adalah
untuk meningkatkan APK Jawa Barat selain tentu saja meningkatkan akses terhadap
pendidikan dan pemerataan untuk memperoleh pendidikan yang semestinya. Jawa Barat saat
ini memiliki 2.800 SMK yang siap untuk merealisaiskan program tersebut.

Upaya-upaya nyata dari Dinasi Provinsi sebagai indikator tata kelola PJJ diantaranya:
1) Membuat Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang menyelenggaraan PJJ, yaitu No. 6
tahun 2018 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Sekolah Menengah terbuka dan
Pendidikan Layanan Khusus dan Sekolah Menengah Pendidikan Jarak Jauh. Pergub ini
secara hokum disahkan oleh gubernur atas usulan dan draf dari tim yang di koordinasikan
Dinas Pendidikan Provinsi. Pergub ini sebagai dasar penyelenggaraan sehingga sekolah
punya kepastian hokum dan tidak ragu sekaligus mengikat.
2) Dinas Provinsi Jawa Barat juga telah membentuk dan memberikan SK terhadap sekolah-
sekolah penyelenggaraan PJJ, yaitu Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat
Nomor 4231 Tahun 2018 Tentang Sekolah Induk Penyelenggara Pendidikan Jarak Jauh
(PJJ) SMA/SMK di Jawa Barat. Melalui keputusan ini sekolah yang ditunjuk wajib
melaksanakan, dan apabila tidak akan terkena sanksi atau teguran.

11
3) Membentuk tim pengelola PJJ SMA dan SMK dengan Koordinator Ibu Wiwik
Sitizawiyah. Tim ini sebagai pelaksana yang diberiakn tugas untuk memfasilitasi
penyelenggaraan PJJ di Jawa Barat, menjadi jembatan antara Sekolah, Pengawas dan
Dinas Pendidikan provinsi.
4) Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap penyelenggaraan PJJ, diantaranya
dilaksanakan pada Tanggal 13 September 2017 dengan acara : rapat koordinasi (rakor)
dan evaluasi persiapan Sekolah Menegah Atas (SMA) terbuka dan Sekolah Menengah
Kejuruan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di Aula Moh. Yamin Kantor Disdik Jabar, Jalan
Dr. Radjiman No. 6, Bandung.

5) Melakukan sosialisasi PJJ SMK, diantaranya bekerjasama dengan Biro Pelayanan Sosial
Sekertariat Daerah Provinsi Jawa Barat (Yanbangsos), dengan acara Sosialisasi Peraturan
Gubernur (Pergub) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Sekolah Menengah
Terbuka Pendidikan Layanan Khusus dan Sekolah Menengah Pendidikan Jarak Jauh
(PJJ) di Ruang

Rapat Sanggabuana, Gedung Sate, Jalan Diponegoro, No.22 Kota Bandung, pada Kamis
15 Maret 2018. Selain itu sosialisasi juga dilakukan di tingkat daerah. Misalnya :
Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
laksanakan Workshop koordinasi, sosialisasi dan sinkronisasi program SMA terbuka dan
SMK PJJ bertempat di Ruangan Islamic center, Jawa Barat pada tanggal 2 Agustus 2018
pukul 09.00 WIB.

6) Melakukan serangkaian kegiatan pelatihan, pembekalan bagi para Kepala Sekolah,


pengawas dan guru-guru termasuk tutor terkait dengan penyelenggaraan PJJ SMK.

7) Penganggaran dana dari Disdik maksimal, misalnya ada pilkada tidak terganggu,.
Anggaran : 1. Insentif guru bina, 2. TKB (tutor), 3. Modul, 4. Pelatihan
8) Menyiapkan sarana komunikasi dan informasi melalui website termasuk untuk
kepentingan

penerimaan siswa baru (PPDB) untuk PJJ. Alamat webnya :


http://pjj.disdik.jabarprov.go.id/modul

b. Proses pembelajaran pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK di Jawa
Barat

12
Terkait dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam kegiatan PJJ SMK di Jawa
Barat, peneliti memperoleh data sebagai berikut :

1) Belum optimalnya pemberian layanan bimbingan belajar (tutorial) bagi siswa PJJ pada
SMK yang dilaksanakan dengan model memanfaatkan sumber belajar tatap muka, semi
daring, dan daring penuh;

2) Belum dilaksanakan dengan baik pemberian layanan bimbingan belajar (tutorial) bagi
siswa PJJ pada SMK yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber belajar secara
online (menggunakan jaringan internet), ditambah dengan tutorial tatap muka di sekolah
induk;

3) Pemberian layanan bimbingan belajar (tutorial) bagi siswa PJJ pada SMK yang
sepenuhnya dilaksanakan secara tatap muka di sekolah induk;
4) Belum optimalnya pemberian layanan bimbingan belajar (tutorial) bagi siswa PJJ pada
SMK yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber belajar berupa modul, ditambah
dengan tutorial tatap muka di sekolah induk;

5) Belum optimalnya pelaksanan praktek kejuruan dan Praktek Kerja Industri untuk PJJ
bagi SMK dilaksanakan di Industri atau di Sekolah Penyelenggara dengan menggunakan
sistem blok.

Dalam melaksankaan pembelajaran online, Disdik Provinsi membuat aplikasi

http://jass.disdik.jabarprov.go.id/lms.php

c. Guru dan tutor pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK dalam
menjalankan fungsinya

Berdasarkan informasi dari Koordinator PJJ SMK yang telah melaksankaan evaluasi terhadap
kinerja guru dan tutor, maka diperoleh data sebagai berikut :

1) Umumnya Guru belum memahami perbedaaan mengajar PJJ dan reguler, sehingga
pelayanan pembelajaran tidak bisa membedakan anara reguler dan PJJ.

2) Dalam kaitan dengan tugas, dan fungsinya, Guru masih bingung membedakan antara
peran guru mata pelajaran dan tutor.

13
3) Tugas guru untuk melakukan Evaluasi pembelajaran untuk setiap Mapel terutama yang
berbasis digital belum berjalan dengan baik. Guru belum secara rutin dan focus untuk juga
memeriksa dan memberikan penilaian terhadap pembelajaran melalui internet secara
online.

4) Guru Mapel belum secara optimal memanfaatkan LMS SiAJAR pada kegiatan belajar
mengajar sehingga belum berjalan dengan baik.

5) Guru masih sering mengalami kesulitan dalam memanfaatkan LMS sehingga masih perlu
edukasi dan pelatihan pemanfaatannya secara optimal;

6) Belum terlaksananya penyusunan learning object material (LOM) oleh para Guru untuk
mata pelajaran yang diampu sehingga mengambat optimalisasi pembeajaran melalui
online;

7) Umumnya bahkan kebanyakan guru masih belum menggunakan LMS Siajar dalam
memberikan pembelajaran dan bimbingan kepada siswa PJJ SMK;

8) Kebanyakan guru belum menyusun learning object material (LOM)

9) Kebanyakan guru belum mendapatkan pelatihan pembuatan LOM, alokasi dari Disdik
untuk kegiatan penyusunan LOM masih terbatas;

10) Kebanyakan guru belum menyusun untuk mengimplementasikan LOM dalam kegiatan
belajar mengajar

11) Harapan guru tersedianya sarana prasarana yang memadai terutama untuk praktek
kejuruan ( khusus SMK PJJ ) di TKB
d. Output pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK Jawa Barat

Belum dihasilkannya lulusan sebagai output dalam program PJJ SMK, sehingga
belum dapat diberiakn penilaian terhadap kualitas lulusan. Saat ini yang dapat diperoleh data
adalah terkait dengan proses pembelajaran, yaitu :

1) Siswa masih terkendala untuk dapat hadir pada TKB, penelitian yang dilakuakn oleh Tim
Disdik diperoleh data bahwa 96,4% siswa terkendala dan hanya 3,6% yang tidak
mengalami kendala, sehingga kriteria untuk ini dilinai buruk;

14
2) Cara pembelajaran yang dilakukan siswa adalah 2x seminggu 53,7 % campuran online
dan tatap muka 26,3 % lainnya 20 %. Dengan demikian kegiatan paling dominan adalah
pertemuan tatap muka 2X dalam seminggu;

3) Status saat melakukan pendaftaran SMA dan SMK : Bekerja 38,7 % baru lulus 34,4
% putus sekolah 26,9 %

e. Ketersediaan infrastruktur pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK di


Jawa Barat

Beberapa keterangan yang dihimpun dari berbagai sumber terkait dengan ketersediaan
infrastruktur, sebagai berikut :

1) Keberadaan jaringan listrik tersedia di semua lokasi sekolah induk, TKBA dan lokasi
siswa, dalam konteks ini masuk dalam kriteria baik;

2) Keberadaan / kondisi jaringan internet di Tempat Kegiatan Belajar ( TKB ) Ada/baik 58,6
% tidak ada 36,1 % lainnya (kurang memadai, lemah jaringan dan modem) 5,3 %
(Kriteria cukup namun perlu ditingkatkan);

3) Penyebab Learning Management System siajar tidak dimanfaatkan, yaitu tidak ada
jaringan internet 35,5 % tidak ada gadget 36,1 % lainnya (siswa belum punya, akses
internet) 28,4 %. Dalam hal ini kriterianya kurang baik;

4) Ketersediaan sumber belajarnya di Temapt Kegiatan Belajar selain modul : Ada 74,5 %
tidak ada 25,5 %, kriteria baik.

5) Peralatan teknologi yang dimiliki siswa, yatitu : Handphone / smartphone 99,4 %


laptop /notebook 2,7 % PC (computer) 0,9 %

f. Kendala-kendala yang dihadapai pada program Pendidian Jarak Jauh (PJJ) SMK
di Jawa Barat

Terdapat kendala-kendalam dalam pelaksanaan PJJ SMK yang peneliti himpun dari
beberapa responden termasuk Kepala Dinas, Staf, dan unsur sekolah, yaitu :

1. Kurang ada edukasi kepada masyarakat yaitu siswa dan orang tua tentang PJJ SMK, dan
belum memaksimalkan peran unsur lain yang dapat membantu sosialisasi. Unsur lain yang
dimaksud di luar Dinas Pendidikan, seperti dinas sosial, tokoh masyarakat termasuk
RT/RW.

15
2. Belum maksimal Dinas Pendidikan melakukan rekrutment terhadap peserta didik, artinya
target siswa yang dapat dijaring dalam program tersebut belum tercapai dengan
maksimal;
3. Kurang adanya pemerataan perhatian dari pihak lain seperti unsur masyaraat kepada

Program PJJ SMK ini, misalnya Kadin, contoh baik diantaranya terjadi di Kabupaten

bandung Barat.

Pihak Kadin mendukung sepenuhnya program PJJ SMK termasuk penguatan program
Juragan Sekolah atau disingkat dengan kata JUS;

4. Kualitas mutu pembelajaran : belum merata, bergantung sekolah induk. Jika sekolah
induknya punya spirit untuk menyelenggarakan PJJ SMK secara optimal, maka kualitas
pembelajaran baik di induk maupun di TKB akan berjalan dengan lancer;

5. Distribusi Modul agak masih terkendala sehingga menimbulkan keterlambatan pengisiman


kepada siswa. Modul sediri dibuat oleh guru yang berbeda beda sehingga mutu dari
modulnya tidak dapat disejajarkan atau merata.

6. Dalam pedomannya siswa dapat melakukan praktek pembeajaran di induk dan di industri,
meski demikian industrinya umumnya belum membuka diri secara penuh untuk
melakuakn pelatihan;

7. cara pandang disekolah swasta, dianggapnya kometitor, sehingga menimbulkan gejolak


bagi para penyelenggara sekolah swasta SMK.
8. Dari pihak pemerintah, seharusnya kementrian memperlakukan yag berbeda adm peserta
didik dan gurunya, kaitan dengan rombel, termasuk guru yang mengampu pada kondisi
tertentu tidak terhitung karena aturan yang tidak berkesesuaian.

9. Pembukaan kompetensi keahlian pada SMK PJJ tidak sesuai dengan potensi daerah yang
seharusnya memberikan penguatan kepada muatan lokal;

10. Jumlah TKB pada SMK PJJ yang tidak memperhitungkan kondisi Sumber Daya yang
dimiliki

11. Tidak adanya tempat praktek kejuruan bagi siswa SMK PJJ di TKB, sehingga
kompetensi siswa terutama skill yang sifatnya aplikatif tidak teruji.

16
12. SMK Penyelenggara PJJ dan SMA induk belum sepenuhnya memahami karakteristik
Pendidikan Jarak Jauh, sehingga pelayanan terhadap siswa PJJ kurang tepat sebagaimana
mestinya;

13. Belum memadainya bahan ajar cetak di TKB, hal ini penting mengingat siswa pada
pertemuan tatap muka di TKB sangat mengandalkan bahan pembelajaran cetak;

14. Keberadaan dan kondisi jaringan internet di TKB belum memadai secara keseluruhan,
sehingga menghambat interaktivitas pembelajaran;

15. LMS siajar belum dapat dimanfaatkan dengan baik akibat kendala jaringan internet serta
sebagian sekolah tidak menyediakan gadget dengan baik

17. Jarak TKB yang jauh dengan SMK Penyelenggara / SMA Induk

18. Guru belum memahami perbedaaan mengajar PJJ dan reguler

19. Guru masih bingung perbedaan peran guru mata pelajaran dan tutor

20. Evaluasi pembelajaran untuk setiap Mapel berbasis digital belum berjalan dengan baik

21. Guru Mapel memanfaatkan LMS SiAJAR pada kegiatan belajar mengajar belum berjalan
dengan baik;

22. Kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan LMS masih sering terjadi

23. Guru dalam melakukan penyusunan learning object material (LOM) untuk mata
pelajaran yang diampu belum terlaksana dengan baik;

24. Kebanyakan guru masih belum menggunakan LMS Siajar;

25. Kebanyakan guru belum menyusun learning object material (LOM)

26. Kebanyakan guru belum mendapatkan pelatihan pembuatan LOM.

27. Kebanyakan guru belum menyusun untuk mengimplementasikan LOM dalam kegiatan
belajar mengajar;

28. Harapan guru tersedianya sarana prasarana yg memadai terutama untuk praktek kejuruan
( khusus SMK PJJ ) di TKB

29. Kendala siswa pada saat pendaftaran tekait dengan administrasi seperti SKHUN, NISN
dan Akte Kelahiran ;

30. Umumnya siswa PJJ/SMATER terkendala untuk hadir di TKB;

17
31. Kendala ketidak hadiran siswa umumnya akibat bekerja dan jarak tempuh, biaya
transportas;

32. Kehadiran siswa dalam kegiatan tatap muka di TKB sangat rendah kalapun hadir di TKB
kondisi siswa sudah lelah dan tidak bersemangat ;

33. Kehadiran di TKB dalam seminggu tergolong langka, pada umumnya tidak pernah hadir
atau kehadirannya tidak dapat ditentukan;

34. Kebanyakan siswa tidak memiliki gadget tetapi memiliki Personal Computer ( PC )
untuk menyimpan bahan ajar berbasis digital;

35. Siswa berharap tersendia sumber belajar cetak yang memadai seperti modul di TKB;

36. Siswa berharap program pendidikan jarak jauh terus berlangsung untuk meningkatkan
taraf pendidikan serta kesejahteraan mereka;

37. Kebanyakan siswa SMK PJJ dan SMATer ingin melanjutkan setelah lulus.
38. Kebanyakan tutor memerlukan pelatihan memotivasi siswa belajar
39. Tutor belum memiliki pemahaman yang tepat terkait dengan pengelolaan TKB, sehingga
perlu dilakukan pelatihan mengelola TKB;
40. Tutor perlu dibekali dengan kemampuan bidang wirausaha, sehingga menjadi role model
bagi siswa SMK yang diarahkan pada kemampuan wirausaha yang baik.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum dari pendapat responden unsur tingkat satuan pendidikan (guru, siswa
dan pimpinan sekolah), Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) telah diimplementasikan dengan
sangat baik. Baik variabel Tata kelola, Proses pembelajaran, Kinerja guru dan tutor, serta
Output cenderung telah terlaksana dengan baik atau sangat baik. Sehingga dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualiatas pelayanan pendidikan. Jika pun pada
aspek-aspek tersebut ada yang perlu dijadikan fokus peningkatan bisa lebih memperhatikan
peningkatan Proses pembelajaran dan Output yang cenderung lebih rendah dibanding aspek
yang lain. Sedangkan pada aspek ketersediaan infrastruktur, penilaian yang diperoleh
menunjukan hasil yang tidak baik. hal ini menunjukan untuk dapat memperbaiki implementasi
program PJJ di SMK Jawa Barat bisa difokuskan pada penyediaan akses terhadap infrastruktur
yang ada di setiap sanggar kegiatan belajar.

18
Secara khusus kesimpulan pada setiap komponen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tata kelola. Kualitas implementasi tata kelola PJJ SMK Jawa Barat telah berlangsung
baik. Pada aspek pengelolaan siswa dan pengelolaan program pendidikan hampir setiap
responden baik siswa, guru maupun kepala sekolah memberikan penilaian yang sangat
baik sehingga dapat disimpukan bahwa pada variabel tata kelola telah berjalan dengan
sangat baik.
b. Proses pembelajaran. Variabel proses pembelajaran yang terdiri dari dua aspek yaitu
kualitas proses pembelajaran dan kualitas materi pembelajaran. Kualitas proses
pembelajaran teraksana cukup baik walaupun masih terdapat ruang yang cukup luas untuk
perbaikan pada aspek ini. Sedangkan pada aspek kualitas materi pembelajaran dapat
disimpulkan telah dikembangkan dengan sangat baik.

c. Kinerja guru dan tutor. Kinerja guru dan tutor tidak memiliki catatan negatif yang
signifikan. Profil guru dan tutor yang selama ini memberkan layanan pendidikan telah
bekerja dengan sangat baik.
d. Output. Secara spesifik kualitas pelaksanaan evaluasi telah berlangsung dengan sangat
baik. Hambatan yang ditemui hanya pada persiapan siswa dalam memberikan respon
terhadap soal-soal evaluasi yang diberikan dapat diberikan catatan. Hal ini juga ikut
berkontribusi yamg menghasilkan pencapaian hasil evaluasi tidak maksimal sehingga
hanya mendapat penilaian cukup baik.

e. ketersediaan infrastruktur. Variabel infrastruktur ini yang sangat perlu mendapatkan


perhatian serius. Di hampir seluruh sekolah dan kota kabupaten yang dikunjungi atau
melalui pengisian instrumen tidak sedikit yang mengungkapkan kendala yang berkaitan
dengan infrastruktur. Sehingga variabel ini perlu untuk mendapatkan perhatian lebih
banyak untuk memperlancar pelaksanaan PJJ SMK Jawa Barat.

Berdasarkan responden Dinas Pendidikan dan Pengelola PJJ dan Pimpinan Satuan
Pendidikan, dapat disimpulkan adanya kekuarangan dan kendala terkait pelaksanaan PJJ SMK.
Kendala yang dimaksud, diantaranya : (1) Kurang ada edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat dan belum memaksimalkan peran unsur lain yang dapat membantu sosialisasi.
Unsur lain yang dimaksud di luar Dinas Pendidikan, seperti dinas sosial, tokoh masyarakat
termasuk RT/RW, (2) Belum maksimal Dinas Pendidikan melakukan rekrutment terhadap
peserta didik, artinya target siswa yang dapat dijaring dalam program tersebut belum tercapai

19
dengan maksimal, (3) Kurang adanya pemerataan perhatian dari pihak lain seperti unsur
masyaraat kepada Program PJJ SMK ini, misalnya Kadin, contoh baik diantaranya terjadi di
Kabupaten bandung Barat. Pihak Kadin mendukung sepenuhnya program PJJ SMK termasuk
penguatan program Juragan Sekolah atau disingkat dengan kata JUS; (4) Kualitas mutu
pembelajaran : belum merata, bergantung sekolah induk. Jika sekolah induknya punya spirit
untuk menyelenggarakan PJJ SMK secara optimal, maka kualitas pembelajaran baik di induk
maupun di TKB akan berjalan dengan lancer; (5) Dalam pedomannya siswa dapat melakukan
praktek pembeajaran di induk dan di industry, meski demikian industrinya umumnya belum
membuka diri secara penuh untuk melakukan pelatihan;

(7) Pembukaan kompetensi keahlian pada SMK PJJ tidak sesuai dengan potensi daerah yang
seharusnya memberikan penguatan kepada muatan lokal; (8) Kendala infrastruktur yang masih
lemah seperti internet, serta ICT Literasi guru yang masih lemah sehingga tidak optimalnya
pembelajaran berbasis Online.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan dan Praktik. Jakarta : PT


Rineka Cipta

Gus Lubin (2013). Incredible Things That Happen Every 60 Seconds On The Internet. [Online]
Tersedia : http://www.businessinsider.com/incredible-things-that-happen-every-60-
seconds-on-the-internet-2011-12?IR=T

Hendra (2013). Aplikasi Publikasi Hasil Penelitian Mahasiswa berbasis Cloud Computing.
[online] Tersedia : http://dosen.publikasistmikibbi.lppm.org

Jansen, Wayne & Grance,Timothy (2011). Guidelines on Security and Privacy in Public Cloud
Computing. National Institute of Standards and Technology.

Shinta Febri Wiyati, (2013). Rendahnya Kemampuan Penguasaan ICT Guru dalam
Pembelajaran. [online] Tersedia: http://4empicthealth.blogspot.com/

Wawan Ridwan (2013). Komunitas Guru Digital: Dorong Penetrasi Guru Melek Teknologi.

[online] Tersedia: http://www.bisnis-jabar.com

Rotherdam & Willingham (2009). 21st Century Skills: The Challenges Ahead. Journal
Educational Leadersip. September 2009 | Volume 67 | Number 1 Teaching for the
21st Century Pages 16-21

20
Teknologi Riset Global dengan ITB, (2010). TRG Gandeng ITB Garap Cloud Computing
Diakses Pada 10 Oktober 2010

http://www.tempo.co/read/news/2014/02/24/079557146/Anggaran-Ujian-
Nasional-2014-Rp-545-Miliar

DePorter, Bobbi & Hernacki Mike.(1992). Quantum Learning : Unleashing the Genius in
You.
New York : Dell Publishing.

H.Schunk, Dale et.al (1996). Motivation in Education : Theory, Research, and Applications.
New Jersey : Pearson Education inc.

Krapp, A et.al. (1992). Interest, Learning, and Development. New jersey : Erlbaum.

Odera, Florence Y.(2011). Motivation: the most Ignored Factor in Classroom Instruction in
Kenyan Secondary Schools.[International Journal of Science and Technology]
Volume 1 No.6. Dapat di akses : http://www.ejournalofsciences.org

Rizal, Muhamad. (2013). Pengaruh Penggunaan Multimedia Flip Book Terhadap Minat Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasidan Komunikasi di Smp Negeri 1
Bandung [Skripsi]. Bandung : Repository UPI.

Riyana, Cepi dan Susilana, Rudi. (2008). Media Pembelajaran (Hakikat, Pengembangan,
Pemanfaatan, dan Penilaian). Bandung : Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Predana Media Group.

Seels, B & Richey, C. (1994). “Instructional Technology : The definition and domains of the
field”.

Washington : AECTSlameto. (2010). Belajar & Faktor-faktor


yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D.
Bandung : Alfabeta

Sutanto Windura. (2008). Definite Success with Brain Management. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo (Kelompok Gramedia).

Hartsell, T., & Yuen, S. (2006). Video streaming in online learning. [AACE Journal], 14 (1),
31- 43. Dapat di akses:
http://revistaie.ase.ro/content/66/03%20%20Butoi,%20Tomai,%20Mocean.pdf

Wang, Minjuan. Chen,Yong & Khan,Muhammad Jahanzaib. (2014). Mobile Cloud Learning
for Higher Education: A Case Study of Moodle in the

21
Cloud. [Journal]. Vol 15, No 2. Dapat di akses :

http://www.irrodl.org/index.php/irrodl/article/view/1676/2830

22
PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH TERBUKA
DI JAWA BARAT

Dina Thaib, Didi Permana,, Raja Rosnenty, Rasdjo Dedi Suwardi


Universitas Terbuka

Abstrak
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengembangkan program SMA Terbuka (Smater), yang
dikembangkan di SMA yang sudah ada dan dengan membuka Tempat Kegiatan Belajar (TKB)
di daerah-daerah tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh siswa SMA sebagai salah satu upaya
mempercepat pencapaian APK pendidikan menengah. Dalam Info Mitra (Edisi 22)
dikemukakan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mensosialisasikan program Semua
Anak Harus Sekolah di Halaman Gedung Sate untuk mewujudkan kegiatan sekolah menengah
terbuka sebagai upaya untuk menjamin terpenuhinya ketersediaan, keterjangkauan, kualitas,
keselarasan, dan kepastian mendapatkan layanan pendidikan (5K). Permasalahan umum dalam
penelitian ini adalah “bagaimana gambaran tingkat keberhasilan pelaksanaan program di SMA
Terbuka?” dan sebagai tujuan umum adalah “ingin mengetahui gambaran penyelenggaraan
program di SMA Terbuka”. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, sumber data primer
Kepala Sekolah, guru dan siswa, dan data sekunder diambil dari dokumen dan observasi di
sekolah induk sebanyak 22 SMA sebagai sampel penelitian. Teknik informan review dan
triangulasi digunakan untuk menjamin validitas data. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan analisis data model analisis interaktif. Hasil
penelitian pelaksanaan SMA Terbuka di jawa Barat tahun 2018 adalah sebagai berikut: 1) untuk
responden Penanggung Jawab yang dilihat dari delapan aspek kegiatan menunjukkan, Baik
untuk tiga aspek kegiatan, Cukup Baik untuk empat aspek kegiatan dan Kurang Baik untuk
satu aspek kegiatan. 2) untuk responden guru kunjung/tutor, yang dilihat dari lima aspek
kegiatan menunjukkan Cukup Baik. Sedangkan 3) untuk responden siswa dilihat dari enam
aspek kegiatan, menunjukkan Baik untuk satu aspek kegiatan, Cukup Baik untuk dua aspek
kegiatan dan Kurang Baik untuk dua aspek kegiatan. Di samping itu, 4) hampir seluruh
kegiatan belum memiliki pedoman pelaksanaan yang baku yang berdampak pada bervariasinya
pelaksanaan kegiatan SMA Terbuka disetiap sekolah induk/TKB. Proses pembelajaran/tutorial
belum cukup mampu mempersiapkan siswa menghadapi UAN.

Kata Kunci: Penyelenggaraan SMA Terbuka di Jawa Barat

PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Barat memiliki visi dan misi yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2013 – 2018, yaitu visi “Membangunan
msyarakat yang berkualitas dan berdaya saing” dan misi “Peningkatan Kualitas dan Daya
Saing Masyarakat Jawa Barat melalui Pendidikan yang Unggul, Terjangkau, Merata dan
Terbuka”. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut pemerintah berencana menyediakan
layanan pendidikan gratis pada jenjang menengah. Namun dalam kenyataan, seperti yang
tercantum dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Pada SMK (2017) Provinsi
Jawa Barat belum berhasil dalam hal pencapaian APM-APK sesuai dengan yang diharapkan.
Data tahun 2015-2016 capaian APK pendidikan menengah Provinsi Jawa Barat 76% memiliki
kesenjangan 10% dari target pencapaian APKSM yang ditetapkan. Hal ini ditunjukkan masih

23
terdapat 247.067 siswa yang tidak melanjutkan ke tingkat sekolah menengah. Pada tahun 2014-
2015 berdasarkan data lulusan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiah (SMP/MTs)
sebanyak 703.747 siswa, sedangkan daya tampung sekolah menengah hanya 469.567 peserta
didik. Sehingga terdapat kesenjangan sebanyak 234.180 peserta didik yang tidak dapat
melanjutkan ke pendidikan menengah. Selain karena faktor fisik sekolah menengah di Jawa
Barat yang belum memiliki daya tampung yang sesuai dengan kebutuhan, seperti yang
dikemukakan dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pada SMK di Jawa
Barat (2017) yaitu ada dua faktor yang menyebabkan APK sekolah menengah belum mencapai
target, dan yang menjadi kendala dalam menjangkau layanan pendidikan menengah, yang
pertama di lihat dari segi ekonomi, rendahnya status ekonomi orang tua atau masyarakat dan
kedua dari segi geografis, terpencilnya tempat tinggal peserta didik.
Salah satu upaya mempercepat pencapaian APK pendidikan menengah, Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengembangkan program SMA Terbuka (Smater), yang
dikembangkan di SMA yang sudah ada dan dengan membuka Tempat Kegiatan Belajar (TKB)
di daerah-daerah tertentu yang tidak dapat terjangkau oleh siswa SMA. Dalam Info Mitra (Edisi
22) dikemukkan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mensosialisasikan program
Semua Anak Harus Sekolah di Halaman Gedung Sate dalam mewujudkan kegiatan sekolah
menengah terbuka, sebagai upaya untuk menjamin terpenuhinya ketersediaan, keterjangkauan,
kualitas, keselarasan, dan kepastian mendapatkan layanan pendidikan (5K).
Tujuan SMA Terbuka seperti yang dikemukan pada Pedoman Penyelenggaraan
SMA Terbuka yaitu pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan menengah sebagaimana
tertuang pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan jabarannya serta dijelaskan pada Pasal 77 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dinyatakan bahwa: “Pendidikan
menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: (a) beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkarakter/berbudi luhur; (b) berilmu,
cakap, kritis, kreqtif, dan inovatif; (c) sehat, mandiri, dan percaya diri; dan (d) toleransi, peka
sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.” SMA Terbuka diselenggarakan sedemikian rupa
sehingga memberikan dua pilihan kepada peserta didik, yaitu menyiapkan lulusannya
melanjutkan ke pendidikan tinggi atau menyiapkan lulusannya untuk memasuki dunia kerja.
Untuk itu, SMA Terbuka diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang siap melanjutkan ke
perguruan tinggi dan/atau siap memasuki dunia kerja yang relevan, baik sebagai pekerja
maupun sebagai wirausahawan yang termpil, luwes dan berwawasan luas serta melek
teknologi, serta mampu bersaing secara nasional maupun internasional dengan tetap
menjunjung tinggi keunggulan lokal berjati diri Indonesia.
Dikemukakan juga bahwa tujuan penyelenggaraan SMA Terbuka adalah untuk
meningkatkan APK melalui akses bagi masyarakat Indonesia yang terkendala oleh; 1) kondisi
geografis, b) keterbatasan waktu, c) kondisi ekonomi, dan d) kondisi sosial-budaya, untuk
mengikuti pendidikan jenjang menengah yang bermutu melalui layanan terbuka dan sistem
belajar jarak jauh.
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalahnya adalah bagaimana
gambaran tingkat keberhasilan pelaksanaan SMA Terbuka di Jawa Barat ? secara khusus
adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi SMA Terbuka ?

24
2. Bagaimana seleksi TKB yang dilakukan oleh SMA Induk ?
3. Bagaimana pelaksanaan rekrutmen Tutor dan Pengelola kegiatan ?
4. Bagaiamana pelaksanaan persiapan tutorial di SMA Terbuka ?
5. Bagaimana orientasi siswa baru (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah- MPLS) yang
dilaksanakan di SMA terbuka ?
6. Bagaimana pelaksanaan tutorial di SMA Terbuka ?
7. Bagaimana penilaian hasil belajar yang dilaksanakan di SMA Terbuka ?
8. Bagaimana pengelolaan dalam pembiayaan di SMA Terbuka ?
Yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran
penyelenggranan SMA Terbuka di Jawa Barat, dan secara khusus yaitu ingin mengetahui
gambaran penyelenggaraan dalam:
1. Pelaksanaan sosialisasi SMA Terbuka
2. Seleksi TKB yang dilakukan oleh SMA Induk
3. Pelaksanaan rekrutmen Tutor dan Pengelola kegiatan
4. Pelaksanaan persiapan tutorial di SMA Terbuka
5. Pelaksanaan orientasi siswa baru (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah -MPLS) yang
dilaksanakan di SMA terbuka
6. Pelaksanaan tutorial di SMA Terbuka
7. Penilaian hasil belajar yang dilaksanakan di SMA Terbuka
8. Pengelolaan dalam pembiayaan di SMA Terbuka
Hipotesis Penelitian yang digunakan adalah:
1. Dengan adanya sosialisasi SMA Terbuka di Jawa Barat, maka penyelenggaraan SMA
Terbuka di Jawa Barat akan diketahui oleh masyarakat
2. Dengan adanya seleksi tehadap TKB, maka akan memperlancar terselenggaranya kegiatan
pembelajaran SMA Terbuka di Jawa Barat
3. Dengan adanya rekrutmen terhadap gurukunjung/tutor, maka akan terselenggaranya
pembelajaran SMA Terbuka di Jawa barat dengan baik
4. Dengan adanya persiapan tutorial, maka akan berjalan kegiatan pembelajaran SMA Terbuka
di Jawa Barat dengan baik
5. Dengan adanya orientasi siswa baru SMA Terbuka di Jawa Barat maka siswa akan lebih
memahami tentang SMA Terbuka dengan baik
6. Dengan pelaksanaan tutorial yang sesuai dengan ketentuan SMA Terbuka, maka SMA
Terbuka di Jawa Barat akan menjadi baik
7. Dengan adanya pelaksanaan penilaian di SMA Terbuka sesuai aturan, maka SMA Terbuka
di Jawa Barat akan menjadi baik
8. Dengan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan aturan, maka SMA Terbuka di Jawa
Barat, maka pelaksanaan SMA Terbuka akan berjalan dengan lancar

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah jenis
deskriptif kualitatif yang mempelajari masalah-masalah yang ada serta tata cara kerja yang
berlaku. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat

25
ini berlaku. Menurut Mardalis (1999;26) bahwa penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan
untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada. Dalam hal ini adalah
mendeskrifsikan, mencatat, menganalsisi dan menginterpretasikan kondisi sekarang dalam
penyelenggaraan SMA Terbuka di Jawa Barat
Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Purposive sampling menurut Aman (2007) dimaksudkan bahwa sampel tidak
dimaksudkan untuk mewakili populasi, melainkan untuk mewakili informasi. Dengan
menentukan sendiri sampel yang diambil dengan pertimbangan tertentu, yang diharapkan
memperoleh hasil yang lebih akurat tentang pelaksanaan SMA Terbuka di provinsi Jawa Barat,
maka jumlah responden yaitu Kepala Sekolah/Penanggung Jawab 21 orang, guru-guru SMA
Terbuka/Tutor sebanyak 95 orang, dan siswa sebanyak 144 orang yang berada di SMA Induk,
yang semula Kepala Sekolah/PJ sebanyak 10 orang, guru-guru/tutor sebanyak 30, dan siswa
sebanyak 60 orang.
Untuk menjamin validitas data yang dikumpulkan, dalam penelitian ini
menggunakan teknik informan review dan teknik triangulasi, Hal ini seperti yang dikemukakan
Aman (2007) dari Milles dan Hubberman, (1992:453) untuk menjamin validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian, peneliti dapat menggunakan teknik informan review atau
umpan balik dari informan. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik triangulasi untuk
memvalidasikan data, yaitu meliputi triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi
teori. Sedangkan teknik analisis data yang akan digunakan yaitu model analisis interaktif
(Miles dan Huberman, 1984). Menurut Aman (2007) dalam model analisis ini, tiga komponen
analisisnya, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi,
aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interakstif dengan proses pengumpulan data sebagai
proses yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus hingga membentuk sebuah siklus. Secara
skematis proses analisis interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan Sajian Data

Data

Reduksi Verifikasi/
Penarikan
Data kesimpulan

Gambar 1 Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman (Aman; 2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran hasil penyelenggaraan SMA Terbuka untuk 8 (delapan) aspek kegiatan untuk
responden Penanggung Jawab (PJ), 4 (empat) aspek kegiatan untuk responden Guru Kunjung
/Tutor serta 6 (aspek) kegiatan untuk responden siswa disampaikan pada 3 (tiga) tabel berikut
ini :

26
Tabel 4.1 : Penyelenggaraan SMA Terbuka (PJ Kegiatan)

No Aspek Kegiatan Pilihan Frekwensi Persentase


Y 259 94.87%
A Sosialisasi
T 14 5.13%
Y 33 31.4%
B Seleksi TKB
T 72 68.6%
Y 63 60.0%
C Rekrutmen Tutor & Pengelola
T 42 40.0%
Y 174 59.2%
D Persiapan Tutorial
T 120 40.8%
Masa Pengenalan Lingkungan Y 91 86.7%
E
Sekolah (MPLS) T 14 13.3%
Y 132 52.4%
F Pelaksanaan Tutorial
T 120 47,6%
Y 82 78.1%
G Penilaian Hasil Belajar
T 23 21.9%
Y 98 51.9%
H Pembiayaan
T 91 48.1%

Tabel 4.2. Penyelenggaran SMA Terbuka (Guru Kunjung/Tutor)

No Aspek Kegiatan Pilihan Frekwensi Persentase


Y 676 54.74%
A Sosialisasi
T 559 45.26%
Y 468 49.26%
B Persiapan Tutorial
T 577 60.74%
Y 190 33.33%
C Model Tutorial
T 380 66.67%
Y 1879 54.94%
D Pelaksanaan Tutorial
T 1541 45.06%
Y 251 66.05%
E Pembiayaan
T 129 33.95%

Tabel 4.3. Penyelenggaraan SMA Terbuka (Siswa)

No Aspek Pilihan Frekwensi Persentase


Y 415 92.22%
A Rekrutmen Peserta Didik
T 35 7.78%
B Y 562 74.93%

27
Kegiatan Awal Tahun
T 188 25.07%
Pelajaran Baru
Model Layanan Bimbingan Y 165 27.50%
C
Belajar T 435 72.50%
Y 387 51.60%
D Bantuan bimbingan belajar
T 363 48.40%
E Pelaksanaan Program Belajar
Y 139 30.89%
1. Beban Belajar
T 311 69.11%
Y 274 60.89%
2. Jadwal Pembelajaran
T 176 39.11%
3. Pelaksanaan kegiatan belajar Y 1,260 49.41%
mengajar T 1,290 50.59%
Y 1,156 64.22%
4. Penilaian Hasil Belajar
T 644 35.78%
Y 70 15.56%
F Pembiayaan
T 380 84.44%

Sosialisasi SMA Terbuka diberikan kepada Tutor, siswa dan pengelola dengan
materi sosialisasi yang bervariasi, belum tersedia materi sosialisasi yang baku. Seluruh
Guru kunjung/Tutor (150 orang) mengikuti kegiatan sosialisasi minimal satu kali dengan
nara sumber yang bervariasi. Materi sosialisasi baku yang diperuntukkan untuk Guru
kunjung/Tutor belum tersedia. Masih terdapat siswa (18%) yang tidak mengikuti
kegiatan Masa Pengenalanan Lingkungan Sekolah (MPLS) dimana informasi tentang
pengenalan SMA Terbuka disampaikan. Pelaksanaan sosialisasi dengan materi yang
baku serta dihadiri oleh seluruh pihak terkait memegang peranan penting agar diperoleh
persepsi yang sama oleh pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan
penyelenggaraan SMA Terbuka.
Rekrutmen TKB tidak dilakukan karena telah ada yayasan yang ditunjuk berdarkan
kesediaan dan kesiapan infrastruktur pembelajaran. Penunjukkan langsung suatu institusi
yang akan berfungsi sebagai TKB terjadi karena tidak adanya pedoman khusus untuk
dijadikan acuan.
Seleksi Tutor dilakukan dengan kriteria yang bervariasi untuk setiap TKB. Guru
kunjung tidak diseleksi khusus namun mendapat tugas tambahan. Pengelola ditunjuk oleh
PJ kegiatan/Kepala Sekolah. Pemisahan fungsi Guru kunjung dan tutor dalam kegiatan
pembelajaran/tutorial SMA Terbuka pada dasarnya dapat dibenarkan sepanjang
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan kedua kelompok ini tidak jauh
berbeda dan sesuai dengan mata pelajaran yang ditutorialkan. Hal ini penting untuk
menjaga kesinambungan proses pembelajaran yang sudah ditetapkan berdasarkan jadwal
pertemuan yang sudah disusun. Yang terjadi ternyata tidak demikian, dengan munculnya
variasi kriteria rekrutmen tutor, tidak ada kriteria baku (tertulis) yang dijadikan acuan
dalam proses rekrutmen tutor, sehingga untuk beberapa TKB penentuan Tutor
berdasarkan pertimbangan pengelola TKB.

28
Persiapan tutorial yang dilakukan oleh guru kunjung/ tutor bervariasi dan tidak ada
satu unsur persiapan tutorial yang dilakukan oleh seluruh guru kunjung/tutor. Jadwal
Tutorial disusun oleh Sekolah Induk/TKB, belum mengacu pada alokasi waktu yang
telah ditetapkan dan tanpa penerapan model pembelajaran/tutorial untuk setiap mata
pelajaran. Semua mata pelajaran diperlakukan sama. Bahan ajar cetak, non-cetak dan
sumber lain tersedia masing-masing di 17, 8 dan 15 (81%, 43% dan 33%) dari 21 sekolah
induk/TKB untuk siswa, dan untuk Tutor masing-masing tersedia di 15,10 dan 11 (71%,
48% dan 52%) dari 21 sekolah induk/TKB. Dari 95 Guru kunjung/Tutor, 48 (51%)
mengikuti Pelatihan Tutor; 55 (58%) memiliki pedoman tutorial; 77 (81%) menyatakan
tersedia jadwal tutorial, 73 (77%) membuat rencana tutorial tiap semestester dan rencana
pertemuan dan 57(60%) menyusun bahan tutorial tatap muka atau daring. Materi
pelatihan, pedoman tutorial, rencana dan bahan tutorial bervariasi antara satu sekolah
induk/TBK dengan yang lainnya. Unsur-unsur pada aspek persiapan tutorial bagi guru
kunjung/tutor sangat penting agar mereka dapat menjalankan tugas dengan sebaik-
baiknya. Tutorial tidak sama dengan mengajar baik dilihat dari penyampaian materi
maupun waktu yang disediakan. Guru kunjung terbiasa mengajar bukan menutor,
walaupun mereka memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang yang memenuhi
persyaratan. Mereka perlu dilatih untuk berperan sebagai tutor, demikianpula tutor yang
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikannya sangat bervariasi, merekapun
juga perlu dilatih. Untuk menyamakan persepsi dalam melaksanakan tugasnya perlu ada
kegiatan pembekalan bagi guru kunjung dan tutor. Untuk setiap mata pelajaran guru
kunjung dan dan tutor secara bersama-sama menyusun perencanan tutorial yang
mencakup antara lain materi esensi apa yang akan disampaikan pada setiap pertemuan,
model tutorial apa yang akan diterapkan, berapa alokasi waktu yang diberikan, serta apa
yang akan di lakukan guru kunjung dan apa yang akan dilakukan tutor untuk setiap
pertemuan. Perencanaan ini digunakan secara konsisten pada saat pelaksanaan tutorial.
Pada kegiatan MPLS, yang dihadiri oleh 123 (82%) dari 150 siswa baru dari 22
SMA Terbuka, tidak seluruh sekolah induk/TBK menyampaikan materi tentang sistem
pembelajaran mandiri, model pembelajaran pada SMA Terbuka, sistem penilaian hasil
belajar dan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sistem
pembelajaran daring di SMA Terbuka. Siwa baru yang tidak hadir tidak memiliki
pengetahuan sedikitpun tentang proses pembelajaran yang akan diterima, yang mereka
ketahui hanyalah mereka memasuki sekolah secara gratis dan proses pembelajaran yang
akan diterima kurang lebih sama dengan siswa di SMA regular pada umumnya.
Karakteristik siswa SMA Terbuka sangat berbeda dengan siswa SMA/SMK
umum, terutama dari kemampuan akademiknya. Dengan kondisi dimana seluruh siswa
sudah cukup lama tidak duduk dibangku sekolah maka perlu upaya mempersiapkan
mereka menjadi pebelajar mandiri. Upaya ini tidak cukup jika hanya dilakukan sekali
dalam wadah kegiatan MPLS, perlu ada kegiatan lainnya yang disediakan sebelum
mereka benar-benar berstatus sebagai siswa SMA Terbuka. MPLS, sebagai kegiatan awal
tahun pelajaran baru harus di tetapkan sebagai kegiatan yang wajib diikuti oleh seluruh
siswa dan materi pokok yang disampaikan pada kegiatan ini seyogya nya baku untuk
setiap sekolah induk/TBK dan disampaikan dengan cara sedemikian rupa sehingga

29
menumbuhkan semangat dan motivasi siswa dalam memasuki proses pembelajaran SMA
Terbuka.
Salah satu unsur pelaksanaan tutorial adalah jadwal tutorial. Jadwal Tutorial yang
sudah disusun belum sepenuhnya dapat diterapkan secara konsisten yang disebabkan
oleh ketidakhadiran dan atau keterlambatan hadir Guru kunjung/Tutor dan siswa.
Tingkat kehadiran siswa pada hari Sabtu cenderung lebih kecil dibanding hari Minggu
karena mereka tidak mendapat ijin dari atasan tempat mereka bekerja. Pada lokasi yang
dipantau, pelaksanaan tutorial oleh Guru kunjung di Sekolah Induk seperti proses
mengajar biasa dengan waktu yang sangat minim sehingga materi yang dapat diberikan
diberikan juga terbatas. Keterbatasan pengetahuan siswa yang cenderung pasif serta
tidak tersedianya bahan ajar cetak juga berkontribusi pada tersendatnya proses tutorial
tatap muka. Siswa belum melaksanakan tutorial daring, mereka baru menerima bahan
ajar dalam bentuk file untuk mata pelajaran tertentu. Kegiatan yang mengarah pada
latihan keterampilan di tempat praktik merupakan kegiatan yang dominan dilakukan oleh
Tutor untuk mata pelajaran tertentu. Walaupun menghadapi berbagai kesulitan,
Pengelola TKB bersama Tutor secara aktif melakukan home visiting.
Unsur berikutnya adalah monitoring. Proses monitoring dilakukan atas inisiatif
masing-masing PJ/Kepala Sekolah yang juga melibatkan unsur dari Dinas Pendidikan
Propinsi/Kabupaten, tidak ada instrumen baku yang dijadikan acuan. Monitoring
pelaksanaan tutorial dimaksudkan untuk memastikan ketersedian acuan kerja guru
kunjung/tutor, kehadiran guru kunjung/tutor dan siswa, kesesuaian jadwal dan unjuk
kerja Guru kunjung/Tutor, ketersediaan bahan ajar cetak/daring dan ketersediaan sarana
dan prasarana. Unsur lainnya, penilaian kinerja guru kunjung/tutor, baru terbatas pada
aspek kehadiran belum pada aspek kinerja mereka pada penerapan model tutorial di
dalam maupun di luar kelas. Kinerja guru kunjung/tutor di kelas juga perlu di pantau,
untuk mengetahui apakah model tutorial yang diterapkan sesuai dengan yang
direncanakan serta kendala apa saja yang dihadapi dalam menerapkan model tutorial
yang direncanakan. Belum optimalnya pelaksanaan kegiatan unsur-unsur yang diuraikan
di atas, diduga berdampak pada pencapaian skor yang diperoleh dalam kegiatan
pelaksanaan tutorial (54.9%).
Tidak tersedianya dokumen perencanaan tutorial yang menjadi acuan kegiatan
tutor, ketidak patuhan terhadap jadwal tutorial, tidak tersedianya bahan ajar cetak bagi
siswa dan belum terlihatnya penerapan model tutorial di kelas diduga sebagai penyebab
cukup rendahnya skor yang diperoleh. Jika mengacu pada skor yang diperoleh dan hasil
pengamatan, maka pelaksanaan tutorial dapat dikatakan belum mampu memberikan
bekal bagi siswa agar berhasil dalam UAN dengan kualitas yang sama dengan siswa
SMA reguler. Perlu upaya nyata untuk memperbaiki semua hal yang telah dibahas di
atas. Berdasarkan wawancara dengan siswa, respon mereka terhadap pelaksanan tutorial
dan guru kunjung/tutor positif. Ini adalah modal dasar yang sangat berharga. Tidak
adanya insentif khusus bagi guru kunjung yang melaksanakan tugas tambahan diduga
menjadi salah satu kendala bagi pengelola untuk secara tegas memastikan kehadiran guru
kunjung sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
Kemampuan proses pembelajaran di SMA Terbuka (Tutorial) sebagai bekal siswa
menghadapai UTS dan UAS merupakan indikator utama keberhasilan penyelenggaran

30
SMA Terbuka di propinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari
penyelenggaraan SMA Terbuka yakni meningkatkan APK propinsi Jawa Barat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 14 (67%) dari 21 PJ kegiatan meyakini bahwa
penyelenggaraan tutorial mampu mempersiapkan siswa menghadapi UTS dan UAS.
Pengamatan peneliti di satu Sekolah Induk menunjukkan mendukung pendapat
sebaliknya. Minimnya alokasi waktu yang disediakan pada proses tutorial untuk setiap
mata pelajaran, keterbatasan waktu dengan muatan kurikulum yang padat, proses
pembelajaran yang jauh dari ideal, belum tersedianya bahan ajar cetak pada saat proses
pembelajaran berlangsung, terkendalanya pemanfaatan bahan ajar daring, belum
tersedianya instrumen baku pemantauaan serta belum sepenuhnya Guru kunjung/Tutor
berperan sesuai dengan fungsinya merupakan hal-hal yang mendasari kesimpulan ini.
Apabila kendala ini dapat diatasi tidak tertutup kemungkinan tidak saja akan tumbuh
keyakinan siswa mampu memperoleh hasil UAS yang baik namun mereka juga mampu
menghadapi Ujian Nasional. Pendapat peneliti didasari atas hasil belajar (raport) siswa
sekolah ini semester lalu yang seluruhnya baik.
Dana yang diterima belum mencukupi pada sebagian besar Sekolah Induk/TKB
dan telah dilakukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasi kendala ini. Upaya konkrit PJ
kegiatan SMA Terbuka untuk menutupi kekurangan dana kegiatan sangat diapresiasi
namun hanya bersifat sementara, tidak dapat dilakukan terus menerus pada semester
berikutnya. Untuk itu, Dinas Pendidikan Propinsi beserta pihak terkait lainnya perlu
meninjau dan melakukan evaluasi menyeluruh khusus terhadap aspek ini agar
kedepannya aspek ini tidak lagi menjadi salah satu faktor yang menghambat
penyelenggaraan SMA Terbuka yang ideal.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


1. Dilihat dari capaian skor 8 (delapan) indikator untuk responden Penanggung Jawab, 5
(lima) indikator untuk responden Guru Kunjung/Tutor dan 6(enam) indikator untuk
responden Siswa, maka pelaksanaan SMA Terbuka di Jawa Barat pada tahun 2018,
masing-masing :
a. baik untuk aspek Sosialisasi, MPLS dan Penilaian hasil belajar, cukup baik untuk
aspek Rekrutmen tutor dan Pengelola, Persiapan tutorial dan Pelaksanaan tutorial
dan kurang baik untuk aspek Seleksi TKB.
b. cukup baik untuk seluruh aspek kegiatan.
c. baik untuk aspek Rekrutmen peserta didik, cukup baik untuk Kegiatan awal tahun
pelajaran baru, Bantuan bimbingan belajar, Jadwal pembelajarn serta Penilaian
hasil belajar dengan capaian skor tertinggi
2. Hampir seluruh aspek kegiatan belum memiliki pedoman kegiatan yang baku yang
berdampak pada bervariasinya persepsi penerapan pelaksanaan SMA Terbuka di masing-
masing sekolah induk/TKB.
3. Pedoman baku yang tersedia untuk kegiatan tertentu tidak sepenuhnya digunakan sebagai
acuan kegiatan. Contohnya, Guru kunjung/tutor tidak sepenuhnya menerapkan model
tutorial yang telah ditetapkan pada pedoman pelaksanaan SMA Terbuka.

31
4. Proses pembelajaran/tutorial belum cukup mampu untuk mempersiapkan siswa
menghadapi UAN .

REKOMENDASI
1. Perlu adanya pedoman baku untuk seluruh aspek kegiatan yang dijadikan acuan kerja
Penanggung Jawab dan Guru Kunjung/Tutor. Pedoman baku ini baku ini dapat diperkaya
dengan informasi yang dianggap perlu sesuai karakteristik dari SMA Terbuka di setiap
kabupaten/kota.
2. Sebutan Tutor untuk pengajar di SMA Terbuka (baik untuk Tutor tatap muka maupun
daring). Jika tetap dipertahankan seperti saat ini , maka perlu uraian yang jelas tentang
tugas pokok dan fungsi Guru Kunjung dan Tutor.
3. Untuk memastikan bahawa siswa SMA Terbuka tidak saja siap menghadapi UTS UAS
namun juga siap menghadapi Ujian Nasional dengan kualitas yang kurang lebih sama
dengan siswa SMA umum lainnya, maka mutu pelaksanaan pembelajaran harus dijaga
dengan memperhatikan hal-hal berikut ini
a. Alokasi waktu pembelajaran tidak bisa tidak harus mengacu kepada jabaran alokasi
waktu pembelajaran siswa SMA Terbuka sesuai pedoman yang berlaku. Untuk itu
penyusunan jadwal tutorial baik tatap muka maupun daring harus berdasarkan
model tutorial apa yang akan diberlakukan untuk setiap mata pelajaran.
b. Model tutorial yang akan diberlakukan di tetapkan oleh kelompok rumpun mata
pelajaran/Guru Pembina/guru yang dipandang ahli dengan mempertimbangkan
kesiapan bahan ajar cetak dan non-cetak, sumber daya manusia serta sarana dan
prasarana pembelajaran yang ada di Sekolah Induk/TKB.
c. Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan Tutor sekurang-kurangnya
sama dengan Guru kunjung serta sesuai dengan mata pelajaran yang ditutorialkan.
Konsekwensinya, jumlah Tutor sekurang-kurangnya akan sama dengan jumlah
Guru kunjung, Guru kunjung dapat merangkap sebagai Tutor. Penguasaan
keterampilan Information Technology (IT) berlaku untuk kedua kelompok ini.
Harus ada pelatihan pemanfaatan aplikasi tutorial daring bagi Guru kunjung
maupun Tutor sekurang-kurangnya sekali.
d. Tutorial tidak sama dengan mengajar, untuk itu sebagai tahap persiapan, Guru
kunjung dan Tutor harus dilatih agar dapat berperan sebagai tutor SMA Terbuka
yang seharusnya. Produk pelatihan berupa Kit Tutorial, yang terdiri dokumen
rencana tutorial per semester yang juga disebut Rancangan Aktivitas Tutoial
(RAT), turunan dari RAT yang berupa dokumen rencana tutorial per pertemuan
yang juga disebut Satuan Acara Tutorial (SAT). Pada dokumen RAT akan
diketahui, materi esensi apa yang akan disampaikan dan berapa alokasi waktu yang
disediakan, untuk setiap pertemuan per mata pelajaran per semester. Jika RAT
merupakan uraian per semester, maka SAT merupakan uraian per pertemuan. Kit
Tutorial inilah yang menjadi acuan kerja bagi Guru kunjung dan Tutor selama
menjalankan tugas sebagai tutor. Dalam RAT dan SAT juga mencantumkan
aktivitas yang harus dilakukan siswa dalam kegiatan belajar mandiri. Dengan
demikian model tutorial apapun yang diterapkan, seluruh unsur belajarnya sudah
tercantum dalam dokumen RAT dan SAT, yang menjamin ketentuan alokasi waktu

32
70 menit per mata pelajaran/ pertemuan/ minggu sudah diakomodasi dalam
perencanaan tutorial.
Perlu ada Catatan Pertemuan, yang mencatat hal-hal penting yang dibahas dan
terjadi pada setiap pertemuan tutorial, kisi-kisi tugas tutorial/ulangan. Catatan
Pertemuan dapat menjadi penghubung antara Guru kunjung dan Tutor, sehingga
dapat menjamin keberlanjutan materi.
e. Siswa juga perlu disiapkan untuk menjadi pebelajar mandiri. Mereka harus dilatih
(minimal 8 jam) bagaimana dapat mebaca cepat bahan ajar cetak dan
mengoperasikan bahan ajar daring maupun sumber belajar daring lainnya dan
menyusun rencana belajar mereka sendiri. Kegiatan ini terpisah dengan MPLS.
f. Konsekwensi dari uraian e dan f di atas maka bahan ajar cetak dan daring sudah
harus tersedia, karena penyusunan Kit Tutorial dan pelatihan belajar mandiri bagi
siswa membutuhkan material-material tersebut.
4. Untuk menumbuhkan atau meningkatkan keterampilan tertentu bagi siswa , Guru
kunjung dan Tutor pada saat menyusun Kit Tutorial, dengan mempertimbangkan
sarana prasarana yang dimiliki oleh Sekolah Induk/TKB, mencermati apakah jenis
keterampilan yang memerlukan proses bimbingan mengacu pada mata pelajaran
tertentu. Jika ya, maka perlu disediakan alokasi waktu untuk proses bimbingan
keterampilan dan dicantumkan pada RAT/SAT yang disusun. Jika tidak, maka atas
kesepakatan bersama, proses bimbingan keterampilan tersebut dicantumkan pada
salah satu mata pelajaran. Hal ini diperlukan untuk mengurangi kendala waktu baik
bagi siswa maupun Guru kunjung dan Siswa.
5. Untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan tutorial sesuai dengan perencanaan, maka
perlu dilaksanakan monitoring dengan menggunakan instrumen yang baku.
Sekurang-kurangnya ada dua instrumen baku yang perlu disiapkan, instrumen
pelaksanaan tutorial dan instrumen penilaian kinerja guru kunjung dan tutor.
6. Beban kerja Guru kunjung dan Tutor sama besar dan keduanya berkontribusi cukup
besar dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran SMA Terbuka,
yang muaranya adalah tercapainya tujuan diselenggarakannya SMA Terbuka di
Propinsi Jawa Barat. Untuk itu perlu dipertimbangkan adanya insentif bagi Guru
kunjung seperti juga Tutor.

33
DAFTAR PUSTAKA
Aman, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Makalah disampaikan pada Acara
Diklat Penulisan Skripsi Mahasiswa Pendidikan Sosiologi yang diselenggarakan
oleh HIMA Pendidikan FISE UNY
Andriani, D. (2012) Metode Penelitian, Jakarta; Universitas Terbuka
Belawati, T. Wardani, I.G.A.K (2012). Analisis Data dan Penyusunan Laporan dalam
Metode Penelitian. Banten: Universitas Terbuka.
Dinas Pendidikan (2017). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Pada
SMK di Provinsi Jawa Barat. Bandung Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah (2014). Pedoman Penyelenggaraan Sekolah
Menengah Terbuka, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah,
Direktorat Pembinaan Pendidiksn Khusus dan layanan Khsusus, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014). Pedoman
Pelaksanaan Sekolah Terbuka Pada Jenjang Pendidikan Menengah, Jakarta:
Diretorat Jenderal Pendidikan Menengah.
Kusuma, Mochtar. M.Pd. Dr. (2016). Evaluasi Pendidikan. Pengantar, Kompetensi dan
Implementasi. Yogyakarta: Dua Satria Offset
Kristianti, P.A. dkk (2009). Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam Metode
Penelitian. Banten: Universitas Terbuka
Nurkancana, Wayan (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sudjana, Nana, Dr. (2016). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono (2010). Metodologi Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: Afabeta

34
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN BELAJAR DARING TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN BIOLOGI PESERTA DIDIK DI 3 SMA
TERBUKA DI JAWA BARAT

Arief Husein Maulani, M. Si


PPPPTK IPA

Abstrak. Bahan belajar daring berbahasa Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber belajar di internet tersedia dalam jumlah banyak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan dan mengklasifikasikan bahan belajar daring tersebut sesuai dengan
kebutuhan pemenuhan kompetensi dasar Biologi kelas X, XI, dan XII jenjang SMA.
Selain itu penelitian ini juga mengukur relevansi dan efektivitas bahan ajar digital
tersebut ketika digunakan dalam pembelajaran di kelas. Bahan belajar daring yang telah
dikumpulkan dalam format avi, mkv, mp4, pdf, html, dan ppt dapat mengakomodir
semua kompetensi dasar mata pelajaran biologi di semua jenjang kelas SMA. Evaluasi
menggunakan model Kirk Patrick memperlihatkan nilai relevansi dan efektivitas.
Relevansi antara bahan belajar daring dengan topik yang dipelajari yang diujicoba di 3
SMA berbeda adalah 85,9%; 89,5%; dan 100%. Efektivitas pembelajaran menunjukkan
hasil 84,2%; 92,2%; dan 92,7%. Dari hasil analisis data pre dan post test peserta didik
diperoleh kesimpulan bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan peserta didik yang
tergolong besar.

Keywords: bahan ajar digital, biologi SMA, efektivitas, Pembelajaran

Pendahuluan

Perkembangan internet di era sekarang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Imbas dari
keadaan tersebut adalah penetrasi internet ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia menjadi
sebuah tren, dan bahkan dalam beberapa kondisi ia menjadi sebuah kebutuhan. Oleh sebab itu
akrab di telinga masyarakat beberapa istilah seperti e-banking, e-commerce, e-government, dan
e-learning. Dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, eksistensi internet dalam menyajikan
informasi digital memberikan banyak alternatif sumber belajar yang variatif dan menarik.
Ditambah keberadaan media (gadget) yang variatif sebagai alat penyaji konten internet di satu
sisi telah memperkaya media dan teknik yang bisa diterapkan dalam pembelajaran.
Pembelajaran berbasis internet bisa diterapkan sejak jenjang dasar hingga jenjang pendidikan
tinggi. Kebutuhan akan akses internet yang besar dan kepemilikan gadget yang sudah
merambah sampai anak-anak usia belajar mendorong dilakukannya penelitian untuk
memanfaatkan bahan belajar daring dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas.
Seperti yang pernah dilakukan oleh Samsul Arifin (2017) bahwa pemanfaatan media internet
dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam
pada siswa kelas XI SMA AL Azhar 3 Bandar lampung. Sebagai langkah awal sebelum
dilakuannya penelitian efektivitas bahan belajar daring, perlu dilakukan pencarian,

35
pengumpulan, dan validasi bahan belajar daring yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013
yang sedang berjalan di sekolah. Selanjutnya di artikel ini disajikan hasil penelitian efektivitas
bahan belajar daring dari internet mata pelajaran biologi pada siswa SMA kelas X, XI, dan XII
masing-masing di 3 sekolah berbeda.

Metode

Penelitian dilakukan dengan metode eksploratif dan deskripsi kuantitatif yang diawali dengan
kegiatan analisis kompetensi dasar mata pelajaran biologi pada kurikulum 2013. Pemetaan ini
perlu dilakukan dalam rangka menghasilkan daftar topik dan sub topik biologi yang tersebar di
3 jenjang kelas dari kelas X hingga XII. Keberadaan daftar topik dan sub topik tersebut sebagai
dasar (key word) bagi pencarian bahan belajar daring (LOM=Learning Online Material) biologi
yang dicari dalam search engine. Langkah berikutnya adalah pencarian bahan ajar digital/
LOM di internet. Format bahan ajar digital yang dikumpulkan antara lain dokumen PDF,
microsoft word dan ppt, animasi .swf atau video MP4, WAV, dan lain-lain.

Setelah diperoleh daftar link situs penyedia bahan ajar biologi yang telah divalidasi, langkah
yang dilakukan selanjutnya adalah uji coba LOM biologi kepada siswa dalam situasi belajar
yang nyata di dalam kelas. Tujuan uji coba ini untuk melihat dampak, efektivitas dan relevansi
bahan ajar. LOM biologi yang diujicobakan adalah sampel bahan ajar untuk mencapai 1 KD
(kompetensi dasar) di setiap jenjang kelas. Pelaksanaan uji coba melibatkan guru kelas yang
mengajar di sekolah objek penelitian. RPP dan instrumen soal disesuaikan dengan tujuan
penelitian yang berfokus pada pengunaan bahan ajar digital sebagai satu-satunya sumber
belajar yang digunakan peserta didik.

Sasaran penelitian untuk menguji LOM biologi kelas X adalah peserta didik di sekolah SMAN
1 Seulimeum, kabupaten Aceh Besar, Besar Provinsi Aceh. Guru pengajarnya adalah ibu Maria
Ulfa, S.Si. Sasaran kelas XI adalah peserta didik di sekolah SMAN 1 Kotawaringin Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah. Guru pengajarnya adalah ibu Christina, S.Pd. Sementara sasaran
kelas XII yaitu peserta didik dari SMAN 2 kota Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Guru
pengajarnya adalah ibu Rani Asmara, M.Pd.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes tertulis untuk mengukur perkembangan
kognitif peserta didik, lembar observasi kegiatan belajar, dan angket peserta didik untuk
menggali relevansi bahan ajar dengan kebutuhan belajar peserta didik, serta mengukur
efektivitas bahan ajar dalam kegiatan belajar. Pre test diberikan sebelum kegiatan belajar
dimulai, sementara postest diberikan setelah tuntas membahas 1 kompetensi dasar (setelah 2
kali pertemuan). Selama pembelajaran guru mencatat aktivitas peserta didik. Tidak ada buku
yang digunakan sebegai sumber belajar penyerta/pelengkap. Guru meminta siswa untuk hanya
menggunakan laptop dan atau smartphone sebagai media untuk membuka LOM biologi yang
sudah disediakan oleh guru.

Evaluasi pembelajaran yang digunakan adalah menggunakan metode evaluasi Kirk Patrick
(2008). Diukur dampak pembelajaran terhadap peningkatan pengetahuan peserta didik. Metoda
statistik yang digunakan dengan mengukur nilai Gain, rata-rata pretest, postest, standar deviasi,

36
probability value, T test dan Effect size. Dengan teknik-teknik tersebut diketahui perubahan
nilai dari pre dan postest, lebar sebaran data, signifikansi terjadinya peningkatan pengetahuan,
dan besar kecilnya dampak peningkatan pengetahuan tersebut. Data efektivitas dan relevansi
pembelajaran dihitung dari data hasil pengisian kuesioner evaluasi pembelajaran.

Hasil dan Pembahasan

Kelas X

Hasil dari uji coba LOM biologi kelas X topik Monera di SMAN 1 Simeulimeum, Kabupaten
Aceh Besar.

Tabel 1. Nilai relevansi dan efektivitas LOM biologi


Excellent Good Average Poor Very
Poor

Relevance 100 %

Effectiveness 92,7 %

Tabel 2. Nilai rata-rata pretest dan postest, standar deviasi, T test dan Effect size Kab. Aceh
Besar
All (n=18) Male (n=10) Female (n=8)

Mean for Pre-Test 25,83 26 25

Standard Deviation for Pre- 7,17 7,71 4,08


Test

Mean for Post Test 55 74,5 57,5

T test (Statistically significant Yes (p=1,74 X 10- Yes (p=9,82 X Yes (p=9,51 X
13
change in knowledge overall ) 10-5) 10-11)
?)

Effect Size 4,07 (Large) 3,69 (Large) 7,96 (Large)

Dari hasil pengolahan terhadap data instrumen kuesioner Evaluasi Pembelajaran LOM
pembelajaran Biologi kelas X menggunakan LOM biologi pada topik Monera di SMAN 1
Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar (tabel 1) yang diselenggarakan oleh bu Maria Ulfa,
menunjukkan respon bahwa tingkat relevansi/kesesuaian bahan ajar digital (LOM) dengan

37
topik Monera yang sedang dipelajari adalah sebesar 100%. Angka ini memperlihatkan arti
bahwa peserta didik menilai bahwa semua LOM biologi relevan dengan kebutuhan belajar
mereka. Peserta didik menilai semua kebutuhan belajar untuk bisa memahami topik Monera
dapat diperoleh semuanya dari LOM biologi yang diberikan oleh bu Maya Ulfa. Apabila
dikorelasikan dengan analisis dampak pembelajaran, terbukti bahwa peserta didik memang
mengalami peningkatan pengetahuan yang sangat besar dengan ditunjukkan oleh nilai effect
size paling besar (4,07) di antara ketiga sekolah uji coba. Interpretasi yang mengkorelasikan
antara nilai relevansi dan effect size ini yaitu LOM biologi dapat menyediakan informasi bagi
peserta didik yang dapat meningkatkan pengetahuannya dan membantu mereka untuk bisa
mengerjakan tes dengan hasil yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Hasil pengolahan kuesioner juga memperlihatkan efektivitas sebesar 92,7%. Jika melihat pada
komponen evaluasi, efektivitas yang dituju untuk dinilai meliputi penguasaan materi oleh guru,
kualitas materi pembelajaran yang disediakan (LOM biologi), dan metode pengajaran yang
digunakan oleh guru. Dengan nilai efektivitas besar membuktikan bahwa siswa menyetujui
bahwa bu Maya Ulfa menguasai materi dengan sangat baik. Ini bermakna bahwa faktor
penguasaan materi oleh guru membantu peserta didik untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Termasuk penggunaan metode pengajaran yang tepat ketika proses pembelajaran berlangsung
sangat mendukung efektivitas kegiatan belajar. Ditambah dengan kualitas materi LOM biologi
yang berkualitas, maka semakin besar kemungkinan peserta didik untuk memperoleh
peningkatan kompetensi pengetahuan yang bersumber dari bahan tersebut. Kolaborasi dari
guru yang menguasai materi, menggunakan metode yang tepat dan bahan ajar yang berkualitas
menentukan efektivitas pembelajaran dan ketiga hal ini dikonfirmasi oleh peserta didik dalam
kuesioner yang diisinya.

Pengolahan nilai pre dan post test (tabel 2) menunjukkan nilai T test di bawah 0,05. Nilai
tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan pada peserta didik
dengan tingkat keyakinan 95%. Peningkatan pengetahuan ini terkategori besar yang
ditunjukkan oleh nilai effect size yang lebih besar dari 0,8 yaitu 4,07. Pengukuran tersebut
membuktikan bahwa pembelajaran topik Monera dengan menggunakan LOM biologi sangat
membantu peserta didik untuk meningkatkan pengetahuannya. LOM biologi yang dipilih dapat
digunakan di kesempatan lain oleh guru yang berbeda sebagai media belajar yang menunjang
pencapaian kompetensi peserta didik. Jika diukur berdasarkan jenis kelamin, nilai T test dari
pre dan post test kelompok laki-laki dan perempuan di kelas yang diampu oleh bu Maria Ulfa,
menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelompok peserta didik perempuan lebih baik
daripada peserta didik laki-laki.

38
Kelas XI

Hasil dari uji coba LOM biologi kelas XI topik Sistem Rangka di SMAN 1 Kotawaringin
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

Tabel 3. Nilai relevansi dan efektivitas LOM biologi


Excellent Good Average Poor Very
Poor
Relevance 89,5 %

Effectiveness 84,2 %

Tabel 4. Nilai rata-rata pretest dan postest, standar deviasi, T test dan Effect size SMAN 1
Kotawaringin Timur
All (n=18) Male (n=10) Female (n=8)

Mean for Pre-Test 35,66 39,5 32

Standard Deviation for Pre-Test 13,57 15,72 10,85

Mean for Post Test 61,18 52.50 67

T test (Statistically significant Yes (p=5,26 X 10- Yes (p=5,52 X Yes (p=1,09 X
13
change in knowledge overall ?) ) 10-10) 10-5)

Effect Size 1,88 (Large) 1,21 (Large) 3,23 (Large)

Dari hasil pengolahan terhadap instrumen Evaluasi Pembelajaran LOM, Pembelajaran Biologi
kelas XI pada topik Sistem Rangka di SMAN 1 Kotawaringin Timur (tabel 3) yang
diselenggarakan oleh bu Christina peserta menunjukkan respon bahwa tingkat
relevansi/kesesuaian bahan ajar dengan topik yang sedang dipelajari peserta didik bu Christina
adalah sebesar 89,5%. Meskipun nilai relevansi ini tidak sebesar nilai relevansi hasil kuesioner
peserta didik kelas XI di SMAN 2 Seulimeum, tapi nilai 89,5% masih terkategori tinggi. Ini
juga bisa diartikan masih ada siswa yang menilai bahwa LOM biologi yang digunakan belum
sepenuhnya relevan atau tidak seluruhnya dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman
peserta didik mengenai topik Sistem Rangka. Akan tetapi walaupun demikian, berdasarkan
analisis data nilai pre dan post test telah terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan pada
siswa setelah belajar menggunakan LOM biologi Sistem Rangka yang diberikan oleh bu
Christina.

39
Hasil pengolahan kuesioner juga memperlihatkan efektivitas sebesar 84,2%. Merujuk pada
komponen pertanyaan-pertanyaan yang terkait efektivitas di kuesioner, dapat diartikan bahwa
peserta didik menilai penguasaan materi bu Christina sangat baik, begitu pula metode
pengajaran yang digunakan oleh beliau ketika mengajarkan Sistem Rangka menggunakan
bahan ajar digital (LOM). Kualitas LOM biologi yang digunakanpun dinilai sangat baik oleh
siswa.

Pengolahan nilai pre dan pos test kelas XI SMAN 1 Kotawaringin Timur (tabel 4)
memperlihatkan nilai T test di bawah 0,05 (yaitu sebesar 5,26 X 10-13) . Hasil ini menunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan pada peserta didik dengan tingkat keyakinan
95%. Peningkatan pengetahuan ini terkategori besar yang ditunjukkan oleh nilai effect size yang
lebih besar dari 0,8 yaitu 1,88. Pengukuran ini membuktikan bahwa pembelajaran topik Sistem
Rangka dengan menggunakan LOM sangat membantu peserta didik untuk meningkatkan
pengetahuannya. LOM biologi yang dipilih dapat digunakan di kesempatan lain oleh guru yang
berbeda sebagai media belajar yang menunjang pencapaian kompetensi peserta didik. Jika
diukur berdasarkan jenis kelamin, nilai T test dari pre dan post test kelompok laki-laki dan
perempuan di kelas yang diampu oleh bu Christina, menunjukkan bahwa pembelajaran pada
kelompok peserta didik perempuan lebih baik daripada peserta didik laki-laki.

Kelas XII

Hasil dari uji coba LOM biologi kelas XII topik Genetika di SMAN 2 Kota Mojokerto, Provinsi
Jawa Tengah.

Tabel 5. Nilai relevansi dan efektivitas bahan ajar SMAN 2 Mojokerto


Excellent Good Average Poor Very
Poor

Relevance 85,9 %

Effectiveness 92,2 %

Tabel 6. Nilai rata-rata pretest dan postest, standar deviasi, T test dan Effect size SMAN 2
Mojokerto
All (n=18) Male (n=10) Female (n=8)

Mean for Pre-Test 46,97 44,8 50,30

Standard Deviation for Pre-Test 9,01 8,56 7,80

Mean for Post Test 79,38 76,8 83

40
T test (Statistically significant Yes (p=1,48 X 10- Yes (p=4,57 X Yes (p=4,02 X
26
change in knowledge overall ?) ) 10-11) 10-16)

Effect Size 3,59 (Large) 3,08 (Large) 6,74 (Large)

Dari hasil pengolahan terhadap instrumen Evaluasi Pembelajaran LOM, Pembelajaran Biologi
kelas XII menggunakan LOM pada topik Genetika di SMAN 2 kota Mojokerto (tabel 5) yang
diselenggarakan oleh bu Rani Asmara menunjukkan respon bahwa tingkat relevansi/kesesuaian
LOM biologi dengan topik Genetika yang sedang dipelajari adalah sebesar 85,9%. Meski tidak
setinggi nilai relevansi dengan jenjang kelas X dan XII di 2 SMA sebelumnya, tapi nilai
relevansi 85,9% masih terkategori tinggi. Peserta didik di SMAN 2 Mojokerto menilai
kesesuaian LOM biologi topik Genetika, dan kaitannya untuk meningkatkan pemahaman pada
topik tersebut tidak setinggi pada topik Monera di SMAN 1 Seulimeum dan Sistem Rangka di
SMAN 1 Kotawaringin Timur. Tetapi walaupun dengan tingkat relevansi yang paling rendah,
di antara 3 sekolah uji coba, peserta didik menunjukkan peningkatan pengetahuan yang
signifikan dengan nilai effect size sebesar 3,59. Effect size ini lebih besar dibandingkan pada
effect size kelas XI SMAN 1 Kotawaringin Timur yang nilainya 1, 88.

Hasil pengolahan kuesioner (tabel 6) juga memperlihatkan efektivitas sebesar 92,2%.


Berdasarkan komponen pertanyaan-pertanyaan yang terkait efektivitas di kuesioner, dapat
diambil makna bahwa peserta didik menilai penguasaan materi bu Rani Asmara sangat baik,
begitu pula metode pengajaran yang digunakan oleh beliau ketika mengajarkan Genetika
menggunakan LOM. Kualitas LOM biologi yang digunakan bu Rani Asmara-pun dinilai sangat
baik oleh peserta didik.

Pengolahan data nilai pres dan post test di kelas XII SMAN 2 yang diajar bu Rani Asmara
menghasilkan nilai T test di bawah 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan pengetahuan pada peserta didik dengan tingkat keyakinan 95%. Peningkatan
pengetahuan ini terkategori besar yang ditunjukkan oleh nilai effect size yang lebih besar dari
0,8 yaitu 3,59. Hasil pengukuran ini menjadi bukti bahwa pembelajaran topik Genetika dengan
menggunakan LOM biologi sangat membantu peserta didik untuk meningkatkan
pengetahuannya. LOM biologi yang dipilih dapat digunakan di kesempatan lain oleh guru yang
berbeda sebagai media belajar yang menunjang pencapaian kompetensi peserta didik. Jika
diukur berdasarkan jenis kelamin, nilai T test dari pre dan post test kelompok laki-laki dan
perempuan, menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelompok peserta didik perempuan lebih
baik daripada peserta didik laki-laki. Hal ini menunjukkan kesamaan dengan kelas yang diampu
oleh bu Christina di kabupaten Kotawaringin Timur.

41
Penutup

LOM biologi kelas X, XI, dan XII telah berhasil dikumpulkan dalam berbagai format dokumen
(PDF, word, html) maupun video dan animasi (avi, mkv, mp4, swf). Bahan yang dikumpulkan
tersedia dalam bentuk tautan-tautan (link) yang dikompilasi dalam matriks analisis kompetensi
dasar dan topik-topik pembelajaran biologi. Contoh LOM biologi telah berhasil diujicobakan
pada 3 jenjang kelas yang berbeda di 3 SMA di provinsi Kalimantan Tengah, Jawa Timur, dan
Aceh. Nilai relevansi LOM biologi di 3 lokasi berbeda tersebut adalah 85,9%, 89,5%, dan
100%. Efektivitas pembelajaran biologi dengan menggunakan LOM adalah sebesar 84,2%,
92,2%, dan 92,7%. Telah terjadi peningkatan pengetahuan yang besar pada peserta didik
setelah belajar menggunakan LOM biologi, baik di kabupaten Kotawaringin Timur, kota
Mojokerto, maupun di kabupaten Aceh Besar. Peningkatan pengetahuan yang terjadi di ketiga
tempat tersebut tergolong besar, yang dibuktikan dengan nilai effect size sebesar 1,88
(kabupaten Kotawaringin Timur), 3,59 (kota Mojokerto), dan 4,07 (kabupaten Aceh Besar).

Bahan belajar daring akan terus diproduksi oleh berbagai kalangan, mulai dari siswa,
akademisi, sampai masyarakat umum. Mengingat bahan online dan digital adalah produk
kreatif dari media dan teknologi informasi yang menarik dan terus berkembang. Oleh sebab itu
pencarian bahan ajar digital merupakan kegiatan yang tidak mengenal henti. Di masa
mendatang, perlu disusun kriteria bahan ajar daring yang relevan sesuai kebutuhan,
kecenderungan, bahkan selera pengguna.

Acknowledgments

Terima kasih kepada Kepala pusat PPPPTK IPA, Kepala bidang Program, rekan-rekan
widyaiswara biologi, bu Christina, bu Maria ulfa, dan bu Rani yang membantu mengawali dan
menyertai penelitian ini sampai selesai.

Daftar Pustaka
[1] Arifin, Samsul. 2017. Pengaruh Pemanfaatan Media Internet Terhadap Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas XI SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.
[2] Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana. 2013.”Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[3] R. William Maule. 1998. “Cognitive Maps, AI Agents and Personalized Virtual
Environment in Internet Learning Experiences” Internet Research: Electronic
networking Applications and Policy, University of San Fransisco, San Fransisco,
California, USA.
[4] Suyanto, A. H., 2005. Mengenal E Learning. Tersedia : http//www.
Asephs.web.ugm.ac.id [04 Januari 2013]
[5] Kirkpatrick, Donald D & James D. 2008. Evaluating Training Programs. The Four
Levels 3rd Ed. Berret-Koehler Publisher, Inc. San Fransisco.

42
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN BELAJAR DIGITAL
LEARNING OBJECT MATERIAL (LOM)
TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KIMIA PESERTA DIDIK
DI 4 SMAN JAWA BARAT DAN KALIMANTAN TENGAH

Drs. Mamat Supriatna, M.Pd, Yayu Sri Rahayu, S.Si., M.Pkim,


Dr. Kurniasih, M.Si. Aritta Megadomani, S.Si., M.Pd.
PPPPTK IPA

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengelompokkan, menganalisis, serta menguji
coba bahan belajar digital (digital learning object material, digital LOM) berbahasa Indonesia
yang tersedia di internet dalam berbagai format digital untuk menunjang tingkat pembelajaran
kimia. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah pengelompokan bahan ajar digital yang
menghasilkan pemetaan LOM sesuai pemetaan kompetensi dasar Kurikulum 2013 Kimia
SMA. Selanjutnya dari hasil pemetaan tersebut dilakukan analisis untuk memilih bahan ajar
digital yang akan diimplementasikan dalam pembelajaran materi kimia kelas X, XI, dan XII.
Selanjutnya, dilakukan uji coba LOM pada setiap level kelas untuk mengetahui relevansi dan
efektivitas LOM tersebut dalam menunjang ketercapaian Kompetensi Dasar (KD). Uji coba
bahan ajar digital/LOM topik terpilih dilaksanakan di 4 sekolah binaan PPPPTK IPA yang
tersebar di 4 kabupaten/kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota
Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tasikmalaya. Fokus permasalahan penelitian adalah
“Apakah penggunaan bahan ajar digital/digital learning object material (LOM) efektif dalam
menunjang pembelajaran Kimia topik terpilih di kelas X, XI dan XII SMA?” Metode yang
digunakan adalah deskriptif kuantitatif di mana pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan instrumen penilaian pengetahuan (pre dan post test), instrumen evaluasi
Kirkpatrick, serta instrumen wawancara guru dan peserta didik. Hasil analisis data memberikan
nilai dan kategori n-gain untuk SMAN 3 Tangerang Selatan, SMAN 5 Bandung, SMAN 1
Campaga Kotawaringin Timur, serta SMA Pesantren Cintawana berturut-turut sebesar 1,56
(tinggi), 0,69 (sedang), 0,70 (sedang), 1,029 (tinggi). Adapun nilai effect size untuk urutan
sekolah yang sama diperoleh 2,38; 3,85; 6,31; dan 2,53 yang semuanya tergolong ke dalam
predikat tinggi. Artinya, terjadi tingkat pembelajaran yang sangat baik di semua sekolah tempat
implementasi. Adapun nilai relevansi pembelajaran di semua sekolah implementasi tergolong
sangat tinggi (98,48% - 100%), begitu pula nilai efektivitas termasuk sangat tinggi (99,24 –
100%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaaan bahan ajar digital dalam
pembelajaran Kimia memberikan pengaruh tinggi terhadap tingkat pemahaman peserta didik
terhadap konsep materi kimia. Penggunaan bahan ajar digital dalam pembelajaran juga
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menantang bagi peserta didik terbukti
dari nilai n-gain yang tinggi serta respon positif peserta didik yang menyatakan bahwa
penggunaan bahan belajar digital dalam pembelajaran kimia topik terpilih meningkatkan proses
(antusiasme, keaktifan, keceriaan) dan hasil belajar peserta didik.

Kata Kunci: digital learning object material, bahan ajar digital, efektivitas, relevansi,
discovery learning, peningkatan pengetahuan kimia

43
PENDAHULUAN

Idealnya seorang peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan (body knowledge) yang harus
dikuasainya layaknya seorang ilmuwan yang menemukan pengetahuan yang diperolehnya.
Tuntunan ini tertuang dalam kurikulum 2013 bahwa kompetensi dasar yang telah tersusun
memuat empat dimensi pengetahuan yang harus dikuasai siswa, yaitu pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognisi. Penguasaan konten tersebut idealnya bersandar pada
penyelidikan ilmiah, scientific method, yang memuat keempat dimensi pengetahuan tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi peserta didik untuk diberi peluang mengalami seluruh proses
penyelidikan ilmiah tersebut secara koheren, yaitu melalui tahapan mengamati, mendefinisikan
sebuah masalah, berhipotesis berdasarkan teori, merancang percobaan, mengidentifikasi dan
mengendalikan variabel, mengumpulkan data, menggambarkan secara grafis, menganalisis dan
menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil.

Pemahaman peserta didik tentang pengetahuan dan pengalaman penyelidikan ilmiah untuk
setiap materi subjek yang seharusnya dikuasai tentunya memerlukan dukungan. Guru harus
membantu peserta didik dalam memahami hakikat sains yang diajarkannya menjadi bermakna,
yaitu dengan tolak ukur bahwa peserta didik dapat memunculkan sikap berfikir kritis, kreatif,
kolaboratif, dan komunikatif, serta mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Salah satu metode untuk mendukung peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sendiri,
termasuk di dalamnya pengetahuan prosedural ilmiah dan metakognitif di era digital sekarang
ini adalah dengan memfasilitasi pembelajaran menggunakan bahan belajar digital yang tepat.
Penggunaan bahan belajar digital dalam berbagai bentuknya, seperti e-book, video
pembelajaran, simulasi percobaan, serta bahan belajar interaktif dalam pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik sesuai tuntutan
kompetensi yang tertuang dalam Kurikulum 2013. Penelitian ini bertujuan untuk :
1} Mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengelompokkan Learning Object Material (LOM)
materi kimia yang paling tepat dalam berbagai format media yang relevan dengan kompetensi
dasar kelas X, XI, dan XI, mata pelajaran kimia yang tersedia di internet; 2) Menganalisis
Learning Object Material (LOM) materi kimia yang paling tepat dan efektif untuk mencapai
Kompetensi Dasar (KD) topik terpilih; dan 3). Mengujicobakan efektivitas bahan ajar
digital/LOM materi kimia topik terpilih kepada peserta didik

44
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah sbagai berikut :

Masalah Pemahaman
Peserta Didik tentang
Analisis KD Kimia
materi Kimia SMA
SMA Kurikulum
Kurikulum 2013
2013 Kelas X, XI, XII

4 Dimensi
Pengetahua
Upaya Identifikasi, LOM
n yang Organisas Klasifikasi, dan yang
harus i LOM
dikuasasi Analisis LOM sudah
Teruji

Banyak LOM di
Internet tapi belum
terorganisir Uji Coba LOM

Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif di mana pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan instrumen Kirkpatrik kelas untuk mengetahui respon siswa terhadap
proses pembelajaran serta relevansi dan efektivitas pembelajaran, nilai n-gain pre dan post test
serta uji t-test untuk mengukur hasil belajar peserta didik beserta signifikansinya. Selain itu,
juga digunakan instrumen wawancara dengan guru dan peserta didik untuk menjaring informasi
terkait manfaat, kendala, dan solusi dalam implementasi pembelajaran menggunakan bahan
ajar digital.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik Filling System (Wimmer & Dominick, 2000
dalam Kriyantono 2012). Langkah-langkah untuk mengetahui efektivitas penggunaan bahan
belajar digital terhadap peningkatan pengetahuan kimia peserta didik dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengelompokan data bahan ajar digital ke dalam 3 kategori, yaitu kategori materi Kimia
kelas X, materi Kimia Kelas XI, dan Materi Kimia Kelas XII;
b. Hasil kajian learning object material (LOM);
c. Hasil observasi implementasi pembelajaran Kimia menggunakan digital learning object
material (LOM);

45
d. Analisis signifikansi ketercapaian tingkat pembelajaran menggunakan uji statistik t-test;
e. Analisis relevansi dan efektivitas penggunaan bahan belajar digital terhadap peningkatan
pengetahuan kimia peserta didik menggunakan instrumen evaluasi Kirkpatrick
f. Analisis n-gain tes pengetahuan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran.
Analisis ini dilakukan untuk mengukur peningkatan penguasaan konsep peserta didik
terhadap pokok bahasan materi kimia di kelas X, XI. dan XII.

Pelaksanaan
Uji coba digital LOM pada pembelajaran Kimia dilaksanakan di empat SMA yang tersebar di
4 kabupaten/kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Tasikmalaya, serta Kota Tangerang Selatan. Alasan pemilihan sekolah berdasarkan
pertimbangan literasi peserta didik terhadap sumber belajar berbasis teknologi salah satunya
memanfaatkan informasi pengetahuan yang ada di internet serta keterwakilan lokasi geografis
di Indonesia.

Hasil dan Pembahasan


A. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan LOM

Guru menyiapkan 1 kelas


Identifikasi Masalah LOM

Bahan Learning Object Material (LOM),

1. Sebaran Learning Object


Material (LOM),
2. Fasilitas laboratorium minim
3. Kemampuan kognitif siswa HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
kurang LOM
4. Kompetensi abad 21 Hasil Observasi Guru & Siswa Pembelajaran
5. 4 Dimensi Pengetahuan Kima dengan LOM

Efektivitas Penggunaan Bahan Belajar


digital/Learning Object Material (LOM)
terhadap Peninggkatan Pengetahuan Kimia
Peserta Didik

46
B. Pembahasan Materi Pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM)

1. Pembahasan Kajian Materi terkait Pemanfaatan LOM

a) Desain Pembelajaran

LOM yang digunakan pada materi pembelajaran kimia kelas X, XI, dan XII ini,
jenisnya semua video. LOM disesuaikan dengan kebutuhan dalam sintaks model
discovery learning pada materi kimia unsur. LOM disesuaikan dengan kompetensi
yang hendak dicapai dalam pemahaman materi. Berdasarkan RPP yang telah
dirancang sebelum implementasi, Desain pembelajaran sudah sesuai dengan model
Discovery Learning yang memanfaatkan LOM untuk mempermudah pemahaman
peserta didik.

b) Isi Materi

LOM yang digunakan pada topik matri pembelajaran kimia mengandung isi materi
berkualitas, aktual, cakupannya luas tetapi dapat difokuskan sesuai kebutuhan guru
dan peserta didik. Isi materi dalam LOM juga sudah baik dan sesuai dengan skenario
RPP yang didesain sehingga dapat mencapai tujuan pemahaman peserta didik materi
pembelajaran kimia di SMA

c) Bahasa Komunikasi

Jika dilihat dari segi komunikasi materi yang disampaikan dalam LOM dalam matri
pembelajaran kimia ini menunjukkan kesesuaian bahasa dan gaya bahasa, tetapi
masih ada yang berbahasa Inggris tetapi tidak menjadi kendala bagi guru dan peserta
didik dalam memahami langsung. Guru harus menguasai dulu isi materi dalam LOM
sehingga dalam penyampaian dapat dengan mudah memberikan arahan dan
penekanan-penekanan konsep yang dibutuhkan. Bahasa komunikasi pada LOM
masih berbahasa Inggris jadi perlu penekanan oleh guru kepada peserta didik. Secara
keseluruhan, kajian media dan materi untuk LOM materi pembelajaran kimia
sebesar 80% yang berarti baik, kekurangannya pada LOM adalah masih berbahasa
Inggris.

47
2. Pembahasan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Digital/Learning Object
Material (LOM)

Tes Rata- N
N Relevansi Evektivitas 2hitung
Eksperimen rata Gain

Konfigurasi Elektron
5,074
Pretes 37 55,84
1,56 98,65 100
Postes 37 87,05
Sistem Pereodik Unsur
Pretes 31 17,27 1,256
0,69 98,48 100
Postes 31 74,38
Laju Reaksi Kimia
Pretes 20 26,00 5,632
0,7 100 100
Postes 20 78,15
Sel Volta
Pretes 24 34,00 7,149
1,29 100 100
Postes 24 69,00

Berdasarkan hasil perhitungan menghasilkan N gain . relevansi, evektifitas, dan 2hitung


yang semunya menujukan hasil pembelajaran termasuk kategori gain tinggi, relevansi,
evektititas dan data signifikan & berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penggunaaan Learning Object Material memberikan pengaruh sangat tinngi
terhadap tingkat pemahaman konsep pemebelajaran kimia pada peserta didik.

3. Evaluasi relevansi dan efektivitas pembelajaran Instrumen: angket


pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM)

Hasil analisis data memberikan nilai dan kategori n-gain untuk SMAN 3 Tangerang
Selatan, SMAN 5 Bandung, SMAN 1 Campaga Kotawaringin Timur, serta SMA
Pesantren Cintawana berturut-turut sebesar 1,56 (tinggi), 0,69 (sedang), 0,70 (sedang),
1,029 (tinggi). Adapun nilai effect size untuk urutan sekolah yang sama diperoleh 2,38;
3,85; 6,31; dan 2,53 yang semuanya tergolong ke dalam predikat tinggi. Artinya, terjadi
tingkat pembelajaran yang sangat baik di semua sekolah tempat implementasi. Adapun
nilai relevansi pembelajaran di semua sekolah implementasi tergolong sangat tinggi
(98,48% - 100%), begitu pula nilai efektivitas termasuk sangat tinggi (99,24 – 100%).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaaan bahan ajar digital dalam
pembelajaran Kimia memberikan pengaruh tinggi terhadap tingkat pemahaman peserta
didik terhadap konsep materi kimia

48
Secara umum berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran Kirkspatrick pada kelas X, XI,
dan XII peserta didik kelas yang telah dilaksanakan melalui Pemanfaatan Learning
Object Materials (LOM) dengan Model Discovery Learning ini relevan dengan
kebutuhan mereka yang ditunjukkan besar relevansinya rata 100% dan peserta didik
juga merespon bahwa pembelajaran ini efektif, ditunjukkan dengan besarnya efektivitas
pembelajaran sebesar rata 100%.

4. Hasil Obervasi Pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM)

Pada pertemuan pertama masih ditemukan beberapa aktivitas pembelajaran yang belum
sesuai dengan karakteristik pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM)i.
Misalnya, guru kurang membangkitkan motivasi siswa untuk bertanya, belum banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi pendapat siswa lain; belum
secara konsisten mendorong siswa membangun konsep melainkan masih ada tahapan
di mana guru menjelaskan konsep secara langsung. Guru mengaku bahwa masih
memerlukan lebih banyak latihan untuk menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.

Guru menilai urutan penyajian Digital/Learning Object Material (LOM) sudah sesuai
apa yang sudah di rencanakan/RPP. Hal yang dirasakan masih menjadi kendala oleh
guru dalam implementasi unit inkuiri di kelas adalah waktu yang terbatas, video yang
berdurasi panjang dan berbahasa Inggris, serta beberapa bagian video Digital/Learning
Object Material (LOM) kurang terkait langsung dengan topic. Kendala tersebut
ditangani dengan dilakukannya proses editing pada video yang digunakan. Durasi video
diperpendek dengan mengurangi bagian-bagian yang tidak terkait langsung dengan
topic bahasan. Selain itu, juga ditambahkan subtitle berbahasa Indonesia pada pokok-
pokok konsep. Strategi lainnya adalah penayangan video dan diskusinya dilakukan per
subtopic penemuan partikel dasar atom. Video penemuan elektron dan sifat-sifatnya
ditayangkan, didiskusikan, dan dipresentasikan terlebih dahulu sesuai urutan pada
lesson plan. Kemudian dilanjutkan dengan penayangan video dan diskusi untuk sub
partikel selanjutnya, yaitu proton, dan yang terakhir adalah penemuan neutron.

Penggunaan media pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM) sudah baik


dan interaktif, tetapi penggunaan papan tulis atau kertas plano belum maksimal. Siswa
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dengan membacakan LK
saja. Akan lebih baik jika siswa dapat diarahkan untuk menggunakan ATK (kertas dan
spidol) atau papan tulis untuk mengkomunikasikan konsep yang dibangun di

49
kelompoknya pada siswa lain. Diakhir pembelajaran, hampir semua kelas diobservasi
guru memberikan penguatan konsep. Pada pertemuan pertama, guru masih kurang
melibatkan siswa untuk menarik kesimpulan yang tepat.

Dari hasil pengamatan observasi kelas Guru tidak tampil dan bertindak otoriter, tetapi
masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyepakati proses
pembelajaran yang akan dilakukan terutama pada pembelajaran Digital/Learning
Object Material (LOM). Akan tetapi, di akhir pembelajaran, guru telah menyampaikan
rencana pembelajaran yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Hasil wawancara
dengan siswa menunjukkan bahwa siswa menyukai pemebalajaran Digital/Learning
Object Material (LOM) karena, hal tersebut karena membantu siswa mempersiapkan
diri mengikuti pembelajaran selanjutnya dan media pemebaljaran dapat dengan mudah
di akses kembali melalui internet.

Guru sudah menggunakan keterampilan bertanya yang tepat, tetapi untuk pemberian
waktu tunggu dirasakan masih kurang. Pada pertemuan pertama, guru tampak tergesa-
gesa ingin menyelesaikan pembelajaran. Tetapi, pada pertemuan berikutnya, waktu
tunggu tersebut cukup diberikan. Setelah penayangan video Digital/Learning Object
Material (LOM), guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk
mengajukan atau menjawab pertanyaan terkait video tersebut. Guru juga memberikan
kesempatan kepada siswa hal-hal yang belum dipahaminya terhadap tayangan-tayangan
pembelajran Digital/Learning Object Material (LOM).

Refleksi dan umpan balik yang diberikan di akhir pebelajaran pada pertemuan pertama
memberikan beberapa perbaikan untuk pertemuan kedua. Misalnya, pengaturan ulang
tempat duduk siswa yang kondusif untuk diskusi kelompok. Penayangan vidio
Digital/Learning Object Material (LOM) disesuaikan dengan KD dan waktu
penyayangannya. Selain itu, guru mengaktifkan lebih banyak siswa yang terlibat dalam
pembelajaran dengan cara antara lain mengajukan pertanyaan dan meminta siswa
tertentu yang ditunjuk untuk menjawabnya. Denga demikian, siswa yang aktif
mengikuti pembelajaran (bertanya atau menjawab pertanyaan) menjadi lebih banyak
dan merata.

Kemampuan siswa menggunakan penalaran induktif untuk menghasilkan konsep


berdasarkan penggunaan data dari pembelajaran Digital/Learning Object Material
(LOM) masih perlu ditingkan karena pada saat pembelajaran siswa belum sempat

50
menemukan konsep berdasarkan koleksi data. Penganalisisan data masih belum tepat.
Dalam hal ini guru kurang jelas dalam memberikan arahan konsep apa yang akan dicari
dalam pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM).

Penggunaan penalaran induktif siswa sudah baik dterutama dalam hal menggambarkan
keterkaitan beberapa variabel dengan berbagai macam representas siswa
memeparkanya cukup baik dalam pemebalajaran Digital/Learning Object Material
(LOM). Selain itu, komponen kemampuan mengembangkan dan menguji hipotesis juga
sudah muncul karena siswa k dituntut untuk membuat hipotesa yang diimplementasikan
dalam pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM). Di akhir pembelajaran,
terutama pada pertemuan kedua, guru telah cukup baik mengarahkan siswa menarik
kesimpulan. Guru juga memberikan penguatan terhadap konsep yang tepat terkait
materi yang dipelajari.

5. Pembahasan Hasil Wawancara Guru dan Siwa pembelajaran Digital/Learning


Object Material (LOM)

Hasil wawancara menunjukkan pembelajaran Digital/Learning Object Material (LOM)


menyenangkan, menarik, dan menantang bagi siswa. Siswa mengaku merasa sebagai
Ilmuawan, memudahkan siswa memahami konsep karena dibangun melalui aktivitas
langsung, bukan berdasarkan penjelasan guru. Pengakuan siswa ini diperkuat dengan
baiknya skor tes akhir yang diperoleh siswa.

Dalam 2 kali pertemuan, kolaborasi antar siswa selama diskusi, kemampuan berpikir
kritis dan berkomunikasi tampak berkembang sangat baik. Pembelajaran menggunakan
pendekatan inkuiri belum pernah dilakukan sebelumnya, Siswa berharap agar topic
selanjutnya dapat dilakukan menggunakan pembelajaran digital/learning object
material (LOM) menyenangkan, menarik, dan menantang bagi siswa. Siswa mengaku
merasa sebagai Ilmuawan, memudahkan siswa memahami konsep karena dibangun
melalui aktivitas langsung, bukan berdasarkan penjelasan guru. Pengakuan siswa ini
diperkuat dengan baiknya skor tes akhir yang diperoleh siswa.

Dalam 2 kali pertemuan, kolaborasi antar siswa selama diskusi, kemampuan berpikir
kritis dan berkomunikasi tampak berkembang sangat baik. Pembelajaran menggunakan
pendekatan inkuiri belum pernah dilakukan sebelumnya, Siswa berharap agar topic
selanjutnya dapat dilakukan menggunakan pembelajaran Digital/Learning Object
Material (LOM).

51
KESIMPULAN
Daftar LOM yang tersedia di internet yang efektif untuk proses pembelajaran Kimia
kelas X, XI, dan XII Desain Pembelajaran sudah sesuai dengan model Discovery
Learning yang memanfaatkan LOM untuk mempermudah pemahaman peserta didik;
isi Materi berkualitas, aktual, cakupannya luas tetapi dapat difokuskan sesuai
kebutuhan guru dan peserta didik serta sesuai dengan skenario RPP yang didesain
sehingga dapat mencapai tujuan pemahaman peserta didik materi pembelajaran kimia
di SMA; Bahasa Komunikas masih berbahasa Inggris jadi perlu penekanan oleh guru
kepada peserta didik. Secara keseluruhan, kajian media dan materi untuk LOM materi
pembelajaran kimia sebesar 80% yang berarti baik, kekurangannya pada LOM adalah
masih berbahasa Inggris

Hasil perhitungan menghasilkan N gain. relevansi, evektifitas, dan 2hitung yang


semunya menujukan hasil pembelajaran termasuk kategori gain tinggi, relevansi,
evektititas dan data signifikan & berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penggunaaan pembelajaran Learning Object Material memberikan pengaruh
sangat tinngi terhadap tingkat pemahaman konsep pemebelajaran kimia pada peserta
didik. Pembelajaran yang menggunakan Learning Object Material ini relevan dengan
kebutuhan mereka yang ditunjukkan besar relevansinya rata 100% dan peserta didik
juga merespon bahwa pembelajaran ini efektif untuk meningkatkan prestasi.

Guru merasakan bahwa pembelajaran Learning Object Material telah membantu guru
dalam mengimplementasikan dalam pembelajaran kimia di kelas lebih mudah. Selain
itu, LOM juga membantu guru melakukan perencanaan dan rancangan RPP yang
akan ajarakan lebih menarik. Hasil wawancara dengan peserta didik juga
menunjukkan bahwa pembelajaran Learning Object Material dirasakan
menyenangkan, menarik, dan menantang bagi peserta didik. Meraka menyatakan
bahwa pembelajaran Learning Object Material tersebut memudahkannya memahami
konsep kimia karena dibangun melalui aktivitas langsung dan berinteraksi langsung
dengan objek material yang dapat diakses dari lingkungan, bukan hanya berdasarkan
penjelasan guru. Pernyataan peserta didik ini diperkuat dengan baiknya skor tes akhir
yang diperoleh siswa. Di dalam implementsi LOM terjadi interaksi dengan
lingkungan/internet, media pembelajaran, kolaborasi antar peserta didik selama
diskusi. Sehingga, kemampuan berpikir kritis dan berkomunikasi tampak berkembang
sangat baik.

52
Daftar Pustaka
Fachruddin, R. (2015). Studi Komparasi Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Dengan Model
Leslie Rae (1990) Mengukur Efectivitas Pelatihan P.T. Pustaka Binaman Prescindo
Mulyasa, 2016 Kurikulum tahun 2013 yang disempurnakan/ Direvisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya,.
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mutmainah, S. (2017). Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal di Portal Rumah
Belajar. Jurnal Teknodik, 21(1), 014.
Nurjanah, N (2017). Impact Of Globalization On Indigenous Languages. Jouirnal of Advanced
Prastiyono, H., & Trisliatanto, D. A. (2018). Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis
Flipped Learning Pada Materi Sistem Informasi Geografis Untuk Pendidikan Sekolah
Menengah Atas. journal of RESIDU, 1(2), 114-123.
Research in Dynamical and Control System. Vol. 9, 122-129.
Salpeter, J. (2005). Telling tales with technology. Technology & Learning, Vol. 25(7), 18-24.
Sukadi. 2006. Guru Powerful Guru Masa Depan. Bandung: Kolbu.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing

53
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LEARNING OBJECT MATERIALS (LOM)
TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN FISIKA PESERTA DIDIK DI SMA

Suharto., M.T.

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai relevansi dan efektivitas penggunaan Learning Object
Materials (LOM) yang tersedia di internet untuk pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-
Balik (AC) untuk kelas XII mata pelajaran Fisika di 3 Sekolah Menengah Atas dari 3 (tiga)
daerah yang berbeda. Penggunaan Learning Object Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus
Bolak-Balik (AC) berpengaruh besar terhadap peningkatan pengetahuan peserta didik
dengan hasil uji-t terhadap hasil pre-test dan post-test peserta didik dengan nilai probability
value di bawah 0,05 pada tingkat keyakinan 95 % dan nilai effect size lebih besar dari 0.8, yaitu
sebesar 8.6, 1.6, dan 2.2. Relevansi dan efektivitas pembelajaran dengan Learning Object
Materials (LOM) dievaluasi dengan menggunakan model evaluasi Kirkpatrik pada level reaksi
dan belajar. Learning Object Materials (LOM) pada pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus
Bolak-Balik (AC) untuk kelas XII mata pelajaran Fisika di 3 SMA yang berbeda relevan dan
efektif dengan kompetensi dasar pada pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik
(AC) dengan tingkat relevansi 75.0 %, 72.6% dan 78.6% dan efektivitas sebesar 82.7%, 79.0%
dan 83.9%.
Keyword: learning object materials, fisika, rangkaian listrik arus bolak-balik, Kirkpatrick

54
Kualitas pembelajaran merupakan kunci
keberhasilan pembangunan pendidikan. Oleh karena itu kegiatan evaluasi sebagai bagian
dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada
penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu penilaian secara menyeluruh terhadap input,
output maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Optimalisasi evaluasi program
pembelajaran menurut Djemari Mardapi (2003: 12) memiliki dua makna, pertama, sistem
evaluasi yang memberikan informasi yang optimal; kedua, manfaat yang dicapai dari
evaluasi. Manfaat utama evaluasi program pembelajaran ialah peningkatan kualitas
pembelajaran yang selanjutnya diharapkan berdampak pada peningkatan kualitas
pendidikan.

Evaluasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya dapat bersifat makro dan ada yang
mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu
program yang direncanakan untuk memperbaiki pendidikan. Evaluasi mikro sering
digunakan pada tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta
didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga
mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik, dengan kata lain sasaran evaluasi
mikro adalah program pembelajaran di kelas dan menjadi tanggung jawab guru untuk
sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi (Djemari Mardapi. 2000:2).

Dewasa ini sumber belajar digital atau yang lebih dikenal dengan Learning Object
Materials (LOM), hampir sudah menjadi semakin umum digunakan di kelas dan
berpotensi besar meningkatkan proses pembelajaran.. Learning Object Materials (LOM)
dapat diperbaharui lebih cepat dari buku teks, berpotensi besar untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran, memenuhi kebutuhan peserta didik termasuk mereka yang
memiliki keterbatasan. Learning Object Materials (LOM) saat ini jumlahnya sangat
melimpah dan siapa saja dapat mengembangkannya, oleh karena itu perlu kiranya kita
melalukan evaluasi terhadap efektivitas dan relevansi Learning Object Materials (LOM)
yang ada terhadap pencapaian kompetensi peserta didik. Apakah penggunaan learning
object materials (LOM) efektif dalam meningkatkan pengetahuan Fisika peserta didik
kelas XII SMA?

Learning Object Materials (LOM)


Learning Object Materials (LOM) merupakan kumpulan materi, latihan, dan penilaian
yang digabungkan berdasarkan suatu tujuan pembelajaran. LOM diawal kemunculannya
didasari oleh paradigma pemrograman berorientasi objek pada ilmu komputer (Wiley,
2000). Learning Object Materials (LOM) merupakan komponen-komponen atau unit-unit
pembelajaran yang mengacu pada materi yang terdapat pada tujuan pembelajaran atau
indikator pencapaian kompetensi atau hasil belajar (Gallenson, Heins, & Heins: 2002).
Learning Object Materials (LOM) merupakan bagian fundamental yang terdiri dari
semua komponen yang diperlukan secara instruksional untuk membangun unit
pembelajaran mandiri. Penggunaan Learning Object Materials (LOM) didasari prinsip

55
discoverability, reusability, dan interoperability materi pembelajaran digital. Learning
Object Materials (LOM) biasanya disertai dengan Learning Object Metadata untuk
mendukung discoverability. Reusability berkaitan dengan pengembangan komponen-
komponen pembelajaran atau unit-unit instruksional yang dapat digunakan dan dapat
digunakan kembali dalam konteks pembelajaran yang berbeda.
Learning Object Materials (LOM) dirancang untuk mengurangi biaya pembelajaran,
mengembangkan standar materi pembelajaran, meningkatkan kemungkinan
penggunaan/penggunaan kembali materi pembelajaran oleh learning management system
(LMS)
Beberapa manfaat penggunaan Learning Object Materialss (LOM) bagi peserta didik
(Parrish, 2004) adalah sebagai berikut.
▪ Learning Object Materials (LOM) memungkinkan untuk membangun pengalaman
belajar yang sangat efektif bagi peserta didik dan memperkaya lingkungan belajar
peserta didik;
▪ Learning Object Materials (LOM) memungkinkan pengalaman dalam pemecahan
masalah dan eksplorasi dan kolaborasi dengan sesama pembelajar;
▪ Learning Object Materials (LOM) memungkinkan akses secara universal ke materi
pembelajaran online, dan
▪ Learning Object Materials (LOM) memberikan alternatif solusi untuk pembelajaran
individual
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, banyak sekali Learning
Object Materials (LOM) yang dapat kita gunakan untuk memperkaya pengalaman belajar
atau lingkungan belajar peserta didik. Learning Object Materials (LOM) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Learning Object Materials (LOM) Rangkaian Arus Listrik
Bolak-Balik pada https://phet.colorado.edu/in/simulation/legacy/circuit-construction-kit-
ac-virtual-lab, dengan tampilan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Laman dan tampilan Learning Object Materials Rangkaian Listrik Arus
Bolak-Balik (AC)
PhET menyediakan beberapa simulasi sains dan matematika yang gratis, interaktif,
menyenangkan, dan berbasis penelitian. PhET secara ekstensif menguji dan

56
mengevaluasi setiap simulasi untuk memastikan tingkat efektivitas setiap simulasi yang
ada. Simulasi PhET dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Java,
Flash atau HTML5. Simluasi PhET dapat digunakan secara online atau diunduh untuk
selanjutnya digunakan secara off-line dan semua simulasi PhET bersifat open source.
Simulasi PhET dikembangkan atas prinsip-prinsip pengembangan berikut:
▪ mendorong scientific inquiry;
▪ berifat interaktif;
▪ mencoba menampilkan sesuatu yang tidak terlihat secara kasat mata menjadi lebih
nyata;
▪ menampilkan model mental suatu simulasi secara visual;
▪ bersifat multi-refresentasi;
▪ mengkaitkan dengan dunia nyata;
▪ memberikan panduan implisit kepada pengguna ketika mengeksplorasi simulasi
PhET, dan
▪ bersifat fleksibel.
Simulasi PhET memberikan pengalaman interaktif berupa:
▪ Click dan Drag untuk berinteraksi dengan fitur-fitur pada simulasi;
▪ Penggunaan Slider untuk menambah atau mengurangi nilai dari parameter-parameter
suatu besaran;
▪ Penggunaan Radio Button untuk pemilihan parameter;
▪ memungkinkan pengukuran dengan berbagai instrumen, misal: penggaris, stop-
watches, volt-amper meters, dan termometer.
Umpan balik diberikan secara langsung kepada pengguna atas perubahan yang mereka
lakukan. Hal ini tentunya memungkinkan pengguna/peserta didik untuk menyelidiki
hubungan sebab-akibat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui eksplorasi pada
simulasi PhET.

Model Evaluasi Kirkpatrick


Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model merupakan salah satu model evaluasi
pelatihan/pembelajaran yang dikembangkan oleh Kirkpatrick. Evaluasi terhadap
efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) mencakup empat
level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan result.
1. Reaksi ( Reaction Evaluating)
Keberhasilan proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari minat, perhatian, dan
motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran. Peserta
didik akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap
lingkungan belajar (Partner, 2009). Pembelajaran dianggap efektif apabila proses
pembelajaran dirasakan oleh peserta didik menyenangkan dan memuaskan sehingga
mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Kepuasan peserta didik
dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia,

57
strategi penyampaian materi yang digunakan oleh guru, media pembelajaran yang
tersedia, waktu pelaksanaan pembelajaran, hingga kelas/gedung tempat pembelajaran
dilaksanakan.
2. Belajar (Learning Evaluating).
Peserta didik dikatakan telah belajar apabila peserta didik telah mengalami perubahan,
baik perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan.
Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program pembelajaran maka ketiga aspek
tersebut perlu untuk diukur. Learning evaluating biasanya disebut dengan penilaian
hasil (output) belajar. Penilaian hasil belajar, menurut Kirkpatrick (1998: 40), dapat
dilakukan dengan: “a control group if practical, evaluate knowledge, skill and/or
attitudes both before and after the program, a paper-and-pencil test to measure
knowledge and attitudes, and performance test to measure skills”, atau dengan kata
lain penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pretest
dengan postest, baik melalui tes tertulis (paper and pencil test) maupun tes kinerja
(performance test).
3. Tingkah Laku (Behavior Evaluating).
Penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta didik setelah
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka
evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan
pembelajaran.
4. Hasil (Result Evaluating).
Evaluasi hasil difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta
didik telah mengikuti suatu program pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil
akhir dari suatu program pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar,
pengetahuan, dan keterampilan (skills). Evaluasi hasil akhir dapat dilakukan dengan
membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta pembelajaran,
mengukur kemampuan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran
apakah terdapat peningkatan atau tidak (Kirkpatrick, 1998: 61).
Evaluasi terhadap efektivitas program pembelajaran pada penelitian ini hanya dilakukan
level reaction dan learning, dengan tahapan pengolahan dan analisis data sebagai berikut.
1. Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan pengetahuan peserta didik diukur
dengan menggunakan data nilai pre-test dan post-test. Selanjutnya berdasarkan data-
data tersebut, dihitung nilai gain, nilai rata-rata pre-test, nilai rata-rata post-test,
standar deviasi, p (probability value), t-test, dan Effect Size;
2. Data untuk mengukur efektivitas dan relevansi LOM yang digunakan dalam proses
pembelajaran diperoleh dari data kuesioner evaluasi pembelajaran;
3. Nilai gain memperlihatkan perubahan nilai pre-test dan post-test peserta didik per
individu;
4. Nilai standar deviasi digunakan untuk memperlihatkan sebaran dari nilai dari nilai
rata-rata hasil tes;

58
5. Nilai t-test digunakan untuk uji beda dengan nilai p (probability value) 0,05 yang
berarti telah terjadi peningkatan pengetahuan peserta didik dengan tingkat signifikansi
atau tingkat kepercayaan 95%.
6. Nilai Effect Size memperlihatkan besar, sedang, atau kecil-nya dampak pembelajaran
terhadap peningkatan pengetahuan. Kategori peningkatan pengetahuan dengan effect
size adalah sebagai berikut:
▪ Besar, effect size > 0,8
▪ Sedang, 0,5  effect size  0,79
▪ Kecil, 0,2 < effect size  0,49
7. Efektivitas pembelajaran diperoleh dari jumlah rerata persentase peserta yang menilai
pertanyaan nomor 2 sampai dengan 5 di atas average dari data kuesioner
evaluasi pembelajaran;
8. Relevansi pembelajaran diperoleh dari jumlah rerata persentase peserta yang menilai
pertanyaan nomor 1 dan 6 di atas average dari data kuesioner evaluasi pembelajaran;

Hasil Penelitian
Berdasarkan data hasil pre-post test pembelajaran Fisika kelas XII MIPA menggunakan
Learning Object Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC di SMAN 1 Cikijing
Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat diperoleh nilai rata-rata kelas, standar
deviasi, hasil uji T dan effect size seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai rata-rata kelas, standar deviasi, hasil uji T dan effect size pre-post test
di daerah penelitian I

Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan pada peserta
didik dengan tingkat keyakinan 95% dan peningkatan pengetahuan ini terkategori besar
yang ditunjukkan oleh nilai effect size yang lebih besar dari 0,8 yaitu 8.6.

59
Hasil pre-post test pembelajaran Fisika kelas XII MIPA menggunakan Learning Object
Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC di SMAN 6 Kota Bandung Provinsi Jawa
Barat diperoleh nilai rata-rata kelas, standar deviasi, hasil uji T dan effect size seperti pada
Gambar 3.

Gambar 3. Nilai rata-rata kelas, standar deviasi, hasil uji T dan effect size pre-post test
di daerah penelitian II

Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan pada peserta
didik dengan tingkat keyakinan 95%. Peningkatan pengetahuan ini terkategori besar
yang ditunjukkan oleh nilai effect size yang lebih besar dari 0,8 yaitu 1.6.
Hasil pre-post test pembelajaran Fisika kelas XII MIPA menggunakan Learning Object
Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC di SMAN 3 Sampit Kabupaten
Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah diperoleh nilai rata-rata kelas, standar
deviasi, hasil uji T dan effect size seperti pada Gambar 4.

60
Gambar 4. Nilai rata-rata kelas, standar deviasi, hasil uji T dan effect size pre-post test
di daerah penelitian III

Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan pada peserta
didik dengan tingkat keyakinan 95%.Peningkatan pengetahuan ini terkategori besar
yang ditunjukkan oleh nilai effect size yang lebih besar dari 0,8 yaitu 2.2.
Dari hasil pengolahan terhadap instrumen Evaluasi Pembelajaran LOM, peserta
menunjukkan respon bahwa tingkat relevansi/kesesuaian Learning Object Materials
(LOM) pada pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik (AC) yang sedang
dipelajari peserta didik adalah sebesar 75.0% dengan tingkat efektivitas sebesar 82.7%
untuk daerah penelitian I, 72.6% dengan tingkat efektivitas sebesar 79.0% untuk daerah
penelitian II dan 78.6% dengan tingkat efektivitas sebesar 83.9 % untuk daerah
penelitian III.

61
pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus
Gambaran secara rinci masing-masing
Bolak-Balik (AC) ditunjukkan pada
komponen efektivitas dan relevansi

Learning Object Materials (LOM) untuk Gambar 5, 6 dan 7.

Gambar 5. Gambaran setiap komponen efektivitas dan relevansi Learning Object


Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC untuk daerah penelitian I

62
Gambar 6. Gambaran setiap komponen efektivitas dan relevansi Learning Object
Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC untuk daerah penelitian II

63
Gambar 7. Gambaran setiap komponen efektivitas dan relevansi Learning Object
Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus AC untuk daerah penelitian III

64
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pengujian Learning Object Materials (LOM) diperoleh kesimpulan sebagai
berikut.
1. Learning Object Materials (LOM) yang digunakan relevan dengan Kompetensi Dasar (KD)
yang akan dicapai pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik (AC) dengan tingkat
relevansi sebesar 75.0 % (Cikijing, Kabupaten Majalengka), 72.6% (Kota Bandung), dan
78.6% (Kotawaringin Timur).
2. Learning object materials (LOM) yang digunakan efektif guna mencapai Kompetensi Dasar
(KD) pada pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik (AC) dengan tingkat efektivitas
sebesar 82.7% (Cikijing, Kabupaten Majalengka), 79.0% (Kota Bandung), dan 83.9 %
(Kotawaringin Timur).
3. Penggunaan learning object materials (LOM) memberikan pengaruh besar terhadap
peningkatan pengetahuan peserta didik untuk pokok bahasan Rangkaian Listrik Arus Bolak-
Balik (AC), yang ditunjukkan dengan hasil uji-t (T-Test) dengan nilai p (probability value) di
bawah 0,05 dengan tingkat keyakinan 95 %. Peningkatan pengetahuan yang terjadi di ketiga
tempat tersebut tergolong besar, yang dibuktikan dengan nilai effect size yang lebih besar dari
0.8, yaitu sebesar 8.6 (Cikijing, Kabupaten Majalengka), 1.6 (Bandung) dan 2.2 (Kotawaringin
Timur).

Beberapa saran yang dapat kami sampaikan untuk perbaikan penelitian selanjutnya yaitu sebagai
berikut.
1. Untuk memperoleh Learning Object Materials (LOM) yang sesuai tuntutan kurikulum
diperlukan kecermatan dalam melakukan searching dengan variasi kata kunci yang besar,
dalam mengidentifikasi kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi dasar sehingga
dapat memilah dan memilih LOM yang sesuai sehingga diperoleh bahan ajar digital akurat
sesuai harapan.
2. Dalam menilai dan menentukan Learning Object Materials (LOM) untuk keperluan
pembelajaran, diperlukan kriteria-kriteria standar sebagai dasar penentuan LOM yang relevan
dan sesuai kebutuhan, baik kebutuhan sesuai tuntutan kurikulum yang dijabarkan dalam
kompetensi dasar maupun kebutuhan sesuai konteks tempat dimana Learning Object Materials
(LOM) akan digunakan. Hal ini disebabkan karena beragamnya jenis, sifat Learning Object
Materials (LOM) di internet dan karakteristik daserah di Indonesia. Misalnya untuk
video/animasi, memiliki keragaman baik dari segi durasi, resolusi gambar, kedalaman dan
keluasan materi, kreativitas sajian, interaktivitas, keunikan presentasi, dan sebagainya.
3. Sebaiknya dikembangkan secara khusus portal yang menyediakan kumpulan LOM yang
terbukti efektif dan relevan dengan pencapaian kompetensi dasar (KD) atau dapat digunakan
dalam peningkatan proses pembelajaran.
4. Learning Object Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik memberikan
pengalaman belajar yang sangat efektif bagi peserta didik dalam mengeksplorasi dan
berkolaborasi dengan sesama pembelajar dalam pemecahan masalah;

65
5. Learning Object Materials (LOM) Rangkaian Listrik Arus Bolak-Balik memberikan alternatif
solusi untuk pembelajaran mandiri/individual.

DAFTAR PUSTAKA
Djemari Mardapi. (2000). Evaluasi pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan
Nasional tanggal 19 – 23 September 2000 di Universitas Negeri Jakarta.
Djemari Mardapi. (2003). Kurikulum 2004 dan optimalisasi sistem evaluasi pendidikan di sekolah.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, tanggal
10 Januari 2003 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Gallenson, A., Heins, J., & Heins, T. (2002). Macromedia MX: Creating learning
objects.Macromedia Inc.
http://download.macromedia.com/pub/elearning/objects/mx_creating_lo.pdf [6 oktober 2018]
Hiddink, G. (2001). Solving reusability problems of online learning materials. Campus-wide
Information Systems, 18(4), 146-153.
Kirkpatrick, D. L. (1998). Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco:
Berrett-Koehler Publisher, Inc.
R. William Maule. (1998). “Cognitive Maps, AI Agents and Personalized Virtual Environment in
Internet Learning Experiences” Internet Research: Electronic networking Applications and
Policy, University of San Fransisco, San Fransisco, California, USA.
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana. (2013).”Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suyanto, A. H., (2005). Mengenal E Learning.
http://physicsmaster.orgfree.com/Artikel%20&%20Jurnal/Inovasi%20Dalam%20Pendidikan/
Mengenal%20e-learning.pdf [6 oktober 2018]
Parrish, P. E. (2004). The trouble with learning objects. Educational Technology, Research and
Development, 52(1), 49-68.
https://www.researchgate.net/publication/226046869_The_trouble_with_learning_objects [7
oktober 2018]
Wiley, D. A. (2000). Connecting learning objects to instructional design theory: A definition, a
metaphor, and a taxonomy. In D. A. Wiley (Ed.), The instructional use of learning objects.
http://reusability.org/read/chapters/wiley.doc [7 oktober 2018]

66
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENCIPTAKAN
JURAGAN USIA SEKOLAH PADA SISWA PROGRAM PEMBELAJARAN JARAK
JAUH (SMA TERBUKA)
BERSAMA KADIN DI SMA NEGERI 2 PADALARANG

Aip Syarif Hasan Efendi , S.Pd.


SMA Negeri 2 Padalarang

Abstrak

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif dengan Tujuan : (1) Untuk
mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran kewirausahaan dalam menciptakan Juragan
Usia Sekolah (JUS) di SMA Negeri 2 Padalarang sebagai salah satu sekolah rintisan program
SMA Terbuka, (2) Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat aktivitas
kewirausahaan siswa. Berdasarkan informasi dari pengelola sekolah didapat data sebagai berikut:
kurang dari 10% yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, 5% Berkeluarga, 45%
Belum Bekerja dan Berwirausaha, 5% berwirausaha, dan 35% sudah bekerja

Sumber data dokumen, Kepala Sekolah, koordinator pelaksana program PJJ, guru/tutor
(Induk dan TKB) dan siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara
dan dokumentasi. Analisis data dilakukan selama penelitian ini berlangsung melalui reduksi data
dari informan kunci (ekspert) dan sumber data yang lain, mengeliminir data dan kategorisasi,
kemudian display data serta mengambil kesimpulan dan memverivikasi data. Pemeriksaan
keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dengan cara membandingkan dan crosscheck
derajat kepercayaan suatu informasi yang didapatkan. Cara ini dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil observasi dan wawancara, membandingkan apa yang dilihat secara
umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Lebih jauh lagi, membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan orang lain yang menjadi informan kunci. Membandingkan data hasil
wawancara dengan data dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.

Penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan Implementasi pembelajaran kewirausahaan


dalam mencipatakan Juragan Usia Sekolah di TKB Cipeundeuy melalui produk telur asin
dilaksanakan dengan 30% pemberian teori dan 70% praktik. Dalam praktik tersebut siswa dilatih
untuk membuat telur asin dengan terlebih dahulu membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
Produk yang dihasilkan nantinya harus di jual oleh siswa sebagai tugas dari guru kewirausahaan.
Dalam proses pengemasan samapai dengan pemasaran siswa di bantu oleh KADIN. Respon siswa
dari angket yang diberikan diperoleh data sebanyak 98% siswa memberikan respon positif
terhadap pembelajaran kewirausahaan, 97,5% siswa terhadap praktik kewirausahaan, 97,86%
siswa terhadap minat berwirausaha, dan 100% siswa memberikan respon positif terhadap
keterlibatan KADIN dalam program JUS, ini menunjukkan bahwasannya program JUS yang
merupakan implementasi dari pelajaran kewirausahaan sangat dibutuhkan oleh siswa, Hambatan
dan tantangan diantaranya masih ada sebagian siswa yang belum mengikuti dengan baik program
JUS, sebagian siswa masih kesulitan memasarkan produknya dan sebagian siswa masih belum

67
bisa membuat kemasan yang menarik. Peran pelaku usaha dalam hal ini KADIN sangat
dibutuhkan, untuk mengembangkan kegiatan JUS.

Kata Kunci : Implementasi Kewirausahaan, Juragan Usia Sekolah, Pendidikan Jarak Jauh

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Berdasarkan Data APK/APM Pusat Data Statistik Pendidikan Balitbang Kemdikbud, dari
13.169.628 anak usia 16-18 tahun tamatan SMP/Sederajat masih ada sebesar 5.726.271 anak atau
43,48% yang belum dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Hal ini disebabkan
banyak faktor kendala, antara lain; karena faktor geografis, ekonomi, sosial dan kondisi lainnya.
Padahal, PP No. 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Kemdikbud, 2013), dengan tegas mengamanatkan pentingnya
pengembangan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan anak yang sesuai dengan potensi lokal.
Pendidikan jarak jauh atau biasa disingkat dengan PJJ menjadi salah satu alternatif untuk
memecahkan masalah tersebut. Salah keunggulan pembelajaran jarak jauh adalah adanya materi
yang berkenaan dengan kewirausahaan. Harapannya, setelah siswa mendapatkan mata pelajaran
ini mereka dapat mengembangkan dan mengaplikasikan kemampuan berwirausaha diberbagai
bidang sesuai dengan kemampuan, keahlian mereka masing-masing. Sehingga mereka
mendapakan uang dari hasil usaha yang meraka lakukan. Uang ini tentunya dapat mereka gunakan
untuk keperluan hidup mereka sehari-hari, dan tentunya hal ini dapat membantu meringankan
beban ekonomi keluarganya.

Kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan


permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Dengan
diajarkan mata pelajaran kewirusahaan dan ketrampilan, diharapkan siswa mampu menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri sesuai dengan ketrampilan masing-masing. Salah satu model
pembelajaran yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan
dengan adanya program JUS yang diberikan kepada siswa secara teratur dan terarah. Dengan
adanya pembelajaran kewirausahaan di sekolah menengah atas melalui program JUS diharapkan
bisa mengembangkan ide-ide kreatif siswa yang bisa diarahkan pada pencapaian tiga kompetensi
yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill.

Materi kewirausahan yang diajarakan pada pembelajaran jarak jauh adalah jenis wirausaha
yang modal dan bahan bakunya banyak dijumpai didaerah tempat tinggal siswa, salah satu
contohnya adalah pembuatan dan pemasaran telur asin. Siswa diajarkan teknik pembuatan telur
asin sampai dengan cara pemasaran telur asin tersebut. Diharapkan materi yang diajarkan ini dapat
bermanfaat bagi siswa.

Proses dan model kolaborasi antara sekolah dan Dunia usaha dalam pembelajaran
kewirausahaan pada siswa di SMAN 2 Padalarang dalam menciptakan Juragan Usia Sekolah

68
(JUS) dilaksanakan dengan bekerjasama dengan KADIN Kabupaten Bandung Barat, hal ini
dilakukan mengingat akses pengembangan dunia usaha sangat erat kaitannya dengan KADIN.

Keberhasilan mata pelajaran kewirausahaan terhadap kemampuan berwirausaha siswa


memang belum terukur, hal ini dikarenakan belum ada penelitian khusus terkait hal tersebut.
Untuk itu penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam mengenai “Implementasi Pembelajaran
Kewirausahaan dalam Menciptakan Juragan Usia Sekolah pada siswa Program
Pembelajaran Jarak Jauh (SMA Terbuka) Bersama KADIN di SMA Negeri 2 Padalarang”

Perumusan masalah
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

11 Bagaimana implementasi pembelajaran kewirausahaan dalam menciptakan Juragan Usia


Sekolah (JUS) di SMA Negeri 2 Padalarang?
12 Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan Program Juragan Usia Sekolah
di SMA Negeri 2 Padalarang?
13 Bagaimana keterlibatan KADIN dalam pelaksanan program JUS?

Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :

2. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi pembelajaran kewirausahaan dalam


menciptakan Juragan Usia Sekolah (JUS) di SMA Negeri 2 Padalarang.
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan Program
Juragan Usia Sekolah di SMA Negeri 2 Padalarang
4. Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan KADIN dalam program JUS

KAJIAN TEORI
1. Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa


pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkrontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang
baik terhadap materi pelajaran. Sedangkan menurut Saiful Sagala dalam Eman Suherman (2010 :
18) pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan/atau nilai baru. Dengan kata lain

69
pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
sehingga terjadi perubahan pengetahuan, tingkahlaku dan sikap kearah yang diharapkan dalam
proses belajar tersebut.

Ciri-ciri pembelajaran menurut Sugandi, dkk (2000:25) diantaranya adalah:

8. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis


9. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar
10. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menatang bagi siswa
11. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik
12. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi
siswa
13. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun
psikologis.

Definisi kewirausahaan menurut Daryono (2012 : 2) adalah kemampuan untuk


menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk
menciptakan peluang. Sedangkan menurut Eddy Soertyanto (2209 : 3) kewirausahaan adalah salah
satu usaha kreatif yang dibangun berdasarkan inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru,
memiliki nilai tambah, memberi manfaat, menciptakan lapangan pekerjaan dan hasilnya berguna
bagi orang lain. Berdasarkan dua definisi kewirausahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
kewirausahaan adalah usaha kreatif yang dibagun berdasarkan invoasi untuk menciptakan peluang
bisnis baru yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, meningkatkan kesejahteraan diri
dalam lingkungan dan masyarakat.

Definisi pembelajaran dan kewirausahaan sebagaimana yang dipaparkan diatas dapat


disimpulkan bahwa pembelajaran kewirausahaan adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk
membantu siswa dalam mempelajari berbagai usaha kreatif untuk melahirkan inovasi bisnis baru
dengan target keuntungan dan juga meningkatkan kesejahteraan diri dalam lingkungan dan
masyarakat. Tujuan diberikannya pembelajaran kewirausahaan pada peserta didik adalah agar
peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan melalui proses berpikir, bersikap,
dan berbuat sesuatu yang melahirkan inovasi dan menciptakan peluang bisnis baru.

Pembelajaran kewirausahaan di sekolah umumnya dilakukan dengan menggunakan


metode ceramah, resitasi, dan membaca buku teks. Sedangkan menurut Galbraith (1967, dalam
yuliakusmawati.blogspot.com/Strategi Pembelajaran Kewirausaaan) bahwa untuk mempelajari
suatu ilmu, seseorang harus cekatan dalam menyimak, memahami dan mengambil keputusan, agar
nantinya dia lebih mampu bertahan hidup. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
menetukan strategi pembelajaran kewirausahaan yaitu; 1) kebutuhan dasar siswa, 2) latar belakang
siswa, 3) perkembangan kognitif siswa, 4) jenis dan kecakapan belajar, 5) media dan sumber
belajar, 6) karaktersitik mata pelajaran, 7) karakteristik kurikulum, 8) karakteristik lingkungan
siswa, dan 9) pengalaman guru. Pembelajaran kewirausaan ini dapat diterima oleh siswa jika
pembelajaran ini dilakukan dengan menarik dan memenuhi kebutuhan dasar siswa.

70
3. Program Juragan Usia Sekolah pada SMA Negeri 2 Padalarang Program Pembelajaran
Jarak Jauh (SMA Terbuka)
SMA Negeri 2 Padalarang sebagai salah satu sekolah yang ditunjuk oleh
kementerian

pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia untuk menyelenggarakan program Pendidikan


Jarak Jauh (SMA Terbuka) sejak tahun 2014 dengan jumlah siswa 600 orang dan telah meluluskan
sebanyak 195 siswa di tahun 2017 dan 170 siswa di tahun 2018. Dilihat dari karakteristik siswa
SMA Terbuka di SMA Negeri 2 Padalarang baik yang masih aktif sebagai siswa maupun yang
sudah lulus, berdasarkan informasi dari pengelola sekolah didapat data sebagai baerikut: kurang
dari 10% yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, 5% Berkeluarga, 45% Belum
Bekerja dan Berwirausaha, 5% berwirausaha, dan 35% sudah bekerja.

Wirausaha atau entrepreneurship merupakan salah satu tujuan utama dari pembelajaran
jarak jauh di SMA Negeri 2 Padalarang. Kondisi siswa SMA terbuka di SMA Negeri 2 Padalarang
rata-rata sudah bekerja, baik sebagai karyawan ataupun memiliki usaha sendiri walaupun masih
kecil. Hal ini menuntut sekolah untuk memberikan pembelajaran keterampilan wirausaha. Materi
keterampilan dikondisikan sesuai dengan sosial budaya dan lingkungan sekitar siswa.
Pembelajaran yang mereka dapatkan di sekolah diharapkan dapat menjadi bekal untuk
menciptakan Juragan Usia Sekolah (JUS). Program JUS diharapkan dapat mengembangkan ide-
ide kreatif siswa yang dapat diarahkan pada pencapaian tiga kompetensi yang meliputi penanaman
karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill.
Sekolah menyelipkan pembelajaran wirausaha kepada siswa di setiap mata pelajaran yang
diberikan. Materi pembelajaran yang dibahas tentang keterampilan membuat sesuatu yang dapat
memilki daya jual tinggi di semua kalangan masyarakat, seperti makanan, tas dan lain-lain. Salah
satunya adalah keterampilan diajarkan teknik pembuatan telur asin sampai dengan cara pemasaran
telur asin tersebut. Diharapkan materi yang diajarkan ini dapat bermanfaat bagi siswa. Kegiatan
pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan SMAN 2 Padalarang Program PJJ/SMATER ini
berkolaborasi dengan KADIN Kabupaten Bandung Barat. KADIN Kabupaten Bandung Barat
memberikan pelatihan dan pembimbingan secara langsung kepada siswa SMAN 2 Padalarang
Program PJJ/SMATER di TKB Cipeundeuy dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang yang
dikelompokkan menjadi 4 kelompok dari mulai menyusun struktur organisasi usaha, rencara
usaha, modal, produksi, pemasaran sampai pengelolaan keuangan bisnis tersebut.

Kegiatan pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan bersama-sama dengan KADIN


Kabupaten Bandung Barat merupakan upaya untuk membekali siswa dengan keterampilan dan
kecakapan hidup guna bersaing di masyarakat. Selain itu juga membekali siswa dengan
keterampilan dengan tujuan agar tercipta para pengusaha muda yang tidak mengandalkan
pekerjaan dari orang lain melainkan mereka yang memberikan alternatif pilihan pekerjaan bagi
dirinya sendiri, dan lingkungan sekitarnya. Jika kegiatan ini dilaksanakan secara intensif dan
bekelanjutan diharapkan dapat menekan angka pengangguran.

A. Kerangka Pemikiran

71
Penelitin ini disusun berdasarkan paradigma atau kerangka berpikir bahwa pembelajaran
kewirausahaan yang dilaksanakan pada siswa SMAN 2 Padalarang Program PJJ/SMATER adalah
upaya untuk mencetak para Juragan Usia Sekolah yang nantinya di harapkan menjadi pengusaha-
pengusaha muda yang handal dan siap bersaing dengan bangsa asing dan/atau menjadi para
pekerja profesional. Agar pembelajaran kewirausahaan ini berjalan dengan efektif maka SMAN 2
Padalarang berkolaborasi dengan KADIN Kabupaten Bandung Barat. KADIN Kabupaten
Bandung Barat memberikan pelatihan dan pembimbingan secara langsung kepada siswa dari
mulai menyusun struktur organisasi usaha, rencana usaha, modal, produksi, pemasaran sampai
pengelolaan keuangan bisnis tersebut.

Kolaborasi yang dilakukan oleh SMAN 2 Padalarang Program PJJ/SMATER dengan


KADIN Kabupaten Bandung Barat diharapkan dapat memberikan keterampilan berwirausahan
pada siswa dengan mengamati potensi dan kebutuhan lingkungan sekitar, serta berinovasi dengan
menciptakan hal-hal baru dan prospek bisnis baru yang diperhitungkan dengan target keuntungan
dan juga meningkatkan kesejahteraan diri dalam lingkungan dan masyarakat. Kerangka pemikiran
tersebut dapat digambarakan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan suatu ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara
untuk mencapai tujuan. Misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa yaitu dengan menggunakan
teknik dan alat-alat tertentu.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, di mana dalam penelitian
kualitatif dilakukan dengan menghimpun data dalam keadaan yang sebenarnya, mempergunakan
cara kerja yang sistematis, terarah dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak kehilangan
sifat ilmiahnya.

Rancangan Penelitian

Rancangan pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebelum dilaksanakan. Kegiatan


merencanakan itu mencakup komponen-komponen penelitian yang diperlukan. Dalam penelitian

72
kualitatif komponen-komponen yang akan dipersiapkan itu masih bersifat sebagai kemungkinan
(Moleong, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, Lincoln dan Guba dalam Moleong (2004),
menyatakan bahwa rancangan penelitian merupakan usaha merencanakan kemungkinan-
kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukan secara pasti apa yang akan dikerjakan dalam
hubungan dengan unsur masing-masing. Jadi dapat dikatakan bahwa rancangan penelitian
merupakan usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang
diperlukan dalam suatu penelitian.

Adapun jenis dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha untuk menggambarkan apa yang ada sekarang berdasarkan data-data,
penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis dan meginterpretasi (Moleong, 2009). Penelitian
ini berusaha memberikan gambaran dengan sistematis cermat fakta-fakta aktual dan sifat populasi
tertentu. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang
dihadapi sekarang dan untuk menggambarkan situasi atau kejadian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif lebih menekankan


analisis pada proses penyimpulan induktif, artinya data dikumpulkan, di analisis, di abstraksikan
dan akan muncul teori-teori sebagai dinamika sebagai hubungan antara fenomena yang diamati
dengan menggunakan logika ilmiah (Moleong, 2009). Penekanan pendekatan kualitatif yaitu pada
usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

Sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada mutu kedalaman uraian pembahasan
permasalahn yang dikaji. Untuk kepentingan itu, maka metode kualitatif yang dilakukan
memerlukan pengamatan, pemetaan, flow-chat dan menganalisis masalah

Fokus Penelitian

Fokus penelitian dapat diartikan sebagai titik pusat yang menjadi perhatian dalam penelitian.
Yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Pelaksanaan
Pembelajaran Kewirausahaan dalam Menciptakan Juragan Usia Sekolah pada siswa SMA Negeri
2 Padalarang Program Pembelajaran Jarak Jauh (SMA Terbuka) bersama KADIN di TKB
Cipeundeuy dalam usaha produksi telur asin.
Informan Penelitian

Informan penelitian merupakan keseluruhan bahan atau elemen yang akan diteliti. Informan
penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Koordinator PJJ SMAN 2
Padalarang, guru/tutor PJJ SMAN 2 Padalarang dan 40 siswa SMAN 2 Padalarang program
PJJ/SMATER TKB Cipeundeuy yang terlibat dalam program JUS serta perwakilan dari KADIN
Kabupaten Bandung Barat yang terlibat secara langsung dalam program Juragan Usia Sekolah
(JUS). Menurut Arikunto (2002:112) Apabila informan penelitian tersebut kurang dari 100 lebih
baik diambil semua, namun jika informan dalam jumlah besar diambil antara 10% - 15% atau 20%
- 25%. Dikarenakan jumlah informan kurang dari 100 orang maka peneitian ini mengambil
keseluruhan informan seperti yang telah ditentukan sebelumnya.

73
Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara dan kuosioner. Observasi
dilakukan langsung oleh peneliti sehingga peneliti terlibat secara langsung dalam penelitian.

Sedangkan wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber dan kuosioner disebarkan kepada
seluruh siswa kelas X dan kelas XI Siswa PJJ khususnya siswa yang sudah memiliki usaha. Data
dianalisis secara deskriptif kualitatif

Populasi dan Sampel


1. Populasi

Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri
dari mausia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa, sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi yang penulis gunakan sebagai
objek penelitian adalah seluruh unsur yang terlibat di dalam penyelenggaraan PJJ di SMA
Negeri 2 Padalarang (Kepala Sekolah, Guru/Tutor dan Siswa)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, (Arikunto, 2002: 109). Penetapan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis metode random sampling.
Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti
“mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek dalam populasi
dianggap sama. Adapun caranya adalah wawancaraner kepada Kepala Sekolah, observasi
Guru/Tutor, Siswa SMA Terbuka TKB Cipeundeuy.

Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Semua data yang terkumpul kemudian
disajikan dalam susunan yang baik dan rapi. Yang termasuk dalam kegiatan pengolahan data
adalah menghitung Implementasi Pembelajaran Kewirausahaan dalam Menciptakan Juragan Usia
Sekolah Pada Siswa Program Pendidikan Jarak Jauh Bersama KADIN di SMA Negeri 2
Padalarang, berdasarkan data hasil kuesioner dan wawancara kemudian diolah untuk mendapatkan
nilai persentase. Tahap-tahap pengolahan data tersebut adalah:
a. Penyuntingan Semua daftar pertanyaan wawancara, data kuesioner yang berhasil
dikumpulkan selanjutnya diperiksa terlebih dahulu dan dikelompokkan.
b. Penyusunan dan Perhitungan Data Penyusunan dan perhitungan data dilakukan secara
manual dengan menggunakan alat bantu berupa komputer.
c. Tabulasi Data yang telah disusun dan dihitung selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel.
Pembuatan tabel tersebut dilakukan dengan cara tabulasi langsung karena data langsung

74
dipindahkan dari data ke kerangka tabel yang telah disiapkan tanpa proses perantara
lainnya. (Singarimbun, 1994: 248).

Analisis Data
Tahap-tahap pengolahan data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan akan kelengkapan jawaban.

Pada tahap ini data yang diperoleh diperiksa kembali untuk mencari jawaban dari kuesioner
yang tidak lengkap.

4. Tally, yaitu menghitung jumlah atau frekuensi dari masing-masing jawaban dalam kuesioner.
5. Menghitung persentase jawaban responden dalam bentuk tabel tunggal melalui distribusi
frekuensi dan persentase. dengan menggunakan rumus :
P = f/N x 100%
P : Persentase

f: Frekuensi data


N : Jumlah sampel yang diolah (Warsito, 1992:59)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Penelitian

Sesuai dengan rencana awal menyebutkan bahwa metode dalam pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, pemberian angket/kuesioner dan dokumentasi.

Penyajian data dilakukan secara beruntun mulai dari observasi dilanjutkan dengan
penyebaran angket/kuesioner. Berikut ini adalah sajian deskripsi penemuan data mengenai
Implementasi Pembelajaran Kewirausahaan dalam Menciptakan JUS bersama KADIN di SMA
Negeri 2 Padalarang dengan fokus penelitian di salah satu TKB yaitu TKB Cipeundeuy. Adapun
subjek yang dimintai keterangan sebanyak 42 orang, terdiri atas 1 Kepala Sekolah yang
mengetahui banyak tentang pelaksanaan pembelajaran jarak jauh kemudian 1 dari guru/tutor PJJ
selaku pelaksana dan 40 orang siswa dari TKB Cipeundeuy.
Temuan-temuan Penelitian

Berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh, peneliti akan melakukan analisis dan
menguraikan data secara deskriptif, untuk itu akan dilakukan pengkategorisasian hasil penelitian
yang akan diperoleh melalui metode angket/kuesioner, dan diharapkan dapat mempermudah

75
proses analisis selanjutnya. Pada bagian ini akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu; (a) tabel
analisis hasil temuan dan rangkuman, dan (b) analisis dari tiap subjek.
Hasil Temuan
1. Hasil Temuan pada Kepala Sekolah program PJJ di SMAN 2 Padalarang

Dari hasil wawancara dapat dideskripsikan sebagai berikut, jumlah siswa yang mengukuti
program pembelajaran jarak jauh (SMA Terbuka) di SMA Negeri 2 Padalarang ada sebanyak 673
orang yang tersebar di 7 Tempat Kegiatan Belajar (TKB) yaitu : (a) TKB Sindangkerta, (b) TKB
Cihampelas, (c) TKB Batujajar, (d) TKB Cipatat, (e) TKB cisarua, (f) TKB Lembang, dan (g)
TKB Cipeundeuy. Dari data yang diperoleh dari sekolah tercatat data sebagai berikut kurang dari
10% yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, 5% Berkeluarga, 45% Belum
Bekerja dan Berwirausaha, 5% berwirausaha, dan 35% sudah bekerja.. Jenis usaha yang dilakukan
siswa meliputi usaha kuliner, busana, sablon dan kerajinan (cinderamata).

Menanggapi data tersebut sekolah mencanangkan program Juragan Usia Sekolah yang
merupakan implementasi dari mata pelajaran kewirausahaan, ini dilaksanakan mengingat dari data
kelulusan yang ada, ternyata sebagian besar siswa setelah lulus lebih memilih untuk bekerja dan
berwirausaha. Dalam melaksanakan program JUS ini sebelumnya sekolah memberikan pelatihan
yang bekerjasama dengan pelaku usaha dalam hal ini KADIN, adapun tindaklanjut dari pelatihan
dan teori di kelas ini siswa dituntut untuk melaksanakan praktik dari mulai merancang, produksi
sampai dengan memasarkan produknya, kegiatan tersebut dapat diikuti oleh siswa dengan
antusias.

Dalam mengimplementasikan mata pelajaran kewirausahaan, sekolah menggabungkan


antara teori dan praktik dengan porsi praktik lebih besar yaitu sebesar 70% dan sisanya teori di
kelas, tantangan dan hambatan yang dihadapi sekolah dalam pelaksanaan program ini antara lain
adalah beberapa siswa masih belum bisa mengikuti secara maksimal terkait program tersebut,
sehingga masih perlu dimotivasi. Disamping itu faktor penghambat lain adalah setelah ada produk
beberapa siswa mengalami kesulitan/tidak bisa dalam hal memasarkannya, khusus di TKB
Cipeundeuy sebagai fokus dalam penelitian ini, dimana siswa memproduksi telur asin, sebagian
besar siswa sudah bisa memproduksi sampai dengan memasarkannya, dalam kegiatan awal setelah
siswa diberi pelatihan dalam membuat telur asin, siswa diberikan tugas secara berkelompok
mengadakan survey mulai dari ketersedian bahan sampai dengan survey pasar, dari hasil survey
tersebut ternyata di daerah Cipeundeuy memungkinkan untuk di buat usaha telur asin oleh siswa.

2. Hasil Temuan pada Guru/tutor pelaksana program PJJ di SMAN 2 Padalarang

Obervasi pada guru SMAN 2 Padalarang Program SMATER yang dilakukan dalam
penelitian ini mengasilkan informasi berikut ini:

A. Pemberian Materi Pelajaran Kewirausahaan

76
Materi pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) yang diberikan pada siswa SMAN
2 Padalarang Program SMATER mengacu pada kurikulum 2013. Sebagai mana hasil obeservasi
yang dilakukan pada guru PKWU SMAN 2 Padalarang bahwa esensi mata pelajaran ini adalah
untuk membentuk, membuat, mengolah, membangu baik diri maupun sekitar dari tidak mampu
menjadi mampu dan mandiri yang pada akhirnya diwujudkan dalam bentuk produk yang berdaya
guna serta ekonomis. Selain itu juga tujuan mata pelajaran PKWU adalah agar siswa memiliki life
dan soft skill saat ia terjun di masyarakat. Adapun meteri yang terdapat pada mata pelajaran
PKWU adalah; kerajinan, pengolahan, rekayasa, dan budidaya. Semua materi ini diberikan pada
siswa SMAN 2 Padalarang Program SMATER yang tentunya mengacu pada Silabus dan juga RPP
yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh guru mata pelajaran tersebut.
Guru mempersiapkan berbagai macam administrasi dimulai dari perencanaan, proses hingga
evaluasi. Semua kegiatan pembelajaran tertuang dalam silabus dan diperjelas pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Adapun bentuk pengajaran kewirausahaan di SMAN 2
Padalarang Program SMATER bersifat Student-Centered (berpusat pada siswa), sedangkan guru
berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. Melalui mata pelajaran Kewirausahaan, Siswa SMAN
2 Padalarang Program SMATER tidak hanya dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran
tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, dan memiliki
keterampilan kecakapan hidup berbasis seni, teknologi, dan berbasis ekonomis. Dari hasil
obeservasi tersebut jelas bahwa teknik dan metode pembelajaran PKWU di SMAN 2 Padalarang
Program SMATER menggunakan metode project sehingga penilaiannya lebih menekanankan
pada hasil atau produk (penilaian praktik) yang dihasilkan oleh masing-masing siswa. Tetapi
tidak mengabaikan penilaian pengetahuan dan juga sikap.

B. Praktik Kewirausahaan

Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan pada guru SMAN 2 Padalarang Program
SMATER salah satu praktik kewirausaah yang diajarkan adalah produksi telur asin. Guru PKWU
tidak hanya memberikan materi tentang proses pembuatan telur asin tetapi juga langsung
mempraktekan cara membuat telur asin tersebut. Siswa SMAN 2 Padalarang Program SMATER
tidak hanya mendapatkan teori dan praktik pembuatan telur asin tetapi juga mendapatkan meteri
dan praktik pemasaran hasil produksi mereka dimana guru PKWU bekerjasaman dengan KADIN
Kabupaten Bandung Barat untuk mengajarkan hal tersebut pada siswa.

Seorang guru PKWU harus mampu menggali potensi siswa sehingga menghasilkan karya
yang beragam dengan tetap menerapkan karakter positif dalam dirinya. Keterampilan yang
diajarkan oleh guru keriwausahaan SMAN 2 Padalarang Program SMATER tidak hanya membuat
telur asin tetapi juga meliputi kegiatan membuat berbagai macam olahan makanan (telur asin,
berbagai jenis keripik, berbagai jenis olahan susu sapi, dan lain-lain), membuat produk tekstil
(kaos, jaket, piyama, topi), hidroponik, kerajinan tangan lainnya yang keseluruhannya bersumber
dari SDA yang ada dilingkungan sekitar siswa. Siswa diberi kebebasan untuk mempraktekkan apa
yang telah didapat secara teori dari mulai produksi sampai memasarkan. Semua elemen terlibat
dalam kegiatan tersebut baik dari kepala sekolah, koordinator SMATER, pengelola TKB dan para
tutor.

77
C. Perilaku Siswa Yang Berhubungan Dengan Minat Kewirausahaan

Berdasarkan hasil observasi pada siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki antusias dan
respon yang tinggi terhadap kegiatan pembelajaran PKWU. Selain itu juga siswa memiliki
motivasi dan minat yang tinggi dalam setiap kegiatan yang diberikan oleh guru PKWU dan juga
KADIN. Kegiatan pembelajaran PKWU ini menumbuhkan semangat kewirausahaan dan juga
memotivaasi siswa untuk berwirausaha dan menjadi enterpreneur yang inovatif dan kreatif.
Dengan melihat hasil yang positif terhadap kegiatan kewirausahaan maka tujuan mata pelajaran
PKWU dan juga tujuan program Juragan Usia Sekolah (JUS) telah tercapai.

Manfaat yang dirasakan oleh siswa setelah mendapatkan materi PKWU adalah
menumbuhkembangkan kemampuan berfikir dan kemampuan bekerja keras serta kreatif dan
inovatif dalam memanfaatkan dan memandang potensi lingkungan sekitar sehingga tercipta
berbagai macam produk yang dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, dan
juga mendapatkan keuntungan secara finansial.

3. Hasil Temuan pada siswa program PJJ di SMAN 2 Padalarang

Berikut ini adalah pengkategorisasian terhadap hasil penelitian dengan menggunakan


metode angket/kuesioner, yang berbentuk pernyataan/jawaban subjek yang berkedudukan sebagai
siswa di TKB Cipeundeuy, setiap pertanyaan dijawab oleh 40 orang subjek. Rekapitulasi jawaban
siswa dari setiap kategori angket yang diberikan dapat dilihat pada tabel 1 dan diagram 1 berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Jawaban Angket Siswa

Rerata
Jumlah Rerata (%)
No Item Pertanyaan Angket Jawaban
Pertanyaan
Ya Tdak Ya Tidak

1 Pembelajaran Kewirausahaan 5 39,2 0,8 98 2

2 Praktik Kewirausahaan 10 39 1 97,5 2,5

3 Minat berwirausaha 7 39,14 0,86 97,86 2,14

78
Keterlibatan KADIN Dalam
4 6 40 0 100 0
Program JUS

Diagram 1. Rekapitulasi Jawaban Angket Siswa

Dari tabel 1 dan diagram 1 di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut: Secara
keseluruhan dari 4 (empat) kategori angket yang diberikan siswa memberikan jawaban yang
positif, dimana sebanyak 98% siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran
kewirausahaan, 97,5% siswa terhadap praktik kewirausahaan, 97,86% siswa terhadap minat
berwirausaha, dan 100% siswa memberikan respon positif terhadap keterlibatan KADIN dalam
program JUS, ini menunjukkan bahwasannya program JUS yang merupakan implementasi dari
pelajaran kewirausahaan sangat dibutuhkan oleh siswa.

Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Implementasi pembelajaran kewirausahaan dalam mencipatakan Juragan Usia Sekolah di


TKB Cipeundeuy melalui produk telur asin dilaksanakan dengan 30% pemberian teori dan
70% praktik. Dalam praktik tersebut siswa dilatih untuk membuat telur asin dengan terlebih
dahulu membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Produk yang dihasilkan nantinya harus
di jual oleh siswa sebagai tugas dari guru kewirausahaan. Dalam proses pengemasan samapai
dengan pemasaran siswa di bantu oleh KADIN.

79
b. Respon siswa dari angket yang diberikan diperoleh data sebanyak 98% siswa memberikan
respon positif terhadap pembelajaran kewirausahaan, 97,5% siswa terhadap praktik
kewirausahaan, 97,86% siswa terhadap minat berwirausaha, dan 100% siswa memberikan
respon positif terhadap keterlibatan KADIN dalam program JUS, ini menunjukkan
bahwasannya program JUS yang merupakan implementasi dari pelajaran kewirausahaan
sangat dibutuhkan oleh siswa
c. Hambatan dan tantangan:
Masih ada sebagian siswa yang belum mengikuti dengan baik program JUS
Sebagian siswa masih kesulitan memasarkan produknya
Sebagian siswa masih belum bisa membuat kemasan yang menarik

2. Peran pelaku usaha dalam hal ini KADIN sangat dibutuhkan, untuk mengembangkan kegiatan
JUS.
3. Saran
a. Diharapkan program JUS di SMA Negeri 2 Padalarang program SMA Terbuka dapat
dilaksnakan terus menerus sehingga menjadi program unggulan, disamping itu hendaknya
sekolah juga menyediakan lembaga khusus atau bekerjasama dengan pihak lain yang dapat
memfasilitasi produk siswa untuk dipasarkan khususnya pemasaran melalui online.
b. Kerjasama yang baik antara pihak sekolah, orang tua, siswa, pelaku usaha dan KADIN harus
lebih ditingkatkan lagi.
c. Diharapkan siswa dapat terus mengimplementasikan pembelajaran kewirausahaan yang di
dapat dalam kehidupan sehari-hari.

80
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Bygrave, W.D. 1994. The Portable MBA in Entrepreneurship. New York: John. Willey & Sons,
Inc

Hisrich, D Robert dan Michael P Peters. 2008. Entrepreneurship. New York: McGraw
Hill https://konsepbisnisplan.wordpress.com/2013/03Konsep Bisnis Planning

Huat, T Chwee, dkk. 1990. Management of business, 5th ed. --5th.ed. Singapore: McGraw-Hill
Book Co.

Mahmud. Mach foed.2012. Business plan bagi manajemen perusahaan


Moleong, Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mustakim (2013) “PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI KOLABORASI


ANTARA SEKOLAH DENGAN DUNIA USAHA (DUNIA INDUSTRI) PADA
SISWA SMK NEGERI 3 KUDUS TAHUN 2013”
(http://moraref.or.id/record/view/53004, diakses 13 Mei 2018)

LPPM UT .2015.Sistem pendidikan terbuka dan jarak


jauh(http://lppm.ut.ac.id/system/files/artikel/progunggulan/brosur/1.%20KONSEP%2
0SP TJJ_PAU%20NOV%202015.pdf, diakses 3 Mei 2018)

PERATURANDIREKTURJENDERALPENDIDlKANMENENGAH

KEMENTERIANPENDIDIKANDANKEBUDAYAANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR1670/D/LK/2014 Tentang PELAKSANAAN SEKOLAH TERBUKA
PADAJENJANG PENDIDIKANMENENGAH

Permendikbud no. 119 tahun 2014 tentang PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK


JAUH PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Rizki Brida Amalia 92016) “Implementasi Pembelajaran Kewirausahaan Melalui Praktek


Prakarya Di SMK PGRI 3 Malang, (http://etheses.uin-malang.ac.id/3507/, diakses 12
Mei 2018)

Sudrajat, Akhmad. 2011. Konsep Kewirausahaan dan Pendidikan Kewirausahaan di


Sekolah.ttps://akhmadsudrajat.wordpress.com/2018/05/14

Sukardi, M. Ismail, dan Ni Made Novi Suryanti (2104) “MODEL PENDIDIKAN


KEWIRAUSAHAAN BERBASIS KETERAMPILAN LOKAL BAGI ANAK PUTUS

SEKOLAH PADA MASYARAKAT MARGINAL”


(https://www.neliti.com/publications/84826/model-pendidikan-kewirausahaan-
berbasis-keterampilan-lokalbagi-anak-putus-sekola, diakses 13 Mei 2018)

81
Tri Darmayanti, Made Yudhi Setiani, Boedhi Oetojo (2007)E-LEARNING PADA PENDIDIKAN
JARAK JAUH: KONSEP YANG MENGUBAH METODE PEMBELAJARAN DI
PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA, urnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh,

Volume 8, Nomor 2, September 2007, 99-113


(http://simpen.lppm.ut.ac.id/ptjj/PTJJ%20Vol%208.2%20september%202007/02-
tridarmayanti.pdf, diakses 3 Mei 2018)

Zimmererand, Thomas W. 1998. Effective Small Business Management. Amerika: Prentice Hall

82
PEMANFAATAN REGULASI JUAL BELI DARING DALAM MENDUKUNG
PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Kasus: Indonesia, Filipina, dan Thailand

Enni Soerjati,S.H.,M.H, Sena Lingga Saputra,S.H & Benny Keshar Syamsu,S.H


Universitas Padjadjaran

Abstrak. Pengenalan wirausaha secara online sudah mulai diterapkan di Sekolah


Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Salah satu kegiatan
wirausaha yang dapat dilakukan adalah jual beli online (electronic commerce/E-
Commerce). Siswa diberikan pemahaman dan didorong untuk berani memulai
melakukan transaksi E-Commerce. Transaksi yang dilakukan oleh para siswa tersebut
harus diatur oleh regulasi yang akan memberikan rambu-rambu sebagai pembatas dan
pelindung para pelaksana transaksi E-Commerce. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbandingan regulasi jual beli online (daring) di Indonesia, Philipina, dan
Thailand. Selain itu juga akan meneliti mengenai manfaat yang diperoleh oleh siswa
dengan pengaturan jual beli online tersebut.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa regulasi transaksi online dan
manfaatnya terhadap kegiatan E-Commerce yang dilakukan oleh siswa tingkat Sekolah
Menengah Atas di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Metode penelitian yang digunakan
adalah pendekatan secara yuridis normatif yang dianalisa berdasarkan pada ilmu hukum,
yang fokus pada penelitian terhadap data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Regulasi yang ada di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Regulasi yang ada di Thailand adalah Product Liability Act
BE 2551 (2008), Electronic Transactions Act, B.E. 2544 (2001), dan UU Kejahatan
Komputer Thailand B.E. 2550 (2007). Sedangkan di Filipina adalah Electronic
Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 dan Consumer Act of the Philipphines
(Republic Act No.7394). regulasi yang dapat dimanfaatkan para siswa SMK adalah dua
Undang-Undang yang terkait perlindungan konsumen dalam transaksi E-Commerce
yaitu UU Perlindungan konsumen dan UU ITE. Kedua undang-undang tersebut telah
mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen dalam
melakukan transaksi jual beli barang bergerak melalui E-Commerce, perlindungan
hukum tersebut terlihat dalam ketentuan-ketentuan UU Perlindungan Konsumen dan UU
ITE. Begitu pula dengan negara Thailand dan Filipina, sehingga siswa dapat
memanfaatkan regulasi yang berlaku.

Keywords: E commerce, manfaat e commerce, pengaturan penjualan online, perlindungan


konsumen online, wirausaha..

83
Pendahuluan

1. Latar Belakang

Diharapkan dari hasil penerapan PJJ dilingkungan SMK, para siswa bisa
terbiasa menggunakan internet dikehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, agar siswa
dapat memanfaatkan internet untuk kegiatan lain pula. Salah satu contohnya adalah
berwirausaha yaitu dengan melakukan jual beli online (Electronic Commerce/E-
Commerce). Bermodalkan bekal dari penerapan program PJJ, siswa sudah tidak asing
dalam mengakses internet. Siswapun dapat melakukan aktifitas transaksi online
sebagai salah satu kegiatan E-Commerce. Siswa dibimbing untuk dapat menghasilkan
produk berupa barang dan atau jasa dan menawarkannya secara online. Kegiatan E-
Commerce ini dapat mendukung perkembangan ekonomi digital, melalui partisipasi
para siswa dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Agar
kegiatan-kegiatan tersebut berjalan lancar, dibutuhkan pemahaman terhada adanya
aturan yang berlaku, sehingga siswa dapat mengetahui hal apa saja yang dilarang dan
hal apa saja yang diperkenankan secara hukum dalam transaksi online. Tujuan
dibentuknya aturan khususnya mengenai kegiatan E-Commerce atau transaksi online
adalah agar ada kepastian hukum dari tindakan yang dilakukan oleh orang yang pihak
tidak bertanggung jawab, sehingga melindungi para pelaku usaha dan konsumen dari
tindakan yang menimbulkan kerugian.
Penelitian terhadap pengaturan transaksi online yang mendukung ekonomi
digital dilakukan dengan membandingkan antara Indonesia, Thailand, dan Filipina
karena ketiga Negara tersebut merupakan anggota The Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN). Penelitian akan melihat persamaan maupun perbedaan pengaturan
yang mengatur kegiatan transaksi online yang ada kaitannya dengan peningkatan
keterampilan berwirausaha.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal tersebut menggambarkan bahwa saat ini
diperlukan upaya untuk mengantisipasi mulainya kegiatan E-Commerce di tengah
masyarakat Indonesia, Thailand, dan Filipina. Upaya tersebut salah satunya ialah
dengan mempersiapkan regulasi yang mengatur secara khusus terkait E-Commerce.
Judul penelitian yang dilakukan adalah: “PEMANFAATAN REGULASI JUAL
BELI DARING DALAM MENDUKUNG PEMBENTUKAN WIRAUSAHA DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS KASUS: INDONESIA, FILIPINA, DAN
THAILAND”

84
2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana regulasi jual beli online yang mendukung pembentukan wirausaha di
Indonesia, Filipina, dan Thailand?

2. Bagaimana manfaat yang diperoleh oleh siswa dengan adanya regulasi yang
mengatur jual beli online sebagai pendukung pembentukan wirausaha?

3. Metode

Agar dapat mengetahui dan membahas suatu permasalahan diperlukan adanya

pendekatan dengan menggunakan metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah.

4. Metode Pendekatan

Permasalahan pokok dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan


yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap
pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap
permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang
mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang
digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan
untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan
dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. sebagai pendekatan yang
menggunakan data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan sumber yang telah
dipublikasikan, atau data yang telah tersedia.

5. Spesifikasi Penelitian

Penulisan menggunakan spesifikasi deskriptif analistis, yaitu menggambarkan


permasalahan tentang Persiapan dan Implementasi Regulasi terkait E-Commerce serta
penggunaan Financial Technology di Indonesia, Thailand, dan Filipina.

6. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan dalam lingkup penelitian ini adalah:

85
Studi Kepustakaan

Dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang maksudnya untuk mencari data
yang dibutuhkan bagi penelitian, melalui literatur kepustakaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau buku-buku mengenai ilmu yang terkait
dalam penelitian ini atau pendapat para ahli yang ada kaitannya dengan objek
penelitian.

Studi Lapangan

Dilakukan untuk memperoleh data primer yang didapat langsung dari pengguna
transaksi online dengan melalui penelitian di lapangan guna mendapatkan fakta-
fakta yang berkaitan dengan objek penelitian. Data primer diperoleh melalui
wawancara dan pengamatan di lapangan.

7. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan dengan menggunakan data sekunder.


Data sekunder itu sendiri terdiri dari :
Bahan-bahan Hukum Primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan,
misalnya :

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik;

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang


Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan


hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum sekunder,
antara lain teori-teori, pendapat ahli, doktrin dan lain-lain yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian ini.

86
Bahan-bahan tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang
bahan primer dan bahan sekunder, antara lain : artikel internet tentang E-
Commerce serta penggunaan Fintech dan kamus seperti Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).

Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk melengkapi data primer, penulis


mengambil lokasi di wilayah Bandung dan Jakarta.

12. Analisa Data

Data-data yang diperoleh dari studi kepustakaan, wawancara dan pengamatan,


kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara yuridis dengan bertitik tolak
dari norma-norma, teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai
norma hukum positif yang mencapai kesimpulan yang disampaikan secara kualitatif
dalam bentuk uraian dengan menghubungkan instrumen hukum ekonomi dan hukum
teknologi yang berkaitan dengan objek penelitian.

a. Hasil dan Pembahasan

Regulasi Jual Beli Online yang Mendukung Pembentukan Wirausaha di


Indonesia, Filipina, dan Thailand
a. Indonesia
Regulasi yang berlaku di Indonesia yang mengatur kegiatan Jual Beli
Online adalah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 27 sampai dengan Pasal 37
UU ITE mengatur perbuatan apa saja yang dilarang dalam transaksi elektronik.
Terkait dengan aspek keamanan konsumen dalam melakukan jual beli, diatur
dalam UUPK , Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan/atau
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHPidana), sehingga apabila
konsumen E-Commerce merasa dirugikan oleh pelaku usaha, dapat
menggunakan UUPK, KUHPer, KUHPidana untuk kepastian hukum dalam
transaksi online.1
Dalam UU ITE terdapat perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang
dalam UU ITE terdapat dalam BAB VII dan BAB XI. Beberapa contoh pasal

87
tentang perbuatan yang dilarang berkaitan dengan perbuatan Hacked2 dalam
E-Commerce adalah:

8. Pasal 30 ayat (2)

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik.

Secara teknis perbuatan yang dirang sebagaimana dimaksud pada ayat ini
dapat dilakukan, antara lain dengan:

Melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja


berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak
berhak untuk menerimanya; atau
Sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal
diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah
dan/atau pemeirntah daerah.”

Sanksinya terdapat dalam Pasal 46 ayat (2):

Hukuman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda


paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

Pasal 30 ayat (3)

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.”

Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses komputer atau


melarang akses ke dalam komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau
klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.

Sanksinya terdapat dalam Pasal 46 ayat (3):

Hukuman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda


paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

88
Selain pasal-pasal tentang perbuatan yang dilarang, dalam UU ITE juga
terdapat beberapa pasal yang memiliki peran dalam E-Commerce. Pasal
tersebut sebagai berikut:

b. Pasal 9

“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus


menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.”

c. Pasal 10

“Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat


disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.”

Namun sebelum adanya UU ITE, praktek Jual Beli Online atau E-


Commerce, sudah dapat diatur oleh UU Perlindungan Konsumen. Dalam
praktek E-Commerce tidak berbeda jauh dengan jual beli secara offline. Jual
beli online maupun Jual Beli Offline terdiri dari pelaku usaha dan konsumen,
sehingga untuk mengatur kegiatan E-Commerce juga dapat diberlakukan UU
Perlindungan. Beberapa Pasal dalam UU Perlindungan Konsumen yang
memiliki peran dalam kegiatan E-Commerce adalah:

2) Pasal 4, tentang Hak Konsumen:

Hak atas kenyamanan, keanaman, dan keselamatan dalam


mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Hak untuk memilih barang dan/aau jasa serta mendapatkan barang


dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;

Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondidi dan
jaminan barang dan/atau jasa;

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/atau jasa


yang digunakan;

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya


penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

89
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,


apabila barang dan/atau jasa yang dterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
I hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
c. Pasal 7, tentang Kewajiban pelaku Usaha:
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi


dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta


tidak diskriminatif;

Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau


diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang/atau jasa
yang berlaku;

Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau


mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian


akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;

Memberi kompenasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang


dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.

b. Thailand
Membahas isu-isu terkait komputer seperti akses ilegal ke dan
interferensi dengan sistem dan data komputer, pengungkapan ilegal langkah-
langkah keamanan, dan intersepsi ilegal data komputer. Dalam beberapa tahun
terakhir, pemerintah telah menjanjikan dukungan untuk mempromosikan
sektor teknologi informasi dan komunikasi (ITC) Thailand, dengan serangkaian
strategi yang bertujuan untuk mengembangkan infrastruktur terkait,
mempercepat inovasi, dan mengubah ekonomi negara menjadi satu yang

90
didasarkan pada teknologi digital. Untuk memfasilitasi tujuan ini, Kabinet
negara itu secara resmi menyetujui proyek berjudul 'Digital Thailand', dengan
anggaran awal sejumlah 3,7 miliar THB, mengakui bahwa pertumbuhan
industri Thailand telah melewati tiga tahap evolusi ekonomi: Thailand 1.0
(ekonomi berbasis pertanian), Thailand 2.0 (ekonomi berbasis industri ringan),
dan Thailand 3.0 (ekonomi berbasis industri berat). "Digital Thailand" atau
"Thailand 4.0" bertujuan untuk memindahkan ekonomi Thailand ke tingkat
berikutnya dengan memfasilitasi perdagangan barang dan jasa melalui e-
commerce.
Tidak kalah dengan Indoensia, Negara Thailand pun memiliki regulasi
yang dapat diberlakukan untuk mengatur kewirausahaan. Regulasi yang dapat
dikaitkan dengan kegiatan kewirausahaan adalah sebagai berikut:

6) Product Liability Act BE 2551 (2008)

Klaim product liability di Thailand selama ini adalah berdasarkan


Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta Hukum Perdata dan
Hukum Dagang. mengingat undang-undang tersebut dinilai tidak lagi
memadai untuk melindungi konsumen yang menderita kerugian dan juga
untuk menghalangi penjualan produk-produk yang tidak aman, pada bulan
Desember 2007 pihak legislative Thailand menetapkan undang-undang
baru yaitu Product Liability Act BE 2551 (2008) yang akan mulai efektif 20
Februari 2009. Undang-undang baru ini memberikan pengaturan tanggung
jawab yang ketat untuk operator. Operator didefinisikan sebagai orang yang
memproduksi, menjual, outsources, atau importir produk yang rusak.
penjual yang tidak dapat mengidentifikasi para produsen, importir atau
agen outsourcing, atau orang yang menggunakan nama dagang, atau logo
atau menunjukkan cara lainnya yang menyebabkan orang untuk
mempertimbangkan dia sebagai produsen, importir atau agen outsourcing
harus memikul tanggung jawab seperti layaknya Produsen, terlepas apakah
kelalaian terjadi dalam proses manufaktur atau dalam hal penjualan.
Undang-undang mendefinisikan tiga jenis cacat yaitu cacat produksi –
manufacturing defects (bila produk menyimpang dari desain atau
spesifikasi yang diinginkan); cacat desain – design defects (bila desain
produk menjadi tidak aman untuk digunakan); dan cacat peringatan

– warning defects (bila tidak ada peringatan atau informasi mengenai

produk yang diberikan, bila peringatan atau bila tidak terdapat informasi
yang wajar mengenai sifat produk atau cara penggunaan).3

91
Konsumen yang dirugikan hanya perlu membuktikan bahwa dia
menderita kerusakan dari cedera sewaktu menggunakan produk dengan
cara yang wajar. Ia tidak perlu membuktikan bahwa kerusakan itu adalah
akibat dari perbuatan dari operator yang terlibat. Tanggung jawab dari
operator tidak dapat dibebaskan atau dibatasi. Jika pengadilan menemukan
suatu operator bertanggung jawab, dalam kondisi tertentu, maka ganti rugi
atau kompensasi untuk konsumen yang dirugikan akan diberikan. hal ini
belum tersedia di bawah tradisional tort atau undang-undang sebelumnya.
Operator tidak akan bertanggung jawab apabila ia dapat membuktikan
bahwa produk tersebut tidak cacat, dan apabila kerusakan tsb yang
disebabkan oleh konsumen sendiri baik cara penggunaan atau penyimpanan
produk yang keliru. Produsen komponen atau spare parts tidak akan
bertanggung jawab, jika mereka dapat membuktikan bahwa kerusakan tsb
disebabkan oleh desain atau spesifikasi akhir dari produk. Dengan
pelaksanaan Undang-undang yang kurang dari satu tahun itu, operator
harus mengevaluasi dan meninjau produksi dan proses kualitas kontrol atas
produk-produk yang dihasilkannya. Mereka harus menilai litigasi resiko
dan biaya, dan, di atas semua, mereka harus
mempertimbangkan membeli Product Liability Insurance.4
12) Electronic Transactions Act, B.E. 2544 (2001)

Pasal yang berperan dalam kegiatan kewirausahaan di Thailand adalah


terdapat dalam Bab 3 yaitu Pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:

“Orang berhak untuk mengoperasikan bisnis jasa yang berkaitan


dengan transaksi elektronik. Dalam hal di mana perlu untuk menjaga
stabilitas keuangan dan komersial, atau untuk kepentingan
memperkuat kredibilitas dan penerimaan sistem transaksi elektronik,
atau untuk mencegah kerusakan publik, Royal SK resep bisnis jasa
yang berkaitan dengan transaksi elektronik, yang akan tunduk
pemberitahuan terlebih dahulu, registrasi atau izin akan dikeluarkan.
Seperti yang terjadi akan membutuhkan pemberitahuan, registrasi atau
lisensi berdasarkan ayat satu, tekad harus diambil berdasarkan
kesesuaian pencegahan kerusakan sesuai dengan tingkat keparahan
dampak yang mungkin terjadi dari operasi bisnis tersebut. Untuk
tujuan ini, setiap lembaga Negara tertentu dapat ditunjuk oleh Royal
SK tersebut menjadi lembaga pengawas yang bertanggung jawab.
Sebelum usulan penerbitan Keputusan Kerajaan berdasarkan ayat satu,
public hearing dilakukan karena dapat dianggap tepat dan informasi
yang akan diturunkan di sana dari wajib diperhitungkan.” Kemudian
Pasal 33 yang berbunyi:

92
“Dalam hal di mana ada Keputusan Kerajaan resep bisnis jasa yang
berkaitan dengan transaksi elektronik yang dikenakan pemberitahuan
terlebih dahulu atau registrasi, orang yang ingin menjalankan bisnis
tersebut harus memberitahukan, atau mengajukan permohonan
pendaftaran dengan pejabat yang berwenang seperti yang ditentukan di
Royal Keputusan sebelum dimulainya operasi bisnis tersebut. Aturan
dan prosedur untuk pemberitahuan atau pendaftaran di bawah paragraf
satu akan menjadi seperti yang ditentukan dalam Keputusan Royal.
Ketika pejabat yang berwenang di bawah Royal Keputusan diberitahu
atau menerima pendaftaran, ia akan mengeluarkan sertifikat
pemberitahuan atau sertifikat pendaftaran sebagai bukti pemberitahuan
atau pendaftaran pada tanggal pemberitahuan atau registrasi. orang
yang membuat pemberitahuan atau permohonan pendaftaran dapat
menjalankan bisnis seperti dari tanggal pemberitahuan atau registrasi.
Jika, kemudian, petugas yang berwenang di bawah Royal Keputusan
tahu bahwa notifikasi atau pendaftaran telah dibuat tidak akurat atau
tidak lengkap, Dalam operasi bisnis, orang tersebut telah membuat
pemberitahuan atau telah diterapkan untuk pendaftaran di bawah
paragraf satu harus sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam Surat
Keputusan Kerajaan dan orang-orang yang ditentukan oleh Komisi. Jika
orang tersebut telah membuat pemberitahuan atau telah diterapkan
untuk pendaftaran di bawah paragraf satu gagal untuk memperbaiki
pemberitahuan tidak akurat atau tidak lengkap atau registrasi
berdasarkan ayat dua, atau melanggar atau tidak mematuhi aturan untuk
operasi bisnis di bawah ayat tiga, Komisi akan mempertimbangkan dan
mengeluarkan perintah memaksakan denda administrasi tidak melebihi
satu juta Baht, dengan mempertimbangkan beratnya pelanggaran dan,
dalam kasus di mana yang dianggap cocok, Komisi dapat mengeluarkan
perintah yang mengharuskan orang tersebut untuk mengambil tindakan
korektif yang sesuai. Aturan yang digunakan untuk penentuan untuk
memaksakan denda administrasi harus seperti yang ditentukan oleh
Komisi. Jika subjek orang ke denda administrasi gagal untuk
melakukan pembayaran, ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
administrasi di bawah hukum pada prosedur administrasi berlaku secara
mutatis mutandis. Dalam kasus di mana tidak ada resmi untuk
melanjutkan dengan eksekusi sesuai dengan perintah tersebut, Komisi
harus diberdayakan untuk membawa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
untuk menegakkan pembayaran denda. Dalam hubungan ini, jika
Pengadilan Administratif memiliki pandangan bahwa urutan
memaksakan denda adalah halal, Pengadilan Administratif akan
diberdayakan untuk mencoba dan mengadili kasus ini dan memesan
penyitaan atau lampiran properti untuk dijual oleh lelang untuk
membayar denda. Dalam kasus di mana orang yang melakukan
pelanggaran berdasarkan ayat empat gagal untuk membuat koreksi
sesuai dengan perintah Komisi atau mengulangi pelanggaran, Komisi

93
harus diberdayakan untuk mengeluarkan perintah yang melarang orang
tersebut dari jauh operasi bisnis sebagai diberitahu atau terdaftar.”

Termasuk Pasal 34 yang berbunyi:

“Dalam kasus di mana Royal Keputusan dikeluarkan resep bisnis jasa


yang berkaitan dengan transaksi elektronik, yang dikenakan lisensi
sebelumnya, orang yang ingin menjalankan bisnis tersebut berlaku
untuk lisensi tersebut dengan pejabat yang berwenang seperti yang
ditentukan dalam Keputusan Royal. Kualifikasi pemohon untuk lisensi,
aturan dan prosedur untuk mengajukan lisensi, penerbitan izin,
pembaruan lisensi, kembalinya lisensi, suspensi atau pencabutan izin
tersebut harus seperti yang ditentukan dalam Keputusan Royal. Dalam
operasi bisnis, orang yang telah memperoleh izin berdasarkan ayat satu
harus sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam Surat Keputusan
Kerajaan dan orang-orang yang ditentukan oleh Komisi

atau kondisi yang ditetapkan dalam lisensi. Dalam hal orang yang telah
memperoleh izin tersebut melanggar atau tidak mematuhi aturan untuk
operasi bisnis jasa yang berkaitan dengan transaksi elektronik di

bawah ayat tiga, Komisi harus diberdayakan untuk mempertimbangkan


dan mengeluarkan perintah memaksakan denda administrasi tidak
melebihi dua juta Baht , dengan mempertimbangkan dari beratnya
pelanggaran. Dalam kasus di mana yang dianggap cocok, Komisi dapat
mengeluarkan perintah yang mengharuskan orang tersebut untuk
mengambil tindakan korektif yang sesuai. Dalam hubungan ini,
ketentuan Pasal 33, ayat lima, berlaku mutatis mutandis. Jika orang
melakukan pelanggaran berdasarkan ayat empat gagal untuk membuat
koreksi sesuai dengan perintah Komisi atau mengulangi pelanggaran,
Komisi harus diberdayakan untuk mengeluarkan perintah mencabut
lisensi.”

Selain itu, dalam UU ini juga telah diatur sanksi yang tertuang dalam

Bab 6.

c. UU Kejahatan Komputer Thailand B.E. 2550 (2007)

Berbagai proyek direncanakan berdasarkan inisiatif, termasuk


pengiriman akses internet broadband terjangkau ke desa-desa di seluruh
negeri, dan penyebaran ITC untuk meningkatkan layanan publik yang
ditawarkan oleh lembaga-lembaga negara. Yang terakhir termasuk upaya
untuk mengkonsolidasikan layanan pemerintah ke dalam satu portal yang

94
terdiri dari semua lembaga negara. Menanggapi perkembangan ini, dan
untuk mengimbangi dengan perubahan jenis pelanggaran yang telah
menjadi lebih rumit karena teknologi berkembang dan maju, Kabinet
menyetujui Draft Amandemen Kejahatan Komputer Act ("Draft CCA")
pada 19 April 2016. Draft CCA saat ini sedang dipertimbangkan oleh

Majelis Legislatif Nasional (“NLA”) Komite Luar Biasa dan masih dapat

berubah. Komite Luar Biasa, pada 17 Agustus 2016, mengungkapkan draft


Draft CCA yang baru direvisi selama audiensi publik di Electronic
Transaction Development Agency (ETDA). Amandemen rancangan yang
penting terkait dengan bidang-bidang utama berikut:5

f. Spam Mail: Melarang pengiriman data komputer atau email kepada


orang lain, dengan menyembunyikan atau memalsukan asal-usulnya,
dengan cara yang mengganggu operasi normal sistem komputer lain.
Sedangkan dalam draft CCA Menambahkan pelanggaran mengirim
data komputer atau email kepada orang lain, yang menyebabkan

gangguan pada penerima, tanpa mengizinkan penerima untuk tidak


ikut serta.6

g. Data Komputer Palsu: Melarang impor ke dalam sistem komputer yang


memalsukan data komputer atau data komputer palsu, dengan cara yang
mungkin menyebabkan kerusakan pada orang lain atau publik.
Sedangkan dalam draft CCA Melarang impor ke dalam sistem
komputer, dengan itikad buruk, data komputer palsu atau input data ke
dalam sistem komputer dengan menekan fakta-fakta nyata yang harus
diungkapkan; untuk mendapatkan properti apa pun dari orang yang
ditipu atau pihak ketiga, atau menyebabkan orang atau pihak ketiga

tersebut mengeksekusi, mencabut, atau menghancurkan dokumen


hak.7

h. Safe Harbor: Penyedia Layanan Setiap penyedia layanan yang dengan


sengaja mendukung atau menyetujui suatu pelanggaran yang dibuat
oleh orang lain dalam sistem komputer di bawah kendali mereka akan
dikenakan hukuman yang sama seperti pelanggar. Sedangkan dalam
draft CCA Memperkenalkan, untuk pertama kalinya, pembelaan bagi
penyedia layanan yang menghapus konten ilegal dari sistem komputer

mereka sesuai dengan prosedur di bawah Pemberitahuan Menteri,


yang akan diterbitkan pada tahap selanjutnya.8

95
i. Investigasi dan Pertanyaan kewenangan petugas yang kompeten
mengajukan petisi ke pengadilan untuk menahan penyebaran konten
ilegal tertentu di bawah Undang-Undang Kejahatan Komputer.
Sedangkan dalam draft CCA Menyiapkan komite baru bernama
"Komite Penyaringan Data Komputer" yang dapat mengajukan petisi
ke pengadilan untuk secara khusus menahan penyebaran data

komputer yang melanggar ketertiban umum atau moral yang baik dari
masyarakat.9

j. Komite Penyaringan Data Komputer: Pejabat yang kompeten


mengajukan petisi ke pengadilan untuk menahan penyebaran konten
ilegal tertentu di bawah Undang-Undang Kejahatan Komputer.
Sedangkan dalam draft CCA Menyiapkan komite baru bernama
"Komite Penyaringan Data Komputer" yang dapat mengajukan petisi
ke pengadilan untuk secara khusus menahan penyebaran data

komputer yang melanggar ketertiban umum atau moral yang baik dari
masyarakat.10

k. Komite Penyaringan Data Komputer: Pejabat yang kompeten


mengajukan petisi ke pengadilan untuk menahan penyebaran konten
ilegal tertentu di bawah Undang-Undang Kejahatan Komputer.
Sedangkan dalam draft CCA Menyiapkan komite baru bernama
"Komite Penyaringan Data Komputer" yang dapat mengajukan petisi
ke pengadilan untuk secara khusus menahan penyebaran data komputer
yang melanggar ketertiban umum atau moral yang baik dari
masyarakat.11
Periode Penyimpanan Data Lalu Lintas Membutuhkan penyedia
layanan untuk menyimpan data lalu lintas untuk jangka waktu tidak
kurang dari 90 hari dari tanggal saat data dimasukkan ke dalam sistem
komputer dan hingga 1 tahun jika diperlukan. Mewajibkan penyedia
layanan untuk menyimpan data lalu lintas untuk jangka waktu tidak

kurang dari 90 hari sejak tanggal saat data dimasukkan ke dalam


sistem komputer dan hingga 2 tahun dalam kasus-kasus khusus.12
16. Filipina

Filipina memiliki regulasi tentang E-Commerce yang dapat diberlakukan


dalam kegiatan kewirausahaan. Selain itu, sama seperti negara Indonesia dan

96
Thailand, Filipina pun memiliki regulasi tentang perlindungan konsumen.
Regulasi tersebut yaitu sebagai berikut:

41. Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991


Electronic commerce act 2000 (R.A. 8792) menyebutkan siapa saja

menggunakan transaksi secara elektronik tunduk dengan hukum yang


berlaku.13 Salah satu contoh Pasalnya adalah Pasal 32 yang berbunyi:
” Kewajiban Kerahasiaan . - Kecuali untuk tujuan resmi di bawah UU
ini, setiap orang yang memperoleh akses ke kunci elektronik, pesan
Data elektronik atau dokumen elektronik, buku, daftar, korespondensi,
informasi, atau bahan lain sesuai dengan setiap kekuatan yang
diberikan berdasarkan Undang-undang ini, tidak wajib menyampaikan
atau berbagi sama dengan orang lain.”

Serta pasal yang mengatur terkait sanksi adalah Pasal 33 tentang

hacked. Pasal tersebut berbunyi:

“Hacking atau berderak dengan mengacu pada akses yang tidak sah ke
dalam atau gangguan dalam sistem komputer / server atau sistem
informasi dan komunikasi; atau akses untuk korup, mengubah, mencuri,
atau menghancurkan menggunakan komputer atau informasi dan
komunikasi perangkat sejenis lainnya, tanpa sepengetahuan dan
persetujuan dari pemilik komputer atau informasi dan komunikasi
sistem, termasuk pengenalan virus komputer dan seperti, sehingga
korupsi, kerusakan, perubahan, pencurian atau kehilangan pesan data
elektronik atau dokumen elektronik harus dihukum dengan denda
minimal Seratus Ribu peso (P 100.000,00) dan maksimal sepadan
dengan kerusakan yang terjadi dan penjara wajib enam (6) bulan ke tiga
(3) tahun”.

d. Consumer Act of the Philipphines (Republic Act No.7394)

Sertifikat perlindungan konsumen. Ada dua macam serifikat


perlindungan konsumen yang dikeluarkan pemerintah Filipina,yaitu :
Philipine Standart (PS) atau Import Commondity Clearence ( ICC)
Prosedur untuk memperoleh PS adalah sebagai berikut:

Mengajukan aplikasi;

97
Audit pabrik dan sistem mutu;
Audit produk dan pengujian di lokasi parbrik;
Pemeriksaan/pengujian produk secara independen;
Laporan audit dan evaluasi hasil pengujian;

Jika memenuhi semua syarat dan pemeriksaan tersebut, sertifikat


PS dapat dikeluarkan.

Produk untuk ICC adalah sebagai berikut:

Mengajukan aplikasi;
Evaluasi produk;
Penerbitan conditional release;
Inspeksi inventory dan pengambilan sampel produk;
Pengujian di laboratorium yang terakreditasi;
Evaluasi hasil pengujian;

Jika memenuhi semua syarat dan pemeriksaan tersebut, sertifikat


ICC dapat dikeluarkan14

(8) Manfaat yang Diperoleh Oleh Siswa Dengan Adanya Regulasi yang
Mengatur Jual Beli Online

Negara Indonesia, Thailand, dan Filipina sama-sama telah mengenalkan


wirausaha di usia dini para siswa tingkat SMA/SMK. Seperti yang telah diuraikan
diatas, demi kelancaran program kewirausahaan, masing-masing negara seperti
Indonesia, Thailand, dan Filipina telah memiliki regulasi untuk mengatur kegiatan
kewirausahaan baik secara konvensional maupun secara online. Tujuan adanya
regulasi tersebut telah sesuai dengan tujuan hukum, dimana tujuan hukum itu
adalah keadilan, kemanfaatan dan ketertiban. Dengan adanya hukum yang
mengatur kewiausahaan maka kegiatan wirausaha akan berjalan dengan baik.

Kewirausahaan tidak dipungkiri sangat mendukung perekonomian. Dapat


dikatakan kewirausahaan ialah jantung dalam kegiatan ekonomi. Agar kegiatan
ekonomi tersebut berjalan lancar dan dijauhi dari hal negatif, maka diperlukan
hukum untuk mengaturnya, sehingga menciptakan hubungan antara hukum dan

98
ekonomi. Melaksanakan kegiatan ekonomi harus berdasarkan asas kekeluargaan,
hal tersebut diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”.
Terdapat sejarah yang menggambarkan hubungan antara hukum dan ekonomi
dari buku Sunaryati Hartono yang berjudul “Hukum Ekonomi Pembangunan
Indonesia”. Charles A.Beard di dalam buku The Economic Basis of Politics 15
mengemukakan bahwa pada permulaan Revolusi Industri Inggris, setiap cabang
perdagangan dan industry terhambat oleh peraturan-peraturan yang rumit, yang
berasal dari penguasa kaum feudal dan didasarkan atas ajaran-ajaran abad
pertengahan. Akan tetapi sedikit demi sedikit sistem hukum feudal ini dihancurkan
dan diganti oleh peraturan-peraturan baru yang didasarkan pada usaha peningkatan
industrialisasi. Setiap penggunaan tanah, modal dan tenaga, dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, dianggap terpuji demi kemajuan
perdagangan dan industri. Kebebasan pribadi dan kemerdekaan berkontrak
merupakan asas-asas yang secara mutlak disanjung setinggi-tingginya. Berpegang
pada doktrin Adam Smith, para ahli ekonomi menentang segala pembatasan
terhadap industry yang karena itu berkembang dengan pesatnya.16
Karena baru dibebaskan dari kaidah-kaidah hukum feudal, dengan sendirinya
mereka menentang segala campur tangan pemerintah. Sebab itu Negara pada waktu
itu hanya berperan sebagai polisi yang pasif. Ini sesuai dengan faham mengenai
peranan hukum yang berasaskan liberalism, khususnya kebebasan berkontrak
sepenuhnya antara buruh dan majikan. Bahwa di dalam kenyataannya seorang
majikan lebih bebas daripada seorang buruh, tidak diperhatikan oleh hukum,
karena bukankah hak-haknya menurut hukum sudah diakui sama?17
Dari cerita singkat sejarah diatas, menggambarkan begitu pentingnya hukum
demi kepastian hukum untuk mengatur segala sesuatu yang terjadi di dunia ini.
Contoh halnya adalah kegiatan kewirausahaan yang diatur di UU Tentang
Transaksi elektornik dan UU Tentang Perlindungan Konsumen yang dimiliki oleh
negara Indonesia, Thailand, dan Filipina. Regulasi-regulasi tersebut merupakan
kepastian hukum untuk mengatur kegiatan kewirausahaan. Dengan adanya,
regulasi yang telah diuraikan diatas, maka para siswa SMA/SMK dapat
memanfaatkan regulasi tersebut untuk melakukan kegiatan wirausaha baik secara
konvensional maupun online.
Kebijakan dalam mengenalkan kewirausahaan di usia dini tingkat SMA/SMK
tidak lepas dari peran program PJJ. Saat ini, di beberapa negara ASEAN seperti
Indonesia, Thailand, dan Filipina telah menerapkan sistem pembelarajan PJJ di
sekolah tingkat SMA/SMK. Dengan adanya sistem pembelajaran PJJ di tingkat
SMA/SMK dapat memberikan wawasan kepada para siswa agar terbiasa dalam

99
menggunakan teknologi informasi. Mereka dapat terbiasa memanfaatkan internet
dalam kegiatan belajar. Sehingga ketika para siswa ditugaskan untuk melakukan
wirausaha dengan memanfaatkan teknologi, para siswa sudah memiliki persiapan
dalam menggunakan teknologi. Dalam praktek PJJ pun tidak luput dari
pengawasan pemerintah yang telah diatur dalam regulasi yaitu Peraturan Menteri
Pendidikan Kebudayaan No 72 tahun 2013 Tentang Pendidikan Layanan Khusus.
Sehingga pelaksanaan program PJJ dapat berjalan lancar tanpa terjadi kekosongan
hukum. hal tesebut menggambarkan bahwa kegiatan PJJ sangat mempengaruhi
kegiatan wirausaha yang dilakukan oleh para siswa yang tidak lain juga dapat
menudukung perkembangan ekonomi.
Dari beberapa regulasi yang ada, siswa SMA/SMK dapat memanfaatkan
beberapa pasal sebagai payung hukum mereka dalam menjalani wirausaha.
Contohnya di Indonesia ada UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen yang bisa
dimanfaatkan oleh siswa SMA/SMK. Agar siswa SMA/SMK aman dalam
melaksanakan wirausahanya secara online, siswa harus mengetahui dan memahami
perbuatan apa yang dilarang oleh UU ITE. Dengan memahami perbuatan apa saja
yang dilarang, maka siswa dapat lebih berhati hati dalam bertransaksi elektronik.
Untuk meningkatkan kesadaran hukumnya, siswa pun harus mengetahui sanksi apa
saja yang dapat dikenakan apabila telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh
UU ITE. Selain itu, siswa juga harus mengetahui dan memahami UU Pelindungan
Konsumen sebagai perlindungan hukum mereka dalam melakukan wirausaha
secara online. Dengan memahami UU Perlindungan konsumen, siswa dapat
mengetahui hak dan kewajiban dari pelaku usaha dan konsumen.
Apabila dilihat secara prakteknya, baik di Indonesia, Thailand, dan Filipina
para siswa tingkat SMA/SMK belum banyak yang melakukan wirausaha
khususnya secara online. Berdasarkan hasil kuesioner, kebanyakan dari mereka
memanfaatkan internet untuk memperoleh informasi terkini. Hanya beberapa siswa
saja yang memanfaatkan internet untuk berbisnis. Padahal mereka dalam
mengakses internet dalam sehari bisa lebih dari 4 jam. Sangat disayangkan dari
durasi penggunaan internet tersebut tidak dimanfaatkan untuk berbisnis. Bahkan
website yang sering mereka akses adalah Sosial-media. Sebenarnya Sosial-Media
dapat dimanfaatkan untuk memperomosikan produk yang mereka jual. Dengan
adanya Sosial-Media mereka memiliki peluang besar untuk melakukan jual beli
online.

Namun diantara siswa SMA/SMK tersebut, berdasarkan hasil kuesioner ada


beberapa siswa yang sudah mulai melakukan wirausaha khususnya secara online.
Namun mereka masih bisa dikatakan baru dalam melakukan wirausaha karena
belum sampai sebulan mereka melakukannya. Omset yang mereka peroleh pun

100
masih dibawah 1 juta/bulan. Hal tersebut menggambarkan bahwa usaha yang
mereka lakukan masih minim. Produk yang mereka jual pun rata-rata bukan produk
sendiri. Mereka yang telah mencoba melakukan jual beli online harus
dikembangkan. Mereka harus selalu diberi wawasan terkait jual beli online.

Di Indonesia, berdasarkan hasil kuesioner bahwa siswa yang sudah mulai


melakukan wirausaha mendapatkan wawasan atau pemahaman tentang
berwirausaha via online diperoleh dari guru nya. Guru mereka telah mengarahkan
mereka untuk langsung melakukan praktek jual beli online. Guru mereka telah
memberikan wawasan dan bekal kepada siswa untuk berani mencoba
berwirausaha. Hal tersebut memperlihatkan bahwa di Indonesia telah
memanfaatkan peran guru kepada siswa untuk berwirausaha, walaupun masih
banyak siswa yang belum mencoba berwirausaha. Begitu pula dengan Thailand,
Guru memiliki peran penting. Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, ada
seorang guru dari Sekolah Ban Dong Samran bernama Ms Kaesorn Banchon,
membimbing murid-muridnya untuk merangkul keahlian lokal ketika datang ke
sekolah dengan ide-ide produk, mengatakan mata pelajaran seperti ekonomi
rumahan dapat melayani tujuan penting. Walaupun sebagian besar siswanya
mengabaikan arahan gurunya tersebut. Berbeda dengan Filipina, siswa
memperoleh wawasan untuk berwirasusaha diperoleh dari internet. Mereka
mencari informasi sendiri melalui internet. Selain dari internet, mereka juga
memperoleh wawasan dari teman mereka. Berdasarkan hasil kuesioner, tidak ada
satu pun siswa yang menjawab memperoleh wawasan dari guru. Hal tersebut
menggambarkan bahwa peran guru di Filipina masih kurang dalam mengarahkan
siswanya untuk melakukan wirausaha.

Kemudian, hampir 80% siswa di Negara Indonesia, Thailand, dan Filipina yang
belum mengetahui regulasi terkait wirausahsa secara online atau jual beli online.
Sehingga mereka tidak memanfaatkan regulasi yang ada untuk melakukan

transaksi jual beli online. sangat berbahaya apabila siswa yang telah
berpengalaman melakukan wirausaha namun tidak mengetahui regulasi yang
berlaku di negaranya. Mereka seharusnya bisa memanfaatkan regulasi yang ada
agar kegiatan wirausaha mereka dapat berjalan lancar.

101
D. Penutup
1. Kesimpulan
Supaya kegiatan wirausaha yang dilakukan oleh siswa SMA/SMK berjalan lancar,
maka para siswa dapat memanfaatkan regulasi-regulasi yang berkaitan dengan
kewirausahaan. Salah satu contohnya adalah regulasi yang ada di Indonesia. Dua
Undang-Undang yang terkait perlindungan konsumen dalam transaksi E-
Commerce adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
konsumen dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Kedua undang-undang tersebut telah mampu memberikan
perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen dalam melakukan transaksi
jual beli barang bergerak melalui E-Commerce, perlindungan hukum tersebut
terlihat dalam ketentuan-ketentuan UU Perlindungan Konsumen dan UU ITE.
Kedua Undang-Undang tersebut telah mengatur mengenai penggunaan data pribadi
konsumen, syarat sahnya suatu transaksi E-Commerce, penggunaan Certification
Authority (CA), permasalahan klausula baku dan mengatur mengenai perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha dalam memasarkan dan memperoduksi barang dan
jasa yang dapat dijadikan acuan bagi obyek dalam transaksi E-Commerce. Begitu
pula dengan negara Thailand dan Filipina, sehingga siswa dapat memanfaatkan
regulasi yang berlaku.
2. Saran
Dengan terus berkembangnya kegiatan wirausaha khususnya secara online atau
lebih sering dikenal dengan sebutan E-Commerce, maka dibutuhkan regulasi yang
khusus. Seperti Filipina contohnya, telah memiliki regulasi khusus yang mengatur
tentang E-Commerce. Sedangkan Indonesia dan Thailand masih memanfaatkan
peraturan yang tertuang dalam UU Pelindungan konsumen dan UU ITE. Siswa
harus terus diarahkan untuk berani mencoba melakukan wirausaha baik secara
online maupun konvensional. Namun tetap harus dibawah pengawasan pihak
sekolah karena bagaimana pun juga para siswa dapat dikatakan pemula dalam
melakukan wirausaha. Peran guru sangat dibutuhkan. Peran guru dalam
mengarahkan siswa untuk melakukan wirausaha merupakan peran utama.

102
E. Daftar Pustaka

Charles A.Beard: The Economic Basis of Politics and Related Writings, Vintage
Books. New York. (1957)

Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung:


BinaCipta, 1982

http://thailaws.com/ >, Liability for Damages Arising from Unsafe Products Act,
B.E. 2551 (2008), diakses pada tanggal 20 September 2018 Pukul 09.00
WIB

Imam Musjab, < https://ahliasuransi.com/undang-undang-perlindungan-


konsumen-baru-di-thailand/, diakses pada tanggal 20 September 2018
Pukul 09.30 WIB

https://globalcompliancenews.com/thailand-4-0-latest-draft-amendment-
computer-crime-act-20160831/, diakses pada tanggal 20 September 2018
Pukul 10.00

WIB

goligog.wordpress.com, diakses pada tanggal 10 September 2018 Pukul 17.00


WIB http://Setnas-asen.id, diakses pada tanggal 10 September 2018 Pukul
15.00 WIB Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

Electronic Transactions Act, B.E. 2544 (2001)(Regulasi diThailand)

UU Kejahatan Komputer Thailand B.E. 2550 (2007) (Regulasi di Thailand)

Product Liability Act BE 2551 (2008) (Regulasi di Thailand)

Consumer Act 1991 (Regulasi di Filipina)

Electronic Commerce Act 2000 (Regulasi di Filipina)

Consumer Act of the Philipphines (Republic Act No.7394)

103
ANALISIS PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM TIPE PEER INSTRUCTION
FLIPPED TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP, KEMAMPUAN
BERKOLABORASI DAN BERKOMUNIKASI

Nabila Fatimah1), Aang Suhendar1), Septian Karyana2) dan Reza Setiawan2)


1)
Sekolah Menengah Atas Alfa Centauri
2)
SEAMEO Regional Centre for Quality Improvement of Teachers and Education Personnel
(QITEP) in Science

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pembelajaran flipped


classroom tipe peer instruction flipped dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan
memfasilitasi keterampilan berkolaborasi dan berkomunikasi. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah quasi experiment. Sampel penelitian terdiri dari 45 siswa pada kelas XI MIIA
7 dan XI MIIA 8 di SMA Alfa Centauri Kota Bandung. hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata nilai pemehaman konsep siswa yang menggunakan pembelajaran model flipped
classroom tipe peer instruction flipped lebih besar dari pada kelas dengan pembelajaran
konvensional. Selanjutnya pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped
memberikan pengaruh pada kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi.

104
1. PENDAHULUAN
Kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahan yang
menyertainya. Belajar kimia pada dasarnya bertujuan untuk dapat memahami berbagai
peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakekat materi serta
perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan mengajukan
gagasan, dan memupuk ketekutan serta ketelitian bekerja. Hakikat ilmu kimia mencakup
dua hal, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk
meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan
prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan
sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan
pengatahuan kimia. Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampulan proses dan
sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap ilmiah (Susiwi, 2007).
Berkaitan dengan pembelajaran kimia di kelas, Kean dan Middlecamp (1985)
menyatakan bahwa 1) sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak sehingga diperlukan
suatu media pembelajaran yang dapat lebih mengkonkritkan konsep yang abstrak tersebut,
2) ilmu kimia yang dipelajari merupakan penyederhanaan dari objek kimia yang
sebenarnya, 3) ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal numerik, 4) materi
pembelajaran kimia besifat berurutan dan berkembang dengan cepat. Salah satu tujuan
pembelajaran Kimia adalah membentuk siswa yang memiliki kemampuan pemecahan
masalah yaitu kemampuan memahami masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat
ditunjang dari pemahaman konsep siswa.
Konsep pada ilmu kimia berbeda dengan konsep pada ilmu lainnya. Kimia berisi
hitungan, fakta yang harus diingat, kosakata khusus, hukum-hukum yang mengaitkan satu
ide dengan ide lainnya yang harus dipahami secara benar dan tepat. Konsep-konsep kimia
merupakan konsep yang berjenjang, berkembang dari konsep-konsep yang sederhana
menuju konsep-konsep yang lebih kompleks. Maka dari itu, untuk dapat memahami
konsep kimia yang lebih tinggi tingkatannya perlu pemahaman yang benar terhadap
konsep dasar yang membangun konsep tersebut. Pemahaman konsep yaitu kemampuan
seseorang dalam mengkonstruk atau menyusun suatu konsep berdasarkan pengetahuan
awal yang dimilikinya dari apa yang dialaminya, atau menyatukan atau menyusun
pengetahuan yang baru ke dalam skema yang ada dalam pikirannya. Berdasarkan uraian
tersebut maka pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk dapat menjelaskan,
membedakan, memberikan contoh dan mengubungkan suatu konsep dari apa yang
diketahuinya dengan pengetahuan yang baru.

105
Melalui pemahaman konsep yang baik, memungkinkan siswa untuk lebih objektif
dalam pengambil setiap keputusan dalam kehidupannya, siswa akan menjadi terampil
menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya menyelidiki
kembali hasilnya. Namun yang terjadi di lapangan, pemahaman konsep siswa di Indonesia
masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil TIMMS (Trends in International Mathematics and
Science Study) dan hasil PISA (Programme for International Student Assessment). Hasil
TIMMS terakhir tahun 2011, pencapaian sains siswa Indonesia berada di peringkat ke 40
dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 406, masih berada di bawah skor rata-rata
international yaitu 500 (IEA, 2012). Kondisi yang tak jauh berbeda dengan hasil PISA
terbaru tahun 2015, literasi sains siswa Indonesia berada di peringkat 64 dari 72 negara
peserta dengan skor rata-rata 403 masih berada di bawah skor rata-rata international 493
(OECD, 2016).
Selain itu juga, saat ini pembelajaran harus diarahkan agar mampu menumbuhkan dan
mengasah keterampilan abad 21 siswa, seperti kolaborasi, komunikasi, berfikir kritis dan
kreatif. Seiring dengan perkembangan jaman, keterampilan tersebut penting untuk siswa
dapat bersaing di era globalisasi.
Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemahaman siswa akan konsep
yang dipelajari serta memfasilitasi siswa untuk menumbuhkan keterampilan abad 21.
Dalam penelitian ini keterampilan abad 21 yang menjadi fokus perhatian adalah
keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi. Dengan memperhatikan hal tersebut,
maka proses pembelajaran kimia di kelas haruslah menggunakan metode yang sesuai dan
memilih media pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang berpotensi
mampu untuk meningkatkan pemahaman konsep yang baik serta melatihkan keterampilan
berkomunikasi dan berkolaborasi adalah model flipped classroom tipe peer instruction
flipped.
Flipped classroom merupakan suatu metode pengajaran yang saat ini menjadi perhatian
di kalangan pakar pendidikan. Bahkan di Amerika, banyak sekali media yang melaporkan
tentang metode pembelajaran flipped classroom (Johnson, 2013). Meskipun flipped
classrom saat ini diperkenalkan sebagai suatu inovasi pembelajaran baru, namun hal ini
telah digunakan selama lebih dari satu dekade. Penelitian tentang flipped classroom masih
dalam tahap awal, namun sebagian besar publikasi memberikan definisi yang
menggambarkan flipped classroom sebagai jenis dari pembelajaran terpadu. Dalam
pembelajaran flipped classroom, terjadi transformasi informasi dari pembelajaran tatap
muka tradisional (ceramah) dipindah menjadi diluar kelas. Sebagai gantinya, pembelajaran

106
di kelas menjadi lebih aktif dan siswa diberikan tugas untuk meningkatkan keterampilan
kolaborasi.
Pendekatan flipped classroom ditandai oleh:
1. Perubahan penggunaan waktu di kelas,
2. Perubahan penggunaan waktu di luar kelas,
3. Melakukan kegiatan yang secara tradisional dianggap sebagai ‘pekerjaan rumah’ di
kelas,
4. Melakukan kegiatan yang secara tradisional dianggap sebagai pekerjaan di luar kelas,
5. Kegiatan di kelas yang menekankan pembelajaran aktif, kolaboratif dan pemecahan
masalah,
6. Kegiatan pra kelas
7. Kegiatan pasca kelas, dan
8. Penggunaan teknologi, terutama video.
Sehingga, pengertian flipped classroom merupakan seperangkat pendekatan pedagogis
yang memindahkan sebagian besar transmisi informasi di kelas, menggunakan waktu kelas
untuk kegiatan belajar yang aktif dan meminta siswa untuk menyelesaikan kegiatan pra
dan/atau pasca di kelas untuk mendapatkan manfaat sepenuhnya dari kegiatan di dalam
kelas. Aktivitas yang dilakukan siswa adalah dengan membaca jurnal, melihat video dan
mengunjungi situs-situs yang menunjang pada materi yang sedang dipelajari. (Bergmann
dan Sams, 2012; Abeysekera dan Dawson, 2014; Logan, 2015; Subramaniam dan
Muniandy, 2016; Sale dan Cheah, 2017; Uzunboylu dan Karagozlu, 2017; Reidsema, dkk,
2017).
Pada model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped, dapat melatih
siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa akan mengkonstruksi konsep
yang dipelajari bersama temannya melalui diskusi dan tes pemahaman konsep yang
diberikan oleh guru. Keunikan model pembelajaran flipped classroom ini adalah dalam
pembelajaran guru menggunakan bantuan perangkat media multimedia dan teknologi yaitu
video untuk bekal pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran berlangsung di kelas.
Video diberikan sebelum pembelajaran berlangsung dan dapat didistribusikan melalui
media online. Sehingga siswa mengunduh dan mempelajari kapan saja dan dimana saja
sesuai dengan kondisi siswa.

2. METODE PENELITIAN

107
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuasi eksperimen. Desain ini
mempunyai kelompok kelas kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-varabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono,
2018). Pada penelitian ini, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti
menerima keadaan subjek apa adanya. Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini
adalah untuk mengefektifkan waktu penelitian supaya tidak membentuk kelas baru yang
akan menyebabkan perubahan jadwal yang telah ada. Sampel yang digunakan terdiri dari
dua kelompok sampel. Kelompok pertama merupakan kelompok eksperimen yang belajar
melalui pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped dan kelompok kedua
merupakan kelompok kontrol yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX MIIA di SMA Alfa Centauri Bandung
semester ganjil Tahun Ajaran 2018/2019. Selanjutnya dari populasi tersebut dipilih dua
kelas sebagai sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan purposive sampling, yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2018) dengan tujuan
agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal
pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian dan kondisi tempat penelitian
serta prosedur perizinan. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI MIIA 7 dan XI MIIA
8. Selanjutnya dipilih secara acak kelas yang akan menjadi kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen tes dan instrumen
non-tes. Instrumen dalam bentuk tes berupa soal pilihan ganda untuk mengukur
pemahaman siswa pada materi yang telah dipelajari, sedangkan instrumen non-tes berupa
rubrik penilaian kemampuan berkomunikasi dan kolaborasi. Soal tes berupa soal pilihan
ganda yang diuji validitas dan reliabilitasnya menggunakan model analisis Rasch dengan
bantuan software Winsteps 3.73.
Uji validitas secara empiris dilakukan dengan menggunakan Model Rasch dengan
menggunakan bantuan software. Pengukuran uji validitas dengan menggunakan model
Rasch, digunakan kriteria yang dikembangkan oleh Linarce (2002). Terdapat tiga kriteria
yang digunakan untuk menentukan apakah suatu instrumen valid atau tidak yaitu dilihat
dari nilai outfit mean square (MNSQ), outfit z-standard (ZSTD) dan point measure
correlation (Pt-Measure Corr) (Boone, dkk, 2014). Hasil yang diperoleh dari uji validitas
tes terlihat pada Tabel 1.

108
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Tes Pemahaman Konsep

Berdasarkan hasil analisis terdapat satu soal yang tidak sesuai dengan kriteria, yaitu soal
dengan kode S2. Hal ini mengindikasikan bahwa soal tersebut perlu diperbaiki. Namun
sebagian besar soal yang digunakan untuk uji pemahaman sudah valid (Boone, dkk, 2014).
Hal ini menunjukkan bahwa soal yang dibuat sudah valid.
Reliabilitas adalah ukuran sejauh mana suatu instrumen memberikan gambaran yang
benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang (Arikunto, 2009). Jika
instrumen mempunyai reliabilitas tinggi maka pengukuran yang dilakukan berulang-ulang
dengan instrumen itu terhadap subjek yang sama dalam kondisi yang sama akan
menghasilkan informasi yang sama atau mendekati sama (Firman, 2000). Sedangkan
berdasarkan Arikunto (2009) suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika
tes tersebut memberikan hasil yang tetap. Kriteria reliabilitas menggunakan nilai yang
dikembangkan oleh Fisher (2007).

109
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Berdasarkan Tabel 2 hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa item reliability tergolong
pada katergori baik (0,89). Hal ini mengindikasikan bahwa soal yang digunakan memiliki
reliabilitas yang baik

3. HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data dan penilaian dilakukan di SMA Alfa Centauri kota Bandung yang
berlangsung mulai dari bulan Agustus hingga Oktober di kelas XI MIIA 7 dan XI MIIA 8.
Hasil penelitian bagaimana analisis pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction
flipped terhadap pemahaman siswa, keterampilan berkolaborasi dan keterampilan
berkomunikasi disajikan di bawah ini.
Data Hasil Test Pemahaman Konsep
Hasil tes pemahaman konsep kimia pada materi termokimia untuk kelas kontrol dan kelas
eksperimen diambil dengan menggunakan software Winsteps, berikut hasil keluarannya.

Tabel 3. Skor Kelas Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan data hasil keluaran Winsteps diperoleh bahwa rata-rata kelas eksperimen (XI
MIIA 7) adalah sebesar 58.06 lebih besar dari kelas kontrol (XI MIIA 8) dengan nilai rata-
rata sebesar 55.64.

110
Uji Normalitas
Uji normalitas kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan untuk menentukan apakah
data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas terhadap dua kelas
tersebut dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk dengan menggunakan program SPSS 24 for
Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan
output dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Normalitas Distribusi Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Statistic df Sig
Kelas Kontrol 0,962 23 0,499
Kelas Eksperimen 0,933 22 0,140

Berdasarkan hasil output uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh
nilai signifikansi untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,499 dan kelas eksperimen adalah
0,140, kedua nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa kelas
kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Grafik 1 dan Grafik 2.

Grafik 1 Normalitas Q-Q Plot Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol

111
Grafik 2 Normalitas Q-Q Plot Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen

Berdasarkan Grafik 1 dan Grafik 2 terlihat bahwa data tersebut di sekeliling garis lurus.
Hal ini mengindikasikan bahwa data hasil belajar kimia untuk siswa kelas kontrol dan
kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Uji Homogenitas Dua Varians


Berdasarkan uji normalitas distribusi data hasil belajar (pemahaman) siswa pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal sehingga analisis dilanjutkan dengan
menguji homogenitas dua varians dengan menggunakan uji Levene dengan menggunakan
program SPSS 24 for Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan
pengolahan data diperoleh data sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Homogenitas Dua Varians Pemahaman Siswa Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
0,596 1 43 0,444
Berdasarkan output uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene diperoleh
nilai signifikansinya adalah 0,444. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen berasal dari populasi yang mempunyai nilai varians yang
sama atau kedua kelas tersebut homogen.

Uji beda dengan uji t


Selanjutnya adalah uji t, digunakan untuk mengetahui perbedaan dari pengaruh
pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped terhadap pemahaman siswa

112
pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05.
Data hasil analisis ditampilkan pada Tabel 6

Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen
Independent Sample Test
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed)
Nilai Equal variances assumed - 0.735 43 0.466
Equal variances not
- 0.732 41.375 0.446
assumed

113
Berdasarkan hasil uji-t diperoleh bahwa nilai Sig. (2-tailed) adalah sebesar 0,466. Hal ini
menunjukkan menolak H0 dan menerima Ha. Yang berarti bahwa berdasarkan uji statistik
nilai rata-rata kelas yang menggunakan pembelajaran model flipped classroom tipe peer
instruction flipped lebih besar dari pada kelas yang menggunakan model pembelajaran
konvensional

Data Hasil Penilaian Keterampilan Berkolaborasi


Hasil skor penilaian keterampilan berkolaborasi pada siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model flipped classroom tipe peer instruction flipped menghasilkan
nilai rata-rata skor sebesar 2,15. Selanjutnya, dilakukan analisis dengan menghitung
persentase aspek tersebut dengan menggunakan rumus
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
N= 𝑥 100%
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
2,15
N = 3,00 𝑥 100%

N = 71,67%
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kimia pada topik Termokimia dengan
menggunakan pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped memperoleh
nilai tinggi untuk keterampilan berkolaborasi siswa.

Data Hasil Penilaian Keterampilan Berkomunikasi


Hasil rata-rata skor total keterampilan berkomunikasi adalah sebesar 2,20. Dengan
menggunakan rumus yang sama seperti pada analisis kemampuan bekerja sama diperoleh
nilai persentase untuk keterampilan berkomunikasi adalah sebesar 73,33%. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran flipped
classroom tipe peer instruction flipped memperoleh nilai yang tinggi untuk kemampuan
berkomunikasi.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model flipped classroom tipe peer instruction flipped menghasilkan nilai
rata-rata pemahaman konsep siswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran
menggunakan model konvensional. Selanjutnya, pembelajaran dengan menggunakan
model flipped classroom tipe peer instrucion flipped membuktikan adanya pengaruh
terhadap keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi.

114
REFERENSI
Abeysekera, Lakma dan Dawson, Philip. (2014). Motivation and Cognitive Load in the Flipped
Classroom: Definition, Rationale and a Call for Research. Higher Education Research
and Development. DOI: http://dx.doi.org/10.1080/07294360.2014.934336.
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bergmann, J & Aaron Sams. (2012). Flip Your Classroom: Reach Every Student in Every Class
Every Day. International Society for Technology in Education.
Boone. William J, John R. Staver, dan Melissa S. Yale. (2014). Rasch Analysis in the Human
Sciences. Springer Dordrecht Heidelberg New York London.
Cheah, Sin-Moh dan Sale, Dennis. (2017). Pedagogy for Evidence-Based Flipped Classroom
– Part 3: Evaluation. Proceedings of the 13th International CDIO Conference, University
of Calgary.
Firman, Harry. (2000). Penelitian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Jurusan Pendidikan
Kimia FPMIPA UPI
Fisher, W.P. (2007). Rasch Measurement. Transactions of the Rasch Measurement SIG
American Educational Research Association. Vol. 21. No. 1.
Johnson, G. Brent. (2013). Student Perceptions of the Flipped Classroom. The University of
British Columbia.
Kean, Elizabeth dan Middlecamp, Catherine. (1985). A Survival Manual for General Chemistry
(Panduan Belajar Kimia Dasar). Penerjemah: A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta:
Gramedia
Logan, Brenda. (2015). Deep Exploration of the Flipped Classroom Before Implementing.
Journal of Instructional Pedagogies.
Martin, Michael O, dkk. (2012). TIMSS 2011 International Result in Science. Lynch School of
Education, Boston College. TIMSS & PIRLS International Study Center.
OECD. (2016). Programme for International Student Assessment (PISA): Result from PISA
2015.
Reidsema, Carl, dkk. (2017). The Flipped Classroom: Practice and Practices in Higher
Education. Springer Nature Singapore.
Subramaniam, S. Rani dan Muniandy, Balakrishnan. (2016). Concept and Characteristics of
Flipped Classroom. International Journal of Emerging Trends in Science and
Technology. DOI: http://dx.doi.org/10.18535/ijetst/v3i10.01.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

115
Susiwi, (2007). Pendekatan Pembelajaran dalam Pembelajaran Kimia. Handout Kuliah.
FPMIPA UPI
Uzunboylu, Huseyin dan Karagozlu, Damla. (2017). The Emerging Trend of the Flipped
Classroom: A Content Analysis of Published Articles between 2010 and 2015. DOI:
http://dx.doi.org/10/6018/red/54/4.

116
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASE LEARNING DALAM MAPEL
PEMROGRMAN DASAR DENGAN MEDIA SOFTWARE SCRACTH TERHADAP
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PADA PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)
TKB PEGAMBIRAN SMKN 1 CIREBON TAHUN AJARAN 2017/2018

Lia Rochmasari, ST, M.Kom

SMK Negeri 1 Cirebon

ABSTRAK
SMK Negeri 1 Cirebon sebagai salah satu penyelenggara SMK PJJ Jabar membuka 1 (satu)
TKB di daerah Pegambiran Kota Cirebon. Ternyata atmosfir pembelajaran pada Pendidikan
Jarak Jauh (PJJ) sangat jauh berbeda dengan Pendidikan reguler. Siswa-siswi putus sekolah
yang dirangkul dalam progam PJJ mempunyai latar belakang yang heterogen. Mulai yang
mempunyai profesi pedagang keliling, pelayan toko sampai ibu rumah tangga yang belajar
sambil menggendong anak. Selain dari heterogennya profesi, siswa PJJ dengan latar belakang
putus sekolah masih punya mental ’anti sekolah’. Maslah motivasi adalah masalah utama yang
dihadapi semua SMK PJJ dan Smater di Jabar. Penyusutan jumlah siswa sampai 50%
merupakan rata-rata problem yang dihadapi. Pembelajaran yang menyenangkan akan membuat
siswa termotivasi untuk meningkatkan kehadiran atau minimal mempertahankan prosentasi
kehadiran. Pemrograman dasar merupakan mata pelajaran yang sulit dipelajari siswa PJJ,
apalagi tingkat kehadirannya kurang. Maka solusinya diterapkan metode Problem Base
Learning dengan media software scratch.

Kata kunci: Pendidikan Jarak Jauh; PBL, scratch

117
1. Pendahuluan
SMK Negeri 1 Cirebon sebagai salah satu penyelenggara SMK PJJ Jabar membuka 1 (satu)
TKB di daerah Pegambiran Kota Cirebon. Ternyata atmosfir pembelajaran pada PJJ sangat jauh
berbeda dengan Pendidikan reguler. Siswa-siswi putus sekolah yang dirangkul dalam progam
PJJ mempunyai latar belakang yang heterogen. Mulai yang mempunyai profesi pedagang
keliling, pelayan toko sampai ibu rumah tangga yang belajar sambil menggendong anak. Dari
22 orang yang menjadi peserta, 40% hadir belajar termasuk kesuksesan tersendiri. Berikut tabel
rata-rata kehadiran siswa dalam 4 bulan terakhir.

Salah satu penyebab berkurangnya peserta didik


adalah karena siatem pembelajaran yang
membosankan. Oleh karean itu penulis mencoba
solusi penggunaan software media berbasis
komputer salah satunya bisa menggunakan bahasa
pemograman scratch. Filosofi dari scrach adalah
Learning is best when learning is fun (Belajar itu
Paling Baik kalau Menyenangkan). scrach bertujuan agar siswa PJJ SMKN 1 Cirebon dapat
belajar logika secara menyenangkan. Karena sifat scrach yang hard fun (sulit tapi
menyenangkan) tanpa terasa siswa sudah mempelajari Problem Solving Skills.
Sumarno menyatakan bahwa scrach memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
1. Scratch memiliki ukuran yang kecil dibandingkan bahasa pemrograman yang lain. Antar
muka (interface) yang sangat sederhana dan mudah digunakan untuk siswa
2. Siswa PJJ lebih mudah belajar logika pemrograman tanpa harus dirumitkandengan
penulisan sintaks dalam bahasa pemrograman pada umumnya.
3. Scratch membantu siswa dalam membuat cerita interaktif, animasi dan game.
4. Scratch memungkinkan setiap orang dengan mudah menggabungkan gambar, suara
maupun video tanpa harus memiliki kemampuan khusus di bidang pemrograman
5. Animasi dapat dibentuk, dijalankan dan dikontrol.

2. Pengertian Problem Base Learning dan Pemrograman dengan Scratch


Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Wina
Sanjaya (2010 : 214-215) terdapat tiga ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan,
mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas
pembelajaran ditujukan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai
kata kunci dalam pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

118
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif.
Scratch merupakan salah satu software coding yang sangat di dedikasikan untuk anak-
anak seumuran 8 sampai dengan 16 tahun.Coding scratch sendiri sangat sederhana di tambah
lagi para programmer ini tidak harus mengetikan coding-codingnya dan harus menguasai
bahasa-bahasa pemrograman-pemrograman seperti basic,java,c++,dll.
Mereka hanya perlu menguasai logika dari suatu proyek yang ingin di kerjakan.selain
itu kita tidak perlu ketik sini ketik sana karena dalam penulisan coding sendiri kita di
tempatkan di tampilan yang sangat terstruktur dengan karakter-karakter yang ingin kita
gerakan sesuai keinginan kita.kita hanya perlu meletakan script coding sederhana yang dapat
kita kombinasikan dengan yang lain agar sesuai dengan keinginan kita.

3. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Problem Based
Learning dengan bantuan software Scratch.
Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 . Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa diukur menggunakan metode kuesioner. Pada metode ini,
121nstrument pengumpulan datanya berupa
lembar kuesioner, terdiri dari 17 pernyataan.
Lembar kuesioner diberikan kepada siswa
setelah siswa tuntas pembelajaran
Pmrograman Dasar. Skor motivasi belajar
kemudian dikonversikan ke dalam empat
kriteria kualitatif, yaitu sangat tinggi, tinggi,
sedang, dan rendah. Data motivasi belajar
digunakan untuk mengukur hasil belajar
afektif siswa
2. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran
Aktivitas dalam proses pembelajaran diukur
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. Di dalam instrumen lembar observasi
aktivitas siswa terdapat rubrik penilaian yang nantinya menjadi acuan pemberian skor pada
instrumen ini. Data yang diperoleh digunakan untuk mengukur efektivitas metode PBL
dengan bantuan scracth. Data ini akan digunakan untuk mengukur hasil belajar psikomotor
siswa.
Penelitian dilaksankan di 2 tempat,yaitu di sekolah induk untuk praktek di lab komputer
dibimbing oleh guru pamong, pertemuan hanya 1x dalam sebulan dan di TKB (Tempat Kegiatan

119
Belajar )., sedangkan untuk teori dibimbing oleh tutor . Pertemuan di TKB tiap hari minggu.
Kegiatan peneitian terdiri dari 4 pertemuan, absensi dan RPP terlampir di bagian lampran.

4. Analisis Data
1. Analisis Data Motivasi Belajar
Data motivasi belajar yang didapat adalah berupa skor hasil angket. Skor hasil angket ini
kemudian dikonversikan ke dalam empat kriteria
Tabel 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Tabel 3: Interval skor dan kriteria motivasi belajar


Rentang Skor Kriteria
60-80 Motivasi Sangat Tinggi
40-59 Motivasi Tinggi
20-39 Motivasi Sedang
0-19 Motivasi Kurang

2. Analisis Data Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran


Data aktivitas siswa dalam pembelajaran materi pemrograman dasar, dikonversikan menjadi
empat kategori, yaitu sangat aktif, aktif, cukup aktif, dan kurang aktif. Data diambil pada setiap
pertemuan.
Tabel 5 : Analisis Data Aktifitas Siswa

Interval Skor Kriteria


11-15 Sangat Aktif
8-10 Cukup Aktif
4-7 Kurang Aktif

120
Hasill Angket
Hasil angket menrupakan langkah mengumpulkan informasi melalui angket untuk mengetahui
sejauh mana persepsi siswa terhadap proses pembelajaran setelah penelitian dilaksanakan. Di
bawah ini disajikan data tersebut dalam tabel 6.

Tabel 6 :Indikator Keberhasilan


Hasil Observasi keaktifan
14
Tabel 6 :Indikator Keberhasilan

Rata-rata yang dihasilkan dari penilaian proses


observasi adalah sebagai beriut, perhitingan
observasi terlampir pada lampiran

Tabel 7 Rentang rata-rata skor oservasi

Tabel 8 Rata-rata aspek pengamatan


No. Aspek yang diamati jumlah prosentase
1 Mengamati 17 71%
2 Explorasi 15 63%
3 Menanya 14 58%
4 Mensosialisasikan 18 75%
5 Mengkomunikasikan 14 58%
Tabel 9 : Kriteria Rubrik Lembar Observasi Aktivitas Siswa

121
Dalam Proses Pembelajaran

Tabel 10 : Rekapitulasi Skor motivasi

5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran yang
mengacu pada Problem Base Learning dengan Media Scratch efektif diterapkan pada
pembelajaran Pemrograna Dasar 67% menambah motivasi siswa untuk belajar dan 76%
menambah keaktifan belajar pada siswa PJJ SMK Negeri 1 Cirebon atau minimal jumlah
kehadiran tetap.
Adapun nilai sikap yang didapat dari pembelajaran pemrograman Dasar khususnya
algoritma dalam penerapan kehidupan sehari-hari:
1. Menumbuhkan sikap yang terencana dalam melakukan sesuatu karena terbiasa
membuat runtutan langkah pada algoritma.
2. Terbiasa melakukan antisipasi masalah saat memulai sesuatu. Sebagai contoh :
Jika selesai sekolah kuliah maka dimana, jika bekerja dimana.

122
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat peneliti sampaikan adalah
pembelajaran khususnya Berbasis Scratch sebaiknya dibakukan untuk mata pelajaran
pemrogram dasar dan Pemrograman Berbasis Objek.

6. Daftar Pustaka
Anonim, 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru
Sekolah Menengah). Jakarta : PGSM.
Abdurrahman, H., 1991. Pengelolaan Pengajaran. Ujung Pandang : IAIN Alauddin.

Ibrahim, M. dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.


Hamalik, Oemar., 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Agustin, Vivin Nurul. 2013. Peningkatan Aktivitas dan hasil Belajar Siswa Melalui Model
Problem Based Learning (PBL). Journal of Elementary Education, ISSN 2252-
9047, Januari 2013.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Hakim, L. 2012. Pengaruh Pembelajaran Problem Based Instruction disertai Media Audio
Visual terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ngemplak
Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hakim, T. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Puspa Swara.
Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdu, G. & Agustina, L. 2011. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi
Belajar IPA Di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. 12 (1) : 90-96.
Hamzah, B. U. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. JaEkarta: Bumi Aksara.
Kadir, A. & Nurcito, L. A. 2011. Bahasa Pemrograman Scratch. Yogyakarta: MediaKom
Muhammad Ian Nugraha. 2015. Efektifitas media interaktif berbasis Scracth pada
pembelajaran Biologi materi sel pada SMA Teuku Umar Semarang. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang, 2015

123
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MANDIRI MELALUI MODEL PROJECT BASED
LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL SISWA
SMKN 11 PJJ TKB CIKALONG WETAN KAB.BANDUNG BARAT

Rodiyah, S.Pd, M.Pd


Sinthestia Noor, S.Pd, M.MPd.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keefektifan keterampilan vokasional


siswa kelas XI pada mata pelajaran simulasi digital (Simdig) dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
di SMK N 11 PJJ TKB Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat dengan implementasi model
pembelajaran Project Based Learning (PBL). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas
(classroom action research) untuk mengatasi permasalahan yang ada di dalam kelas. Subjek
penelitian yang digunakan adalah siswa kelas XI OTKP semester ganjil tahun ajaran 2018/2019
yang berjumlah 30 siswa. Karena terjadi perubahan subjek yang awalnya pada kelas X menjadi
kelas XI maka Penelitian dilakukan dalam dua siklus yang terdiri dari siklus pada saat dikelas X
yang telah dilaksanakan pembelajarannya dan siklus di kelas XI dengan3 (tiga) kali pertemuan
untuk melakukan implementasi model pembelajaran project base learning (PBL). Teknik
pengumpulan data menggunakan lembar observasi, tes hasil belajar, dan dokumentasi. Teknik
untuk analisis data yaitu dengan teknik analisis deskriptif kualititatif. Kriteria keberhasilan dalam
penelitian ini yaitu peningkatan nilai dari Pre test dengan N.rata-rata 75 meningkatan pada Post
test dengan N. Rata-rata 90, keterampilan vokasional siswa meningkat yaitu mampu menciptakan
produk, merencanakan kewirausahaan, melaksanakan komunikasi dan kerjasama secara nyata
dalam kerja kelompok, menguasai literasi teknologi informasi secara langsung praktek pada
pembutan produk/project. Hasil wawancara 100% siswa dan guru/ tutor di TKB menyatakan
bahwa model PBL menarik dan mudah dimengerti karena langsung praktek sehingga dapat
meningkatkan keterampilan vokasional siswa SMKN 11 PJJ TKB Cikalong Wetan Kab. Bandung
Barat.

Kunci : Project Based Learning, efektifitas, keterampilan vocasional SMK.

124
1. Pendahuluan.
Kondisi unik dan menarik dari TKB 1 & 2 Cikalong Wetan Kab. Bandung Barat
melatar belakangi melakukan penelitian ini, yaitu lokasinya terletak di Kp. Warung jati
Desa Ciptagumati Cikalong Wetan KBB dengan tempat kegiatan belajar mengajar di SDN
Ciptagumati 01 Cikalong Wetan KBB, dilaksanakan setiap hari senin sd jumat dari pukul
13.00 sd 16.00 WIB. Setiap siswa menggenakan seragam putih abu seperti SMK reguler
lainnya, karena latar belakang siswa hampir semuanya baru lulus SMP dan ingin
melanjutkan ke SMK.
Fasilitas di TKB untuk kegiatan KBM, mereka menempati gedung SDN Ciptagumati
yang belum memiliki Lab komputer dan belum ada ‘infocus’, mengandalkan laptop
bantuan dari pemerintah, sistem pembelajaran sebagian besar penugasan dan handout dari
tutor sehingga pembelajaran kurang maksimal, apalagi LMS sulit diakses dengan berbagai
alasan.
Belum ada pengelompokan belajar mandiri dan pembelajaran masih lebih terfokus
pada hasil belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata, itupun sangat dangkal, hanya
sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak menyentuh
aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Kopetensi keahlian
TKB Cikalongwetan adalah OTKP (Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran).
Melihat kondisi TKB Cikalongwetan seperti diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian bersama yaitu kami dari guru Simulasi digital (Simdig) dan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkolaburasi mencoba menerapkan model pembelajaran baru
yaitu penerapan model pembelajaran Project Base Learning (PBL) dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana efetifitas PBL ini terhadap peningkatan keterampilan vokasional
SMK 11 PJJ TKB Cikalong Wetan KBB.
Pada awalnya kami akan menggunakan populasi dan sampel dari kelas X yaitu siswa
baru yang belajar setiap hari senin sampai dengan jumat, namun karena sesuatu hal kelas
X tidak ada karena terkendala PPDB, maka akhirnya kami mengambil populasi dan
sampel dari kelas XI yang kebetulan sedang melaksanakan Prakerin di lembaga
pemerintah dan swasta yang berada disekitar Kab. Bandung Barat, sehingga kami hanya
bisa melaksanakan penelitian pada hari sabtu atau minggu pada saat mereka libur
prakerin.

125
Menurut Oemar Hamalik (2015: 171), “Pengajaran yang efektif adalah pengajaran
yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri”,
sedangkan menurut Nana Sudjana (2014:3) menyatakan bahwa “hasil belajar pada
hakikatnya adalah perubahan-perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotorik”.

Berdasarkan teori pembelajaran yang efektif tersebut maka peneliti ingin


mengimplemtasikan model pembelajaran Project Base Learning (PBL) dimana pada model
pembelajaran PBL ini, kami akan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada dengan
sisten ‘ Student center’, membentuk kelompok-kelompok mandiri yang melibatkan tutor
dan tidak terlepas berkonsultasi dengan beberapa guru dimana nanti pada saat pembuatan
‘Project karya siswa’ pada kopetensi dasar Simdig dan IPA.
Berdasarkan permasalahan dan kajian diatas model pembelajaran PBL
menitikberatkan pada proses meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam mata
pelajaran Simdig dan IPA, sehingga model pembelajaran PBL dapat dijadikan sebagai
salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa.
Menurut eko mulyadi : “Model PBL adalah model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja
proyek” (Eko Mulyadi, 2015).

Hal ini diperkuat berdasarkan pendapat Pembelajaran berbasis proyek atau Project
Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran yang didesain untuk persoalan yang
kompleks yang mana siswa melakukan investigasi untuk memahaminya, menekankan
pembelajaran dengan aktivitas yang lama, tugas yang diberikan pada siswa bersifat multi
disiplin, berorientasi pada produk (Satoto Endar Nayono dan Nuryadin, 2013).
Fathurrohman (2015:124) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran berbasis
proyek: Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek

126
Pembelajaran dengan model Project Base learning ini diharapkan oleh peneliti
dalam implentasinya dapat mengefektifitaskan peningkatan keterampilan vokasional siswa
SMK 11 PJJ TKB Cikalong wetan Kab. Bandung barat.
Pada BSNP (2010:47) merekomendasikan 4 kompetensi yang dibutuhkan lulusan
SMK yaitu kompetensi dalam berpikir kritis dan memecahkan masalah, berkomunikasi dan
kerjasama, mencipta dan memperbarui, serta literasi teknologgi informasi. Dari 2 pendapat
di atas, kita ketahui bahwa siswa SMK membutuhkan kemampuan vokasional. Adapun
jenis-jenis kompetensi vokasional yang dibutuhkan siswa nampak pada tabel 1 berikut:

Tabel Kompetensi yang di butuhkan siswa SMK

Keempat kompetensi tersebut sangat diperlukan siswa SMK untuk mencari peluang kerja
sebagai perwujutan diri. Terjadinya pengangguran lulusan SMK tidak hanya karena
terbatasnya kesempatan kerja, melainkan juga karena ketidakmampuan dari lulusan SMK
untuk memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan pasar.
Untuk itu, setiap siswa SMK perlu dibekali 4 kompetensi vokasional sehingga
mampu bersaing dengan lulusan lainnya, bahkan bisa menciptakan peluang kerja sendiri
sesuai dengan bidangnya.

127
PBL merupakan model pembelajaran project yang menekankan pada kolaburasi
dalam pemecahan masalah sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
menerapkan model pembelajaran PBL ini dapat meningkatkan keterampilan vokasional
siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong wetan walaupun berubah sampel/populasinya yaitun di
kelas XI OTKP

2. Metode.

Langkah-langkah metode penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut :

MULAI

OBSERVASI

PERUMUSAN MASALAH STUDI PUSTAKA

TUJUAN PENELITIAN

PENENTUAN TOPIK

PERANCANGAN INTERVIEW

OBSERVASI
PRE TEST
DISKUSI PBL / INTERVIEW

OBSERVASI KEGIATAN KBM


INTERVIEW LANGSUNG
PESERTA DIDIK/TUTOR
DISKUSI PROJECT SISWA

OBSERVAS KEGIATAN KBM


INTERVIEW LANGSUNG
PRESENTASI PROJECT SISWA
POST TEST 128
PENGOLAHAN DATA

ANALISA DATA

KESIMPULAN & SARAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif


dengan alasan bahwa pendekatan ini dapat menjelaskan, menganalisis data dengan
mengungkap kenyataan-kenyatan yang ada di lapangan dan untuk mendapatkan informasi
yang sesuai dengan keadaan lapangan.
Deskriptif kualitatif menurut Sugiyono (2010:15), menjelaskan bahwa: “Metode
penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi”.
Melalui pendekatan kualitatif, peneliti juga dapat menggali informasi secara
langsung, peneliti dapat mengamati kegiatan orang lain dalam lingkungannya dan
berinteraksi secara langsung dengan berusaha memahami tafsiran dan pendapat yang
dikemukakan.
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang aktivitas
orang dalam pekerjaan untuk dapat mengungkapkan, mendapatkan informasi tentang
suatu kejadian berdasarkan fakta yang ada dan berlangsung pada saat ini dengan data yang
sesuai fakta dan keadaan, yang dianggap cocok dalam penelitian ini adalah metoda
penelitian deskriptif dengan disain studi kasus.
Desain penelitian studi kasus yang digunakan karena penelitian yang dilakukan
memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diteliti
terdiri dari satu unit atau satu kesatuan unit yang dipandang sebagai kasus. serta kasus

129
dapat terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu kelompok dan hal-hal lain yang cukup
terbatas.
Pengumpulan data dilakukan dilakukan langsung ke lapangan untuk memperoleh
informasi mengenai manajemen program pembelajaran. Untuk mendapatkan informasi
yang sesuai dengan harapan, maka teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan
melalui :
a. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data dengan deskripsi yang faktual,
cermat, terinci mengenai keadaan lapangan, situasi dan kegiatan-kegiatan proses
pembelajaran keterampilan vokasional melalui informasi hasil pembelajaran yang
telah dilaksanakan oleh SMK II PJJ TKB Cikalong wetan di kelas X yang
menggunakan model pembelajaran rurorial, modul dan LMS, seanjutnya pada
kegiatan kelas XI dengan menggunakan model project based learning dan media
modul LMS/cetak. Pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti untuk
mengetahui efektivitas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran keterampilan
vokasional melalui belajar mandiri pada kelompok siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong
wetan yang menggunakan media modul LMS/cetak. Adapun data yang ingin diperoleh
menyangkut:
1) Menggali data mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan dengan model
pembelajaran tutorial, modul dan aplikasi LMS.
➢ Memberikan pre test pada siswa SMK II PJJ TKB Cikalong wetan, untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan mereka pada mata
pelajaran Simulasi Digital dan IPA.
➢ Mewancarai siswa dan tutor tentang pelaksanaan kegiatan belajar di kelas
X dengan model pembelajaran tutorial, modul dan aplikasi LMS.
➢ Penggalian data dilakukan juga melalui aplikasi WA group siswa SMK 11
PJJ Cikalong wetan.
➢ Menganalisis faktor-faktor yang menghambat dan mendukung program
2) Perencanaan Model Project Based Learning di kelas XI
➢ Guru mata pelajaran simulasi digital menyampaikan kompetensi dasar
mata pelajaran simulasi digital mengenai kompetensi dasar visualisasi

130
konsep yaitu manusia menyampaikan gagasan dan pendapat melalui film 3
dimensi (dilengkapi dengan lesson plan)
➢ Guru IPA menjelaskan kompetensi dasar IPA diantaranya lingkungan
biotik dan abiotik (dilengkapi dengan lesson plan)
➢ Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menggunakan model project based
learning yaitu untuk membuat siswa lebih aktif dalam memecahkan
masalah dan meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola alat dan
bahan dalam menyelesaikan tugas atau proyek.
➢ Guru memberikan satu contoh masalah yang berhubungan dengan gejala
alam. Misal: memberikan simulasi pembuatan hidroponik sederhana yang
bertujuan untuk menanggulangi sampah plastik di lingkungan.
➢ Guru menugaskan siswa untuk membuat kelompok dan duduk sesuai
dengan kelompoknya masing-masing.
➢ Guru memulai pembelajaran dengan memberikan pertanyaan yang dapat
memberikan penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas.
Sampai akhirnya siswa dapat memilih suatu masalah yang sesuai dengan
ide dan minatnya.
➢ Mendesain perencanaan proyek dimana perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara guru dan siswa. Perencanaan berisi tentang pemilihan
aktivitas yang dapat mendukung dari masalah yang dipilih siswa dan dapat
mengetahui alat dan bahan yang dapat digunakan untuk membantu
penyelesaian proyek.
➢ Guru dan siswa menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
➢ Guru melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan
proyek melalui WA group kelas.
➢ Menguji hasil yaitu penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam
mengukur ketercapaian standar. bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan
siswa dan memberikan umpan balik tentang tingkat pemahaman siswa.
➢ Melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah
dikerjakan.
➢ Pada saat mempublikasikan hasil proyek maka siswa mendokumentasikan
proses pembuatannya dengan membuat video pembelajaran. Teknik

131
pembuatan video yang berhubungan dengan pembelajaran Simulasi
Digital.
➢ Guru memberikan post tes pada siswa.

b. Teknik Wawancara
Teknik wawancara dipergunakan untuk menggali informasi berupa pendapat,
pikiran dan pengetahuan yang dilakukan dengan menyampaikan beberapa
pertanyaan secara tertulis dan tidak tertulis kepada subjek penelitian dalam
kegiatan, yaitu mengungkapkan keterangan langsung tentang manajemen
pembelajaran keterampilan vokasional, dilengkapi dengan pedoman wawancara.
c. Studi Dokumentasi
Teknik studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang berkenaan
dengan efektivitas program pembelajaran keterampilan vokasional dengan
menggunakan model pembelajaran tutorial, modul dan apikasi LMS yng telah
dilakukukan pada waktu kelas X dan pebeajaran dengan model pembelajaran
dengan project based learning (PBL) di kelas XI pada siswa SMK 11 PJJ TKB
Cikalong wetan dengan mempelajari, mendalami berbagai dokumen baik buku
kurikulum, bukti fisik mengajar, arsip dan catatan lapangan.

3. Hasil dan Pembahasan.

A. Hasil Penelitian
Penelitian SMKN 11 PJJ TKB Cikalong Wetan Kab. Bandung Barat yang pada
awalnya akan mengambil sampel/ populasi dari kelas X (siswa baru) namun karena
terjadi PPDB kelas X kurang sukses dan peneliti menunggu terlalu lama dan jadwal
penelitian tidak tercapai maka peneliti pada akhirnya mengambil populasi /sampel dari
siswa yang sudah ada yaitu kelas XI SMK PJJ sebanyak 30 orang, yang secara
kebetulan mereka sedang melaksanakan prakerin baik lembaga/ Organisasi
perusahaan pemerintahan maupun lebaga /organisasi perusahaan swasta yang berada
di sekitar kab. Bandung Barat, dan hanya memiliki waktu 2 hari yaitu hari sabtu dan
minggu.

132
Peneliti melakukan penelitian di SMKN XI PJJ TKB Cikalong Wetan Kab.
Bandung Barat dengan metode observasi, dokumentasi, wawancara dapat di
paparkan temuan penelitian sebagai berikut :
Keterampilan vokasional merupakan faktor internal yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa, selain kecerdasan, bakat, motivasi, dan emosi. Hal ini
disebabkan karena antara minat, perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang
sangat erat sekali, sehingga siswa yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu
akan cenderung memperhatikan mata pelajaran tersebut. Sebaliknya bila seseorang
menaruh perhatian secara kontinyu bisa meningkatkan kompetensi vokasional .
a. Kegiatan yang sudah dilaksanakan pada tanggal 29 September 2018
Untuk mengetahui keterampilan vokasional siswa SMKN 11 PJJ TKB Cikalong
wetan terhadap mata pelajaran Simulasi digital dan IPA ini menyangkut
beberapa faktor yaitu :
1) Upaya Guru dalam Mengolah Materi Mata Pelajaran melalui pengiriman
materi, latihan soal dan evaluasi melali aplikasi LMS ke TKB Cikalong
Wetan.
2) Tutor di TKB Menyampaikan kepada siswa PJJ untuk mempelajari semua
materi yang terdapat pada aplikasi LMS.
3) Siswa mempelajari materi dan mengejakan setiap tugas dan latihan soal serta
evaluasi yang telah tersedia sesuai dengan instruksi dari tutor.
4) Materi dan penugasan yang diberikan oleh guru mata pelajaran dari Sekolah
pusat mengacu pada kurikulum 2013 revisi 2017, sehingga semua
pembelajaran dan model kegiatan pembelajarn bisa mengikuti seperti di
sekolah induk dimana tidak hanya pengetahuan dan sikap saja yang
diperhatikan namun juga diperhatikan keterampilan vokasional siswa SMK
11 PJJ TKB Cikalong wetan.
5) Siswa mengerjakan soal-soal UTS dan UAS yang telah dikirim guru dari
sekolah induk kepada tutor walaupun mereka belum paham dan belum
pencapai pembelajaran pada KD yang akan di evaluasikan.
6) Peneliti mewawancarai ibu kepala sekolah yaitu Ibu Euis di TKB Cikalong
wetan pada tanggal 29 September 2018 pukul 14.00 – 14.30 WIB mengenai
kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan oleh siswa SMKN PJJ

133
TKB Cikalong wetan, “ Pembelajaran dilaksanakan pada umumnya KBM
biasa dengan melibatkan tutor yang sesuai dengan mata pelajarannya dan
mereka sering mendapatkan tugas-tugas dan latihan soal.
7) Peneliti mewancarai tutor Ibu Iis di TKB Cikalong wetan pada tanggal 29
September 2018 pukul 14. 30 -15.00 beliau juga menyatakan bahwa : “ anak-
anak PJJ sebenarrnya di TKB Cikalong wetan ini sangat bersemangat untuk
belajar, nmaun karena ketersediaan tenaga pengajar/tutor yang terbatas baik
kemampuan maupun waktu jadi pembelajaran bersifat tutorial, modul dan
mengerjakan bahan yang ada di aplikasi LSM, selanjutnya siswa mengerjakan
tugas yang belum selesai di rumah, secara pengetahuan siswa terbatas pada
materi yang diterimanya dan ketrampilan vokasionalnya kurang terlatih.
8) Peneliti mewawancarai 10 orang siswa di TKB pada tanggal 29 Setember 2018
pada pukul 15.00 – 16.30 WIB mengenai kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan model pembelajaran tutorial, odul dan aplikasi LMS pada
saat mereka duduk di kelas X ;
➢ Siswa yang bernama, Indah sya’adah : “saya belajar di TKB Cikaolong
wetan sebenarnya sangat senang bu, tapi kalo untuk materi simulasi digital
banyak yang belum mengerti karena jarang di dijelaskan oleh tutor dan hanya
mengerjakan tugas tanpa ada pembahasan “.
➢ Siswa yang bernama, Annisa Fitria Rahmat : “pembelajaran di disini jarang
sekali malah tidak pernah ada praktek, sebagian besar membac dan
mengerjakan soal yang diberikan oleh tutor “.
➢ Siswa yang bernama, Alwin Taopik Hidayat mengemukakan pendapatnya
ketika belajar dengan mode pembelajaarn tutorial yaitu, “ Kami sering tidak
memahami apa yang dipelajari dan hanya mengerjakan tugas dari tutor atau
aplikasi LMS, tapi aplikasi LMS jarang sekali dipakai karena sulit sinyal jadi
biasanya mengikuti saja materi yang diberikan oleh tutor dan belum pernah
praktek atau mendapatkan kejelasan yang memuaskan tentang materi yang
disampaikan oleh tutor atau pengelola lain yang ada di TKB.
➢ Siswa yang bernama Restu bahtiar mengungkapakan bahwa, “ pembelajaran
menggunakan Laptop dan LCD jarang sekali dilaksanakan karena LCD yang
disekolah rusak dan buram”.

134
➢ Siswa yang bernama Fajar M.S mengungkapkan bahwa, “ belum pernah ada
pembuatan project atau praktek pada semua mata pelajaran di TKB
➢ Siswa yang bernama Dian mengungkapkan bahwa, “ Pembelajaran di TKB
lebih banyak instruksi dari tutor untuk mempelajari materi dan
menengerjakan tugas serta latihan soal yang terdapat dalam modul atau dari
tutor.
➢ Siswa bernama Ahmad pujianto mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran di
TKB monoton hampir semuanya menggunakan metode tutorial dan modul
yang di dapat dari sekolah pusat”.
➢ Siswa bernama Al ihsan mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran di TKB
dirubah menjadi pembelajaran yang menarik dengan model yang berbeda
dari model tutorial dan modul.
➢ Siswa bernama Meta Nur Alim mengungkapkan bahwa,”saya ingin ada
model lain pembelajaran tutorial diganti menjadi model yang melakukan
praktek atau uji coba.
➢ Siswa bernama Widi widianti mengungkapkan bahwa,” Saya juga ingin di
TKB ada pembelajaran langsung dengan guru mata pelajaran dengan model
pembelajaran praktek sehingga lebih menarik dan menyenangkan .

b. Kegiatan yang sudah dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2018


Pada tanggal 6 Oktober 2018 pukul 13.00 sd 14.00 WIB Peneliti kembali
menggali data ke TKB Cikalong wetan untuk mengungkap model pembelajaran
apa yang menarik untuk di kembangkan di SMK 11 PJJ Cikalong Wetan, peneliti
juga menyampaikan model pembelajaran baru untuk uji coba kepada siswa SMK
11 PJJ TKB Cikalong wetan sekalian melakuka pengamatan dan wawacara.
Langka-langkah dan upaya yang penulis lakukan adalah :
1. Peneliti memberikan Pre test tentang standar kompetensi dasar simulasi digital
dan IPA dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana materi yang telah
mereka kuasai dari mata pelajaran tersebut.
2. Penulis membuat lesson plan sederhana untuk ketercapaian kompetensi dasar
dari kedua mata pelajaran tersebut, yaitu :
a. Lesson plan Simdig.

135
LESSON PLAN
RENCANA IMPLEMENTASI PROJECT BASE LEARNING
TEAM SMKN 11 BANDUNG

Mata Pelajaran SIMULASI DIGITAL


Guru Mata Rodiyah, S.Pd, M.Pd
Pelajaran
Topik Menganalisis Produksi Video
Kelas X OTKP
Durasi 45 Menit
Tujuan Siswa mampu membuat film pendek.
Materi Menerapkan membuat film pendek dengan kamera
sederhana.
Metode Project Base Learning/ Diskusi kelompok mandiri
Media Camera sederha atau HP bercamera
Langkah-langkah 1. Guru menjelaskan Produk yang akan dibuat siswa
secara berkelompok sebagai sebuah project
berbasis Lingkungan hidup dan IT.
2. Guru menyajikan tayangan video selama 4 menit
tentang perencanaan usaha yang akan dibuat
siswa sebagai langkah awal pembuatan produk.
3. Guru membentuk beberapa kelompok kecil (4-5
orang siswa setiap kelompok) untuk
mendiskusikan produk yang akan dibuat yaitu
tanaman yang mudah ditanam disekitar wilayah
bandung barat.
4. Setiap kelompok berdiskusi selama 15 menit
tentang persiapan rencana storyboard pembuatan
film pendek tentang pembelajaran IPA yang telah
diajarkan.
5. Setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya
secara kompak dan komunikatif serta siap
menjelaskan setiap pertanyaan dari kelompok lain
mengenai perencanaan pembuatan film pendek
/Story board hasil diskusinya.
6. Guru memperkaya hasil diskusi siswa tentang
story board untuk pembuatan film pendek hasil
dari pembelajaran IPA.
7. Guru bersama siswa merumuskan pembuatan fil
pendek yang menarik serta memanfaatkan media
sederhana yang ada sebagai media belajar siswa
dan mencegah hal-hal negatif dari penggunaan HP
atau internet.
8. Guru bersama siswa merumuskan kesepakatan”,
kalo tidak dari kita siapa lagi yang dapat
mengurangi dampat negatif dari pemanfaatan
internet yang tidak sehat, dari hal kecil pada saat

136
ini “, secara tanggung jawab dan kreatif dalam
menanggulangi dampak negatif.
9. Guru menutup pembelajaran dengan merangkum
hasil diskusi siswa tentang perencanaan
pembuatan film prndrk dari hasil pembelajaran
IPA, serta guru mendorong siswa untuk
mengurangi dampak negatif yang ada pada
penggunaan internet yang tidak sehat.

Evaluasi dan Evaluasi dilakukan dengan meminta pendapat siswa


Indikator tentang aktifitas yang telah dilaksanakan. Sesi ini
keberhasilan dinilai berhasil jika siswa melaporkan pengalaman
nyata mereka ketika dapat menyebutkan bagaimana
pemanfataan media camera sederhana sebagai salah
satu alat untuk mendokumentasikan dalam bentuk film
dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan yaitu
IPA, siswapun bertanggungjawab dan kretif dalam
menanggulangi dampak negatif, serta mendapat
respon positif dari semua teman-temannya.

b. Lesson plan IPA


LESSON PLAN
RENCANA IMPLEMENTASI PROJECT BASE LEARNING
TEAM SMKN 11 BANDUNG

Mata Pelajaran IPA


Guru Mata Sinthesia Noor, S.Pd, M.MPd
Pelajaran
Topik Memahami gejala alam biotik dan abiotik

Kelas X OTKP
Durasi 45 Menit
Tujuan Siswa mampu membuat Karya Ilmiah.
Materi Merencanakan Penelitian Ilmiah

Metode Project Base Learning/ Diskusi kelompok mandiri


Media PPT cara berhidroponik sederhana
Langkah- 1. Dijelaskan tema produk yang akan dibuat siswa
langkah secara berkelompok sebagai sebuah project berbasis
Lingkungan hidup dan IT.
2. Peserta didik diberi kesempatan untuk
memilih/menentukan projek yang akan dikerjakannya

137
secara kelompok dengan catatan tidak menyimpang
dari tema.
3. Guru menyajikan tayangan video atau PPT selama 4
menit tentang perencanaan usaha yang akan dibuat
siswa sebagai langkah awal pembuatan produk.
4. Dibentuk beberapa kelompok kecil (4-5 orang siswa
setiap kelompok) untuk mendiskusikan produk yang
akan dibuat yaitu cara bercocok tanam hidroponik
sederhana.
5. Siswa menyusun Jadwal Pelaksanaan Projek. Peserta
didik dengan pendampingan guru melakukan
penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.
Berapa lama projek itu harus diselesaikan tahap demi
tahap.
6. Penyelesaian Projek dengan Fasilitasi dan Monitoring
Guru.Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan
projek di antaranya dengan: a) membaca, b) membuat
disain, c) meneliti, d) menginterview, e) merekam, f)
berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h)
akses internet.
7. Guru membimbing dan memonitor aktivitas peserta
didik dalam melakukan tugas projek mulai proses
hingga penyelesaian projek (melalui jaringan on line).
8. Penyusunan Laporan dan Presentasi/Publikasi Hasil
Projek.Hasil project dipublikasikan kepada peserta
didik yang lain dalam bentuk presentasi dan
publikasi.

Evaluasi dan Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran
Indikator melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas
keberhasilan projek.
Refleksi pada tugas projek dilakukan secara kelompok.
Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi kesempatan
mengungkapkan pengalamannya. Siswa diberikan
kesempatan untuk memperbaiki hasil project dan produk
yang telah dibuat.

3. Peneliti, setelah menjelaskan materi tentang mata pelajaran simulasi digital yaitu
tentang visualisasi konsep dan IPA tentang lingkungan biotik dan a biotik.
4. Selanjutnya peneliti memberikan beberapa pertanyaan yang mungkin bisa
memancing ide-ide tentang sebuat project yang pada awalnya diarahkan kepada
‘Project Hidroponik & budidaya tanaman di sekitar KBB”, kemudian mengajak

138
semua siswa untuk membuat kelompok mandiri untuk menyusun sebuah proposal
mini mengenai pembuatan produk yang mudah dan sederhana sebagai sebuah project
untuk pembelajaran mereka.
5. Kelompok siswa tersebut masing-masing menentukan tema dari projectnya dan
diharapkan berbasis lingkungan hidup.dengan bahan yang mudah didapatkan di
sekitar lingkungan tempat tinggalnya masing-masing,
6. Setiap kelompok menentukan produk dan mengemukakan gagasannya dari
pembuatan produk tersebut dalam film 3 dimensi.
7. Setelah semua kelompok siswa menerima petunuk dan penjelas tentang project
dalam model pembelajaran project base learning, siswa sangat antusias dan tertarik
untuk segera melakukan kegiatannya dalam pembuatan proposal mini dan
mengungkapkan tema dan pendapat tentang produknya dalam film 3 dimensi dengan
menggunakan kamera yang sederhana yang mereka miliki baik menggunakan camera
HP atau kamera digital sederhana yang ada di sekolah atau milik pribadi.
8. Tugas pembuatan project selama 1 minggu setelah semua kelompok memiliki tema
dari project yang akan mereka kerjakan, dimana ternyata siswa lebih tertarik dengan
usaha kuliner dengan bahan dari tanaman yang tumbuh disekitar lingkungannya
sehingga tidak sulit untuk mencari bahan baku dalam pembuatan produk.
Peneliti kembali ke TKB Cikalong wetan pada tanggal 20 Oktober 2018 untuk
melihat bagaimana hasil project yang sudah dikerjakan secara berkelompok setelah
semuanya berdiskusi dengan menggunakan WA group siswa untuk menyusun project
sederhana yang benar dan jelas.

c. Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2018 adalah :


1. Siswa sudah mengerjakan proposal mini
2. Siswa sudah mengerjakan presentasi produk
3. Siswa sudah membuat visualisasi pembuatan produk dalam film 3 dimensi .
4. Siswa mempresentasikan hasil project nya dan menampilkan masing-masing
visualisasi konsepnya secara Bangga dan penuh pecaya diri
5. Masing-masing kelompok juga membawa produk olahannya yang menarik
dan dapat dipasarkan baik secara online maupun offline dengan harapan akan
membentuk jiwa kewirasusahaan dan meningkatkan keterampilan vokasional

139
bagi siswa-siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong wetan. (Hasil project siswa
terlampir).
6. Setelah menyelesaikan semua tugas dari Project yang telah dibuat secara
berkelompok kemudian semua siswa mendapatkan post test untuk mengukur
bagaiamana pengetahuan dan keterampilannya setelah mengikuti model
pembelajaran project base learning.
7. Pada kesempatan ini peneliti juga memanfaatkan penggalian data tidak hanya
pengamatan tapi juga wawancara pada tanggal 20 Oktober 2018 pukul 15.30
– 17.00 WIB, yaitu :
a. Tutor di TKB ibu Iis mengungkapkan setelah ikut mengamati kegiatan
pembelajaran model Project base learning bahwa, “ dengan model
pembelajaran seperti ini terlihat ,ebih menarik dan menantang bagi
semua siswa sehingga siswa juga tidak boring untuk mengikuti
pembelajaran.”
b. Tutor di TKB Pak Rian yang mengungkapkan bahwa,” Pembelajaran
project base learning adalah model pembelajaran yang baru dan menarik
sehingga bisa memotvasi dan meningkatkan keterampilan vocasional
swa-siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong wetan “.
c. Siswa yang bernama Marella Putri mengungkapkan bahwa, “ model
pembelajaran dengan membuat produk pada model pembelajaran project
base learning sangat menyenangkan dan dengan jelas dapat memahami
materi tentang visualisasi konsep salah satu kopetensi dasar mata
pelajaran simulasi digital dan IPA” .
d. Siswa yang bernama Tita putri Rahayu mengungkapkan, “ bahwa melalui
praktek pembuatan produk jadi lebih mengerti tentang pembelajara
simulasi digital dan IPA “.
e. Siswa yang bernama Wisdan Firdiani mengungkapkan bahwa, “melalui
pembuatan film 3 dimensi dalam pembuatan project ternyata sangat
menyenagkan dan menantang utuk membuat film yang terbaik walaupun
dengan peralatan yang sangat sederhana”.
f. Siswa yang bernama Oktaviani mengungkapkan bahwa, “ membuat
project mulai dari tema mengungkapkan opini dan pendapat melalui

140
diskusi kelompok mandiri sangat menarik dan menantang untuk
memanfaatkan perlengkapan yang ada namun ingin membuat project
yang sebaik-baiknya”.
g. Siswa yang bernama Ahmad Pujianto mengungkapkan bahwa, “Project
yang dibuat bersama-sama secara berkelompok membuat pekerjaan lebih
ringan dan bisa saling membantu serta melengkapi biladengan peralatan
dan perlengkapan yang ada.
h. Siswa yang bernama Meta nur Alim mengungkapkan bahwa, “ saya bisa
lebih memahami dan mengerti tentang pelajaran dan melatih
keterampilan saya “.
i. Siswa yang bernama Fuji Oktaviani mengungkapkan bahwa, “ Saya lebih
senang dan bersemangat dengan pebelajaran melalui pembuatan project
bersama teman-teman dalam kelompok”.
j. Siswa yang bernama Novi Oktaviani mengungkapkan bahwa, “ saya
lebih mengerti dan memahi pelajaran dengan menggunakan model
pembuatan produk yang berhubungan dengan mata pelajaran tertentu”.
k. Siswa yang bernama John Alex mengungkapkan bahwa, “ Saya
mengusulkan kalo bisa semua mata pelajaran menggunakan model
pembelajaran pembuatan project karena tidak membuat bosan dan lebih
membuat semangat bagi kami untuk meningkatkan keterampilan
vocasional siswa”.

B. Pengumpulan Data
Setelah ditemukan beberapa data yang di inginkan, baik dari hasil penelitian
observasi, interview maupun dokumentasi, maka peneliti akan menganalisa temuan
yang ada dan memodifikasi teori yang ada kemudian membangun teori yang baru
serta menjelaskan tentang implikasi-implikasi dari hasil penelitian tentang
“ Efektivitas Pembelajaran Mandiri Melalui Model Project Based Learning untuk
Meningkatkan Keterampilan Vokasional Siswa SMKN 11 PJJ TKB Cikalong
Kab.Bandung Barat”,
Sebagaimana dijelaskan dalam teknik analisa data dalam penelitian, peneliti
menggunakan analisa kualitatif deskripti (pemaparan) dan data yang diperoleh peneliti baik

141
melalui observasi, interview, dan dokumentasi dari pihak-pihak yang mengetahui tentang data-
data yang dibutuhkan oleh peneliti.
Adapun data-datanya sebagai berikut :
a. Hasil Pre test dan Post Test siswa adalah :

No Waktu Kegitan N. rata-rata


.
1. Sabtu, 6 Oktober 2018 Pre test 75

2. Sabtu, 20 Oktober Model


2018 Pembelajaran
Project
Siswa (PBL)

3 Sabtu, 26 Oktober Post test 90


2018

b. Hasil kegiatan project siswa dengan model pembelajaran PBL.

No Waktu Proposal Presentasi Film

1 Sabtu, 6 20% 0 0
Oktober 2018
2 Sabtu, 20 60% 50% 0
Oktober 2018
3. Sabtu, 26 100% 100% 100%
Oktober 2018

b. Upaya tutor di TKB Cikalong Wetan dalam mengolah Materi simulasi digital dan
IPA saat peneliti melakukan observasi, peneliti menemukan upaya yang dilakukan
Tutor dalam meningkatkan kompetensi siswa berjalan cukup baik. Hal ini terlihat
adanya usaha Tutor pada saat menjelaskan membuka buku panduan modul dan
aplikasi LMS.
c. Penguasaan Tutor terhadap materi mata pelajara menguasai karena memang latar
belakang pendidikan guru sudah sesuai dengan bidangnya dan tutor juga
menyampaikan semua materi sesuai dengan yang diberikan oleh guru mata
pelajaran dari sekolah induk.
d. Pembelajaran yang menarik harus didukung dengan Tutor yang lebih banyak
informasi atau wawasan sehingga siswa lebih yakin kedalam ilmu guru.
142
e. Saat proses pembelajaran Tutor menyampaikan materi yang ada dengan model
ceramah dan instruksi pengerjaan tugas dan soal.
f. Tutor jarang memberikan praktek atau penerapan pada siswa karena model
pembelajaran yang dilaksanakan di TKB Cikalong wetan adalah model
konvensional.
h. Penguasaian materi bagi Tutor sangat penting terutama dalam pengembangan
materinya karena tutor yang berhadapan langsung dengan siswa-siswa SMK 11 PJJ
TKB Cikalong Wetan dan kepercayaan diri harus dibangun dengan baik, tidak ada
rasa was-was, dan bimbang terhadap pertanyaan murid, tugas tutor seagai pengganti
guru mapel di TKB harus dipertanggung jawabkan lebih baik. Dengan penguasaan
materi Tutor lebih mudah dalam meningkatkan keterampilan vokasional siswa.
i. Upaya Tutor dalam memilih metode atau model pembelajaran yang tepat agar tujuan
pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh guru, maka Tutor
perlu mengetahui dan mempelajari beberapa metode mengajar, lalu mempraktikkan
pada saat mengajar.
j. Metode pembelajaran merupakan sebuah perencanaan dan pelaksanaan prosedur dan
langkah-langkah pembelajaran yang tersusun secara teratur untuk melakukan proses
pembelajaran sampai pada metode penilaian atau evaluasi yang akan dilaksanakan.
Pada saat peneliti melakukan observasi proses pembelajaran Tutor menggunakan
metode ceramah dan penugasan pada siswa.
k. Tanya jawab sering dilakukan oleh siswa kepada tutor untuk mendapatkan penjelasan
mengenai materi yang diterimanya
l. Upaya Tutor dalam memilih media sering tidak optimal karena keterbatasan alat dan
perlengkapan yang tersedia di TKB Cikalong Wetan sehingga peningkatan
kemampuan siswa, dapat mengingat pelajaran dengan mudah, siswa menjadi aktif
dalam merespon, memberi umpan balik dengan cepat, mendorong siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktek dengan cepat.
m. Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan
pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pebelajaran, untuk
informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan mengisi waktu kosong. Saat
peneliti melakukan observasi proses pembelajaran di TKB Cikalong Wetan dalam
menggunakan media yaitu media papan tulis, guru menggunakan fasilitas yang ada
di dalam kelas. SMK 11 PJJ TKB Cikalong wetan belum menggunakan media LCD

143
karena belum ada, untuk presentasi mereka meminjam ke SD namun saat sekarang
sudah rusak dan buram.
n. Upaya guru dalam meningkatkan keterampilan vokasional siswa adalah : Peneliti
sebagai Guru mata pelajaran dari sekolah pusat memperkenalkan model
pembelajaran baru, yaitu dengan model project base learning kepada Tutor di TKB
dan siswa-siswa di TKB Cikalong wetan.
o. Peneliti sebagai guru mata pelajaran dari sekolah pusat juga menjalin komunikasi
dengan siswa-siswa di TKB Cikalong wetan dengan kunjungan ke TKB sebanyak 3
kali dalam bulan oktober serta membuat WA group kelas untuk mendapatkan data
dan informasi mengenai kegiatan yang sedang siswa-siswa laksanakan yaitu
membentuk kelompok mandiri dalam membuat produk untuk melaksanakan
pembelajaran model project base learning.
p. Siswa-siswa diarahkan dan dibimbing oleh team peneliti sebagai guru dari sekolah
pusat untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Project base learning.
q. Siswa-siswa di TKB Cikalong wetan mengerjakan projectnya secara berkelompok
selama 2 minggu dan dipantau melalui WA group kelas.
r. Hasil projectnya akan di presentasikan dan penayangan film 3 dimensi di depan
teman-temannya, sehingga akan terlihat hasil kerjasama dan percaya diri ketika
menampilkan hasil projectnya.
s. Memberikan post test pada siswa-siswa di TKB Cikalong Wetan yang menunjukkan
efetifitas pembelajarn project base learning terhadap peningkatan keterampilan
kompetensi siswa.
t. Hasil Wawancara & Observasi adalah sbb :

No Uraian Siswa Tutor

1. Menyatakan Pembelajaran
model Tutorial, modul dan 70% 75%
aplikasi LMS, menarik, bisa
dimengerti dan mudah
dipraktekkan
2. Menyatakan Pembelajaran 100% 100%
dengan model Project Base
Leaning menarik, bisa
dimengerti dan mudah
dipraktekkan.
144
3. Dengan Model 65% 75%
Pembelajaran tutorial,
modul dan Aplikasi LMS
dapat menigkatkan
keterampilan vokasional
siswa SMK PJJ TKB
Cikalong Wetan
4. Dengan Model 100% 100%
Pembelajaran Project Base
Learning dapat
menigkatkan keterampilan
vokasional siswa SMK PJJ
TKB Cikalong Wetan

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Tutor dalam mengolah materi berdasarkan hasil temuan penelitian diatas, dalam proses
pembelajaran di SMKN 11 PJJ TKB Cikalong Wetan telah memanfaatkan model
pembelajaran tutorial dan modul serta dilengkapi oleh aplikasi LMS .
Selain itu tutor juga menguasai materi dan dari hasil wawancara siswa-siswa SMK PJJ
TKB Cikalong Wetan bahka sering berdiskusi bila terdapat banyak materi yang belum
dipahami dan pada saat siswa bertanya dengan mudah Tutor langsung menjawabnya.
Tutor saat menjelaskan materi dan pembelajaran di TKB jarang melakukan praktek
karena keterbatasan alat dan perlengkapan sehingga lebih banyak memberikan materi yang
di dapat dari guru mata pelajaran sekolah pusat.
Model pembelajaran yang konvensional yaitu ceramah dan penugasan serta mengerjkan
soal-soal latihan yang ada di modulnya diterima dengan baik oleh siswa SMK 11 PJJ TKB
Cikalong wetan untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Perubahan model pembelajaran oleh guru dari sekolah pusat untuk uji coba di TKB
bertujuan melihat respon dari siswa serta melihat bagaimana mengetahuanny dan
keterapilannya meningkat berjalan dengan baik dan direspon oleh siswa-siswa dengan
antusias memperhatikan cara pembuatan project yang berbasis lingkungan dengan bahan
baku yang terdapat disekitar lingkungan sehingga mudah apabila akan memproduksi produk
tersebut sesuai pesanan dari pelanggan.
Sesuai dengan hasil wawancara dan observasi peneliti di TKB Cikalong wetan bahwa
siswa-siswa SMK11 PJJ TKB Cikalong Wetan sangat membutuhkan model pembelajaran
yang menarik dan menantang sehingga keterampilan kompetensinya akan meningkat dengan
baik.

145
Project yang sudah di hasilkan oleh siswa-siswa SMK II PJJ TKB Cikalong Wetan Kab.
Bandung Barat ternyata lebih tertarik pada project pembuatan produk kuliner berbahan dasar
dari tanaman yang tumbuh di sekitar tempat tinggalnya, mereka terbagi kedalam 4 kelompok
yatu :
1. Project nya : Lumpis (Lupia manis Isi singkong)
Nama anggota kelompok :
a. Ahmad Pujianto
b. Aliya Apriliaya
c. Meta Nur Alim
d. Winarti Shofariah
e. Wisdan Firdian

2. Projectnya : : Ciyur (Cilok Sayur)


a. Annisa Fitria Rahma Salsabila
b. Fuji Septiyanti Riswandi
c. Novi Oktaviani
d. Santisya Priliani Suhendra
e. Silvi Sulistiawati

3. Projectnya : SUSUJU (Sukun Susu Keju)


a. Fajar Muhammad Sidiq
b. Restu Bachtiar
c. Al Ikhlas Subagja
d. Dia
e. Pangestu Fathan Hadian

4. Bayam Crispy :
a. Siti Nurul
b. Nurliani
c. Srifani mardadiani
d. Tita Putri rahayu
e. Indah saadah tsadiyah

Peneliti melihat keantusiasan siswa untuk tampil ke depan teman-temannya dengan


memanfaatkan media LCD yang peneliti bawa, untuk dipergunakan sebagai media
pressentasi dan pemutaaran film 3 Dimensi yang telah dibuat secara berkelompok oleh
siswa-siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong Wetan.
Menurut peneliti dengau paya guru dalam menigkatkan keterampilan vocasional
siswa smk pjj adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, mengajak
siswa untuk belajar diluar kelas, mendekati siswa yang mengalami kesulitan dalam
pembelajaran project, memberikan motivasi dalam pembelajaran dan komunikasi yang

146
baik dengan siswa agar dapat berinteraksi dan siswa berani dalam menyapaikan ide serta
menanggapi masalah materi yang disampaikan.
Tutor di TKB ketika menyampaikan materinya kepada siswa SMK PJJ harus mampu
juga menimbulkan semangat belajar secara individual, karena masing-masing siswa
mempunyai perbedaan dalam pengalaman, kemampuan dan sifat-sifat pribadi yang lain,
sehingga dapat memberikan kebebasan dan kebiasaan pada siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya dan penuh inisiatif dan kreatif dalam pekerjaannya. Selain
memberikan semangat kepada siswa, juga menerapka berbagai strategi pembelajaran
denga mengguakan beberapa model pembelajaran, diantaranya model project base
learning.
Project base learning merupakan salah satu cara dalam pembelajaran yang dapat
meningkatka keterapilan vocasional siswa SMK 11 PJJ TKB Cikalong Wetan karena
dengan model pembelajaran ini siswa-siswa diajak untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam
mengikuti pembelajaran tersebut, hal ini dapat dilihat dari data perbandingan sebagai
berikut :

BAGAN DATA KOMPETENSI SISWA

No, Metode Tutorial dengan modul & Model Pembelajaran


LM PBL
1. Pree Tes Post Test
N. Rata-rata : 75 N. rata-rata : 90

Keterampilan Vokasional : Keterampilan Vokasional :


a. Belum mapu menciptakan a. Mampu menciptakan produk
2
produk. b. Merencanakan kewirausahaan
b. Memiliki keingan berwirausaha c. Dapat melaksanakan
c. Dapat merencanakan komunikasi dan kerjasama
komunikasi dan kerjasmaa secara nyata dalam kerja
sebelum terbentuknnya kelompok.
kelompok d. Penguasaan literasi teknologi
d. Literasi teknologi informasi baru informasi secara langsung
sebatas teori dar modul. praktek pada pembuatan
produk/project

3. Hasil wawancara ; Hasil Wawancara :


a. 70% Siswa menyatakan menarik
dan bisa dimengerti
147
b. 75 % Tutor/ Guru menyatakan a. 100% Siswa mengatakan
menrik dan bisa dimengerti menarik dan mudah dimengerti
c. 65 % siswa merasakan model karena langsung praktek
tutorial, modular dan LMS dapat b. 100 % Gutu/tutor memyatakan
meningkatkan keterampilan menarik dan mudah dimengerti
vocasional karena langsung praktek.
d. 75% guru/tutor di SMK PJJ c. 100 % siswa merasakan model
TKB Cikalong wetan PBL dapat meningkatkan
menyatakan bahwa dengan Keterampilan Vokasional
sistem tutorial, modul dan LMS d. 100% guru/tutor menyatakan
dapat meningkatkan model PBL dapat meningkatkan
keterampilan vokasional siswa keterampilan vokasional siswa.

GRAFIK KOMPETENSI SISWA

100

80
Nilai
60 W1
W2
40
W3
20 W4

0
TUTORIAL PBL
Keterangan :
Bagan 1 : Model Pembelajaran Tutorial
Bagan 2 : Model Pembelajaran PBL
Nilai : Pre test dan Post test
W1 : Wawancara 1
W2 : Wawancara 2
W3 : wawancara 3
W4 : wawancara 4

148
4. Penutup.

A. Kesimpulan
Penerapan model pembelajaran Project base Learning (PBL) salah satu cara yang
Lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan vokasional di SMK PJJ TKB
Cikalong Wetan. Bila dibandingkan dengan model pembelajaran tutorial, namun juga
harus memperhatikan kondisi dan lingkungan sekolah serta kemampuan siswa.

Penerapan model Project base learning (PBL) pada kegiatan belajar mengajar
memiliki beberapa hambatan yaitu :
a. Semua siswa belum memiliki peralatan dan perlengkapan serta modal yang sama
untuk pembuatan proyek dalam pembelajaran.
b. Belum semua guru/tutor di TKB memahami model pembelajarn Project Base
learning (PBL)

B. Saran-saran
Salah satu hal yang dapat meningkatkan keterampilan vokasional siswa
SMK adalah model pembelajaran, diantaranya adalah pembelajaran project base
learning (PBL) yang dapat dimanfaatkan pada kegiatan belajar mengajar agar siswa
termotivasi untuk melakukan kegiatan pembuatan project, sehingga semua
kemapuannya tereksploitasi
Efektifitas model project base learning dapat meningkatkan keterampilan
vokasional di SMK 11 PJJ TKB Cikalong Wetan dengan disertai optimalisasi
penggunaan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki siswa serta pemahanan dan
pembelajaran kembali model tersebut oleh guru atau tutor di TKB Cikalong Wetan
Kab. Bandung Barat

149
5. Daftar Pustaka.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional abad 21.
Jakarta: BSNP

Eko Mulyadi. (2015). Penerapan Model Project Based Learning untuk Meningkat-
kan Kinerja dan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMK .Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan. Yogyakarta, UNY

Muhammad Fathurrohman. (2015). Model-model Pembelajaran Inovatif.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nana Sudjana. (2014). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. (2015). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Satoto Endar Nayono, dan Nuryadin ER. (2013). Pengembangan Model


Pembelajaran Project Based Learning pada Mata Kuliah Computer Aided
Design. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Yogyakarta, UNY.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

150
EFEKTIVITAS MODEL INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN LKS DAN
VIRTUAL LAB PADA KELAS PENDIDIKAN JARAK JAUH

Hendri Kurniadi, S.Pd., Gr., M.Pd

SMKN 1 Haurwangi

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas model inkuiri terbimbing
menggunakan lembar kerja siswa (LKS) dan virtual lab yang diterapkan pada materi
elektrokimia di kelas Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Metode penelitian yang digunakan berupa
kuasi eksperimen dengan non equivalent (pretest-posttest) control group design
menggunakan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Model inkuiri yang diterapkan
terdiri dari lima fase belajar (siklus 5E) yaitu engagement, exploration, explanation,
elaboration, dan evaluation. Materi elektrokimia disampaikan dengan menggunakan media
virtual lab dan LKS berfungsi sebagai petunjuk dalam menggunakan virtual lab. Secara
umum, kelima fase belajar dapat terlaksana dengan baik dengan tingkat keterlaksanaan
sebesar 89,17%. Terjadi peningkatan N-Gain pada kelompok eksperimen sebesar 0,43 yang
termasuk ke dalam kategori sedang. Siswa merespon kegiatan pembelajaran sangat positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model inkuiri terbimbing menggunakan LKS dan
virtual lab pada materi elektrokimia efektif digunakan pada kelas PJJ.

Kata Kunci: Inkuiri, Virtual Lab, Elektrokimia, Pendidikan Jarak Jauh.

Abstract. This study aims to evaluate the effectiveness of a guided inquiry model using
worksheet and virtual lab on electrochemistry topic in the distance education course. The
method used was quasi-experiment with non-equivalent (pretest-posttest) control group
design using one experimental class and one control class. The guided inquiry model applied
consists of five learning phases (5E cycle), namely engagement, exploration, explanation,
elaboration, and evaluation. The electrochemistry topic was delivered using a virtual lab and
worksheet as a guide in using it. In general, all learning phases has been successfully carried
out (89.17%). There was an increase in N-Gain in the experimental group of 0.43 which was
included in the medium category. Students respond the learning activities very positively.
The results showed that a guided inquiry model using worksheet and virtual lab on
electrochemistry topic was effectively applied in the distance education course.

Keywords: Inquiry, Virtual Lab, Electrochemistry, Distance Education.

1 Pendahuluan

Pendidikan jarak jauh (PJJ) dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan serta meningkatkan mutu dan relevansi
pendidikan dasar dan menengah. Bentuk pembelajaran di kelas PJJ memiliki karakteristik terbuka,
belajar mandiri, belajar tuntas dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan atau
151
teknologi pendidikan lainnya. Karakteristik belajar mandiri mensyaratkan model pembelajaran
yang berpusat pada siswa sebagai pelaku utama pada proses pembelajaran. Dengan model
pembelajaran seperti ini siswa menjadi aktif sehingga pembelajaran lebih bermakna dan efektif.
Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah model pembelajaran inkuiri
dimana proses pembelajaran disusun berdasarkan prinsip pencarian dan penemuan pengetahuan
melalui proses berpikir. Terdapat tiga bentuk model inkuiri, salah satunya adalah model inkuiri
terbimbing. Model ini sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran tingkat sekolah menengah,
dengan memberikan lebih banyak bimbingan bagi siswa, dan memudahkan siswa dalam
memecahkan masalah yang diberikan (Dwiyanti, 2017).

Model ini banyak diterapkan pada pembelajaran kimia dan terbukti efektif dalam meningkatkan
penguasaan materi siswa (Uzezi & Zainab, 2017), memperbaiki miskonsepsi yang terjadi (Cullen
& Pentecost, 2011), serta meningkatkan minat belajar siswa terhadap kimia (Ural, 2016).
Pembelajaran kimia dengan model inkuiri terbimbing membantu siswa untuk mengembangkan
rasa tanggung jawab, kemampuan kognitif, kemampuan membuat laporan, serta keterampilan
pemecahan masalah. Selain itu, model inkuiri terbimbing juga dapat memfasilitasi pengembangan
konsep ilmiah tertentu (Bilgin, 2009). Pada prakteknya, model inkuiri terbimbing banyak
dilakukan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berperan sebagai guide siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran (Bilgin, 2009; Siahaan dkk., 2017; Dwiyanti, 2017;
Nuswowati & Nofiyanti, 2017). Menurut Fannie (2014) LKS merupakan salah satu alternatif
pembelajaran yang tepat bagi peserta didik karena LKS membantu peserta didik untuk menambah
informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran yang tersusun secara
sistematis. Pada model inkuiri terbimbing LKS disusun dengan memuat pertanyaan-pertanyaan
yang mengarahkan siswa pada penemuan pengetahuan dan bukan berupa instruksi-instruksi seperti
pada cookbook. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menstimulasi rasa keingintahuan serta
membentuk kerangka berpikir siswa sehingga dapat membantu siswa dalam menemukan konsep
dari materi yang kimia diajarkan.

Model inkuiri dengan bantuan LKS sangat cocok diterapkan untuk membantu siswa dalam
memahami konsep kimia, terutama konsep yang dianggap sulit. Salah satu topik pada
pembelajaran kimia yang dianggap sulit adalah topik elektrokimia (Ahmad & Lah, 2012). Hal ini
terbukti dari hasil beberapa penelitian yang menunjukan bahwa sebagian besar siswa
mengganggap materi elektrokimia merupakan materi yang sulit untuk dipahami (Lin dkk, 2002;
Sanger & Greenbowe, 2000). Diperlukan alokasi waktu yang cukup banyak untuk memahami
keseluruhan konsep termasuk melakukan praktikum guna memperkuat penguasaan konsep siswa.
Akan tetapi penyajian fenomena makroskopi melalui kegiatan praktikum saja tidak cukup untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Ketidakmampuan siswa untuk memahami fenomena yang
terjadi secara mikrokopis menjadi salah satu kendalanya. Visualisasi pada level mikroskopis
seperti dengan menggunakan gambar, animasi maupun virtual laboratory (virtual lab) terbukti
dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa (Cullen & Pentecost, 2011).

152
Dengan demikian, pengembangan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan
LKS dan virtual lab dapat menjadi jalan untuk membantu siswa dalam memahami materi
pembelajaran serta memenuhi karakteristik pembelajaran pada kelas PJJ. Akan tetapi,
keefektivitasan penerapan model inkuiri terbimbing dengan menggunakan LKS dan virtual lab
pada materi elektrokimia di kelas PJJ belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, penelititan terkait
efektivitas model inkuiri terbimbing menggunakan LKS dan virtual lab pada materi elektrokimia
pada kelas PJJ penting untuk dilakukan.

2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian Non Equivalent
(Pretest-Posttest) Control Group Design (Creswell, 1997) seperti yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Postest


Kelas Eksperimen O1 X1 O2
Kelas Kontrol O1 X2 O2
Keterangan
X1 : Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran inkuiri
terbimbing
X2 : Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran konvensional
O1 : Pretest yang diberikan sebelum perlakuan
O2 : Postest yang diberikan setelah perlakuan

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas Pendidikan Jarak Jauh SMKN 1
Haurwangi Kabupaten Cianjur. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
dengan kelas tempat kegiatan belajar (TKB) Pelita Harapan sebagai kelas eksperimen dan kelas
TKB Bina Teknik sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan berupa silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP); lembar kerja siswa (LKS) materi elektrokimia; serta soal pretest
dan postest yang berupa soal penguasaan konsep dalam bentuk soal pilihan ganda yang telah
divalidasi. Validitasi isi instrumen yang digunakan dilakukan dengan meminta judgment dari lima
orang guru kimia dengan menilai aspek kesesuaian indikator dengan soal yang dikembangkan.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan rasio validitas isi
(content validity ratio/CVR) untuk mengukur indeks keshahihan, menggunakan rumus (1),
kemudian dihitung nilai CVR untuk setiap butir soal berdasarkan persamaan Lawshe. Nilai CVR
yang diperoleh dari perhitungan dibandingkan dengan nilai minimum CVR berdasarkan jumlah
validator. Untuk jumlah validator 5, nilai minimum CVR adalah 0,736. Sementara itu, tahapan
penelitian digambarkan pada Gambar 1.

153
.......................................(1)

Keterangan:
ne : jumlah ahli yang setuju
N : jumlah semua ahli yang memvalidasi

Gambar 1. Alur Penelitian

Pada tahapan analisis data, nilai siswa dihitung berdasarkan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 = 𝑥 100 .......................................(2)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan LKS dan
Virtual Lab, dilakukan perhitungan nilai gain ternormalisasi dengan menggunakan rumus n-Gain
Menurut Meltzer sebagai berikut:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡


𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 = .......................................(3)
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

154
Kriteria pengingkatan N-Gain didasarkan pada kriteria berikut ini:

Tabel 2. Kriteria Peningkatan Kognitif Siswa

N-Gain Kriteria Peningkatan


G > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ G < 0,7 Sedang
G < 0,3 Rendah

3 Hasil Penelitian

3.1 Validasi Isi

Hasil validasi isi instrumen yang digunakan, menyatakan semua butir soal yang dikembangkan
telah valid. Namun demikian, beberapa catatan menjadi masukan perbaikan, seperti adanya redaksi
kalimat yang dirasa kurang baik dan dapat menimbulkan berbagai tafsiran serta sedikit
membingungkan sehingga harus diperbaiki agar lebih jelas. Hasil analisis data CVR disajikan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Nilai CVR per soal

Validator
No. Soal CVR Kesimpulan
1 2 3 4 5
1 1 1 1 1 1 1.00 Valid
2 1 1 1 1 1 1.00 Valid
3 1 1 1 1 1 1.00 Valid
4 1 1 1 1 1 1.00 Valid
5 1 1 1 1 1 1.00 Valid
6 1 1 1 1 1 1.00 Valid
7 1 1 1 1 1 1.00 Valid
8 1 1 1 1 1 1.00 Valid
9 1 1 1 1 1 1.00 Valid
10 1 1 1 1 1 1.00 Valid
11 1 1 1 1 1 1.00 Valid
12 1 1 1 1 1 1.00 Valid
13 1 1 1 1 1 1.00 Valid
14 1 1 1 1 1 1.00 Valid
15 1 1 1 1 1 1.00 Valid

155
Validator
No. Soal CVR Kesimpulan
1 2 3 4 5
16 1 1 1 1 1 1.00 Valid
17 1 1 1 1 1 1.00 Valid
18 1 1 1 1 1 1.00 Valid
19 1 1 1 1 1 1.00 Valid
20 1 1 1 1 1 1.00 Valid
21 1 1 1 1 1 1.00 Valid
22 1 1 1 1 1 1.00 Valid
23 1 1 1 1 1 1.00 Valid
24 1 1 1 1 1 1.00 Valid
25 1 1 1 1 1 1.00 Valid

3.2 Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Penelitian ini dilakukan pada kelas PJJ dimana pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara online,
sehingga LKS inkuri yang dikembangkan dan virtual lab yang digunakan oleh siswa dibagikan
melalui bantuan media sosial whatsapp. Tahapan penelitian dilakukan dengan melaksanakan
pretest, kemudian pelaksanaan pembelajaran materi elektrokimia dengan bantuan virtual lab pada
kelas eksperimen dan pelaksanaan pembelajaran materi elektrokimia dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional, lalu pelaksanaan posttest di masing-masing TKB.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing mengadopsi siklus belajar 5E dimana terdapat lima
tahapan kegiatan belajar yaitu fase engagement, exploration, explanation, elaboration, dan
evaluation. Untuk menilai keterlaksanaan setiap tahapan tersebut, masing-masing fase dijabarkan
ke dalam beberapa indikator yang dapat diukur melalui pengamatan oleh dua orang observer.
Adapun hasil pengamatan keterlaksanaan indikator-indikator tersebut dikonversikan ke dalam
bentuk kuantitatif yang didasarkan pada kriteria skor penilaian (2) jika indikator yang diberikan
dapat terlaksana dengan sangat baik; (1) jika indikator yang diberikan tidak sepenuhnya terlaksana
dengan baik; dan (0) jika indikator yang diberikan tidak terlaksana. Hasil penilaian pada setiap
keterlaksanaan indikator-indikator pada setiap tahapan siklus belajar 5E pada kegiatan
pembelajaran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Keterlaksanaan Tahapan Siklus Belajar 5E pada Kegiatan Pembelajaran

Indikator Nilai
Fase Engagement
Guru meningkatkan minat/motivasi siswa untuk belajar dengan 100
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu siswa
Guru mengecek pengetahuan siswa sebelumnya 100

156
Indikator Nilai
Guru memberikan contoh/permasalahan yang kontekstual 100
Guru memberikan gambaran tentang materi yang akan dipelajari 100
Rata-nilai keterlaksanaan fase engagement 100
Fase Exploration
Siswa mendapatkan pengalaman belajar melalui fenomena yang dijelaskan 50.00
oleh guru yang sesuai dengan konsep yang dipelajari
Siswa diberi kesempatan untuk secara aktif melakukan kegiatan belajar 100
(minds-on) melalui pengumpulan data/informasi untuk memecahkan
masalah yang diberikan oleh guru
Siswa diberi pertanyaan yang merangsang kemampuan berpikir siswa serta 100
untuk mengecek konsep yang telah terbentuk
Rata-nilai keterlaksanaan fase exploration 83.33
Fase Explanation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil dari kegiatan 100
belajar sebelumnya
Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, menyanggah atau memberikan 75.00
jawaban baik terhadap pendapat atau pertanyaan dari kelompok lain
maupun dari guru
Rata-nilai keterlaksanaan fase explanation 87.50
Fase Elaboration
Siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan dan memperluas konsep 100
dan keterampilan yang baru didapat ke dalam situasi yang baru yang
diajukan oleh guru melalui proses diskusi
Siswa diberikan penjelasan untuk mengeneralisasi konsep yang didapatkan 75.00
serta untuk mengarahkan siswa pada konsep yang benar
Rata-nilai keterlaksanaan fase elaboration 87.50
Fase Evaluation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan konsep yang didapat 75.00
dari pembelajaran yang telah dilakukan
Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara tertulis 100
Rata-nilai keterlaksanaan fase evaluation 87.50
Rata-nilai keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E 89.17

Secara umum, kelima tahapan siklus belajar 5E pada kegiatan pembelajaran PJJ dapat terlaksana
89.17%. Beberapa indikator tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik, seperti indikator “Siswa
mendapatkan pengalaman belajar melalui fenomena yang dijelaskan oleh guru yang sesuai dengan
konsep yang dipelajari” pada fase exploration (50.00%) kurang terlaksana dengan baik karena
kegiatan pembelajaran PJJ dilakukan pada satu kali pertemuan tatap muka di sela-sela waktu
online yang diberikan. Selain itu kegiatan tersebut dilakukan dengan metode ceramah dimana
157
siswa hanya menyimak cerita dari guru mengenai fenomena terkait konsep yang dipelajari
sehingga kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran. Oleh karenanya, siswa tidak mendapatkan
pengalaman belajar yang sangat berarti. Sementara itu, indikator “Siswa diberikan kesempatan
untuk bertanya, menyanggah atau memberikan jawaban baik terhadap pendapat atau pertanyaan
dari kelompok lain maupun dari guru” pada fase explanation kurang terlaksana dengan baik karena
siswa belum terbiasa dengan metode diskusi sehingga belum terstimulasi. Indikator “Siswa
diberikan penjelasan untuk mengeneralisasi konsep yang didapatkan serta untuk mengarahkan
siswa pada konsep yang benar” dan indikator “Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan
konsep yang didapat dari pembelajaran yang telah dilakukan” pada fase elaboration kurang
terlaksana dengan baik karena tersendat alokasi waktu sehingga tahapan tersebut dilakukan dengan
tergesa-gesa.

Secara umum, tahapan pembelajaran telah terlaksana dengan baik, dengan tingkat persentase yang
tinggi. Adapun indikator-indikator yang tidak terlaksana dengan baik masih disebabkan karena
hal-hal teknis yang dapat diperbaiki pada penerapan selanjutnya.

3.3 Pencapaian Pengusaan Konsep Siswa

Pada penelitian ini siswa diberikan pretest dan posttest sehingga akan terlihat efektifitas model
yang dikembangkan. Soal yang diberikan untuk pretest dan postest sebanyak 25 soal yang telah di
validasi oleh ahli. Hasil analisis data yang diperoleh menunjukan bahwa perbandingan nilai untuk
kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan dalam Gambar 2.

100
% Kriteria Peningkatan N-Gain

84
80

60 56

36 TKB Bina Teknik


40
TKB Pelita Harapan
20 16
8
0
0
Tinggi Sedang Rendah
Kriteria Peningkatan N-Gain

Gambar 2. Peningkatan N-Gain kelas kontrol dan kelas eksperimen

158
Berdasarkan peningkatan nilai N-Gain untuk kategori rendah, kelas eksperimen memiliki nilai
persentase yang lebih rendah yaitu sebesar 36% sedangankan untuk kelas kontrol sebesar 84%.
Sedangkan peningkatan nilai N-Gain untuk kategori sedang, kelas eksperimen memiliki persentase
peningkatan N-Gain yang lebih tinggi yaitu sebesar 56% dibandingkan dengan kelas kontrol yang
hanya sebesar 16%. Peningkatan nilai N-Gain untuk kategori tinggi hanya dicapai oleh kelas
eksperimen yaitu sebesar 8%. Hasil peningkatan N-Gain ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan LKS dan virtual lab dapat meningkatkan
penguasaan konsep siswa kelas PJJ pada materi elektrokimia.

Temuan ini dapat dikarenakan motivasi siswa yang meningkat ketika pembelajaran dibantu dengan
aplikasi virtual lab sehingga untuk menerapkan konsep kepada siswa jauh lebih mudah
dibandingkan dengan metode pembelajaran biasa. Disamping itu penggunaan LKS sebagai
penuntun siswa untuk melakukan percobaan dengan aplikasi virtual lab juga membantu siswa
mencapai target pembelajaran.

3.4 Respon Siswa Terhadap Model Inkuiri Terbimbing Menggunakan LKS dan Virtual Lab

Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri
terbimbing menggunakan LKS dan virtual lab pada topik elektrokimia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Jawaban
No Pertanyaan
SS S KS TS
1. Permasalahan yang diberikan pada awal 100 0,00 0,00 0,00
kegiatan pembelajaran mendorong rasa
keingintahuan untuk mencari jawaban
2. Dengan melakukan percobaan berbasis 36,36 63,64 0,00 0,00
virtual lab dapat menambah keyakinan
dalam mengambil dan menentukan
jawaban dari suatu permasalahan
3. Kegiatan diskusi yang dilakukan memberi 36,36 63,64 0,00 0,00
kesempatan untuk mengemukakan
pendapat
4. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan 27,27 45,45 27,27 0,00
memberi kesempatan untuk menemukan
jawaban dari permasalahan yang ada
secara mandiri

159
Jawaban
No Pertanyaan
SS S KS TS
5. Tahapan kegiatan pembelajaran yang 36,36 45,45 18,18 0,00
dilakukan mendorong untuk berpikir
secara kritis
6. Secara keseluruhan, kegiatan pembelajaran 63,64 27,27 9,09 0,00
yang dilakukan dapat meningkatkan
semangat belajar
7. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan 0,00 0,00 45,45 54,55
tidak menarik dan memusingkan
8. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan 27,27 54,55 9,09 0,00
membantu dalam memahami materi
pembelajaran yang diajarkan
9. Aplikasi virtual lab yang diberikan mudah 27,27 72,73 0,00 0,00
untuk digunakan
10. Tampilan dari aplikasi virtual lab yang 45,45 45,45 0,00 9,09
diberikan sangat menarik
11. Aplikasi virtual lab yang diberikan sesuai 18,18 72,73 9,09 0,00
dan membantu dalam memahami materi
pembelajaran yang diajarkan
12. Materi pembelajaran yang diajarkan dapat 36,36 0,00 54,55 9,09
dengan mudah dipahami tanpa harus
menggunakan bantuan virtual lab
13. Soal-soal yang diberikan menuntut untuk 45,45 18,18 36,36 0,00
berpikir secara kritis
14. Soal-soal yang diberikan sangat sulit dan 9,09 54,55 36,36 0,00
membingungkan
15. Soal-soal yang diberikan tidak relevan 0,00 54,55 9,09 27,27
dengan materi pembelajaran yang telah
diajarkan

Siswa sangat setuju bahwa permasalahan yang diberikan pada awal kegiatan pembelajaran
mendorong rasa keingintahuan siswa. Hal ini sejalan dengan hasil observer dimana indikator
“Guru meningkatkan minat/motivasi siswa untuk belajar dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu siswa” pada fase engagement terlaksana 100%. Lebih
dari 40% siswa setuju bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan memberi kesempatan untuk
menemukan jawaban dari permasalahan yang ada secara mandiri, memberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, mendorong untuk berpikir secara kritis, serta yang paling penting bahwa
kegiatan pembelajaran yang dilakukan membantu dalam memahami materi pembelajaran yang
diajarkan (54,55%). Adapun respon siswa terhadap aplikasi virtual lab yang diberikan,
160
menunjukkan bahwa 72,73% setuju bahwa aplikasi virtual lab mudah untuk digunakan, bahkan
45,45% siswa sangat setuju bahwa tampilan dari aplikasi virtual lab yang diberikan sangat
menarik. Sebanyak 72,73% siswa setuju bahwa aplikasi virtual lab yang diberikan sesuai dan
membantu dalam memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan 63% siswa setuju bahwa
percobaan berbasis virtual lab dapat menambah keyakinan dalam mengambil dan menentukan
jawaban. Maka tidak heran jika 54,55% siswa berpendapat bahwa materi pembelajaran yang
diajarkan dapat dengan mudah dipahami dengan menggunakan bantuan virtual lab. Pada tahapan
evaluasi, sebanyak 45,45% siswa sangat setuju bahwa soal-soal yang diberikan menuntut untuk
berpikir secara kritis. Secara keseluruhan penguasaan konsep siswa hanya 62,88% dan
keterampilan berpikir kritis siswa hanya 62,69%. Rendahnya nilai ini dapat dimungkinkan karena
siswa merasa soal-soal yang diberikan sangat sulit dan membingungkan (54,55%) dan soal-soal
yang diberikan tidak relevan dengan materi pembelajaran yang telah diajarkan (54,55%).

Secara keseluruham respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran sangat positif. Begitu juga
respon siswa terhadap aplikasi virtual lab yang digunakan. Akan tetapi, soal-soal yang digunakan
harus diperbaiki lebih lanjut.

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk menilai efektifitas model inkuiri terbimbing menggunakan LKS dan
virtual lab pada materi elektrokimia di kelas PJJ. Pada proses pembelajaran diterapkan model
inkuiri terbimbing dengan tahapan siklus 5E yang terdiri dari fase engagement, exploration,
explanation, elaboration, dan evaluation. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan nilai N-Gain
untuk kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol pada peningkatan kategori
“sedang”, yaitu sebesar 56% dibandingkan dengan kelas kontrol yang sebesar 16%. Secara umum,
tahapan siklus belajar 5E terlaksana dengan baik dengan tingkat keterlaksanaan sebesar 89,17%.
Siswa merespon kegiatan pembelajaran serta palikasi virtual lab yang digunakan dengan sangat
positif. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model 5E mendorong rasa keingintahuan
siswa, memberi kesempatan untuk belajar mandiri, memberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, mendorong untuk berpikir secara kritis, serta membantu dalam memahami materi
pembelajaran. Aplikasi virtual lab memiliki tampilan yang menarik, mudah untuk digunakan serta
membantu dalam memahami materi pembelajaran.

5 Referensi

Ahmad N. J & Lah Y. C. (2012). Improving students’ conceptual understanding of a specific


content learning: a designed teaching sequence. [Online]. Tersedia:
https://eric.ed.gov/?id=ED532830. Diakses tanggal 9 Mei 2018.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

161
Bilgin I. (2009). The effects of guided inquiry instruction incorporating a cooperative learning
approach on university students’ achievement of acid and bases concepts and attitude toward
guided inquiry instruction. Scientific Research and Essay, 4(10): 1038–1043.

Creswell, John W. (1997). Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing among Five
Traditions. California: SAGE Publications, Inc.

Cullen D. M & Pentecost T. C. (2011). A Model Approach to the Electrochemical Cell: An Inquiry
Activity. Journal of Chemical Education, 88(11): 1562–1564.

Dahar, R.W. (1996). Teori –Teori Belajar. Erlangga. Bandung.

Dwiyanti G, Suryatna A, & Taibah I. (2017). Development of guided inquiry-based student lab
worksheet on the making of pineapple flavoring. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf.
Series, 812: 1–8.

Fannie, RD. (2014). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis POE (Predict, Observe,
Explain) Pada Materi Program Linear Kelas XII SMA. [Online]. Tersedia: https://online-
journal.unja.ac.id/index.php/sainmatika/article/view/2226. Diakses tanggal 9 Mei 2018.

Farrell, J.J., Moog, R.S., & James, S.N. (1999). Guided inquiry in chemistry. Journal of Chemical
Education. 76(4): 570−573.

Iskandar, S. (2002). Model Pembelajaran Daur Belajar Konstruktivisme dan Ilmu Kimia SMU.
Jurnal Matematika dan IPA Sekolah, 1(1): 22−34.

Majid, A. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nuswowati M, & Nofiyanti. (2017). Effectiveness of problem based-assisted instruction student


worksheet guided-inquiry-based learning in chemistry. Proceeding of Chemistry Conferences: 11th
Joint Conference on Chemistry in conjunction with 4th Regional Biomaterial Scientific Meeting,
Volume 2, pp. 17–22.

Pavelich, M. J. & Abraham, M. R. 1977. An Inquiry Laboratories for General Chemistry Student.
Journal of Collage Science Teaching, 7(1):23-26.

Pellegrino, D. 2008. Guided Inquiry: 21-st Century Learners?. Journal of Chemical Education.
45(8): 1389−1391.

Sanger, M. J and Greenbowe. (2002). Addresing Student Misconceptions Concering Electron Flow
in Electrolyte Solution with Instruction Including Computer Animation and Conceptual Change
Strategies. International Journal of Science Education, 22: 521-537.

162
Siahaan M, Sahyar, & Sirait M. (2017). Development of student activity sheet (worksheet) based
on guided inquiry to improve student’s critical thinking skills in senior high school. Journal of
Education and Practice, 8(20): 30–34.

Sirhan, G. 2007. Learning Diffucultes in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science


Education, 4(2): 2−20.

Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito.

Ural E. (2016). The effect of guided-inquiry laboratory experiments on science education students’
chemistry laboratory attitudes, anxiety and achievement. Journal of Education and Training
Studies, 4(4): 217–227.

Uzezi J. G, & Zainab S. (2017). Effectiveness of guided-inquiry laboratory experiments on senior


secondary schools students academic achievement in volumetric analysis. American Journal of
Educational Research, 5(7): 717–724.

Vlassi M & Karaliota A. (2013). The comparison between guided inquiry and traditional teaching
method. A case study for the teaching of the structure of matter to 8th grade Greek students.

Widjajanti, E. (2008). Kualitas Lembar Kerja Siswa. [Online]. Tersedia:


staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/endang-widjajanti-lfx-ms.../kualitas-lks.pdf. Diakses
tanggal 9 Mei 2018.

163
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING PADA
KEGIATAN PEMBELAJARAN DARING PROGRAM PEMBELAJARAN JARAK
JAUH SMA TERBUKA
PADA MATERI LISTRIK STATIS

Agie Ginanjar, S.Pd


SMA Negeri 2 Padalarang

Abstrak
Efektivitas Model Pembelajaran Project Based Learning Pada Kegiatan Pembelajaran Daring
Program Pembelajaran Jarak Jauh Sma Terbuka Pada Materi Listrik Statis . SMA Negeri 2
Padalarang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas pembelajaran jarak jauh pada materi
Fisika Listrik Statis untuk siswa Program SMA Terbuka SMA Negeri 2 Padalarang melalui
model project-based learning. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XII TKB Cisrau
dan TKB Cipatat Program Pendidikan Jarak Jauh SMA Terbuka SMA Negeri 2 Padalarang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penilitan kuasi
eksperimen dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model project-based learning dapat
meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas XII pada materi listrik statis. Rerata hasil belajar
peserta didik pada kelas eksperimen 72,5 dengan nilai N-Gain sebesar 0,47 yang termasuk pada
kategori sedang, sedangkan N-Gain Kelas Kontrol adalah 0,21 dengan kategori rendah. Jumlah
peserta didik yang sudah mencapai nilai di atas KKM 68% walapun belum mencapai target
penelitian 75%n namun maish lebih baik daripada kelas kontrol dengan prosentase peserta didik
mencapai KKM 40,5 %. Hal ini jelas menunjukkan bahwa hasil belajar fisika pada materi listrik
dinamis mengalami peningkatan yang sangat signifikan setelah penggunaan model
pembelajaran project based learning. Selain itu model project based learning ternyata cukup
efektif diterapkan pada kelas jarak jauh dilihat dari respon siswa yang sangat positif terhadap
penerapan model pembelajaran project based learning.

Kata kunci : SMA terbuka, pendidikan jarak jauh, Model Project-Based Learning, Hasil
Belajar, Fisika, Listrik Statis

164
Pendahuluan

Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Nomor 1066/D.D4/Kep/DM/2014 tetang Penetapan Sekolah Induk Sekolah
Menengah Atas Terbuka Jarak Jauh merupakan dasar penetapan SMA Negeri 2 Padalarang
menjadi salah satu dari 7 rintisan SMA Terbuka di seluruh Indonesia. SMA Negeri 2 Padalarang
memilih pendekatan proses pembelajaran dengan sistem dominan online (DOMON) yaitu
pemberian layanan bimbingan belajar (tutorial) bagi siswa yang sebagai besar dilaksanakan
dengan memanfaatkan sumber belajar secara online (menggunakan jaringan internet).

Seiring ditetapkannya SMA Negeri 2 Padalarang sebagai salah satu sekolah rintisan
Penyelenggaraan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui pendekatan sistem pembelajaran
dominan online dari tahun 2014 maka strategi menyampaian informasi materi pembelajaran
menjadi hal yang sangat penting. Hal ini terkait dengan faktor tidak bertemunya siswa dengan
guru secara langsung atau tatap muka seperti sekolah pada umumnya. Sistem pembelajaran
dominan online menuntut profesionalisme dan kemampuan guru untuk menguasai teknologi.

Ada tiga komponen utama yang paling sederhana dalam pembelajaran digital, yaitu; sumber
daya manusia, proses dan teknologi. Ketiga komponen ini tentunya tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, sebab teknologi tidak dapat menggantikan manusia seratus persen namun
teknologi dapat membantu manusia untuk meningkatkan kinerja, termasuk dalam kegiatan
transfer pengetahuan dari guru pada siswa.

Seperti yang kita ketahui bahwa mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran
yang dianggap sulit. Ada dua faktor utama yang menyebabkan siswa merasa kesulitan dalam
mempelajari mata pelajaran Fisika, yaitu:

15 Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, misalnya;
terkendala kemampuan, motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik siswa itu sendiri

16 Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa atau faktor lingkungan,

165
diantaranya adalah pola dan model pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas.

Kedua faktor tersebut tentunya dialami juga oleh para siswa pada program pembelajaran jarak
jauh di SMA Negeri 2 Padalarang. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa baik yang berasal
dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar dirinya mempengaruhi kualitas pembelajaran
dan juga hasil belajar siswa. Guru fisika tentunya dituntut untuk dapat memberikan
pembelajaran dan juga demontrasi tentang berbagai eksperimen materi yang diajarkananya
sehingga siswa lebih mengerti dan faham tentang apa yang ia pelajari.

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/PBL) adalah model pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata (Anonim, 2013).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa project based learning adalah
suatu model pembelajaran inovatif yang melibatkan siswa secara aktif dapat berinisiatif untuk
menghasilkan proyek yang nyata dan dapat memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Tahapan pembelajaran dalam model project based learning (dalam Sani, 2014) dapat dirinci
sebagai berikut:

5. Penyajian permasalahan

Permasalahan diajukan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan awal yang diajukan adalah
pertanyaan esensial (penting) yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat dalam belajar.

6. Membuat perencanaan

Guru perlu merencanakan standar kompetensi yang akan dikaji ketika membahas
permasalahan. Kompetensi yang dikaji sebaiknya mencakup konsep penting yang ada
dalam kurikulum. Guru seharusnya melibatkan siswa dalam bertanya, membuat
perencanaan dan melengkapi rencana kegiatan pembuatan proyek/karya. Tahapan ini

166
melibatkan guru dan siswa melakukan curah pendapat yang mendukung inkuiri untuk
penyelesaian permasalahan.

7. Menyusun penjadwalan

Siswa harus membuat penjadwalan pelaksanaan proyek yang disepakati bersama guru.
Siswa mengajukan tahapan pengerjaan proyek dengan menetapkan acuan yang akan
dilaporkan pada setiap pertemuan dikelas.

8. Memonitor pembuatan proyek

Pelaksanaan pekerjaan siswa harus dimonitor dan difasilitasi prosesnya, paling sedikit dua
tahapan yang dilakukan oleh siswa (checkpoint). Guru perlu melakukan mentoring
pelaksanaan proses, serta menyediakan rubrik dan instruksi tentang apa yang harus
dilakukan untuk setiap konten pembelajaran.

9. Melakukan penilaian

Penilaian dilakukan secara autentik dan guru perlu memvariasikan jenis penilaian yang
digunakan.

10. Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan


refleksi pembelajaran yang telah dilakukan baik secara individual maupun kelompok.

Metode

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Padalarang Program SMA Terbuka, pada semester
ganjil Tahun Pelajaran 2018-2019. Waktu penelitian dimulai dari peneliti merumuskan masalah
pada bulan Juli 2018 dan diakhiri sampai penarikan kesimpulan pada bulan Desember 2018.

Penelitian mengunakan metode Kuasi Eksperimen dimana peneliti menggunakan kelas kontrol
dan kelas eksperimen sebagai pembanding.

167
Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi dengan Tutor TKB di TKB Cipatat dan TKB Cisarua..
Hal ini dilakukan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana dan sesuai dengan hasil
yang diharapkan.

Subjek penelitian adalah peserta didik Kelas XII SMA Terbuka di TKB Cipatat sebagai kelas
Eksperimen berjumlah 20 siswa dan TKB Cisarua sebagai kelas kontrol berjumlah 20 siswa
pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019

Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan guru bidang studi fisika. Pada
penelitian ini peneliti berperan langsung dalam proses pembelajaran sebagai guru bidang studi
fisika. Untuk observasi pada saat proses pembelajaran dilakukan oleh satu orang observer, yaitu
guru bidang studi fisika kemudian untuk evaluasi dan refleksi dilakukan secara bersama antara
peneliti dan observer.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa tes dan non tes. Tes yang
digunakan berupa tes objektif yang berbentuk pilihan ganda dengan 20 soal. Tes ini digunakan
untuk melihat peningkatan hasil belajar fisika. Sedangkan instrumen non tes yang digunakan
berupa lembar observasi untuk mengetahui aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar dan kuisioner untuk mengetahui keefektifan pembelajaran.

Dalam penelitian ini mengunakan multi istrumen yang terdiri dari dua jenis instrumen yang
digunakan yaitu instrumen test dan instrumen non tes. Instrumen pengumpul data yang
digunakan antara lain :

1. Instrumen Pre test dan Post tes

2. Lembar Kuisioner siswa

3. Wawancara Tutor TKB

Dalam penelitian ini gambaran pemahaman awal peserta didik diperoleh dari data hasil pretes,
kemudian gambaran pemahaman peserta didik setelah diberi perlakuan dengan menggunakan
model problem based- learning diperoleh dari data hasil postes. Data hasil pretes dan postes

168
pemahaman peserta didik kemudian diolah secara kuantitatif dengan menggunakan rumus
Normal-Gain.

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini jumlah peserta didik yang berada pada Kelas XII TKB Cipatat sebagai kelas
eksperimen berjumlah 20 siswa dan pada kelas XII TKB Cisarua sebagai kelas kontrol
berjumlah 20 siswa. Peserta didik tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, ada
peserta didik yang pendiam, ada peserta didik yang aktif dan ada juga peserta didik yang berani
untuk tampil di depan kelas pada saat pembelajaran. Jika dilihat dari segi kecerdasan, peserta
didik tersebut memiliki kemampuan yang berbeda, yaitu ada yang berkemampuan tinggi,
sedang dan bahkan ada yang berkemampuan rendah. Secara keseluruhan pembelajaran yang
dilakukan menggunakan model Project Based Learning lebih bisa meningkatkan hasil belajar
siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvesnional sehingga peningkatan hasil belajar
fisika pada konsep Listrik Statis peserta didik lebih baik.

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil nilai N-Gain Kelas Eksperimen sebesar 0,65 dengan rerata
nilai postes sebesar 72,25. Sedangkan pada kelas kontrol mengalami N-Gain 0,40 dengan rerata
nilai post-test 60,4.

Kelas Pre test Post test N-Gain

XII Cipatat (Exp) 45,0 72,25 0,47

XII Cisarua (Kon) 42,5 60,4 0,21

Berdasarkan kuisioner yang telah disebarkan kepada peserta didik di kelas eksperimen diakhir
pembelajaran, maka didapatkan data mengenai keefektifan penerapan model project based

169
learning pada materi listrik statis. Pertanyaan dikelompokan ke dalam lima buah indikator yaitu
mutu pengajaran/kualitas pengajaran, tingkat pengajaran yang tepat, pemberian insentif, waktu
yang digunakan dan faktor kesulitan belajar. Setiap indikator diwakilkan oleh satu buah
pertanyaan.

Berikut grafik hasil respon pesert didik dari kuesioner yang diberikan :

KEGIATAN PEMBELAJARAN DENGAN PROJECT

BASED
LEARNINGSan MENYENA
gat NGKAN
Kurang Kurang
Setuju Setuju
0% 0%

Sangat

Setuju

40% Setuju 60%

170
Dari hasil wawancara dengan tutor TKB mengenai kegiatan pembelajarn jarak jauh serta
kendala dan tantangan dilapangan yang dihadapi siswa dan tentunya tutor TKB ada beberapa
poin penting dari hasil wawancara tersebut , diantaranya :

a. Dalam pembelajaran jarak jauh, menjaga motivasi belajar mandiri siswa adalah
pekerjaan paling sulit yang dihadapi tutor TKB

b. Prosentase kehadiran serta keaktifan siswa cenderung menurun seiring berjalannya


proses pembelajaran

c. Siswa merasa jenuh dengan pola pembelajaran biasa , baikm itu pembelajaran online
ataupun kegiatan tatap muka di TKB

d. Dirasakan perlu adanya variasi kegiatan pembelajaran untuk menjaga motivasi dan
keinginan belajar siswa

e. Siswa sulit memahami materi pembelajaran terlebih materi yang bersifat abstrak
seperti materi Fisika dan lain nya

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar peserta didik pada kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran Project Based Learning mengalami peningkatan yang lebih signifikan
dibandingkan pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal
ini dilihat dari N-Gain yang lebih tinggi dimana N-Gain pada kelas eksperimen
mencapai 0,47 dengna kategori Gain Sedang, sedangkan N-Gain Kelas Kontrol hanya
0,21 dengan kategori rendah. Walapun pada kelas eksperimen presentase siswa yang
mencapai KKM masih dibawah 75%.

2. Model Project Based Learning cukup efektif diterapkan pada mata pelajaran fisika
khusunya pada materi Listrik Statis. Hal ini dapat dilihat dari respon baik yang
diberikan oleh peserta didik. Selain itu model Project Based Learning juga dapat
meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik terutama pada materi listrik statis.

171
3. Model Project Based leraning dengan project berupa Video Percobaan yang dibuat oleh
siswa cukup efektif meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa SMA
Terbuka program pendidikan Jarak Jauh, dimana siswa merasa pembelajaran jarak jauh
dengan project Video membuat pembelajaran lebih menantang, menarik dan membuat
motivasi siswa bertambah dalam menhgikuti pembelajaran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis mengajukan beberapa saran
sebagai perbaikan di masa yang akan mendatang.

1. Model Pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang
digunakan dalam pembelajaran fisika pada pembelajaran Jarak Jauh. Namun, harus
disesuaikan dengan konsep fisika yang cocok dengan model pembelajaran ini.

2. Setiap guru yang mengajar pada kelas Jarak Jauh harus pandai dalam memilih dan
menentukan model pembelajaran, metode, pendekatan, strategi dalam kegiatan belajar
mengajar agar peserta didik lebih termotivasi dalam belajar dan peserta didik bisa
memahami materi pembelajarahn dengan lebih baik.

3. Untuk penelitian lebih lanjut, diharapkan dapat menghubungkan antara model


pembelajaran ini dengan hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotorik.

Daftar Pustaka

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Penerbit. PT. Refika


Aditama. Creswell, John. W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Djamarah, Syaiful bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Firdaus, M. Aziz. 2012. Mtode Penelitian. Tanggerang. Penerbit: Jelajah Nusa

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R7D. Bandung: Alfabeta

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian (Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan


Kualitatif).

UPI. Melalui:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/23731890cdc8189968cf15105c651
57 3.pdf [18/08/2018. 23:35]

172
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
(PROJECT BASED LEARNING/PJBL) PADA SMK PENDIDIKAN JARAK JAUH
UNTUK MENCAPAI INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MATA
PELAJARAN PEMELIHARAAN KELISTRIKAN KENDARAAN RINGAN

Hendra Hermansah, S.Pd.MM


Rika Juwita, S.Pd
SMKN 1 Sumedang

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi cara menerapkan model


pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBl) yang tepat dan efektif untuk
kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai serta memperoleh informasi kendala utama
penerapan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBl) dan cara
mengatasinya pada sistem pendidikan SMK Jarak Jauh di SMK Negeri 1 Sumedang. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data
menggunakan pengamatan KBM, penilaian desain proyek, penilaian produk, angket dan tes
teori terhadap 18 peserta didik SMK PJJ di SMKN 1 Sumedang Kelas XI Tahun Pelajaran
2018/2019. Hasil penelitian menunjukan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning) dari aspek pengamatan Aktivitas KBM peserta didik pada pertemuan 1 mengalami
peningkatan pada Aktivitas KBM pada pertemuan 2 untuk kategori positif, yaitu Sangat Baik
sebesar 24,9% dan Baik sebesar 38,9%, dari aspek pencapaian kompetensi berdasarkan hasil
test teori peserta didik yang tidak mencapai KKM atau tidak lulus sebanyak 6 orang (33.33%),
sedangkan siswa yang mencapai KKM atau dinyatakan lulus sebanyak 12 orang (66.67%),
sedangkan dari tanggapan responden kategori positif sebesar 79,25% dan kategori negatif
sebesar 20,75%,

Kata Kunci : Pendidikan Jarak Jauh, Project Based Learning, Efektivitas

173
Pendahuluan :
Sistem belajar jarak jauh adalah suatu model pembelajaran yang tidak terikat oleh
segala peraturan yang mengikat seperti pada pendidikan konvensional. Menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang
dimaksud dengan Pendidikan Jarak Jauh (PPJ) adalah pendidikan yang pesertanya didiknya
terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui
teknologi komunikasi, informasi, dan media lainnya. Pendidikan Jarak Jauh secara tersurat
sudah termaktub di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
"Sistem Pendidikan Nasional". Rumusan tentang Pendidikan Jarak Jauh terlihat pada BAB VI
Jalur, jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian Kesepuluh Pendidikan Jarak Jauh pada Pasal
31 berbunyi :
1. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
2. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tata muka atau regular;
3. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang
didukung oleh sarana dan layanan belajar serta system penilaian yang menjamin mutu
lulusan sesuai dengan standard nasional pendidikan;
4. Ketentuan mengenai penyelenggarakan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Karakteristik yang lebih spesifik dari Pendidikan Jarak Jauh yaitu sebagai berikut:
a. Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan pembelajaran.
b. Selama proses belajar siswa selaku peserta didik dan guru selaku pendidik terpisahkan oleh
tempat, jarak geografis dan waktu atau kombinasi dari ketiganya.
c. Siswa dan guru terpisah selama pembelajaran, komunikasi diantara keduanya dibantu
dengan media pembelajaran, baik media cetak (bahan ajar berupa modul) maupun media
elektronik (CD-ROM, VCD, telepon, radio, video, televisi, komputer).
d. Jasa pelayanan disediakan baik untuk siswa maupun untuk guru, misalnya resource learning
center atau pusat sumber belajar, bahan ajar, infrastruktur pembelajaran). Dengan demikian,
baik siswa maupun guru tidak harus mengusahakan sendiri keperluan dalam proses
pembelajaran.
e. Komunikasi antara siswa dan guru bisa dilakukan baik melalui satu arah maupun dua arah
(two ways communication). Contoh komunikasi dua arah ini, misalnya tele-conferencing,
video-conferencing, e-moderating).
f. Proses pembelajaran di PJJ masih dimungkinkan dengan melakukan pertemuan tatap muka
(tutorial) dan ini bukan merupakan suatu keharusan.
g. Selama kegiatan belajar, siswa cenderung membentuk kelompok belajar, walaupun sifatnya
tidak tetap dan tidak wajib. Kegiatan berkelompok diperlukan untuk memudahkan siswa
belajar.
h. Peran guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan siswa bertindak sebagai partisipan. Melihat
paparan di atas tentang karakteristik Pendidikan Jarak Jauh yang berbeda dengan sekolah
reguler dari segi pelaksanaan kegiatan belajar mengajarnya tetapi tetap mengacu kepada
Standar Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan reguler dalam hal penguasaan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar maka diperlukan suatu metode belajar yang tepat
dan efektif untuk mencapai hal tersebut.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/PjBL) adalah metoda
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk
hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
“Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha

174
dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang
dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing.
Nana Sudjana (1990 : 50) efektivitas dapat diartikan sebagai tindakan keberhasilan
peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat membawa hasil belajar secara
maksimal. Keefektifan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan, upaya teknik dan strategi
yang digunakan dalam mencapai tujuan secara optimal, tepat dan cepat, sedangkan menurut
Sumardi Suryasubrata (1990 : 5) efektivitas adalah tindakan atau usaha yang membawa hasil.

Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik


mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output
dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005 : 92). Efektivitas berfokus
pada hasil. Program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila hasil yang dihasilkan dapat
memenuhi tujuan yang telah ditentukan.
Keefektifan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan, upaya teknik dan strategi
yang digunakan dalam mencapai tujuan secara optimal, tepat dan cepat, sedangkan menurut
Sumardi Suryasubrata (1990 : 5) efektivitas adalah tindakan atau usaha yang membawa hasil.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 35 tentang Sistem Pendidikan Nasional


berbunyi :" standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau
dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah". Pada
Lampiran Peratutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, Bab I Pendahuluan berbunyi : "Standar
Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan
utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan
standar pembiayaan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan
peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah".
Standar Kompetensi Lulusan merupakan acuan utama dalam pengembangan
Kompetensi Inti (KI), selanjutnya Kompetensi Inti dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar
(KD). Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus
dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi dasar
pengembangan Kompetensi Dasar. Kompetensi Inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran,
mata pelajaran atau program dalam mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
Kompetensi Dasar adalah kemampuan yang menjadi syarat untuk menguasai
Kompetensi Inti yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Kompetensi
Dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran serta
perkembangan belajar yang mengacu pada Kompetensi Inti dan dikembangkan berdasarkan
taksonomi hasil belajar.

Metode :
Metode penelitian atau sering disebut juga metodologi penelitian adalah sebuah desain
atau rancangan penelitian. Rancangan ini berisi rumusan tentang objek atau subjek yang akan
diteliti, teknik-teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan dan analisis data berkenaan
dengan fokus masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif

175
kualitatif. Menurut Djam’an Satori (2011: 23) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif
dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat
dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu
resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang
dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain
sebagainya. Selain itu, Sugiono (2012: 9) juga mengemukakan penelitian kualitatif sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Penelitian dilaksanakan di Pusat Belajar Pendidikan Jarak Jauh SMK Negeri 1
Sumedang. Subjek pada penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, karena
penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil
kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi
sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Spradley
(dalam Sugiyono., 2009: 215) mengungkapkan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri
dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis. Subjek penelitian ini adalah siswa seluruh Peserta Dididk SMK PJJ Kls. XI
Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri Sumedang Tahun Pelajaran
2018/2019 yang berjumlah 18 Peserta Didik
Objek peneltian, Menurut Moleong (2010 : 132) menyatakan “objek penelitian adalah
hal yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian”, maka objek di dalam penelitian kualitatif
ini terdiri dari sebagai berikut :
a. SMK PJJ SMKN 1 Kabupaten Sumedang
b. Peserta Didik Kelas XI Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Semester 3 Tahun
Pelajaran 2018/2019.
c. Kompetensi Dasar Menerapkan dan Memasang Perlengkapan Kelistrikan Tambahan
(Asesoris) Mata Pelajaran Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan dengan model
pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBL)
Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena dengan data peneliti dapat
mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan
dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah :
a. Observasi
Observasi merupakan teknik yang mendasar dalam penelitian non tes. Observasi dilakukan
dengan pengamatan yang jelas, rinci, lengkap, dan sadar tentang perilaku individu sebenarnya
di dalam keadaana tertentu. Observasi dalam penelitian kualitataif dilakukana terhadap situasi
sebenarnya yang wajar, tanpa dipersiapkan, dirubah atau bukan diadakan khusus untuk
keperluan penelitian. Dalam penelitian kualitatif maka observasi yang digunakan yaitu
observasi langsung.
b. Metode Test
Metode test digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik terhadap penyampaian
materi pelajaran. Dalam penelitian ini, peserta didik diberikan post test untuk mengukur hasil
pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan test tertulis pilihan
ganda dengan jumlah soal sebanyak 15 soal.
c. Tugas Proyek.
Tugas proyek bertujuan untuk mengukur hasil belajar peserta didik pada model pembelajaran
berbasik proyek. Dalam penelitian ini tugas proyek berupa desain/gambar proyek dan benda
hasil proyek.
d. Angket/Kuisioner

176
Kuesioner (angket) merupakan salah satu alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab
(Sugiyono,2005:162). Angket pada umumnya digunakan untuk meminta keterangan tentang
fakta, pendapat, pengetahuan, sikap dan perilaku responden dalam suatu peristiwa. Kuesioner
dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang pendapat peserta didik terhadap
pembelajaran menggunakan model berbasis proyek. Jawaban angket hanya berupa 2 pilihan
jawaban.
Setelah melakukan pengumpulan data, seluruh data yang terkumpul kemudian diolah
oleh peneliti. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan
mendeskripsikan secara menyeluruh data yang didapat selama proses penelitian. Miles dan
Huberman dalam Sugiyono (2012:246) mengungkapkan bahwa dalam mengolah data kualitatif
dilakukan melalui tahap reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi
Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal pokok dan penting kemudian dicari
tema dan polanya (Sugiyono, 2012:247). Pada tahap ini peneliti memilah informasi mana yang
relevan dan mana yang tidak relevan dengan penelitian.
b. Penyajian Data
Setelah dilakukan direduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Data
disajikan dalam bentuk tabel dan uraian penjelasan yang bersifat deskriptif.
c. Pembuatan Kesimpulan
Tahap akhir pengolahan data adalah penarikan kesimpulan. Setelah semua data tersaji
permasalahan yang menjadi objek penelitian dapat dipahami dan kemudian ditarik kesimpulan
yang merupaan hasil dari penelitian ini.

Pembahasan :
Kegiatan penelitian ini berfokus pada hasil pencapaian kompetensi peserta didik, baik
kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan oleh Kompetensi Dasar
tersebut. Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpul data berupa lembar observasi
untuk mengamati/mengukur antusiasme belajar peserta didik pada saat KBM tatap muka,
lembar penilaian desain proyek dan lembar penilaian produk untuk mengukur hasil pencapaian
kompetensi pada ranah skill/keterampilan, lembar soal teori untuk mengukur pencapaian siswa
pada ranah pengetahuan serta lembar angket untuk yang digunakan untuk mengukur umpan
balik peserta didik.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Aktivitas KBM Pertemuan 1


%
No Indikator SB B C K SK
5 4 3 2 1
Memberi masukan tentang jenis
1 - 5,6 11 55,6 27,8
produk
2 Mengajukan pertanyaan - 11,1 11,1 38,9 38,9
Memberi tanggapan pertanyaan
3 - 5,6 16,7 33,3 44,4
guru
Memberi tanggapan pertanyaan
4 - - 11,1 61,1 27,8
teman
Rata - rata 0 5,5 12,5 47,2 34,7

177
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut, aktivitas peserta didik berkategori negatif,
yaitu : Kurang sebesar 47,2% dan Sangat Kurang sebesar 34,7% mendominasi seluruh
indikator pengamatan.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Aktivitas KBM Pertemuan 2
%
No Indikator SB B C K SK
5 4 3 2 1
Memberi masukan tentang
1 22,2 33,3 38,9 5,6 -
produk
2 Mengajukan pertanyaan 16,6 55,6 27,8 - -
Memberi tanggapan
3 27,8 38,9 33,3 - -
pertanyaan guru
Memberi tanggapan
4 33,3 27,8 38,9 - -
pertanyaan teman
Rata - rata 24,9 38,9 34,7 1,4 0
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut, aktivitas peserta didik pada pertemuan
kedua berkategori positif, yaitu : Sangat Baik sebesar 24,9% dan Baik sebesar 38,9%, , hal ini
menunjukan terjadinya peningkatan positif aktivitas KBM disebabkan karena peserta didik
sudah memahami cara pembelajaran berbasis proyek dan fungsi dari proyek yang sedang
dikerjakan
Tabel 3. Hasil Penilaian Desain Proyek
%
No Indikator SB B C K SK
5 4 3 2 1
1 Perencanaan dan persiapan - 66,66 33,33 - -
2 Desain/gambar produk 33,33 33,33 33,33 - -
3 Pengumpulan data 16,67 66,66 16,66
Rata-rata 16,67 55,55 27,77 0 0
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut, desain/gambar yang dibuat oleh peserta
didik secara berkelompok untuk kategori positif, yaitu Sangat Baik sebesar 16,67% dan Baik
sebesar 55,55%, hal ini menunjukan peserta didik mampu membuat gambar/desain proyek
yang sedang dikerjakan.

Tabel 4. Hasil Penilaian Produk


%
No Indikator SB B C K SK
5 4 3 2 1
1 Bentuk Fisik Produk - 50,0 50,0 - -
2 Kerapihan/Ketelitian - 33,33 66,66 - -
3 Keberfungsian 16,66 50,0 33,33 - -
Rata-rata 5,55 44,44 49,99 0 0
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut, produk yang dibuat oleh peserta didik
secara berkelompok untuk kategori bentuk fisik produk dan kerapihan relatif cukup, tetapi
untuk indikator keberfungsian kategori baik mendominasi. Hal ini menunjukkan peserta didik
relatif mampu membuat suatu produk sesuai prosedur/ persyaratan.
Tabel 5. Data Nilai Hasil Tes Teori

178
No NISN Nama Siswa Nilai
1 0014335617 Achmad Abul Barokat 77
2 0017226260 Agung Hermawan 72
3 Aji Muhamad Sujana 71
4 0013123431 Arbi Heryanto 73
5 9970645749 Cahya Permana 67
6 9980469230 Dede Ari Kusdiana 65
7 9991104354 Devi Nurahmalia 63
8 0091007306 Feri Kurniawan 78
9 9964811908 Firman Septiana 72
10 0025309099 Ikhlas Taupik 76
11 9980483785 Indra Lesmana 68
12 0014912328 Iqbal Taufik Qulhakum 68
13 0000060140 Iyas Syahrudin 73
14 0008933729 Jajajang Ginanjar 73
15 9996143716 Muhaemin 77
16 9961181472 Raka Prasetya 65
17 Ratim 74
18 0006306685 Rayhan Maulana Nurizwan 81
KKM : 70
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut peserta didik yang tidak mencapai KKM
atau tidak lulus sebanyak 6 orang (33.33%), sedangkan siswa yang mencapai KKM atau
dinyatakan lulus sebanyak 12 orang (66.67%). Hal ini menggambarkan bahwa pencapaian
kompetensi siswa ranah kognitif dengan sistem pembelajaran Project Based Learning untuk
Kompetensi Dasar yang menjadi objek penelitian relatif tercapai, tetapi hal tersebut tidak bisa
disimpulkan untuk pencapaian kompetensi dasar ranah kognitif pada mata pelajaran
pemeliharaan kelistrikan kendaraan ringan secara keseluruhan.
Tabel 6. Data Hasil Hitung Angket Responden
Menurut saya metode belajar berbasis proyek/project %
No
based learning Ya Tidak
1 Menarik 88,9 11,1
2 Melatih tanggung jawab 77,8 22,2
3 Melatih kedisiplinan 88,9 11,1
4 Melatih komunikasi dengan teman 72,2 27,8
5 Melatih komunikasi dengan guru 88,9 11,1
6 Melatih komunikasi dengan pihak pihak luar sekolah 66,7 33,3
7 Memunculkan motivasi belajar 83,3 16,7
8 Melatih kreatifitas 77,8 22,2
9 Memunculkan rasa ingin tahu 83,3 16,7
10 Meningkatkan kebersamaan antar teman 83,3 16,7
11 Meningkatkan minat belajar melalui web site 61,1 38,9
12 Melatih kejujuran 66,7 33,3
13 Melatih kemandirian belajar 72,2 27,8
14 Membantu meningkatkan keterampilan 83,3 16,7
15 Bermakna 94,4 5,6
Rata-rata 79,25 20.75
Berdasarkan data pada tabel diatas tersebut menurut pendapat responden/ peserta didik
tentang metode pembelajaran Project Based Learning untuk pernyataan : Menarik, melatih
kedisiplinan, melatih komunikasi dengan guru, melatih kemandirian belajar memunculkan

179
motivasi belajar, memunculkan motivasi belajar, memunculkan rasa ingin tahu, meningkatkan
kebersamaan antar teman, membantu meningkatkan keterampilan, bermakna menunjukkan
nilai prosentase di atas 80%, hal ini menunjukkan respon yang positif terhadap metode
pembelajaran Project Based Learning. Sedangkan untuk pernyataan : Melatih tanggung jawab,
melatih komunikasi dengan teman, melatih komunikasi dengan pihak-pihak luar sekolah,
melatih kreatifitas, meningkatkan minat belajar melalui website, melatih kejujuran, melatih
kemandirian belajar menunjukkan nilai prosentase di atas 20%. Rata-rata respon responden
untuk kategori positif sebesar 79,25% dan kategori negatif sebesar 20,75%, hal ini
menunjukkan respon yang relatif baik dari peseta didik terhadap metode pembelajaran Project
Based Learning.

Kesimpulan dan Saran


Kegiatan penelitian ini berfokus pada hasil pencapaian kompetensi peserta didik, baik
kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan oleh Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) pada Mata Pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kompetensi Dasar Menerapkan dan
Memasang Perlengkapan Kelistrikan Tambahan (Assesoris) dari aspek pengamatan
Aktivitas KBM peserta didik pada pertemuan 1 untuk kategori positif, yaitu Sangat Baik
sebesar 0% dan Baik sebesar 5,5% mengalami peningkatan pada Aktivitas KBM pada
pertemuan 2 untuk kategori positif, yaitu Sangat Baik sebesar 24,9% dan Baik sebesar
38,9%. Hal ini menunjukan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.
2. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) pada Mata Pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kompetensi Dasar Menerapkan dan
Memasang Perlengkapan Kelistrikan Tambahan (Assesoris) dari aspek pencapaian
kompetensi berdasarkan hasil test teori peserta didik yang tidak mencapai KKM atau tidak
lulus sebanyak 6 orang (33.33%), sedangkan siswa yang mencapai KKM atau dinyatakan
lulus sebanyak 12 orang (66.67%). Hal ini menggambarkan bahwa pencapaian kompetensi
siswa ranah kognitif dengan sistem pembelajaran Project Based Learning untuk Kompetensi
Dasar yang menjadi objek penelitian relatif tercapai, tetapi hal tersebut tidak bisa
disimpulkan untuk pencapaian kompetensi dasar ranah kognitif pada mata pelajaran
pemeliharaan kelistrikan kendaraan ringan secara keseluruhan.
3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) pada Mata Pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kompetensi Dasar Menerapkan dan
Memasang Perlengkapan Kelistrikan Tambahan (Assesoris) dari aspek respon responden,
untuk kategori positif sebesar 79,25% dan kategori negatif sebesar 20,75%, hal ini
menunjukkan respon yang relatif baik dari peseta didik terhadap metode pembelajaran
Project Based Learning.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) pada Mata Pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kompetensi Dasar Menerapkan dan Memasang
Perlengkapan Kelistrikan Tambahan (Assesoris) Kelas XI TKR SMK PJJ terbukti cukup efektif
untuk meningkatkan aktivitas belajar dan memenuhi tuntutan kompetensi, tetapi kesimpulan
ini tidak bisa diterapkan untuk seluruh Kompetensi Dasar pada Mata Pelajaran Pemeliharaan
Kelistrikan Kendaraan Ringan Kelas XI TKR SMK PJJ.

180
Saran
Berdasarkan pengalaman penelitian yang dilakukan dan hasil penelitian yang diperoleh,
peneliti memberi saran untuk dijadikan bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian
sejenis, yaitu :
1. Guru sebaiknya mengkomunikasikan metode pembelajaran berbasis proyek diawal
pertemuan, terutama dari segi teknis pelaksanaan dan penyelesaian proyek/tugas.
2. Jenis proyek sebaiknya ditentukan diawal, usahakan untuk menentukan jenis proyek yang
homogen tidak terlalu beragam.
3. Pendanaan untuk pembuatan proyek sebaikya diusahakan seminimal mungkin/relatif
terjangkau oleh peserta didik dan komponen komponen/part mudah didapat.
4. Proyek yang dibuat menggambarkan kompetensi kunci dari Kompetensi Dasar yang akan
dijadikan penelitian dan diusahakan ada kaitannya dengan Kompetensi Dasar yang telah
dipelajari peserta didik sebelumnya.
5. Guru membuat media sosial grup, hal ini untuk membantu mengatasi kendala pertemuan
tatap muka dan dijadikan sebagai sarana komunikasi intensif.

Daftar Pustaka

Djam'an Satori (2011), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta


Mahmud, 2011, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia
Nana Sudjana (2014), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata (2012), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya
Nazir Mohammad, 2011, Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2016,
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta
Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta
R. Palan , 2007. Competency Management. PPM Indonesia : Jakarta
Sardiman A.M (2014) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Rajawali Press
Sugiyono (2012), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Jakarta, Raja Grafindo Perkasa
Zaenal Arifin (2013), Evaluasi pembelajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

181
PENGARUH DIRI LANGSUNG SIERRA MEDIA PEMBELAJARAN TENTANG
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PT MAHASISWA MULTIGRADE (PKR)
KELAS CLC GAMORE SABAH MALAYSIA

Arwahyu Sugito, M.Kom


Syafroni Muhammad, M.Pd
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) Sabah Malaysia

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pembelajaran sierra


self directional terhadap keterampilan berpikir kritis mata pelajaran IPS pada siswa
kelas rangkap (PKR) di CLC Gamore, Sabah, Malaysia. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan jenis metode penelitian eksperimental, true experimental
design. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah media pembelajaran
mandiri sierra sebagai variabel bebas dan kemampuan berpikir kritis sebagai variabel
terikat. Desain penelitian ini adalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen menggunakan media pembelajaran sastra mandiri sedangkan
kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional dan tugas. Untuk
mendapatkan data penelitian digunakan instrumen berupa angket tentang kemandirian
belajar siera dan tes hasil belajar. Subjek penelitian adalah siswa CLC Gamore, Sabah,
Malaysia dengan sampel kelas tujuh sampai sembilan dalam dua kelas. Analisis
kuantitatif dilakukan terhadap data kinerja dengan menggunakan uji beda rata-rata dan
polulasi. Hasil penelitian menunjukkan tingkat signifikansi 5% (0,00 <0,05) dan Ttabel
lebih besar dari Tscore (5,51> 2,42). Hal ini lebih baik dibandingkan dengan mereka
yang tidak menggunakan media pembelajaran sierra mandiri untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil analisis, penelitian menunjukkan bahwa
media pembelajaran mandiri siera sierra mempengaruhi keterampilan berpikir kritis
pada siswa CLC Gamore, Sabah, Malaysia.

Kata kunci: Sierra Self Directed Learning Media, Multigrade, Pembelajaran Kelas
Rangkap, Keterampilan Berpikir Kritis.

182
PENGANTAR

Pembelajaran abad ke-21 menuntut untuk mempersiapkan siswa untuk


menguasai keterampilan yang akan membantu mereka menghadapi kehidupan masa
depan yang sangat kompetitif. Keterampilan tersebut tercantum dalam Pemendikbud
No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses yang memuat 14 prinsip pembelajaran.
Prinsip pembelajaran tersebut menjadi bahan acuan untuk membentuk generasi yang
memiliki keterampilan seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi,
keterampilan komunikasi, kolaborasi, inovasi dan kreasi, literasi informasi, dan
berbagai keterampilan lainnya.
Studi yang dilakukan oleh Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa
lulusan SMA, diploma, dan perguruan tinggi kurang kompeten dalam hal: (1)
komunikasi lisan dan tertulis, (2) berpikir kritis dan pemecahan masalah, (3) etos kerja
dan profesionalisme, (4) bekerja dalam tim dan berkolaborasi, (5) bekerja dalam
kelompok yang berbeda, (6) menggunakan teknologi, dan (7) manajemen proyek dan
kepemimpinan.
Setiap siswa memiliki kemampuan berpikir yang berbeda. Ada siswa yang
cerdas dan selalu mampu mengerjakan soal-soal yang disampaikan oleh guru. Namun,
dia tidak dapat menyelesaikan masalah jika masalahnya berbeda dengan pembelajaran
yang dia dapatkan. Padahal, setiap pembelajaran selalu mengajarkan konsep-konsep
tertentu sehingga diharapkan siswa mampu berpikir kritis dan memecahkan suatu
masalah dengan konsep tersebut. Siswa diharapkan tidak hanya mengetahui dan
menghafal tetapi juga dituntut untuk melakukan sesuatu, memahami konsep
pembelajaran dan terhubung dengan konsep lain. Studi yang dilakukan oleh Trilling
dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa lulusan SMA, diploma, dan perguruan tinggi
kurang kompeten dalam hal: (1) komunikasi lisan dan tertulis, (2) berpikir kritis dan
pemecahan masalah, (3) etos kerja dan profesionalisme,
Suryo Subroto (1997: 19) menyatakan bahwa proses belajar mengajar meliputi
kegiatan yang dilakukan oleh guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan
hingga evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi pendidikan
untuk mencapai tujuan tertentu yaitu mengajar. (Oemar Hamalik, 2008: 19)
berpendapat bahwa tujuan pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dalam hal ini mengarah pada kognitif yang memiliki enam aktivitas,

183
yaitu: (1) pengetahuan, contoh tujuan yang berkaitan dengan kemampuan mengingat,
menghafal, menghafal dan meniru, (2) pemahaman, contoh tujuan yang berkaitan
dengan memahami, menyatakan kembali dalam bentuk dan tafsir lain, (3) penerapan,
Contoh tujuan yang berkaitan dengan penerapan teori, prinsip dan informasi, (4)
menganalisis, Contoh tujuan yang berkaitan dengan analisis masalah, (5) sintesa,
Kemampuan berpikir kritis merupakan gambaran dari proses pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas. Ada banyak tantangan dan komunikasi yang terjadi di
dalam kelas. Disitulah pengelolaan sumber daya harus dioptimalkan oleh seorang guru.
Dengan pengelolaan yang baik maka kemampuan berpikir kritis siswa akan semakin
baik dan aktivitas siswa lebih banyak sehingga dapat menunjang pencapaian
kompetensi pembelajaran yang harus dikuasai siswa.
Community Learning Center (CLC) sebagai salah satu institusi pendidikan
Indonesia yang berlokasi di Sabah, Malaysia memiliki kewajiban yang sama untuk
membentuk masyarakat yang berkarakter Indonesia dan memiliki kemampuan berpikir
kritis melalui konsep mata pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, PKBA harus
memiliki guru yang handal baik secara akademik maupun non akademik untuk
mewujudkannya. Sayangnya, lebih dari 85% CLC hanya memiliki 2 atau 3 guru bahkan
satu guru untuk semua mata pelajaran bahkan untuk semua kelas, seperti CLC Gamore.
CLC Gamore hanya memiliki satu guru untuk mengajar semua mata pelajaran
di kelas tujuh, delapan, dan sembilan. Ini menunjukkan bahwa guru harus mengajar
tiga kelas pada waktu yang bersamaan. Pembelajaran semacam itu disebut juga kelas
rangkap. Tentunya guru harus pandai mengatur waktu dan strategi agar semua
pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Guru juga dituntut tidak hanya mampu
menyampaikan pembelajaran dengan baik tetapi juga membentuk karakter siswa dan
memiliki kemampuan berpikir kritis terhadap berbagai hal di lingkungannya.
Hasil observasi yang dilakukan di CLC Gamore pada tanggal 23 Juni 2018
menyimpulkan bahwa proses belajar mengajar (PBM) secara umum masih
melaksanakan pembelajaran secara konvensional. Artinya guru berperan aktif dalam
menjelaskan materi pelajaran sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan
mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Model pendekatan pembelajaran ini
kurang sesuai dengan tuntutan zaman karena berpengaruh pada rendahnya kemampuan
penalaran siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu skill atau skill manajemen kelas yang
harus dimiliki oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran selain itu

184
keberadaan media berbasis teknologi sangat membantu siswa dalam menggali ilmu
yang dibagikan. Setiap siswa memiliki kemampuan dan tingkat penalaran yang
berbeda,
Guru yang mengajar kelas rangkap tidak semudah mengajar satu kelas dan satu
mata pelajaran. Di kelas rangkap, guru tidak hanya dituntut mampu mentransfer ilmu
dengan baik tetapi juga harus kreatif dalam menggunakan suatu media agar semua kelas
dapat berjalan dengan baik sekaligus.
Sierra merupakan media digital yang dapat dimanfaatkan oleh para guru untuk
mengatasi keterbatasan jumlah guru di CLC Gamore. Sierra mampu menyimpan data
materi pembelajaran yang ingin disampaikan oleh guru dan dapat diakses oleh siswa
dengan handphone tanpa akses internet. Jadi, jika guru berada di kelas lain, satu kelas
dapat belajar dengan baik dengan mengakses pembelajaran yang disimpan di Sierra.
Dengan menggunakan Sierra diyakini mampu mengatasi keterbatasan jumlah
guru sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk mengetahui hal
tersebut, maka penelitian berjudul “Pengaruh Media Pembelajaran Sierra Self Directed
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas Rangkap (PKR) di CLC
Gamore, Sabah, Malaysia”.

METODE
Desain penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental. Dalam penelitian
eksperimental, peneliti memanipulasi suatu situasi, kondisi eksperimental, kemudian
mengamati pengaruh yang ditimbulkan oleh perlakuan atau manipulasi tersebut (Riyanto,
2007: 120). Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dalam penelitian, mendeskripsikan peristiwa dalam setting eksperimental dan untuk
menggambarkan generalisasi pada hubungan antar variabel.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan true eksperiment design, yaitu
membandingkan kelompok yang mendapat perlakuan eksperimental dengan kelompok lain
yang tidak mendapat perlakuan. Kemudian diberikan pretest dan posttest. Rancangan
pelaksanaan penelitian eksperimental semu yang mengacu pada pendapat John W Best
(dalam Riyanto, 2007: 128), dapat diilustrasikan sebagai berikut.

E = O1 X1 HAI2
P. = O1 X2 HAI2

185
Untuk menjelaskan skema di atas, maka dibuat desain pretest-posttest control group
design dengan satu jenis perlakuan. Pada model ini, sebelum dilakukan perlakuan kedua
kelompok diberikan pre-test untuk mengukur kondisi awal (O1). Perlakuan diberikan
kepada kelompok eksperimen (X) dan tidak diberikan kepada kelompok kontrol. Setelah
perlakuan, kedua kelompok diberikan post-test untuk mengukur kondisi akhir (O2). Dengan
skema seperti yang diilustrasikan, terlihat bahwa keefektifan perlakuan ditunjukkan oleh
perbedaan antara (O1) - (O2) pada kelompok eksperimen dan (O2) - (O1) pada kelompok
kontrol.

Tabel 3.1 Desain Pra dan Pasca Tes


Grup Kontrol Pra-tes Tidak ada Perawatan Tes pasca
Grup Eksperimental Pra-tes Pengobatan Eksperimental Pasca Tes

Kemudian dalam pelaksanaan penelitian eksperimental ini, peneliti membagi dua


kelompok subjek yang memiliki karakteristik yang sama atau hampir sama (homogen),
yang terdiri dari: kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen
diberikan perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran mandiri
Sierra, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan. Kemudian proses penelitian dijalankan
dan diamati untuk mengetahui perbedaan atau perubahan yang terjadi pada kelompok
eksperimen. Perbedaannya lebih aman dengan membandingkan hasil antara kedua
kelompok.

Populasi dan Sampel


Istilah populasi dan sampel tepat digunakan jika penelitian yang dilakukan
mengambil sampel sebagai subjek penelitian. Namun jika sasaran penelitian adalah seluruh
anggota populasi maka digunakan istilah subjek penelitian, khususnya dalam penelitian
eksperimental. Lokasi penelitian di salah satu sekolah di Sabah, Malaysia. Sedangkan
subjek penelitiannya adalah siswa kelas tujuh sampai sembilan dari dua kelas didefinisikan
di atas yang terdiri dari 48 siswa.
Argumen penentuan lokasi dan subjek penelitian adalah:

186
1. 1. Sekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian adalah CLC Gamore, dengan subjek
penelitian dalam dua kelas yaitu kelas mulitigrade 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas
rangkap 2 sebagai kelas kontrol. kedua kelas tersebut dipastikan memiliki homogenitas dan
karakteristik yang sama.
Para peneliti mempertimbangkan faktor waktu, biaya, dan tenaga

Teknik pengumpulan data


Instrumen atau alat ukur untuk pengumpulan data merupakan alat yang dipilih dan
digunakan peneliti dalam mengumpulkan data sehingga kegiatan menjadi sistematis dan
difasilitasi olehnya (Ridwan, 2004: 98). Sesuai dengan jenis data yang diperoleh, maka
metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) observasi
prosedur Sierra, (2) observasi aktivitas pembelajaran, dan (3) tes pembelajaran.

A. Instrumen Penelitian
Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu
dengan mengumpulkan, mengolah dan menginterpretasikan data yang diperoleh sehingga
memberikan informasi yang benar dan lengkap untuk menyelesaikan masalah.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model anova dengan
perhitungan manual.

1. Tes Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, lebih akurat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah dianalisis. Variasi instrumen penelitian adalah
angket, checklist, pedoman wawancara, pedoman observasi (Arikunto, 2007: 160)
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tes Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas Instrumen

187
Uji validitas instrumen digunakan untuk mengetahui validitas suatu item pertanyaan atau
apakah suatu instrumen valid atau tidak. Prinsip validitas adalah pengukuran atau observasi
yang dimaksud dengan prinsip reliabilitas instrumen dalam mengumpulkan data. Untuk
menguji menggunakan validitas isi yaitu uji validitas instrumen yang berupa tes. Sebuah
soal tes yang akan digunakan sebagai alat ukur yaitu item yang telah memenuhi kriteria
dalam kategori baik / tinggi yaitu koefisien ukuran r = 0,600-0,800 (Arikunto 2013: 89)
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui konsistensi penggunaan instrumen
penelitian. Uji reliabilitas ini digunakan untuk instrumen kemampuan berpikir kritis.
Tingkat reliabilitas instrumen menunjukkan kategori tinggi jika koefisien interval r = 0,70
<r11 <0,90.
Bentuk instrumennya adalah sebagai berikut:
a. Instrumen observasi untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penerapan media
pembelajaran mandiri Sierra dalam pembelajaran IPS. Sedangkan instrumen penelitian
berupa pedoman observasi yang disusun berdasarkan garis besar isi.
b. Instrumen tes tertulis untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi kriya
keras. Tes tertulis dibuat dalam bentuk pilihan ganda dengan 25 item. Untuk penilaian, skala
0 - 100 digunakan.

Teknik Analisis Data


a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas merupakan salah satu cara untuk memeriksa keabsahan / normalitas sampel.
Dengan menggunakan uji normalitas satu sampel Kolmogorov Smirnov, kriteria
pengujiannya adalah jika nilai Sig. (Signifikan) atau nilai probabilitas <0,05 maka
distribusinya tidak normal, sedangkan jika Sig atau nilai probabilitas> 0,05 maka
distribusinya normal.
b. Uji Hipotesis
Karena penelitian ini memiliki lebih dari dua sampel, maka peneliti memilih menggunakan
analisis varian dua arah (ANOVA). Peneliti memilih uji ANOVA dua arah karena terdapat
dua variabel bebas. Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

188
H0:
Tidak ada pengaruh proses pembelajaran dengan media pembelajaran mandiri Sierra pada
mata pelajaran IPS, motif dan perilaku ekonomi pada siswa kelas rangkap di CLC Gamore.
Ha:
Ada pengaruh proses pembelajaran dengan media pembelajaran mandiri Sierra pada mata
pelajaran IPS, motif dan perilaku ekonomi pada siswa kelas rangkap di CLC Gamore.
Setiap hipotesis diuji dengan menggunakan Anova dua jalur, dalam hal ini kriteria yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0 diterima jika Fscore <Ftabel
Ha ditolak jika Fscore> Ftabel

HASIL DAN DISKUSI


Hasil analisa
Deskripsi data hasil belajar (perilaku motif dan tindakan ekonomi) dilihat dari hasil
analisis statistik yang dikaitkan dengan ukuran tendensi sentral dan variabilitas yaitu mean,
median, variasi dan standar deviasi. Uraian data dapat dilihat pada tabel uraian data hasil
belajar (perilaku motif dan tindakan ekonomi) berdasarkan perlakuan pembelajaran yaitu
pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran mandiri Sierra dan tanpa media
pembelajaran mandiri Sierra.
Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh ilustrasi hasil belajar antara dua
kelompok. Terlihat rata-rata hasil belajar siswa pada kelompok pembelajaran yang
menggunakan media pembelajaran mandiri Sierra, yaitu X1 (Sierra) = 80,08 dengan standar
deviasi 7.521, dan X1 (Non-Sierra) = 69.05 dengan standar deviasi 7.521. Hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar (Membuat Kriya dari Bahan Keras) kelompok siswa yang
menggunakan Sierra dengan kelompok siswa tanpa menggunakan Sierra. Dari data
penelitian, hasil belajar siswa kelompok yang menggunakan PjBL lebih tinggi daripada
hasil belajar siswa kelompok yang tidak menggunakan PjBL.

Hasil Uji Hipotesis

Dari hasil t-score yaitu 5,51 kemudian dibandingkan dengan t-tabel taraf signifikan 5%
db = 46 (karena tidak ada db 46 maka dicari yang mendekati 46 yaitu 40) dengan t tabel
1,68 terlihat bahwa: t-score = 5,51> t-table = 1,68

189
Jadi, t-score lebih besar dari t-tabel. Artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan
untuk taraf signifikansi 1% dengan db 46 t-tabel adalah sebesar 2,42. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa: t-score = 5,51> t-table = 2,42

Jadi, t-score lebih besar dari t-tabel. Artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Kemudian
hipotesis diterima dengan dasar taraf signifikansi 1% dan 5%.

Berdasarkan hasil analisis data pada post test eksperimen terlihat bahwa
kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa media Sierra lebih baik
daripada kelompok kontrol yang diberi perlakuan berupa buku teks. Selain itu juga dapat
dibuktikan dengan t-score yang lebih tinggi dari t-tabel dengan taraf signifikansi 1%
dan 5%.
Dengan demikian H1 menyatakan bahwa “Ada pengaruh proses pembelajaran
dengan media pembelajaran mandiri Sierra pada mata pelajaran IPS), pembelajaran
motif dan perilaku ekonomi pada siswa kelas rangkap di CLC Gamore” dapat diterima.
Dalam hal ini Sierra media memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

PENUTUPAN

Efektivitas pembelajaran ditentukan oleh sumber belajar yang tepat dan


pengelolaan kelas yang baik oleh guru di dalam kelas. Semakin banyak sumber belajar
yang digunakan dalam proses pembelajaran, semakin membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman tentang materi yang dipelajarinya. Kondisi PKBA di Sabah
sangat membutuhkan media pembelajaran Sierra yang dapat membantu proses
pembelajaran menjadi lebih aktif dan efektif karena media Sierra dapat memberikan
sumber belajar yang cukup bagi siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat


pengaruh penggunaan Sierra terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis pada CLC
Gamore Sabah Malaysia.

190
Bibiliografi
Ahmadi, A. uhbiyati, N. 2011. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta

Depdiknas, 2003. Undang-undang republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Bandung: Media Fokus

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Purwanto Ngalim, 2009. Evaluasi hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Riyanto. Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif.


Surabaya: Unesa University Press

BSNP. 2010. ParadigmaPendidikan Nasional Abad XXI. [On line]. Tersedia:


http://www.bsnp-indonesia.org/id/wpcontent/uploads/2012/04/Laporan-BSNP-
2010.pdf diakses pada tanggal 11 Maret 2017 Pukul 16.59 WIB

Miles, MBand Huberman, AM 2009. Analisis data kualitatif: Sebuah buku sumber yang
diperluas, edisi ke-2. Thousand Oaks, CA: Sage.

Nurfatimah, Urifah. 2017. Profil Clc 21 Gamore Sandakan, Sabah, Malaysia Tahun 2017.
Tidak Diterbitkan

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta

Trilling, B. dan Fadel, C. 2009. Keterampilan Abad 21: Belajar untuk Kehidupan di Zaman
Kita. San Francisco, California, Jossey-Bass / John Wiley & Sons, Inc. Wagner

191
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PRODUK KREATIF KRIYA
KULIT/IMITASI DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENUMBUHKAN
MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)
DI SMK NEGERI 3 TASIKMALAYA

Heri Hermawan S.T


SMKN 3 Tasikmalaya

Kekayaan alam yang dimiliki bangsa kita begitu berlimpah. Potensi anak anak SMK
yang kita miliki begitu besar. Mereka telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang mampu untuk menciptakan sebuah produk atau mengelola hasil kekayaan yang kita
miliki berlandaskan oleh sikap yang profesional. Maka tak dapat dipungkiri kemampuan
mereka dalam mengelola sumber kekayaan alam yang ada bisa menciptakan wirausaha-
wirausaha muda yang bisa membuka lapangan kerja.
Namun pada kenyataannya jumlah angka pengangguran di Indonesia selalu meningkat
setiap tahunnya. Pengangguran ini terjadi karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak
mampu menampung jumlah angkatan kerja yang ada, atau dengan kata lain laju
pertambahan tenaga kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan.
Untuk mengatasi pengangguran tersebut, SMK sebagai lembaga pendidikan yang saat
ini telah berkembang pesat, bisa dijadikan keunggulan. Khususnya untuk peningkatan
Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan di Jawa diluncurkan sebuah program terobosan
yaitu SMA Terbuka dan SMK PJJ.
Lulusan SMK diharapkan tidak hanya mengejar dunia kerja, namun juga turut
menerapkan serta mengembangkan ilmunya di masyarakat. Pada dasarnya, lulusan SMK
mampu mandiri dengan mengandalkan keterampilannya melalui kewirausahaan. Efek yang
lain, lembaga wirausaha yang dibangunnya dapat menjadi lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar.
SMK di Indonesia memiliki banyak program keahlian seperti seni kriya, desain,
akuntasi, manajemen, tata boga, teknik komputer dan jaringan, dan sebagainya. Setiap
program keahlian memiliki mata pelajaran kompetensi kejuruan masing-masing yang
bertujuan supaya siswa memiliki skill dalam bidangnya. Salah satu program keahlian yang
ada di SMK yaitu seni kriya. Kurikulum program keahlian seni kriya memperhatikan
perkembangan dunia seni kriya di Indonesia untuk menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi dalam bidang seni kriya. SMK Negeri di Jawa Barat yang memiliki program
keahlian seni kriya yaitu SMK Negeri 3 Tasikmalaya dan SMK Negeri 14 Bandung.
Berdasarkan wawancara peneliti tanggal 25 – 28 Juni 2018 dengan beberapa orang
siswa terutama di SMK Negeri 3 Tasikmalaya Program keahlian Produk Kreatif Kriya Kulit
dan Imitasi, ditemukan beberapa fenomena antara lain: terlihat kurangnya keterampilan
tentang kompetensi keahlian dalam meproduksi produk kriya kulit/imitasi serta lemahnya
minat berwirausaha. Dilihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan, masih banyaknya
siswa yang kurang menguasai keterampilan produktif kriya kulit/imitasi dan pemahaman
tentang kewirausahaan. Sedangkan berdasarkan data hasil belajar mata pelajaran

192
kewirausahaan dan nilai praktek kejuruan/produktif kriya kulit dan imitasi siswa SMK
Negeri 3 Tasikmalaya Program keahlian seni kriya kulit dan imitasi di tahun ajaran
2017/2018 rata-rata nilainya

memenuhi standar KKM (kriteria ketuntasan minimum), Dari berbagai fenomena yang
dikemukakan diatas yang berkaitan dengan minat berwirausaha serta pengembangan
kompetensi keahlian siswa SMK Negeri 3 Tasikmalaya Program keahlian Desain produk
kreatif Kriya Kulit dan imitasi menarik untuk diteliti yaitu tentang “Pengembangan
Keterampilan Produk Kreatif Kriya Kulit/imitasi dan Kewirausahaan dalam
Menumbuhkan Minat Berwirausaha Siswa SMK Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di
SMK Negeri 3 Tasikmalaya”.
Potensi usaha kerajinan kulit di Indonesia memiliki peluang bisnis yang sangat besar.
Disamping begitu banyak kerajinan yang bisa dibanggakan dari Indonesia, bahkan sudah
banyak hasilnya yang melanglang buana ke negeri lain, terus di brand merek luar dan dijual
kembali ke Indonesia. Mulai dari Kerajinan Batik, Kerajinan Tenun, Kerajinan Ukir,
Kerajinan Kulit, Kerajinan Perak, Kerajinan Batu, Kerajinan Gabah, Kerajinan Keramik,
Kerajinan Anyaman dan masih banyak lagi hasil karya UKM Indonesia yang sebenarnya
memiliki nilai jual yang fantastis jika kita bisa mengembangkan market dan meningkat nilai
jualnya.
Seyogyanya jika semua elemen dalam stakeholder industri mau berperan bersama,
bersynergi, dan bukan saling menganalisa terus mencari kesalahan masing masing dan
merasa menang sendiri, sudah pasti potensi usaha kerajinan kulit Indonesia ini akan
memiliki peluang yang cukup besar. Begitu banyak produk produk dalam negeri yang bisa
dijadikan unggulan. Mulai dari Tas Handmade , Jaket Kulit, Sepatu Kulit dan begitu banyak
aksesoris dari kulit yang bisa dibuat oleh para pengerajin ini.

Berdasarkan data serta fenomena yang ditunjukkan di atas, perlu adanya akses
pendidikan dan pelatihan yang serius bagi siswa, terutama siswa SMK PJJ, untuk
meningkatkan kompetensinya pada bidang produktif kriya kulit dan imitasi tidak hanya bisa
membuat tapi bisa dijadikan bisnis agar bisa menghasilkan keuntungan yang dapat di
nikmati baik secara pribadi maupun organisasi. Salah satu yang dapat ditempuh adalah
melalui dorongan minat berwirausaha berupa praktek menjalankan bisnis dibidang
kerjainan kulit dan imitasi. Apabila dorongan minat wirausaha ini sudah tumbuh di barengi
dengan peningkatan kompetensi, tentunya dapat melahirkan wirausaha-wirausaha muda
sejak masih berstatus pelajar. Sebaliknya, apabila kondisi dengan banyaknya industri
kerjainan kulit yang tidak didukung oleh adanya generasi kreatif penerus bisnis kerajinan
kulit, upaya peningkatan kompetensi, serta pembekalan pengetahuan kewirausahaan, tentu
saja Indonesia akan mengalami kendala dari sisi persaingan dan penurunan produksi secara
lokal maupun global. Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya tingkat pengangguran yang
dapat menciptakan masalah yang lebih kompleks serta menghambat laju perekonomian.

Untuk melihat kompetensi siswa SMK PJJ yang menekuni bidang kriya kulit, maka
peneliti sangat tertarik untuk meneliti apakah siswa telah memenuhi pengetahuan serta
kompetensi dasar kriya kulit? Apakah apakah pengetahuan di bidang kewirausahaan sudah
dimiliki? Apakah minat berwirusaha dibidang kriya kulit pada diri siswa SMK PJJ bisa

193
tumbuh dengan meningkatnya keterampilan produktif kriya kulit dan penguasaan
kewirusahaan ? Bila hal tersebut benar dan meyakinkan, maka hasil penelitian ini akan
sangat berguna untuk menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah-masalah sosial
dan ekonomi di negara ini khususnya di Jawa Barat.

194
PENGEMBANGAN PRODUK TAS ANYAM BERBAHAN MENDONG
IMPLEMENTASI METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
STUDI ESKPERIMENTAL
PADA PJJ SMK NEGERI 3 TASIKMALAYA

Abdussomad, S.Pd., Rahmat, S.Pd., dan Aol Haolana, ST.


SMK Negeri 3 Tasikmalaya

ABSTRAK
Pengembangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Pendidikan Terbuka
Jarak Jauh (PTJJ) yang menguasai kompetensi kejuruan (vokasi) dan kewirausahaan
yang memiliki keterkaitan dan kesesuaian dengan tuntutan industri menjadi pekerjaan
penting ketika data BPS tahun 2017 menunjukkan tingginya angka pengangguran
lulusan SMK. Menjawab permasalahan tersebut, peneliti mencoba mempertemukan dan
mensinergikan PJJ SMK Negeri 3 Tasikmalaya dan industri anyam dari Rajapolah
Tasikmalaya sebagai salah satu sektor industri kreatif lokal berjangkauan global.
Interaksi yang terjalin diharapkan dapat memangkas jarak dan menyingkronkan muatan
pembelajaran, keunggulan budaya lokal dan perkembangan industri. Hal inilah yang
menginspirasi penelitian berjudul ”Pengembangan Produk Tas Anyam Berbahan
Mendong Implementasi Metode Quality Function Devloyment Studi Eksperimental
pada PJJ SMK Negeri 3 Tasikmalaya”. Optimalisasi fungsi SMK PJJ di tengah
masyarakat adalah dengan kerjasama yang dijalin antara Pemerintah Daerah, pelaku
industri tempat peserta didik bekerja, dan industri mitra sebagai pendamping program.
Melalui penelitian ini peserta didik PJJ SMKN 3 Tasikmalaya dilibatkan secara aktif
dalam pengembangan ide produk, proses produksi dan pemasaran secara online. Sebuah
proses kreatif yang menuntut kerja terencana, detil dan nyata yang pada akhirnya
berujung pada evaluasi produk oleh konsumen yang adalah masyarakat luas, lintas
daerah, negara dan budaya.

1. Pendahuluan

Layanan pendidikan konvensional belum secara merata diakses oleh semua pihak,
terkait dengan permasalahan jarak, kemudahan transportasi dan biaya pendidikan yang
relatif mahal yang berdampak terhadap banyaknya peserta didik yang putus sekolah dan
anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikannya terutama ke jenjang
pendidikan menengah. Tantangan baru yaitu disrupsi sebagai akibat dari revolusi
indusutri di bidang teknologi digitalisasi, computing power dan data analitic. Sehingga
diperlukan respon tepat dan cepat berupa terobosan dan reorientasi pendidikan vokasi
dewasa ini.
PJJ di bidang vokasi yang diselenggarakan melalui SMK PJJ diharapkan dapat
menjawab dua permasalahan mendasar, yakni menyediakan aksesibilitas pendidikan
setara SMK bagi anak usia SMK yang tidak dapat mengakses pendidikan regular dan
membekali peseta didiknya dengan kompetensi vokasional yang potensial memudahkan
akses peserta didik ke dunia kerja atau berwirausaha. Pemilihan Bidang Keahlian,
Program Keahlian dan Kompetensi Keahlian yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan industri mutakhir manjadi dasar pertimbangan penyelenggaraan SMK

195
PJJ di suatu daerah. Diperlukan sosialisasi yang intensif agar masyarakat dapat
memahami dan memanfaatkan program ini dengan baik.
Melalui penelitian yang diinsiasi oleh Seamolec (Southeast Asian Ministers of
Education Regional Open Learning Centre) sebagai penyelengara program, peneliti
memilih judul penelitian ”Pengembangan Produk Tas Anyam Berbahan Mendong
Implementasi Quality Function Devloyment Studi Esperimental pada PJJ SMK Negeri
3 Tasikmalaya”.
”Beberapa pertimbangan yang mendasari pengambilan judul di atas adalah: 1)
bahwa anyam merupakan subsektor produk industri kreatif yang tangguh dan
menjanjikan, sehingga terbuka lebar peluang untuk berwirausaha; 2) kompetensi
menganyam berbahan serat alam memiliki prospek bagus di era industri kreatif dengan
semakin banyak diminatinya produk ramah lingkungan di berbagai negara maju; 3)
melalui penelitian ini diimplementasikan metode Quality Function Devloyment (QFD)
untuk pengembangan produk tas anyam yang dilanjutkan ke tahap produksi dan
diakhiri dengan praktik penerapan e-marketing.

2. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menerapkan


prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan
keadaan objek penelitian pada saat sekarang. Penelitian ini menggunakan data kualitatif
dan kuantitatif yang diambil dari observasi, wawancara dan kuisioner yang
diinterpretasikan dan dianalisis secara logis.
Langkah-langkah penelitian dalam rangka pengembangan produk tas berbahan
mendong ini meliputi: 1) identifikasi dan perumusan masalah sekaligus objek
penelitian, 2) observasi awal, wawancara dan studi literer dalam rangka penajaman
hipotesis penelitian, 3) perancangan desain penelitian, 4) pengumpulan data melalui
studi literer, wawancara, kuisioner, dan pendokumentasian, 5) tahap kreatif dan
pengembangan, 6) tahap pembuatan prototip hasil pengembangan dan 7) tahap
Pemasaran melalui toko daring (online shop) menggunakan medoa sosial. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui: 1) observasi, 2) studi literasi, 3) wawancara dan
4) kuesioner (angket) yang diolah dengan menggunakan metode kuantitatif dan
kualitatif. Metode kunatitatif digunakan pada penerapan model kreativitas
pengembangan produk QFD (quality function devloyment), dan metode kualitatif
digunakan untuk menginterpretasikan data kuantitatif, menguraikan proses pembuatan
prototip, dan proses pembuatan account online shop.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Atribut Rancangan Tas Anyaman Mendong


Tingkat keutamaan diklasifikasi menjadi SP (sangat penting) bobot poin 5, P
(penting) bobot poin 4, CP (cukup penting) bobot poin 3, KP (kurang penting) bobot
poin 2, dan TP (tidak penting) bobot poin 1. Dari hasil penyebaran sebanyak 50
quisioner diperoleh respon konsumen beragam yang dirata-ratakan dan memunculkang
rangking atau urutan kepentingan atribut tas wanita.
SKALA URUTAN
ATRIBUT KEPENTINGAN
KEPENTINGAN KEPENTINGAN
Bentuk 4.24 5

196
Warna 4.16 6
Model/gaya 3.98 8
Ukuran/daya tampung 3.70 9
Imej/citra pemakaian 3.46 10
Kualitas bahan/material 4.46 3
Aksesoris 2.96 13
Kekuatan dan Kerapian 4.70 1
Menunjang aktivitas 4.00 7
Bobot berat/ringan 3.38 11
Nyaman saat dibawa 4.70 2
Awet/tahan lama 4.46 4
Merek/brand 3.28 12

Tabel Nilai Rata-Rata Tingkat Kepentingan Atribut

Berdasarkan data bobot kepentingan di atas, peneliti mencatat dan menindaklanjuti


10 kriteria atau atribut tas yang paling mendapat perhatian atau memiliki bobot
kepentingan tertinggi untuk kemudian dijadikan sebagai dasar pengembangan produk
tas wanita dalam bentuk jabaran respon teknis.

NO Respon Teknis
1 Konstruksi dan struktur produk
2 Bahan utama dan bahan paduan bahan
3 Kerapian dan kehalusan
4 Keawetan bahan
5 Variasi bentuk
6 Variasi warna
7 Fungsi praktis sebagai penunjang aktivitas
8 Model/gaya
9 Ukuran/daya tampung
10 Imej/citra pemakaian

Tabel 4.3: Respon Teknis Rancangan Tas Anyam Berbahan Mendong

3.2 Tahap Kreatif dan pengembangan


Pada penelitian ini tim mengembangkan desain berdasarkan beberapa unsur
pertimbangan, antara lain: 1) berdasarkan informasi dan rekomendasi industri mitra,
2) pengamatan tren produk di pasar online, 3) berdasarkan hasil kuisioner pengguna
tas wanita. Berikut ini desain tas yang diproduksi berdasarkan iformasi dan
rekomendasi industri mitra.

197
Gambar Produk eksisting tas mendong
(Sumber: Koleksi pribadi dan ragamhandycraftrajapolah.wordpress.com)

Gambar Produk eksisting berdasarkan tren pasar online


(sumber: Pinterest.com)

Dari data yang diperoleh pada tahap informasi, diperoleh usulan berdasarkan suara
konsumen atau pengguna produk yang mengarah pada qualitas produk yang
diharapkan. Maka tim mentranformasikan informasi dan harapan konsumen tersebut
ke dalam rancangan dengan memperhatikan berbagai titik perbaikan.

ATRIBUT
NO DESKRIPSI DETAIL 1 DETAIL 2
PRODUK
1 Kekuatan Konstruksi Jalinan anyam
Bahan iratan Dipilin/dikepang 4 mm
Sambungan Jahit tangan,
paduan paku keling
2 Kenyamanan Sifat material Tidak melukai
Handle/tali tas Lentur
Ergonomis
Material Utama Mendong Iratan
Kualitas mendong
3
Bahan diplin /
dikepang
Tali/pegangan/ Kulit / imitasi Liat, lentur
selempang
Furing Kain lembut
Aksesoris Ring, kaitan, Logam
gesper Kuningan

198
Merek (brand) - Imitasi - Embose
- Kayu - Transfer
sampang
basah atau Cocok di suhu
4 Keawetan
kering kering
bentuk bentuk depan
5 Estetis
persegi
warna Sesuai warna Krem, abu
asli mendong muda
(natural)
kombinasi
tekstur Kasar efek dari
pilinan dan
struktur
anyaman
Mudah
6 Utilitas Praktis
digunakan
Bahan mudah
Ramah
diurai dan tidak
lingkungan
berbahaya
Santai/casual
Aktifitas
Semi formal
Tote bag
7 Model/gaya Santai/casual Remaja
Back pack
Woven Tote 300 x 240 x 100
Bag (mm)
8 Ukuran Regular
Woven Back 270 x 240 x 110
Pack (mm)
Sederhana, Menengah ke
9 Imej/citra
premium atas
10 Bobot/berat Ringan 200 gram
Ramah
11 Merek/barand Progreen
lingkungan
12 Aksesoris Kayu sampang Bergambar/tinta

Tabel: Atribut-Atribut Tas ”Progreen”

199
Gambar: Desain baru/modifikasi tas anyam mending model “Woven Tote Bag”

Gambar: Desain baru/modifikasi tas anyam mending model “Woven Backpack”

3.3 Tahap Pembuatan Prototip (prototype)


Desain terpilih dilanjutkan kepada tahap produksi yang melibatkan peserta didik
PJJ SMK Negeri 3 Tasikmalaya atas bimbingan instruktur dari BUMDES Sukaruas,
Rajapolah.

200
3.3.1 Persiapan Bahan
Bahan pokok pembuatan prototip tas ini adalah mendong. Iratan mendong kering
dijalin kepang terlebih dahulu dengan tujuan menjadikan bahan anyaman menjadi
lebih kuat.

Gambar: Iratan Mendong


3.3.2 Persiapan Alat
Peralatan yang digunaan dalam pembuatan tas anyam berbahan mendong
antara lain: cetakan kayu, pisau cutter, gunting, jarum goni, dan paku payung.

Gambar: Peralatan pembuatan tas anyam mendong


3.3.3 Pengerjaan anyaman dasar, anyam lanjutan dan anyaman akhir (lepe)

201
3.3.4 Pengerjaan lanjutan bagian penutup dan tali tas

Gambar: Pemasangan tutup tas dan tali


3.3.5 Pemasangan Merek (mark/brand)
Sesuai dengan karakter utama produk dan value atau nilai produk yang
dikampanyekan kepada konsumen adalah green product atau produk yang ramah
lingkungan, maka tim peneliti menginisiasi merek (brand) ”Pro Green” dengan
tulisan logotype ”Progreen”. Pengaplikasian merek pada tas didesain
menggunakan bahan yang juga ramah lingkungan yakni kayu sampang berwarna
putih dengan tulisan yang ”transfer”, kemudian dilapisi (coating) lilin/semir netral.

Gambar: Deskripsi teknis merek produk dan logo perusahaan


3.3.6 Finishing coating lilin/semir/arpus
Finishing dilakukan dengan cara memoleskan semir atau arpus secara merata di
atas perrrmukaan anyaman mendong, kemudian diusap atau disikat dengan lembut
hingga permukaannya menjadi mengkilat.
3.3.7 Pembuatan kemasan produk (packaging)
Packaging atau kemasan produk adalah tas berbahan kertas (paper bag) dengan
label merek yang tertera jelas di atasnya.

Gambar: Packaging Tas


3.3.8 Kalkulasi biaya produksi dan harga jual produk

202
Gambar: Woven Tote Bag

Produk Komponen biaya Harga


Badan tas (anyam) 50.000,-
Tali imitasi 25.000,-
Pengait 3.500,-
Gesper 5.000,-
Resleting 15.000,-
Furing 5.000,-
Tas ke-1
Merek 4.000,-
“Woven Tote
Over head 5.000,-
bag”
Tenaga kerja 30.000,-
Harga pokok produk 127.500,-
Pemasaran (10%) 12.750,-
Laba (30 %) 38.250,-
Harga jual produk 178.500,-
(minimal)

Gambar Woven Backpack

Produk Komponen biaya Harga


Badan tas (anyam) 40.000,-
Tali imitasi 25.000,-
Pengait 3.500,-
Gesper 5.000,-
Tas ke-2
Furing 5.000,-
“Woven Backpack”
Merek 4.000,-
Over head 5.000,-
Tenaga kerja 30.000,-
Harga pokok produk 117.500,-

203
Pemasaran (10%) 11.750,-
Laba (30 %) 35.250,-
Harga jual produk (minimal) 164.500,-

3.4 Tahap Pemasaran

Perkembangan pasar dan toko elektronik yang sangat pesat menjadi pertimbangan
penting di samping pasar atau toko real atau toko fisik. Presentasi dan promosi produk
kepada konsumen lebih instensif dan tidak dibatasi ruang dan waktu. Komunikasi
antara penjual dan pembeli dilakukan melalui layanan aplikasi e-mail, Chatting,
telepon, dan SMS. Produk disajikan tidak secara langsung tetapi melalui tampilan
gambar atau audio video. Dari beberapa pilihan medsos dan toko daring (online shop)
seperti Kaskus, OLX, Bukalapak.com, Lazada, Shoopy, Detik.com, Twiter, Path,
Instagram, Pinterest, Facebok, dan lain-lain. Peneltian ini mengujicobakan kepada
peserta didik PJJ SMK Negeri 3 Tasikmalaya untuk mempromosikan dan menjual
karyanya melalui Instagram dengan pertimbangan bahwa instagram fokus pada
image/foto, image/foto dapat diambil dengan media handphond, instagram memberi
kemudahan dalam membagikan foto ke media social “twetter”, fitur “label foto” di
Instagram mempermudah pencarian berdasarkan kata kunci, fitur “like” dengan tombol
suka menjadi ukuran sebuah produk banyak disukai atau popular di masyarakat
(Makmur, 2018:58). Efektifitas image foto atau video dalam iklan sangatlah tinggi,
calon konsumen akan “mengidam” keinginan luar biasa di alam bawah sadarnya
terhadap produk yang dilihat dan diinginkannya.

Gambar Lingkar Kebiasaan Produk “Progreen”

Duhigg (2013:18) menjelaskan proses di dalam otak kita ini merupakan suatu
lingkar bertahap tiga, yaitu: 1) tanda (clue), pemicu yang memberitahu otak untuk
memasuki mode otomatis dan kebiasaan mana yang harus digunakan; 2) rutinitas
(routine) bersifat fisik, mental, atau emosional; dan 3) ganjaran (reward) yang
membantu otak mengetahui sesuatu yang patut diingat untuk masa depan. Bahwa
pemasaran produk harus memperhatikan tanda, rutinitas konsumen dan ganjaran
kepuasan yang menentukan keputusan konsumen untuk membeli sebuah produk.
Narasi tentang citra produk yang ramah lingkungan dan stylish harus dibangun,
sehingga konsumen mendapat ganjaran kepuasan karena telah berkontribusi terhadap
masa depan bumi yang hijau.
Langkah kerja promosi dan melakukan penjualan melalui media sosial Instagram,
yaitu: 1) membuat account Instagram dengan brand image sendiri, 2) menyeting

204
account tersebut menjadi account bisnis, dan meng-upload image produk, 3)
mencantumkan ”hastag” yang banyak terkait identitas produk. Contoh #tasanyam, #tas
ramahlingkungan, #tasantikalami, dan lain-lain, 4) mengelola instagram dengan baik,
menampilkan caption yang menarik, melakukan promo yang menarik dan mengatur
image/foto semenarik mungkin.

Gambar Setting Foto di Instagram

4. Penutup

Penelitian berjudul ”Pengembangan Produk Tas Anyam Berbahan Mendong


Implementasi Metode Quality Function Devloyment Studi Eksperimental pada PJJ
SMK Negeri 3 Tasikmalaya” merupakan proyek mikro pengembangan produk kreatif
anyaman tradisional atas kerjasama antara industri kreatif lokal (CV Family Handycraft)
dan Bumdes Sukarua, peserta didik PJJ SMKN 3 Tasikmalaya dan Seamolec sebagai
penyelenggara proyek penetilian. Selama penelitian peneliti menemukan beberapa
catatan penting antara lain: 1) diperlukannya data yang valid tentang potensi usaha lokal
an profil pengusaha yang berhasil sebagai mitra dan konsultan proyek, 2) pendekatan
atau fokus penelitian ini baru dapat menjangkau kompetensi teknis dan belum optimal
pada kompetensi wirausaha sehingga perlu dioptimakan pada bagian pemasaran, 3)
diperlukan pendekatan kreatif dan inovatif terkait pengembangan desain oleh subjek
peneliti sehingga melampaui kelemahan teknis menggambar, 4) finishing produk dan
beberapa kendala teknis menjadi tantangan untuk semakin ditingkatkannya kerjasama
dengan industri mitra, dan 5) SDM muda yang kompeten di bidang anyam banyak
diminati pelaku industri terbukti dengan kunjungan beberapa pelaku industri yang
antusias menyaksikan pembuatan prototip oleh subjek peneliti.

5. Daftar Pustaka
Dudung, Agus. 2012. Merancang Produk. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Duhigg, Charles. 2013. The Power of Habit (Terj. Darming Tyas Wulandari Palar).
Jakarta: PT Gramedia

205
Kasali, Rhenald. 2011. Wirausaha Muda Mandiri: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda
Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Makmur, Rakhmat. 2018. Bisnis Online (Revisi Kedua). Bandung: Penerbit
Informatika.
Pinterest.com (diakses 20 September 2018)
ragamhandycraftrajapolah.wordpress.com (diakses 5 Agustus 2018)

206
PENERAPAN MODEL PEMBENTUKAN JURAGAN USIA SEKOLAH PADA
SISWA PENDIDIKAN JARAK JAUH DI SMKN 1 PACET

Mohamad Fadholi, Stp.


SMKN 1 Pacet

ABSTRAK
Tujuan penelitian model pembentukan Juragan Usia Sekolah pada peserta didik
Pendidikan Jarak Jauh ini untuk mengetahui sejauhmana dampak implementasi/ treatment
konsep 7 formula mencipta trend (Jaya Setiabudi) dapat : Mengubah mindset konsumtif
peserta didik dari pasif menjadi produktif, Menemukan dan mengembangkan ide produk,
Membuat produk yang ngangenin konsumen, Menentukan/ memilih kemasan dan branding
terhadap produknya, Apakah peserta didik dapat menciptakan jaringan pasar dan distribusi
produknya, Apakah peserta didik dapat mendokumentasikan dan membukukan keuangan,
Apakah peserta didik dapat melakukan lompatan konversi dalam kegiatan wirausahanya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif kualitatif. Data
dikumpulkan melalui pengumpulan data primer dalam bentuk angket/ kuesioner dan data
sekunder berupa dokumen hasil observasi.
Indikator keberhasilan penelitian ini minimal 10 % peserta didik mampu
menumbuhkan jiwa wirausaha dalam dirinya dengan treatment formula mencipta trend
(Jaya Setia budi. 2018). Terdapat 13,51% (5 dari 37 orang) peserta didik aktif mengikuti
semua tahapan level dari awal hingga akhir. Hal ini sudah melebihi harapan capaian yang
di canangkan yakni sebesar minimal 10%.
Didapatkan data 18,92% (7 dari 37 orang) peserta didik berubah mindsetnya untuk
berwirausaha. Penurunan jumlah responden aktif dari proyeksi awal yakni sebesar 28,5%
(2 orang) hingga tahap akhir (dari 7 orang tinggal 5 orang) ditunjukkan dengan adanya ide
yang dikembangkan. Hasil uji kangen menunjukkan produk tiktuk jagung dan dodol wortel
kurang disukai untuk segmen konsumen remaja dan konsumen dewasa. Sedangkan 3
produk lainnya (Pia Selai Wortel, Manisan Wortel dan Donat Pisang Strawberry) disukai
konsumen semua segmen. Tampilan kemasan sudah mengikuti trend kemasan masa kini
mengikuti persyaratan kemasan menurut pemerintah mengenai label pangan. Hanya 1 orang
responden aktif yang memiliki kemauan dapat menjaring komunitas dalam rangka
menciptakan/ memperluas jaringan pasar, melakukan analisis biaya dalam bentuk buku kas.
5 orang responden memiliki rencana action melakukan peningkatan kapasitas produksi
minimal 2 kali lipat serta menghimpun grup di media sosial yang diproyeksikan menjadi
pemasar/ pelanggan.

Kata kunci : Pembentukan Juragan Usia Sekolah, Pendidikan Jarak Jauh, 7 Formula
Mencipta Trend (Jaya Setiabudi)
.

207
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Pendidikan kejuruan di Indonesia merupakan bagian dari sistem pendidikan
nasional. Menurut Direktorat Pembinaan SMK (2006), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) merupakan lembaga pendidikan yang berperan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk mendukung pembangunan sektor
perekonomian bangsa.
Menghadapi perkembangan kemajuan teknologi digital dalam abad ke-21
mengingat keterbatasan dukungan sumber daya alam terhadap kesejahteraan penduduk
dunia yang makin bertambah dan makin kompetitif, maka jiwa dan semangat
kewirausahaan yang terbentuk dan terasah dengan baik sejak remaja akan dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang inovatif yang mampu membebaskan bangsa
dan negaranya dari ketergantungan pada sumber daya alam. Kewirausahaan yang
diperlukan tentunya adalah yang memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan
output ekonomi dalam mendukung kesejahteraan bangsa melalui penciptaan karya nyata
orisinil yang bermanfaat. (Mohammad Nuh, 2014)
Wirausahawan atau entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kualitas jiwa
kepemimpinan dan inovator pemikiran dalam melakukan usaha. Entrepreuneur dapat
diartikan juga sebagai seseorang yang mampu mewujudkan ide kedalam sebuah inovasi
yang sukses. Seperti yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan
Pembinaan Pengusahpa Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, adalah semangat, sikap,
perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Entrepreuneur adalah
sikap dan perilaku yang melibatkan keberanian mengambil resiko, kemampuan berpikir
kreatif dan inovatif. Upaya menumbuhkan sifat-sifat dan prinsip dasar seorang
wirausahawan seperti : menumbuhkan rasa percaya diri, berorientasi pada tugas dan
hasil, berani megambil resiko, kepemimpinan/ leadership, orisinalitas/ keaslian serta
berorientasi pada masa depan sangat penting untuk dirangsang dan dikembangkan.
(Hendriyana W dkk, 2017)
SMK Negeri 1 Pacet merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan yang telah
menerapkan Kurikulum 2013 dengan 6 jurusan yaitu Agribisnis Pengolahan Hasil
Pertanian (APHP), Teknik Komputer Jaringan(TKJ), Akomodasi Perhotelan (AP),
Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (ATHP), Jasa Boga (JB) dan Usaha Perjalanan
Wisata (UPW). Pada Tahun Ajaran 2017/2018 jurusan APHP SMKN 1 Pacet membuka
kelas Pendidikan Jarak Jauh. Untuk saat ini TA. 2018/2019 sudah menempati kelas XI.
Penerapan model pembentukan juragan usia sekolah pada siswa pendidikan jarak
jauh di SMKN 1 Pacet – Cianjur merupakan program penyiapan life skill peserta didik
dalam rangka meningkatkan daya saing lulusan untuk menghadapi persaingan global.
Kompetensi menciptakan produk yang didampingi dengan kompetensi berkomunikasi
digital dalam menyampaikan informasi keilmuan yang didapat menjadi sangat
dibutuhkan diera persaingan global. Output penelitian ini diharapkan peserta didik
mampu menumbuhkan keaktifan dan keberanian untuk memulai usaha, sebagai indikator
keberhasilan Peserta didik dapat mengimplementasikan kiat-kiat seperti : bagaimana

208
mencari inspirasi jenis usaha, memulai/ merintis usaha, meningkatkan omzet yang
diperoleh bagi yang sudah memiliki usaha, mengkreasi dan mengembangkan jenis usaha.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti
yang diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah
Puspayoga, jumlah pengusaha di Indonesia meningkat dari yang sebelumnya hanya
sebesar 1,67% menjadi 3,10% dari total jumlah pendudukan Indonesia yang saat ini
sebanyak 225 juta jiwa. (https://koinworks. com/blog/jumlah-pengusaha-di-indonesia-
meningkat/. 2017)
Data diatas menunjukkan bahwa jumlah wirausaha di negara kita hanya sekitar 3%.
Kalah dari negara tetangga di ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang
sudah di atas 4%. (https : // economy. okezone. com/ read/ 2018/ 03/08/320/1869496/
jumlah wirausaha indonesia baru 3 kalah dengan malaysia hingga singapura. 2018)
Berkenaan dengan masalah tersebut, perlu dilakukan terobosan-terobosan cara
belajar yang berbeda di SMK sebagai salah satu ujung tombak perubahan guna
mendorong peserta didik memiliki jiwa berwirausaha yang ditunjukkan secara riil
memiliki keberanian membuka/ memulai usaha serta bersemangat mengkreasi/
melakukan lompatan-lompatan strategi usaha pada usaha yang sudah berjalan bagi
beberapa peserta didik seperti bagaimana strategi dalam meningkatkan omzet dan
sebagainya.
Salah satu strategi pembelajaran yang diamati pada obyek penelitian ini adalah
penerapan prinsip-prinsip “Matrix Boston” serta konsep 7 formula mencipta trend (Jaya
Setiabudi, 2018). Prinsip ini sering digunakan untuk merancang strategi bisnis terutama
bagi pebisnis pemula. Prinsip strategi ini cukup sederhana untuk di terapkan. Peserta
didik di stimulan insting bisnis/ wirausahanya mulai dari bagaimana menumbuhkan ide
yang harus di eksekusi untuk berani serta segera melakukan action dengan
memperhatikan pasar potensial yang akan dibidik, menciptakan produk yang berpotensi
menjadi tren, strategi memulai distribusi dan promosi serta bagaimana melakukan
pengembangan usaha.
Kondisi peserta didik kelas PJJ/populasi yang menjadi obyek penelitian secara
umum awalnya adalah masyarakat yang putus sekolah bahkan tidak mampu bersekolah,
berstatus ekonomi rendah dan berstatus sebagai pekerja sambil sekolah (kuli/ buruh
sawah, wirausaha kecil-kecilan bahkan tukang ojek). Dalam rangka menciptakan nilai
lebih (salah satunya secara ekonomi) dari pola pendidikan yang diterapkan di kelas PJJ
ini, maka dipandang perlu pola pendidikan yang dapat berdampak langsung terhadap
kondisi perekonomian mereka sehingga diharapkan dapat menjadi pemicu semangat
untuk bisa lebih maju serta dapat bersaing di era persaingan global seperti sekarang ini
serta secara nyata bagaimana peserta didik dapat merancang masa depan mereka sendiri
menjadi entrepreuner lebih dini dan terencana.
Jenis penelitian yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah jenis deskriptif
kualitatif. Menurut Mardalis (1999;26) bahwa penelitian deskriptif kualitatif ini
bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada. Kegiatan
yang dilakukan dalam hal ini meliputi : mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan
menginterpretasikan kondisi sekarang di kelas PJJ SMKN 1 Pacet – Cianjur.
Karakteristik metode penelitian kualitatif adalah : Menggunakan lingkungan alamiah

209
sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitik, menekankan pada proses bukan
hasil, bersifat induktif (berdasarkan fakta empiris, peneliti terjun ke lapangan
mempelajari suatu proses/ penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan hingga menarik kesimpulan) dan mengutamakan makna (mengungkap
ketepatan informasi dari partisipan agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian
secara sahih dan tepat). (https://pakarkomunikasi.com/jenis-metode-penelitian-
kualitatif).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan


judul “Penerapan Model Pembentukan Juragan Usia Sekolah Pada Siswa Pendidikan
Jarak Jauh di SMKN 1 Pacet”. Indikator keberhasilan penelitian ini minimal 10 % peserta
didik mampu menumbuhkan jiwa wirausaha dalam dirinya dengan treatment formula
mencipta trend (Jaya Setia budi. 2018).

Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah mindset peserta didik dapat berubah dengan treatment formula mencipta
trend (Jaya Setiabudi) ?
2. Apakah peserta didik dapat menemukan dan mengembangkan ide produk ?
3. Apakah peserta didik dapat membuat produk yang ngangenin konsumen?
4. Apakah peserta didik dapat memilih kemasan dan branding terhadap produknya ?
5. Apakah peserta didik dapat menciptakan jaringan pasar dan distribusi produknya ?
6. Apakah peserta didik dapat mendokumentasikan dan membukukan keuangan ?
7. Apakah peserta didik dapat melakukan lompatan konversi dalam kegiatan
wirausahanya ?

Hipotesis
Hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mindset peserta didik dapat berubah dari pasif menjadi produktif dengan treatment
formula mencipta trend (Jaya Setiabudi)
2. Peserta didik dapat menemukan dan mengembangkan ide produk
3. Peserta didik dapat membuat produk yang ngangenin konsumen
4. Peserta didik dapat memilih kemasan dan branding terhadap produknya
5. Apakah peserta didik dapat menciptakan jaringan pasar dan distribusi produknya ?
6. Apakah peserta didik dapat mendokumentasikan dan membukukan keuangan ?
7. Apakah peserta didik dapat melakukan lompatan konversi dalam kegiatan
wirausahanya ?

210
Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini antara lain ingin
mengetahui sejauhmana strategi implementasi belajar model pembentukan Juragan Usia
Sekolah dengan menerapkan strategi yang dapat mendorong peserta didik dapat :
1. Mengubah mindset konsumtif peserta didik dari pasif menjadi produktif dengan
formula mencipta trend (Jaya Setiabudi)
2. Menemukan dan mengembangkan ide produk
3. Membuat produk yang ngangenin konsumen
4. Menentukan/ memilih kemasan dan branding terhadap produknya
5. Apakah peserta didik dapat menciptakan jaringan pasar dan distribusi produknya ?
6. Apakah peserta didik dapat mendokumentasikan dan membukukan keuangan ?
7. Apakah peserta didik dapat melakukan lompatan konversi dalam kegiatan
wirausahanya ?

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis deskriptif
kualitatif. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana dampak dari implementasi 7
formula mencipta trend (Jaya Setiabudi) sebagai model pembentukan Juragan/
Wirausahawan Usia Sekolah di kelas PJJ SMKN 1 Pacet – Cianjur. Data yang
dikumpulkan meliputi : data primer dari sumber informan dikumpulkan dalam bentuk
angket/ kuesioner dan data sekunder berupa dokumentasi hasil observasi kegiatan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan langkah sebagai berikut : mengadakan studi
pendahuluan, membuat rumusan masalah penelitian, membuat alat pengumpul data, uji
coba alat pengumpul data/ expert judgment, mengadakan pengumpulan data kepada
subyek penelitian, data yang diperoleh kemudian dianalisis dan disimpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini memfokuskan pencarian data melalui hasil respon yang
diberikan para peserta didik di kelas PJJ pada program keahlian APHP di SMK Negeri
1 Pacet Tahun Ajaran 2018/2019 terhadap pertanyaan/ kuesioner yang kita berikan.
Pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner kita bagi menjadi beberapa level/ tahapan
yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana dampak hasil pembelajaran dapat
berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku peserta didik setelah diberikan
treatment/ perlakuan dengan 7 formula mencipta trend (Jaya Setia Budi) dalam rangka
membentuk jiwa wirausaha dalam diri masing-masing peserta didik. Tahapan/ level
tersebut seperti berikut :
- Level 1 : Entrepreuneur mindset
- Level 2 : Menemukan dan mengembangkan ide produk
- Level 3 : Uji kangen

211
- Level 4 : Menentukan kemasan dan brand
- Level 5 : Menciptakan jaringan pasar dan distribusi produk (menjadi penyebar virus
dalam komunitas yang dimiliki)
- Level 6 : Dokumentasi dan pembukuan keuangan
- Level 7 : Melakukan lompatan konversi dalam kegiatan wirausahanya
Pertanyaan – pertanyaan pada setiap level kami sajikan dalam bentuk format
seperti tertera pada table berikut :

Tabel 3. Level 1 : Entrepreuneur mindset

Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Saya ingin sukses, mandiri dan tidak
tergantung pada orang lain
2 Saya memiliki ketertarikan dengan peluang
usaha
3 Saya mampu berfikir kreatif dan inovatif
4 Saya senang mencoba dan mau menghadapi
risiko dan tantangan
5 Saya memandang kegagalan sebagai hal
yang positif
6 Saya memiliki kepercayaan diri untuk
mengelola usaha
7 Saya memiliki kepercayaan dapat
memimpin orang lain
8 Saya memiliki keyakinan yang teguh dalam
memulai usaha
9 Saya yakin memiliki kemampuan dalam
memulai usaha
10 Saya lebih memilih berwirausaha daripada
bekerja pada orang lain
11 Saya memilih berkarir sebagai entrepreneur
12 Bagi saya menjadi entrepreneur dapat
merubah status sosial dan harga diri

212
13 Bagi saya menjadi entrepreneur memberikan
potensi pendapatan yang lebih baik

Tabel 4. Level 2 : Menemukan dan mengembangkan ide produk


Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Ide produk yang saya dapatkan akan saya
realisasikan dan saya kembangkan
2 Ide produk yang saya buat memanfaatkan
potensi local, bahan baku mudah didapat,
murah dan melimpah
3 Ide produk yang saya buat tergolong mudah
untuk dipasarkan (terjangkau)
4 Ide produk yang saya dapatkan saya
perkirakan dapat menghasilkan keuntungan/
profit
5 Ide produk yang saya buat terinspirasi dari
pembelajaran di sekolah

Tabel 5. Level 3 : Uji kangen


Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Produk yang saya hasilkan memiliki ciri
khas di banding produk lain
2 Produk yang saya hasilkan disukai
konsumen anak-anak
3 Produk yang saya hasilkan disukai
konsumen remaja
4 Produk yang saya hasilkan disukai
konsumen dewasa
5 Produk yang saya hasilkan dipesan ulang
oleh konsumen

213
Tabel 6. Level 4 : Menentukan kemasan dan brand
Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Ide kemasan & brand yang saya buat
bahannya mudah didapat
2 Ide kemasan yang saya buat cukup menarik
dan mencantumkan informasi etiket yang
dipersyaratkan oleh pemerintah
3 Ide design kemasan & brand yang saya buat
cukup mengikuti trend pasar yang
berkembang
4 Ide design kemasan & brand yang saya buat
memiliki identitas yang bisa mudah diingat
konsumen
Tabel 7. Level 5 : Menciptakan jaringan pasar dan distribusi produk (menjadi penyebar
virus dalam komunitas yang dimiliki)
Jawaban
Pertanyaan
No SS S TS STS
1 Saya memiliki komunitas media social yang
dapat saya gunakan untuk memasarkan
produk saya
2 Saya memiliki toko di rumah yang dapat
saya gunakan untuk memajang produk saya
3 Saya memiliki komunitas yang
menyelenggarakan acara pertemuan secara
rutin

Tabel 8. Level 6 : Dokumentasi dan pembukuan keuangan


Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Saya dapat menyiapkan dan mengisi
dokumen produksi yang saya lakukan dalam
bentuk format dan foto produksi
2 Saya dapat melakukan analisis biaya
produksi dari produk yang saya kembangkan

214
3 Saya dapat melakukan pencatatan transaksi
keuangan dalam bentuk buku kas harian

Tabel 9. Level 7 : Melakukan lompatan konversi dalam kegiatan wirausahanya


Jawaban
No Pertanyaan
SS S TS STS
1 Saya merencanakan akan meningkatkan
kapasitas produksi minimal 2x lipat
2 Saya merencanakan menghimpun grup di
media social untuk menjadi pemasar

4.1. Data Pengamatan


Berikut adalah sajian data dan grafik yang merupakan respon dari masing-
masing peserta didik terhadap pertanyaan pada setiap level :

Tabel 10. Level 1 : Entrepreuneur mindset


Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 7 7 0 0 23
2 0 14 0 0 23
3 0 7 7 0 23
4 3 11 0 0 23
5 2 11 1 0 23
6 3 8 3 0 23
7 3 4 7 0 23
8 1 13 0 0 23
9 1 13 0 0 23
10 0 9 5 0 23

215
11 0 9 5 0 23
12 1 4 4 0 23
13 2 2 2 0 23

Gambar 2. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner


Entrepreuneur Mindset

216
Tabel 11. Level 2 : Menemukan dan mengembangkan ide produk

Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 0 5 0 0 32
2 0 5 0 0 32
3 0 3 2 0 32
4 0 5 0 0 32
5 0 5 0 0 32

Gambar 3. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner


Menemukan dan Mengembangkan Ide Produk

217
Tabel 12. Level 3 : Uji kangen

Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 0 5 0 0 32
2 0 5 0 0 32
3 0 2 3 0 32
4 0 2 3 0 32
5 0 5 0 0 32

Gambar 4. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner Uji
Kangen
Tabel 13. Level 4 : Menentukan kemasan dan brand

Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju

218
1 0 5 0 0 32
2 0 5 0 0 32
3 0 5 0 0 32
4 0 5 0 0 32

Gambar 5. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner


Menentukan Kemasan dan Brand

Tabel 14. Level 5 : Menciptakan jaringan pasar dan distribusi produk (menjadi penyebar
virus dalam komunitas yang dimiliki)
Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 0 5 0 0 32
2 0 1 4 0 32
3 0 1 4 0 32

219
Gambar 6. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner
Menciptakan Jaringan Pasar dan Distribusi Produk (menjadi penyebar virus
dalam komunitas yang dimiliki)

Tabel 15. Level 6 : Dokumentasi dan Pembukuan Keuangan

Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 0 5 0 0 32
2 0 1 4 0 32
3 0 1 4 0 32

220
Gambar 7. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner
Dokumentasi dan Pembukuan Keuangan

Tabel 16. Level 7 : Melakukan Lompatan Konversi dalam Kegiatan Wirausahanya

Jumlah Siswa
Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Tidak merespon
Setuju
1 0 5 0 0 32
2 0 5 0 0 32

221
Gambar 8. Grafik Responsi Peserta Didik Terhadap Pertanyaan Pada Kuesioner Lompatan
Konversi dalam Kegiatan Wirausahanya

Berikut ini adalah jenis produk yang dikembangkan peserta didik yang tergolong
kategori aktif memberikan respon terhadap kuesioner yang kita sajikan serta sangat antusias
mengembangkan ide wirausahanya hingga pada tahap akhir.

Tabel 17. Ide Produk yang Dikembangkan Peserta Didik


No. Nama Peserta Didik Jenis Produk Brand Produk

1 Rini Andrini Tiktuk Jagung CORNER

2 Rudiah Dodol Wortel DOLCARR

3 Siti Haspia Pia Selai Wortel LENTERA

4 Melisa Manisan Wortel WORNIS

5 Fera Nurhayati Donat Pisang Strawberry BANABER

4.2. Pembahasan

4.2.1. Level 1. Entrepreuneur mindset


Pada level 1 (entrepreuneur mindset) diawal menunjukkan ada 3 orang peserta
didik yang memberikan respon positif, selanjutnya disusul 4 orang memberikan respon
positif. Sehingga total peserta didik yang memberikan respon positif sebanyak 7 orang.
Hal ini kami pahami mengingat proses pembelajaran yang dilakukan via online menjadi
masalah tersendiri yang harus disikapi serta dicarikan solusi. Komposisi ideal
pembelajaran SMK yang mengamanatkan minimal 60% praktikum dan 40% teori. Jika
pembelajaran via online maka komposisi tersebut relative sukar untuk di
implementasikan secara optimal.
Pada level ini menunjukkan adanya perubahan mindset pada peserta didik
dengan ditunjukkan adanya respon positif yang diberikan pada kuesioner yang dibagi.
Sejumlah 7 dari 37 orang (18,92 %) perespon positif sebenarnya cukup
menggembirakan jika tidak ada perubahan pada fase berikutnya serta diikuti aksi riil
memulai berwirausaha. Dari jumlah perespon diatas 4 orang sudah merintis
membangun jiwa wirausaha dengan berbagai varian upayanya. 1 orang merintis usaha
mie ayam (Yusup Supriadi), 1 orang merintis jasa menjahit baju (Siti Latifah), 1 orang
merintis warung kecil-kecilan (Siti Haspia) dan 1 orang lagi memiliki ide

222
mengembangkan produk berbasis bahan baku jagung. Hal ini modal yang cukup baik
tinggal memberikan perlakuan/ treatmen untuk mengembangkan. Minimal ide awal
sudah terealisasi, selanjutnya diperlukan masukan/ ide/ gagasan untuk bagaimana
strategi menerapkan ide-ide yang muncul melalui pendekatan-pendekatan teori strategi
yang sudah di berikan selama proses pembelajaran.

4.2.2. Level 2. Menemukan dan mengembangkan ide produk


Pada tahap mengembangkan ide terjadi jumlah response menurun dari
proyeksi awal 7 dari 37 orang (18,92 %) tinggal 5 orang dari 37 orang (13,51%).
Penyebab terjadinya hal yang kami amati adalah peserta didik yang tidak aktif
merespon menunjukkan bahwa masih belum kuatnya perubahan mindset peserta didik.
Hal ini perlu disikapi salah satunya dengan pengulangan - pengulangan siklus belajar
untuk memperkuat perubahan mindset agar lebih dipahami maksud dari pentingnya
program pembentukan Juragan Usia Sekolah.
Ide yang muncul memiliki spesifikasi produk mayoritas berbasis
pengembangan potensi lokal wilayah. Bahan baku seperti wortel, jagung manis dan
strawberry di wilayah pacet yang notabene murah, mudah didapatkan serta melimpah
mengingat pacet sebagai sentra dari komoditas-komoditas tersebut. Hal ini yang
mungkin mendasari para peserta didik memilih ide-ide diatas.
Keuntungan menjadi wilayah sentra komoditas tertentu selain harganya murah
tentunya peluang dapat lebih survive jika dipasaran ada produk serupa yang diproduksi
dari luar daerah. Keunggulan harga bahan baku menjadi faktor yang menentukan harga
pokok penjualan (HPP).
Hal diatas sangat logis bagi kami mengingat pemanfaatan – pemanfaatan
produk lokal memang menjadi komoditas pembelajaran utama (prioritas) kita di
sekolah dalam rangka meningkatkan dan berusaha mengangkat potensi sumber daya
alam berbasis lok al agar memiliki nilai tambah lebih banyak lagi. Kita selalu menggali
serta mengarahkan peserta didik untuk bangga dengan komoditas pertanian di
lingkungan sekitar agar dapat berkolerasi dengan peningkatan perekonomian wilayah.
Jika ide produk ini dikemas menarik menjadi sebuah produk-produk spesifik unggulan
daerah berbasis komoditas pertanian lokal, harapannya dapat membantu peningkatan
pendapatan peserta didik dan keluarganya. Kebermanfaatan program-program seperti
ini akan sangat dirasakan manfaatnya oleh para peserta didik yang notabene
kebanyakan dari keluarga kurang mampu.

4.2.3. Level 3. Uji kangen


Pada level uji kangen peserta didik yang meneruskan/ aktif memberikan
responnya 5 orang peserta didik. Uji kangen yang dilakukan berdasarkan segmen pasar
yang akan dibidik dan kekhasan produk. Hasil respon menunjukkan 5 produk yang ada
(Tiktuk Jagung, Dodol Wortel, Pia Selai Wortel, Manisan Wortel dan Donat Pisang
Strawberry) memiliki kekhasan dibanding produk lain. Tujuan peserta didik

223
mengembangkan produk – produk tersebut dengan harapan perbedaan yang ada dapat
menjadi kelebihan produknya.
Basic/ tema produk mereka berusaha menerapkan prinsip-prinsip strategi
bisnis matrix boston dalam Buka Langsung Laris (Jaya Setiabudi) dengan sedikit
sentuhan inovasi. Mengawali bisnis dengan jenis produk yang menghasilkan
pendapatan secara rutin yang memiliki perbedaan/ kekhasan dengan produk lain.
Harapannya dapat disukai dan dikangeni oleh konsumen berdasarkan kekhasan yang
dimiliki.
Berdasarkan data 2 produk (tiktuk jagung dan dodol wortel) kurang disukai
untuk segmen konsumen remaja dan konsumen dewasa. Sedangkan 3 produk lainnya
(Pia Selai Wortel, Manisan Wortel dan Donat Pisang Strawberry) disukai konsumen
semua kalangan (anak-anak, remaja dan dewasa). Adanya pemesanan/ pembelian ulang
terjadi pada semua jenis produk pada semua kalangan.

4.2.4. Level 4. Menentukan kemasan dan brand


Berdasarkan data yang diperoleh bahwa semua peserta didik dapat
menentukan kemasan sesuai dengan karakteristik produknya. Tampilan kemasan
sangat menarik mengikuti trend kemasan masa kini. Serta sudah mengikuti kaidah-
kaidah yang dipersyaratkan pemerintah pada label pangan.
Mendesain suatu kemasan yang unik belum tentu mudah implementasinya.
Desain yang aneh-aneh, sering memakan biaya yang lebih mahal. Selain itu malah akan
menjadi ketidakwajaran untuk konsumsi harian. (Jaya Setiabudi, 2018).

4.2.5. Level 5. Menciptakan jaringan pasar dan distribusi produk


Data pada level menciptakan jaringan pasar dan distribusi produk semua
peserta didik (5 orang responden aktif) memiliki jaringan/ komunitas media sosial, 1
orang memiliki toko/ warung yang dapat digunakan untuk memajang produknya.
Kemampuan sosialisasi peserta didik juga belum terlihat bagus dan ini harus dirangsang
terus untuk ditingkatkan. Indikasi ini ditunjukkan pada data yang ada hanya 1 orang
yang menunjukkan dapat menyelenggarakan acar pertemuan – pertemuan rutin dalam
komunitas yang dimiliki dalam rangka menciptakan/ memperluas jaringan pasar.
Salah satu penyebab yang kami amati adalah latar belakang peserta didik yang
memang belum bisa keluar dari jeratan mental keluarga tidak mampu. Mereka peserta
didik yang cenderung kurang percaya diri, pesimis, minder, kurang bisa berkomunikasi
dsb. Dalam pembelajaran dikelas hal ini terus berusaha kita kikis dan tentunya ini
menjadi tantangan yang harus di hadapi serta selalu dicari solusinya untuk bisa keluar
dari zona tersebut. Dan tentunya untuk mengikis mental seperti ini membutuhkan
waktu proses agak lama. Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, sistem belajar yang efektif
serta tatap muka lebih intens.

224
4.2.6. Level 6. Dokumentasi dan pembukuan keuangan
Dalam tahap pendokumentasian kegiatan produksi (pertanyaan 1) 5 orang
responden aktif menyatakan setuju. Sedangkan kemampuan melakukan analisis biaya
dan pencatatan transaksi keuangan dalam bentuk buku kas hanya 1 orang responden
yang mampu melakukan. 4 orang responden lainnya belum mampu melakukannya.
Hal ini juga menjadi tantangan yang harus di hadapi serta selalu dicari solusinya.
Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, system belajar yang efektif serta tatap muka lebih
intens dan sebagainya.

4.2.7. Level 7. Melakukan lompatan konversi dalam kegiatan wirausahanya


Pada tahap melakukan lompatan konversi 5 orang peserta didik merespon
positif bahwa mereka merencanakan melakukan peningkatan kapasitas produksi
minimal 2 kali lipat serta melakukan action menghimpun grup di media sosial yang
diproyeksikan menjadi pemasar/ pelanggan. Peserta didik harus di pahamkan kembali
mengenai 4 faktor lompatan konversi yang harus dipahami meliputi : pilih sarang yang
benar, menentukan strategi harga yang benar, mengikat distributor/ pengecer dengan
cara merancang harga produk dengan tepat serta menentukan momentum yang pas
dengan selera konsumen. Dalam hal ini peserta didik kita dorong terus untuk segera
melakukan pemasaran secara online sederhana yang dapat dilakukan, misalkan
memanfaatkan instagram atau media sosial lainnya. Hal ini tentunya ini harus terus
kami pantau perkembangannya sehingga bisa benar-benar sesuai dengan harapan dan
tujuan proses pendidikan yang diselenggarakan.

PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik simpulan seperti berikut :
1. Terdapat 18,92% (7 dari 37 orang) peserta didik yang berubah mindsetnya ingin
menjadi sukses, tertarik dengan peluang usaha, siap menghadapi tantangan,
memiliki keyakinan kuat dapat memulai usaha, mulai mengubah pola pikir bahwa
suatu kegagalan dari sisi positif.
2. Penurunan jumlah responden aktif dari proyeksi awal 7 dari 37 orang (18,92 %)
tinggal 5 orang dari 37 orang (13,51%). Ide produk yang muncul mayoritas berbasis
pemanfaatan bahan baku komoditas lokal wilayah pacet yang melimpah, murah
mudah didapat diantaranya jagung manis dan wortel
3. Hasil uji kangen yang dilakukan menyatakan bahwa produk tiktuk jagung dan dodol
wortel kurang disukai untuk segmen konsumen remaja dan konsumen dewasa.
Sedangkan 3 produk lainnya (Pia Selai Wortel, Manisan Wortel dan Donat Pisang
Strawberry) disukai konsumen semua kalangan (anak-anak, remaja dan dewasa).
4. Tampilan kemasan sangat menarik mengikuti trend kemasan masa kini. Serta sudah
mengikuti kaidah-kaidah yang dipersyaratkan pemerintah pada label pangan.
5. Kemampuan sosialisasi peserta didik belum terlihat bagus dan ini harus dirangsang
terus untuk ditingkatkan. Data menunjukkan bahwa hanya 1 orang sari 5 orang

225
responden aktif yang memiliki kemauan/ kemampuan dapat menyelenggarakan
acara pertemuan – pertemuan rutin dalam komunitas yang dimiliki dalam rangka
menciptakan/ memperluas jaringan pasar.
6. Peserta didik yang mampu melakukan (secara mandiri) analisis biaya dan
pencatatan transaksi keuangan dalam bentuk buku kas hanya 1 orang responden. 4
orang responden lainnya belum mampu melakukannya.
7. Terdapat 5 orang peserta didik memiliki rencana action melakukan peningkatan
kapasitas produksi minimal 2 kali lipat serta menghimpun grup di media sosial yang
diproyeksikan menjadi pemasar/ pelanggan
8. Terdapat 13,51% (5 dari 37 orang) peserta didik yang aktif mengikuti semua
tahapan level dari awal hingga akhir. Hal ini sudah melebihi harapan capaian yang
kami canangkan yakni sebesar minimal 10%.
9. Dalam rangka menciptakan/ menyukseskan program pembentukan juragan usia
sekolah yang lebih riil, diperlukan pendampingan secara terus-menerus atas
keterlaksanaan produksi diluar pembelajaran formal terhadap siswa yang sudah
terjaring aktif tersebut hingga benar-benar tetap semangat meneruskan program
kewirausahaannya.

5.2. Saran dan Rekomendasi


Konsep 7 formula mencipta trend (versi Jaya Setiabudi. 2018) sangat efektif,
sederhana (tidak bertele-tele) serta sistematis dalam mencetak calon wirausahawan,
kami merekomendasikan konsep ini untuk dapat diimplementasikan pada pembelajaran
kelas regular mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan SMK (bukan hanya
kelas PJJ).
PENGHARGAAN
Penghargaan setinggi-tingginya disampaikan oleh peneliti kepada :
1. Dr. Abi Sujak, M.Sc., Direktur SEAMOLEC
2. Praikan Schneitz, Deputi Direktur Program SEAMOLEC
3. Drs. Yoni Utomo, M.Ed., Deputi Direktur Administrasi, SEAMOLEC
4. Cahya K Ratih, S.ST., M.Ed., Manager R & D, SEAMOLEC
5. Dra. Ida Yuniati Surtika, MM., Kepala SMKN 1 Pacet – Cianjur
6. Bagiono Djokosumbogo, Konsultan Pendidikan, SEAMOLEC
7. Karyana, Konsultan Pendidikan, SEAMOLEC

yang telah memberikan kesempatan, wawasan dan berbagi keahliannya kepada peneliti
sehingga sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

226
DAFTAR PUSTAKA

Aman, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Makalah disampaikan pada Acara


Diklat Penulisan Skripsi Mahasiswa Pendidikan Sosiologi yang
diselenggarakan oleh HIMA Pendidikan FISE UNY
Andriani, D. (2012) Metode Penelitian, Jakarta; Universitas Terbuka.
Dinas Pendidikan, (2017). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Pada
SMK di Provinsi Jawa Barat. Bandung; Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Darya. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: Publiher.
Hendriana W, dkk. 2014. Prakarya dan Kewirausahaan SMA/SMK/MA/MAK.
Jakarta. Puskurbuk, Balitbang, Kemdikbud.
Hendriana W, dkk. 2017. Prakarya dan KewirausahaanSMA/ SMK/ MA/ MAK.
Jakarta. Puskurbuk, Balitbang, Kemdikbud.
https://pakarkomunikasi.com/jenis-metode-penelitian-kualitatif
https://economy.okezone.com/read/2018/03/08/320/1869496/jumlah -wirausaha -
indonesia -baru -3- kalah – dengan – Malaysia – hingga -singapura
Jaya Setiabudi. 2018. Buka Langsung Laris. Jogjakarta. Solusi Printing
Kemdikbud. (2014). Pedoman Pelaksanaan Sekolah Terbuka Pada Jenjang Pendidikan
Menengah. Jakarta: DIRJEN DIKMEN Kemdikbud.
Kemdikbud. (2016). Analisis Penerapan Model Pembelajaran. Jakarta:Kemdikbud.
Kristianti, P.A. dkk. (2009). Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam Metode
Penelitian. Banten; Universitas Terbuka.
Nurkancana, Wayan (1986) Evaluasi Pendidikan. Surabaya; Usaha Nasional.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, (2010). Metodologi Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung; Alfabeta.
Sutirman. (2013). Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Syah. 2012. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.
Wahyuningsih, P. 2011. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Rendahnya Motivasi
Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Sosiologi Kelas XI Madrasah Aliyah Al-
Iman Kota Magelang. Skripsi. Magelang. Universitas Negeri Semarang.
Yakub Liman. 2017. ASTRA on becoming Pride of the Nation. Jakarta. Gramedia.

227
PENERAPAN MODEL PEMBENTUKAN JURAGAN
USIA SEKOLAH PADA SISWA PJJ DI SMKN 1 CIPANAS

Mas Rengganis Pratiwi, S.Pd


Unit Program Belajar Jarak Jauh- SMKN 1 Cipanas

ABSTRAK
Pendidikan jarak jauh merupakan pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta
didik dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan
sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber
daya yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelakasanaan pendidikan yang akan
dilakukannya terutama yang berhubungan dengan teknologi elektronik dan teknologi
berbasis internet.
Namun dalam pelaksanaannya tentu tidak mudah, karena ada beberapa hambatan yang
ditemui saat program ini dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Salah satunya adalah
sulitnya membangun jiwa wirausaha yang ada di dalam diri siswa dan kurangnya rasa
percaya diri siswa sehingga tidak berani memulai usaha dikarenakan mengalami ketakutan
akan terjadi kebangkrutan padahal mereka belum memulainya. Oleh karena itu perlu adanya
penelitian yang dilaksankan terkait hal tersebut.
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk menerapkan model pembentukan juragan
usia sekolah (JUS) yang yang dicanangkan oleh Jaya Setiabudi dengan menggunakan
Metode BLL (Buka Langsung Laris). Kegiatan penelitian ini dimulai dari melihat
perkembangan yang terjadi sebelum siswa sebelum mengenal program juragan usia sekolah
(JUS) dengan setelah mengenal program juragan usia sekolah (JUS).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian
ini digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic, dengan cara
mendeskripsikan hasil penelitiannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

228
PENDAHULUAN

Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia tentunya memiliki tujuan yang sama


baik itu pendidikan regular maupun non regular (jarak jauh). Tujuan pendidikan nasional
telah tertulis dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pemerintah telah mewajibkan sistem Belajar dengan istilah wajib belajar 9 tahun yaitu
secara tidak langsung pemerintah berupaya untuk memeratakan pendidikan mulai dari
Pendidikan Dasar 9 Tahun, yang merupakan program Pemerintah untuk menjawab
kebutuhan dan tantangan jaman. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Pendidikan
Nasional No. 2/1989. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan
mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7- 12 tahun dan 12-15 tahun untuk
menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP secara
merata. Namun faktanya banyak siswa usia sekolah masih banyak yang tidak melanjutkan
sekolah karena berbagai factor dan alasan. Diantaranya kemiskinan, pernikahan ataupun
rendahnya minat masyarakat untuk melanjutkan sekolah hingga 12 tahun.
Berbagai upaya pemerintah sudah dilakukan untuk mengatasi angka putus sekolah namun
hasilnya belum signifikan. Sehingga untuk merealisasikan tujuan tersebut di atas
memerlukan kerja sama yang kooperatif antara Pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Pendidikan jarak jauh (PJJ) yang dilakukan di jawa barat merupakan salah satu cara untuk
mengurangi angka putus sekolah.
Pendidikan jarak jauh merupakan pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta didik
dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan
sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber
daya yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelakasanaan pendidikan yang akan
dilakukannya terutama yang berhubungan dengan teknologi eleoktronik dan teknologi
berbasis internet.
Kemajuan yang terjadi dalam dunia teknologi komunikasi dan informasi memunculkan
peluang maupun tantangan baru dalam dunia pendidikan. Peluang baru yang muncul
diantaranya berkembangnya metode pembelajaran baru yang tidak lagi dibatasi oleh ruang

229
dan waktu, termasuk kemajuan teknologi dengan beragam inovasi digital yang terus
berkembang mampu menghadirkan tantangan baru bagi penyelenggara pendidikan.
Pendidikan jarak jauh bukan metode baru dalam sistem pendidikan. Metode pembelajaran
ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1892 dan kini mulai dilakanakan di
Negara Indonesia karena dinilai mampu menjadi solusi bagi dunia pendidikan. Apalagi saat
ini akan dikembangkan program baru yaitu Juragan Usia Sekolah (JUS) dalam pelaksanaan
pendidikan jarak jauh di beberapa daerah.
Program JUS sendiri merupakan gagasan bapak Gatot dari Seamolec (salah satu lembaga
kerjasama Menteri Pendidikan se-Asean, yang menangani PJJ dan Smater), untuk
mengurangi pengangguran, karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada. Sehingga
siswa diarahakan untuk mampu berwirausaha dan mau mengembangkan inovasi dan
kreativitasnya sehingga mampu menjadi entrepreneur-enterpreneur muda yang berbakat di
bidangnya. Dalam pelakasanaan program JUS ini dapat dilakukan beberapa tindakan
pembimbingan untuk mencapai indikator keberhasilan yang akan diperoleh siswa pada
pendidikan jarak jauh di smkn 1 cipanas.
Dalam upaya melihat gambaran tersebut maka disusunlah penelitian ini dengan judul :
PENERAPAN MODEL PEMBENTUKAN JURAGAN USIA SEKOLAH PADA SISWA
PJJ DI SMKN 1 CIPANAS.

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-
kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati oleh peneliti. (Taylor dan
Bogdan, 1984 : 5)
Jenis penelitian yang digunakan untuk melaksanakan penelitihan ini adalah
Deskriptif. Penelitihan Deskriptif sendiri biasanya dilakukan seseorang peneliti untuk
menjawab beberapa pertanyaan mengenai keadaan sesuatu obyek atau subyek yang diamati
secara rinci. Dalam penelitihan ini digambarkan perkembangan siswa pendidikan jarak jauh
mengenai minat usahanya. Mulai dari siswa yang belum sama sekali pernah berwirausaha

230
maupun dari siswa yang sudah berwirausaha sebelumnya. Meskipun dari titik memulai yang
berbeda-beda maka peneliti akan mendeskripsikan perkembangannya secara rinci satu
persatu.
Metode penelitihan yang kami gunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan
observasi dalam pelaksanaan penggalian data
Berikut prosedur atau langkah-langkah dalam melaksanakan pengumpulan data antara lain
:
1. Menentapkan masalah atau topik yang akan diteliti
2. Membuat janji dengan responden terpilih
3. Melakukan observasi ke lokasi responden
4. Menyusun pedoman pertanyaan ( interview guide )
5. Mendatangi responden terpilih
6. Mendeskripsikan hasil wawancara

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di daerah lingkungan siswa yang menjadi responden.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu mengadakan penelitian ini selama 2 bulan yaitu bulan September dan
Oktober tahun 2018.

3.3 Subjek Penelitian


Subyek penelitian adalah siswa siswi PJJ SMKN 1 Cipanas yang telah
tercermin dalam fokus penelitian penulis tentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini
menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama
proses penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa – siswi kelas XI PJJ SMKN 1
Cipanas.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang didasarkan pada
percakapan secara intensif dengan suatu tujuan (Marshall dan Rossman, 1989 :82).
Untuk mendapatkan hasil wawancara mendalam, pertanyaan yang kaku haruslah

231
dihindari, sebaliknya disarankan membuat pertanyaan yang bersifat umum berdasarkan
substansi setting atau berdasarkan keterangan konseptual.

3.4 Teknik Analisis Data


Teknik yang kami gunakan dalam analisis data kualitatif adalah analisis
induktif dimana peneliti benar-benar membenamkan dirinya didalam rincian dan hal-
hal spesifik dari dari data dengan tujuan menemukan katagori-katagori, dimensi-
dimensi, dan antar hubungan yang penting. Penulis mulai dengan menjajaki persoalan-
persoalan yang benar-benar terbuka, dan bukannya menguji hipotesis yang diturunkan
dari teori (deduktif). Selain itu penulis juga menggunakan teknik catatan lapangan,
yakni catatan lapangan tersebut dapat digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian
penting yang muncul pada saat proses perdagangan berlangsung. Model catatan
lapangan dalam penelitian ini adalah catatan pengataman atau lembar observasi yang
dilakukan oleh peneliti.

HASIL PENELITIAN

4.1 Indikator Keberhasilan dan Target Capaian

NO Indikator Keberhasilan Deskripsi


Output Diperoleh gambaran tentang pelaksanaan program
Juragan Usia Sekolah pada pendidikan jarak jauh di
SMKN 1 Cipanas.
a. Tumbuhnya jiwa kewirausahaan siswa
PJJ setelah mengetahui konsep Jaya
Setiabudi.
b. Adanya produk yang diproduksi dan
dipasarkan oleh siswa PJJ setelah
mempelajari konsep Jaya Setiabudi.
c. Adanya kemajuan/pertumbuhan jiwa
kewirausahaan siswa PJJ selama 2

232
bulan berdasarkan upaya dan hasil
analisis yang dilakukan.
Dampak Outcome hasil Siswa memiliki kemauan untuk berwirausaha dan
penelitian memiliki income dari hasil usahanya tersebut untuk
dikembangkan lagi menjadi usaha yang lebih besar di
kemudian hari.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan kepada siswa PJJ kelas XI SMKN 1 Cipanas. Kami
mengambil sampel 10 siswa aktif yang dapat diwawancara dan kemudian dilakukan
observasi terhadap penelitian yang akan dilakukan.
Sebelumnya telah dilaksanakan workshop kewirausahaan yang berkaitan dengan
program Juragan Usia Sekolah (JUS) oleh pihak SEAMOLEC bekerjasama dengan Jaya
Setiabudi penulis buku best seller yang berjudul “Buku Langsung Laris”, “The Power of
Kepepet” dan “Kitab Anti Bangkrut”.
Siswa-siswi PJJ mendapatkan banyak ide dan gagasan serta pengalaman dari hasil
workshop tersebut dan kemudian mulai bangkit untuk mau memulai usaha meskipun hanya
baru rencana. Beberapa minggu kemudian seorang fasilitator dari SMKN 1 Cipanas, Bapak
Iwan Eddy Irawan, SE, MM melakukan bimbingan kewirausahaan terhadap siswa tersebut
dalam 2 bulan.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan untuk memantau
perkembangan siswa tersebut terhadap minat usaha yang mereka akan lakukan. Di minggu
pertama peneliti melakukan observasi kepada siswa untuk mengetahui minat usaha yang
mereka minati setelah sebelumnya mengikuti workshop dan bimbingan. Adapun
deskripsinya adalah sebagai berikut.
1. Identitas
Nama : Siti Rahmawati
Alamat : Puncak
Jenis Usaha : Cicos
Nama Brand Produk : Ciraos (Cicos Rujak Maknyos)
Jenis usaha yang di teliti adalah usaha cicos rujak. Rahma adalah seorang pelajar
PJJ yang pemalu dan tidak berani berjualan karena takut tidak laku dan merasa tidak

233
bisa, padahal setelah dilakukan wawancara Rahma adalah siswa yang cerdas dan
memiliki banyak ide untuk memula usaha. Namun rasa takutnya itu menghalangi
kreativitasnya. Dengan adanya bimbingan yang dilakukan dengan penerapan model
Juragan Usia Sekolah (JUS), pikirannya pun mulai berani untuk memulai dari
mengembangkan usaha ibunya.
Ibunya Rahma adalah seorang pedagang jajanan anak seperti cicos goreng, basreng,
dan cimol goreng. Omset yang diperolah oleh ibunya masih minim karena
dagangannya dijual dengan harga semaunya bergantung pembeli. Biasanya
konsumen membeli dengan harga 1000-3000 rupiah. Karena sasaran dagangnya
adalah anak-anak maka kebanyakan membeli dengan harga 2000/bungkus. Oleh
karena itu ide Rahma dimulai dari mengembangkan produk yang pernah dia buat
bersama ibunya yaitu cicos. Cicos alias ac mencos in dibuat dengan kemasan lebih
menarik dan dijual mentah dengan tambahan bumbu rujak, sehingga pembeli bisa
langsung menggorenggnya di rumah dan menyantapnya selagi hangat. Perpaduan
bumbu rujaknya pun terbilang enak, pedas manis dan cocok jika dimakan dengan
aci mencos yang baru saja digoreng.
Brand produk rahma tersebut dikenal dengan label “CIRAOS” (Cicos Rujak
Maknyos) yang sudah mulai dikenal oleh teman-teman rahma.
Rahma pun mulai berani berjualan di sekolah, di sekitar rumah dan saat ini mulai
menggunakan sistem online melalui whatsapp dan juga facebook. Bahkan selama 2
bulan ini dia mulai berani menghubungi teman-temannya satu per satu baik yang di
cianjur maupun di luar kota. Rahma sudah bisa mengirim orderan ke beberapa
daerah seperti Jakarta, pasuruan, bogor, tangerang, serpong dan kuningan. Antusias
konsumen terhadap produk rahma ini cukup baik sehingga dia mulai membuat
varian rasa lain untuk cicosnya tersebut dengan mengeluarkan cicos bumbu seblak.
Ia memulai dari titik nol, rahma yang bukan siapa-siapa dan tidak berani memulai
usaha kini berani memulai membuka usahanya sendiri. Akan tetapi, untuk
mengmbangkan usaha yang lebih maju agar menjadi juragan di usianya yang masih
sekolah, maka diperlukan bimbingan yang intens. Bimbingan itu akan membuka ide
kreativitasnya dan mampu menumnbuhkan mental wirausaha yang kuat dalam
dirinya.
Dalam menjalankan usaha ini tidak memerlukan modal yang begitu besar, karena
tempat jualannya ada di depan rumah, jadi tidak perlu membeli atau menyewa. Lokasi

234
rumah rahma juga berada di lokasi yang strategis. Lokasi yang sering dilewati oleh orang
banyak. Modal awal yang di pakai adalah modal pribadi dari hasil tabungan yaitu sebesar
Rp 350.000,- untuk sekali produksi.

4.2.1 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang telah dipertimbangkan
berdasarkan Hpp dan laba yang akan didapatkan. Harga yang ditetapkan adalah dibawah
harga pasar dengan mengedepankan kemasan yang lebih menarik dan rasa yang belum
pernah ada sebelumnya. Strategi pemasarannya dimulai dari orang terdekat sampai kepada
orang yang sebelumnya tidak dikenal. Biasanya berjualan secara online melalui whatsapp
dan facebook kemudian diantarkan sendiri kepada pihak pemesan atau menggunakan jasa
ojek online.

2. Tempat
Warung kecil yang Rahma miliki adalah warung milik orang tuanya yang berada di
depan rumahnya, jadi Rahma tidak perlu membayar atau menyewanya. Ditambah lagi
posisinya yang cukup strategis, yang mudah dijangkau oleh pembeli.

3. Peluang
Peluang jualan “Cicos” diperkirakan masih cukup baik sampai 5 atau 10 tahun ke
depan. Hanya saja perlu adanya penguatan rasa yang khas terhadap produk rujak cicos yang
dibuat oleh rahma sehingga mampu menjadikan CIRAOS menjadi produk yang
“ngangenin” diberbagai kalangan, baik untuk anak=anak, remaja maupun dewasa. Apalagi
pangsa pasar atau segmen dari usaha ini masyarakatt dari semua kalangan.

4. Pelanggan
Pelanggan Ciraos ini sebagian berasal dari lingkungan daerah Puncak – Cianjur dan
sekitarnya, sebagian lagi di luar dari lingkungan Puncak - Cianjur yang rata-rata usianya
dari remaja sampai orang dewasa. Dan sudah mempunyai pelanggan tetap.

235
5. Manajemen Usaha
Manajemen yang dilakukan saat memulai usaha ini adalah mempelajari cara hitung
laba, memahami cara menghitung keuangan dan lain – lain.

2. Identitas
Nama : Dicha
Alamat : Kp. Rarahan Cibodas, Cimacan - Cipanas
Jenis Usaha : Makroni Pedas
Nama Brand Produk : Makronih Seuhah Manjah
Jenis usaha yang di teliti adalah usaha makroni. Dica adalah seorang pelajar PJJ
yang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Sebelumnya dia sudah pernah
berjualan baso membantu saudaranya akan tetapi tidak bertahan lama. Sampai
akhirnya dia tidak berjualan lagi. Namun, setelah mengikuti workshop PJJ tentang
kewiraushaan, semangat untuk berwirausahanya muncul kembali dan tumnbuh
keyakinan dalam dirinya untuk memulai usahanya. Lalu dia memulai usahanya
dengan berjualan seblak untuk anak-anak di lingkungan sekitar rumahnya. Tidak
hanya itu, dia pun menjual aneka jajanan seperti makaroni, tiktuk dan juga minuman
pop ice. Jualannya dilakukan di depan rumah kakaknya. Dia mengikuti bimbingan
di sekolah PJJ terkait dengan penerapan model Juragan Usia Sekolah (JUS) sehingga
lambat laun ia berani berkreativitas dari dagangan yang ia miliki untuk diangkat
menjadi produk yang menarik dan laku dipasaran. Dia mengemas macaroni yang
biasa dia jual eceran harga seribu rupiah menjadi macaroni bungkus dengan harga
Rp 5000,- sampai Rp 6000,-.
Dia membranding macaroni buatannya dengan merek MAKARONIH SEUHAH
MANJAH. Nama tersebut dicetuskan olehnya karena menurut dia pemberian merek
yang menarik sesuai dengan keadaan remaja masa kini mampu membuat produknya
laku dipasaran. Macaroni seuhah manjah ini dibuat dengan ulekan sambal yang
gurih dan pedas dengan tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Ada level sangat
pedas yang ia beri nama “level pelakor”, sedang “level manja” dan rasa pedas biasa
saja “level kangen”.
Dengan adanya brand baru dalam macaroni yang biasa dia jual dan tingkat harga
yang sudah meningkat dari sebelumnya maka dia mulai belajar untuk berjualan
secara online melalui wahatsapp dan instagram dengan mempromosikan produknya

236
kepada guru-gurunya di sekolah, kepada teman-temannya dan juga kepada teman-
temannya di dunia maya.
Saat launching “Makaronih seuhah manjah” ini memiliki antusias yang sangat tinggi
dari konsumen karena harganya yang terbilang murah dan kemasannya yang sangat
menarik mampu memikat pembeli. Tidak hanya itu dalam kurun waktu satu bulan
dia sudah memiliki beberapa reseller dadakan yang ingin ikut menjualkan
produknya.
Tidak jarang dalam sehari dia sendiri yang mengantarkan dagangannya kepada para
konsumen paling sedikit 10 bungkus setiap harinya. Semangatnya yang tinggi dan
kreativitasnya yang bar biasa membuat dia lebih mudah mendapatkan pelanggan..
Usaha ini tidak memerlukan modal yang begitu besar, karena tempat jualannya ada
di depan rumah kakaknya jadi tidak perlu membeli atau menyewa, hanya saja dia mulai
melakukan kerjasama dengan kakaknya agar merintis usaha macaroni ini bersama-sama.
Lokasi rumah kakak dicha sekaligus tempat jualannya berada di gang kecil yang mungkin
tidak banyak orang sering melewatinya. System berjualan online dengan delivery order
yang dia lakukan mampu membuat produknya dikenal orang banyak di lingkungannya.
4.2.2 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan
1. Strategi pemasaran
Strategi harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang telah dipertimbangkan
berdasarkan Hpp dan laba yang akan didapatkan. Harga yang ditetapkan adalah dibawah
harga pasar dengan mengedepankan kemasan yang lebih menarik dan rasa yang lebih enak.
Strategi pemasarannya dengan menawarkan secara door to door kepada orang terdekat,
kemudian kepada warga lingkungan tempat tinggalnya dan sampai kepada orang yang
sebelumnya tidak dikenal. Biasanya dia berjualan secara offline atau langsung ke lapangan.
Akan tetapi saat dia sudah mulai paham dengan teknik pemasaran online dia pun mulai
berjualan secara online melalui social media dan membuka jasa delivery order.

2. Tempat
Warung kecil yang Dica miliki adalah warung miliknya namun dibuka dihalaman
rumah kakaknya sehingga tidak perlu membayar atau menyewanya karena mereka sudah
bekerjasama merintis usaha tersebut.

237
3. Peluang
Peluang jualan “Makaronih Manjah Seuhah” ini diperkirakan masih cukup baik 10
sampai 15 tahun ke depan. Hanya saja perlu perbaikan rasa agar setiap level kepedasan
memiliki ciiri khasnya masing-masing. Apalagi pangsa pasar atau segmen dari usaha ini
masyarakat dari adalah dari kalangan remaja sampai dewasa.

4. Pelanggan
Pelanggan “Makaronih Manjah Seuhah” ini sebagian berasal dari lingkungan daerah
Rarahan, cimacan dan sekitarnya, sebagian lagi pembeli dari luar dari lingkungan
rumahnya. Bidikan awal pangsa pasar produk ini adalah remaja sampai orang dewasa. Saat
ini suah ada beberapa pelanggan tetap dan beberapa reseller dadakan terhadap produk dica
ini.

5. Manajemen Usaha
Manajemen yang dilakukan saat memulai usaha ini adalah mempelajari cara hitung
laba, modal dan pola mengatur keuangan sehingga dapat meminimalisir kerugian.

6. Kendala
Kendala yang dihadapi saat ini adalah sejak seminggu yang lalu motor dica hilang
karena dicuri oleh orang yang tidak dikenal. Hal ini menyita pikirannya sehingga dalam
beberapa hari dia tidak melakukan penjualan online dan tingkat produksi menurun. Setelah
kasus kehilangan motor tersebut dia mau mulai kembali berjualan namun peminatnya
menjadi menurun entah karena apa. Selidik punya selidik ada salah satu resellernya yang
kemudian mengadopsi produknya hingga terlahir produk yg serupa dengan kemasan yang
sama namun dengan harga yang lebih murah. Selain itu pun semangat dica yang tidak stabil
memngaruhi kepada kualitas macaroni yang ia buat.

3. Identitas
Nama : Yuningsih
Alamat : Kp. Jolok
Jenis Usaha : Stik Keju
Nama Brand Produk : Stik Syantiks

238
Jenis usaha yang di teliti adalah usaha Stik yang berbahan dasar terigu, kemudian
diolah dengan campuran varian bawang dan keju kemudian di goreng dan jadilah
stik renyah yang disukai masyarakat khususnya remaja dan ibu-ibu yang suka
ngemil.
Yuningsih adalah seorang pelajar PJJ yang sehari-harinya bekerja di bidan untuk
membantu persalinan. Terkadang saat ada waktu luang ia pun mengantarkan anak
majikannya untuk sekolah. Ia tinggal di rumah majikannya di jolok sambil bekerja
dan melanjutkan sekolah di sekolah pendidikan jarak jauh di SMKN 1 Cipanas.
Yuningsih adalah seorang yang introvert sehingga ia memiliki kesulitan untuk
memulai usaha, apalagi dengan kesibukannya yang cukup padat bekerja di klinik
serta mengantarkan anak majikannya ke sekolah sudah cukup menyita waktunya.
Akan tetapi semangatnya muncul saat ia mengikuti pendidikan jarak jauh di smkn
1 Cipanas. Ia berani mencoba untuk membuat stik keju dan stik bawang kemudian
dia menjualnya dengan harga Rp 5000,- dan mulai mengemas dan membuat
branding lalu menjualnya seharga Rp 6.000,-. Respon pembeli cukup baik akan
tetapi belum banyak yang antusias untuk melakukan repeat order. Namun yuningsih
tidak pernah patah semangat untuk terus berusaha dalam mengmbangkan usahanya
tersebut dengan usaha yang maksimal dan doa yang tiada henti.
Usaha ini tidak memerlukan modal yang begitu besar hanya dimulai dari modal kecil
Rp 100.000,- karena jualannya melalui whattsap dan fb. Namun sesekali ia berjualan di
depan rumahnya sambil nunggu pasien yang akan berobat ke bidan tempat dia bekerja.

4.2.3 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang telah dipertimbangkan
berdasarkan Hpp dan laba yang akan didapatkan. Harga yang ditetapkan adalah dibawah
harga pasar dengan mengedepankan kemasan yang lebih menarik dan rasa yang lebih enak.
Strategi pemasarannya dengan menawarkan melalui social media whatsapp dan facebook
selain itu yuningsih juga memasarkan di lingkungan sekolah saat dia PJJ dan juga saat dia
berada di lingkungan rumahnya. Bahkan beberapa waktu yang lalu ada tukang ojek online
pun sempat menanyakan produk yuningsih.

239
2. Tempat
Warung kecil yang Dica miliki adalah warung miliknya namun dibuka dihalaman
rumah kakaknya sehingga tidak perlu membayar atau menyewanya karena mereka sudah
bekerjasama merintis usaha tersebut.

3. Peluang
Peluang jualan “Stik Syantiks” ini diperkirakan masih cukup baik untuk 15 tahun ke
depan karena stik ini adalah produk yang tidak ada masa kadaluarsanya dan jika ada bebrapa
inovasi yang mampu bersang ditengah banyaknya competitor bisa jadi produk ini akan
menjadi primadona di masyarakat.

4. Pelanggan
Pelanggan “Stik Syantik” ini berasal dari orang-orang terdekat yuningsih dan juga
teman temannya. Sasaran pasar produk ini adalah anak-anak dan juga dewasa.

5. Manajemen Usaha
Manajemen yang dilakukan saat memulai usaha ini adalah memahami cara
berwirausaha dan mempelajari keuntungan kerugianya. mempelajari cara hitung laba,
modal dan pola mengatur keuangan sehingga dapat meminimalisir kerugian.

7. Kendala
Kendala yang dihadapi adalah kurangnya minat pembeli terhadap produk yang
diitawarkan dan lemahnya strategi pemasaran yang digunakan belum optimal sehingga
belum bisa menghasilkan outout yang masim.

4. Identitas
Nama : Hasan
Alamat : Kp. Neglasari Cipanas
Jenis Usaha : Buah Pisang
Nama Brand Produk : -
Jenis usaha yang di teliti adalah jualan pisang di pasar. Pisang yang dijual di pasar
adalah pisang kiriman dari supplier yang telah dia kenal sebelumnya.

240
Tumbuhnya jiwa kewirausahaan husen ini dipicu karena keadaan ekonomi dan
keadaan keluarga yang sedang tidak stabil setelah kepergian ayahnya.
Sejak dulu usaha jualan pisang ini adalah usaha ayahnya, namun saat ayahnya
meninggal hasankah yang melanjutkan usaha jualan pisang itu di pasar cipanas demi
melanjutkan kehidupannya bersama ibu dan adiknya. Awal tahun 2018, Hasan mulai
merintis kembali usaha ayahnya yang sempat terhenti setelah kepergiannya. Hasan
berjualan di pasar dengan terus mencari solusi bagaimana usaha tersebut agar tetap
berdiri. Hasan melakukan berbagai cara untuk mengmbangkan usahanya tersebut
melalui online. Hasan berjualan via telepon, whatsapp dan beberapa social media
lainnya untuk memudahkan para konsumen untuk membeli buah pisang yang dijual
hasan. Bahkan tidak sedikit orang yang memesan kepada hasan minimal 5kg. hasan
pun sering berupaya untuk mengembangkan usaha pisang ini menjadi produk yang
bisa dikemas. Dia pernah berpikir untuk membuka usaha lantak/keripik pisang dari
bahan dasar yang ia miliki saat ini untuk mengembangkan usahanya. Akan tetapi,
usahanya itu tidak berjalan seperti semestinya karena mindsetnya belum kuat dan
masih labil. Dia pun mencoba beberapa alternative usaha lain seperti menjadi
reseller beberapa produk, itu pun hasilnya kurang maksimal. Alhasil saat ini hasan
masih bertahan untuk tetap menjalankan usaha ayahnya dan tetap berupaya untuk
mencari formula agar usaha jualan pisangnya bisa berkembang dan bisa membuka
cabang.

4.2.4 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang telah dipertimbangkan
berdasarkan harga dari suplier. Harga yang ditetapkan adalah sesuai harga pada umumnya.
Strategi pemasarannya dengan membuka toko di pasar dan menawarkan melalui beberapa
social media whatsapp dan telepon sehingga dalam dua bulan terakhir ini sudah bisa
membuka system delivery online untuk order pisang yang dijual hasan tersebut.

2. Tempat
Warung kecil yang dimiliki hasan adalah warung peninggalan Ayahnya. Sehingga
tempat yang digunakan tidak perlu lagi untuk menyewa. Hasan hanya tinggal
mengembangkan usaha tersebut agar lebih maju dan berkembang.

241
3. Peluang
Peluang jualan buah pisang ini diperkirakan sangat baik untuk15 tahun ke depan
karena banyak sekali perusahaan yang membutuhkan bahan dasaar pisang untuk diolah
menjadi produk lainnya seperti : keripik, selai, snack dan lain-lain.

4. Pelanggan
Pelanggan buah pisang yang dijual hasan ini sudah cukup banyak khususnya ibu-
ibu pedagang pisang goreng. Namun masih banyak lagi pelanggan yang datang order
meskipun dalam jumlah sedikit untuk konsumsi pribadi.

5. Manajemen Usaha
Manajemen yang dilakukan saat ini adalah mengembangkan usaha pisang ini agar
lebih maju dan mampu menaikkan omset untuk memenuhi kebutuhan hidup hasan dan
keluarganya. Saat ini omset yang diperoleh hasan adalah sekitar Rp 300.000,- per hari dan
jika dalam sebulan omsetnya bisa mencapai Rp 9 juta rupiah.

6. Kendala
Kendala yang dihadapi adalah jika supplier telat mengirim barang dan jika cuaca
buruk yang menyebabkan gagal panen bisa membuat harga pisang naik dan jadi lebih mahal
sehingga minat pembeli pun menurun.

5. Identitas
Nama : Irna
Alamat : Kp. Neglasari Cipanas
Jenis Usaha : Cireng
Nama Brand Produk : Cireng Isi Irna
Jenis usaha yang di teliti adalah cireng isi. Semula irna berjualan cireng isi
membantu kakaknya yang memiliki warung dan sering memproduksi cireng isi,
cireng tersebut diproduksi dengan beberapa macam rasa. Ada rasa coklat, daging
dan juga sayuran. Irna mengikuti pendidikan dan workshop kewirausahaan
berkaitan dengan program JUS (Juragan Usia Sekolah) ia tertarik untuk memulai
usahanya sendiri. Ia mulai mecari peluang untuk menitipkan cireng buatannya di

242
beberapa warung untuk mengembangkan usahanya tersebut dan sudah mulai
berjalan hanya saja dari segi pengemasan belum ada terobosan dari irna. Akan tetapi
sebulan setelah itu, tim peneliti mendatangi rumah irna ternyata warungnya sudah
tutup dan setelah ditanyakan kepada pihak keluarga irna telah bekerja. Peneliti pun
menghubungi irna dan melakukan wawancara terkait hal tersebut kemudian irna
menjelaskan bahwa dirinya lebih memilih untuk bekerja di pabrik dan menutup
usaha sementara waktu ini. Setelah melakukanb beberapa kali observasi dapat
disimpulkan bahwa irna lebih memilih untuk bekerja di pabrik dengan ggaji yang
tetap daripada merintis usahanya dari nol.

4.2.4 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang telah dipertimbangkan
berdasarkan harga passer bahkan lebih rendah dari harga pasar. Strategi pemasarannya
dengan membuka warung di depan rumahnya bekerjasama dengan kakaknya. Produksi
cireng irna juga telah mendominasi pasar cipanas dan mendapatkan omset yang lumayan
besar setiap harinya sekitar Rp 200.000,-

2. Tempat
Warung kecil yang dimiliki irna adalah warung kakaknya. Sehingga tempat yang
digunakan tidak perlu lagi untuk menyewa. Irna hanya tinggal mengembangkan usaha
tersebut agar lebih maju dan berkembang.

3. Peluang
Peluang jualan cireng ini diperkirakan masih cukup baik untuk 5 tahun ke depan jika
terus dimodifikasi dan mampu bersaing dengan competitor.

4. Pelanggan
Pelanggan cireng irna ini sudah cukup banyak apalagi pangsa pasar yang dibidik
adalah anak-anak.

243
5. Manajemen Usaha
Manajemen yang dilakukan masih belum terlalu baik Karena kegiatan usaha ini
dilakukan saat ada waktu saja sementara usaha yang baik dilakukan setiap hari dan secara
berkala.

6. Kendala
Kendala yang dihadapi adalah gaji yang diberikan perusahaan lebih menggiurkan
dibandingkan dengan merintis usaha yang belum berkembang.

7. Identitas
Nama : Adit
Alamat : Kp. Tugaran Cipanas
Jenis Usaha : Jamur Krispi
Nama Brand Produk : -
Jenis usaha yang di teliti adalah jamur krispi. Adit adalah siswa yang sangat pendiam
dan memiliki tingkat rassa percaya diri yang kurang. ia merasa takut untuk memulai
usaha Karena takut gagal dan tidak laku. Akan tetapi adit adalah siswa yang rajin
mengikuti pelajaran termasuk kelas kewirausahaan yang telah dilakukan. Meskipun
rasa pesimisnya sangat besar ia tidak Hanya saja entah kenapa sampai saat ini belum
ada progress yang siginfikan, meskkipun jiwa keinginan dan jiwa kewirausahaannya
sudah mulai tumbuh.

1. Kendala
Kendala yang dihadapi adalah keinginan yang dimiliki siswa belum terlalu kuat dan
siswa tersebut belum memiliki alasan yang cukup kuat untuk terus mencoba. Kegagalan
demi kegagalan yang terjadi saat produksi membuat dia kapok dan merasa tak mau lagi
untuk mencobanya.

4.2.5 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi pemasaran yang semula akan dilakukan adit adalah berjualan di depan SMP
Negeri 1 Cipanas atau di pinggir jalan. Namun kesibukan dan rasa malas sering menghantui
sehingga belum ada konsistensi yang dijalani.

244
2. Tempat
Tempat yang direncanakan untuk berjualan tadinya akan joinan dengan rekannya
namun karena belum ada keinginan yang kuat sehingga belum berjalan dengan baik.

3. Peluang
Peluang usaha jamur krispi ini memang membutuhkan modal yang yang cukup besar
apalagi jika akan dilakukan di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak. Namun modal
berupa uang sebenarnya bisa dicari jika siswa yang bersangkutan sudah yakin untuk terus
memulai dan menjalani usaha ini.
8. Identitas
Nama : Alvin
Alamat : Kp. Tugaran Cipanas
Jenis Usaha : Jamur Krispi
Nama Brand Produk : -
Jenis usaha yang di teliti adalah jamur krispi. Alvin adalah siswa PJJ yang memiliki
banyak ide untuk berwirausaha. Semula ia berwira usaha berjualan es serut untuk
membantu Ayahnya.
Kendala
Kendala yang dihadapi adalah keinginan yang dimiliki siswa belum terlalu kuat dan
siswa tersebut belum memiliki alasan yang cukup kuat untuk terus mencoba. Kegagalan
demi kegagalan yang terjadi saat produksi membuat dia kapok dan merasa tak mau lagi
untuk mencobanya.

4.2.5 Strategi / Pilihan Usaha, Tempat, Peluang, dan Pelanggan


1. Strategi pemasaran
Strategi pemasaran yang semula akan dilakukan adit adalah berjualan di depan SMP
Negeri 1 Cipanas atau di pinggir jalan. Namun kesibukan dan rasa malas sering menghantui
sehingga belum ada konsistensi yang dijalani.
2. Tempat
Tempat yang direncanakan untuk berjualan tadinya akan joinan dengan rekannya
namun karena belum ada keinginan yang kuat sehingga belum berjalan dengan baik.
3. Peluang

245
Peluang usaha jamur krispi ini memang membutuhkan modal yang yang cukup besar
apalagi jika akan dilakukan di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak. Namun modal
berupa uang sebenarnya bisa dicari jika siswa yang bersangkutan sudah yakin untuk terus
memulai dan menjalani usaha ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono, Prof, Dr. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. 2012. Jakarta :
Alfabeta.

https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif
http://dianadewikirana.blogspot.com/p/cara-merumuskan-masalah-penelitian-yang.html
https://www.statistikian.com/2012/10/penelitian-kualitatif.html
http://juraganusiasekolah.blogspot.com/p/profil-para-juragan-usia-sekolah.html

246
PENGEMBANGAN KURSUS DALAM JARINGAN KARYAWAN
HOTEL SESUAI ASEAN COMMON COMPETENCY STANDARDS FOR
TOURISM PROFESSIONAL (ACCSTP) MENGGUNAKAN MATERI
DAN PENILAIAN COMMON ASEAN TOURISM CURRICULUM (CATC)

Dra. Dewi Eka Arini, M.M


PPPPTK Bispar

ABSTRAK

Negara-negara ASEAN sedang mempersiapkan diri untuk memasuki era free flow of
skilled labour. Persiapan ini diantaranya adalah adanya kegiatan untuk merencanakan
penerapan Mutual Recognition of Skills (MRS) yang dimulai dengan demonstrasi dan
pemahaman deskriptor tingkat dan level terhadap keterkaitan antara NQF dan AQRF di
tingkat keterampilan/ level. Mutual Recognition of Skills (MRS) adalah untuk technical and
vocational skills yang diantaranya adalah skills untuk tingkat sekolah menengah sedangkan
MRA (Mutual Recognition Arrangement) adalah untuk high skills professional worker.
Sektor Pariwisata menjadi sektor yang disebut paling siap menghadapi ASEAN MRA
atau MRS. Persiapan pariwisata cukup panjang dimulai sejak awal tahun 2000[1], MRA
ASEAN telah ditandatangani pada tahuan 2009 dengan tujuan untuk memudahkan
mobilitas professional pariwisata, untuk bertukar informasi tentang best practices dalam
pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi.
Usaha untuk harmonisasi kualifikasi antar anggota ASEAN adalah salah satu faktor
mendorong untuk belajar sepanjang hayat menjadi suatu hal yang sangat memungkinkan,
peserta didik dan profesional dapat berkarya dari satu negara ke negara lainnya dalam satu
kerangka kerja yang harmonis.
Belajar sepanjang hayat, diantaranya adalah dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh
melalui pembelajaran daring. Di Indonesia, perangkat peraturan maupun infrastruktur untuk
pelaksanaan pembelajaran jarak jauh telah disediakan, sehingga pelaksanaan pembelajaran
untuk mencapai kompetensi yang tertuang dalam ASEAN Qualification Reference
Framework (AQRF) dengan menggunakan Common ASEAN Tourism Curriculum
memungkinkan dilakukan melalui pendidikan jarak jauh. Pendidikan jarak jauh berfungsi
memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti
pendidikan secara tatap muka atau regular. Berangkat dari pengalaman melaksanakan
pendidikan jarak jauh di beberapa negara di Asia Tenggara dan mendesaknya percepatan
implementasi CATC di negara Asia Tenggara maka dipandang perlu adanya penelitian
kesiapan implementasi PJJ pada level II – IV AQRF.
Kesiapan di negara-negara Asia Tenggara tersebut di kelompokan menjadi kesiapan
hardware, software dan brainware.

Kata kunci: Pendidikan Jarak Jauh, Common ASEAN Tourism Curriculum, Hardware,
Software, Brainware.

247
[1] Studi Kesiapan stakeholder dalam pelaksanaan KKNI, Puslitbang Ketenagakerjaan,
Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Halaman 34
Pendahuluan
Studi terkait MOOC dalam bidang perhotelan dan pariwisata relatif sedikit (Hara, Moskal,
& Saarinen, 2013; Murphy et al., 2014; O’mahony & Salmon, 2014). Selain itu juga tidak
ada yang terkait MOOC perhotelan / pariwisata. Kelangkaan informasi MOOC ini sangat
kontras dengan dampak ekonomi industri pariwisata dan perhotelan. World Travel and
Tourism Council (2015) melaporkan bahwa industri ini menyumbang 277 juta pekerjaan (1
dari 11 dari semua pekerjaan) pada 2014, hampir 10% dari produk domestik bruto dunia,
dan akan berkembang sebesar 3,7% selama 2015 dan 3,8 % selama dekade berikutnya.

Selain itu, pengusaha, akademisi, lembaga pendidikan, dan pelajar mengakui dua tren
pendidikan yang berkembang di perhotelan dan pariwisata: pentingnya gaya belajar yang
berbeda dan pendidikan seumur hidup (Cuffy, Tribe, & Airey, 2012; Rodríguez-Antón,
Alonso-Almeida, Andrada , & Pedroche, 2013). MOOC menyediakan lingkungan untuk
mengakomodasi gaya belajar yang berbeda dan jalan bagi mereka yang mencari pendidikan
seumur hidup. Catatan pada penelitian ini menambah penelitian terkait kursus dalam
jaringan MOOC di bidang pariwisata dan perhotelan menggunakan materi CATC.

Tinjauan Literatur
MOOC adalah kursus dalam jaringan yang dilakukan secara massive yang merupakan
inovasi pembelajaran jarak jauh. MOOC adalah kursus yang disampaikan secara online ke
publik secara gratis (Barber, Donnelly, & Rizvi, 2013). Karena MOOCs tidak memiliki
persyaratan masuk, itu memberikan partisipasi tanpa batas dan membuka akses ke sumber
daya online dengan dukungan dari sesama pelajar melalui forum online. MOOCs juga
memberikan sertifikasi penyelesaian bagi yang berhasil menyelesaikan suatu kursus
tertentu.

Metodologi
Hal yang ditekankan pada penelitian ini adalah pengembangan kursus dalam jaringan
menggunakan platform Google, yaitu Google Suits (Drive, Form, Classroom). Materi
diambil dari Toolbox CATC, Housekeeping. Pemilihan materi ini karena bersifat umum
dan termasuk yang paling siap untuk digunakan. Penelitian ini menggunakan data kualitatif
dan kuantitatif, yang diambil dari penilaian pengetahuan dan keterampilan. Penilaian
pengetahuan dilakukan secara online menggunakan tes tertulis, sedangkan penilaian
keterampilan melalui unjuk kerja dengan cara observasi yang diawasi langsung oleh
supervisor/manajer divisi.

248
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan model ADDIE, yaitu Analysis,
Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Semua assessment assessor
dipindahkan ke dalam Google Form, dengan penyesuaian layout tanpa mengubah konten.
Google form yang berisi assessment kemudian disubmit melalui Google Classroom setelah
membuat ruangan baru untuk setiap topik materi. Terdapat 12 topik pada housekeeping, dan
setiap topik terdapat 4 assessment: Oral Questions, Written Questions, Third Party
Statement, Assessor Observation Checklist.

Hasil
Divisi housekeeping telah dijadikan prioritas karena memiliki peluang kerja yang signifikan
di bidang tersebut. Penelitian ini akan menggunakan materi dan penilaian toolbox untuk
kompetensi housekeeping yang tertera pada tabel berikut.

Urutan Silabus dan Standar


materi Nama Folder Kompetensi Paparan Materi Materi Teks

TM_Work_effect
Work effectively CS_Work_effectively PPT_Work_effectivel ively_with_cust_
with customers _with_colleagues_an y_with_cust_&_colle &_colleagues_ref
1 and colleagues d_customers_refined agues_refined ined

Work in socially CS_Work_in_a_socia PPT_Work_in_a_soc TM_Work_in_a_


diverse lly_diverse_enviro_3 ially_diverse_enviro_ socially_diverse_
2 environment 00911 270812 enviro_refined

Access retrieve CS_Access_&_retrie PPT_Access_retrieve TM_Access_retri


computer based ve_computer_based_ _computer_based_dat eve_computer_ba
3 data data_041011 a_270812 sed_data_refined

Develop and CS_Develop_&_upda PPT_Develop_&_up TM_Develop_up


update local te_local_knowledge_ date_local_knowledg date_local_knowl
4 knowledge 300911 e_290812 edge_refined

Implement
occupational PPT_Implement_OS TM_Implement_
health and safety CS_Implement_OHS H_procedures_28081 OSH_procedures
5 procedures _procedures_300911 2 _refined

249
Maintain
hospitality CS_Maintan_hosp_in PPT_Maintain_hosp_ TM_Maintain_ho
industry d_knowledge_30091 ind_knowledge_2908 sp_ind_knowledg
6 knowledge 1 12 e_refined

CS_Perform_child_pr
Perform child otection_duties_relev PPT_Perform_child_ TM_Perform_chi
protection duties ant_to_the_tourism_i protectio_dutie_2908 ld_protection_dut
7 relevant ndustry 031011 12 ies_refined

Speak English at a
basic operational
8 level Not Available Not Available Not Available

Provide CS_Provide_houseke PPT_Provide_housek TM_Provide_hou


housekeeping to eping_services_to_gu eeping_to_guest_300 sekeeping_to_gu
9 guest ests 031011 812 est_refined (1)

TM_Clean_&_pr
Clean and prepare CS_Clean_&_prepare PPT_Clean_&_prepa epare_rooms_for
rooms for in- _rooms_for_incomin re_rooms_for_incomi _incoming_guest
10 coming guests g_guests_031011 ng_guests_refined s_refined

CS_Provide_a_lost_a TM_Provide_lost
Provide a lost and nd_found_facility PPT_Provide_lost_& _&_found
11 found facility 031011 _found _300812 _refined

CS_Manage_&_resol PPT_Perform_basic_
Manage and ve_conflict_situations first_aid_proc_29081
12 Resolve Conflict _300911 2 Not Available

TM_Perform_bas
Perform basic first ic_first_aid_proc
aid procedures Not Available Not Available _refined

Implikasi dan Penelitian Mendatang


Sebagaimana dicatat dalam bagian Metodologi, batasan utama dari penelitian ini adalah
mengembangkan assessment dalam bentuk form online, mengembangkan kelas maya yang
relevan, dan mengatur penjadwalan untuk video conference.

250
Industri perhotelan dan pariwisata terus-menerus menghadapi tantangan seputar
kekurangan keterampilan, pergantian staf, bersifat musiman, dan biaya pelatihan yang
mahal. Karyawan dari perusahaan pariwisata dan perhotelan yang besar selalu
membutuhkan pelatihan dan pengembangan khusus, seringkali membutuhkan perjalanan
yang panjang dalam melatih karyawan. Dengan dikembangkan kursus daring, pelatihan
dapat dilakukan dengan tidak secara fisik harus meninggalkan tempat kerja, hal ini berarti
bahwa sumber pengetahuan dapat diperluas dengan biaya pelatihan staf yang lebih sedikit.

251
KETERBACAAN SKILLS PASSPORT SMK PJJ JAWA BARAT

Lismaryani Bertin, Tini Sugiartini, Jaka Suprapta


Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat

Abstrak. Penelitian ini mengukur keterbacaan skills passport yang digunakan dalam
pembelajaran praktek siswa SMK PJJ Jawa Barat. Keterbacaan skills passport penting untuk
mendukung keefektivan pembelajaran praktek siswa SMK PJJ di industri. Dengan skilss
passport siswa dan tutor industri mengetahui target pembelajaran praktek yang harus
dicapai. Menggunakan Formula Fry ditemukan bahwa dari 28 naskah skills passport yang
diteliti, terdapat 18 skills passport terkategori invalid, 4 memenuhi keterbacaan oleh
pembaca tingkat 1 sampai 6, 4 oleh pembaca tingkat 7 sampai 9 dan 2 oleh pembaca tingkat
10 sampai 15.
Kata kunci: keterbacaan, skills passport.

Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, berupaya untuk memenuhi kewajibannya untuk
memberikan hak pendidikan warga Jawa Barat dengan mendirikan SMK Pendidikan Jarak
Jauh (PJJ). Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dilakukan, SMK PJJ dirancang
dengan metode belajar jarak jauh berbasis LMS dan modul cetak dan praktek industri
dengan mengembangkan model tutorial.Tutorial praktek melibatkan beberapa pihak yaitu:
Sekolah Penyelenggara, Guru, Peserta Didik, Mitra Kerja sebagai penyedia tempat
praktik/praktikum dan Tutor Industri. Permasalahan yang kemudian muncul adalah
bagaimana kegiatan tutorial praktek dengan pembimbingan oleh tutor industri dapat
terlaksana untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan benar-benar
mencerminkan kondisi yang sebenarnya serta mampu mewujudkan lulusan SMK PJJ yang
kompeten.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan keterbacaan skills passport yang telah
disusun oleh guru untuk mendukung pembelajaran praktek industri. Untuk menjembatani
guru dengan tutor industri disusun modul yang memuat panduan dan kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran praktik. Daftar kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran praktik ini dinamakan skills passport. Dengan menandatangani skills passport
tutor industri menyatakan bahwa peserta didik telah melaksanakan praktikum dan mencapai
kompetensi yang dipersyaratkan dalam dokumen.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 119
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah pendidikan yang peserta didiknya
terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui
penerapan prinsip-prinsip teknologi pendidikan/pembelajaran.(pasal 1 ayat 1).
PJJ jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan meningkatkan perluasan dan
pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar dan
menengah. PJJ mempunyai karakteristik terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas,
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan, dan/atau menggunakan
teknologi pendidikan lainnya.
Pelaksanaan pembelajaran SMK PJJ meliputi:
a. belajar mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar;
b. tutorial dengan berbagai sarana komunikasi sinkronus atau asinkronus;

252
c. penugasan, pengumpulan, dan penilaian tugas, baik secara online maupun offline;
d. latihan dan ujian dengan memanfaatkan beragam jenis dan alat penilaian;
e. praktikum dengan bimbingan tutor.
SMK PJJ memiliki muatan kurikulum praktik sebagai proses pelatihan kompetensi
kejuruan. Pelaksanaan praktik kejuruan bagi siswa SMK PJJ dapat dilakukan di bengkel
atau laboratorium sekolah penyelenggara atau di TKB Industri. Untuk memudahkan
kontrol ketercapaian kompetensi siswa saat praktik di TKB industri digunakan
skillspassport.
Paspor keterampilan atau skills passport adalah surat pengakuan atas kompetensi yang telah
dikuasai oleh pemiliknya. Dengan demikian paspor keterampilan ini dapat digunakan
sebagai:
a. Bukti atau pengakuan atas kemampuan yang dikuasai oleh pemiliknya;
b. Bahan pertimbangan utama bagi pemakai tenaga kerja (DU/DI dalam memilih
pelamar kerja atau mempromosikan karyawan yang telah mempunyai
kemampuan yang dibutuhkan;
c. Piranti baik bagi pekerja maupun pengusaha dalam merencanakan peningkatan
keterampilan maupun penambahan keterampilan baru secara sistematis dan
diakui. (http://www.geocities.ws/smkkorpri_duri/kerangkadasarbagian1.htm)
Skills passport pada SMK PJJ Jawa Barat memuat pasangan kompetensi dasar pada
kompetensi inti 3 (pengetahuan) dan kompetensi inti 4 (keterampilan) serta indikator
pencapaian kompetensi untuk setiap kompetensi dasar. Dalam penyusunan skillspassport
dilibatkan perwakilan industri untuk menyesuaikan indikator yang telah disusun oleh guru
dengan lingkup kerja di industri.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa keterbacaan itu merupakan “ … perihal
dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dimengerti, dipahami, dan mudah pula diingat”.
Tahun 2005 Departemen Pendidikan Nasional memaknai keterbacaan sebagai perihal
kemudahan baca bagi siswa.
Keterbacaan merupakan alih bahasa dari readability. Bentukan readability merupakan kata
turunan yang dibentuk oleh bentuk dasar readable, artinya dapat dibaca atau terbaca.
Konfiks ke-an pada bentuk keterbacaan mengandung arti hal yang berkenaan dengan apa
yang disebut dalam bentuk dasarnya. Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan
"keterbacaan" sebagai hal atau ihwal terbaca-tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh
pembacanya. Jadi, "keterbacaan" ini mempersoalkan tingkat kesulitan atau tingkat
kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca tertentu. Keterbacaan
(readability) merupakan ukuran tentang sesuai-tidaknya suatu bacaan bagi pembaca
tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran/kemudahan wacananya.
Mencermati pandangan para pakar sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa keterbacaan itu
mempersoalkan tingkat kesulitan dan atau tingkat kemudahan-baca suatu bahan bacaan
tertentu bagi pembaca tertentu. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kajian keterbacaan
sasaran utamanya adalah wacana, bukan pembaca wacananya.
Dupuis dan Askov (1982) sebagaimana dikutip Isna Sulastri mengedepankan empat faktor
penentu tingkat keterbacaan sebuah wacana. Keempat faktor tersebut adalah (1) faktor
kebahasaan dalam teks, (2) latar belakang pengetahuan pembaca, (3) minat
pembaca, dan (4) motivasi pembaca. Dalam hubungannya dengan faktor
kebahasaan seperti yang diungkap Askov tersebut, Isna Sulastri mengutip Nuttal (1989)

253
merincinya menjadi dua faktor utama, yakni (1) kekomplekan ide dan bahasa yang terdapat
dalam wacana serta (2) jenis kata yang digunakan dalam wacana tersebut.
Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk tingkat kelas. Oleh karena itu,
setelah melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana, orang akan dapat mengetahui
kecocokan materi bacaan tersebut untuk tingkat kelas tertentu
Pengukuran keterbacaan sebuah wacana umumnya dilakukan dengan menggunakan
Formula Fry. Dengan memetakan hasil pengukuran pada grafik akan ditemukan
keterbacaan wacana tersebut untuk tingkat kelas pembaca. Fry mendasarkan kajiannya
pada dua faktor utama, yaitu (1) panjang-pendeknya kalimat dan (2) tingkat kerumitan
kata atau panjang pendeknya kata. Banyak pakar mengakui bahwa Formula Fry
merupakan satu metode pengukuran yang cocok digunakan untuk menentukan tingkat
keterbacaan wacana tanpa melibatkan pembacanya. Di samping itu, Fry juga dapat
menentukan kelayakan sebuah wacana bagi tingkat kelas tertentu dilihat dari
sudut keterbacaannya. Secara singkat Formula Fry meliputi langkah-langkah berikut:

1. Pilih bagian wacana lalu hitung 100 kata dalam wacana tersebut
2. Hitung jumlah kalimat dalam 100 kata tersebut. Jika kalimat terakhir terpenggal
oleh penghitungan 100 kata, maka kalimat terakhir tersebut dihitung sebagai a/b
kalimat dengan a= jumlah kata yang termasuk dalam 100 kata dan b= jumlah
kata dalam kalimat terakhir. Jumlah kalimat adalah jumlah kalimat utuh
ditambah angka pecahan a/b (Y).
3. Hitung jumlah suku kata pada 100 kata lalu kalikan jumlah suku kata tersebut
dengan 0,6. Hasilnya adalah jumlah suku kata (X).
4. Petakan jumlah kalimat pada sumbu Y dan jumlah suku kata pada sumbu X
grafik Fry lalu perhatikan terdapat pada ruang manakah titik temu koordinatnya.
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran keterbacaan skills passport dengan Formula
Fry. Duapuluhdelapan (28) skills passport diambil sebagai sampel dan memberikan hasil
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Keterbacaan dengan Formula Fry
NO KOMPETENSI MATA KEL JUMLAH DALAM 100 GRADE
KEAHLIAN PELAJARAN AS KATA
KALI SUK sk*0.6
MAT U
KAT
A
1 TKJ Sistem Komputer X 7,83 202 121,2 6

2 AGRIBISNIS Persiapan Lahan XI 10,4 213 127,8 2


TANAMAN dan Penanaman
PERKEBUNAN Tanaman
TAHUNAN Perkebunan
3 AGRIBISNIS Produksi olahan XI 7,25 309 185,4 INVALID
PENGOLAHAN diversifikasi
HASIL hasil perikanan
PERIKANAN

254
4 BISNIS DARING Marketing X 23,67 305 183 INVALID
DAN
PEMASARAN
5 PERHOTELAN House Keeping/ XI 7,64 269 161,4 11
Room
6 TATA BUSANA Dasar Desain X 15,625 307 184,2 INVALID
7 ATPH Agribisnis XI 15,7 274 164,4 INVALID
Tanaman Pangan
dan Holtikultura
8 MULTI MEDIA Desain Grafis X 8,52 259 155,4 9
9 TKR Pemeliharaan XI 20,5 321 192,6 INVALID
Kelistrikan
Kendaraan
Ringan
10 APHP Dasar Proses X 11 288 172,8 INVALID
Pengolahan Hasil
Pertanian
11 KRIYA KAYU Tekni Kerja X 13,5 267 160,2 INVALID
DAN ROTAN bangku
12 RPL Pemrograman X 10,5 267 160,2 9
Dasar
13 APAT Teknik XII 13,56 300 180 INVALID
Penanganan
Pasca Panen
14 AKUNTANSI Etika Profesi XI 6,75 287 172,2 15
DAN
KEUANGAN
LEMBAGA
15 TATA BOGA Produk Pastry XI 13,4 232 139,2 4
dan Bakery
16 APHP Dasar X 15,64 287 172,2 INVALID
Pengendalian
Mutu
17 TSM Manajemen xii 21,4 346 207,6 INVALID
Bengkel Sepeda
Motor
18 DESAIN Gambar Teknik X 13,89 262 157,2 INVALID
PEMODELAN
DAN
INFORMASI
BANGUNAN
19 TEKNIK BISNIS Pemeliharaan XI 15,75 352 211,2 INVALID
SEPEDA Kelistrikan
MOTOR Sepeda Motor
20 RPL Produk Kreatif XI 17,125 323 193,8 INVALID
dan
Kewirausahaan

255
21 TSM Pemeliharaan XII 13,625 257 154,2 INVALID
Kelistrikan
Sepeda Motor
22 PEMASARAN Penataan Produk XII 11 230 138 5
23 AGRO BISNIS Dasar-dasar X 10 281 168,6 INVALID
TERNAK Pakan Ternak
UNGGAS
24 TATA BUSANA Pembuatan XI 16 280 168 INVALID
Busana Custom
Made
25 TATA BOGA Pengolahan dan XI 10 266 159,6 9
Penyajian Bahan
Makanan
26 DPIB Konstruksi dan XI 16,125 272 163,2 INVALID
Utilitas Gedung
27 TEKNOLOGI Teknologi XI 27,28 290 174 INVALID
JARINGAN Jaringan
BERBASIS Berbasis Luas
LUAS
28 KEAHLIAN Food and XI 11 256 153,6 7
PERHOTELAN Beverage

Gambar 1. Grafik Fry


Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/File:Fry_Graph_SVG.svg
Berdasarkan data hasil analisis menggunakan formula Fry ditemukan bahwa 64,29
atau 18 sampel skillspassport terkategori invalid. Istilah invalid pada grafik Fry mengacu
pada area yang menunjukkan suatu wacana memiliki kalimat yang sangat panjang atau kata-
kata yang sangat panjang. Kalimat yang sangat panjang dicirikan oleh rendahnya jumlah
kalimat yang terdapat dalam 100 kata. Sedangkan kata-kata yang sangat panjang
ditunjukkan oleh jumlah suku kata yang terdapat dalam 100 kata. Sebagaimana terlihat pada
grafik, jumlah maksimal suku kata yang dapat diidentifikasi dengan grafik Fry adalah 172
suku kata dalam 100 kata-kata. Temuan invalid ini tidak lepas dari karakter kalimat dan
kata-kata yang digunakan dalam skillspassport. Jika ditelusuri kata-kata kerja operasional

256
dalam skillspassport adalah kata kerja bentukan yang diperoleh melalui pemberian awalan
dan akhiran terhadap kata-kata kerja operasional yang diadopsi dari bahasa Inggris atau
terjemahannya yang umumnya telah memiliki banyak suku kata. Kata bentukan ini
menyumbangkan banyak suku kata sehingga diperoleh lebih dari 286 suku kata dalam 100
kata-kata. Meskipun telah dikonversi dengan 0,6 hasil akhir melebihi 172 sukukata.
Adapun sepuluh (10) skills passport yang dapat diukur dengan Grafik Fry ini menunjukkan
keterbacaan oleh tingkat (grade) antara 2 hingga 15 dengan rincian 4 skills passport terbaca
oleh tingkat 2 hinga 6, 2 skills passport terbaca oleh tingkat 7 hingga 9 dan 4 skills passport
terbaca oleh tingkat 10 hingga 15.
Memperhatikan hasil pengukuran keterbacaan skills passport di atas dapat disimpulkan
bahwa skills passport yang telah disusun oleh guru-guru SMK PJJ mayoritas mengandung
kata-kata rumit dan panjang. Mengingat skills passport digunakan oleh siswa dan tutor
industri maka perlu dilakukan perumusan ulang kalimat-kalimat dalam skills passport agar
lebih sederhana, mudah dibaca dan dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

1. _______, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ,Jakarta: Badan Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa, 2007
2. _______, Pedoman PKL Peserta Didik, Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK, 2018
3. Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2013
4. Isna Sulastri Keterbacaan Wacana dan Tteknik Pengukurannya-2
(https://uniisna.wordpress.com, diakses 20 Nopember 2018)

5. Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor: 422.1/15346-set.disdik tentang petunjuk


teknis penerimaan peserta didik baru pada sekolah menengah atas, sekolah
menengah kejuruan, sekolah menengah atas luar biasa, sekolah menengah atas
terbuka dan sekolah menengah kejuruan terbuka tahun pelajaran 2017/2018
6. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2012
7. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif dan Kontekstual ,
Jakarta: Kencana, 2009
8. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
9. Panduan Tutorial SMK PJJ Jawa Barat
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 119
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah

257
PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA SMK PJJ MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS KERJA
MATA PELAJARAN PRODUKSI OLAHAN EKSPOR HASIL PERIKANAN
YANG DITERAPKAN DI PT BAHARI PRIMA MANUNGGAL

1
Silvia Gani dan 2Syarif Andi Nugroho
1
SMKN 1 Pangandaran
2
PT. Bahari Prima Manunggal
ABSTRAK
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih banyaknya lulusan SMK Negeri 1
Pangandaran, khususnya kompetensi keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan
(APHPi) yang tidak siap dan sulit beradaptasi di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) yang
bergerak dibidang pengolahan hasil perikanan untuk tujuan ekspor. Ketidaksiapan tersebut
karena pembelajaran di kelas tidak mencerminkan suasana pekerjaan yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya, DUDI yang bergerak dibidang pengolahan hasil perikanan untuk tujuan
ekspor paling banyak menyerap tenaga kerja. Karena bidang ini merupakan pekerjaan padat
karya yang memang dalam semua rantai proses produksi memerlukan pengetahuan dan
keterampilan dari pekerjanya. Mata pelajaran Produksi Olahan Eksport Hasil Perikanan
merupakan pengetahuan dan keterampilan yang sangat menentukan untuk bisa bersaing di
dunia kerja bidang perikanan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dan memenuhi
Pencapaian Kompetensi Siswa Pendidikan Jarak Jauh, dilaksanakan dengan Model
Pembelajaran Berbasis Kerja dengan cara magang di industri yang relevan. Pelaksanaan
magang dilakukan di PT. Bahari Prima Manunggal-Jakarta, yang bergerak dibidang
pengolahan tuna beku untuk tujuan ekspor ke negara di Asia dan Amerika. Selama magang,
siswa mengikuti semua proses produksi dan peraturan kerja sebagaimana layaknya
karyawan perusahaan. Pemenuhan capaian kompetensi dinilai dengan menggunakan skill
passport yang disusun bersama antara Kompetensi Keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil
Perikanan SMK Negeri 1 Pangandaran dengan HRD PT. Bahari Prima Manunggal.

Kata kunci : Pencapaian Kompetensi Siswa, Model Pembelajaran Berbasis Kerja,


Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan.

258
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pendidikan seperti tidak ada ujungnya, tidak ada ujung berarti
tidak akan pernah selesai. Memang pendidikan itu tidak harus diselesaikan, tetapi harus
tetap berjalan, berlanjut tiada henti dengan kata lain “belajar seumur hidup”. Yang harus
diselesaikan adalah tingkat atau jenjang pendidikan untuk memenuhi syarat melanjutkan ke
tingkat yang lebih tinggi atau syarat untuk memasuki dunia kerja.
Keberhasilan suatu pembelajaran ditunjukkan oleh keberhasilan siswa dalam mencapai
suatu kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu guru dituntut untuk mengerahkan
segenap kemampuannya agar pembelajaran yang dikelolanya dapat mempermudah siswa
dalam memahami pokok bahasan/materi pembelajaran. Apabila tuntutan ini dipenuhi, besar
kemungkinan hasil belajar yang menjadi target pembelajaran akan tercapai oleh siswa.
Namun jika tidak, bukan saja berdampak negatif pada proses belajar tetapi juga pada hasil
belajar, yakni hasil belajarnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.
Selama ini di SMK Negeri 1 Pangandaran digunakan model pembelajaran
konvensional dengan metode praktek dan simulasi dalam pencapaian kompetensi pada mata
pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan. Dengan menggunakan Lembar Kerja,
siswa mempraktekkan pengolahan produk tahap demi tahap sesuai dengan petunjuk kerja.
Setiap tahun selalu terjadi kesenjangan antara target pembelajaran yang diharapkan dengan
kenyataan hasil belajar yang dicapai siswa untuk Mata Pelajaran Produksi Olahan Ekspor
Hasil Perikanan. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih banyaknya lulusan yang tidak siap
dan sulit beradaptasi di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) yang bergerak dibidang
olahan hasil perikanan untuk tujuan ekspor. Ketidaksiapan tersebut karena suasana
pembelajaran dikelas tidak mencerminkan suasana pekerjaan yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya, DUDI yang bergerak dibidang pengolahan hasil perikanan untuk
tujuan ekspor paling banyak menyerap tenaga kerja. Karena bidang ini merupakan
pekerjaan padat karya yang memang dalam semua rantai proses produksi memerlukan
pengetahuan dan keterampilan dari pekerjanya. Mata pelajaran Produksi Olahan Eksport
Hasil Perikanan merupakan pengetahuan dan keterampilan yang sangat menentukan untuk
bisa bersaing di dunia kerja bidang perikanan.
Penerapan model pembelajaran yang sesuai merupakan salah satu solusi untuk
mempermudah siswa dalam memahami dan menguasai suatu pokok bahasan/materi
pembelajaran. Sebagai contoh penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja dapat
digunakan untuk mempermudah siswa, dalam hal ini peserta Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)
guna memahami dan meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran Produksi Olahan Ekspor
Hasil Perikanan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja untuk
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil
Perikanan Siswa PJJ kelas XI APHPi SMK Negeri 1 Pangandaran di PT
Bahari Prima Manunggal

259
2. Apakah penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja di PT Bahari
Prima Manunggal dapat meningkatkan hasil belajar siswa PJJ kelas XI
APHPi SMK Negeri 1 Pangandaran.

Mengacu pada perumusan masalah, maka ditetapkan tujuan penelitian yaitu


untuk :
1. Mendeskripsikan penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja di PT
Bahari Prima Manunggal dalam upaya meningkatkan hasil belajar mata
pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan siswa PJJ kelas XI
APHPi SMK Negeri 1 Pangandaran.
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran Produksi Olahan
Eksport Hasil Perikanan siswa PJJ kelas XI APHPi SMK Negeri 1
Pangandaran melalui penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja di
PT Bahari Prima Manunggal.
3. Mengetahui efektifitas penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja di
PT Bahari Prima Manunggal pada mata pelajaran Produksi Olahan
Ekspor Hasil Perikanan siswa PJJ kelas XI APHPi SMK Negeri 1
Pangandaran.

Belajar
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Perubahan ini dapat
ditandai dengan perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya,
maupun aspek sikapnya (Usman, 1995:3).
Menurut Hamalik (2001: 28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut adalah pengetahuan
,pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti
dan sikap. Sedangkan menurut Sardiman (2003 : 22), belajar merupakan suatu proses interaksi
antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.
Abdurrahman (2003:38), menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dari seseorang
yang berusaha memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang bersifat menetap. Dalam
kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut pembelajaran atau kegiatan
instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Siswa yang berhasil
dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan
instruksional.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat diartikan bahwa belajar adalah
suatu proses yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan
sikap pada seseorang sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran

260
Brown (1987:5 dalam Bharokah 2008 : 12), mengemukakan bahwa pembelajaran
adalah proses memperoleh atau mendapatkan pengetahuan tentang subjek atau
keterampilan yang dipelajari, pengalaman atau instruksi. Lebih lengkap Hamalik (2001 :
57), menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujunan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam system
pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya. Material meliputi buku-buku,
papan tulis, kapur, spidol, fotografi, slide dan film, audio tape. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri dari ruangan kelas dan perlengkapan audio dan video tape. Prosedur meliputi jadwal
dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Pembelajaran, dalam hal ini proses belajar-mengajar, adalah serangkaian interaksi
timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi edukatif. Proses disini dapat diartikan
sebagai interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang
satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan
(Usman, 1995:5).
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran atau
proses belajar-mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Unsur-unsur yang terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri darai
unsur manusiawi, material, fasilitas dan prosedur, yang saling mempengaruhiantara satu
dengan yang lainnya.

Pemahaman Belajar

Pemahaman belajar adalah hasil belajar, misalnya siswa dapat menjelaskan dengan
susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain
dari yang telah dicontohkan guru dan menggunakan petunjuk penggunaan pada kasus lain
(Sudjana, 1995 : 24). Menurut Arikunto (2009 : 118), pemahaman belajar adalah bagaimana
seorang siswa mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan ,memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali dan
memperkirakan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal yang dia
pelajari dengan menggunakan bahasanya sendiri. Lebih baik lagi apabila siswa dapat
memberikan contoh atau mensinergikan apa yang dia pelajari dengan permasalahan-
permasalahan yang ada di sekitarnya.

Hasil Belajar

Romiszowski dalam Abdurrahman (2003:38) mengemukakan bahwa hasil belajar


merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs). Masukan
dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah

261
perbuatan atau kinerja. Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam, yaitu
pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat macam kategori, yaitu
pengetahuan tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang konsep dan
pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu
keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, keterampilan untuk bertindak atau
keterampilan motorik, keterampilan bereaksi atau bersikap, dan keterampilan berinteraksi.
Menurut Bloom dalam Maknum (1984 : 146), hasil belajar dapat digolongkan ke dalam
tiga bagian yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang dikenal dengan istilah Taksonomi
Bloom. Sedangkan menurut Suryabrata (1989 : 42), prestasi belajar merupakan hasil belajar
yang dicapai siswa selama mengikuti pelajaran dalam priode tertentu pada suatu lembaga
pendidikan, dengan hasil yang dinyatakan melalui penilaian yang dapat diwujudkan dengan
angka dan simbol.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar, yang
digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu hasil belajar aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Hasil belajar siswa yang telah diwujudkan dengan nilai, baik dalam bentuk angka maupun
simbol, disebut prestasi belajar siswa.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal siswa tentang materi
yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menetapkan tujuan belajar sesuai dengan
kapasitas intelegensi siswa dan pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan
apersepsi, yaitu bahan yang telah dikuasai siswa sebagai batu loncatan untuk menguasai
bahan pelajaran baru. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan yang
diberikan kepada siswa. Ini berarti bahwa guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan
pembelajaran yang memungkinkan siswa bebas untuk melakukan eksplorasi terhadap
lingkungannya (Abdurrahman, 2003:40).
Hasil belajar dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam individu, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar individu. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar
terdiri dari faktor fisiologis/jasmaniah (kesehatan, kemampuan alat indera, struktur tubuh)
dan faktor psikologis (intelegensi, bakat khusus, motivasi, minat, kematangan, kesiapan,
sikap, kebiasaan). Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari
faktor instrumental (guru, metode pembelajaran, kurikulum, fasilitas) dan faktor lingkungan
(lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan alam)
(Hamalik, 1983 : 26 dan Maknum, 1984: 76).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal
dan eksternal. Salah satu contoh faktor eksternal adalah fasilitas pembelajaran, yang
didalamnya tercakup media pembelajaran.

Model Pembelajaran

262
Menurut Solahuddin (2011), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran yang dibuat oleh guru dalam
melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Model Pembelajaran Berbasis Kerja (Work Based Learning/WBL) yaitu model
pembelajaran yang menggunakan konteks tempat kerja dan membahas penerapan konsep
mata pelajaran di lapangan. Work Based Learning pada awalnya muncul karena terjadinya
ketidakjelasan link and match antara apa yang dilakukan di sekolah dengan apa yang
diharapkan di dunia nyata/dunia kerja (Widiaty dkk., 2010).
Model Pembelajaran Berbasis Kerja dimaksudkan untuk membawa siswa belajar
langsung di dunia kerja (real business), untuk menerapkan materi pembelajaran yang telah
di pelajari di kelas (Anggrayani, 2010).

Menurut David Boud (2003) dalam Widiaty dkk. (2010), ada enam karakteristik WBL
yaitu :
a. Hubungan antara mitra/ DUDI dengan institusi pendidikan secara khusus
untuk membangun dan membantu pembelajaran.
b. Siswa dilibatkan sebagai pekerja.
c. Program dalam WBL mengikuti apa yang dibutuhkan di tempat kerja dan apa
yang dibutuhkan oleh siswa.
d. Level pendidikan dalam program dibangun setelah siswa memiliki
kompetensi yang diakui.
e. Memberikan tantangan untuk memenuhi kebutuhan siswa di masa yang akan
datang, dan perusahaan itu sendiri.
f. Institusi pendidikan memiliki keluaran berdasarkan kesepakatan dalam
program ini dengan menghargai standar dan level yang telah ditetapkan.

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja dapat dilakukan melalui


program-program seperti berikut ini :
a. Kunjungan ke DU/DI yang relevan.
b. Praktek Kerja Industri di DU/DI yang relevan.
c. Magang di DU/DI yang relevan.
d. Unit Produksi di sekolah.
- Unit Produksi Mandiri.
Artinya, Unit Produksi sepenuhnya dibiayai dan dikelola oleh pihak
sekolah.
- Unit Produksi Binaan.
Artinya, pihak sekolah bekerja sama dengan pihak DU/DI. Pihak sekolah
menyediakan bangunan dan tenaga kerja (siswa), sedangkan pihak DU/DI
mensubsidi mesin, peralatan, bahan-bahan dan upah tenaga kerja. Produk
yang dihasilkan dari Unit Produksi disetorkan ke pihak DU/DI. Pihak
sekolah mendapatkan bagian keuntungan, yang besarnya sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

263
METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu mulai tanggal 27 Agustus sampai
dengan tanggal 20 Oktober 2018, pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019,
bertempat di PT. Bahari Prima Manunggal dan TKB Cikalong Pangandaran.
Subjek penelitian ini adalah peserta PJJ kelas XI APHPi SMK Negeri 1 Pangandaran
tahun pelajaran 2018/2019 yang berjumlah sebanyak 17 orang. Peserta PJJ ini dibagi
menjadi 2 TKB, yaitu TKB industri di PT. Bahari Prima Manunggal dan TKB Cikalong.
TKB industri melaksanakan model Pembelajaran Berbasis Kerja sedangkan di TKB
Cikalong menerapkan model pembelajaran konvensional. Yaitu dengan menggunakan
Lembar Kerja, siswa mempraktekkan pengolahan produk tahap demi tahap sesuai dengan
petunjuk kerja
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan secara kolaboratif dan
partisipatif. Kolaboratif artinya guru berkolaborasi atau bekerjasama dengan tutor di
industri. Sedangkan partisipatif artinya guru terlibat langsung dalam penelitian.

Prosedur penelitian sebagai berikut:


1. Perencanaan
- Guru menentukan waktu pertemuan (tatap muka).
- Guru (peneliti) menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan.
- Guru menentukan materi pembelajaran yang akan disampaikan sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
- Guru mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
- Guru mempersiapkan lembar observasi siswa.
- Guru menentukan seorang observer (tutor industri).
2. Pelaksanaan Tindakan
- Guru menggunakan model pembelajaran berbasis kerja pada TKB
industri dan model pembelajaran konvensional pada TKB Cikalong,
dengan langkah-langkah pembelajaran seperti yang tercantum dalam
RPP.
- Langkah-langkah pembelajaran tersebut adalah :
1) Guru mengucapkan salam.
2) Guru mengajak siswa untuk berdo’a bersama-sama memulai
pembelajaran.
3) Guru memotivasi siswa.
4) Guru melakukan apersepsi.
5) Guru menginformasikan kompetensi yang akan dicapai.
6) Guru menginformasikan bahwa selama magang di DUDI akan selalu
diobservasi dan penilaian mutlak berdasarkan standar DUDI.
3. Pengamatan

264
- Dengan lembar observasi siswa, observer (tutor industri) mengamati
pemahaman dan keterampilan hasil belajar yang dicapai siswa.
4. Refleksi
- Guru melakukan diskusi dengan observer untuk membahas baik buruknya
aktivitas pembelajaran dan pemahaman belajar serta hasil tes yang dicapai
siswa. Selanjutnya, guru dan observer merumuskan tindakan perbaikan
jika ditemukan ada kekurangan/kesalahan, sehingga diharapkan pada
aktivitas pembelajaran selanjutnya pemahaman belajar dan hasil tes
praktik yang dicapai siswa menjadi lebih baik atau meningkat.

Metode Pengumpulan Data

Metode dan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Metode dan Instrumen Pengumpulan Data


No Metode Instrumen Fungsi Instrumen
1 Observasi Lembar Observasi Untuk mengukur aktivitas dan
pemahaman yang dicapai siswa
dalam pembelajaran
2 Unjuk Kerja Skillpaspor Untuk menentukan ketercapaian
Kompetensi
3 Dokumentasi Kamera Digital/HP Untuk mendokumentasikan
kegiatan pembelajaran selama
penelitian

Indikator Keberhasilan (Target Capaian)

No. Indikator Keberhasilan Deskripsi


Terjadi perubahan tingkah laku yang
merupakan hasil belajar, terlihat dari
1. Keluaran (output) Hasil penelitian penguasaan pengetahuan dan
keterampilan pada Mata Pelajaran
Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan.
Terpenuhinya Indikator Pencapaian
Kompetensi KD 3.1 dan 4.1 sampai
2. Dampak (outcome) Hasil penelitian
dengan KD 3.4 dan 4.4 pada Mata
Pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil

265
Perikanan yang terlihat dari kinerja siswa
dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar, jika persentase ketuntasan belajar
individunya minimal mencapai 65 %. Sedangkan suatu kelas dikatakan telah tuntas
belajar, jika persentase ketuntasan belajar klasikalnya minimal mencapai 85 %
(Depdikbud, 1994 dalam Wahyuni, 2008).
Adapun pada penelitian ini, seorang siswa dinyatakan telah tuntas belajar jika
persentase ketuntasan belajar individunya minimal mencapai 70% atau nilai
individunya minimal mencapai 70.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari 17 siswa, 2 orang siswa PJJ kelas XI Kompetensi Keahlian APHPi SMK Negeri
1 Pangandaran dimagangkan di PT. Bahari Prima Manunggal, Jakarta, yaitu:

No Nama Kompetensi Keahlian Tutor Industri


1 Irfan Maruf Sodikin APHPi Syarif Andi
Nugroho
2 Sukmana APHPi Syarif Andi
Nugroho

Skill Pasport Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan


(Tuna beku dan Varian Olahannya)

Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal
3.1 Menerapkan 1. Menerapkan K3 K
prinsip dasar dalam pengolahan
dan alur proses produk ikan tuna
pengolahan segar dan ikan
produk ikan tuna beku standar
segar dan ikan ekspor sesuai
beku standar dengan alur
ekspor dan proses.
olahannya 2. Menerapkan
prinsip dasar dan
alur proses

266
Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal
pengolahan sesuai
prinsip GMP
produk ikan tuna
segar dan ikan
beku standar
ekspor K

4.1 Melaksanakan 1. Menerapkan rantai K


pengolahan dingin selama
produk ikan proses, mulai dari
segar dan ikan pembongkaran
beku standar sampai
ekspor dan pengemasan di
olahannya ruang produksi.
2. Bisa dan mampu
melakukan cutting,
filetting &
loinning K
3. Bisa dan mampu
melakukan
skinning.
4. Bisa dan mampu
melakukan K
trimming
5. Bisa dan mampu
melakukan sortasi
& grading
6. Bisa dan mampu K
melakukan re
touching
7. Bisa dan mampu
melakukan cutting
loin, cuting saku, K
cutting stik,
cutting cube,
cutting strip. K
Sesuai GMP

267
Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal

K
3.2 Menerapkan 1. Mengenal macam- K
pengemasan macam bahan
produk ikan pengemas
segar dan ikan 2. Menerapkan
beku standar pengemasan
ekspor dan sesuai dengan
olahannya karakteristik
produk ikan tuna
segar dan ikan K
tuna beku standar
ekspor

4.2 Melaksanakan 1. Menentukan bahan K


pengemasan pengemas produk
produk ikan ikan tuna segar
segar dan ikan dan ikan tuna beku
beku standar standar ekspor
ekspor dan sesuai dengan
olahannya karakteristik
produk dan
melakukan
pengemasan sesuai
GMP.
• Vaccum
Packaging
• Inner
carton
• Master
Carton
2. Bisa dan mampu
melakukan
pengemasan dan
pelabelan dgn
menerapkan sistem
tresiability

268
Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal

K
3.3 Menerapkan 1. Menerapkan K
prinsip prinsip HACCP
HACCP sesuai dengan
produk ikan karakteristik
segar dan ikan produk untuk
beku standar memenuhi standar
ekspor dan keamanan pangan
olahannya
4.3 Melaksanakan 1. Paham dan mampu K
prinsip menerapkan SSOP
HACCP dan GMP sesuai
produk ikan dengan
segar dan ikan karakteristik
beku standar produk
ekspor dan
olahannya

3.4 Menerapkan 1. Menerapkan K


prinsip sanitasi prinsip sanitasi dan
dan hygiene hygiene produk
produk ikan ikan segar dan
segar dan ikan ikan beku standar
beku standar ekspor
ekspor dan
olahannya
4.4 Melaksanakan 1. Melaksanakan K
prinsip sanitasi sanitasi dan
dan hygiene higiene personal,
produk ikan meliputi
segar 2. Kebersihan diri,
dan ikan beku mandi K
standar ekspor 3. Berpakaian bersih,
dan olahannya perlengkapan kerja
standar K
(menggunakan
sepatu boat, baju
kerja, appron,

269
Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal
sarung tangan, hair
net, masker)
4. Tidak
menggunakan
perhiasan
5. Tidak
menggunakan
parfum
6. Tidak memelihara
kuku panjang
7. Masuk dan keluar K
ruangan produksi
sesuai SSOP
8. Penerapan SSOP
selama menangani
produk ( tidak K
boleh merokok,
makan, minum,
meludah selama K
menangani
produk)
9. Mencuci produk
K
dgn sanitaiser
apabila produk
jatuh dilantai
10. Paham dan mampu
menjaga dan
K
menerapkan
Sanitasi dan
higiene peralatan
produksi

270
Pencapaian Paraf
KOMPETENSI Indikator Pencapaian
JP Kompetensi Tutor
DASAR Kompetensi
K BK Tanggal

Dari hasil pengamatan terhadap siswa magang di PT. Bahari Prima Manunggal
selama 2 bulan, terlihat perubahan sikap dan keterampilan kerja. Dengan penerapan
Model Pembelajaran Berbasis Kerja, dimana siswa terjun langsung sebagaimana
layaknya pekerja di bagian produksi olahan tuna untuk tujuan ekspor. Disini siswa
dibimbing layaknya pekerja baru saat masa training. Semua peraturan kerja perusahaan
juga berlaku bagi peserta magang. Dengan adanya perubahan sikap berarti selama
magang siswa belajar, proses pembelajaran terlaksana dan berhasil mencapai tujuan
pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2003:38), bahwa belajar
adalah suatu proses dari seseorang yang berusaha memperoleh suatu bentuk perubahan
perilaku yang bersifat menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol
yang disebut pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan
lebih dahulu oleh guru. Siswa yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruksional.
Di awal magang siswa bersemangat karena masuk ke dunia yang baru dan selama
ini tidak pernah terlintas dalam fikiran mereka, minggu kedua mereka mengalami
disorientasi dan ingin pulang, tidak mau melanjutkan magang. Peserta magang
mengalami kesulitan beradaptasi dengan suhu ruangan, budaya kerja dan pergaulan
dengan karyawan di PT. Bahari Prima Manunggal. Kesulitan adaptasi karena pekerja
di PT Bahari Prima Manunggal berasal dari lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah
(SUPM) dan SMK Perikanan dari Aceh, Pariaman, Lampung, Sorong, Ambon yang rata
rata secara budaya berbeda jauh dengan siswa PJJ yang berasal dari pedalaman Jawa

271
Barat. Berkat bimbingan dari leader dan tim HRD, siswa magang berhasil melewati
masa adaptasi dengan baik.
Budaya kerja di industri perikanan, terutama olahan tuna beku berbeda dengan
industri lainnya. Karena bahan baku tergantung musim, ritme kerjanya pun mengikuti
ketersediaan ikan. Saat bahan baku banyak, mereka tidak akan menolak dan langsung
ditangani, tidak boleh menunggu. Walaupun ikan datang tengah malam, tetap harus di
proses, keterlambatan dalam proses berarti kerugian. Karena ritme kerja yang spesifik
tersebut dan pekerja selalu siaga maka perusahaan menyediakan mess yang lokasinya
tidak jauh dari pabrik.
Setelah berhasil melewati masa adaptasi, terlihat perubahan sikap pada peserta
magang, mereka lebih semangat, antusias, bisa mengikuti ritme kerja, sudah membaur
dan tidak canggung lagi bergaul dengan karyawan di industri. Demikian juga dari sisi
keterampilan, mereka mampu belajar dengan cepat dan mampu menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan target.
Menurut Suryabrata (1989 : 42), prestasi belajar merupakan hasil belajar yang
dicapai siswa selama mengikuti pelajaran dalam periode tertentu pada suatu lembaga
pendidikan, dengan hasil yang dinyatakan melalui penilaian yang dapat diwujudkan
dengan angka dan simbol. Berdasarkan laporan terakhir dari tutor di industri pada
tanggal 20 Oktober 2018, bahwa seluruh poin kompetensi pada skill passport sudah
terselesaikan dan dinyatakan kompeten untuk 27 poin kompetensi dari 4 kompetensi
dasar yang ditargetkan. Berdasarkan indikator keberhasilan yang sudah di tetapkan
yaitu, seorang siswa dinyatakan telah tuntas belajar jika persentase ketuntasan belajar
individunya minimal mencapai 70% atau nilai individunya minimal mencapai 70.
Maka siswa PJJ yang melaksanakan magang bisa dinyatakan telah berhasil
menuntaskan kompetensi dasar yang telah ditentukan dengan capaian 100% poin skill
passport.
Dilihat dari progress yang dicapai oleh siswa selama 2 bulan, menurut tutor industri
yang menjabat sebagai HRD PT. Bahari Prima Manunggal, diperkirakan dengan
magang selama empat bulan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa
bisa setara dengan karyawan baru yang sudah menjalani masa training. Artinya capaian
kompetensi siswa magang ini lebih cepat dari yang ditargetkan. Waktu yang tersisa
sampai dengan akhir bulan Desember, akan diupayakan menyelesaikan kompetensi
dasar berikutnya atau meningkatkan/pengayaan kompetensi dasar yang sudah selesai
sehingga kemampuan kerja siswa bisa memperoleh predikat terampil pada pekerjaan
yang spesifik sesuai dengan standar perusahaan.
Dibandingkan dengan siswa PJJ lain, yaitu yang magang di DUDI sekitar
pangandaran dan TKB Cikalong, pembelajaran berbasis kerja yang dilaksanakan di PT
Bahari Manunggal sangat efektif, 40% kompetensi dasar mata pelajaran Produksi
Olahan Ekspor Hasil Perikanan bisa terselesaikan dalam waktu 2 bulan. Mengutip
pernyataan praktisi yang sudah lama berkecimpung di industri pengolahan hasil
perikanan yaitu Bapak Timbul Waluyo, Manager HRD dan Bapak Syarif Andi
Nugroho, Quality Assurance PT. Bahari Prima Manunggal, bahwa dengan penyelesaian
40% kompetensi dasar produk spesifik yaitu olahan tuna beku, artinya 80% dari total
kompetensi dasar mata pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan sudah

272
tercapai. Karena penanganan produk olahan ikan tuna dibandingkan dengan ikan
lainnya termasuk dalam kategori spesial, dengan spesifikasi tinggi dan varian yang
banyak. Untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi harus ditangani dengan
cepat, tepat dan cermat. Sehingga membutuhkan karyawan dengan kualifikasi tertentu.
Model Pembelajaran Berbasis Kerja dimaksudkan untuk membawa siswa belajar
langsung di dunia kerja (real business), untuk menerapkan materi pembelajaran yang
telah di pelajari di kelas (Anggrayani, 2010). Dengan menerapkan Model Pembelajaran
Berbasis Kerja pada siswa PJJ kompetensi keahlian APHPi SMK Negeri 1 Pangandaran,
diharapkan akan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan spesifikasi kebutuhan tenaga
kerja di DUDI dan selaras dengan Visi Program Keahlian yaitu “Menghasilkan tenaga
kerja terampil dan professional serta mampu berwirausaha dalam bidang pengolahan
hasil perikanan yang berstandar nasional dan internasional”

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penelitian, ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Model Pembelajaran Berbasis Kerja pada PT Bahari Prima Manunggal
penerapannya dilakukan dengan cara, siswa terjun langsung sebagaimana
layaknya pekerja dibagian produksi olahan tuna untuk tujuan ekspor. Disini
siswa dibimbing oleh leader, manager produksi dan tim HRD sebagai tutor
industri dan penilai capaian kompetensi yang telah ditetapkan berupa skill
passport. Semua peraturan kerja perusahaan juga berlaku bagi peserta magang
dan mereka mendapatkan hak tempat tinggal berupa mess, makan 3 kali/hari
serta uang saku sebesar Rp 750.000/bulan. Pencapaian kompetensi yang telah
di targetkan di atur oleh manager produksi sesuai dengan kebutuhan dan line
produksi di ruang proses.
b. Dengan penerapan Model Pembelajaan Berbasis kerja di PT Bahari Prima
Manunggal dalam waktu 2 bulan, seluruh poin kompetensi pada skill passport
sudah terselesaikan dan dinyatakan kompeten untuk 27 poin kompetensi dari 4
kompetensi dasar yang ditargetkan. Dilihat dari progress yang dicapai peserta
magang, selama 2 bulan capaian kompetensi siswa ini berada di atas kompetensi
siswa PKL. Diperkirakan dengan magang empat bulan, kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan bisa setara dengan karyawan baru yang sudah
menjalani masa training. Artinya capaian kompetensi siswa magang ini lebih
cepat dari yang ditargetkan. Waktu yang tersisa sampai dengan akhir bulan
Desember, akan diupayakan menyelesaikan kompetensi dasar berikutnya atau
meningkatkan/pengayaan kompetensi dasar yang sudah selesai sehingga
kemampuan kerja siswa diharapkan memperoleh predikat terampil sesuai
dengan standar PT Bahari Prima Manunggal.
c. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Kerja pada mata pelajaran Produksi
Olahan Ekspor Hasil Perikanan peserta PJJ kelas XI APHPi SMK Negeri 1
Pangandaran yang dilaksanakan di PT Bahari Prima Manunggal sangat efektif.

273
Terbukti dengan tercapainya target kompetensi lebih awal dari yang ditetapkan.
Yaitu 40% kompetensi dasar mata pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil
Perikanan bisa terselesaikan dalam waktu 2 bulan. Dengan penyelesaian 40%
kompetensi dasar produk spesifik yaitu olahan tuna beku, artinya 80% dari total
kompetensi dasar mata pelajaran Produksi Olahan Ekspor Hasil Perikanan sudah
tercapai. Berdasarkan indikator keberhasilan yang sudah di tetapkan yaitu,
seorang siswa dinyatakan telah tuntas belajar jika persentase ketuntasan belajar
individunya minimal mencapai 70% atau nilai individunya minimal mencapai
70, maka siswa PJJ yang melaksanakan magang bisa dinyatakan telah berhasil
menuntaskan kompetensi dasar yang telah ditentukan dengan capaian 100%
point skill passport.
d. Penerapan Model Pembelajaran berbasis Kerja dengan menempatkan siswa
magang di DUDI, ada beberapa keuntungan yang diperoleh yaitu: 1)
Mempercepat capaian kompetensi siswa. 2) Membentuk sikap dan budaya kerja.
3) Meringankan biaya pendidikan. 4) Mendekatkan siswa dengan DUDI
sehingga memungkinkan untuk di rekrut setelah menyelesaikan pendidikannya.

274
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka diajukan saran sebagai berikut :
a. Model Pembelajaran Berbasis Kerja sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran
di SMK PJJ maupun reguler secara konsisten dan kontinyu. Selain untuk
pemenuhan kompetensi karena keterbatasan waktu dan peralatan praktek di
sekolah, model Pembelajaran Berbasis Kerja juga membentuk sikap dan budaya
kerja. Sehingga menghasilkan lulusan yang siap bekerja, dan mereka tidak lagi
canggung dan gagap beradaptasi dengan lingkungan dan budaya industri.
b. Perlu dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama untuk
keseluruhan mata pelajaran produktif guna mengukur efisiensi penerapan
Model Pembelajaran Berbasis Kerja ini, minimal satu semester. Sehingga bisa
ditentukan pola dan waktu yang sesuai untuk pemenuhan semua kompetensi
dasar pada 4 mata pelajaran produktif di Kompetensi Keahlian Agribisnis
Pengolahan Hasil Perikanan.
c. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Kerja dalam rangka mencetak lulusan SMK yang siap berwirausaha.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Bumi Aksara.
Jakarta.
Hamalik, O. 1983. Perencanaan Pembelajaran. Gramedia. Bandung
__________..2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Sardiman, A.M. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Raja Grafindo. Jakarta
Makmun, A.S. 1984. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosda Karya. Bandung
Mahendra, A. 1998. Teori Belajar dan Pembelajaran Motorik. IKIP Press. Bandung
Suryabrata, S. 1989. Psikologi pendidikan. Rajawali. Jakarta.
Sudjana, N. 1995. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. PT Remaja Rosda Karya.
Bandung.

275
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DALAM SISTEM PENDIDIKAN JARAK JAUH
(PJJ) PADA BIDANG KEAHLIAN KEPARIWISATAAN
MELALUI MEDIA KOMIC DIGITAL DI SMK 45 LEMBANG

Euis Wati Hermawati,S.Pd. dkk.


SMK 45 Lembang

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di SMK-45 Lembang dengan menerapkan model
discovery learning melalui komic digital sebagai media pembelajaran dalam
memahami mata pelajaran produktif serta mengembangkan komic digital tersebut
sebagai media pembelajaran pada materi pembelajaran reception dan materi
pembelajaran menyiapkan kamar untuk tamu di hotel .
Tahapan penelitian yang dilakukan mengacu pada model
pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick dan Carey (1978),
meliputi : 1) Analysis, 2) Design 3) Development, 4) Implementation dan
5) Evaluation namun hanya dilaksanakan hingga tahap keempat, yaitu
implementasi . Subjek dalam penelitian ini adalah siswa PJJ kelas XI berjumlah 30
orang. Validasi media dilakukan oleh ahli materi pembelajaran, dan seorang ahli
media pembelajaran serta guru mata pelajaran produktif. Pengumpulan data
menggunakan teknik angket, wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Teknik
analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif (statistik
deskriptif).
Hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan setelah mendapat
validasi ahli materi pembelajaran dan ahli media pembelajaran telah menunjukan
bahwa model discovery learning melalui media komic digital pada mata pelajaran
produktif pada program keahlian akomodasi perhotelan terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa

Kata kunci : Discovery learning melalui media komic digital,


meningkatkan hasil belajar

276
Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi


pemiliham model pembelajaran yang berdasarkan pada teori-teori belajar yang
ada. Dalam proses pembelajaran, guru atau tutor sebagai salah satu sumber daya
manusia memegang peranan penting akan keberhasilan dan keefektifan sebuah
pendidikan.

Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran,


tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam menguasai
materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus
dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan
efektif.

Pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran tidak begitu saja


diterapkan dalam suatu pembelajaran. Semua itu tentunya didasari oleh teori belajar
yang dianut. Teori belajar muncul dari definisi belajar yang diungkapkan oleh para
ahli. Salah satunya definisi belajar yang diungkapkan oleh Hilgard dalam
Sanjaya (2009:235-235):

―Learning is the process by which an activity originates or changed through


training procedures (whether in the laboratory or in the natural enviroment) as
distinguished from change by factors not atributable and training‖.

Menurutnya belajar adalah sebuah proses dimana terdapat perubahan


perilaku dari seseorang melalui latihan baik itu latihan di lab (tempat yang
dikhususkan untuk proses belajar mengajar, kelas) maupun latihan di lingkungan
alamiahnya. Beranjak dari konsep belajar yang menjelaskan tentang perilaku, ada
dua kelompok/aliran teori belajar, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif.

Salah satu teori belajar dari aliran kogntif yang menjadi terkenal saat ini
untuk menghasilkan efektifitas dan keberhasilan guru di kelas adalah teori
belajar konstruktivis. Menurut teori ini belajar bukanlah hanya sekedar menghafal
akan tetapi belajar sebagai proses mengkonstruksi atau membangun
pengetahuan melalui pengalaman. Construtivism is an approach to teching and

277
learning that acknowledge that information can be conveyed but understanding is
dependent upon the learner (Casas, 2006). Selain itu Chang (2001) mengatakan
bahwa, “from the viewpoint of recently developed constructivist learning theory,
knowledge should not be accepted passively, it should be actively construted by
cognition.”

Teori-teori belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran


langsung atau tradisional yang belum menggunakan alat atau media pembelajaran
melalui aplikasi ICT (Information, Comunication and Technology). Akan tetapi
dengan berkembangnya ICT memunculkan berbagai pembelajaran secara online
atau web-school atau cyber-school yang menggunakan fasilitas internet.

Dalam pendidikan jarak jauh (distance learning) aktivitas pengajaran


dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. karena siswa bertempat tinggal
jauh atau terpisah dari lokasi lembaga pendidikan. Sehingga sistem pembelajaran
jarak jauh membutuhkan sarana prasarana penunjang pendidikan, agar tujuan umum
pendidikan bisa diwujudkan. Salah satu sarana yang yang penting dalam
menunjang pembelajaran tersebut adalah sesuatu berbasis ICT (Informasi,
Communication and Technology).

Tidak seperti sistem pembelajaran langsung, sistem pembelajaran jarak jauh


membutuhkan pengelolaan dan manajemen pembelajaran yang ―khusus‖, baik dari
sisi siswa maupun instruktur (guru) agar tujuan pendidikan bisa terwujud.
Pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional siswa. Seperti yang
dikemukakan oleh Prof. Dr. Nasution, M.A bahwa teknologi pendidikan adalah
media yang lahir dari perkembangan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia
dan kemudian dikembangkan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Teknologi dapat kita tempatkan pada komponen media pembelajaran.
Media pembelajaran sendiri berarti teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm, 1977).

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting untuk


menunjang proses pembelajaran. Sedangkan manfaat dari media pembelajaran itu

278
sendiri adalah, 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, 2) Mengatasi
keterbatasan ruang. waktu tenaga, dan daya indera, 3) Menimbulkan gairah belajar,
interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, 4) Memungkinkan
anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan
kinestetiknya, 5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman,
dan menimbulkan persepsi yang sama.

Berdasarkan hal tersebut maka pemilihan media pembelajaran melalui


komic digital diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar, seperti yang
disampaikan oleh Kemp dan Dayton, 1985, kontribusi media pembelajaran
diantaranya adalah; 1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, 2)
Pembelajaran dapat lebih menarik, 3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif
dengan menerapkan teori belajar, 4) Waktu pembelajaran dapat diperpendek,5)
Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, 6) Proses pembelajaran dapat
berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, 7) Sikap positif siswa
terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, 8)
Peran guru berubah kearah yang positif.

Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa PJJ maka harus dilakukan
penelitian tentang penerapan model pembelajaran Discovery Learning melalui
media komic Digital. Hal ini sangat penting, karena model pembelajaran yang
dihasilkan akan menjadi prototype bagi penerapam model pembelajaran
selanjutnya. Dalam penelitian ini, mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan
penelitian adalah mata pelajaran reception dan menyiapkan kamar untuk tamu. Mata
pelajaran tersebut dipilih karena merupakan mata pelajaran pokok pada program
keahlian Akomodasi Perhotelan.

I. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu alat yang bisa dipergunakan


oleh para pendidik agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.
Selain itu model pembelajaran yang diaplikasikan oleh pendidik pada setiap

279
pembelajarannya akan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi bervariasi
dan tentu hal ini bisa menghindari kejenuhan siswa dalam belajar.

Model pembelajaran discovery Learning merupakan sebuah


teori pembelajaran yang diartikan sebagai bentuk proses belajar yang terjadi
jika siswa tidak disuguhkan dengan pelajaran dalam bentuk akhirnya, akan
tetapi diharapkan untuk mengorganisasi sendiri.Sebagai sebuah strategi
belajar, model pembelajaran discovery learning memiliki prinsip yang mirip
dengan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran problem
solving.

Perbedaannya dengan model discovery yaitu bahwa pada model


pembelajaran ini permasalahan yang diberikan kepada peserta didik sebagai
suatu masalah yang sudah direkayasa oleh pendidik, sedangkan pada model
pembelajaran inkuiri permasalahan yang dibuat bukan merupakan hasil
rekayasa. perbedaannya dengan problem Solving adalah model pembelajaran
problem solving lebih memberikan tekanan terhadap keterampilan dalam
memecahkan permasalahan. Akan tetapi prinsip pembelajaran yang terlihat
jelas dalam model discovery Learning adalah bahan pelajaran atau materi yang
hendak diberikan tidak disampaikan seutuhnya, sebagai gantinya siswa akan
didorong untuk menganalisis sendiri apa yang ingin dicari kemudian para
siswa mengorgansasi apa yang telah mereka pahami dalam suatu bentuk
final.

Ada beberapa langkah operasional dari model pembelajaran discovery


learning, yaitu: 1) Menentukan tujuan dari pembelajaran, 2)
Menganalisis /

280
mengidentifikasi karakterisitik para siswa, 3) Memilih materi pelajaran, 4)
Menentukan topik - topik yang harus dipelajari oleh peserta didik secara
induktif (dari contoh yang bersifat general), 5) Mengembangkan suatu bahan
belajar yang berupa ilustrasi, contoh - contoh, atau tugas yang nantinya
dipelajari oleh siswa, 6) Mengorganisir topik - topik pembelajaran dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks, 7) Melakukan penilaian hasil belajar dan
proses.

II. Media Pembelajaran

Media merupakan bentuk jamak dari perantara (medium), juga


sebagai sarana komunikasi. Media berasal dari bahasa Latin medium (antara),
istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah
sumber dan sebuah penerima. Enam katagori dasar media adalah teks, audio,
visual, video, perekayasa, dan orang-orang (Smaldino, 2012: 7).

Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris, yaitu

―Instruction. Instruction diartikan sebagai proses interaktif antara guru dan


siswa yang berlangsung secara dinamis (Asyhar, 2012: 6). Pembelajaran adalah
sebuah proses komunikasi antara peserta didik, guru dan bahan ajar
(Rusman, 2012: 60).Dari definisi terpisah antara media dan pembelajaran, para
ahli mencoba mendefinisikan media pembelajaran secara tepat. Menurut Gagne
(1970) media pembelajaran diartikan berbagai komponen pada lingkungan
belajar yang membantu pembelajar untuk belajar. Briggs (1977)
mendefinisikan media sebagai sarana fisik yang digunakan untuk mengirim
pesan kepada peserta didik sehingga merangsang mereka untuk belajar.
Menurut Gerlach & Ely (1971), media pembelajaran memiliki cakupan yang
luas, yaitu termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu

281
kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan,
ketrampilan atau sikap.

Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk


melakukan komunikasi dalam pembelajaran, sehingga bentuknya bisa berupa
perangkat keras (hardware), seperti komputer, televisi, proyektor, dan
perangkat lunak (software) yang digunakan pada perangkat keras tersebut
(Asyhar, 2012: 8). Dari berbagai definisi di atas dapat kita simpulkan media
pembelajaran merupakan segala bentuk perantara dalam proses komunikasi
antara peserta didik, guru dan bahan ajar sehingga terjadi lingkungan
belajar yang kondusif dan memungkinkan peserta didik untuk
melakukan proses belajar secara efektif dan efisien.

a. Jenis Media Pembelajaran

Perkembangan teknologi melahirkan berbagai macam media


pembelajaran, namun secara mendasar media dapat dikelompokkan
menjadi empat jenis (Asyhar, 2012: 44-45), yaitu:1) Media visual:
Merupakan jenis media yang digunakan hanya mengandalkan
indera pengelihatan semata-mata dari peserta didik. Dengan media ini,
pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung pada
kemampuan pengelihatan, 2) Media Audio: Merupakan jenis media yang
hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik. Pengalaman
belajar yang akan didapatkan adalah dengan mengandalkan
kemampuan indera pendengaran, 3) Media Audio Visual: Merupakan
jenis media pembelajaran yang melibatkan pendengaran dan penglihatan
dalam satu proses kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat
disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal
yang mengandalkan baik pengelihatan maupun pendengaran, 4)
Multimedia: Merupakan media yang melibatkan beberapa jenis
media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera
pengelihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual

282
gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan
teknologi komunikasi dan informasi.

b. Prinsip Pemilihan Media

Sebelum menentukan media yang akan digunakan dalam kegiatan


pembelajaran, setidaknya terdapat beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan. Terdapat beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan media. Kriteria umum tersebut antara lain adalah
sebagai berikut (Susilana,

2008: 70-74), 1) Kesesuaian dengan tujuan, 2) Kesesuaian dengan


materi pembelajaran,3) Kesesuaian dengan karakteristik pendidik atau
peserta didik,

4) Kesesuaian dengan teori, 5) Kesesuaian dengan gaya belajar siswa, 6)


Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung dan waktu
yang tersedia,selain keenam prinsip diatas terdapat pula kriteria khusus
dalam pemilihan media pembelajaran, kriteria tersebut diantaranya
adalah: 1) Access,

2) Cost, 3) Technology, 4) interactivity, 5) Organization, dan 6)


Novelty.

III. Komic Digital

Berdasar maestro Komic Will Einser dalam McCloud (2008)


Komic diartikan sebagai seni berturutan. Meski demkian pengertian tersebut
belum menjelaskan arti kata Komic dan masih terbilang samar yang akan
menimbulkan multi interpretasi. Nana Sudjana (2013) mendefinisikan Komic
sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan
memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan
gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca.
Sedangkan menurut Mc Cloud Komic diartikan sebagai gambar-gambar serta

283
lambang-lambang lain yang terjukstaposisi dalam turutan tertentu, untuk
menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari
pembacanya (McCloud, 2008: 9). Dari beberapa pengertian tersebut Komic
dapat diartikan sebagai gambar-gambar serta lambang-lambang yang disusun
secara berdampingan dan dalam urutan urutan baca tertentu dengan
ujuan untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan keindahan
dari pembacanya.

Studi mengenai Komic sendiri masih terbatas meskipun


penggunaannya telah dipakai sejak zaman mesir kuno sekitar 32 abad yang lalu
dan di Indonesia sendiri terdapat relief yang dapat kita klasifikasikan sebagai
bentuk Komic.

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas Komic digital dapat


didefinisikan sebagai gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang disusun
secara berdampingan dan dalam urutan urutan baca tertentu dengan tujuan
untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan keindahan dari
pembacanya yang dikodekan kedalam format yang dapat dibaca oleh mesin.

1) Komic sebagai Media Pembelajaran Visual

Media visual adalah media yang melibatkan indera pengelihatan.


Terdapat dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan
verbal dan nonverbal. Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata (bahasa
verbal) dalam bentuk tulisan. Dan pesan nonverbal-visual adalah pesan
yang dituangkan ke dalam simbol-simbol nonverbal-visual. Posisi
nonverbal-visual sebagai pengganti bahasa visual. Secara garis besar
unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas garis, bentuk,
warna dan tekstur (Azhar Arsyad, 1997 dalam Yudhi Munadi, 2013). 1)
Garis: Adalah kumpulan dari titik-titik.

284
Terdapat beberapa jenis garis diantaranya garis lurus horizontal, garis
lurus vertikal, garis lengkung, garis lingkar, dan garis zig-zag, 2) Bentuk :
Adalah sebuah konsep simbol yang dibangun atas garis-garis atau
gabungan garis dengan konsep-konsep lainnya, 3) Warna: Warna
digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, juga untuk
membangun keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi tingkat realisme
dan menciptakan respon emosional tertentu, 4) Tekstur: Tekstur
digunakan untuk menimbulkan kesan kasar dan halus, juga untuk
memberikan penekanan seperti halnya warna. Simbol pesan visual untuk
pemelajaran hendaknya memiliki prinsip kesederhanaan, keterpaduan
dan penekanan, yaitu:

a. Kesederhanaan

Secara umum, kesederhanan mengacu pada jumlah elemen


yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit
memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang
disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang panjangan atau rumit
harus dibagi bagi ke dalam beberapa bahan visul yang mudah
dipahami. Teks yang menyertai bahan visual harus dibatasi
(misalnya antara 15 sampai dengan

20 kata). Kata-kata harus memakai huruf sederhana dengan gaya


huruf yang mudah terbaca dan tidak terlalu beragam dalam satu
tampilan atau serangkaian tampilan visual. Kalimat-kalimatnya juga
harus ringkas tetapi padat dan mudah dimengerti.

b. Penekanan

Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali


konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah
satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan

285
menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, perspektif, warna, atau
ruang penekanan dapat diberikan kepada unsur yang terpenting.

c. Keterpaduan

Keterpaduan mengacu pada hubungan yang terdapat di antara elemen-


elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-
sama. Elemen-elemen tersebut harus saling terkait dan menyatu
sebagai suatu keseluruhan sehingga visual itu merupakan suatu bentuk
menyeluruh yang dapat dikenal dan membantu pemahaman pesan
dan informasi yang dikandungnya. Penggunaan Komic sebagai
media pembelajaran mempunyai beragam keuntungan. Komic
bersifat sederhana dalam penyajiannya dan memiliki unsur urutan
cerita yang memuat pesan yang besar tetapi disajikan secara ringkas
dan mudah dicerna serta dilengkapi dengan bahasa verbal yang
dialogis. Dengan adanya perpaduan antara bahasa verbal dan visual ini
mempercepat pembaca paham akan isi pesan yang dimaksud, karena
pembaca terbantu untuk tetap focus dan tetap pada jalurnya.

d. Penilaian Media Pembelajaran Komic Digital

Berdasarkan teori tentang media pembelajaran dan Komic yang telah


dipaparkan di atas, maka penilaian media pembelajaran Komic digital
didasarkan pada hal-hal berikut:

a) Aspek Materi

1. Kejelasan materi pembelajaran

2. Kesesuaian Komic edukasi dengan tujuan pembelajaran

3. Kesesuaian Komic edukasi dengan materi pembelajaran

4. Ketepatan penggunaan istilah perhotelan yang dipergunakan

5. Kemenarikan Komic edukasi sebagai media pembelajaran

286
b) Aspek Visual
1. Ketepatan Ukuran

2. Ketepatan penataan gambar

3. Kemenarikan gambar

4. Kesederhanaan media pembelajaran

c) Aspek Keterpaduan
1. Keterpaduan aspek visual

2. Kesesuaian gambar atau ilustrasi

3. Kejelasan alur cerita

d) Aspek Bahasa
1. Kesederhanaan Bahasa

2. Kesesuaian bahasa yang digunakan oleh tokoh dalam Komic

3. Penggunaan bahasa yang komunikatif

4. Ketepatan dalam penggunaan istilah

2) Komic digital sebagai bentuk M-Learninng

Mobile Learning (m-Learning) adalah pengembangan dari e-Learning.


Istilah mobile learning mengacu kepada perangkat IT genggam dan
bergerak dapat berupa PDA (Personal Digital Assistant), telepon
seluler, laptop, tablet PC, dan sebagainya.Mobile learning dapat
memudahkan pengguna untuk mengakses konten pembelajaran dimana
saja dan kapan saja, tanpa harus mengunjungi suatu tempat tertentu pada
waktu tertentu.

287
Komic digital yang dikembangkan dikatakan sebagai media pembelajaran
m- learning dikarenakan media ditujukan untuk penggunaan pada
perangkat smartphone maupun PC yang dapat diakses baik melalui aplikasi
ataupun website. Disamping itu juga tidak menutup kemungkinan media
pembelajaran yang dikembangkan dapat diakses melalui perangkat
lainnya

IV. Penelitian dan Pengembangan

Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development)


adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji keefektifan produk tersebut. Metode penelitian dan
pengembangan telah banyak digunakan untuk bidang-bidang ilmu alam dan
teknik. Hampir semua produk teknologi dikembangkan melalui penelitian dan
pengembangan. Namun metode penelitian pengembangan bisa juga digunakan
dalam bidang ilmu sosial (Sugiyono,

2013).Soenarto dkk (2013) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan


dalam pendidikan lebih dikenal dengan sebutan educational research and
development yaitu suatu proses dalam Mengembangkan produk pendidikan.
Pada penelitian dan pengembangan pendidikan, produk yang dihasilkan dapat
berupa: 1) Materi pembelajaran, 2) Perangkat pembelajaran, 3) Media
pembelajaran, 4) Instrumen evaluasi dan asesmen pembelajaran 5) Model
pembelajaran

1. Model ADDIE

Model ADDIE merupakan akronim dari Analyze, Design, Develop,


Implement dan Evaluate. Model ADDIE digunaakan untuk membangun
pembelajaran aktif di dalam kelas. Menciptakan produk dengan
menggunakan model ADDIE adalah salah model yang paling efektif
untuk digunakan. Hal ini karena model ADDIE memberikan rangka
petunjuk pada situasi yang

288
kompleks yang sesuai untuk pengembangan media pembelajaran dan
sumber belajar lainnya. Model ADDIE terdiri dari empat tahap, yaitu:

a. Analyze (analisis)

Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang ada


dilapangan yang menunjukkan adanya kesenjangan dari harapan dan
kenyataan.

b. Design (desain)

Peneliti melakukan verifikasi keinginan yang diharapkan dan


penentukan metode penilaian yang akan digunakan.

c. Develop (pengembangan)

Peneliti menghasilkan dan memvalidasi media atau model yang


dibuat.

d. Implement (implementasi)
Peneliti mempersiapkan pembelajaran yang akan dilakukan dan
mengikut sertakan siswa untuk menggunakan media atau model yang
dibuat.

e. Evaluate (evaluasi)

Peneliti mengukur kualitas produk dari proses pembelajaran pada


saat sebelum implementasi dan setelah implementasi.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model ADDIE sebagai


dasar untuk pengembangan media, namun hanya dilaksanakan
hingga tahap keempat, yaitu implementasi dan pengembangan media
pembelajaran Komic digital.

289
2. Model 4D

Rochmad (2012) menyatakan bahwa model Four-D dipandang sebagai


model untuk pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh
Thiagarajan dan Semmel (1974). Model Four D meliputi empat tahap yaitu
define, design, develop, dan disseminate

a) Define (definisi)

Terdapat beberapa fase dalam tahap definisi, yaitu: analisis kebutuhan


atau analisis awal akhir (front end analysis), analisis pembelajar
atau siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis
konsep (concept analysis), dan membuat tujuan instruksional
khusus (specifying instructional objectives). Tujuan dari kegiatan
tahap ini adalah untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pengajaran (instructional). Melalui analisis ini maka dapat ditentukan
tujuan dan kendala untuk materi pengajaran.

b) Design (desain)

Kegiatan pada tahap ini dapat dilakukan setelah menentukan


sekumpulan tujuan perilaku (behavior objectives) untuk perangkat
pembelajaran yang telah ditentukan. Fase yang terdapat pada tahap ini
adalah mengkonstruksi tes beracuan -kriteria (constructing criterion
referenced test), pemilihan media (media selection), dan desain awal
(initial design). Tujuan dari kegiatan pada tahap ini adalah mendesain
prototype bahan ajar (instructional material). Pemilihan format dan
media untuk bahan dan produksi versi awal mendasari aspek utama
pada tahap desain.

c) Develop (pengembangan)

Tujuan dari kegiatan pada tahap ini adalah memodifikasi prototype


bahan ajar. Fase yang terdapat pada tahap pengembangan adalah

290
penilaian ahli (expert appraisal) dan uji pengembangan (development
testing). Umpan baik diperoleh melalui evaluasi formatif dan
digunakan untuk merevisi bahan ajar.

d) Disseminate (penyebaran)

Fase yang terdapat pada tahap ini adalah pengujian validitas


(validating testing) dan pengemasan (packaging). Tahap ini dilakukan
apabila uji pengembangan menunjukkan hasil yang konsisten dan hasil
penilaian ahli merekomendasikan komentar positif.

V. Kepariwisataan

Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang terkait dengan


kegiatan pariwisata beserta dampaknya yang terjadi karena adanya
kontak/interaksi antara pelaku perjalanan wisata dengan daya tarik wisata,
sarana penunjang wisata, dan infrastruktur/prasarana yang disediakan oleh
masyarakat, swasta, dan pemerintah, dimulai dari tempat tinggal, pada saat
di perjalanan, di tempat tujuan, sampai kembali lagi ke tempat tinggalnya.
Pada intinya kepariwisataan adalah suatu gejala yang terjadi karena diakibatkan
oleh pergerakan manusia dari tempat tinggalnya untuk melakukan suatu
kegiatan wisata baik liburan atau bisnis sampai kembali lagi ke tempat
tinggalnya semula. Gejala tersebut membentuk suatu sistem yang
kompleks yang didalamnya terdapat komponen-komponen serta elemen-
elemen yang saling terkait seperti tempat tinggal, tempat tujuan, perjalanan,
sarana/prasarana, salah satu penjunjang dapat terciptanya pelayanan dalam
kepariwisataan khususnya di industry perhotelan adalah adanya
pembelajaran tentang front Office dan Housekeeping. front Office dan
Housekeeping merupakan muatan peminatan kejuruan pada program keahlian
pariwisata khususnya pada kompetensi keahlian Akomodasi Perhotelan, yang
harus dikuasai oleh peserta didik di SMK, materi yang dipilih untuk front
office adalah menyediakan layanan akomodasi reception khususnya pada saat
penerimaan tamu individu yang melaksanakan chek-in, dan untuk

291
housekeeping adalah materi tentang manata tempat tidur, materi-materi
tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa penguasaan hal tersebut
sangat dibutuhkan dalam dunia pariwisata khususnya pada dunia perhotelan.

Dalam mempelajari Reception untuk Front Office dan menyiapkan


kamar untuk tamu untuk Housekeeping terdapat beberapa kompetensi dasar
yang harus dicapai. Adapun penjelasan kompetensi dasar tersebut dapat
dijelaskan secara singkat dalam table berikut:

Tabel 1 Kompetensi Inti dan kompetensi Front Office serta Housekeeping


SMK

SKEMA
KOMPETEN KOMPETEN WA
SI DASAR SI DASAR K UNIT KOMPETENSI SERTIFIKA
SI
TU
3.11 Memahami 4.11. PAR.HT02.018.01
penanganan check- Menangani
in tamu individu check-in untuk 32 Menyediakan Front Office
tamu individu layanan akomodasi
3.9. Memahami 3.9. Penataan reception
PAR.HT02.018.02
Menyiapkan Kamar tempat tidur Menyiapkan Kamar Housekeepin
untuk tamu g
Untuk Tamu Untuk
Tamu

VI. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian pengembangan komik digital sebagai media


pembelajaran dilaksanakan selama 3 bulan terhitung dari bulan Agustus
2018 hingga Oktober

292
2018. Prosedur atau langkah pengembangan media pembelajaran ini
terdiri dari beberapa tahap seperti tertera dalam table dibawah ini:

Tabel 9. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Tahap Pelaksanaan
1. Analyze Agustus 2018
a. Analisis kebutuhan
b. Analisis kompetensi dan instruksional
2. Design September 2018 –
a. Perancangan plot
Oktober 2018
b. Desain karakter
3. Develop
c. Pembuatan skenario Oktober 2018
a. Panel layout (Storyboard)
b. Manuscript and recreating
comic c. Validasi 1
4. Implementation
d. Validasi 2 17-20 Oktober 2018
a. Uji lapangan (uji kegunaan/usability)

2. Data Hasil Penelitian

A. Tahap Analisis (Analyze)

Pada tahap analisis, dilaksanakan analisis kebutuhan serta analisis


kompetensi dan instruksional. Berikut penjabaran dari masing-
masing tahap analisis.

1) Analisis
kebutuhan

Analisis kebutuhan berkaitan dengan permasalahan dan


karakteristik siswa serta perangkat keras dan perangkat lunak
yang dibutuhkan.

a) Permasalahan dan karakteristik siswa

293
Dengan pesatnya perkembangan teknologi mudahnya
akses internet dan harga produk teknologi yang semakin
terjangkau membawa perubahan yang signifikan terhadap
kehidupan sosial masyarakat terutama pada generasi muda.
Disisi lain, meskipun ketika teknologi telah menyatu dalam
kehidupan masyarakat luas dan bukan lagi menjadi
suatu barang komplementer, penggunaanya sebagai
salah satu media dalam proses pembelajaran kurang
dimanfaatkan bahkan kurang diperhatikan. Kesenjangan
penggunaan teknologi yang digunakan dalam proses
pembelajaran dengan realita sosial menjadi salah satu
penyebab kurang antusiasnya peserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran. Selain itu interaksi
pembelajaran seringkali terganjal pada faktor komunikasi
dimana sedikit pendidik yang dapat menyampaikan
langsung ke tujuan yang ingin dicapai meskipun telah
menggunakan berbagai alat bantu.

Disisi lain media visual terutama gambar seringkali


dikesampingkan karena terlihat kekanak-kanakan dan
terlalu biasa sehingga melupakan manfaatnya meskipun
mudah didapatkan. Pengembangan media pembelajaran
komik digital memadukan antara unsur teknologi dan visual
dengan memanfaatkan fakta bahwa sebagian besar orang
pada dasarnya merupakan pemikir visual.

Oleh karena itu pengemasan media pembelajaran dalam


bentuk digital terasa sangat dekat dengan peserta didik
yang telah familiar dan lekat dengan perkembangan
teknologi. Pada akhirnya media yang dikembangkan dapat
digunakan sebagai media pembelajaran mandiri maupun
sebagai alat bantu pembelajaran di dalam kelas.

b) Perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)


Perangkat lunak yang digunakan untuk mengembangkan

294
media komik digital adalah Clip Studio Paint EX, Adapun
software tambahan yang dibutuhkan dalam pengembangan
ini adalah Adobe Photoshop CC 2014 dengan spesifikasi
minimal:

(1) Amda A8 Elite Quad-core. (2) Microsoft


Windows 7.

2) Analisis kompetensi dan instruksional

Analisis kompetensi dan instruksional berkaitan dengan


kompetensi dasar yang akan dimuat dalam media.
Penyelenggaraan pembelajaran di SMK 45 Lembang telah
menerapkan kurikulum 2013. Materi tentang Penanganan Tamu
chek-in pada Kompetensi Dasar Reception menjelaskan tentang
tatacara penanganan tamu individu yang melakukan chek-in serta
pada Kompetensi Dasar Menyiapkan Tamar Untuk Tamu
menjelaskan tentang tatacara Making Bed di dalam menyiapkan
kamar untuk tamu

B. Tahap Desain (Design)

Tahap desain merupakan tahap perancangan produk (media) yang


akan dibuat yang meliputi perancangan plot, desain karakter, dan
pembuatan scenario

1) Perancangan Plot

Perancangan plot dilakukan untuk menentukan bagaimana alur


dan peristiwa cerita dari media pembelajaran komic digital yang
akan dibuat sehingga menjadi sebuah cerita yang menarik, utuh
dan terstruktur. Adapun plot yang akan digunakan sebagai dasar
acuan adalah sebagai berikut:

a) Pemeran Utama

295
b) Tema.

c) Arah Cerita

d) Deskripsi Plot

2) Desain Karakter

Pembuatan tampilan fisik, kepribadian dan detail-detail lain yang


diperlukan dari karakter didasarkan dan disesuaikan dengan
informasi dari perancangan plot.

3) Pembuatan Skenario

Setelah menyelesaikan plot dan desain karakter dilanjutkan


dengan pembuatan skenario (screenplay) atau naskah cerita.
Adapun skenario yang disusun dalam media pembelajaran komic
digital ini disederhanakan dan menjadi satu dengan proses panel
layout.

C. Tahap Pengembangan

Pada tahap pengembangan dimulai dari tahap panel layout


(storyboard), manuscript and recreating comic untuk merealisasikan
desain yang telah dibuat.

1) Panel Layout (Storybaord)

Pembuatan storyboard dimulai dengan membuat panel, sketsa


awal dan dialog.

2) Manuscript and Recreating Comic

Pada tahap ini dimulai gambar kasar dan pemindahan manuscript


kedalam bentuk digital, diolah menggunakan software Clip Paint
Studio untuk dibuat ulang, tahapan ini disebut recreating
comic.

296
Semua hal yang berkaitan dengan pewarnaan, pemberian
background, typesetting, dan sebagainya dilakukan pada tahap ini.
Setelah media selesai dipublikasi tahap selanjtnya yang tidak kalah
penting adalah proses validasi media. Proses validasi dibagi
menjadi dua tahap

a) Validasi 1

Pada validasi tahap 1 media dinilai oleh ahli materi dan


ahli media untuk mengetahui kelayakan dari materi yang
dibuat dan kelayakan dari media yang dikembangkan.
Masukan dan saran dari ahli materi dan ahli media dijadikan
sebagai dasar perbaikan media.

a. Penilaian ahli materi

Materi tentang Penanganan tamu chek-in individu dan


materi tentang menata tempat tidur (making bed) yang
dibuat dinilai oleh Praktisi dari Hotel sebagai guru
produktif perhotelan. Berikut ini hasil penilaian terhadap
materi yang telah dibuat:

Tabel 10. Hasil Uji Ahli Materi untuk Reception

No Aspek Penilaian Skor Penilaian


1 Materi 4,36
2 Kebahasaan 4,14
Rerata Skor 4,28
Pada aspek materi mendapat rerata skor 4,36 dimana
dalam

tabel konversi dikatagorikan sangat layak. Sedangkan


dalam dalam aspek kebahasaan skor rerata 4,14 yang
termasuk dalam katagori layak. Secara keseluruhan skor
rerata semua aspek sebesar 4,28 dan dikatagorikan sangat

297
layak. Berdasarkan hasil uji ahli materi tidak perlu
dilakukan revisi sehingga dapat dilanjutkan ketahap
validasi media.

Tabel 11. Hasil Uji Ahli Materi untuk


Housekeeping

No Aspek Penilaian Skor Penilaian


1 Materi 4,38
2 Kebahasaan 4,20
Rerata Skor 4,29
Pada aspek materi mendapat rerata skor 4,38 dimana
dalam

tabel konversi dikatagorikan sangat layak. Sedangkan


dalam dalam aspek kebahasaan skor rerata 4,20 yang
termasuk dalam katagori layak. Secara keseluruhan skor
rerata semua aspek sebesar 4,29 dan dikatagorikan
sangat layak. Berdasarkan hasil uji ahli materi tidak
perlu dilakukan revisi sehingga dapat dilanjutkan
ketahap validasi media.

b. Penilaian ahli media

Media pembelajaran komic digital dinilai oleh ahli


media. Berikut ini hasil penilaian terhadap media yang
telah dibuat: Tabe 12. Hasil Uji Ahli Media untuk
Reception dan Housekeeping

No Aspek Penilaian Skor Penilaian


1 Visual 4,42
2 Keterpaduan 4,14
Rerata Skor 4,32
Pada tabel hasil penilaian ahli media mendapatkan
rerata

skor sebesar 4,32 dimana dalam tabel konversi


dikatagorikan sebagai sangat layak. Selanjutnya
penelitian dapat dilanjutkan pada penilaian oleh guru
mata pelajaran dalam validasi 2 setelah dilakukan

298
perbaikan pada ukuran gambar dan tampilan perintah
membaca.

b) Validasi 2

Validasi tahap 2 dilakukan oleh praktisi pembelajaran


Produktif di SMK45 Lembang. Penilaian yang dilakukan oleh
guru tersebut meliputi penilaian pada materi dan media
pembelajaran. Berikut ini hasil penilaian guru mata pelajaran
produktif terhadap media pembelajaran komic digital:

Tabel 13. Hasil Penilaian Guru Mata Pelajaran terhadap


Materi

Pembelajaran

No Aspek Penilaian Skor Penilaian


1 Materi 4,73
2 Kebahasaan 4,43
Rerata Skor 4,61
Pada tabel diatas menunjukkan nilai rerata skor dari penilaian
materi pembelajaran sebesar 4,61. Berdasarkan tabel
konversi nilai, maka materi pembelajaran termasuk dalam
katagori sangat layak.

Tabel 14. Hasil Penilaian Guru Mata Pelajaran terhadap


Media

Pembelajaran

No Aspek Penilaian Skor Penilaian


1 Visual 4,42
2 Keterpaduan 4,57
Rerata Skor 4,47
Pada tabel tersebut menunjukkan nilai rerata skor dari
penilaian media pembelajaran sebesar 4,47 dimana dalam
tabel konversi nilai termasuk dalam katagori sangat layak.
Selain itu guru mata pelajaran juga menginginkan bentuk
fisik media sebagai salah satu alternatif pembelajaran ketika

299
tidak ada koneksi internet. Berikut merupakan rangkuman
kesuluruhan aspek yang dinilai pada validasi 1 dan 2:

Tabel 15. Rangkuman Uji Ahli dan Guru terhadap


Media

Pembelajaran Komic Digital

Ahli Ahli
No Aspek Materi Media Guru Rerata Katagori
Sangat
1 Materi 4,36 - 4,73 4,55 Layak
Kebahasa Sangat
2 an 4,14 - 4,43 4,29 Layak
Sangat
3 Visual - 4,42 4,42 4,42 Layak
Keterpadu Sangat
4 an - 4,14 4,57 4,36 Layak
Rerata 4,42 Sangat Layak
keseluruhan

D. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap implementasi atau penerapan dilakukan dengan melakukan uji


kegunaan (usability) di lapangan kepada 30 peserta didik kelas XII
Akomodasi Perhotelan SMK 45 Lembang. Jumlah ini didasarkan pada
kriteria minimum uji usabilitas metode kuisioner dengan pengguna
setidaknya 30 orang (Nielsen, 1993: 224). Berikut merupakan hasil uji
usabilitas terhadap media pembelajaran komik digital:

Tabel 16. Hasil Uji Usabilitas

No Aspek Penilaian Rerata Skor Keterangan


1 Kegunaan media 5,59 Layak
2 Kualitas media 5,80 Layak
Rerata keseluruhan 5,69 Layak

300
Pada tabel hasil uji usabilitas menunjukkan rerata keseluruhan
sebesar 5,69. Berdasarkan tabel konversi nilai media pembelajaran
komic digital termasuk dalam katagori layak

B. Pembahasan

1. Pengembangan media pembelajaran komic digital

Prosedur penelitian dan pengembangan menggunakan model


ADDIE sebagai dasar untuk pengembangan media yang terdiri dari lima
tahap yaitu; 1) Analysis, 2) Design, 3) Development, 4) Implementation,
dan 5) Evaluation. Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap implementasi
untuk mengetahui kelayakan dari media yang dikembangkan.

Pada tahap analisis, dilaksanakan analisis kebutuhan dan analisis


kompetensi dan instruksional. Dari tahap analisis diketahui bahwa
perkembangan teknologi yang pesat kurang diiringi pemanfaatannya dalam
lingkup pembelajaran serta madia visual sering dikesampingkan disamping
manfaat dan ketersediaanya. Berdasar wawancara dengan guru mata
pelajaran Produktif Perhotelan di SMK-

45 Lembang, mengemukakan bahwa sebagian besar peserta didik telah


memiliki smartphone serta terdapat fasilitas wi-fi untuk keperluan akses
internet warga sekolah. Kendati demikian, dengan ketersediaan teknologi
dan fasilitas, penggunaannya dalam proses pembelajaran kurang
diperhatikan dan terkesan diabaikan. Wi-fi sekolah sekedar menjadi fasilitas
yang tersedia, sedangkan smartphone yang setiap hari dibawa oleh peserta
didik digunakan sebatas sebagai perangkat komunikasi, bermain game,
memutar musik, dan fungsi-fungsi lainnya diluar proses pembelajaran.
Keadaan ini pada akhirnya menjadi salah satu penyebab kurang antusiasnya
peserta didik dalam proses pembelajaran yang pada dasarnya telah sangant
akrab dengan perkembangan teknologi. Pengembangan media pembelajaran

301
komic digital pada materi Front Office dan Housekeeping memadukan
antara unsur teknologi dan visual dengan memanfaatkan kedekatan peserta
didik dengan perkembangan teknologi dan fakta bahwa sebagian besar orang
pada dasarnya merupakan pemikir visual.

Tahap kedua adalah tahap design yang merupakan tahap perancangan


awal dalam pengembangan media pembelajaran komic digital. Tahap
design terdiri dari perancangan plot, desain katakter, dan pembuatan
skenario. Secara umum tahapan ini bertujuan untuk mempermudah
pengilustrasian pada tahap pengembangan.

Setelah perancangan awal selesai maka dilanjutkan pada tahap develop.


Pada tahap ini dimulai pembuatan komic dan bentuk digitalnya yang terdiri
dari pembuatan panel layout, manuscript and recreating comic. Ketika
media selesai dipublikasi selanjutnya dilakukan validasi media tahap 1 dan
2. Pada validasi media tahap 1 media dinilai oleh ahli materi dan ahli media.
Penilaian ahli materi meliputi aspek materi dan aspek kebahasaan sedangkan
pada ahli media aspek yang dinilai adalah aspek visual dan aspek
keterpaduan. Pada validasi media tahap 2 media dinilai oleh guru mata
pelajaran produktif perhotelan. Terdapat empat aspek yang dinilai oleh gutu
yaitu aspek materi, kebahasaan, visual dan keterpaduan.

Pada tahap implementasi dilakukan ujicoba lapangan dengan


melakukan uji usability pada 30 peserta didik (pengguna) guna menguji
sejauh mana suatu produk atau sistem dapat digunakan oleh pengguna
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektivitas, efisiensi dan
kepuasan dalam penggunaan konteks tertentu. Pada tahap ini juga telah
membuktikan bahwa menggunakan komic digital sebagai metode
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Kelayakan media pembelajaran komic digital

Berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media dan praktisi pembelajaran


produktif perhotelan dapat diketahui melalui tahap validasi media 1 dan 2

302
oleh para ahli. Penilaian dilakukan oleh ahli materi, ahli media dan guru
pembelajaran.

Aspek kelayakan komic digital yang dinilai meliputi aspek materi,


kebahasaan, visual dan keterpaduan. Berikut penjelasan selengkapnya:

a. Ahli Materi

Penilaian ahli materi bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari materi


alat- alat pembayaran internasional pada media yang dibuat. Terdapat
dua aspek yang dinilai yaitu aspek materi dan aspek kebahasaan. Berikut
ini hasil analisis yang telah dilakukan:

1) Aspek Materi

Terdapat sebelas pertanyaan dalam penilaian aspek materi. Dari


sebelas pertanyaan tersebut diperoleh rata-rata skor sebesar 4,36
yang dalam tabel konversi masuk kedalam katagori sangat layak.
Terdapat 5 butir pertanyaan yang memperoleh skor 5, 5 butir
pertanyaan memperoleh skor 4 dan 1 butir pertanyaan
memperoleh skor 3. Sehingga aspek materi dalam media komik
digital dapat dikatakan layak.

2) Aspek Kebahasaan

Kelayakan pada aspek kebahasaan dinilai dari 7 pernyataan. Rata–


rata skor yang diperoleh aspek kebahasaan sebesar 4,14 yang dalam
tabel konversi masuk kedalam katagori layak. Terdapat 2 butir
pertanyaan yang memperoleh skor 5, 4 butir pertanyaan
memperoleh skor 4 dan sisanya memperoleh skor 3. Sehingga aspek
bahasa dalam media komik digital dapat dikatakan layak.

Dari hasil analisis ahli materi diperoleh rerata aspek sebesar 4,28.
Berdasarkan tabel konversi skor termasuk kedalam kategori sangat
layak. Dengan demikian materi alat pembayaran internasional dalam
media pembelajaran komik digital yang dikembangkan layak digunakan
dan dapat dilanjutkan pada penilaian ahli media.

303
b. Ahli Media

Penilaian oleh ahli media bertujuan untuk mengetahui kelayakan


tampilan dan kualitas media pembelajaran komic digital yang
dikembangkan. Terdapat dua aspek penilaian yaitu aspek visual dan
aspek keterpaduan. Berikut ini hasil analisis penilaian oleh ahli media:

1) Aspek Visual

Terdapat duabelas butir pertanyaan dalam aspek visual. Tujuh dari


keseluruhan butir pertanyaan memperoleh nilai 4 dan lima sisanya
mendapat nilai 5 dimana dalam indikator kemenarikan gambar
memperoleh nilai tertinggi pada 3 pertanyaan yang ada. Dari
keseluruhan nilai diperoleh rata-rata skor sebesar 4,42 yang
termasukdalam kategori sangat layak. Sehingga dapat dikatakan segi
visual dari media yang dikembangkan layak.

2) Aspek Keterpaduan

Dari tujuh butir pertanyaan dalam aspek keterpaduan enam


diantaranya mendapat nilai 4 sedangkan sisanya mendapat nilai 5.
Sehingga aspek keterpaduan mendapatkan rata-rata skor sebesar
4,14 yang dalam tabel konversi masuk kedalam katagori layak.
Sehingga dapat dikatakan unsur keterpaduan konten dari media yang
dikembangkan layak.

Pada kedua aspek tersebut diperoleh rerata keseluruhan sebesar


4,32 yang dalam tabel konversi masuk kedalam kategori sangat
layak. Sehingga tampilan dan kualitas media pembelajaran komik
digital yang dikembangkan dapat dikatakan layak untuk digunakan.
Selain itu dari penilaian yang dilakukan oleh ahli media juga
diperoleh beberapa saran perbaikan terkait dengan warna huruf
dalam instruksi membaca yang diberikan dan ukuran resolusi
gambar. Oleh karena itu selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap
masalah tersebut sebelum media dilanjutkan pada penilaian guru
mata pelajaran.

304
c. Guru Mata Pelajaran Produktif

Penilaian oleh guru mata pelajaran ekonomi diperlukan karena nantinya


diharapkan guru akan menggunakan media pembelajaran komic digital.
Ada empat aspek yang dinilai oleh guru mata pelajaran ekonomi yaitu
aspek materi, aspek kebahasaan, aspek visual dan aspek keterpaduan.
Berikut ini hasil analisis penilaian oleh guru mata pelajaran Produktif
Perhotelan:

1) Aspek Materi

Terdapat sebelas pertanyaan dalam penilaian aspek materi. Dari


sebelas pertanyaan tersebut diperoleh rata-rata skor sebesar 4,73
yang dalam tabel konversi masuk kedalam katagori sangat layak.
Terdapat 8 butir pertanyaan yang memperoleh skor 5 dan sisanya
memperoleh skor 4 dimana dalam indikator kesesuaian dengan
tujaun pembelajaran, ketepatan penggunaan istilah, dan
kemenarikan sebagai media pembelajaran mendapatkan poin
tertinggi. Materi yang disajikan dalam media telah sesuai dengan
silabus yang digunakan sehingga aspek materi dalam media
komik digital dapat dikatakan layak digunakan.

2) Aspek Kebahasaan

Kelayakan pada aspek kebahasaan dinilai dari 7 pernyataan. Dari


hasil analisis pada aspek tersebut diperoleh rata-rata skor sebesar
4,43 yang dalam tabel konversi masuk kedalam katagori sangat
layak. Terdapat 3 butir pertanyaan yang memperoleh skor
maksimal dimana indikator kesesuaian bahasa yang terdiri dari
2 pertannyaan menjadi salah satunya, sedangkan 4 butir lainnya
mendapat skor 4. Sehingga aspek bahasa dalam media komik digital
dapat dikatakan layak.

305
3) Aspek Visual

Terdapat duabelas butir pertanyaan dalam aspek visual. Tujuh dari


keseluruhan butir pertanyaan memperoleh nilai 5 dimana
dalam indikator kemenarikan gambar memperoleh nilai tertinggi
pada 3 pertanyaan yang ada. Dari keseluruhan nilai diperoleh rata-
rata skor sebesar 4,42 yang termasuk dalam kategori sangat
layak. Sehingga dapat dikatakan segi visual dari media yang
dikembangkan layak.

4) Aspek Keterpaduan

Dari tujuh butir pertanyaan dalam aspek keterpaduan empat


diantaranya mendapat skor 5 sedangkan sisanya mendapat nilai 4.
Berdasar nilai diatas aspek keterpaduan mendapatkan rata-rata skor
sebesar 4,57 yang dalam tabel konversi masuk kedalam katagori
layak. Sehingga dapat dikatakan unsur keterpaduan konten dari
media yang dikembangkan layak.

Dari keempat aspek tersebut diperoleh rerata aspek sebesar 4,54. Nilai
tersebut dalam tabel konversi masuk kedalam kategori sangat layak.
Berdasarkan hasil tersebut maka media pembelajaran komic digital
dinyatakan layak dan dapat dilanjutkan untuk ujicoba lapangan.

3. Kelayakan media pembelajaran komic digital berdasarkan uji


kegunaan dalam ujicoba lapangan

Ujicoba lapangan ditujukan kepada 30 peserta didik PJJ SMK -45


selaku pengguna utama dari media pembelajaran ini. Jumlah ini didasarkan
pada kriteria minimum uji usabilitas metode kuisioner dengan pengguna
setidaknya 30 orang (Nielsen, 1993: 224). Tahap ini dilakukan setelah
melewati tahap uji kelayakan dari para ahli dan guru mata pelajaran. Uji
kegunaan (usability) dimaksudkan untuk menguji sejauh mana suatu produk
atau sistem dapat digunakan oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu dengan efektivitas, efisiensi dan kepuasan dalam penggunaan

306
konteks tertentu. Angket yang digunakan didasarkan dari Computer System
Usability Questionnaire J.R Lewis dengan perubahan pertanyaan yang
telah disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam mengukur kegunaan media
terhadap pengguna terdapat dua aspek yang dinilai yaitu usefulness (daya
guna media) dan quality (kualitas media). Berikut ini hasil dari uji kegunaan
yang telah dilakukan:

a. Usefulness (daya guna media)

Usefulness (daya guna media) diukur pada pertanyaan 1 sampai 8. Dari


hasil penilaian oleh 30 peserta didik diperoleh nilai rerata skor
sebesar 5,59 dimana dalam tabel konversi masuk dalam kategori layak.
Dari delapan pertanyaan nilai rata–rata butir pernyataan tertinggi
diperoleh dari kemudahan pemahaman media dengan rerata sebesar
5,87. Sedangkan nilai rerata butir pertanyaan terendah diperoleh dari
produktifitas penggunaan media yaitu sebesar 5,39 yang masuk dalam
kategori layak.

b. Quality (kualitas media)

Quality (kualitas media) diukur pada pertanyaan 9 sampai 15. Dari


hasil penilaian oleh 31 peserta didik diperoleh nilai rereata skor
sebesar 5,80 dimana dalam tabel konversi masuk dalam kategori
layak. Dari tujuh pertanyaan nilai rata–rata butir pernyataan
tertinggi diperoleh dari kejelasan penyediaan informasi oleh media
dengan rerata sebesar 5,97. Sedangkan nilai rerata butir pertanyaan
terendah diperoleh dari kemudahan pemahaman informasi media yaitu
sebesar 5,42 dimana masuk dalam kategori layak. Secara keseluruhan
respon peserta didik memberikan respon positif terhadap semua aspek
pada media pembelajaran komik digital. Hal tersebut terlihat dari
rerata keseluruhan dari aspek yang dinilai oleh peserta didik
yaitu sebesar 5,69. Berdasarkan pada tabel konversi, nilai tersebut
masuk dalam kategori layak. Sehingga dapat disimpulkan jika media
pembelajaran komik digital yang dikembangkan layak untuk
digunakan.

307
VII. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemgembangan yang telah dilakukan


dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Komic digital sebagai media pembelajaran Produktif Perhotelan


pada Kompetensi Dasar Reception dengan materi menangani tamu
individu chek-in dan Kompetensi Dasar Menyiapkan Kamar untuk Tamu
dengan materi Menata Tempat Tidur (Making Bed), yang dikembangkan
dengan model ADDIE telah berhasil dikembangkan dan dipublikasikan
sehingga dapat digunakan secara luas.

2. Dalam penelitian dan pengembangan komic digital dilakukan


penilaian kelayakan media pembelajaran yang dilakukan oleh ahli materi,
ahli media, dan guru mata pelajaran. Aspek yang dinilai antara lain aspek
materi, kebahasaan, visual dan keterpaduan. Dari hasil penilaian para ahli
diperoleh rerata keseluruhan sebesar 4,42 yang masuk dalam kategori
sangat layak. Sedangkan pada uji usabilitas saat ujicoba lapangan pada 30
peserta didik diperoleh rerata keseluruhan aspek sebesar 5,69 yang masuk
dalam kategori layak. Sehingga komic digital sebagai media
pembelajaran Produktif Perhotelan pada Kompetensi Dasar Reception
dengan materi menangani tamu individu chek-in dan Kompetensi Dasar
Menyiapkan Kamar untuk Tamu dengan materi Menata Tempat Tidur
(Making Bed) dapat dikatakan layak untuk digunakan.

B. Saran
Untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil penelitian ada
beberapa saran yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Bagi sekolah

308
Penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembelajaran
berbasis teknologi informasi.

2. Bagi peserta didik

Dengan adanya media pembelajaran yang fleksibel dan sesuai dengan


perkembangan jaman diharapkan peserta didik dapat meningkatkan minat
dan hasil belajar.

3. Bagi guru

Guru diharapkan dapat menggunakan media pembelajaran berbasis


teknologi serta mengetahui informasi perkembangan teknologi untuk
meningkatpan hasil belajar siswa.

4. Bagi umum

Mengingat bentuk komic digital sebagai salah satu media visual gambar
yang mudah didapat serta murah dalam pembuatannya. Diharapkan baik
pendidik, seniman, peneliti, maupun masyarakat umum untuk dapat
meningkatkan keberadaannya pada masyarakat luas sebagai salah satu
media pembelajaran yang patut untuk diperhitungkan penggunaannya
dalam dunia pendidikan.

309
DAFTAR
PUSTAKA

Asyhar, Rayandra. (2012). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran.


Jakarta: Referensi Jakarta.

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Telekomunikasi Indonesia 2014.


[Versi elektronik]. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Barokah, U.S. (2014). Pengembangan Komik Digital Berbasis Nilai Karakter


Sebagai Media Pembelajaran Akuntansi pada Kompetensi Dasar
Menyusun Laporan Keuangan Perusahaan Jasa untuk SMA Kelas XI.
Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

British Standards Institution. (2013). BS ISO/IEC 25010:2011, Systems and


software engineering — Systems and software Quality Requirements
and Evaluation (SQuaRE) — System and software quality models.

How Southeast Asia Uses Smartphones. (17 Februari 2016). eMarketer.


Diambil pada tanggal 10 Agustus 2016, dari
http://www.emarketer.com/Article/How- Southeast-Asia-Uses-
Smartphones/1013595.

Ilyana, Sariyatul. (2016). Pengembangan Komik Edukasi ―Impian Moni‖ Sebagai


Media Pembelajaran Literasi Keuangan Kompetensi Anggaran Pribadi
untuk Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta.

Indonesia Internet Users. Internet Live Stats. Diambil pada tanggal 22 Juni
2016, dari http://www.internetlivestats.com/internet-users/indonesia/.

Indonesia is the 3rd-Largest Smartphone Market in the Asia Pacific. (30 April
2016).
Indonesia Investments. Diambil pada tanggal 10 Agustus 2016, dari
http://www.indonesia-investments.com/id/news/todays-
headlines/indonesia-is- the-3rd-largest-smartphone-market-in-the-asia-
pacific/item6777.

Internet Users. Internet Live Stats. Diambil pada tanggal 22 Juni


2016, dari http://www.internetlivestats.com/internet-users/.

310
Internet Users by Country (2016). Internet Live Stats. Diambil pada tanggal 22
Juni 2016, dari http://www.internetlivestats.com/internet-users-by-
country/.

Jeng, Y.-L., Wu, T.-T., Huang, Y.-M., et al. (2010). The Add-on Impact of
Mobile Applications in Learning Strategies: A Review Study. [Versi
elektronik]. Educational Technology & Society, 13 (3), 3–11.

Lewis, J.R. (2016). Lewis, J.R.: IBM Computer Usability Satisfaction


Questionnaires: Psychometric Evaluation and Instructions for Use.
[Versi elektronik]. International Journal of Human-Computer
Interaction 7 (1), 57-78.

McCloud, Scott. (2008). Memahami Komik. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer


Gramedia).

Munadhi, Yudhi. (2013). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru.


Jakarta: Referensi (GPPress Group).

311
Nana Sudjana. (2013). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru

Algensindo. Nielsen, Jakob. (1993). Usability Engineering. London :

Academic Press, Inc.

Process of inking, whiteout, paneling and dialogue boxes. Japan Manga School.
Diambil pada tanggal 4 Juli 2017, dari
http://www.japanmangaschool.com/how-to-
make-manga/tutorial-course1.html.

Rahmayani, Indah. (2 Oktober 2015). Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia.


Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Diambil pada
tanggal 10 Agustus 2016, dari
https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-
digital- asia/0/sorotan_media.

Rusman., Kurniawan, Deni., Riyana, Cepi. (2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi


Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sambada, H.B. (2016). Pengembangan Komik Digital Berbasis Nilai Karakter


sebagai Media Pembelajaran Akuntansi pada Kompetensi Dasar Akuntansi
Persediaan di Kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Purworejo Tahun Ajaran
2015/2016. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Siraj, Saedah. (2004). Pembelajaran Mobile dalam Kurikulum Masa Depan.


[Versi elektronik]. Masalah Pendidikan 27, 129-139.

Smaldino, Sharon, E., Lowther., Deborah, L., Russell, James, D. (2012). Instructional
Technology and Media for Learning. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.

Steps to creating a manuscript and recreating the manga. Japan Manga School.
Diambil pada tanggal 4 Juli 2017, dari
http://www.japanmangaschool.com/how-to- make-manga/tutorial-
course2.html.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

312
Susilana, Rudi., Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajara: Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan, Penilaian. Bandung: Jurusan Kurtekpend
FIP UPI.

Trafton, Anne. (16 Januari 2014). In the Blink of an Eye. MIT News Office. Diambil
pada tanggal 2 Januari 2018, dari http://news.mit.edu/2014/in-the-blink-of-
an-eye-
0116.

Traxler, John. (2007). Defining, Discussing, and Evaluating Mobile Learning.


[Versi elektronik]. International Review of Research in Open and Distance
Learning,
8 (2), 1-12.

Widoyoko, S. Eko. (2015). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakara: Pustaka


Pelajar. Wirawan, P.W. (2011). Pengembangan Kemampuan E-Learning Berbasis
Web ke dalam
M-Learning. [Versi elektronik]. Jurnal Masyarakat Informatika, 2 (4), 21-26.

Drs.A.Bambang Sujatno, CHA.(2008) Secret Receptionist Skills for 5 Stars Hotels


Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Ni Wayan Suwithi, dkk (2008), Akomodasi Perhotelan Jilid 2 . Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral manajemen
Pendidikan Dasar dan menengah. Departemen pendidikan Nasional. Tahun
2008

313
PEMBANGUNAN MATERI E-TRAINING LOGIKA DAN ALGORITMA DENGAN
BLOCK PROGRAMMING

Prayitno, Liliek Triyono

Politeknik Negeri Semarang,

Abstrak: Mengintegrasikan kegiatan berpikir logis dan analitis untuk mendukung


kemampuan belajar abad 21, ke dalam kegiatan pembelajaran di tingkat SD dan SMP
menjadi tantangan tersendiri. Salah satunya adalah media pembelajaran yang kurang
menarik. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran yang
mengasyikkan adalah block programming Alice and Scratch. Artikel ini bertujuan untuk
mengembangkan materi pelatihan online Logika dan Algoritma memanfaatkan
pemrograman blok awal untuk tingkat lima sekolah dasar dan pemrograman blok Alice
untuk tingkat delapan sekolah menengah pertama sebagai konten eLearning. Pengembangan
penelitian ini dilakukan dengan model pengembangan Analysis-Design-Development-
Implementation-Evaluation (ADDIE). Produk awal ditinjau dan disarankan oleh 2 guru
sekolah dasar, 2 guru sekolah menengah pertama. Penilaian kualitas produk dilakukan
berdasarkan aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa menggunakan
skala likert. Data hasil kemudian dianalisis menggunakan kriteria penilaian ideal untuk
menentukan kualitas produk. Hasil penilaian kualitas isi pelatihan secara keseluruhan
menunjukkan nilai rata-rata 89,8 dengan kualitas baik.

Kata kunci: blokir pemrograman awal, blokir pemrograman Alice, pengembangan konten
eLearning, ADDIE.

314
Pembelajaran
1. Perkenalan
abad 21 adalah kemampuan untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi persaingan
global. Ada empat kemampuan yang harus dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: cara berpikir,
cara bekerja, alat untuk bekerja dan hidup di dunia dalam artikel yang dikemukakan oleh
Rodger[1]. Kemampuan belajar abad 21 ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nomor 22 Tahun 2016 (Standar Isi) yang menyatakan bahwa mata pelajaran matematika
diberikan kepada semua peserta didik untuk dibekali dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kooperatif sebagai diungkapkan oleh Shamsuar[2].

Ada dua hal dalam proses belajar mengajar yaitu berpikir logis, analitis, dan sistematis (cara
berpikir). Hal pertama adalah materi khusus tentang berpikir dan materi bagaimana
memadukan kegiatan berpikir ke dalam kegiatan pembelajaran. Kedua, Memadukan kegiatan
berpikir ke dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) menjadi tantangan tersendiri salah satu media pembelajaran yang kurang menarik.

Dengan menggunakan teknologi komputer, proses pembelajaran menjadi menarik.


Berdasarkan Rodger[3] dan Gunawan [4]Pasalnya salah satu teknologi untuk mendukung
pembelajaran yang mengasyikkan mungkin dengan menggunakan aplikasi block programming
Alice and Scratch. Pemrograman blok memberikan kemudahan bagi pengguna untuk membuat
media digital seperti mendongeng dan game untuk meningkatkan pembelajaran logika
pemrograman sederhana. Selanjutnya aplikasi block programming Scratch and Alice dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran di tingkat SD dan SMP pada kurikulum level 1 sampai 12
menurut Cooper.[5] Sykes[6] dan Hansun[7].

Artikel ini membahas solusi pelatihan konten pelatihan online dan algoritma yang
memanfaatkan aplikasi Scratch pemrograman blok di tingkat sekolah dasar dan pemrograman
blok aplikasi Alice di tingkat sekolah menengah pertama.

Bagian 2 Pekerjaan Terkait, Bagian 3 Metode Yang Diusulkan, Bagian 4, Hasil dan Diskusi
Bagian 5 Kesimpulan

2 Pekerjaan Terkait

2.1. Riset Terkait

Pemrograman blok adalah salah satu program untuk membantu memperkenalkan bahasa dan
logika sejak usia dini. Pengenalan logika pemrograman sejak usia dini membuat anak lebih
tertarik dan semangat untuk mempelajari disiplin ilmu lain seperti sains dan matematika. Jadi,
anak bisa menggunakan logika dan daya nalar dengan baik. Bahasa pemrograman merupakan
suatu teknik untuk menulis program dan memberi perintah pada komputer sesuai dengan yang
kita inginkan. Bahasa pemrograman dapat memfasilitasi komunikasi antara manusia dan
mesin. Bahasa pemrograman juga dapat diterapkan di bidang pendidikan. Bahasa
pemrograman pendidikan dibuat sebagai instrumen pembelajaran, bukan sebagai alat untuk
membuat aplikasi nyata. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan pengenalan
bahasa pemograman sejak dini.

315
Gunawan[4]dalam penelitiannya digunakan aplikasi gores pemrograman visual untuk
mendukung pengenalan pemrograman komputer bagi guru TPQ. Guru dibekali kemampuan
membuat media pembelajaran menggunakan aplikasi coretan. Berdasarkan hasil penelitian 60
persen responden menyatakan bahwa pemrograman visual mudah digunakan untuk membuat
media pembelajaran, walaupun pengguna sebelumnya tidak memiliki kemampuan untuk
mengenali bahasa pemrograman dan pembuatan aplikasi.

Dalam studi lain, Toheri [8]menggunakan pemrograman blok visual untuk membantu pelajar
meningkatkan kreativitas berpikir matematis. Penggunaan pemrograman visual berpengaruh
positif terhadap kreativitas berpikir matematis dengan besarnya pengaruh 12,4 persen. Studi
tersebut menunjukkan pemrograman visual yang baik untuk digunakan dalam rangka
meningkatkan pembelajaran kreatif.

2.2. Riset Teknologi

2.2.1. Blokir Pemrograman Awal

Scratch merupakan aplikasi open source yaitu program komputer yang dapat digunakan secara
gratis tanpa harus membayar lisensinya. Keunggulan open source memberikan kebebasan
dalam penggunaan dan pengembangan program. Program ini dikembangkan oleh
Kindergarten Group di MIT Media Lab, dengan dukungan finansial dari National Science
Foundation, Microsoft, Intel Foundation, MacArthur Foundation, Google, Iomega, dan
konsorsium riset MIT Media Lab. Program ini dapat diunduh di http://scratch.mit.edu/.

Scratch menampilkan antarmuka yang sangat sederhana dan mudah digunakan. Konsep
pemrograman awal divisualisasikan dalam bentuk blok program seperti memasang puzzle.
Scratch dapat digunakan untuk membuat aplikasi, animasi, dan game. Gambar kucing pada
gambar 1 merupakan sprite sekaligus logo program aplikasi ini.

Angka1 Pemrograman Teks dan Blok


Ada beberapa alasan mengapa kami memilih Scratch sebagai media pengenalan logika
pemrograman pada usia dini, hal tersebut dikarenakan Scratch memiliki keunggulan sebagai
berikut:
• Scratch memiliki ukuran yang kecil dibandingkan dengan bahasa pemrograman lainnya.
• Antarmukanya sangat sederhana dan mudah digunakan untuk anak-anak.
• Anak-anak lebih mudah mempelajari logika pemrograman tanpa harus direpotkan dengan
menulis sintaks dalam bahasa pemrograman umum.
• Scratch membantu anak-anak membuat cerita, animasi, dan game interaktif.

316
• Scratch memungkinkan semua orang dengan mudah menggabungkan gambar, suara, dan
video tanpa memiliki kemampuan khusus di bidang pemrograman.
• Animasi dapat dibentuk, dijalankan dan dikendalikan.
• Scratch dapat dijalankan di sistem operasi Windows, Linux, atau Macintosh.

Buatlah program dengan Scratch, semudah anak-anak membuat balok-balok mainan semacam
Lego-untuk membangun rumah mainan atau mobil mainan. Scratch dapat memberikan balok-
balok yang dapat diatur dengan mudah, kemudian diberikan perintah-perintah seperti: berjalan,
tidur, bermain seruling, dan sejenisnya. Karena kemudahannya, Scratch memang
diperuntukkan bagi anak-anak, jadi jika selama ini pembelajar hanya bermain game dengan
komputer, kini mereka juga bisa membuat game sendiri. Ini adalah cara terbaik untuk
menyalurkan kreativitas peserta didik dan dapat memberikan mereka kesempatan untuk belajar
dan bermain (edutainment).

2.2.2. Blok Pemrograman Alice

Alice bukan bahasa OOP, Alice "berbasis objek", bukan "berorientasi objek". Alice adalah
lingkungan pemrograman visual untuk mendefinisikan objek dan mengelola interaksi antara
objek yang menghasilkan program animasi. Alice tidak digunakan untuk mempelajari OOP /
depth yang sebenarnya, tetapi memberikan pengertian tentang objek dan interaksi antar objek.

Secara umum, Alice adalah lingkungan pemrograman 3D inovatif yang memudahkan


pembuatan animasi untuk bercerita, memainkan game interaktif, atau berbagi video di web.
Alice adalah alat pengajaran gratis yang tersedia yang dirancang untuk menjadi pemaparan
pertama siswa ke pemrograman berorientasi objek. Hal ini memungkinkan siswa untuk
mempelajari konsep dasar pemrograman untuk membuat film animasi dan video game
sederhana. Di Alice, objek 3D (misalnya manusia, hewan, dan kendaraan) memenuhi dunia
maya dan siswa membuat program untuk menghidupkan objek.

Alice juga dapat diartikan sebagai bahasa pemrograman berbasis objek program pendidikan
freeware dengan integrated development environment (IDE). Alice menggunakan lingkungan
seret dan lepas untuk membuat animasi komputer menggunakan model 3D. Perangkat lunak
ini dikembangkan pertama kali di Universitas Virginia, kemudian Carnegie Mellon (dari
1997), oleh sebuah kelompok penelitian yang dipimpin oleh mendiang Randy Pausch. Alice
dapat diunduh di http://www.alice.org/.
Alice dikembangkan untuk membantu proses pembelajaran karena memiliki kelebihan:
• Alice dirancang hanya untuk mengajarkan teori pemrograman tanpa semantik kompleks
bahasa produksi seperti C ++.
• Pengguna dapat menempatkan objek dari galeri Alice ke dunia virtual yang mereka
bayangkan, dan kemudian mereka dapat memprogram dengan menyeret dan melepaskan
ubin yang mewakili struktur logis. Selain itu, pengguna dapat memanipulasi kamera dan
pencahayaan Alice untuk membuat peningkatan lebih lanjut. Alice dapat digunakan untuk
antarmuka pengguna 3D.
• Alice disimulasikan dengan editor terintegrasi.
Tidak ada sintaks yang perlu diingat. Namun, ini mendukung pemrograman berbasis objek
penuh, model pemrograman berbasis peristiwa.

317
• Alice dirancang untuk menarik subpopulasi tertentu yang biasanya tidak terpapar pada
pemrograman komputer, seperti siswa usia sekolah menengah, dengan mendorong
mendongeng. Alice juga digunakan di banyak perguruan tinggi dan universitas dalam
kursus Pengantar Pemrograman.
• Dalam studi terkontrol di Ithaca College dan Saint Joseph University melihat siswa tanpa
pengalaman pemrograman sebelumnya mengambil kursus ilmu komputer pertama mereka,
nilai rata-rata meningkat dari C ke B, dan retensi meningkat dari 47% menjadi 88%.
• Alice dirilis di bawah lisensi sumber terbuka yang memungkinkan redistribusi kode
sumber, dengan atau tanpa modifikasi, hanya untuk penggunaan non-komersial.

3 Metode yang Diusulkan

Pelatihan pengembangan konten penelitian logika online dan algoritma memanfaatkan Block
Programming dilakukan selama 4 bulan. Selanjutnya pengembangan dilakukan di Politeknik
Negeri Semarang dan tempat penelitian dilakukan di SD Pedurungan Tengah 02 dan SMP
Negeri 33 Semarang. Dalam penelitian ini mengambil materi logika dan algoritma pada
pembelajaran komputer. Objek penelitian ini adalah kualitas konten pelatihan logika online
dan algoritma pemanfaatan block programming ditinjau dari aspek kelayakan konten,
kelayakan penyajian, kelayakan bahasa dan komunikasi visual.

Angka2. Pengembangan Metode ADDIE

Prosedur pengembangan materi pelatihan online dengan menggunakan model pengembangan


ADDIE terdiri dari lima tahap, namun dibatasi pada tahap keempat pelaksanaan yang terbagi
dalam tahap-tahap berikut:

3.1. Analisis

Pada tahap pertama menentukan manfaat dan tujuan konten pelatihan logika online dan
algoritma memanfaatkan pemrograman blok scratch dan alice. Selanjutnya, penelaahan
terhadap indikator tersebut harus dilakukan dalam silabus. Tahap selanjutnya pada tahap
analisis adalah pencarian referensi berupa buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan
penelitian.

318
3.2. Rancangan

Penyusunan dan validasi materi yang akan dimasukkan ke dalam konten pelatihan online.
Materi pembuatan presentasi dan video yang digunakan dalam pelatihan online. Pembentukan
instrumen respon guru dan peserta pelatihan tentang konten pelatihan.

3.3. Pengembangan

Pada tahap pengembangan dilakukan beberapa kegiatan seperti validasi instrumen penilaian
kualitas materi pada peer assesment dan peserta, pembuatan materi video menggunakan
software perekam komputer menjadi video Camtasia dan Snagit, Pembuatan materi presentasi
dan modul pelatihan berupa power point dan pdf. Kemudian upload konten pembelajaran
tersebut ke http://mooc.seamolec.org/ situs pelatihan online serta revisi produk awal setelah
peer review dan masuk oleh peserta pelatihan online.

3.4. Penerapan

Langkah-langkah implementasi meliputi penilaian kualitas konten pembelajaran oleh


kelompok kecil guru SD dan SMP. Analisis data yang diperoleh digunakan untuk menentukan
kualitas produk. Kemudian, penyempurnaan materi akhir berdasarkan masukan dari peserta
dan guru.

Evaluasi Produk dan Jenis Data

Penilaian awal draf materi diperiksa dengan peer review guru SD untuk block programming
scratch dan block programming alice untuk SMP. Produk materi pelatihan online kemudian
disempurnakan dan diuji dengan peserta online di situs web elearning
http://mooc.seamolec.org/.

Data yang diperoleh dalam pengembangan ini meliputi data proses pengembangan produk
sesuai dengan prosedur pengembangan yang telah ditetapkan, data proses pengembangan
produk dari materi pelatihan online berdasarkan masukan dari ahli pembelajaran, ahli media
dan empat reviewer dan data kualitas produk dilihat dari empat guru sebagai reviewer dan
peserta didik. .

4 Hasil dan Pembahasan

Hasil dari penelitian pengembangan ini berupa modul pelatihan online berupa teks, gambar
dan video materi logika dan algoritma yang memanfaatkan program awal blok untuk guru
tingkat SD dan blok pemrograman untuk guru tingkat sekolah menengah pertama. Materi
pelatihan meliputi modul pelatihan, evaluasi pelatihan dan sertifikat setelah pelatihan.

Perolehan data berdasarkan hasil pengembangan produk meliputi data proses pengembangan
materi, data kualitas penelitian oleh reviewer dan kualitas data kualitas pelatihan guru. Data
proses pengembangan materi modul pelatihan diperoleh dari ahli materi, ahli IT dan peer
review berupa koreksi, saran dan masukan yang digunakan untuk menyusun dan merevisi
materi modul pelatihan. Data kualitas penelitian oleh reviewer dan guru merupakan data

319
kualitas yang diperoleh berdasarkan penilaian reviewer dan guru berdasarkan instrumen
penilaian. Data kualitas materi modul pelatihan bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
selama proses pelatihan.

Kualitas data modul pelatihan dari reviewer dengan menggunakan angket berisi kriteria
penilaian ideal yang dikembangkan menjadi 4 aspek yang meliputi materi dan latihan, bahasa
yang digunakan, implementasi, tampilan audio dan visual. Aspek penilaian kualitas produk
dijabarkan lebih spesifik dalam 13 indikator. Hasil penilaian kualitas isi pelatihan secara
keseluruhan menunjukkan skor rata-rata 89,8 dapat dilihat pada tabel 1. Dilakukan dengan
kelompok kecil yang terdiri dari 5 reviewer.

Tabel 1. Kualitas Materi Pelatihan secara keseluruhan didasarkan pada penilaian peninjau

Peninjau I II III IV V.
Skor 58 58 59 57 60
Total 292
Skor rata - 58.4
rata
Rentang 𝑋̅ > 54,48
Skor
Kategori Baik sekali
Kualitas
Persentase 89,8%

Penilaian produk konten pembelajaran berdasarkan setiap aspek juga dilakukan untuk
mengetahui kualitas produk secara lebih spesifik. Secara ringkas kualitas produk pembelajaran
konten dapat dilihat pada tabel 2.

Meja 2. Kualitas Setiap Aspek Materi Pelatihan berdasarkan penilaian reviewer

Kriteria Nomor Skor Skor Kategori Persentase


Indikator rata - Maksimum Kualitas Ideal
rata
Bahan dan Latihan 5 22.4 30 Baik 74,7%
20.4 < 𝑋̅
≤ 25.2
Bahasa 2 9 10 Baik sekali 90%
𝑋̅ > 8.4
Implementasi di 2 9.4 10 Baik sekali 94%
Sekolah 𝑋̅ > 8.4
Audio dan Video 4 17.6 20 Baik sekali 88%
𝑋̅ > 8.4

Berdasarkan grafik persentase pada gambar 3, dapat disimpulkan bahwa aspek implementasi
memiliki persentase tertinggi sebesar 94% sehingga termasuk dalam kriteria sangat baik.
Reviewer menilai sangat baik karena sekolah dapat memfasilitasi peralatan dan pengembangan

320
sumber daya guru dalam mengimplementasikan materi pembelajaran yang ditingkatkan
melalui materi pelatihan tersebut.

Criterias
100
90
80

Ideal Percentage
70
60
50
40
30
20
10
0
Materials Impleme Audio
and Language ntation and
Exercise on School Video
Criteria 74,7 90 94 88

Angka3. Grafik Peringkat Peninjau

Aspek materi dan latihan memiliki persentase terendah dari aspek lainnya sebesar 74,7%
sehingga masuk dalam kategori kualitas baik. Salah satu penilaian dari reviewer karena dinilai
latihannya masih dalam bidang teknis dan sedikit menyentuh ranah materi pendukung
penunjang.

Dua aspek lainnya yaitu aspek kebahasaan dan aspek tampilan audio dan video masing-masing
berada pada kategori kualitas sangat baik dengan persentase 90% dan 88%. Berdasarkan
penilaian reviewer terhadap aspek tampilan audio dan visual dapat disimpulkan bahwa
tampilan audio dan visual sangat baik karena penggunaan warna, musik, dan kejelasan
ilustrasi.

5 Kesimpulan

Pada artikel penelitian ini, metode ADDIE dapat digunakan untuk mengembangkan materi
pelatihan logika dan algoritma secara online dengan menggunakan program blok awal. Materi
pelatihan ini dapat dilakukan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Tingkat I pada materi tema 1
pengali dan tingkat 8 SMP pada sub bilangan matematika. Selanjutnya kualitas dan kesesuaian
materi dan algoritma pembelajaran logika menggunakan block programming diukur melalui 4
aspek materi dan latihan, bahasa pengimplementasian dan tampilan visual audio visual
eLearning sudah baik.

321
6 Pengakuan

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pusat Pembelajaran Terbuka Organisasi Menteri
Pendidikan Asia Tenggara (SEAMOLEC), yang telah memberikan hibah penelitian kepada
saya, agar penelitian dan presentasi ini dapat terlaksana. Dukungan finansial dari SEAMOLEC
telah membantu banyak peneliti Indonesia dalam pembelajaran terbuka dan jarak jauh untuk
membangun bangsa kita.

Referensi
[1] SH Rodger dkk., "Meningkatkan pendidikan K-12 dengan petualangan pemrograman
alice," Proc. Annu kelima belas. Conf. Inovasi. Technol. Comput. Sci. Educ. -
ITiCSE'10, hal. 234, 2010.
[2] NR Shamsuar, “Desain Game sebagai Alat untuk Mempromosikan Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi,” Int. J. Innov. Educ. Res., vol. 2, tidak. 6, hlm. 51–58, 2014.
[3] Grup Taman Kanak-Kanak Seumur Hidup, “Memulai Dengan Scratch Version 2.0,”
MIT Media Lab, 2013.
[4] D. Gunawan, F. Yasin, dan A. Irsyadi, “Pemanfaatan Pemrograman Visual Sebagai
Sarana Pengenalan Pemrograman Komputer Untuk Pembuatan Game Edukasi,” vol.
15, tidak. 2.
[5] S. Cooper, W. Dann, dan R. Pausch, “Alice: alat 3-D untuk konsep pemrograman
pengantar,” J. Comput. Sci. Coll., vol. 15, tidak. Mei 2000, hlm. 107–116, 2000.
[6] E. Sykes, "Menentukan Efektivitas Lingkungan Pemrograman Alice 3D di Tingkat
Ilmu Komputer I", J. Educ. Comput. Res., vol. 36, tidak. 2, hlm. 223–244, 2007.
[7] Hansun, “Pemrograman Visual untuk Semuanya,” J. Ultim. InfoSys, vol. V, tidak. 1,
hlm. 41–48, 2014.
[8] Toheri dan Nuraenafisah, “PENGARUH PENGGUNAAN SCRATCH TERHADAP
KREATIVITAS BERFIKIR MATEMATIS (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas
VIII MTs Negeri Ketanggungan Kabupaten Brebes), ”Eduma, vol. 2, tidak. 1, 2013.

322
KEMAMPUAN COMPUTATIONAL THINKING PADA SISWA DAN GURU DI
SEKOLAH DASAR DAN KETERKAITANNYA
DENGAN PELAJARAN TIK

Istanto Aldy Nugroho, S.Hum


Yayasan Budaya Cerdas

ABSTRAK

Permasalahan yang timbul pada era milenial semakin banyak dan beragam bentuknya.
Oleh karena itu, masing-masing siswa di setiap daerah harus menyesuaikan dan
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mereka sesuai dengan kondisi di masing-
masing daerah. Hal ini sangat perlu dilakukan karena perkembangan teknologi yang sangat
cepat memicu timbulnya masalah-masalah baru yang semakin beragam dan kompleks.
Computational thinking adalah salah satu cara berpikir manusia yang bertujuan untuk
memecahkan masalah dengan menggunakan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan di dalam
menjalankan computational thinking, yaitu: menjabarkan masalah (decomposition),
menghubungkan masalah tersebut dengan kondisi-kondisi yang serupa (pattern recognition),
mendeteksi masalah sesuai tingkat prioritasnya (abstraction), dan menjalankan proses
penyelesaiannya (algorithm).

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat kemampuan computational


thinking pada diri guru dan siswa di tingkat dasar yaitu di Sekolah Dasar Kupu-Kupu, Jakarta.
Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk membuat contoh rancangan pembelajaran dan melihat
bagaimana kondisi postur kurikulum di Indonesia dalam memfasilitasi pengajaran kemampuan
computational thinking di tingkat Sekolah Dasar. Sehingga, melalui hasil penelitian ini dapat
dilihat kemampuan siswa dan guru dalam berpikir secara logis, terstruktur, analitis, dan
sistematis. Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam menyusun kurikulum secara umum dan
kurikulum Informatika secara khusus.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Era milenial menuntut setiap siswa untuk memiliki kemampuan berpikir dan
pemahaman terhadap teknologi yang baik. Kemampuan berpikir yang baik tidak hanya sebatas
dapat mendeteksi masalah yang timbul di dalam menjalani kehidupan sehari-hari, akan tetapi
menemukan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi tersebut. Kemampuan berpikir yang

323
baik wajib dimiliki setiap siswa agar mereka dapat menyelesaikan seluruh masalah-masalah
yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, perkembangan teknologi yang sangat
cepat dan peran teknologi yang sudah mencakup berbagai hal menuntut setiap siswa untuk
memiliki pemahaman penggunaan dan cara kerja teknologi yang baik, hal ini dikarenakan
teknologi sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari di era milenial. Sehingga,
setiap siswa yang menjalani kehidupan di era milenial ini wajib memiliki dua kemampuan
tersebut guna menciptakan suasana yang kondusif dan efektif.

Permasalahan yang timbul pada era milenial semakin banyak dan beragam bentuknya.
Setiap siswa pasti akan mengalami masalah-masalah tersebut dengan tingkat kesulitan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh bahwa masalah yang dihadapi oleh siswa perkotaan akan
memiliki perbedaan dengan masalah yang dihadapi oleh siswa pedesaan. Oleh karena itu,
masing-masing siswa di setiap daerah harus menyesuaikan dan mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah mereka sesuai dengan kondisi di masing-masing daerah. Hal ini sangat
perlu dilakukan karena perkembangan teknologi yang sangat cepat memicu timbulnya
masalah-masalah baru yang semakin beragam dan kompleks. Jadi, kondisi ini harus diimbangi
dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah yang baik pada diri siswa.

Computational thinking (CT) adalah salah satu cara berpikir manusia yang bertujuan
untuk memecahkan masalah dengan menggunakan beberapa tahapan. CT tidak ada kaitannya
sama sekali dengan kemampuan membuat program pada komputer, namun berkaitan erat
bagaimana cara kita mengatasi dan menjawab sebuah permasalahan memakai kemampuan
dalam “computing” (Wing, 2006). Kemampuan berpikir ini diadaptasi dari cara kerja
komputer. “Computational thinking (CT) has benefits for detecting problems and solving
problems by using person’s brain activity automatically” (Yadav, A. et al., 2014:1). Kutipan
dalam jurnal yang diterbitkan oleh Purdue University yang berjudul Computational Thinking
in Elementary and Secondary Teacher Education tersebut menjelaskan bahwa kemampuan
computational thinking adalah kemampuan untuk mendeteksi masalah dan memecahkan
masalah tersebut dengan menggunakan kemampuan berpikir manusia yang dilakukan secara
otomatis. Cara berpikir seperti ini memiliki tahapan-tahapan yang serupa dengan tahapan-
tahapan pada cara kerja komputer. Sehingga, ketika seseorang memecahkan masalah dengan
cara computational thinking, mereka dapat menemukan solusi yang sesuai dengan masalah
tersebut.

324
Kebutuhan untuk memiliki kemampuan computational thinking bagi setiap siswa
menjadi pemicu diadakannya penelitian ini, Selain itu, masalah di era milenial yang semakin
bermacam-macam bentuknya dan perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut
setiap siswa untuk lebih memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah dan pemahaman
teknologi yang lebih baik. Kondisi ini didukung dengan kurangnya pemberian kemampuan
pemecahan masalah pada setiap siswa oleh guru di sekolah. Oleh karena itu, pesatnya
perkembangan teknologi dan kompleksnya masalah di era milenial wajib diimbangi dengan
memberikan kemampuan tambahan yang dapat menyesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut
sehingga siswa dapat lebih siap dalam menjalani kegiatan pembelajaran di sekolah atau
kegiatan lainnya, dan salah satu kemampuan yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah
computational thinking.

2.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini akan merumuskan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan


computational thinking sebagai tujuan dasarnya. Beberapa pertanyaan tersebut adalah:

1. Bagaimana tingkat kemampuan computational thinking pada guru dan siswa di Sekolah
Dasar Kupu-Kupu?
2. Bagaimana postur kurikulum di Indonesia dapat memfasilitasi kemampuan
computational thinking dalam pembelajaran di Sekolah Dasar?
3. Bagaimana menyusun contoh rancangan pembelajaran untuk mengajarkan kemampuan
computational thinking pada pelajaran yang diajarkan secara tematik, matematika, dan
Informatika?
Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat berbagai hal yang memengaruhi implementasi
computational thinking di dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar agar kemampuan ini
dapat terserap dengan baik oleh guru dan siswa.

Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikan sebuah masalah
yang dihadapinya, akan tetapi pada dasarnya sebuah masalah dapat diselesaikan apabila orang
tersebut sudah mengetahui beberapa poin, yaitu: apa masalahnya, siapa/apa penyebab
masalahnya, kapan masalahnya terjadi, di mana masalahnya terjadi, dan kenapa masalahnya
terjadi. Poin-poin tersebut adalah cara untuk mendeteksi sebuah masalah sebelum pada
akhirnya ditemukan solusi untuk masalah tersebut. Dengan kata lain, tahapan dalam
mendeteksi sebuah masalah harus dilakukan sebelum seseorang merumuskan sebuah solusi

325
dalam memecahkan sebuah masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan solusi terbaik dan
mengefektifkan waktu.

Kemampuan computational thinking memiliki tahapan-tahapan yang terstruktur dalam


memecahkan sebuah masalah. Ketika seseorang menggunakan kemampuan computational
thinking dalam melakukan sebuah pekerjaan atau memecahkan sebuah masalah, orang tersebut
akan menyelesaikan pekerjaan atau menemukan solusi dari masalah yang dihadapi secara tepat
dan efisien. Ada beberapa tahapan di dalam menjalankan computational thinking, yaitu:
menjabarkan masalah, menghubungkan masalah tersebut dengan kondisi-kondisi yang serupa,
mendeteksi masalah sesuai tingkat prioritasnya, dan menjalankan proses penyelesaiannya. Jadi,
tahapan-tahapan computational thinking memiliki fungsi yang berbeda-beda dan saling
berkesinambungan satu sama lain dalam menuntun seseorang menentukan solusi terbaik dalam
memecahkan sebuah masalah.

Sekolah adalah tempat yang paling efektif untuk mengajarkan para siswa mengenai
computational thinking. Hal ini dikarenakan sekolah berada di banyak lokasi di Indonesia yang
tidak terbatas pada kondisi agama, suku, dan ras di daerah-daerah tersebut, selain itu sekolah
merupakan tempat umum yang menjadi tempat berkumpul seorang siswa dengan siswa-siswa
lainnya. Computational thinking dapat diberikan pada siswa sejak tingkat SD. Pada jenjang ini
siswa mulai dilatih untuk menghadapi masalah yang bersifat rumit dan kompleks. Di sisi lain,
mereka juga diajarkan kemampuan computational thinking untuk memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan berulang-ulang seiring
berjalannya waktu sehingga siswa akan terus meningkatkan kemampuannya tersebut. Jadi,
sekolah adalah tempat yang paling efektif untuk memberikan pengajaran computational
thinking bagi para siswa sejak dini guna mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi
masalah yang lebih rumit dan kompleks di masa yang akan datang.

Mengajarkan kemampuan computational thinking di sekolah berarti menggunakan


pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah sebagai media penyampaiannya dan melibatkan
guru sebagai pelaku pengajaran kemampuan computational thinking. Dua hal tersebut memiliki
peran yang sangat penting karena dapat memengaruhi seberapa baiknya siswa dapat memiliki
kemampuan computational thinking di dalam dirinya. Oleh karena itu, kedua hal tersebut harus
diteliti dan dipelajari secara lebih mendalam agar saat mengajarkan kemampuan computational
thinking di sekolah seluruh siswa dapat memaksimalkan potensi di dalam diri mereka untuk
menyerap kemampuan tersebut.

326
2.3. Batasan Masalah

Penelitian ini diawali dengan melihat kemampuan computational thinking di beberapa


sekolah yang tersebar di beberapa lokasi. Akan tetapi, objek penelitian dibatasi dengan hanya
meneliti guru dan siswa di jenjang pendidikan dasar sehingga sehingga sekolah yang dipilih
adalah Sekolah Dasar (SD), dalam hal ini SD Kupu-Kupu. Penelitian tidak menggunakan
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas sebagai objek penelitian karena
sekolah-sekolah tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan Sekolah Dasar. Fokus pada
penelitian ini adalah untuk kelas 1-3 sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena penelitian akan
melihat perbedaan kemampuan computational thinking di masing-masing sekolah tersebut.
Data yang diperoleh akan mewakili sekolah-sekolah dengan karakter yang beragam, yaitu:

1. Sekolah dengan siswa yang memiliki latar belakang keluarga menengah ke atas dan
berlokasi dekat dari pusat kota (diwakili SD Kupu-Kupu),
2. Sekolah dengan siswa yang memiliki latar belakang keluarga petani kecil dan berlokasi
jauh dari pusat kota (diwakili sebuah madrasah swasta di kaki gunung Burangrang Jawa
Barat.
Karakter-karakter tersebut akan menjadi acuan para ahli dalam mengolah data sehingga pada
akhir penelitian akan dibuat sebuah rancangan dan dilanjutkan dengan pembuatan sistem yang
nantinya bisa diimplementasikan ke sekolah-sekolah lainnya.

Proses pengambilan data menggunakan cara kuesioner yang didalamnya terdapat


beberapa soal cerita dan pertanyaan. Soal cerita diadaptasi dari beberapa sumber yang tingkat
kesulitannya sudah disesuaikan untuk jenjang pendidikan dasar sehingga seluruh siswa
diharapkan dapat mengerti soal cerita dengan baik dan merata. Selain itu, pertanyaan yang
diberikan juga sudah disesuaikan tingkat kesulitannya untuk jenjang pendidikan dasar sehingga
seluruh siswa dapat memahami pertanyaan dengan baik. Setiap siswa hanya diberikan jumlah
soal yang sedikit karena penelitian ini hanya untuk melihat pemahaman siswa terhadap sebuah
permasalahan, dan bukan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa pada suatu periode
pembelajaran. Guru di sekolah tersebut juga diberikan kuesioner yang serupa dengan kuesioner
yang diberikan pada para siswa, akan tetapi proses pengolahan data kuesioner akan dipisah
antara guru dan siswa. Jadi, penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai media pengambilan
data di mana komponen didalamnya sudah disesuaikan dan dibatasi pada jenjang pendidikan
dasar agar data yang didapat dapat bersifat representatif.

327
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan computational thinking pada
jenjang pendidikan dasar. Oleh karena itu, soal-soal dan kegiatan yang diberikan hanya dapat
diselesaikan dengan menggunakan kemampuan penguraian dan pemecahan masalah di mana
tahapan-tahapan pada computational thinking adalah menguraikan, mendeteksi, menentukan,
dan menyusun pemecahan masalah. “People should have these skills such as decomposition,
pattern recognition, abstraction, and algorithmic thinking in order to be able to think
computationally” (James & Aidan, 2017:4). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa
computational thinking melibatkan empat tahapan di mana masing-masing tahapan memiliki
fungsi dan membutuhkan keahlian yang berbeda-beda. Jadi, penelitian ini akan melihat
bagaimana setiap guru dan siswa menjawab pertanyaan yang diberikan pada kuesioner dan
kegiatan kelas dengan menggunakan tahapan-tahapan pada computational thinking yang belum
pernah mereka pelajari sebelumnya.

2.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil berupa data kemampuan


computational thinking pada diri guru dan siswa Sekolah Dasar yang berada di beberapa lokasi.
Pengambilan data untuk mengukur kemampuan computational thinking belum pernah
dilakukan sebelumnya pada sekolah-sekolah tersebut sehingga penelitian ini bersifat
eksploratif. “Exploratory research is used to afford new findings so that the results can be used
for the upcoming research in order to afford more findings and explanations.” (Reiter, Bernd,
2017:144). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa penelitian eksploratif adalah penelitian
yang belum pernah atau sedikit dilakukan sebelumnya sehingga hasil dari penelitian tersebut
akan menghasilkan data baru yang nantinya dapat digunakan atau dikembangkan pada
penelitian lanjutan. Jadi, penelitian ini akan menghasilkan data berupa kemampuan
computational thinking dan belum pernah dilakukan sebelumnya, dan data tersebut bisa
digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya atau sebagai bahan dasar
pembuatan sistem pembelajaran yang melibatkan kemampuan computational thinking pada
tingkat Sekolah Dasar.

Penelitian ini juga bertujuan untuk menjadi acuan dasar pembuatan contoh rancangan
pembelajaran di Sekolah Dasar, terutama pelajaran yang diajarkan secara tematik, matematika,
dan Informatika (menggantikan mata pelajaran TIK yang telah dihapus beberapa tahun yang
lalu). Pelajaran-pelajaran pada tingkat Sekolah Dasar perlu diteliti lebih mendalam untuk

328
melihat cara yang paling efektif dalam mengajarkan kemampuan computational thinking,
apakah perlu digabung dengan pelajaran-pelajaran yang diajarkan secara tematik atau tidak.
Selain itu, postur kurikulum yang saat ini berlaku di Indonesia juga harus diteliti lebih
mendalam agar dapat diketahui apakah kurikulum tersebut mampu memfasilitasi pengajaran
computational thinking di tingkat Sekolah Dasar. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat
kurikulum adalah dasar sistem pembelajaran yang berlaku di seluruh sekolah di Indonesia. Oleh
karena itu, penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang bermanfaat dalam proses pengajaran
kemampuan computational thinking di Sekolah Dasar.

2.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat untuk mendapatkan acuan yang nantinya akan
digunakan dalam menyusun kurikulum secara umum dan kurikulum Informatika secara khusus
jika memang sesuai. Hasil dari penyusunan kurikulum Sekolah Dasar yang baru akan menuntut
guru dan mendidik murid untuk memiliki kemampuan menjabarkan masalah, menghubungkan
masalah tersebut dengan kondisi-kondisi yang serupa, mendeteksi masalah sesuai tingkat
prioritasnya, dan menjalankan proses penyelesaiannya. Kemampuan tersebut akan sangat
membantu guru dan siswa ketika mereka harus menyelesaikan permasalahan yang kompleks
dan rumit dalam sebuah materi pelajaran atau kondisi lainnya. Jadi, kurikulum Informatika
yang baru ini akan menciptakan individu-individu yang paham dengan teknologi terbaru dan
terpacu untuk menciptakan teknologi lainnya yang bermanfaat di masa depan.

Keterlibatan banyak sekolah yang tersebar dalam penelitian ini akan memberikan
gambaran mengenai kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut. Oleh karena itu,
kurikulum Informatika yang mengacu pada hasil penelitian ini dapat disesuaikan dengan
kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat beragam karena kondisi pendidikan dan
kebutuhan pendidikan di perkotaan dan pedesaan memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
“Standards and curricula should be designed and developed by the authorities depending on
each condition” (Alano, J. et al., 2016:14). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa standar
sistem dan kurikulum pembelajaran di sekolah harus dikembang oleh lembaga-lembaga yang
memiliki wewenang dalam hal tersebut. Pengondisian ini diharapkan dapat menjadi cara yang
efektif dalam memaksimalkan proses pembelajaran di sekolah di mana setiap daerah memiliki
masalah dan kebutuhan yang berbeda-beda. Guru dapat menyampaikan materi pelajaran yang
sudah disesuaikan tersebut dengan baik, dan siswa dapat mengembangkan potensi diri mereka

329
dengan maksimal. Oleh karena itu, kurikulum dan sistem pembelajaran yang disusun dari
penelitian ini dapat memaksimalkan setiap proses pembelajaran di masing-masing daerah.

METODOLOGI
2.1. Rancangan Penelitian
Computational thinking dalam proses pembelajaran sebenarnya sudah masuk ke dalam
sebuah sistem atau pelaksanaan pembelajaran di lapangan, namun penerapan computational
thinking ke dalam proses pembelajaran sampai saat ini masih belum disadari. Oleh karena itu,
penelitian ini di SD Kupu-Kupu akan menggunakan metode eksploratif di mana penelitian akan
menggunakan beberapa objek (sekolah) untuk mendapatkan data mengenai kemampuan
computational thinking pada diri siswa dan guru. Jadi, penelitian ini akan menghasilkan data
berupa rancangan baku terdokumentasi untuk kemudian dikembangkan ke dalam sebuah sistem
yang dapat diimplementasikan ke beberapa sekolah. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan penelitian lanjutan yang serupa atau pun yang tidak serupa.

Penelitian akan bertujuan pada pengumpulan data dengan memberikan kuesioner.


Kuesioner tersebut akan berisi soal cerita, dan pada akhir cerita akan diberikan beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan cerita tersebut. Pemberian kuesioner akan dimulai pada guru
terlebih dahulu. Kuesioner tersebut akan mengukur kemampuan computational thinking dan
logika. Setelah mendapatkan data penelitian tersebut, penelitian akan dilanjutkan dengan
melihat kemampuan computational thinking dan logika pada diri siswa. Kedua data tersebut
akan dianalisis lalu dimasukan ke dalam laporan penelitian. Penelitian akan dilanjutkan di
beberapa sekolah lainnya yang memiliki karakter berbeda-beda satu sama lain, dan hasil
penelitian di setiap sekolah akan dibandingkan satu sama lain untuk mengukur kemampuan
computational thinking dan logika para guru dan siswa di masing-masing sekolah.

Penelitian ini dijalankan untuk melihat kemampuan computational thinking di sebuah


sekolah dasar untuk kelas 1-3. Setelah itu, data dari penelitian ini akan digunakan untuk
merancang sistem pelajaran yang diajarkan secara tematik, matematika, dan Informatika yang
didalamnya akan dimasukan kemampuan computational thinking sehingga siswa yang
kebetulan bersekolah dimana fasilitas komputernya lengkap tidak hanya mampu
mengoperasikan aplikasi dan program komputer, tetapi mereka juga mampu merancang atau
membuat hal-hal baru dengan menggunakan media komputer sebagai alat dan kemampuan
computational thinking sebagai proses berpikir. “Student can be both users and creators of

330
future technology by improving their abilities in computer knowledge and learn computational
thinking for problem solving” (Alano, J. et al., 2016:9). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa
pelajaran-pelajaran di Sekolah Dasar dapat menjadi media untuk mempelajari kemampuan
computational thinking pada diri siswa. Bagi sekolah yang belum memiliki fasilitas komputer
tetap dapat menjalankan CT dalam pelajarannya karena CT adalah konsep berpikir untuk
memecahkan masalah yang sistematis, bukan pelajaran komputer. Selain itu, siswa yang
memiliki kompetensi yang baik pada bidang Teknologi Informasi dan Komputer dapat
menggunakan kompetensi computational thinking tersebut untuk mengembangkan teknologi
di masa depan. Jadi, mengajarkan siswa kemampuan computational thinking di pelajaran yang
diajarkan secara tematik, matematika, dan Informatika adalah cara yang tepat untuk
menciptakan individu-individu masa depan yang berkualitas.

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method di mana metode ini akan
menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam memeroleh dan mengolah data
yang diambil di beberapa lokasi penelitian. Sugiyono menyatakan bahwa gabungan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif disebut sebagai pendekatan campuran (mixed method) (Supriyati,
2017). Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method agar data yang diperoleh selama
melakukan penelitian dapat lebih representatif, objektif, akurat, dan valid. Oleh karena itu, hasil
penelitian dapat digunakan di berbagai kondisi daerah lainnya yang memiliki karakter yang
serupa dengan objek di daerah penelitian.

Penelitian ini diawali dengan menggunakan pendekatan kuantitatif di mana penelitian


diadakan di dua sekolah yang karakter berbeda jauh. Jumlah siswa yang didata mencakup siswa
yang ada pada ke dua sekolah tersebut kelas 1-3 sehingga data yang diperoleh diharapkan
bersifat representatif dan objektif.

Penelitian akan dilanjutkan dengan menggunakan metode kualitatif di mana penelitian akan
menggunakan beberapa bentuk pertanyaan dan kegiatan yang memiliki tingkat kesulitan dan
karakter yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendidikan objek penelitian. Tingkat
kesulitan dan karakter pertanyaan yang beragam membuat data hasil penelitian bersifat akurat.
Selain itu, penelitian ini dianalisis oleh beberapa orang yang memiliki latar keahlian yang
berbeda-beda untuk menilai data-data tersebut dari beberapa sudut pandang ilmu, sehingga
penelitian ini akan menghasilkan data yang bersifat valid. Jadi, metode mixed method yang
digunakan dalam penelitian ini bisa menghasilkan data yang berkualitas demi kemajuan

331
pendidikan di Indonesia, dan selanjutnya akan dilakukan pembuatan contoh rancangan
pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar.

Implementasi CT di SD Kupu-Kupu
Penerapan CT di SD Kupu-Kupu memakai prinsip pendekatan Nilai Final dan Nilai
Instrumental. Dalam mempertimbangkan apakah sebuah topik dapat dijadikan sebuah mata
pelajaran atau tidaknya dalam sebuah kurikulum hendaknya harus dilihat pada Nilai Final atau
Nilai Instrumentalnya. Nilai Final adalah apa-apa yang ditujukan sebagai tujuan pendidikan.
Biasanya ditetapkan oleh sebuah keputusan politik atau konsensus para cerdik cendekia.
Sedangkan Nilai Instrumental adalah sebuah disiplin akademik yang diajarkan guna
mewujudkan nilai final tersebut (Daoed Joesoef, 2006). Budi pekerti atau Pendidikan Karakter
dapat dikatakan sebuah nilai final. Budi pekerti sebagai nilai final dapat didekati oleh banyak
nilai instrumental, misalnya agama, sejarah, PPKn, biologi, bahkan olah-raga. Ketika olah raga,
yang dinilai adalah kedisiplinan, tanggung jawab, dan gotong royong, dan bukan hanya sebatas
prestasi olah raganya saja karena ini adalah pendidikan bukan kompetisi. Di sejarah diajarkan
nilai-nilai kebangsaan, patriotisme, maritim, nasionalisme, bela negara, dan lain-lain. Dengan
demikian budi pekerti embedded dalam semua mata pelajaran, bukan berdiri sendiri, bahkan
dapat menjadi sebuah kegiatan yang berkorelasi dengan satu atau lebih mata pelajaran. Jadi
bukan ada topik baru lalu dipaksakan ada pelajaran baru.

Demikian halnya dengan CT. CT adalah sebuah nilai final sehingga implementasinya melalui
berbagai pelajaran yang ada (nilai instrumental). Sebagai contoh, pada bagian berikut akan
disampaikan pemakaian CT dalam pelajaran matematika.

Implementasi CT dalam Pelajaran Matematika


Proses pembelajaran Computational Thinking di SD Kupu-Kupu pada tingkat awal
akan melewati beberapa proses. Pada tahap awal, siswa akan dilihat tingkat pemahamannya
terhadap konsep dasar pada suatu pelajaran. Pada tahap ini, guru akan memberikan serangkaian
pertanyaan sederhana yang akan dibahas proses penyelesaiannya bersama-sama dengan siswa.
Guru akan menjelaskan tahapan-tahapan dalam proses penyelesaian tersebut secara sistematis
sehingga siswa diharapkan mampu memahami prosesnya dengan baik dan benar. Selama
proses penyelesaian tersebut berlangsung, guru yang lain akan mengobservasi kemampuan
siswa. Hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan akademik tiap siswa yang ada di dalam

332
kelas sehingga guru yang bertugas mengajar dapat menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
agar seluruh siswa dapat secara optimal memahami materi-materi yang diajarkan. Rangkaian
proses ini dilakukan di seluruh tingkat awal di SD Kupu-Kupu (kelas 1, 2, dan 3). Pada tingkat
ini, pembelajaran CT diajarkan kepada siswa dengan cara yang sederhana dan menyenangkan
agar siswa tertarik untuk belajar. Guru akan menyajikan media seperti pertanyaan dalam bentuk
gambar dan media langsung. Jadi, proses pembelajaran CT tingkat awal di SD Kupu-Kupu
dimulai dengan melihat berbagai aspek penting seperti pemahaman siswa terhadap materi dan
tingkat kemampuan siswa dalam menyerap ilmu yang diajarkan sehingga guru dapat mengatur
alur pembelajaran berikutnya.
Proses pembelajaran CT tingkat awal di SD Kupu-Kupu dilakukan secara berkelanjutan
dan berkesinambungan di beberapa mata pelajaran sehingga kemampuan siswa akan meningkat
secara bertahap. Sebagai contoh, mata pelajaran yang menerapkan pembelajaran CT adalah
Matematika dan IPA. Kedua mata pelajaran tersebut memuat materi yang mengasah potensi
berpikir secara sistematis dan terstuktur pada diri siswa. Pembelajaran CT pada mata pelajaran
tersebut dilakukan selama satu tahun ajaran penuh. Guru-guru dan tim kurikulum bertanggung
jawab menyusun materi pelajaran dan pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan di dalam
kelas selama satu tahun ajaran tersebut. Mereka menyusun materi pelajaran secara matang
berdasarkan hasil observasi di awal tahun ajaran agar siswa dapat mempelajari materi-materi
yang disampaikan secara sistematis dan terstruktur. Selain itu, siswa diharapkan dapat
menerima pemahaman ilmu secara menyeluruh. Guru-guru dan tim kurikulum juga akan
melihat materi-materi apa saja yang dapat disisipkan pembelajaran CT. Hal ini dilakukan agar
proses pembelajaran CT dapat berjalan dengan baik dan tidak dipaksakan kepada siswa. Jadi,
proses pembelajaran CT di beberapa mata pelajaran harus direncanakan secara matang dan
sistematis agar hasil yang diterima oleh siswa dapat membantu mereka memiliki kemampuan
CT secara optimal.
Materi yang diajarkan pada setiap tingkat yang lebih tinggi akan mengalami beberapa
perubahan dibanding dengan tingkat di bawahnya. Materi pada pelajaran Matematika di kelas
3 ditambah tingkat kesulitan dan variabel-variabelnya dibandingkan dengan materi di kelas 2,
dan kondisi ini juga berlaku di kelas 2 dan 1. Penambahan tingkat kesulitan dan variabel-
variabel pada pelajaran Matematika dilakukan secara bertahap sehingga siswa dapat
memahami setiap materi secara baik dan menyeluruh. Pada pelajaran IPA, materi yang
diberikan akan berbeda dengan tingkat yang sebelumnya. Pada tingkat ini akan diberikan
materi baru yang belum pernah dipelajari oleh siswa, akan tetapi materi baru tersebut
berkesinambungan dengan materi-materi sebelumnya sehingga siswa tidak akan mengalami

333
kesulitan dalam memahami materi baru yang diberikan oleh guru selama mereka menguasai
materi yang sudah diberikan pada tingkat sebelumnya. Jadi, proses pembelajaran CT tidak
hanya memberikan materi-materi yang dibutuhkan oleh siswa, akan tetapi materi-materi
tersebut harus disusun secara sistematis dan terstruktur agar siswa dapat memahami materi
secara baik dan menyeluruh.
Pemberian materi yang berbeda dan mengalami peningkatan harus disesuaikan dengan
kondisi siswa. Hal ini berkaitan langsung dengan kondisi siswa yang berbeda-beda satu dengan
yang lainnya. Penyesuaian ini melihat dari potensi akademik dan karakter setiap siswa.
Perbedaan potensi akademik dan karakter siswa menuntut guru-guru dan tim kurikulum untuk
menyusun materi dan proses pembelajaran yang bersifat fleksibel. Proses pembelajaran yang
fleksibel akan memberikan banyak manfaat bagi guru dan siswa. Manfaat yang didapat oleh
guru adalah guru dapat menyampaikan materi secara maksimal sesuai dengan alokasi waktu
yang sudah disusun pada awal tahun ajaran. Dalam hal ini, guru dapat menyelesaikan seluruh
materi yang sudah disusun tanpa harus menambah alokasi waktu di akhir tahun ajaran atau
semester. Di sisi lain, setiap siswa dapat memaksimalkan potensi akademik mereka, dan
mereka mendapatkan porsi materi yang sesuai di tingkat tersebut. Guru dan tim kurikulum
menyesuaikan materi dan proses pembelajaran semenjak awal tahun ajaran. Oleh karena itu,
siswa diharapkan dapat memaksimalkan potensi akademik yang ada di dalam diri mereka
masing-masing.
Penelitian ini akan membahas mengenai pembelajaran CT kepada siswa di dalam mata
pelajaran Matematika di kelas 1, 2, dan 3 di SD Kupu-Kupu. Pembelajaran CT akan dilihat dari
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa beserta proses penyelesaian yang
diajarkan oleh guru di dalam kelas. Setiap pertanyaan akan dibahas secara menyeluruh
berdasarkan tahapan-tahapan yang ada pada CT seperti yang sudah dibahas pada bagian
pendahuluan. Tahapan pertama akan membahas proses Decomposition. Tahapan ini akan
melihat pemahaman siswa terhadap pertanyaan dan variabel-variabel pada pertanyaan.
Tahapan kedua akan membahas proses Pattern Recognition. Tahapan ini akan membahas
definisi setiap variabel-variabel pada pertanyaan. Tahapan ketiga akan membahas proses
Abstraction. Tahapan ini akan membahas penggunaan pola untuk menjawab pertanyaan pada
pertanyaan. Tahapan terakhir akan membahas proses Algorithm. Tahapan ini akan menjalankan
pola yang sudah dibuat dan melihat hasil yang didapat. Setiap pertanyaan akan dibahas secara
lengkap sesuai tahapan-tahapan pada CT tersebut sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk menyusun materi-materi di tingkat kelas yang lebih tinggi atau digunakan
sebagai acuan di sekolah lainnya.

334
Kelas 1
Kelas 1 SD Kupu-Kupu terdiri atas 28 siswa. Usia setiap siswa berada pada rentang 6
sampai 7 tahun. Persebaran jenis kelamin siswa dalam kelas ini dibuat merata yaitu 50% laki-
laki dan 50% perempuan dengan rincian 14 laki-laki dan 14 perempuan. Secara umum, siswa
kelas 1 mempelajari proses pembelajaran CT pada materi ??.
Proses pembelajaran CT pada tingkat ini melebur dengan materi-materi yang diajarkan
oleh guru. Deskripsi mengenai proses pembelajaran CT yang dimiliki oleh pembelajaran di
kelas 1 ditinjau melalui pertanyaan pada lembar kerja (LK) mata pelajaran Matematika. Berikut
adalah empat contoh pertanyaan Matematika kelas 1 SD dengan penjelasan masing-masing
proses CT. (catatan: nama-nama pada soal adalah nama-nama siswa-siswi SD Kupu-Kupu)

Soal 1:
Ayah memelihara 17 ekor ikan hidup. Ikan ayah mati 3 ekor.
Berapa ekor ikan ayah yang masih hidup?
Proses CT pada soal 1:
A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 1. Pemahaman dibangun dengan bantuan kata kunci yang hadir pada
pertanyaan utama. Pertanyaan utama yang ditanyakan adalah “Berapa ekor ikan yang masih
hidup?”. Kalimat tersebut merujuk pada kata kunci “masih” sebagai penekanan pada
pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal, seperti keterangan
ikan hidup dan ikan mati. Pemahaman terhadap informasi ini dilakukan dengan penggunaan
diksi-diksi yang mewakili sebuah variabel yang berbeda-beda. Pada soal 1, diksi “ikan hidup”
mewakili variabel yang berbeda dengan diksi “ikan mati”. Dengan demikian, siswa mengetahui
adanya dua variabel sebagai informasi dalam pertanyaan utama pada soal 1.

B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “hidup” merupakan kata yang merujuk pada objek yang memiliki ciri-ciri
makhluk hidup (bergerak dan bernafas). Di samping itu, diksi “mati” merupakan kata yang
merujuk pada objek yang tidak memiliki ciri-ciri makhluk hidup (tidak bergerak dan tidak

335
bernafas). Dengan demikian, siswa mengetahui definisi dari dua variabel yang hadir pada soal
1.
C. Abstraction
Pada proses ini, siswa menentukan pola apa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
utama dari soal 1. Pola ini disusun dengan merujuk pada informasi yang terkandung dalam
soal dan pertanyaan utama. Dengan demikian, untuk mendapatkan jawaban sesuai dengan
pertanyaan utama, pola yang tepat adalah variabel 1 (ikan hidup) dikurang dengan variabel 2
(ikan mati).
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa melakukan penghitungan sesuai dengan pola yang sudah
ditentukan pada proses Pattern Recognition untuk menemukan jawaban yang benar.

Soal 2:
Belva membeli 14 buah donat. Dia memberikan masing-masing 1 buah donat tersebut
kepada Utah, Deva, Maska, dan Maya.
Berapa buah sisa donat milik Belva sekarang?
Proses CT pada soal 2:
A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 2. Pemahaman dibangun dengan bantuan kata kunci yang berada pada
pertanyaan utama. Pertanyaan utama yang ditanyakan adalah “Berapa buah sisa donat milik
Belva sekarang?”. Kalimat tersebut merujuk pada kata kunci “sisa” sebagai penekanan pada
pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal, seperti maksud
yang diwakili oleh kata “membeli” dan “memberikan”. Pemahaman terhadap informasi ini
dilakukan dengan penggunaan diksi yang mewakili variabel yang berbeda-beda. Pada soal 2,
diksi “membeli” dan “memberikan” mewakili variabel yang berbeda-beda dengan informasi
yang berbeda pula.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “membeli” merupakan kata yang merujuk pada kegiatan untuk memeroleh
sesuatu melalui penukaran dengan uang. Di sisi lain, diksi “memberikan” merupakan kata
yang merujuk pada kegiatan untuk menyerahkan kepemilikan barang milik seseorang kepada
orang lain.

336
C. Abstraction
Pada proses ini, siswa menentukan pola apa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
utama dari soal 2 tersebut. Pola ini disusun dengan merujuk pada informasi yang terkandung
dalam soal dan pertanyaan utama. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban sesuai dengan
pertanyaan utama, pola yang tepat adalah variabel 1 (membeli) dikurangi dengan variabel 2
(memberikan).
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa melakukan penghitungan sesuai dengan pola yang sudah
ditentukan pada proses Pattern Recognition untuk menemukan jawaban yang benar.

Soal 3:

Mira

Hadi

Hadi …. daripada Mira.

Proses CT pada soal 3:


A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 3. Pemahaman dibangun dengan bantuan gambar dan kata-kata yang ada
pada gambar. Siswa menemukan informasi dengan memerhatikan gambar dengan baik dan

337
teliti. Di sisi lain, pertanyaan utama yang merujuk pada gambar adalah “Hadi … daripada
Mira.” Kalimat tersebut merujuk pada kata “daripada” sebagai penekanan pada pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal melalui gambar
yang tersedia. Penekanan informasi ada pada posisi Hadi dan posisi Mira (posisi di atas atau di
bawah) di mana kedua anak tersebut sedang bermain jungkat-jungkit. Pada soal 3, diksi “posisi
di atas” dan “posisi di bawah” mewakili variabel yang berbeda-beda dengan informasi yang
berbeda pula. Dengan demikian, posisi Hadi dan posisi Mira menjadi variabel informasi yang
berbeda satu dengan lainnya.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “posisi di atas” merupakan posisi yang merujuk pada objek yang memiliki
massa lebih ringan. Di sisi lain, diksi “posisi di bawah” merupakan posisi yang merujuk pada
objek yang memiliki massa lebih berat.

C. Abstraction
Pada proses ini, siswa tidak melewati tahap penyusunan pola untuk memecahkan
pertanyaan pada soal 3 karena pola pemecahan pertanyaan sudah terwakilkan oleh kalimat
pertanyaan. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban sesuai dengan pertanyaan utama,
siswa hanya perlu menentukan kata/diksi yang tepat untuk melengkapi kalimat tersebut.
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa menentukan kata yang tepat untuk melengkapi kalimat pada
pertanyaan berdasarkan hasil pengamatan gambar.

Soal 4:

Buah Pir Buah Mangga

Buah pir …. dengan buah mangga.

338
Proses CT pada soal 4:
A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 4. Pemahaman dibangun dengan bantuan gambar dan kata-kata yang ada
pada gambar. Siswa menemukan informasi dengan memerhatikan gambar dengan baik dan
teliti. Di sisi lain, pertanyaan utama yang merujuk pada gambar adalah “Buah pir … dengan
buah mangga.” Kalimat tersebut merujuk pada kata “dengan” sebagai penekanan pada
pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal melalui gambar
yang tersedia. Penekanan informasi ada pada posisi lengan timbangan yang sejajar. Pada soal
4, diksi “lengan timbangan” mewakili variabel yang menunjukkan tujuan dari aktifitas pada
gambar di soal 4. Sedangkan, diksi “lengan timbangan yang sejajar” mewakili variabel yang
menunjukkan informasi bahwa dua objek tersebut memiliki karakteristik massa yang sama.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “lengan timbangan” merujuk pada tujuan kegiatan yaitu untuk mengukur massa
dua buah objek. Di sisi lain, diksi “lengan timbangan yang sejajar” merujuk pada informasi
bahwa massa buah pir dan massa buah mangga sama.

C. Abstraction
Pada proses ini, siswa tidak melewati tahap penyusunan pola untuk memecahkan
pertanyaan pada soal 3 karena pola pemecahan pertanyaan sudah terwakilkan oleh kalimat
pertanyaan. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban sesuai dengan pertanyaan utama,
siswa hanya perlu menentukan kata/diksi yang tepat untuk melengkapi kalimat tersebut.
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa menentukan kata yang tepat untuk melengkapi kalimat pada
pertanyaan berdasarkan hasil pengamatan gambar.

Kelas 2
Kelas 2 SD Kupu-Kupu terdiri atas 27 siswa. Usia setiap siswa berada pada rentang 7
sampai 8 tahun. Persebaran jenis kelamin siswa dalam kelas ini tidak merata dikarenakan
jumlah total siswa adalah 27 orang dengan rincian 13 laki-laki dan 14 perempuan. Secara
umum, siswa kelas 2 mempelajari proses pembelajaran CT pada materi ??.

339
Proses pembelajaran CT pada tingkat ini sama seperti kelas sebelumnya, yaitu melebur
dengan materi-materi yang diajarkan oleh guru. Deskripsi mengenai proses pembelajaran CT
yang dimiliki oleh pembelajaran di kelas 2 ditinjau melalui pertanyaan pada lembar kerja (LK)
mata pelajaran Matematika di dalam materi ??. Pada materi ini, siswa diminta untuk melakukan
hitung perkalian. Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan Matematika kelas 2 SD dengan
penjelasan masing-masing proses CT.

Soal 1:
Adi memelihara 2 ekor kuda. Setiap kuda memiliki 4 kaki kuda.
Berapa jumlah kaki seluruh kuda yang dimiliki Adi?

Proses CT pada soal 1:


A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 1. Pemahaman dibangun dengan bantuan kata kunci yang berada pada
pertanyaan utama. Pertanyaan utama yang ditanyakan adalah “Berapa jumlah kaki seluruh
kuda yang dimiliki Adi?”. Kalimat tersebut merujuk pada kata kunci “jumlah” dan “seluruh”
sebagai penekanan pada pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal, seperti maksud
yang diwakili oleh kata “kaki” dan “kuda”. Pemahaman terhadap informasi ini dilakukan
dengan penggunaan diksi yang mewakili variabel yang berbeda-beda. Pada soal 1, diksi “kaki”
dan “kuda” mewakili variabel yang berbeda-beda dengan informasi yang berbeda pula.

B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “kaki” merupakan kata yang merujuk pada satu bagian yang dimiliki oleh
makhluk hidup yang berguna untuk berjalan, dalam kondisi ini mengacu pada hewan berkaki
4. Di sisi lain, diksi “kuda” merupakan kata yang merujuk pada satu jenis hewan yang
memiliki kelengkapan anggota tubuh layaknya hewan yang sejenis.
C. Abstraction
Pada proses ini, siswa menentukan pola apa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
utama dari soal 1 tersebut. Pola ini disusun dengan merujuk pada informasi yang terkandung
dalam soal dan pertanyaan utama. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban sesuai dengan

340
pertanyaan utama, pola yang tepat adalah variabel 1 (jumlah kaki) dikali dengan variabel 2
(seluruh kuda).
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa melakukan penghitungan sesuai dengan pola yang sudah
ditentukan pada proses Pattern Recognition untuk menemukan jawaban yang benar.

Soal 2:
Menjodohkan kelompok mata uang yang senilai
(Gambar Uang)

Proses CT pada soal 2:


A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 2. Pemahaman dibangun dengan bantuan kata kunci yang berada pada
pertanyaan utama. Pertanyaan utama yang ditanyakan adalah “Pasangkanlah kelompok uang
di bawah ini berdasarkan kesamaan nilai uang”. Kalimat tersebut merujuk pada kata kunci
“pasangkanlah” sebagai penekanan pada pertanyaan.
Kemudian, siswa mengetahui informasi-informasi penting dalam soal, seperti informasi
“kelompok uang sisi kiri” dan “kelompok uang sisi kanan”. Pemahaman terhadap informasi ini
dilakukan dengan penggunaan diksi yang mewakili variabel yang berbeda-beda. Pada soal 2,
diksi “kelompok uang” dan “kesamaan nilai uang” mewakili variabel yang berbeda-beda
dengan informasi yang berbeda pula.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang mewakili setiap variabel
tersebut. Diksi “kelompok uang” merupakan kata yang merujuk pada sekumpulan uang yan
memiliki nominal yang berbeda-beda. Di sisi lain, diksi “kesamaan nilai uang” merupakan
kata yang merujuk pada uang yang memiliki nilai nominal yang sama.
C. Abstraction
Pada proses ini, siswa mencari cara yang digunakan untuk menjawab pertanyaan utama
dari soal 2 tersebut. cara tersebut adalah dengan menentukan nominal masing masing uang
pada sisi kiri dan sisi kanan. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban yang sesuai dengan
pertanyaan utama, siswa harus menentukan pasangan uang dari sisi kiri dan sisi kanan
berdasarkan nominal masing-masing uang.
D. Algorithm

341
Pada proses terakhir ini, siswa melakukan menghubungkan dengan garis antara satu kotak
di sebelah kiri dengan satu kotak di sebelah kanan berdasarkan jumlah nilai uang yang sama.
Kelas 3
Kelas 3 SD Kupu-Kupu terdiri atas 28 siswa. Usia setiap siswa berada pada rentang 8
sampai 9 tahun. Persebaran jenis kelamin siswa dalam kelas ini dibuat merata yaitu 50% laki-
laki dan 50% perempuan dengan rincian 14 laki-laki dan 14 perempuan. Secara umum,
kemampuan siswa kelas 3 berada pada tataran ??.
Proses pembelajaran CT pada tingkat ini masih sama seperti kelas-kelas sebelumnya,
yaitu melebur dengan materi-materi yang diajarkan oleh guru. Deskripsi mengenai proses
pembelajaran CT yang dimiliki oleh pembelajaran di kelas 3 ditinjau melalui pertanyaan pada
lembar kerja (LK) mata pelajaran Matematika di dalam materi uang. Pada materi ini, siswa
diminta untuk melakukan kegiatan “belanja di pasar”. Berikut adalah dua contoh pertanyaan
Matematika kelas 3 SD dengan penjelasan masing-masing proses CT.

Soal 1:
Guru menjelaskan tentang masakan “BAKSO” beserta bahan-bahannya.
Proses CT pada soal 1:
A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses menjabarkan hal-hal yang diperlukan untuk
membuat masakan bakso. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan utama yang akan membantu
siswa dalam melakukan proses awal hingga akhir pembuatan masakan bakso yang tepat dan
benar. Hal-hal tersebut adalah:
• Bahan-bahan untuk membuat bakso,
• Alat untuk membuat bakso,
• Proses-proses untuk membuat bakso.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa melakukan identifikasi daftar bahan-bahan yang ingin dibeli, setelah
itu menentukan di bagian apa mereka dapat membeli bahan-bahan tersebut.
• Bakso dan tulang sapi dapat dibeli di bagian daging,
• Bawang putih, garam, lada, gula, dan bawang goreng dapat dibeli di bagian bumbu
dapur,
• Daun bawang dan seledri dapat dibeli di bagian sayur mayur.
C. Abstraction

342
Pada proses ini, siswa melewati tahap penyusunan pola untuk memecahkan pertanyaan
pada soal 1, dan pola pemecahan merupakan hal-hal utama yang sudah diutarakan oleh siswa
dalam proses decomposition.
D. Algorithm
Mencari informasi bahan-bahan pembuat bakso

Membuat daftar bahan-bahan yang harus dibeli

Menyiapkan uang

Pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan

Memilih dan memastikan bahan-bahan yang dibeli

Membayar bahan-bahan yang dibeli

Menghitung uang kembalian

Kembali ke sekolah

Membersihkan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan

Mengolah bahan-bahan dengan alat sesuai resep

Soal 2:

Gantungan Kunci Mainan Mobil Tempelan

343
Rp 5.000,00 Rp 10.000,00 Rp 2.500,00
Zifana membeli gantungan kunci dan mainan mobil. Berapa jumlah uang yang
harus dikeluarkan Zifana?

Proses CT pada soal 2:


A. Decomposition
Pada proses ini, siswa berada pada proses memahami pertanyaan utama dan informasi yang
terkandung pada soal 2. Pemahaman dibangun dengan bantuan kata kunci yang hadir pada
pertanyaan utama. Pertanyaan utama yang ditanyakan adalah “Berapa jumlah uang yang harus
dikeluarkan Zifana?”. Pada kalimat tersebut terdapat diksi-diksi yang harus dipahami oleh
siswa, diksi tersebut adalah “jumlah uang” dan “dikeluarkan”.
Kemudian, siswa harus mengetahui informasi-informasi penting dalam soal, seperti
keterangan barang yang ingin dibeli. Pemahaman terhadap informasi ini dilakukan dengan
mengartikan diksi “beli”. Selain itu, siswa harus melihat informasi lain yaitu variabel acuan
hitung pada pertanyaan utama. Variabel tersebut adalah jenis barang yang harus dibeli oleh
siswa. Pertama adalah “gantungan kunci” dan “mainan mobil”. Kedua benda tersebut menjadi
acuan untuk menentukan proses berikutnya pada tahapan CT.
B. Pattern Recognition
Pada proses ini, siswa mulai mendefinisikan diksi-diksi yang hadir pada soal 2. Diksi
“jumlah uang” merupakan kata yang merujuk pada total akhir nilai dari sejumlah uang yang
digunakan dalam sebuah transaksi. Diksi “dikeluarkan” merupakan kata yang merujuk pada
kegiatan untuk memberikan kepemilikan uang atau barang kepada pihak lain. Diksi “beli”
merupakan kata yang merujuk pada kegiatan pemberian uang kepada pihak lain untuk
mendapatkan barang yang diinginkannya.
Diksi-diksi yang hadir pada soal akan membimbing siswa untuk menentukan pemecahan
masalah. Dalam hal ini, pemecahan masalah harus melihat variabel-variabel yang hadir pada
soal. Variabel pertama adalah “gantungan kunci”, dan variabel kedua adalah “mainan mobil”.
Selain itu, siswa akan melihat informasi dari setiap variabel, dalam kondisi ini informasi yang
diberikan adalah harga yang berlaku untuk setiap barang. Dengan memerhatikan variabel-
variabel dan informasi tersebut siswa dapat menjawab pertanyaan utama dengan baik dan
benar.
C. Abstraction
Pada proses ini, siswa menentukan pola apa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
utama dari soal 2 tersebut. Pola ini disusun dengan merujuk pada informasi yang terkandung

344
dalam soal dan pertanyaan utama. Dengan demikian, untuk mendapatan jawaban sesuai
dengan pertanyaan utama, pola yang tepat adalah harga variabel 1 (gantungan kunci) ditambah
dengan variabel 2 (mainan mobil).
D. Algorithm
Pada proses terakhir ini, siswa melakukan penghitungan sesuai dengan pola yang sudah
ditentukan pada proses Pattern Recognition untuk menemukan jawaban yang benar.

345
NARASI IMPLEMENTASI
COMPUTATIONAL THINKING DI SD KUPU-KUPU

Profil SD Kupu-Kupu
SD Kupu-Kupu didirikan dan dioperasikan di bawah naungan Yayasan Budaya Cerdas
pada tahun 2005. Alasan utama sekolah ini didirikan adalah harapan para pendiri sekolah yang
menginginkan ada sekolah di Indonesia, terutama di kota Jakarta, yang memiliki semangat
kebangsaan bagi para siswa dan orang tua. Mereka melihat bahwa saat ini banyak siswa dan
orang tua yang tidak memerhatikan semangat kebangsaan dalam proses pendidikan di sekolah.
Selain itu, banyak sekolah hanya fokus terhadap kepentingan akademik dan kebutuhan global,
dan mereka juga tidak memerhatikan kelestarian moral dan budaya bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, seluruh bentuk kegiatan belajar harian atau acara tahunan di SD Kupu-Kupu diisi
dengan semangat kebangsaan Indonesia yang multikulutral. Semangat kebangsaan yang
diajarkan di SD Kupu-Kupu tidak semata-mata mengesampingkan kebutuhan akademik bagi
para siswa. Mereka tetap dibekali dengan proses belajar yang maksimal oleh para guru dan staf
pendidik yang berkompetensi dan berpengalaman. Selain itu, sistem pendidikan yang
digunakan di sekolah ini juga direncanakan dan disusun secara matang oleh para individu yang
memiliki latar belakang dan pengalaman yang kompeten di bidang tersebut. Oleh karena itu,
siswa dan siswi SD Kupu-Kupu diharapkan mampu menjadi individu yang memiliki
kemampuan akademik yang berkualitas sesuai potensi mereka masing-masing dan tetap
menjunjung tinggi nilai luhur dan moral bangsa Indonesia.
SD Kupu-Kupu memiliki infrastruktur yang dirancang untuk memaksimalkan kegiatan
belajar dan bermain siswa yang juga berpengaruh besar terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan. Infrastruktur tersebut meliputi ruang kelas, perpustakaan, taman bermain,
taman belajar, lapangan olahraga, laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruang ceria, dan
tempat pengolahan sampah untuk dijadikan pupuk organik. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat
diakses oleh siswa di bawah pengawasan guru dan staf pendukung selama proses kegiatan
belajar mengajar maupun waktu istirahat dan bermain. Pembelajaran di SD Kupu-kupu
menganut sistem active learning, sehingga seluruh kegiatan tidak hanya dilakukan di dalam
kelas, tetapi juga dilakukan di luar kelas, seperti di perpustakaan dan di taman. Setiap kelas,
sesuai jadwal, akan mengadakan kegiatan belajar mengajar di perpustakaan dengan
memanfaatkan berbagai macam buku dan media yang tersedia, hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan minat baca pada siswa (program literasi). Selain perpustakaan, laboratorium
juga digunakan untuk mendukung proses pembelajaran siswa. Alat-alat yang tersedia di

346
laboratorium digunakan agar siswa dapat secara langsung mempraktikkan ilmu yang dipelajari
di dalam kelas sehingga pemahaman mereka akan lebih baik terhadap materi tersebut.

Prolog
Penekanan bahwa narasi berikut adalah bentuk implementasi CT di SD Kupu-kupu, yang
pasti akan berbeda dengan sekolah dasar lainnya. Perbedaan bentuk implementasi disebabkan
oleh kondisi internal dan eksternal sekolah. Kondisi internal meliputi kemampuan softskill dan
hardskill guru dan tenaga pendidik. Kondisi eksternal meliputi kondisi geografis, infrastruktur,
sarana dan prasarana, dan kondisi sosial lingkungan siswa-siswi. Proses membangun
kemampuan CT di SD Kupu-Kupu dilakukan secara berkelanjutan di beberapa materi dan level
kelas. Oleh karena itu, dibutuhkan keterkaitan antar materi baik materi-materi di satu level
kelas atau pun materi-materi antar level kelas. Cara mewujudkan hal tersebut adalah dengan
menyusun materi-materi yang akan diberikan pada level tertentu lalu disesuaikan dengan
tahapan-tahapan pembelajaran CT. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat pembelajaran
CT harus dilakukan bertahap (tidak sekaligus) sehingga penyusunan materi di kelas sangat
penting untuk dilakukan. Di lain hal, penyusunan ini dilakukan agar siswa secara bertahap
mampu meningkatkan kemampuan CT tersebut.

Pola Penerapan CT dalam KBM di SD Kupu-Kupu


Mata Pelajaran : Matematika
Materi Pembelajaran : Penjumlahan dan Pengurangan
1. Aktivitas Pengantar
Aktivitas Pengantar diartikan sebagai aktivitas yang dapat membangun pengetahuan
awal siswa mengenai sebuah materi baru. Penyampaian pengetahuan awal ini berupa
aktivitas yang memaksimalkan seluruh modal belajar siswa, yakni kinestetik, audio
maupun visual. Salah satu contoh aktivitas pengantar adalah story telling. Guru di SD
Kupu-Kupu pada umumnya menyampaikan sebuah cerita untuk membangun imajinasi
siswa dan mengkaitkannya dengan konsep atau pondasi dasar dari sebuah materi. Dalam
aktivitasnya, kegiatan story telling dibantu dengan membawa serta barang-barang yang
terlibat dalam narasi story telling. Melibatkan barang tersebut dihadapan siswa disertai
dengan story telling akan membuat imajinasi siswa semakin komprehensif. Dengan begitu,
guru akan semakin mudah menanamkan konsep atau pondasi dasar dari sebuah materi
baru.

347
Narasi story telling disusun untuk membantu memberikan pemahaman atas sebuah
konsep kata yang relevan dengan materi. Tidak hanya itu, story telling juga digunakan oleh
guru di SD Kupu-Kupu untuk mengkaitkan materi baru dengan materi sebelumnya,
sehingga pemahaman siswa tidak terputus tetapi terus berkembang. Sebagai contoh, materi
pengurangan di mata pelajaran matematika kelas 1 diajarkan setelah materi penjumlahan.
Dengan bantuan story telling, guru di SD Kupu-Kupu memperkenalkan kata-kata kunci
yang menandakan fenomena penjumlahan maupun pengurangan. Kata kunci yang relevan
dengan materi penjumlahan dan pengurangan adalah seperti; hidup-mati, kalah-menang,
jual-beli, dan sebagainya.
Dalam penyusunan narasi story telling perlu diperhatikan mengenai pengetahuan yang
sudah dimiliki anak. Guru di Kupu-Kupu melibatkan pengalaman dan pengetahuan lama
yang dimiliki anak untuk membangun pengetahuan yang baru. Sebagai contoh, guru-guru
menyebutkan merek barang tertentu yang memang dekat dengan siswa di SD Kupu-Kupu.
Selain itu, melibatkan pengetahuan lama siswa terkait permainan tradisional yang
diajarkan di sekolah untuk membangun pengetahuan baru. Seperti, memberikan
pemahaman bahwa ada konsep penambahan yang melekat pada kata “menang” dan konsep
pengurangan pada kata “kalah”. Kedua konsep ini teraplikasi pada permainan tradisional
yang dikenalkan dan dimainkan oleh siswa di sekolah.
Selain itu, pelibatan pengetahuan lama siswa untuk membangun pengetahuan baru
tentang sebuah kata kunci dapat dilakukan dengan aktivitas fisik, seperti lompat bilangan.
Permainan lompat bilangan digunakan oleh guru di SD Kupu-Kupu untuk
memperkenalkan bilangan-bilangan. Oleh sebab itu, melibatkan pengetahuan lama siswa
berupa lompat bilangan dalam narasi story telling dapat memudahkan memberikan
pemahaman atas kata kunci yang relevan.
Dengan demikian, aktivitas pengantar bertujuan untuk mengembangkan ataupun
menambah pengetahuan siswa dengan terus melibatkan pengetahuan ataupun pengalaman
lama siswa. Selain itu, pada tahap ini pula, guru di SD Kupu-Kupu memaksimalkan
penanaman konsep kata kunci baru yang relevan dengan materi yang hendak disampaikan.
2. Aktivitas Inti
Aktivitas inti dilakukan setelah memastikan bahwa anak-anak memiliki pengetahuan
mengenai kata-kata kunci yang relevan dengan materi pembelajaran. Aktivitas ini
dilakukan dalam tiga tahap, yakni pembukaan, inti dan penutup.
a. Pembukaan

348
Pada tahap ini, siswa dipersiapkan untuk mendapatkan materi baru, yang sudah
dipicu pada kegiatan pengantar. Pemberian materi baru dilakukan dengan bantuan
media pembelajaran. Seperti gambar ataupun barang-barang yang relevan dengan
materi dan dekat dengan siswa. Pada konteks pembelajaran penjumlahan dan
pengurangan, guru-guru menggunakan gambar buah-buahan dalam sebuah kotak. Di
samping itu, dengan membawa beberapa barang-barang dalam sebuah piring
merupakan cara yang kerap dilakukan guru. Siswa diajak untuk mengidentifikasi nama
barang dan korelasinya dengan materi pembelajaran.
Selain media pembelajaran, posisi duduk siswa juga menjadi pertimbangan dalam
tahap ini. Setiap kelas di SD Kupu-kupu terdiri atas dua area, area duduk di atas kursi
dengan meja dan area siswa duduk lesehan. Posisi duduk dan lokasi penyampaian
materi menjadi penting karena akan mempengaruhi kenyamanan siswa dalam
menerima materi baru. Di samping itu, keleluasaan guru untuk memberikan perhatian,
materi pembelajaran dan pengarahan kepada setiap individu dalam kelas. Umumnya,
pemberian materi dilakukan di area lesehan dan aktivitas kelas seperti kelompok
maupun individu dilakukan di area meja dan kursi.
b. Inti
Tahap ini, siswa diajak secara aktif untuk berhitung. Dalam kelas, partisipasi aktif
siswa menjadi penekanan. Partisipasi aktif siswa dilakukan dalam bentuk kelompok
maupun individu. Dalam bentuk kelompok, guru mempersiapkan soal dan kartu angka
untuk siswa menuliskan hasil penghitungannya. Sementara itu, dalam bentuk individu,
siswa diberikan soal yang menggunakan gambar-gambar yang relevan dengan
kehidupan siswa untuk dihitung jumlah maupun pengurangannya. Dalam prosesnya,
aktivitas kelas yang dilakukan, guru juga turut aktif dalam memantau dan membantu
jika ada siswa yang kesulitan.
Jika siswa sudah memahami materi baru dengan media pembelajaran seperti
gambar ataupun barang, siswa akan dihadirkan pada pertanyaan dengan model soal
cerita. Hal ini merupakan tahapan selanjutnya dari sebuah materi. Pertanyaan dengan
model cerita membuat siswa berimajinasi tentang soal yang disediakan, namun
penggunaan diksi atau barang-barang dalam soal tersebut juga harus relevan dan
dikenal dengan siswa. Dengan demikian, siswa dapat membayangkan dan
memvisualisasikan soal cerita ke bentuk gambar dan mengetahui berapa hasil
penghitungannya.
c. Penutup

349
Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan siswa per individu atas
materi baru tersebut. Umumnya dilakukan dengan kuis ataupun ulangan harian di
pertemuan akhir dari materi ini. Soal yang digunakan untuk mengidentifikasi
kemampuan siswa berupa soal yang bereskalasi tingkat kesulitannya, sehingga berupa
soal bergambar dan cerita.
3. Aktivitas Penghubung
Guru menjadikan aktivitas dalam materi penjumlahan dan pengurangan pada materi
selanjutnya –perkalian dan pembagian– menjadi aktivitas pengantar. Hal ini merupakan
satu rangkaian yang akan bermuara pada materi operasi hitung campuran, dimana siswa
harus mengetahui penghitungan mana yang harus didahulukan. Keterkaitan antarmateri
menjadi penting dan terus dilibatkan secara berurutan agar pemahaman siswa terus
terbangun dan tidak putus.

Penutup
Pembelajaran di SD Kupu-Kupu tidak sepenuhnya melewati seluruh tahapan CT dalam
satu kali pertemuan kelas. Dalam mata pelajaran matematika, dekomposisi dilakukan sejak
kelas satu, dalam materi mengenal bilangan. Meskipun demikian, dekomposisi berupa
mengenal bilangan masih terus dilakukan ketika memasuki materi penjumlahan dan
pengurangan. Tidak hanya berfokus pada mengenal bilangan, tetapi juga mengenal operasi
hitung jumlah dan kurang sebagai bagian dari dekomposisi.
Tahap pattern recognition dimulai ketika siswa memahami fungsi dan peran variabelnya.
Dalam lingkup mata pelajaran materi penjumlahan dan pengurangan, siswa mengetahui
bagaimana proses penghitungan penjumlahan dan pengurangan. Meskipun, materi
penjumlahan dan pengurangan hanya berakhir pada tahap pattern recognition, pengetahuan
dan pemahaman siswa terhadap materi tersebut masih digunakan untuk materi selanjutnya,
yakni perkalian dan pembagian. Rangkaian materi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian akan berujung pada tahap algorithm design, berupa pengetahuan siswa mengenai
operasi hitung yang mana yang dahulu dikerjakan dalam materi operasi hitung campuran.
Dengan demikian, rangkaian materi juga berpengaruh dekat terhadap pembentukan konsep
computational thinking dalam pembelajaran terkhusus mata pelajaran matematika.

350
NARASI ALTERNATIF
IMPLEMENTASI COMPUTATIONAL THINKING

A. Prolog
Narasi ini dibuat untuk memberikan gambaran implementasi CT ketika materi
pembelajaran tidak memiliki rangkaian yang sama seperti materi penjumlahan dan kabataku.
Dengan kata lain, narasi ini dibuat untuk memfasilitasi pembelajaran ataupun materi yang tidak
memiliki rangkaian materi atau materi yang saling berkesinambungan. Materi yang akan
dibahas pada bagian ini adalah materi IPA dan berat, dimana dalam kelas penekanan soal
memaksimalkan modal belajar visualisasi dengan membawa barang-barang yang mendukung
materi baru.
Di SD Kupu-Kupu pembelajaran IPA diajarkan di dalam rangkaian pembelajaran siswa
dari kelas satu hingga enam. Selain itu, pembelajaran IPA berada di luar pembelajaran tematik,
sehingga ada waktu khusus bagi siswa mendapatkan pembelajaran IPA. Pembelajarannya
dilakukan dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di sekolah, namun berfokus
pada visualisasi dan eksperimen. Hal ini dilakukan untuk menambah pengetahuan siswa
mengenai alam dan meningkatkan pola berpirkir kritis siswa terhadap gejala-gejala alam.
Dengan demikian, proses pembelajaran IPA yang diterapkan di SD Kupu-Kupu mengajarkan
kepada siswa mengenai konsep berpikir kritis dan sistematis dengan berlandaskan pada
eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan penerapan computational
thinking, yang berfokus pada penerapan cara berpikir yang sistematis, sehingga pembelajaran
IPA akan menjadi media dalam menjelaskan penerapan CT pada pembelajaran di kelas dengan
materi yang tidak bersifat rangkaian atau terikat.

B. Isi
Pembelajaran IPA dalam SD Kupu-Kupu terbagi atas tiga segmen, yakni persiapan,
pelaksanaan dan evaluasi. Secara garis besar, pada tahap persiapan mewakili proses dimana
guru mempersiapkan materi terkait susunan materi pembelajaran, bahan-bahan yang
diperlukan dan media serta metode pembelajaran yang digunakan. Tahap pelaksanaan
merepresentasikan bagaimana pengaplikasian dengan anak-anak. Bagaimana komunikasi dan
proses pembelajaran yang terjadi di kelas antara guru dengan murid. Tahap evaluasi adalah
bentuk-bentuk soal ataupun bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mengulas materi
pembelajaran.
1. Persiapan

351
Pembelajaran IPA di SD Kupu-Kupu terpisah dengan pembelajaran tematik. Hal ini
dilakukan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk menyerap pengetahuan IPA
lebih komprehensif. Selain itu, pembelajaran IPA dilakukan dengan metode eksperimen
dan observasi. Kedua metode ini adalah metode yang sangat dominan dalam semua
pembelajaran IPA di SD Kupu-Kupu. Hal ini disebabkan oleh kedua metode tersebut
mampu mengajarkan kepada siswa mengenai cara berpikir sistematis dan meningkatkan
daya ingat siswa. Observasi ataupun eksperimen yang dilakukan adalah hal-hal yang dekat
dengan siswa dan dikaitkan dengan materi IPA.
Seluruh kelas (dari kelas 1 sampai dengan kelas 6) mendapatkan materi IPA yang
berbeda-beda dengan tujuan yang kurang lebih sama, yakni memberikan pemahaman yang
lebih konprehensif tentang gejala-gejala alam. Pembagian gejala alam yang dijelaskan
dalam kurikulum pelajaran IPA disesuaikan dengan kemampuan ataupun setiap
tingkatannya. Semakin besar kelasnya, maka akan semakin rumit dan kompleks materi dan
observasi yang dilakukan. Berikut adalah deskripsi mengenai materi IPA pada setiap
tingkatannya.
Kelas satu mendapatkan pembelajaran IPA yang berkenaan dengan diri sendiri seperti
mengidentifikasi detak jantung dengan tangan sendiri maupun dengan stetoskop. Selain
itu, warna-warna alam juga menjadi materi dalam pembelajaran IPA kelas satu. Kelas dua
mendapatkan materi pembelajaran IPA dengan materi kaca pembesar (Loop) dan
perubahan wujud. Materi pembelajaran IPA di kelas tiga adalah gejala alam, beserta
perubahan-perubahan alam yang terjadi. Di kelas empat, materi pembelajaran IPA yang
diberikan adalah seputar alat indra manusia. Materi pembelajaran IPA kelas lima adalah
seperti percobaan hujan, listrik, dan larutan. Dan materi pembelajaran IPA kelas enam
adalah seperti percobaan angin puting beliung dan gunung meletus.
Dalam mempersiapkan eksperimen dan observasi dalam pembelajaran di kelas, bahan-
bahan yang digunakan disediakan oleh guru sebagai pengajar dan fasilitator, termasuk juga
media pembelajaran. Selain itu, lembar kerja juga harus disediakan dalam setiap
pembelajaran di kelas. Lembar kerja membantu siswa dalam mengulas dan mendalami
materi yang sedang diajarkan. Media pembelajaran dan lembar kerja merupakan bahan
atau materi yang penting dalam eksperimen dan observasi, namun media yang digunakan
bisa beragam. Gambar ataupun benda yang asli bisa dijadikan media pembelajaran. Di SD
Kupu-Kupu selalu memadupadankan keduanya, jika sedang dalam materi organ tubuh,
maka organ tubuh hewan akan menjadi media pembelajaran di kelas. Siswa diperkenankan
untuk mengobservasi dan merasakan tekstur dari organ-organ tubuh tersebut. Hal ini

352
dilakukan untuk memberikan pengalaman baik dan pemahaman yang komprehensif bagi
siswa.
Dalam melaksanakan eksperimen dan observasi, pembelajaran IPA di kelas selalu
menerapkan langkah kerja atau prosedural yang wajib dilaksanakan anak-anak.
Pengarahan atas langkah kerja ini harus dipatuhi siswa dan disampaikan setelah
pengenalan atas media-media yang akan digunakan di kelas. Pengarahan atas langkah kerja
dilakukan secara terus menerus di setiap pelaksanaan eksperimen, sehingga siswa mampu
melaksanakan eksperimen dengan cara yang baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Meskipun demikian, perlu diperhatikan pula terkait bahan-bahan atau alat-alat yang
digunakan harus ramah dengan siswa, sehingga mengurangi potensi adanya kecelakaan.
Untuk mengurangi potensi itu, dapat dilakukan dengan penjelasan langkah kerja yang
konkret, dengan bahasa yang sederhana dan bahan-bahan eksperimen bukan merupakan
bahan yang berbahaya.
2. Pelaksanaan
a. Permulaan
Yang perlu diperhatikan dalam permulaan kelas dalam pembelajaran IPA yang
mengedepankan metode observasi dan eksperimen adalah sebagai berikut:
- Penjelasan mengenai materi pembelajaran
Pembelajaran IPA di kelas bersama siswa dimulai dengan story telling yang
dikaitkan dengan hal-hal yang dekat atau relevan dengan kehidupan siswa. Hal ini
diperuntukkan agar pembelajaran lebih kontekstual dan dekat dengan siswa,
sehingga siswa bisa menerapkan dan mengaplikasikan materi pembelajaran dengan
kehidupan sehari-harinya. Pada tahap ini selain dengan story telling, dapat dilakukan
dengan pancingan-pancingan berupa pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
bahasa yang sederhana. Bahkan, dalam kasus mempelajari gejala alam berupa cuaca
dan iklim, guru mengajak siswa untuk duduk di luar kelas dan merasakan secara
langsung cuaca yang sedang terjadi. Dalam konteks tersebut, guru menjelaskan
secara langsung terhadap bagaimana cuaca hari itu dan penjelasan-penjelasannya.
Dialog yang terjadi merupakan dialog dua arah, dimana siswa diajak berkomunikasi
dan tanya jawab dengan guru.
- Bahan dan alat yang digunakan
Eksperimen dan observasi di kelas yang membutuhkan bahan dan alat harus
dijelaskan terlebih dahulu dengan siswa-siswa dan relevansinya dengan materi
pembelajaran. Jika dalam konteks pengenalan diri dalam hal denyut nadi, siswa

353
diperkenalkan dengan alat stetoskop. Pengenalan alat bantu stetoskop dilakukan
setelah siswa-siswa mencoba dan menemukan denyut nadinya dengan tangannya
sendiri. Di samping itu, penyampaian atas bahan dan alat yang digunakan harus
dilakukan dengan jelas dan bahasa yang sederhana, agar siswa mampu menyerap
informasi tersebut dengan maksimal.
- Langkah kerja
Tidak hanya bahan dan alat yang harus dijelaskan, tetapi juga langkah kerja.
Langkah kerja harus diperkenalkan dengan siswa sedini mungkin sesuai dengan
eksperimen dan observasi yang dilakukan untuk mengurangi potensi kecelakaan di
kelas. Selain itu, pengarahan dan penjelasan mengenai langkah kerja dilakukan
untuk mengajarkan dan menanamkan pada siswa mengenai pentingnya cara berpikir
sistematis, terkhusus untuk mengurangi potensi dan mencegah adanya kecelakaan
di kelas.
b. Aktivitas Inti
Aktivitas eksperimen dan observasi yang dilakukan siswa di kelas bersama guru
IPA dapat diwakilkan dengan diagram berikut:

Langkah
Kerja/Tahapan
Tema/Materi Alat dan Bahan Temuan Kesimpulan
eksperimen
atau observasi

•Disampaikan •Menggunakan •Tahapan ini •Diwakilkan •Siswa


dengan story telling gambar ataupun dilakukan dengan dengan menggunakan
ataupun dengan dengan bendanya bantuan LK pertanyaan yang kreativitas dan
pertanyaan- secara langsung. (Lembar Kerja)
pertanyaan Penjelasan juga yang dibagikan
ada dalam LK kemampuannya
pancingan untuk termasuk dalam kepada siswa, yang disediakan. sendiri untuk
memunculkan rasa penggunaan alat sehingga siswa bisa Siswa diharuskan memberikan
ingin tau dan atensi dan bahan dalam membaca dan mengisi isian kesimpulan yang
siswa eksperimen yang mengikuti tahapan singkat ataupun cenderung
akan dilakukan. dengan baik sesuai pilihan ganda digunakan
yang tertera dalam atas temuan- sebagai ulasan.
LK yang sudah temuan dari Selain itu,
dipersiapkan
eksperimen menggunakan
sebelumnya.
ataupun LK, aktivitas
observasi yang pengambilan
dilakukan. kesimpulan juga
Seperti dapat dilakukan
bagaimana dengan tanya
tekstur jantung? jawab dengan
siswa.

354
c. Penutup
Rangkaian pembelajaran di kelas diakhiri dengan melakukan pengisian lembar kerja
yang sudah disiapkan sebelumnya. Lembar kerja tersebut berisikan resume atau
simpulan dari rangkaian pembelajaran sebelumnya dengan menggunakan bantuan
gambar dan pertanyaan-pertanyaan dengan bahasa sederhana. Bentuk lembar kerja
bisa juga dengan model isian singkat, dimana siswa diminta untuk mengisi
kekosangan pada lembar kerja dengan kata-kata yang sederhana pula. Penekanan
bahasa sederhana tidak hanya diperhatikan pada proses pembelajaran, tetapi juga
pada lembar kerja. Hal tersebut disebabkan oleh penyesuaian terhadap kemampuan
bahasa dan pengetahuan siswa.
3. Evaluasi
Pengulasan materi pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran IPA di SD Kupu-
Kupu dilakukan dengan lingkup pengambilan nilai. Meskipun demikian, proses
pengambilan nilai tidak hanya dilakukan dengan bentuk ujian atau ulangan tertulis saja,
tetapi juga dalam bentuk aktivitas kelas. Yang pertama akan dijelaskan adalah mengenai
aktivitas kelas yang digunakan untuk mengulas pengetahuan siswa mengenai materi
tersebut.
Aktivitas kelas yang diterapkan dalam mengulas kemampuan siswa atas materi
pembelajaran adalah dengan cara observasi. Secara perinci, guru menyediakan meja
dengan posisi melingkar. Di setiap meja ada benda-benda yang merupakan media
pembelajaran yang sebelumnya digunakan dalam pembelajaran di kelas, seperti organ-
organ tubuh hewan atau manekin tubuh manusia. Selain itu, bersanding dengan media
tersebut juga sudah ada pertanyaan yang tentunya berkenaan dengan media tersebut.
Pertanyaan yang diajukan juga sudah dipelajari dan didiskusikan di dalam kelas bersama
siswa dan dibentuk dengan bahasa yang sederhana serta merupakan kalimat pertanyaan
dengan jawaban sederhana. Penggunaan kalimat sederhana ini sejalan dengan pemberian
materi, yakni dengan bahasa yang sederhana.
Sementara itu, penggunaan bahasa menjadi penting dalam pengulasan pengetahuan
siswa tentang sebuah materi. Bahasa dan tampilan menjadi penting dalam soal kuis
ataupun ulangan harian sebagai media pengambilan nilai. Penggunaan gambar-gambar
maupun kalimat sederhana adalah kuncinya. Hal ini disebabkan oleh gambar benda-benda
yang digunakan dalam pembelajaran membantu siswa untuk berimajinasi dan
membayangkan tentang aktivitas pembelajaran di kelas. Secara otomatis gambar-gambar

355
tersebut akan membantunya dalam mengingat materi dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kuis ataupun ulangan harian.

C. Penutup
Penerapan computational thinking pada narasi ini didominasi pada tahap dekomposisi. Hal
ini disebabkan pada eksperimen dan observasi yang dilakukan menekankan pada penjelasan
atas potongan-potongan materi IPA dari hal yang sederhana. Seperti, memahami fungsi-fungsi
organ tubuh, bentuk dan teksturnya, gejala-gejala alam, dan hal-hal eksperimen lainnya
merupakan materi IPA yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Potongan-potongan atau
bagian-bagian materi IPA tersebut dijelaskan dalam setiap tingkatan kelas di SD Kupu-Kupu.

356
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIMULASI DAN KOMUNIKASI DIGITAL DI
SMK NEGERI 11 JAKARTA

Dra. Rohilah, M.Pd


Pengawas SMK di Wilayah 1 Jakarta Barat

Abstrak
Pelaksanaan pembelajaran simulasi dan komunikasi digital
di SMK Negeri 11 Jakarta

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana pembelajaran simulasi dan


komunikasi digital di SMK Negeri 11 Jakarta.. Adapun latar belakang dari penelitian ini
adalah karena besarnya harapan mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital dapat
menjadi pendorong bagi siswa agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan di abad 21.
Yang menjasi subjek penelitian adalah guru SMK Negeri 11 Jakarta, khususnya guru
simulasi dan komunikasi digital, guru muatan peminatan, guru PKK dan guru bahasa.
Adapun objek penelitiannya adalah pembelajaran simulasi dan komunikasi digital. Teknik
pengambilan data dengan menggunakan observasi, wawancara dan analisa dokumen yang
relevan.. Kegiatan analisis data dalam penelitaian ini meliputi : kegiatan reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display). Setelah analisi peneliti juga melakukan uji
keabsahan data melalui kegiatan perpanjangan pengamatan waktu pengamatan,
meningkatkan ketekunan dan triangulasi. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital belum sesuai dengan konsepnya, hal ini
disebabkan kekurangfahaman dari guru simulasi dan komunikasi digital atau pun guru non
simulasi dan komunikasi digital. Pembelajaran dalam perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian tidak berbeda banyak dengan pembelajaran KKPI. KD KD masih dipersepikan
konten bukan alat untuk melatih agar siswa mampu menemukan gagasan dan
mengomuniasikannya secara digital.

Kata kunci : Konten, konsep, pembelajaran Simdig

357
PENDAHULUAN
Tujuan Pendidikan Nasioanal seperti yang tercantum pada Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3 nomor 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Jauh sebelum itu Ki Hajar Dewantoro (2013:20)
telah menjelaskan, “ tujuan pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu agar mereka sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”. Walau dideskripsikan dengan
susunan kata yang berbeda tetapi dari substansi memiliki kesamaan yang pada intinya
adalah upaya mengembangkan potensi yang ada pada anak sehingga anak menjadi manusia
yang paripurna.
Untuk melaksankan Undang-undang tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang sekarang sudah
diubah dua kali yaitu Peraturan Pemerintah nomor 32 thun 2013 kemudian dengan
Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2015. SNP merupakan kriteria minimal tentang
berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional dan harus
dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin
mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan
disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari
Standar Standar kelulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar
pengelolaan, standar pembiayaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan dan yang
terakhir adalah standar Sarana dan prasarana. Standar kelulusan dan standar isi sangat
terkait erat dengan tujuan pendidikan. Hal ini karena profile dan kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan yang di deskripsikan di standar ini. Adapun Standar Isi
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum yang berlaku di
sekolah, dan kalender pendidikan atau akademik. Struktur kurikulum bagian dari standar
isi merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Struktur kurikulum terbaru diatur oleh peraturan direktur
jenderal pendidikan dasar dan menengah kementerian pendidikan dan kebudayaan nomor:
07/d.d5/kk/2018 tentang struktur kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK )/
madrasah aliyah kejuruan (MAK) terdiri dari muatan nasional, muatan kewilayahan dan
muatan peminatan kejuruan
Materi simulasi dan komunikasi digital merupakan bagian dari mata pelajaran di
kelompok dasar bidang keahlian. Ini berarti materi ini merupakan materi yang dipelajari
oleh seluruh siswa SMK dari berbagai bidang keahlian. Setiap mata pelajaran memiliki
kekhususan tersendiri dalam hal konten, filosofi dan metodologinya. Namun demikian
semua mata pejaran tersebut secara simultan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan
seperti yang tercantum pada pasal pasal 3 Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional
nomor 20 tahun 2003. Kalau diilustrasikan semua mata pelajaran tersebut merupakan
puzel-puzel yang memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda namun jika sudah
disatukan/dipasangkan secara tepat maka akan membentuk suatu konfigurasi yang
bermakna. Oleh karena itu perlu pemahaman yang mendalam dari masing-masing karekter
mata pelajaran sehingga tujuan dari masing-masing mata pelajaran tersebut memberi
manfaat secara optimal.

358
Guru SMK sebagai aktor terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan SMK
memiliki tanggung jawab dalam (a) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia
produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga
kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang
dipilihnya; (b) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam
berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja dan mengembangkan sikap profesional
dalam bidang keahlian yang diminatinya; (c) membekali peserta didik dengan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik
secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan (d) membekali
peserta didik dengan kompetensi kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang
dipilih (http://psmk.kemdikbud.go.id ). Oleh karena itu guru mutlak memahami masing-
masing karakter, filosofi dan metodologi dari masing –masing mata pelajaran.
Mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital adalah mata pelajaran yang memiliki
kekhususan dalam pengelolaanya. Kekhususan dimaksudkan karena mapel ini ditujukan
dan diharapkan menjadi jalan pintas bagi siswa untuk dapat memiliki kemampuan yang
dibutuhkan di abad 21.

METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pembelajaran simulasi dan
komunikasi digital bagi guru dan siswa di SMK Negeri 11 Jakarta. Oleh karena itu
dalam penelitian ini digunakan pendekatan dan jenis penelitian kualitatif. Dengan
memilih jenis penelitian ini dimungkinkan peneliti dapat menggambarkan objek
penelitian secara holistik berdasarkan realitas yang ada di lapangan. Menurut Lexy
J.Moleong ( 2006 : 6) mensistesiskan bahwa penelitian kualtatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada satu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Dalam penelitian ini
peneliti tidak membuat intervensi apapun, peneliti ingin mengetahui secara alamiah dari
objek yang diteliti. Juga dalam hal ini peneliti ingin mendapat jawaban dari pertanyaan
penliti yang menjadi latar belakan penelitian ini dilakukan. Sesuai dengan pendapat
H.B. Sutopo (2002: 89), “Penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan untuk menjawab
berbagai pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa (proses dan makna) dalam
pernyataan nyatanya meliputi sejauh mana”. Sesuai dengan karakteristik data yang
bersifat kualitatif maka penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif

B. Tempat penelitian
Tempat penelitian adalah di SMK Negeri 11 Jakarta Jalan Pinangsia I nomor 20
Taman Sari Jakarta Barat. Tempat ini peneliti pilih dikarenakan SMK Negeri 11 Jakarta
merupakan salah satu sekolah binaan di Jakarta Barat. Peneliti dapat dengan leluasa
melakukan penelitian karena dalam menjalankan tugas kepengawasan pun peneliti
dapat memanfaatkan untuk mendapatkan data yang valid untuk kebutuhan penelitian.

C. Sumber data dan objek penelitian


Sesuai dengan judul penelitian maka yang dijadikan sumber penelitian adalah
guru SMK Negeri 11 Jakarta yang mengampu mata pelajaran Simulasi dan komunikasi
digital 1 orang, guru bahasa 2 orang , guru produktif kejuruan 6 orang, guru Produk
kreatif dan kewirausahaan 1 orang sehingga jumlah responden dari penelitian ini adalah

359
10 orang. Adapun yang menjadi objek peneliti adalah pembelajaran simulasi dan
komunikasi digital.

D. Instrumen Penelitian
Untuk mengungkap fakta-fakta yang dibutuhkan peneliti melakukan
pengamatan baik dokumen berupa program tahunan, program semester ataupun
aktivitas guru-guru yang diamati. Dengan demikian instrumen utama adalah peneliti itu
sendiri. Selain itu peneliti juga melakukan konfirmasi kepada bapak dan ibu guru terkait
dengan hasil pengamatan dengan melakukan wawancara. Untuk kemudahan
wawancara peneliti merancang pedoman wawancara. Instrumen berupa pedoman
wawancara yang dirancang untuk kebutuhan wawancara kepada guru yang mengampu
mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital dan pedoman wawancara kepada guru
yang mengampu mata pelajaran non simulasi dan komunikasi digital. Butir –butir
petanyaan dimaksud untuk mengetahui seberapa faham guru tentang konsep materi dan
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital, menggali kesulitan-kesulitan yang
dialami guru dalam pembelajaran, mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh guru
dalam mengatasi kesulitannya dan mengidentifikasi manfaat dari mata pelajaran
simulasi dan komunikasi gigital di SMK negeri 11 Jakarta.

E. Teknik pengumpulan data


Data yang dibutuhkan dalam penelitian dikumpulkan dengan cara peneliti
melakukan pengamatan kepada bapak ibu guru baik di kelas saat pembelajaran
berlangsung ataupun di luar kelas. Peneliti juga melihat perangkat pembelajaran mata
pelajaran simulasi dan komunikasi digital dan mata pelajaran lainnya. Kemudian
peneliti melakukan wawancara untuk mengkonfirmasi hasil pengamatan dan menggali
data-data lain yang tidak didapat melalui kegiatan observasi dan melihat dokumen-
dokumen. Proses pengumpulan data sifatnya sangat fleksibel, peneliti tidak hanya
terpaku pada pedoman wawancara yang sudah dirancang tapi lebih kepada membuka
ruang kepada guru untuk secara leluasa mengekspresikan tentang berbagai hal yang
terkait dengan mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital.

F. Teknik analisa data


Menurut Bogdan yang dikutip oleh Sugiono (2017 : 130) Analisis data adalah
proses mencari dan meyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa dilakukan dengan
pengorganisasikan data menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan membuat kesimpulan. Analisis data
dilakukan bersamaan dengan kegiatan mendapatkan data itu sendiri sampai data itu
tersedia. Dengan demikian peneliti melakukan analisis dan menggali data dalam waktu
yang bersamaan. Adapun langkah-langkah dalam analisis data peneliti memiih model
Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono (2017:132) yaitu dimulai dari
mengumpulkan data dalam bentuk dan model apapun. Peneliti mendapatkan data dari
kegiatan pengamatan, catatan-catatan dari perangkat pembelajaran yang dimiliki oleh
guru, hasil wawancara dan lain-lain. Setelah data terkumpul peneliti mulai melakukan
pemilahan dan pemilihan. Dasar pemilahan dan pemilihan adalah tujuan dari penelitian
itu sendiri, sehingga data yang tidak dibutuhkan untuk menjawab tujuan penelitian di
buang atai direduksi. Setelah data relatif homogen dengan tujuan penelitian maka
peneliti memaparkan dalam bentuk narasi untuk memudahkan konstruksi dari objek
yang diteliti. Kemudian setelah konstruksi data tersedia peneliti melakukan verifikasi

360
dan menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan tidak cukup dilakukan satu kali,
seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan dari kemungkinan-kemunkinan yang
dirasakan, sehingga peneliti kembali ketemu dengan objek yang diteliti dan
menemukan fakta-fakta baru baru kemudian membuat kesimpulan baru.

G. Pengujian keabsahan data


Tahap pengujian keabsahan data adalah tahap yang dilakukan oleh peneliti
untuk menunjukkan proses penelitian ini mengikuti kaidah-kaidah penelitian. Tahap ini
dimaksudkan untuk memastikan proses pengambilan keputusan di ambil atau
dipertimbangkan dari data-data yang valid. Menurut Sugiono (2017:183) data yang
valid adalah data yang tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dan dengan
apa yang sesungguhnya terjadi pada objek ang diteliti. Namun demikian disadari data
valid ini juga sangat dipengaruhi latar belakang si peneliti itu sendiri. Untuk
memastikan data yang dianalisa dalam penelitian ini peneliti melakukan uji kredibilitas
data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan perpanjangan pengamatan.


Peneliti sejatinya adalah pengawas di sekolah tersebut sehingga frekuensi
interaksi dengan bapak ibu guru sebagai responden sangat tinggi dan berkualitas.
Peneliti sangat berleluasa terus menerus menggali informasi kepada bapak ibu guru
dalam suasana nyaman. Sangat dapat dipastikan data yang disampaikan oleh bapak
ibu guru ada data yang sesungguhnya karena proses penggalian data tidak di seting
khusus dalam kontek penelitian tetapi dalam suasana interaksi biasa antara guru dan
pengawas sebagai pembinanya. Selain itu peneliti tidak jarang kembali menemui
bapak ibu guru untuk memastikan atau mengkonfirmasi atas data-data yang sudah
disampaikan. Dengan demikian penelitian ini menggunakan waktu yang cukup
banyak sehingga dapat dipastikan data-data yang dianalis adalah data yang
termasuk katagori valid.

2. Meningkatkan ketekunan
Peneliti dalam menggali data juga dengan cara meningkatkan ketekunan.
Mengingat peneliti datang ke sekolah tersebut memiliki 2 tujuan yaitu melaksankan
tupoksi pengawas dan dalam upaya mendapatkan data, maka dalam menjalankan 2
tugas ini peneliti sangat berhati-hati. Peneliti berupaya mempertahankan suasana
interaksi sebagaiana biasanya sehingga dapat dipastikan bapak ibu guru tidak
memberikan informasi untuk kepentingan tertentu dari bapak ibu guru.

3. Triangulasi
Menurut Wiliam Wiersma yang dikutif oleh Sugiyono (2017 : 189)
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas data diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan triangulasi teknik. Triangulasi teknik adalah menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang sama kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Peneliti melakukan pengecekan data selain
melalui pengamatan, melihat dokumen perangkat pembelajaran juga dengan
melakukan wawancara.

361
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan penelitian
Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, analisa data dan menguji
keabsahan data maka peneliti sudah memiliki data yang dapat memberi keyakinan akan
validitasnya. Data-data yang terkumpul sudah relatif homogen sehingga dapat
dipaparkan sebagai berikut :
1. Kesadaran akan kebutuhan dan cara pemenuhan guru terhadap TIK dalam
pembelajaran
Dari sepuluh responden yang diobservasi dan diwawancarai seluruh guru
menyadari bahwa TIK (Teknologi informasi dan komunikasi) tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Pemahaman guru tentang TIK tidak
homogen. Seluruh guru yang diobservasi sudah memanfaatkan aplikasi micro soft
office word untuk membuat perencanaan pembelajaran dan aplikasi power point
untuk menyajikan materi pembelajaran dan excel untuk melakukan pengolahan
nilai. Sebagian lain dari mereka ada yang sudah mulai memanfaatkan Search Engine
untuk memperkaya materi pemelajaran, memanfaatkan peta minda untuk
membantu siswa dalam memahami konten-konten pembelajaran dan sebagian kecil
dari mereka sudah menggunakan edmodo untuk berbagi konten, mendistribusikan
kuis dan melakukan komunikasi diantara siswa dan guru. Guru menyadari bahwa
aktivitasnya dalam melaksankan tugas keseharian sebagai guru memerlukan
dukungan keterampilan pemanfaatan TIK. Dengan TIK maka tugas guru
dilaksankan lebih efektif dan efisien. Selain itu dirasakan oleh guru ada beberapa
kompetensi dasar yang membutuhkan bantuan komputer untuk menyelesaikannya
sementara guru sama sekali belum faham cara mengoperasikannya. Dari beberapa
kendala/keterbatasan tersebut guru mengatasinya dengan berbagai cara misalnya
berkonsultasi dengan guru Simulasi dan komunikasi digital, meminta peserta didik
untuk belajar kepada temannya yang sudah mampu dan upaya-upaya lainnya.

2. Wawasan dan kemampuan guru dalam menggunakan TIK dalam pembelajaran


Wawasan guru belum sepenuhnya sampai pada hakekat KKPI, TIK dan
mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital. Sebagian dari mereka beranggapan
bahwa ketiganya tidak ada bedanya hanya berubah nama saja. Mereka belum pernah
membedakan konten pembelajaran KKPI dan simulasi dan komunikasi digital,
kecuali guru yang mengampu mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital.
Sehingga guru belum memahami manfaat hadirnya mata pelajaran simulasi dan
komunikasi digital bagi guru-guru yang mengampu mata pelajaran lain.
Kalau melihat kemampuan guru dalam hal TIK dapat dipastikan seluruhnya
mampu memanfaatkan Microsoft office secara baik. Di dalam pembelajaran semua
guru membawa laptop ke dalam ruang kelas. Guru – guru sangat mahir
menghubungkan laptop dengan layar LCD untuk menunjukkan power pointnya
kepada siswa, begitu juga perangkat pembelajaran tersimpan di dalam laptop –
laptop mereka. Adapun untuk hal lain yang terkait dengan hal yang lebih rumit dan
spesifik guru belum sepenuhnya menguasai

3. Pemahaman guru tentang Simulasi dan komunikasi digital


Guru simulasi dan komunikasi digital sangat faham dengan konten-konten
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital. Namun untuk memahami hakikat
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital, tujuan dan bagaimana pelajaran ini
dapat bersinergi dengan mata pelajaran lain sehingga dapat membekali siswa untuk

362
bisa bertahan hidup di abad 21 sungguh belum terlaksana. Yang difahami oleh guru
simulasi dan komunikasi digital hampir sama dengan pemahaman terhadap mata
pelajaran KKPI. KD pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital masih
difahami sebagai konten-konten yang harus diajarkan kepada siswa.

4. Keberadaan mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital di tengah mata


pelajaran PKK dan produktif
Guru Produk Kreatif dan Kewirausahaan, guru produktif dan guru lainnya
menggunakan TIK dalam pembelajarannya. Masing-masing mengupayakan sesuai
batas kemampuannya dan berjalan sendiri sendiri. Stimulus yang diperoleh siswa
dalam pembelajaran PKK, produktif dan mapel lain terputus. Siswa tidak maksimal
melanjutkan ke tahapan berikutnya dikarenakan terkendala kemampuan guru
tersebut. Guru tidak mampu menunjukkan cara efektif bagaimana tahapan
berikutnya yang harus dilalui siswa sehingga siswa tidak dapat menuntaskan satu
siklus pembelajaran secara sempurna. Hakikat menemukan ide dan
mengomunikasikan ide secara digital tidak terjadi. Sementara dalam pembelajaran
simulasi dan komunikasi digital proses anak menemukan ide tidak beradasarkan
atas pengalaman riel siswa. Guru simulasi dan komunikasi digital mengumpulkan
soal-soal atau kasus-kasus yang akan dijadikan dasar siswa belajar simulasi dan
komunikasi digital. Kasus-kasus tersebut bisa jadi kasus yang sudah tidak relevan
lagi, sehingga siswa dalam tahapan belajarnya masih dalam suasana simulasi..

5. Pengelolaan pembelajaran simulasi dan komunikasi digital (perencanaan,


pelaksanaan dan penilaian)
Dari pengamatan dan wawancara peneliti terhadap guru simulasi dan
komunikasi digital, guru tersebut patuh mengikuti ketentuan yang diatur di sekolah
tersebut baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaiannya. Manajemen
sekolah tidak membedakan dalam pengelolaan setiap mata pelajaran. Guru tersebut
wajib membuat perencanaan tahunan, semester berikut sejumlah RPP sesuai
banyaknya pasangan KD. Secara umum pelaksanaan pembelajaran tidak berbeda
secara signifikan dengan pengelolaan pembelajaran KKPI pada kurikulum yang
lalu. Guru mengajarkan KD per KD kepada siswa secara klasikal tanpa melihat
kebutuhan siswanya.

B. Pembahasan
Tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan adalah menyiapkan peserta
didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan
pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi
dalam program keahlian yang dipilihnya; menyiapkan peserta didik agar mampu
memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja
dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya;
membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu
mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang
pendidikan yang lebih tinggi; dan membekali peserta didik dengan kompetensiko
mpetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Untuk mencapai tujuan –
tujuan tersebut siswa perlu dibekali dengan kemampuan yang sesuai untuk dapat
menjawab segala tantangannya. Kemampuan yang dimaksud diantaranya adalah
kemampuan berfikir kritis, kreatif, inovatif, kolaboratif dan komunikatif.
Di dalam struktur kurikulum yang merupakan daftar paket mata pelajaran yang
harus dipelajari siswa yang terdiri dari mata pelajaran muatan nasioanl, kewilayahan

363
dan muatan kejuruan seluruhnya memiliki tujuan yang sama yaitu mencapai tujuan
tersebut di atas. Mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital belum terlihat
kekhususannya baik isi, konstruksi, dan tujuannya. Hakikat mata pelajaran simulasi
dan komunikasi digital adalah mata pelajaran yang lebih kepada memfasilitasi siswa
dalam proses mengidentifikasi permasalahan riel yang dihadapi siswa baik dalam
mempelajari konten-konten pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan ataupun
permasalahan lain yang ada dilingkungan siswa dan mampu menemukan gagasan atau
ide untuk menjawab permasalahannya kemudian mengomunikasikan secara digital.
Sehingga KD dalam mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital berupa daftar alat
yang dapat membantu siswa untuk memudahkan dalam menyelesaikan masalahnya.
Dalam pengelolaan pembelajaran simulasi dan komunikasi digital persepsi siswa
masih dalam situasi simulasi maka siswa kurang maksimal dalam melibatkan fisik dan
mentalnya dalam proses belajar tersebut.
Mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital, mata pelajaran produk kreatif
dan kewirausahaan, mata pelajaran produktif dan mata pelajaran lainnya seharusnya
beririsan dengan terencana secara baik. Dengan demikian tujuan pembelajaran
simulasi dan komuniaksi digital sebagai satu wahana siswa untuk berlatih merasakan
adanya masalah, mengidentifikasi masalah, mencari solusi dari masalah riel dihadapi
siswa dan mengomunikasikan proses tersebut secara digital kepada publik sebagai satu
bukti dahwa siswa tersebut sudah belajar belum bisa terwujud. Hal ini terjadi karena
guru belum memahami secara baik tentang konsep pembelajaran simulasi dan
komunikasi digital

SIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT


A. Simpulan
Pada awalnya penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana
manfaat adanya pembelajaran simulasi dan komunikasi digital dalam rangka
melatih siswa agar siswa memiliki keterampilan abad 21. Hal ini dikarenakan tujuan
dan konsep dari pemelajaran simulasi dan komunikasi digital sangat relevan untuk
mencapai tujuan tersebut. Kemudian peneliti menyusun instrumen untuk
mendapatkan data terkait tujuan penelitian ini. Sebagai pijakan dalam penyusunan
insrtumen peneliti melakukan tinjauan kepustakaan. Langkah selanjutnya peneliti
mengolah data tersebut sesuai dengan prosedur yang ada. Dari data-data yang
terkumpul ternyata data yang menunjukkan manfaat dari pemelajaran simulasi dan
komunikasi digital tidak terungkap. Sehingga judul penelitian ini pun berubah tidak
sesuai dengan judul yang diajukan pada saat penusunan proposal penelitian.
Perubahan judul dalam penelitian kualitatif memang sangat dimungkinkan
dikarenakan sifat dari penelitian ini yang sangat natural, terbuka terhadap semua
fakta-fakta dan mengungkap fakta sebagaimana adanya.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dikarenakan kurang nya
pemahaman tentan konsep pembelajaran simulasi dan komunikasi digital maka
pengelolaan mata pelajaran ini masih sama dengan pengelolaan pembelajaran
KKPI. Guru PKK, guru produktif, dan guru lainnya tidak merasa beririsan dengan
mata pelajaran ini sehingga seharusnya siswa merasakan manfaat dari sinergitas
kelompok mapel belum bisa dirasakan. Akibat belum sinerginya kelompok mapel
tersebut maka proses siswa belajar merasakan adanya masalah, mengidentifikasi
masalah, merumuskan solusi dari masalah dan mengomunikasikan secara digital
sebagai wujud dari satu rangkaian proses belajar dari situasi yang riel belum

364
terwujud. Dengan demikian harapan mata pelajaran ini menjadi triger untuk
mendorong penguasaan keterampilan abad 21 belum terwujud.

B. Saran
1. Dinas Pendidikan perlu melakukan sosialisasi kepada pengawas tentang konsep
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital yang unik dan berbeda dengan
mapel lainnya dalam tujuan dan pengelolaannya.
2. Sekolah atau pihak terkait perlu melakukan sosialisasi tentang konsep
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital kepada guru simulasi dan
komunkasi digital
3. Sekolah perlu melakukan bimbingan teknis kepada guru simulasi dan
komunikasi digital dan guru non simulasi dan komunikasi digital tentang
bagaimana mengelola pembelajaran simulasi dan komunikasi digital yang
terintegrasi dengan mata pelajaran lain
4. Sekolah perlu menetapkan aturan atau mekanismen tentang tata kelola
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital yang diintergrasikan dengan mata
pelajaran lain
5. Sekolah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pembelajaran tersebut

C. Tindak lanjut
1. Konsep pemelajaran simulasi dan komunikasi digital secara ideal dan hasil
penelitian ini akan terus dikomunikasikan dalam kesempatan apapun kepada
fihak-fihak terkait (rekan pengawas, kepala sekolah dan guru). Hal ini
dimungkinkan karena kapsitas penulis sebagai pengawas.
2. Melakukan bimbingan kepada guru simulasi dan komunikasi digital, guru
produktif, guru produk kreatif dan kewirausahaan dan guru-guru lain yang
memungkinkan di 16 sekolah binaan tentang konsep dan pengelolaan
pembelajaran simulasi dan komunikasi digital
3. Memastikan bahwa pembelajaran simulasi dan komunikasi digital dilaksankan
sesuai konsep dan tujuannya. Sehingga tidak ditemukan lagi pembelajaran
simulasi dan komunikasi digital adalah pembelajaran keterampilan komputer
dan pengelolaan informasi jilid ke 2
4. Mengevaluasi keterlaksanaan dari pengelolaan pembelajaran simulasi dan
komunikasi digital apakah efektif dan penguasaan keterampilan abad 21 kepada
siswa yang mengikuti pembelajaran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, Ki Hajar.2014.Pemikiran, konsepsi, keteladanan sikap merdeka.
Yogyakarta : UTS Press
Moleong, Lexy J.2006.Metode penelitian kualitatif.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
offset
Subiantoro, Eko. dkk.2013.Simulasi Digital Jilid 1.Jakarta : Kemdikbud RI
Sugiyono, 2017. Metode penelitian kualitatif. Bandung : CV Alfabeta

365
Iruldarken, 2017Tujuan pendidikan menengah kejuruan menurut undang,
https://www.scribd.com/document/356961300/. Di akses 12 Agustus 2018
Damarjati,Taufiq. 2016 Konsep pembelajaran di sekolah menengah kejuruan
http://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1869/ .di akses 15 Agustus 2018
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2003, No. 4301.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia.1990. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 tentang
pendidikan menengah.Lembar Negara 1990/37; TLN NO. 3413.Jakarta
Republik Indonesia. 2005. Peraturan pemerintah nomor 13 Tahun 2015 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Lembaran negara Republik Indonesia nomor
5670.Jakarta
Dirjen Dikdasmen. 2014. Surat keputusan nomor 1464/D3.3/KEP.KP/2014 tentang
spektrum keahlian SMK. Jakarta
Dirjen Dikdasmen. 2017. Surat keputusan nomor 130/D/KEP/KR/2017 tentang
Struktru kurikulum SMK. Jakarta
Dirjen Dikdasmen. 2017. Surat keputusan nomor 330/D.D5/KEP.KR/2017 tentang
KIKD SMK. Jakarta
Dirjen Dikdasmen. 2018.Surat keputusan Nomor 06/D.D5/KK/2018 tanggal 7 Juni
2018 tentang spektrum keahlian Sekolah Menengah Kejuruan.Jakarta
Dirjen Dikdasmen. 2018. Surat keputusan nomor 07/d.d5/kk/2018 tentang struktur
kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK )/ madrasah aliyah kejuruan
(MAK). Jakarta

366
PELAKSANAAN PELATIHAN DALAM JARINGAN (ONLINE TRAINING) : GIZI
DAN KESEHATAN UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR

Diana Ariani, S.Pd., M.Pd.


Universitas Islam “45" Bekasi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: mengetahui efektifitas hasil “Pelatihan Dalam Jaringan (Online
Training) : Gizi Dan Kesehatan Untuk Anak Sekolah”. Dalam melihat efektifitas sesuai dengan
komponen e-learning sebagai suatu system pembelajaran berbantuan teknologi elektronik,
menurut Badrul Khan (2001). Terdapat 5 komponen yang dibahasa dalam penelitian ini yaitu
: (1) Komponen Sistem Pembelajaran, (2) Komponen Teknologi, (3) Tampilan E-Learning, (4)
Layanan Bantuan Belajar, dan (5) Sistem Evaluasi.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa: pelatihan dalam jaringan telah dilaksanakan dengan baik.
Pelatihan daring dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Dilihat dari jumlah peserta yang dapat menyelesaikan 598 peserta dan peserta yang dinyatakan
lulus sebesar 304 peserta. Komponen yang dinilai mendapat nilai positf, namun hanya perlu
ditingkatkan pada komponen layanan bantuan belajar.

Kata kunci :pelatihan dalam jaringan, elearning,

367
1. Pendahuluan

Perkembangan pendidikan jarak jauh mengalami perubahan yang sangat besar dari
generasi awal pada tahun 1728 yang hanya berupa korespodensi, kemudian sampai ke
generasi ke 5 pada tahun 1997 yang berupa mobile learning dengan mengandalkan
koneksi internet sebagai media pengantar berbagai konten multimedia. Pendidikan
jarak jauh menawarkan fleksibilitas belajar dalam tempat dan waktu yang berbeda,
dengan berbagai sumber belajar. Model pembelajaran yang hanya melihat dari
perkembangan individu berupa drill and practice berkembang menjadi pembelajaran
yang melihat dari perkembangan kelompok yaitu social learning. Social learning
ditandai dengan pembelajaran yang didukung oleh perkembangan teknologi informasi,
pembelajaran ini memungkinkan peserta didik belajar secara berkelompok dengan
peserta didik yang berasal dari berbagai wilayah. Salah satu pembelajaran ini dikenal
dengan pembelajaran melalui MOOC.
MOOC merupakan singkatan dari “Massive Open Online Course”. Dalam pengertian,
MOOC adalah (1) terbuka dan gratis, (2) kursus dalam jaringan melalui internet, yang
(3) sumber daya manusia terbatas untuk mengatur ratusan, ribuan bahkan lebih peserta
kursus dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung
proses pembelajarannya. Berbeda dengan OERs (Open Educational Resources) yang
hanya berbagi dan sebagai wadah penyampaian materi, MOOC memiliki fungsi sebagai
pendukung pembelajaran, memiliki evaluasi dan peserta mendapatkan sertifikat jika
sudah menyelesaikan kursus yang diambil. Syarat minimum dari MOOC adalah
pembelajaran dalam jaringan yang harus terbuka dan gratis bagi siapapun yang ingin
belajar. Trend pembelajaran dalam jaringan memungkinkan kesempatan belajar yang
lebih besar, murah dan dapat mudah diakses oleh siapapun.
SEAMOLEC adalah Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional
Open Learning Centre, yaitu organisasi kementrian asia tenggara yang fokus pada
pendidikan terbuka dan jarak jauh dan mengembangkan MOOC SEAMOLEC. MOOC
SEAMOLEC dikembangkan dengan melihat kebutuhan pembelajaran yang dapat
diakses oleh siapapun dan kapanpun SEAMOLEC bekerjasama dengan SEAMEO
RECFON dalam penyelenggaraan pelatihan dalam jaringan (online training). Bentuk
kerjasama ini berupa SEAMEO RECFON sebagai penilai, pelatih dan supervisor
kemudian SEAMEO SEAMOLEC sebagai penyedia platform MOOC dalam
pelaksanaan pelatihan dalam jaringan

368
Selain sebagai tempat pembelajaran, sekolah juga memiliki peran sebagai media yang
efektif untuk menyampaikan pesan-pesan gizi kepada siswa. Guru sebagai penyampai
pesan-pesan tersebut, sebagai organisasi yang berkecimpung di bidang pangan dan gizi,
SEAMEO Regional Center for Food and Nutrition (RECFON) menyelenggarakan
berkontribusi meningkatkan pengetahuan gizi dan keterampilan guru dalam
menyampaikan pesan-pesan gizi di sekolah. Penyampaian pengetahuan gizi dan
keterampilan guru dalam menyampaikan pesan-pesan gizi ini dikemas dalam “Buku
Pegangan dan Kumpulan Ajar untuk Guru Sekolah Dasar: Gizi dan Kesehatan Anak
Usia Sekolah Dasar” yang telah dikembangkan oleh SEAMEO RECFON. Selain itu,
sumber-sumber lainnya seperti panduan-panduan gizi dan kesehatan yang relevan dari
sumber yang dapat dipercaya, seperti dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas
Obat dan Makanan, UNICEF, dan lain sebagainya. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan guru dalam menyampaikan pesan-pesan gizi ini kemudian dikemas juga
dalam bentuk pelatihan dengan target 143 sekolah dengan peserta 600 orang guru.
SEAMEO RECFON kemudian bekerja sama dengan SEAMEO SEAMOLEC
mengadakan pelatihan dalam jaringan (online training). Pihak yang terlibat dalam
pelatihan ini adalah staf SEAMEO RECFON (sebagai penilai, pelatih dan supervisor),
alumni Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Jakarta (sebagai moderator diskusi),
SEAMEO SEAMOLEC (sebagai penyedia platform MOOC). Seluruh pendanaan
difasilitasi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DIPA SEAMEO SEAMOLEC Tahun
2017.
SEAMOE RECFON dan SEAMEO SEAMOLEC sebagai lembaga yang
menyelenggarakan “Pelatihan Dalam Jaringan (Online Training) : Gizi Dan
Kesehatan Untuk Anak Sekolah Dasar tersebut, tentunya terus menerus berupaya
memperbaiki program pelatihan agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai
wujud dari tanggung jawabnya untuk menyediakan program pelatihan dalam jaringan
yang berkualitas, SEAMOLEC bermaksud untuk mengevaluasi pelatihan daring yang
telah dilaksanakan melalui suatu penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh nantinya
akan menjadi masukan bagi perbaikan dan peningkatan pelatihan daring. Melalui
penelitian ini juga diharapkan nantinya akan tercipta suatu standar pelatihan daring.
2. Metode
Dalam penelitian ini data pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
pihak penyelenggara, kuesioner kepada peserta pelatihan, pengamatan terhadap

369
dokumen peserta, observasi terhadap Digital Learning Material yang digunakan dan
produk yang dihasilkan peserta. Penyusunan instrumen penelitian didahului oleh
penentuan komponen-komponen yang akan dievaluasi berdasarkan teori Badrul Khan,
kemudian disusun kisi-kisi instrument yang berisi indikator penelitian dan diidentifikasi
sumber data dan jenis instrument yang akan digunakan. Berdasarkan kisi-kisi
instrument tersebut, disusunlah butir-butir pertanyaan untuk tiap jenis instrument yang
dikembangkan. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan validasi instrument
untuk menentukan apakah instrumen yang digunakan sudah valid atau belum. Untuk
itu dilakukan pengujian validitas konstruk dengan memintapendapat ahli evaluasi
(judgement review).1 Ahli diminta pendapatnya mengenai instrument yang telah
disusun dan masukan yang diberikan digunakan untuk perbaikan instrumen. (kisi-kisi
instrument dan instrument penelitian terlampir).

Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu data kuantitatif dan
kualitatif. Data yang bersifat kuantitatif (kuesioner dan observasi), berwujud angka-
angka hasil perhitungan, diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan
jumlah yang diharapkan dan akan diperoleh persentase. Setelah seluruh data kuantitatif
terkumpul, setiap butir data yang didapatkan dari analisis kuisioner dan observasi, akan
diberikan bobot 4=sangat sesuai, 3=sesuai, 2=cukup sesuai, 1=kurang sesuai. Hasil data
tersebut kemudian ditabulasi menggunakan perhitangan persentase statistik
menggunakan rumus.2

𝑭
𝑷 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑵

Keterangan:

P : Hasil jawaban

F : Frekuensi jawaban

1
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). (Jakarta:
Alfabeta, 2012) h.177.
2
Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011)
h.129.

370
N : Jumlah responden

Selanjutnya untuk memudahkan dalam memberikan kesimpulan dari setiap


indikator penelitian maka diberikan predikat dari besarnya persentase dari tiap-tiap
indikator penelitian dengan kriteria di bawah ini.

Tabel. Kriteria Penilaian Menurut Suharsimi Arikunto3

76% - 100% Sangat Baik


56% - 75% Cukup Baik
40% - 55% Kurang Baik
Kurang dari 40% Tidak Baik

Data yang bersifat kualitatif akan diproses dengan cara: (1)menelaah seluruh data
yang tersedia dari hasil wawancara, (2)mengadakan reduksi data dengan membuat
pernyataan-pernyataan kunci, (3)menyusun ke dalam satuan-satuan dan dikategorisai,
(4)pemeriksaan keabsahan data dan (5)penafsiran data.
Sementara hasil dari pengumpulan dokumen, diolah dengan memaparkan dokumen
apa saja yang tersedia dan dianggap sebagai komponen analisis peserta pelatihan
(audience analysis). Data-data yang didapatkan, dipaparkan dalam bentuk tabel dan
diagram lingkaran/pie. Selanjutnya, data-data dianalisis secara deskriptif dan kemudian
digunakan untuk penarikan kesimpulan

3. Hasil Pembahasan
Penelitian ini menilai seberapa besar efektifitas “Pelatihan Dalam Jaringan (Online
Training) : Gizi Dan Kesehatan Untuk Anak Sekolah ditinjau dari komponen dan
karakteristik e-learning yang baik maka berikut ini dideskripsikan data penelitian serta
analisisnya. Pembahasan dibagi menjadi lima kategori yang terkait dengan: (1) Komponen
Sistem Pembelajaran, (2) Komponen Teknologi, (3) Tampilan E-Learning, (4) Layanan
Bantuan Belajar, dan (5) Sistem Evaluasi.

1) Komponen Sistem Pembelajaran


Pada komponen system pembelajaran, instrumen yang digunakan adalah kuisioner.

3
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) h.246.

371
Sebanyak 45% peserta mengatakan instruktur dapat mengontrol pelatihan secara
sesuai dan 31% mengatakan sangat sesuai. Jumlah yang sama 45% mengatakan
sesuai untuk instrukur memberikan kebebasan pada peserta pelatihan dan sebanyak
41% mengatakan sangat sesuai. 40% peserta mengatakan sesuai dan sangat sesuai
untuk dapat berperan aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. 50% peserta
mengatakan sesuai untuk kegiatan pelatihan berpusat pada peserta dan 36%
mengatakan sangat sesuai. Peserta sebanyak 54% mengatakan sesuai untuk kegiatan
yang berpusat pada program dan 31% mengatakan sangat sesuai. Sebanyak 63%
peserta mengatakan sesuai untuk pendekatan pembelajaran sesuai dengan dengan
teori behaviorisme (pengalaman belajar terkontrol) dan 22% mengatakan sangat
sesuai. 45% peserta mengatakan sesuai untuk pendekatan pembelajaran yang
digunakan sesuai dengan teori belajar konstruktivisme (memberikan pengalaman
belajar) dan 40% mengatakan sangat sesuai.

372
Peserta sebanyak 45% mengatakan sangat sesuai untuk pernah mengikuti
“Pelatihan Gizi dan Kesehatan untuk Anak Sekolah Dasar” dan 40% mengatakan
sesuai. 54% peserta mengatakan sesuai dalam penugasan yang mudah untuk
dikerjakan dan 31% mengatakan sangat sesuai. Peserta sejumlah 45% mengatakan
sesuai untuk puas dengan “Pelatihan Gizi dan Kesehatan untuk Anak Sekolah
Dasar” dan 40% peserta mengatakan sangat sesuai. Peserta sebanyak 45% juga
mengatakan sesuai untuk hasil pelatihan yang bermanfaat dalam kehidupan dan
40% mengatakan sangat sesuai.

Sejumlah 50% dari pihak penyelenggara mengatakan melakukan pemasaran


pelatihan daring sesuai dan sebanyak 25% mengatakan sangat sesuai. Sebanyak
50% dari pihak penyelanggara mengatakan efektivitas kemitraan sesuai dan
sebanyak 25% mengatakan sangat sesuai. 37% dari pihak penyelanggaran
berpendapat cukup sesuai untuk kursus menyediakan tombol umpan balik, 25%
pihak penyelanggara mengatakan sesuai dan 12% mengatakan sesuai. Dalam
memberikan kesempatan umpan balik kepada penyelenggara terhadap kualitas 37%
penyelenggara berpendapat cukup sesuai, 37% sesuai dan 25% mengatakan sangat
sesuai. Sebanyak 25% mengatakan tidak sesuai, 25% mengatakan cukup sesuai,
25% mengatakan sesuai dan 25% mengatakan sesuai untuk penyelenggara
melakukan survey terhadap kepuasan peserta terhadap kursus.

373
62%
dari
pihak

penyelenggara mengatakan sesuai untuk instruktur memiliki kemampuan


komunikasi tertulis dan 37% mengatakan sangat sesuai. Demikian hal yang sama
untuk kemampuan komunikasi lisan. Sebanyak 75% mengatakan sesuai intruktur
memiliki kemampuan untuk pelatihan daring dan 25% mengatakan sangat sesuai.
62% penyelenggara mengatakan sangat sesuai dalam hal memiliki tingkat
antusiasme yang tinggi dalam mengajarkan materi pelatihan dan 37% mengatakan
sesuai. Sebanyak 62% penyelenggara mengatakan sesuai instruktur dapat
memotivasi peserta pelatihan untuk aktif dalam kursus dan 37% mengatakan sangat
sesuai.

374
Sebanyak 81,8% peserta dapat menyelesaiak pelatihan daring dan sebanyak 18,2%
tidak menyelesaikan pelatihan daring.

Latar Belakang Pendidikan Peserta

Tahun Pelatihan yang diikuti Peserta

Latar Belakang Pendidikan Penyelanggara

375
DI Yogyakarta

Jawa Timur
Jawa Tengah

Banten
DKI Jakarta

Jawa Barat

Daerah Asal Peserta

Dari diagram terlihat peserta paling banyak berasal dari Jawa Barat sebanyak 40,9%
dilanjutkan dengan Jawa Timur sebanyak 27,3% dan Jawa Tengah 18,2%.

2) Komponen Teknologi
Pada komponen teknologi, instrumen yang digunakan adalah kuisioner.

Sebanyak 40% peserta mengatakan sangat tidak sesuai dalam mendapatkan bantuan
finansial yang membantu membeli teknologi yang dibutuhkan untuk mengikuti
pelatihan. 54% peserta mengatakan sesuai dengan petunjuk kemampuan yang harus
dimiliki untuk berpartisipasi dalam mengikuti pelatihan 22% mengatakan tidak sesuai

376
dan 22% mengatakan sangat sesuai. Sebanyak 45% peserta mengatakan sesuai dalam
mendapatkan bantuan dalam menjalankan video conference. Sebanyak 31% peserta
mengatakan sangat tidak sesuai mendapatkan rekomendasi dalam membeli hardware
untuk mengikuti pelatihan. Sebanyak 54% peserta mengatakan sesuai diberikan tutor
untuk bertanya mengenai materi yang disampaikan.

Sebanyak 59% peserta mengatakan sesuai atas tersedianya perangkat lunak yang
mendukung berjalannya program pelatihan daring. Jumlah yang sama yaitu sebanyak
59% mengatakan sesuai tersedianya mesin pencari untuk menemukan sumber yang
diinginkan. Sebanyak 68% mengatakan sesuai tersedia sumber-sumber belajar diluar
jaringan (offline)

3) Komponen Tampilan Elearning


Pada komponen tampilan elearning instrumen yang digunakan adalah kuisioner.

377
Sebanyak 54% peserta mengatakan sesuai untuk teks yang digunakan sudah sesuai untuk
memfasilitasi belajar peserta pelatihan dan sebanyak 27% mengatakan sangat sesuai. Sejumlah
54% peserta mengatakan sesuai untuk video yang digunakan untuk memfasilitasi belajar
peserta pelatihan dan sebanyak 27% mengatakan sangat sesuai. Peserta sebanyak 59%
mengatakan sesuai untuk animasi yang digunakan untuk memfasilitasi belajar peserta
pelatihan. Sebesar 50% peserta mengatakan sesuai untuk metode penyampaian materi
pelatihan.

4) Layanan Bantuan Belajar

Sebanyak 87% penyelenggara mengatakan sesuai untuk teknisi spesialis. 50%


penyelenggara mengatakan tidak sesuai untuk pelayanan perpustakaan. Pelayanan
konseling sebanyak 37% mengatakan tidak sesuai dan sebanyak 50% mengatakan sesuai.
Sebanyak 75% peserta mengatakan sesuai untuk layanan peserta.

Peserta sebanyak 54% mengatakan sesuai untuk kemudahan registrasi di SEAMOLEC


MOOC dan 40% mengatakan sangat sesuai. Informasi yang dibutuhkan tersedia di
website sebanyak 50% mengatakan sangat sesuai dan sebanyak 40% mengatakan
sesuai.

378
50% dari pihak penyelenggara mengatakan sesuai untuk penerimaan dan pendaftaran.
Sebanyak 10% mengatakan sangat sesuai untuk penerimaan dan pendaftaran.

Peserta

sebanyak 59% mengatakan sesuai dengan adanya link, ebook, video, audio dan sumber
bacaan yang sesuai dengan materi pelatihan. Sebanyak 50% peserta mengatakan sesuai
untuk tersedianya mesin pencari untuk menemukan sumber yang diinginkan. Sebanyak
54% peserta mengatakan sesuai untuk dapat mengunggah dan mengunduh materi
pelatihan. Tersedianya sumber-sumber belajar diluar jaringan seperti referensi buku
bacaan dikatakan sesuai dengan jawabn 50% dari peserta.

379
5) Komponen Sistem Evaluasi
Pada komponen system evaluasi yang digunakan adalah kuisioner.

Penyelenggara sebanyak 62% mengatakan sesuai lingkungan belajar interaktif.


50% penyelenggara mengatakan sangat sesuai menyimpan catatan tingkat
penyelesaian setiap pelatihan daring. Sebanyak 50% penyelenggara mengatakan
sangat sesuai materi kursus ditinjau setiap semester untuk menjaga kualitas. 50%
penyelenggara mengatakan sesuai untuk efektif infrastruktur teknologi untuk
pelatihan daring.

Penyelenggara mengatakan sangat sesuai sebanyak 100% untuk pre test yang diberikan sesuai
dengan materi pelatihan, post test yang diberikan sesuai dengan materi pelatihan. Dan tugas
yang diberikan sesuai dengan materi pelatihan.

380
Peserta diberikan kesempatan untuk berdiskusi di dalam kursus dikatakan oleh penyelenggara
sebanyak 50% sangat sesuai. Sebanyak 50% dari pihak penyelanggara mengatakan sesuai
untuk didalam kursus peserta diharuskan untuk berdiskusi.

Sebanyak 37% penyelenggara mengatakan sangat sesuai untuk peserta diberikan


kesempatan menunjukkan hasil belajar akhir dan 37% mengatakan sesuai. 75%
mengatakan sesuai kursus memberikan penilaian yang jelas. Sebanyak 50% penyelanggara
mengatakan sangat sesuai diberikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas kursus

381
4. Simpulan dan Saran

Pelatihan dalam jaringan Gizi Dan Kesehatan Untuk Anak Sekolah Dasar diikuti oleh 598
peserta dan peserta yang dinyatakan lulus sebesar 304 peserta. Peserta mengikuti pelatihan
dalam jaringan dengan mengakses materi melalui mooc.seamolec.org. Peserta dibimbing
oleh tutor melalui whatsapp group. Diberikan kuesioner kepada 400 alumni pelatihan
melalui surat elektronik namun yang mengisi kuesioner hanya 22 orang dan 8 responden
dari pihak penyelenggara.

Hampir keseluruhan respon dari responden menjawab positif yaitu sesuai dan sangat sesuai
terhadap pertanyaan yang diberikan. Pelatihan daring dapat dikatakan berjalan sesuai
rencana dan mencapai dari tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Namun perlu
ditingkatkan pada bagian kinerja staff layanan pendukung. Layanan yang perlu
ditingkatkan adalah teknisi pepustakaan dan layanan konseling.

Saran

Ada beberapa saran untuk perbaikan program ini,

1) Perbaikan dalam system platfiorm

2) Perbaikan dalam sisi kesiapan penyelenggaraan

3) Ada tindak lanjut dalam kegiatan ini.

4) Peningkatan kualiatas penyampaian materi.

5. Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. 1988. Evaluasi Instruksional. Bandung: CV Remadja Karya.

Arief S. Sadiman dkk.. (2014). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan.


Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Asrul, Rusydi Ananda & Rosnita. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Cipta
Pustaka Media.

Azhar, Arsyad. 2014. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

382
D.Gall, Meredith, Joice P.Gall & Walter R.Borg. 2017. Educational Research: An
Introduction, edisi ke-8. USA:Pearson Education, Inc.

Daryanto. 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Doni, Sindu, BG Phalguna, & Yogi. Evaluasi Pendidikan. Palangkaraya: BETA.

Hidayat, Rakhmat. 2013. Pedagogi Kritis: Sejarah Perkembangan dan Pemikiran.


Jakarta: Rajawali Pers.

Khan, Badrul Huda. 2005. Managing E-Learning: Design, Delivery,Iimplementation


and Evaluation. Heshey: Information Science Publishing.

B. Seels, Barbara, dan Rita C. Richey. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan


Kawasannya. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 1994.

Daryanto. (2013). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai


Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media

Ena, Ouda Teda. 2001. Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti
Lunak Presentasi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Jean Jacoby. 2014. the disruptive potential of the Massive Open Online Course: A
literature review. Journal of Open, Flexible and Open Distance Learning.
(http://www.jofdl.nz/index.php/JOFDL/article/view/214/168 diakses pada 27 Mei
2017)

Johan, Riche Cynthia. 2015. Massive Open Online Course (MOOC) dalam
Meningkatkan Kompetensi Literasi Informasi Guru Pustakawan Sekolah. Pedagogia
Jurnal Ilmu Pendidikan.
(http://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia/article/view/3382 diakses 23 Mei 2017)

Lever-Duffy, McDonald, Mizell. Teaching and Learning with Technology .Pearson


Education, Inc. 2003.

Miarso, Y. 2007. Menyemai Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan..


Jakarta: Prenada Media, 2004.

383
Sadiman, Arief. S, Media Pendidikan: Pengertian , Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Sharon E. Smaldino et,all. Instructional Technology and Media for Learning. Pearson
Education, Inc. 2005

SEAMEO RECFON, Laporan Penyelenggaran Pelatihan Daring Gizi dan


Kesehatan. SEAMEO RECFON. 2018

384
KETERCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN DESAIN GRAFIS
PERCETAKAN MENGGUNAKAN SKILL PASSPORT DALAM PRAKTIK KERJA
LAPANGAN SISWA KELAS 11 PJJ DI SMKN 3 BANDUNG

Mohamad Ismail, Siti Nur, Sofa Sari Miladiah


SMK Negeri 3 Bandung

Abstrak. Dalam dunia pendidikan, evaluasi bukan lagi menjadi hal yang asing dilakukan.
Terutama untuk tenaga pendidik yang senantiasa bergelut secara langsung dalam kegiatan
evaluasi. Evaluasi dalam dunia pendidikan sering juga diartikan sebagai evaluasi pembelajaran,
dimana tenaga pendidik dituntut untuk melakukan evaluasi secara bertahap dan terstruktur.
Alat evaluasi dirancang agar dapat mengukur hasil proses pembelajaran secara objektif dan
otentik. Salah satu alat evaluasi dalam pembelajaran yaitu menggunakan skill passport. Skill
passport merupakan buku panduan yang berisi rangkaian KD dengan beberapa indikator
ketercapaian kompetensi untuk mengukur predikat siswa yang telah berkompeten atau tidak.
Dalam penelitian ini alat evaluasi berupa skill passsport digunakan sebagai alat ukur
ketercapaian kompetensi yang dimiliki oleh siswa saat melaksanakan kegiatan praktik kerja
lapangan. Penelitian yang dilakukan merupakan studi analisis. Setiap penelitian memiliki
tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu menggunakan metode
penelitian yang sesuai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu motode deskriptif
kuatitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah siswa, sedangkan data yang diolah
merupakan hasil karya siswa berdasarkan indikator yang terdapat pada skill passport.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik simpulan bahwa skill passport
dalam mata pelajaran Design Grafis Percetakan (DGP) sebanyak sembilan belas KD belum
sepenuhnya tercapai dalam rentang waktu tiga bulan sesuai dengan yang ditargetkan.
Kata Kunci : skill passport, kompetensi, praktik kerja lapangan

1. Pendahuluan
SMK merupakan jenjang pendidikan yang mempersiapkan siswa yang kedepannya
menjadi SDM yang terampil, mandiri, kompeten serta produktif dalam bidang tertentu. Salah
satu usaha yang dilakukan untuk mencapai hal di atas yaitu dengan menerjunkan siswa untuk
mengenal Dunia Usaha maupun Dunia Industri. Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
ini diharapkan siswa mampu menyerap ilmu yang diperoleh dari Dunia Usaha atau Dunia
Industri untuk membangun semangat kerja, membentuk pola pikir siswa, hingga menjalin kerja
sama yang baik dengan Dunia Usaha maupun Dunia Industri yang sesuai dengan bidangnya.

Adapun untuk membentuk karakter dan kompetensi tersebut perlu diadakan evaluasi.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah kompeten atau belum kompeten pada
bidang tertentu. Alat evaluasi dalam pembelajaran beragam jenisnya. Namun dalam penelitian
ini, alat evaluasi yang digunakan yaitu berupa skill passport. Skill passport merupakan buku

385
panduan yang berisi rangkaian KD dengan beberapa indikator ketercapaian kompetensi untuk
mengukur predikat siswa yang telah berkompeten atau belum berkompeten. Dalam penelitian
ini alat evaluasi berupa skill passsport digunakan sebagai alat ukur ketercapaian kompetensi
yang dimiliki oleh siswa saat melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

Dengan rangkaian kompetensi yang terdapat pada skill passport diharapkan ouput
pendidikan menengah kejuruan mudah terserap oleh dunia kerja sesuai dengan bidang tertentu.
Skill passport diharapkan dapat digunakan sebagai suplemen atau pendamping rapot, karena
pada rapot masih dalam bentuk penilaian yang global.

Dengan rangkaian kompetensi yang terdapat pada skill passport diharapkan ouput
pendidikan menengah kejuruan mudah terserap oleh dunia kerja sesuai dengan bidang tertentu.
Skill passport diharapkan dapat digunakan sebagai suplemen atau pendamping rapot, karena
pada rapot masih dalam bentuk penilaian yang global.

2. Tinjauan Pustaka

Ihwal Kompetensi
Boyatzis dalam Hutapea, dkk. (2008) mengatakan bahwa Kompetensi adalah kapasitas
yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang
disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu
mencapai hasil yang diharapkan. Senada dengan pendapat Boyatzis, Webster’s Ninth New
Collegiate Dictionary dalam Sri Lastanti (2005), mengatakan bahwa Kompetensi adalah
keterampilan dari seorang ahli, dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki
tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang
diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Hal lain dikatakan oleh Sedarmayanti (2008:126)
bahwasannya, Kompetensi adalah karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang
berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Menurut
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Kompetensi adalah seseorang yang
memiliki kemampuan pada bidang tertentu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2.1.1 Ihwal Skill Passport

Skill Passport adalah buku kompetensi yang menunjukan kompetensi terhadap suatu
bidang keahlian. Skill Passport digunakan untuk menginformasikan kompetensi yang telah
dikuasai Siswa. Skill Passport digunakan bagi guru/tutor sebagai media rekam kompetensi

386
siswa selama pembelajaran di PJJ. Skill Passport bagi DU/DI sebagai ijazah pendamping yang
menggambarkan sejauhmana tingkat kompetensi yang dimiliki oleh Siswa.

2.1.2 Ihwal Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Praktek Kerja Lapangan adalah salah satu bentuk implementasi secara sistematis dan
sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang
diperoleh melalui kegiatan kerja secara langsung didunia kerja untuk mencapai tingkat
keahlian tertentu. Adapun salah satu manfaat dari Praktik Kerja Lapangan yaitu, melatih dan
mengasah keterampilan siswa dalam dunia kerja agar menjadi seseorang yang kompeten
dibidangnya.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu motode deskriptif kuantitatif.
Sumber data pada penelitian ini adalah siswa, sedangkan data yang diolah merupakan hasil
karya siswa berdasarkan indikator yang terdapat pada skill passport. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan maka dapat ditarik simpulan bahwa skill passport dalam mata pelajaran Design
Grafis Percetakan (DGP) sebanyak sembilan belas KD belum sepenuhnya tercapai dalam
rentang waktu tiga bulan sesuai dengan yang ditargetkan.

Penelitian dilakukan secara beberapa tahap, diawali dengan melakukan sosialisasi


terhadap siswa dengan pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri, bahwa penelitian ini dilakukan
dalam bentuk PKL, selama 3 bulan. Siswa selama 3 bulan melakukan Praktik Kerja di DU/DI
dengan melakukan tugas dan pekerjaan yang diberikan oleh pihak DU/DI berdasarkan
indikator yang terdapat pada skill passport.

4. Hasil Penelitian dan Temuan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan proses POAC (Planning, Organizing,


Actuating, Controling), perencanaan diawali dari rancangan pembuatan jadwal kegiatan
dengan menentukan KD yang akan diberikan kepada siswa selama PKL, target serta
tugas yang diberikan kepada siswa dirancang dan disesuaikan dengan kompetensi yang
dimiliki oleh siswa. Instrumen disiapkan dan dirancang dengan tujuan agar dapat
merekap/ mengetahui ketercapaian kompetensi yang diharapkan. Hasil pencapaian
yang diraih oleh setiap siswa di rekap serta di presentasikan dalam bentuk tabel dan
diagram dengan menggunakan rumus perhitungan baik presentase ketercapaian
maupun presentase kehadiran .

387
Data yang diperoleh baik dalam bentuk instrumen, penilaian, data tabel maupun
presentase kami olah dan analisis untuk mendapatkan fakta, penemuan serta perumusan
sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang bersifat kuantitatif dari hasil penelitian ini
diolah serta dideskripsikan sesuai dengan data dan fakta dilapangan.

Pencapaian 19 KD dalam 3 bulan


89,5
90
83,3 83,3
78,9
80

68,4
66,7 68,4 68,4
70
63,2

60
52,6
50 50
50
41,7
40

30

20

10

0
AI RISYAD DWI DEWANDA MEGA RAKA SONA TAOFIK
SUKMA FELIKA SHERINA SURYA JUANSYAH SYUKURI
NUGRAHA ANWAR PRAJA SUHERMAN

PERSENTASE KETERCAPAIAN (DALAM %) PERSENTASE KEHADIRAN SISWA(Dalam %)

Berdasarkan data diatas dari ke 7 siswa yang PKL di Sanggar Pelangi Indonesia diperoleh hasil
bahwa 1 orang siswa memperoleh pencapaian kompetensi dibawah 60 % dari 19 KD atas nama
Mega Sherina Anwar. Nilai presentase yang paling besar sebesar 89,5 % dari 19 KD atas nama
Risyad Dwi Sukma Nugraha. Tiga siswa memperoleh persentase pencapaian yang sama yaitu
atas nama Ai, Dewanda Felika, dan Sona Juansyah Suherman dengan perolehan 68,4 %.
Perolehan lainnya yaitu 78,9 % atas nama Raka Surya Praja, dan 63,2 % atas nama Taofik
Syukuri.

Perolehan pencapaian kompetensi yang siswa PKL raih signifikan dengan kehadiran
siswa di tempat PKL, karena bila dilihat dari kehadiran siswa di tempat PKL memiliki korelasi

388
dengan raihan kompetensi siswa. Atas nama Risyad dengan perolehan pencapaian
kompetensinya sebesar 89,5% berbanding lurus dengan jumlah kehadiran sebesar 83,3%. Mega
Sherina memperoleh 52,6 % berbanding lurus dengan jumlah kehadiran sebesar 50 %. Namun
dalam penentuan hubungan antara pencapaian dan kehadiran tidak menjadi mutlak karena latar
belakang siswa ( daya tangkap, pengalaman, kompetensi awal, serta latar belakang pensisikan)
ternyata memiliki pengaruh juga. Contohnya yaitu raihan yang diperoleh oleh Sona Juansyah
Suherman kehadirannya hanya 41,7% tetapi raihan kompetensinya bisa mencapai 68,4 %.

5. Simpulan dan Saran


5.1 Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
lama PKL bagi siswa PKL di kelas 11 harus mempertimbangkan beberapa aspek, diantaranya.

1. Waktu rata-rata pencapaian kompetensi per KD


2. Kesiapan / kompetensi awal yang mesti dimiliki oleh siswa sebelum PKL
3. Tempat dan jarak tempat PKL dengan rumah siswa
4. Fasilitas dan sarana yang ada di tempat PKL
5. Latar belakang pekerjaan siswa
6. Latar belakang pendidikan awal siswa
Hasil analisi Ketercapaian KD untuk Mapel DGP dengan jumlah KD sebanyak 19 KD
waktu yang diperlukan adalah 4,5 Bulan. Dengan catatan siswa PKL tidak memiliki
kompetensi awal dari ke 19 KD tersebut. Namun jika siswa memiliki pengalaman yang
berkaitan dengan kompetensi dasar Mapel DGP ada kemungkinan waktu 3 bulan akan cukup
untuk memenuhi semua KD yang diharapkan. Bobot materi setiap KD memiliki bobot
kesulitan yang berbeda sehingga setiap KD membutuhkan waktu pencapaian yang berbeda,
berdasarkan hasil penelitian makan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KD
yang memiliki bobot ringan maka akan membutuhkan waktu 1-2 minggu hari kerja, untuk
materi KD dengan bobot kesulitan tinggi makan waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi KD
tersebut adalaha sekita 3-4 minggu waktu kerja. Kehadiran siswa pada program PKL sangat
berpengaruh dan signifikan dengan pencapaian kompetensi siswa, hal ini berkaitan pula dengan
latar belakang pendidikan, pengalama kerja siswa dan kesungguhan dalam mengikuti program
PKL di Industri.

Siswa dengan latar belakang yang beragam memiliki karakter yang berbeda pula, hal
tersebut berpengaruh terhadap capaian kompetensi siswa. Hal tersebut perlu adanya perhatian

389
lebih baik dari pihak sekolah penyelenggara maupun dari pihak industri selaku tempat
pelaksanaan PKL.

5.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah.

1. Bagi pihak sekolah penyelenggara PJJ


a. Perlu adanya pemetaan penyebaran siswa PKL di beberapa perusahaan
b. Penempatan tempat PKL harus mempertimbangkan jarak dengan lokasi tempat
tinggal siswa
c. Perlu adanya pembekalan materi kompetensi dasar minimal sebelum siswa
diberangkatkan PKL
d. Perlu adanya pembekalan sikap dan mental kerja terhadap siswa sebelum
diberangkatkan PKL
e. Perlu adanya buku penghubung/ agenda kegiatan PKL antara siswa, tutor industri,
dan guru
f. Lebih berkoordinasi secara aktif dengan pihak penyelenggara PKL/ DU DI
g. Setiap siswa diharuskan membuat laporan hasil PKL

2. Bagi perusahaan DU/DI


a. Perlu adanya mentoring/training awal bagi siswa yang akan melaksanakan PKL
b. Perlu adanya sosialisasi mengenai penerapan tata tertib selama PKL
c. Perlu adanya persiapan dari pihak penyelenggara mengenai ruangan, sarana dan
prasarana selama siswa PKL
d. Perlu adanya kesepakatan antara Sekolah dan pihak penyelenggara PKL
e. Pembiasaan siswa PKL mengenai kultur dan budaya kerja terhadap siswa PKL
3. Bagi siswa PJJ kelas 11
a. Perlu adanya persiapan mandiri
b. Perlu adanya intrumen pengukur mengenai kompetensi yang sudah dimiliki
c. Lebih meningkatkan lagi sikap serta mental kerja sebelum melaksanakan PKL
d. Mencari referensi mengenai bidang yang sesuai dengan perusahaan yang akan
dijadikan tempat praktek
e. Beradaptasi dan menyesuaikan penampilan dan cara berfikir sebagai karyawan/
siswa PKL

390
f. Memiliki sikap dan etos kerja yang tinggi

4. Bagi Pembaca dan Masyarakat


a. Penelitian ini menjadi pengetahuan baru
b. Penelitian ini bisa dikembangkan kembali dengan materi Mapel dan KD yang
Berbeda
c. Penelitian ini bermanfaat bagi dunia pendidikan bangsa

6. Referensi
Arikunto, dkk. 2006. Metode Penelitian: Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 1998. Kamus Lengkap BAHASA INDONESIA. Surabaya: APOLLO LESTARI.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdikbud.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: YRAMA
WIDYA.
https://www.pelajaran.id/2017/07/pengertian-kompetensi-menurut-para-ahli-jenis-dan-
manfaat-kompetensi.html (28 Nopember 2018)
https://www.statistikian.com/2012/10/penelitian-kuantitatif.html (28 Nopember 2018)
http://pkllove.blogspot.com/p/pengertian-praktek-kerja-lapangan-pkl.html (28 Nopember
2018)
https://haedarrauf.wordpress.com/2015/10/06/praktik-kerja-lapangan-pkl-atau-prakerin-
kurikulum-2013/ (28 Nopember 2018)
elib.unikom.ac.id (28 Nopember 2018)
herlinaindriyanti.blogspot.com (28 Nopember 2018)

391
PENGEMBANGAN BUKU DIGITAL
SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN
DI DAERAH 3T (TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL)

Irwin Supriadi, S.Kom., M.T.


Universitas Langlangbuana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui tahapan pengembangan Buku Siswa Tematik Terpadu
SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu Berhemat Energi dalam bentuk digital, 2) mengetahui
efektifitas Buku Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu Berhemat Energi
dalam bentuk digital.
Penelitian pengembangan buku digital menggunakan model pengembangan ADDIE yang tediri
5 tahap yaitu: 1) analisis (analysis); 2) desain (design), 3) pengembangan (development), 4)
impelementasi (implementation) dan 5) evaluasi (evaluation).
Hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) Peneliti melakukan pengembangan buku digital: Buku
Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu Berhemat Energi. 2) Rancangan dan
pengembangan pelatihan dalam jaringan ini menggunakan model ADDIE. 3) penilaian siswa
mendapatkan skor sempurna yaitu 100% pada aspek pemograman, aspek tampilan aspek isi
dan aspek pembelajaran. Buku digital Buku Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2;
Selalu Berhemat Energi memiliki pengaruh dalam pembelajaran siswa di kelas.

Kata kunci : pengembangan, buku digital, daerah 3T

1. Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan wilayah yang luas dan heterogen,
secara geografis maupun sosiokultural, memerlukan upaya yang tepat untuk mengatasi
berbagai permasalahan, di antaranya permasalahan pendidikan pada daerah terdepan,
terluar, dan tertinggal (3T). Sebagaimana dijelaskan melalui situs resmi Direktorat
Pembinaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-LK) Dikmen,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pkplkdikmen.net 8/10/2013). Beberapa
permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah-daerah ini antara lain karena
kurangnya persediaan tenaga pendidik, distribusi tidak seimbang, insentif rendah,
kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian
antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di

392
sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang distandarkan. Disamping itu,
permasalahan angka putus sekolah juga masih relatif tinggi menimbulkan persoalan
lain.
Terkait hal tersebut, menurut Direktorat PK-LK, pendidikan di daerah 3T perlu
dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh supaya bisa maju sejajar dengan daerah
lain. Hal ini bisa terwujud bila ada perhatian dan keterlibatan dari semua komponen
bangsa ini, baik yang ada di daerah maupun di pusat. Dalam peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan nomor 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Layanan Khusus, yaitu pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil
atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi, memberikan beberapa solusi antara
lain salah satunya peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam
mendukung terselenggaranya Pendidikan Layanan Khusus (PLK). Perkembangan TIK
dalam mendukung dan menyukseskan terselenggaranya Pendidikan Layanan Khusus
(PLK) sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan
Khusus khususnya pada pasal 3 ayat 1 tentang program layanan pendidikan yang
kemudian dijabarkan dalam pasal 5 huruf (e) disebutkan bahwa salah satu program
layanan yang dimaksud dapat berupa pendidikan jarak jauh yang menyelenggarakan
layanan pendidikan tertulis, radio, audio, video, TV, dan/atau berbasis IT.

SEAMEO SEAMOLEC merupakan pusat regional pendidikan terbuka dan jarak jauh
se-Asia Tenggara, yang memiliki misi untuk membantu negara anggota SEAMEO
dalam mengidentifikasi masalah pendidikan dan mencari solusi alternatif untuk
pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan melalui penyebaran dan
penggunaan pembelajaran terbuka dan jarak jauh yang efektif. Permalahan pendidikan
daerah 3T tentu saja menjadi sorotan SEAMOLEC. Salah satu dari sekian masalah,
SEAMOLEC mencoba mencari solusi untuk permasalahan distribusi yang tidak
seimbang terkait bahan ajar dengan mengembangkan buku digital yang disebarkan
melalui mini server (SIERRA/ SEAMOLEC Educational Resources for Remote Areas).
Pelaksanaan pengembangan terdiri atas beberapa tahap yang merujuk kepada model
ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation.).

393
2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan (Resesarch and
Development) untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah penelitian. Metode
penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono,
2011:407). Sugiyono (2009:297) mengatakan bahwa untuk dapat menghasilkan produk
tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan untuk menguji
keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka
diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut. Model
pengembangan yang digunakan adalah ADDIE (Analysis, Design, Develop,
Implementation, Evaluation). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai
November 2018. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Cempaka Putih 03, Ciputat,
Tangerang Selatan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari, (1) guru; (3) siswa SD
Negeri Cempaka Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan

3. Hasil Pembahasan
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah buku digital pembelajaran
Tematik subtema “Selalu Berhemat Energi” untuk siswa kelas IV SD Negeri Cempaka
Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian pengembangan produk buku digital
pembelajaran ini mengadaptasi dan memodifikasi langkah pelaksanaan pengembangan
dari ADDIE.. Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation.
(Purwanto, 2004). Langkah Pertama Analysis (analisis): langkah ini terdiri dari
beberapa kegiatan. Analisis kurikulum, yakni pengkajian dan pembahasan tentang
kompetensi yang terkandung dalam kurikulum (bedah kurikulum). Selain itu analisis
tentang learner characteristics, dan analisis tentang setting (di mana media atau model
pembelajaran tersebut dimanfaatkan)..Langkah Kedua: Design (desain): penyusunan
kerangka struktur isi program dituangkan ke dalam garis-garis besar isi program media
(GBIPM). Langkah Ketiga: Development (pengembangan): proses mengambil gambar,
merekam, membuat animasi, menyusun teks, dan lainnya. Dilanjutkan dengan proses
pemograman dengan authoring tools, pengemasan atau formatting, pengkajian atau
penyuntingan. Langkah Keempat; Implementation (implementasi): uji coba
pemanfaatan dan penyempurnaan atau revisi serta pengggandaan. Langkah Kelima:
Evaluation (evaluasi) :dinilai, termasuk dinilai manfaatnya atau dampaknya.

394
Hasil penelitian yang diperoleh saat melakukan uji coba produk buku digitak yaitu
siswa sangat tertarik dan senang belajar dengan menggunakan buku digital interaktif
tematik macam-macam sumber yang dikembangkan. Siswa sangat antusias belajar
menggunakan buku digital karena dalam proses pembelajaran tematik biasanya tidak
menggunakan buku digital interaktif. Tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk
mengetahui kelayakan produk buku digital pembelajaran Tematik subtema “Selalu
Berhemat Energi” sebagai salah satu sumber belajar siswa di kelas IV SD Negeri
Cempaka Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan. Sesuai dengan tujuan penelitian yang
akan dicapai, pada dasarnya penelitian ini untuk menjaring guru dan siswa sebagai
pengguna tentang kelayakan produk buku digital pembelajaran yang dikembangkan.
Data penilaian kelayakan produk diambil menggunakan Instrument angket dan catatan
komentar dan saran perbaikan dari guru dan siswa.
Hasil Uji Produk terhadap siswa

No Pernyataan Jawaban
Ya Tidak

A. Aspek Pemograman
1 Saya dapat menghubungkan perangkat smartphone. Tablet, 100%
atau computer dengan SIERRA.
2 Saya dapat membaca buku digital menggunakan 100%
smartphone. Tablet, atau computer yang terhubung dengan
SIERRA.
3 Saya dengan mudah untuk berpindah-pindah halaman 100%
B Aspek Tampilan
4 Saya dapat membaca judul buku digital dengan jelas 100%

5 Sampul buku digital yang saya baca menarik 100%


6 Saya dapat membaca isi buku digital dengan jelas. 100%
C Aspek Isi
7 Saya dapat melihat video yang ada di dalam buku digital 100%
8 Saya dapat melihat gambar pendukung materi dengan jelas 100%

D Aspek Pembelajaran
9 Saya dapat mengerjakan soal pilihan ganda yang ada di 100%
dalam buku digital
10 Saya senang belajar menggunakan buku digital 100%

395
Pada aspek pemograman mendapatkan nilai 100%, siswa setuju bahwa buku digital
dapat diakses melalui SIERRA dengan baik dan mudah untuk berpindah-pindah
halaman. Bagian aspek tampilan siswa mendapat nilai 100%, siswa setuju dapat
membaca buku digital dengan jelas, sampul menarik untuk dibaca dan siswa dapat
membaca isi buku digital dengan jelas. Buku digital juga berisikan gambar dan video,
ini merupakan aspek isi yang mendapat nilai 100%. Pada aspek pembelajaran siswa
juga mendapat nilai 100%, siswa dapat mengerjakan soal pilihan ganda dan merasa
senang dalam menggunakan buku digital.

Pendapat siswa terhadap buku digital ini adalah buku ini praktis daripada buku yang
biasa. Senang membaca buku digital dengan baik dan jelas. Siswa ingin menggunakan
smartphone untuk mendukung pembelajarannya.

Guru SD Negeri Cempaka Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan berpendapat buku
digital ini agar cepat direalisasikan pemanfaatannya untuk mendukung tercapainya
tujuan pendidikan Kemudian menyarankan untuk menambah materi pada bagian akhir.

Produk buku digital tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

a) Nama Produk
Produk yang dihasilkan dalam pengembangan ini merupakan sebuah buku
digital yang disematkan dalam sebuah mini server raspberry PI terdapat panduan
untuk menggunakan perangkat SIERRA untuk guru.

b) Karakteristik Produk
Karakteristik buku digital ini adalah sebagai berikut:

a) Buku digital dalam format HTML 5..


b) Buku digital Buku Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu
Berhemat Energi ini diperuntukkan untuk siswa kelas IV kurikulum 2013.
c) Rancangan dan pengembangan sesuai dengan langkah-langkah
pengembangan media model ADDIE.
d) Jenis evaluasi yang digunakan pada buku digital ini meliputi evaluasi hasil
yaitu evaluasi Buku Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu
Berhemat Energi

396
c) Prosedur Pemanfaatan
Pengembangan buku digital ini ditujukan bagi siswa 4 SD Buku Siswa
Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema 2; Selalu Berhemat Energi. Buku digital
ini digunakan sebagai salah satu bahan ajar yang digunakan dalam daerah 3T.

Pemanfaatan program ini terbagi sebagai berikut:

a) Pemanfaatan media dalam situasi kelas (classroom setting).


Program ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran dipadukan dengan proses belajar dalam situasi kelas.
Prosedur pemanfaatan dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan mengenai topik Selalu Berhemat Energi
2) Guru menghubungkan laptop dengan SIERRA, dengan menggunakan
projector dan membaca materi bersama.
3) Guru memberikan contoh-contoh soal
4) Diskusi

Pemanfaatan media dalam situasi kelas

1) Guru menjelaskan mengenai topik Selalu Berhemat Energi


2) Guru dan siswa menghubungkan laptop dengan SIERRA, kemudian
membaca materi bersama.
3) Guru memberikan contoh-contoh soal
4) Diskusi

397
Pemanfaatan media dalam situasi kelas

b) Pemanfaatan media di luar situasi kelas


Pemanfaatan program ini digunakan tanpa dikontrol atau diawasi. Siswa dapat
belajar secara mandiri, baik secara individu maupun berkelompok.

Pemanfaatan media di luar situasi kelas

4. Simpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilaksanakan di SD Negeri
Cempaka Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan disimpulkan pengembangan buku

398
digital mendapatkan nilai yang baik. Setelah dilakukan uji coba buku digital kepada
siswa sebanyak 6 siswa mendapatkan nilai sempurna yaitu 100% pada aspek
pemograman, aspek tampilan, aspek isi dan aspek pembelajaran. Hasil penilaian guru
juga mendapatkan nilai 100% pada aspek pemograman, aspek tampilan, aspek isi dan
aspek pembelajaran.

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan dapat disarankan hal-hal


sebagai berikut: 1. Bagi Guru, diharapkan dapat menggunakan buku digital Kelas IV
Tema 2; Selalu Berhemat Energi sebagai salah satu sumber belajar di SD Negeri
Cempaka Putih 03, Ciputat, Tangerang Selatan. 2. Bagi Siswa, yang mengalami
kesulitan belajar khususnya Tema 2; Selalu Berhemat Energi dapat memanfaatkan buku
digital Kelas IV Tema 2; Selalu Berhemat Energi. 3; Dengan model pemanfaatan di
dalam kelas dan di luar kelas menjadi salah satu pilihan sumber belajar di daerah 3 T.
4. Bagi Peneliti lanjut, perlu diupayakan kegiatan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui tingkat keefektifan Buku Siswa Tematik Terpadu SD/MI Kelas IV Tema
2; Selalu Berhemat Energi dengan melakukan penelitian eksperimen maupun penelitian
tindakan kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Alessi, S.M., & Trollip, S.R. (2001). Buku digital for learning: methods and development.
Boston: Alyyn and Bacon.

Andina, E.. (2012). Buku Digital dan Pengaturannya. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2:1,
hal: 79-95.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad, A. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Arief S. Sadiman dkk.. (2014). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan.


Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press

Seels, Barbara, dan Rita C. Richey. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan


Kawasannya. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 1994.

Daryanto. (2013). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan
Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media

399
Hamalik, Oemar, Media Pendidikan. Jakarta: PT. Citra Bakti, 1989.

Mawarni, S. (2016). Pengembangan Buku Digital “Mata Kuliah Pengembangan Buku digital
Interaktif” untuk Mahasiswa Teknologi Pendidikan FIP UNY. Tesis Magister. Tidak
diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Mayer, R.E. (2009). Buku digital Learning. Prinsip-Prinsip dan Aplikasinya. (Terjemahan
Teguh Wahyu Utomo). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Edisi asli diterbitkan tahun 2001 oleh
Cambridge University Press).

Pribadi, Benny. A dan Yuni Katrin. Media Teknologi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2004.

Sadiman, Arief. S, Media Pendidikan: Pengertian , Pengembangan dan Pemanfaatannya.


Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Sharon E. Smaldino et,all. Instructional Technology and Media for Learning. Pearson
Education, Inc. 2005

400
PENGEMBANGAN PELATIHAN DALAM JARINGAN STORYTELLING UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRESENTASI DALAM BAHASA INGGRIS
UNTUK WIRAUSAHAWAN

Kunto Imbar Nursetyo, S.Pd., M.Pd.


Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui tahapan pengembangan “Pelatihan dalam


Jaringan Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Presentasi dalam Bahasa
Inggris untuk Wirausahawan”, dan 2)mengetahui efektifitas hasil “Pelatihan dalam
Jaringan Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Presentasi dalam Bahasa
Inggris untuk Wirausahawan”

Penelitian pengembangan buku digital menggunakan model pengembangan ADDIE


yang tediri 5 tahap yaitu: 1) analisis (analysis); 2) desain (design), 3) pengembangan
(development), 4) impelementasi (implementation) dan 5) evaluasi (evaluation).

Hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) peneliti melakukan pengembangan “Pelatihan


dalam Jaringan Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Presentasi dalam
Bahasa Inggris untuk Wirausahawan”, 2) rancangan dan pengembangan pelatihan
dalam jaringan ini menggunakan model ADDIE. 3) hasil umpan balik dari sebebanyak
83% peserta pelatihan siap dalam mengikuti pelatihan dalam jaringan. Peserta
pelatihan dalam jaringan sebanyak 72% merespon positif pembelajaran daring dalam
English Storytelling for Entrepreneurs. Teknologi mendapatkan respon postif 75% dan
layanan bantuan mendapatkan respon postif sebanyak 83%.

Kata kunci : pengembangan, pelatihan dalam jaringan, storytelling

401
1 Pendahuluan

Kewirausahawan telah lama menjadi perhatian penting dalam


mengembangkan pertumbuhan sosioekonomi suatu negaara (Zahra dalam
Peterson & Lee, 2000). Kewirausahawan membantu dalam menyediaka
berbagai kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan konsumen, jasa pelayanan,
sampai akhirnya menumbuhkan kesejahteraan dan tingkat kompetisi suatu
negara. Pada usia sekolah kewirausahaan bertujuan untuk mengembangkan
sikap, jiwa dan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang bernilai untuk
diri sendiri dan orang lain. Menciptakan individu yang kreatif, inovatif,
mandiri, memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki kemampuan dalam
mengelola keuangan, dan jiwa yang pantang menyerah. Setiap wirausahawan
akan menghasilkan produk atau jasa yang akan ditawarkan kepada konsumen.
Dalam hubungannya dengan kewirausahawan, tidak lepas dari individu di
dalamnya yang dikenal dengan wirausaha. Pemasaran merupakan salah satu
tahapan dalam menawarkan produk atau jasa kepada konsumen, baik
melakukan pemasaran dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu cara adalah
dengan menceritakan (storytelling) produk atau jasa.

Storytelling merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh


wirausahawan agar konsumen memahami produk atau jasa yang ditawarkan
serta keuntungan dalam menjadi konsumen. Storytelling pun tidak terpaku
pada verbal namun ada 4 bentuk lain dari storytelling yaitu iconography,
manuscript, print, dan audiovisual.

SEAMOLEC memiliki program bersama dengan SEAMEO Secretariat dalam


program “To Be Entrepreneour” untuk melatih siswa SMA dan SMK agar
memiliki kemampuan wirausaha. Storytelling merupakan salah satu pelatihan
daring yang ditawarkan dalam program ini. Pelatihan daring tersebut akan
dilaksanakan melalui MOOC SEAMOLEC.MOOC merupakan singkatan dari

“Massive Open Online Course”. Dalam pengertian, MOOC adalah (1) terbuka
dan gratis, (2) kursus dalam jaringan melalui internet, yang (3) sumber daya
manusia terbatas untuk mengatur ratusan, ribuan bahkan lebih peserta kursus

402
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung
proses pembelajarannya. Berbeda dengan OERs (Open Educational
Resources) yang hanya berbagi dan sebagai wadah penyampaian materi,

MOOC memiliki fungsi sebagai pendukung pembelajaran, memiliki evaluasi


dan peserta mendapatkan sertifikat jika sudah menyelesaikan kursus yang
diambil. Syarat minimum dari MOOC adalah pembelajaran dalam jaringan
yang harus terbuka dan gratis bagi siapapun yang ingin belajar. Trend
pembelajaran dalam jaringan memungkinkan kesempatan belajar yang lebih
besar, murah dan dapat mudah diakses oleh siapapun.

SEAMEO SEAMOLEC melalui MOOC SEAMOLEC akan mengembangkan


Pelatihan dalam Jaringan Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan
Presentasi dalam Bahasa Inggris untuk Wirausahawan. Melalui penelitian ini
juga diharapkan tercipta salah satu sumber belajar dalam meningkatkan
kemampuan storytelling.

2. Metode

Pada penelitian ini mengambil subjek materi Storytelling untuk Meningkatkan


Kemampuan Presentasi dalam Bahasa Inggris untuk Wirausahawan. Objek
penelitian ini adalah tahapan pelaksanaan dan efektifitas Pelatihan dalam
Jaringan Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Presentasi dalam
Bahasa Inggris untuk Wirausahawan. Pengembangan pelatihan daring
dilaksanakan dengan model ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation dan Evaluation). Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
atau angket dalam mengumpulkan data yang didalamnya terdapat seperangkat
daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa lembar kuesioner berskala
Guttman, data yang diperoleh berupa data interval atau rasio dikotomi

(dua alternatif) yaitu “Ya” dan “Tidak” sehingga dengan demikian


mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang diteliti.
Adapun teknik statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase.

403
Persentase untuk setiap kemungkinan jawaban diperoleh dari membagi
frekuensi yang diperoleh dengan jumlah sampel, kemudian dikalikan 100%.

Adapun rumusnya sebagai berikut:

Populasi dari penelitian ini adalah 60 peserta pelatihan English Storytelling for
Entrepreneurs yang telah terdaftar sebagai peserta pelatihan. Sedangkan
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik random sampling, dengan perhitungan 10% dari
jumlah populasi. Responden dalam penelitian ini berjumlah 6 responden.

3. Hasil Pembahasan

Prosedur pengembangan penelitian menggunakan model pengembangan


ADDIE yang terdiri dari lima tahap, melihat seberapa besar efektivitas
pelatihan daring ini akan dilakukan evaluasi pada tahap akhir. Tahap Analisis
(Analysis): dilakukan analisa akan kebutuhan peningkatan kompetensi
berbahasa Inggris melalui studi literatur. Tahap Desain (Design): dilakukan
pengembangan silabus pelatiharn dalam jaringan. Tahap Pengembangan
(Development): dilakukan pengembangan materi bahan ajar baik berupa video
maupun teks, pengembangan penilaian dan unggah ke mooc.seamolec.org.
Tahap Impelementasi (Implementation): pelatihan dilaksanakan pada 10
Desember 2018-4 Januari 2019. Tahap Evaluasi (Evaluation) : pada tahap ini
dilakukan evaluasi oleh peserta terhadap pelatihan dalam jaringan yang telah
berlangsung.

Pelatihan diikuti oleh 60 peserta terdiri dari peserta dari perguruan tinggi, guru
dan siswa SMA dan SMK yang berasal dari seluruh Indonesia. Peserta yang

404
belum melakukan validasi akun sejumlah 14 peserta dan 41 peserta lainnya
sudah melakukan validasi.

Peserta Pelatihan Dalam Jaringan English Storytelling for Entrepreneur

Peserta 68% berasal dari jenjang SMK, 22% jenjantg SMA, 8% adalah guru
dan 2% dosen dari perguruan tinggi. Meskipun pada pengumuman tertera
pelatihan daring dikhususkan untuk peserta didik jenjang SMA dan SMK
namun 10% peserta yang ikut adalah guru dan dosen. Dari keseluruhan peserta
yang hanya 9 orang (15%) yang aktif dan 4 orang (6%) yang menyelesaikan

kuis serta penugasan.

Peserta Pelatihan Dalam Jaringan English Storytelling for Entrepreneur

Hasil Umpan Balik Peserta Pelatihan Daring English Storytelling for


Entrepreneurs
No Aspek Prosentase Kategori
Pernyataan
Postif
1 Kesiapan Peserta Didik 83% Sebagian besar

405
mengikuti Pelatihan
Daring
2 Pembelajaran 72% Lebih dari
setengahnya
3 Teknologi 75% Lebih dari
setengahnya
4 Layanan Bantuan 83% Sebagian besar
Berdasarkan pernyataan yang sudah dikembangkan peneliti dan mendapat
umpan balik dari peserta pelatihan. Sebanyak 83% peserta pelatihan siap
dalam

mengikuti pelatihan dalam jaringan. Peserta pelatihan dalam jaringan sebanyak


72% merespon positif pembelajaran daring dalam English Storytelling for
Entrepreneurs. Teknologi mendapatkan respon postif 75% dan layanan
bantuan mendapatkan respon postif sebanyak 83%.

8. Simpulan dan Saran

Pengembangan pelatihan ini mengggunakan model ADDIE yang terdiri atas


Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Pelatihan
dalam jaringan dilakukan selama 4 minggu terhitung 10 Desember 2018- 4
Januari 2019. Materi yang dikembangkan berupa video, gambar dan teks.
Mengukur kompetensi peserta pelatihan dengan Cara memberikan kuis dan
penugasan yang diunggah pada mooc.seamolec.org

Peserta yang mengikuti Pelatihan dalam Jaringan English Storytelling for


Entrepreneurs sejumlah 60 peserta. Hanya 9 peserta yang aktif mengikuti kuis
dan penugasan yang ada. Peserta yang menyelesaikan pelatihan dalam jaringan
sejumlah 4 orang. Penugasan yang diberikan adalah peserta membuat video
dirinya sendiri dalam menjelaskan produk yang miliki menggunakan Bahasa
Inggris. Video diunggah oleh peserta melalui kanal YouTube.

Hasil umpan balik dari sebebanyak 83% peserta pelatihan siap dalam
mengikuti pelatihan dalam jaringan. Peserta pelatihan dalam jaringan sebanyak

406
72% merespon positif pembelajaran daring dalam English Storytelling for
Entrepreneurs. Teknologi mendapatkan respon postif 75% dan layanan
bantuan mendapatkan respon postif sebanyak 83%.

Saran dalam penelitian ini, pengembang dapat melakukan modifikasi


pendekatan pembelajaran dalam melaksanakan pelatihan dalam jaringan.
Modifikasi pendekatan pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan motivasi
peserta pelatihan. Materi bahan ajar berupa video perlu dikembangkan sesuai
minat target peserta pelatihan yaitu ditambahkan animasi, video tidak hanya
berupa suara dan kualitas video yang ditingkatkan.

9. Daftar Pustaka

Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Mizan. Jakarta..

Arief S. Sadiman dkk.. (2014). Media Pendidikan, Pengertian,


Pengembangan, dan. Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press

Boltman, Angela, 2001. Children’s Storytelling Technologies: Differences in


Ellaboration and Recall. http://itiseer.1st.psu.edo/563253.html

B. Seels, Barbara, dan Rita C. Richey. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan


Kawasannya. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 1994.

Donna Harp Ziegenfuss. 2016. Closing the Loop: Building Synergy for
Learning through a Professional Development MOOC about Flipped
Teaching. Journal Emerging eLearning
(https://scholarworks.umb.edu/ciee/vol3/iss1/7/ diakses 26 Desember
2018)

Miarso, Y. 2007. Menyemai Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi


Pendidikan.. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Pribadi, Benny. A dan Yuni Katrin. Media Teknologi. Jakarta: Universitas


Terbuka, 2004.

Sadiman, Arief. S, Media Pendidikan: Pengertian , Pengembangan dan


Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo
Persada, 2003.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

407
Bandung: Alfabeta

Susan E Alcock, J Andrew Dufton, Müge Durusu-Tanrıöver. 2015.

Archaeology and the MOOC: Massive, open, online, and opportunistic.

Journal of Social Archaeology.

(http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1469605315609017 diakses

pada 27 November 2018)

408
STUDI KELAYAKAN PROGRAM PEMBELAJARAN TERBUKA DAN JARAK
JAUH BIDANG PARIWISATA; INDONESIA
Ir. Surono Mphil.
PT Cipta Kompetensi Profesi
RINGKASAN

Laporan Studi Kelayakan (FS) ini disiapkan untuk Sekretariat SEAMOLEC, untuk
mengevaluasi status dan potensi pengembangan Pembelajaran Terbuka dan Jarak Jauh. Studi
kelayakan dilaksanakan pada bulan Januari 2019 dengan metode atau langkah-langkah sebagai
berikut: Menelaah profil negara industri pariwisata meliputi kontribusi terhadap PDB,
kontribusi lapangan kerja, dan situasi industri pariwisata saat ini; Review Sistem TVET,
termasuk Kebijakan TVET, Tinjauan Sistem Pendidikan dan Sistem TVET, Status saat ini:
Review TVET di Pariwisata; Mengkaji status implementasi MRA-TP saat ini, termasuk
ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC), National Tourism
Professional Board (NTPB), Program Tourism Professional Certification Board (TPCB) untuk
ASEAN MRA-TP, dan pendaftaran profesional pariwisata ke ATPRS; Periksa Kebijakan
Pembelajaran Jarak Jauh, termasuk Kebijakan program DL, Infrastruktur untuk Mendukung
Program DL; dan Kesimpulan studi kelayakan dan rekomendasi.

Periksa profil negara industri pariwisata.Profil industri pariwisata ditinjau dari kontribusi
terhadap PDB, kontribusi lapangan kerja, dan situasi industri pariwisata saat ini. Pariwisata
menyumbang 10% dari PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. Industri pariwisata
baik secara langsung maupun tidak langsung menempati urutan ke-3 penghasil PDB Indonesia
tahun 2014 sebesar 9,3% dari total PDB. Kontribusi lapangan kerja, Pariwisata menyumbang
9,8 juta lapangan kerja, atau 8,4% secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari semua sektor
industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30% dalam 5 tahun.
Situasi industri pariwisata saat ini, industri manufaktur mendapat dampak terbesar mencapai
Rp. 116,82 triliun atau 23,56 persen dari total dampak diikuti oleh pertanian dan penyediaan
akomodasi. Namun jika dilihat menurut sektor PDB,

Tinjau Sistem TVET. Dalam hal Kebijakan TVET,Pemerintah Indonesia telah


mengidentifikasi pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas untuk pertumbuhan ekonomi.
Begitu juga dengan Kementerian Pendidikan dan Culturebertujuan untuk menyelaraskan
pengembangan SMK dengan sektor pariwisata sebagai fokus industri inti, bersama dengan
industri seni kreatif, perhotelan, maritim, pertanian, keamanan, dan telekomunikasi sebagai
subsektor terkait. Kebijakan Revitalisasi Pendidikan Vokasi untuk meningkatkan kualifikasi
SDM dalam menghadapi dunia kerja diwujudkan dalamKeputusan Presiden 9 dari 2016 tentang
Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing
Sumber Daya Manusia Indonesia. Sistem Pendidikan dan Sistem TVETdiatur dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Nasional Sistem Pendidikan (SISDIKNAS). Dengan
kebijakan tersebut, status pengembangan TVET di bidang pariwisata saat ini menjadi prioritas
utama karena pariwisata Indonesia kini telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan
memiliki laju pertumbuhan tercepat serta merupakan salah satu sumber utama pendapatan
nasional. Pelatihan kejuruan di bidang pariwisata telah didorong dan dikembangkan dengan
pesat.

Tinjau penerapan status MRA-TP saat ini.Pelaksanaan MRA-TP di Indonesia mengikuti


Handbook ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals antara lain
ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC), National Tourism

409
Professional Board (NTPB), Tourism Professional Certification Board (TPCB) Program untuk
ASEAN MRA-TP. Untuk mempercepat implantasi, Indonesia mengembangkan peta gambaran
semua pekerjaan dalam kerangka kualifikasi ASEAN MRA-TP, mengembangkan skema
sertifikasi / standar sertifikasi, penerapan toolbox sebagai alat penilaian, mengembangkan
lembaga sertifikasi profesional di bidang profesional pariwisata, mengembangkan penilai
kompetensi, memastikan tautan dan kesesuaian antara sertifikasi program profesi
kepariwisataan, standar, kurikulum dan penerapan standar dalam bisnis pariwisata.

Periksa Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh. Kebijakan Pendidikan Jarak Jauh


Indonesia untuk pendidikan dasar dan menengah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Jarak Jauh untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Sedangkan kebijakan
pendidikan jarak jauh Indonesia untuk pendidikan tinggi diatur melalui Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Jarak Jauh di Perguruan Tinggi. Dengan komitmen pemerintah, infrastruktur untuk
mendukung Program DL, antara lain Internet,Program Pendidikan TV, dan Pusat TIK,
berkembang secara terencana melalui koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan
Informasi. Program infrastruktur inidengan fokus pada meratakan akses telekomunikasi di
seluruh Indonesia dan target broadband atau broadband ke seluruh wilayah Indonesia bisa
selesai pada 2019.

Kesimpulan studi kelayakan dan rekomendasi.


Studi tersebut menyimpulkan bahwa implementasi dari Open and Distance Learning In
Tourism siap dan menguntungkan, dan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan TVET
pariwisata dan memiliki kemungkinan sukses yang tinggi. Namun demikian, ada beberapa
masalah yang diidentifikasi dan harus diselesaikan secepatnya, antara lain: a) masalah dalam
mengembangkan penguasaan bahasa Inggris baik siswa maupun guru; dan b) pengembangan
standar pekerjaan, dan standar kompetensi di bidang pengembangan pembelajaran jarak jauh,
sehingga dapat mempercepat penerapan pembelajaran jarak jauh dalam pengembangan TVET
pariwisata.

PENDAHULUAN: PROFIL NEGARA INDUSTRI PARIWISATA


Pariwisata Indonesia kini telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan memiliki
tingkat pertumbuhan tercepat serta merupakan salah satu sumber utama pendapatan nasional.
Melalui penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja dan peluang bisnis, serta pembangunan
infrastruktur menjadikan pariwisata salah satu pendorong utama kemajuan sosial ekonomi
suatu negara. Namun menyikapi pariwisata bukanlah hal yang mudah karena pariwisata
bukanlah sektor yang berdiri sendiri. Pembangunan pariwisata melibatkan hampir semua sektor
ekonomi baik industri yang berkarakteristik pariwisata, seperti hotel dan restoran, maupun
industri yang sekilas tidak terkait langsung dengan industri pariwisata, namun sebagian
peminatnya berasal dari pariwisata (tourism connected industry) seperti bisnis transportasi. dan
perbankan. Jumlah industri yang terkait dan menerima dampak kegiatan pariwisata sangat
besar. Keterkaitan pariwisata antar sektor akan menjadi link pendukung untuk memajukan
pembangunan nasional.

410
Pemerintah telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan nasional.
Pemerintah berharap pariwisata dapat menjadi pendorong pertumbuhan di sektor ekonomi lain
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui peningkatan promosi yang
dibarengi dengan peningkatan pelayanan, serta didukung oleh situasi keamanan yang semakin
baik, diharapkan jumlah kedatangan wisatawan asing dapat meningkat. Pada tahun 2016
jumlah kunjungan wisman mencapai 11,52 juta kunjungan, naik 10,70 persen dibandingkan
jumlah kunjungan tahun sebelumnya.4. Gambar 1. menunjukkan bahwa Kementerian
Pariwisata telah merilis sepuluh program prioritas utama, yaitu: program digital dan program
milenial; Home Stay; Konektivitas Udara; Branding; Mula; Tujuan Utama; Sertifikasi
Kompetensi SDM dan Gerakan Pariwisata Sadar; Peningkatan Investasi; dan Manajemen
Crisis Center.

Untuk memastikan keberhasilan program pariwisata, faktor penentu adalah sumber


daya manusia pariwisata yang kompeten dan terus mengikuti serta beradaptasi dengan
perkembangan teknologi seperti perkembangan di era industri 4.0. SDM Pariwisata merupakan
faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pariwisata suatu negara. SDM
Pariwisata adalah tenaga kerja yang pekerjaannya langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan kepariwisataan, dapat terdiri dari SDM pariwisata di tingkat pemerintah (SDM
aparatur); dan sumber daya manusia pariwisata dalam dunia usaha dan masyarakat. Untuk
membangun sumber daya manusia yang kompeten, pendidikan kepariwisataan juga harus
mengikuti percepatan eksponensial pembangunan kepariwisataan yaitu potensi pengembangan
pendidikan jarak jauh.

MAIN DESTINATIONS

DEVELOPMENT OF 10
MAIN DESTINATIONS

10 HR COMPETENCY
CERTIFICATION & CONSCIOUS
PRIORITY TOURISM MOVEMENT
PROGRAMS
MINISTRY OF TOURISM

INVESTATION
IMPROVEMENT

TOP 10 CRISIS CENTRE


ORIGINATION MANAGEMENT

Gambar 1. Program Prioritas Kementerian Pariwisata5

4Akhmad Tantowo dkk, Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) Tahun 2017.(Jakarta: Kementerian
Pariwisita, 2017), hal. 3.
5Anonim. Komitmen Pemerintah. (Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2018). p. 9.

411
1.1. Kontribusi terhadap PDB
Pariwisata menyumbang 10% dari PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN.
Industri pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung menempati urutan ke-3
penghasil PDB Indonesia tahun 2014 sebesar 9,3% dari total PDB. PDB pariwisata nasional
tumbuh 4,8% dengan tren naik 6,9%, jauh lebih tinggi dibandingkan industri pertanian,
otomotif, dan pertambangan. Pengeluaran US $ 1 Juta di sektor pariwisata, menghasilkan GDP
US $ 1,7 juta atau 170%, tertinggi dibandingkan industri lain6.

Gambar 2. Dampak PDB Indonesia menurut Industri7

1.2. Kontribusi untuk pekerjaan


Pariwisata menyumbang 9,8 juta pekerjaan, atau 8,4% secara nasional dan menempati
urutan ke-4 dari semua sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata
tumbuh 30% dalam 5 tahun. Pariwisata juga merupakan pencipta lapangan kerja terendah, yaitu
hanya US $ 5.000 per satu pekerjaan, dibandingkan dengan industri lain rata-rata US $ 100.000
per satu pekerjaan.8.

Permintaan barang dan jasa dalam kegiatan pariwisata berdampak pada permintaan
upah dan gaji di setiap sektor perekonomian. Peran upah dan gaji dari kegiatan pariwisata
terhadap nilai kompensasi tenaga kerja secara nasional pada tahun 2016 sebesar Rp 157,01
triliun atau 3,86 persen dari upah nasional. Sedangkan untuk pengaruhnya terhadap PDB,
pengeluaran wisatawan nusantara juga paling besar pengaruhnya terhadap upah dan gaji, yaitu
1,54 persen dari upah nasional, disusul konsumsi wisman yang mencapai 1,13 persen. Investasi
sektor pariwisata berdampak pada upah dan gaji tenaga kerja di semua sektor perekonomian
sebesar 0,97 persen dari upah nasional, sedangkan dampak yang diberikan oleh promosi

6 .
Tim Percepatan WSR-TSB Percepatan Wisata Sejarah, Religi Tradisi Dan Seni Budaya- Prioritas
Program. (Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2017), hal. 38.
7Ibid., Hal. 38.
8
Ibid., Hal. 38.

412
pariwisata dan perjalanan pra dan pasca dari wisatawan Indonesia ke luar negeri hanya 0,17
persen dan 0,05 persen.9.

1.3. Situasi Industri Pariwisata Saat Ini.


Diketahui bahwa industri manufaktur mendapat dampak terbesar mencapai Rp. 116,82
triliun atau 23,56 persen dari total dampak diikuti oleh pertanian dan penyediaan akomodasi.
Namun jika dilihat menurut PDB sektor pariwisata memberikan kontribusi terbesar pada usaha
penyediaan jasa akomodasi, dimana kontribusi pariwisata terhadap PDB sektor akomodasi
mencapai 69,20 persen. Artinya usaha penyediaan akomodasi sangat bergantung pada kegiatan
pariwisata. Tanpa kegiatan pariwisata, usaha penyediaan akomodasi tidak akan berkembang
atau tutup. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa usaha penyediaan akomodasi merupakan
industri yang bercirikan pariwisata. Pariwisata juga memiliki andil besar dalam bisnis
penyediaan makanan (14.10.

Sistem TVET
Kebijakan TVET

Itu PemerintahIndonesia telah mengidentifikasi pariwisata sebagai salah satu sektor


prioritas untuk pertumbuhan ekonomi. Demikian pula, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan bertujuan untuk menyelaraskan pengembangan SMK dengan sektor pariwisata
sebagai fokus industri inti, di samping industri seni kreatif, perhotelan, maritim, pertanian,
keamanan, dan telekomunikasi sebagai subsektor terkait (Gambar 3). ). Kebijakan Revitalisasi
Pendidikan Vokasi untuk meningkatkan kualifikasi SDM dalam menghadapi dunia kerja
dituangkan dalam Perpres 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan
Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.

9
Akhmad Tantowo dkk, loc. cit., hal. 62.
10
Ibid., Hal. 61.

413
Gambar 3. Cetak Biru Pengembangan SMK Masa Depan11

SelanjutnyaKementerian Keuangan melalui APBN 2019 mendorong Penanaman Modal


dan Daya Saing melalui Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui: Peningkatan
kompetensi tenaga pendidik vokasi; Penyesuaian kurikulum pendidikan vokasi dengan
kebutuhan industri dan teknologi; Pemberian beasiswa pendidikan vokasi melalui LPDP
(Badan Pengelola Dana Pendidikan); Kebijakan kejuruan akan dikoordinasikan oleh
Kementerian Tenaga Kerja; DAK Non Fisik (Dana Alokasi Khusus): Peningkatan biaya satuan
BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk Pendidikan Vokasi; Kebijakan Insentif Pajak;
Pengurangan pajak untuk mendukung kegiatan Litbang dan vokasional12.

Tinjauan Sistem Pendidikan dan Sistem TVET

Sistem pendidikan nasional Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun


2003 tentang Pendidikan NasionalSistem Pendidikan (SISDIKNAS). Sistem ini terdiri dari
beberapa subsistem atau aspek sebagai berikut: Dasar, Fungsi dan Tujuan; prinsip
penyelenggaraan pendidikan; hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan
pemerintah; pelajar; jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; bahasa instruksi; wajib belajar;
standar pendidikan nasional; kurikulum; pendidik dan tenaga kependidikan; sarana dan

11 Agung Budi Susanto, Kebijakan Nasional Pendidikan Vokasi di Sekolah Menengah: Strategi
Pengembangan SMK untuk Mendukung Program MP3EI (Jakarta: Kementerian Kesejahteraan
Rakyat Republik Indonesia, 2012). hlm. 7-20.
12 Kementerian Keuangan, RAPBN 2019 - APBN untuk Mendorong Investasi dan Daya Saing

melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI,
2018), hlm.17-41.

414
prasarana pendidikan; pendanaan pendidikan; manajemen Pendidikan; partisipasi masyarakat
dalam pendidikan; evaluasi, akreditasi dan sertifikasi; pembentukan satuan pendidikan;
menyelenggarakan pendidikan oleh lembaga negara lainnya; dan pengawasan. Secara suatu
sistem dapat digambarkan seperti pada Gambar 4. sedangkan struktur sistem pendidikan dari
tahun ajaran 1 sampai dengan tahun ajaran ke 23 dapat dilihat pada Tabel 1. Sistem Pendidikan
Nasional

Tah Peyampaian
Usia un Tingkat Pendidikan Pendidikan
ajar Terdesentralis Terpus
an asi at
2 Doktoral
3 (termasuk umum & Islam,
2 dan kejuruan, akademik &
2
profesional)
Diatas 2
22 1
2 Menguasai
0 (termasuk umum & Islam,
1 dan kejuruan, akademik &
9 profesional)
22 1
8 Sarjana
Pendidikan yang
21 1 (termasuk umum & Islam,
lebih tinggi
7 dan kejuruan & akademis)
20 1
6
19 1
5
18 1 Sekolah Sekolah Menengah
4
Menengah Atas Atas Umum Islam &
17 1
Pelajaran kedua Umum & Sekolah Menengah
3
Sekolah Kejuruan Islam (MA &
16 1
2 Menengah MAK)
Kejuruan (SMA
& SMK)
15 1
1 Sekolah Sekolah
14 1 Menengah Menengah
0 Pertama Pertama Islam
13 9 (SMP) (MTs)
12 8
11 7

415
10 6 Pendidikan dasar
9 5 Utama (SD) Sekolah Dasar Islam (MI)
8 4
7 3

6 2
Pendidikan usia Taman Kanak- Taman kanak-kanak Islam
5 1
dini Kanak (TK) (RA)

FOUNDATIONS, FUNCTIONS, OBJECTIVES AND PRINCIPLES OF IMPLEMENTING EDUCATION

NATIONAL STANDARD OF EDUCATION

• PATHWAYS, LEVES, AND


TYPES OF EDUCATION
Humans who are faithful


CURRICULUM
LANGUAGE OF INSTRUCTION
• SUPERVISION and devoted to God
• EVALUATION,
• EDUCATIONAL TOOLS AND
INFRASTRUCTURE ACCREDITATION Almighty, noble, healthy,
EDUCATION • EDUCATOR AND EDUCATION
MANAGEMENT PERSONAL
AND
CERTIFICATION
knowledgeable,
PARTICIPANTS • EDUCATION FUNDING capable, creative,
• ESTABLISHMENT OF QUALITY
EDUCATION UNITS
ASSURANCE independent, and
EDUCATION become a democratic
MANAGEMENT
and responsible citizen

ROLE OF COMMUNITIES
COMPULSORY EDUCATION
IN EDUCATION
RIGHTS AND OBLIGATIONS OF CITIZENS OF STATE,
PARENTS, COMMUNITY AND GOVERNMENT

Gambar 4. Sistem Pendidikan Nasional diilustrasikan dari Undang-Undang Nomor 20


Tahun 2003.

Tabel 2. Struktur Pendidikan di Indonesia13

Menurut Undang-Undang Pendidikan Tinggi, perbedaan utama antara varietas perguruan


tinggi terletak pada jenis jalur pendidikan dan jumlah disiplin ilmu yang ditawarkan.
Program akademis hanya tersedia di sekolah lanjutan, institut dan universitas;
program kejuruan tersedia di semua perguruan tinggi.

Universitas mungkin menawarkan program akademik dan kejuruan, serta program


profesional. Contoh: Universitas Jenderal Sudirman menawarkan program gelar di
bidang pertanian dan teknik pangan, akuntansi dan manajemen, dan kedokteran
gigi. Ia juga menawarkan program kejuruan di bidang teknik industri, akuntansi
dan layanan kesekretariatan, serta program profesional untuk akuntan, dokter,
dokter gigi dan perawat.

416
Institut dapat menawarkan program akademik dan kejuruan dari berbagai disiplin ilmu.
Contoh: Institut Teknologi Bandung menawarkan program akademik yang
berbeda mulai dari teknik pertanian hingga perencanaan kota - semuanya berasal
dari disiplin ilmu teknik dan teknologi.

Sekolah lanjutan (sekolah tinggi) hanya dapat menawarkan program akademik dan vokasi
di satu sekolah
disiplin.
Contoh: Sekolah Tinggi Kesehatan Al-Irsyad di Cilacap menawarkan program D3
dan S1
tentang keperawatan, farmasi, fisioterapi - yang berasal dari disiplin ilmu
kedokteran.

Politeknik mungkin menawarkan program kejuruan dari berbagai disiplin ilmu.


Contoh: Politeknik Negeri Jakarta menawarkan berbagai program vokasi dari PT
disiplin ilmu teknik, ekonomi dan administrasi bisnis.

Akademi (akademi komunitas) mungkin menawarkan program kejuruan dari berbagai


disiplin ilmu. Contoh: Akademi Keperawatan Jayakarta dan Akademi
Keperawatan Fatmawati hanya menawarkan program D3 vokasi yang fokus pada
kedokteran, sedangkan semua kelas yang ditawarkan oleh Darma Agung
Pariwisata dan Akademi Perhotelan fokus pada perhotelan.

Akademi komunitas (akademi komunitas) unik karena mereka menawarkan kursus


paling sedikit di antara semua perguruan tinggi. Mereka hanya dapat menawarkan
program D1 & D2 yang sesuai dengan kegiatan ekonomi regional yang mereka
prioritaskan sebagaimana diatur dalam MP3EI.
Contoh: Akademi Komunitas Publik Nagekeo hanya menawarkan program kejuruan
D2 dari disiplin ilmu teknik kimia dan administrasi bisnis.

Tabel 3. Agenda Pengembangan pendidikan Vokasi 14

Tindakan 2015 2025


Kapasitas Mahasiswa Akademi Komunitas yang Baru 242.100 499.500
Dibangun
Jumlah Akademi Komunitas yang Baru Dibangun 269 555
Kapasitas Mahasiswa Politeknik Baru Binaan 215.000 442,000
Jumlah Politeknik Yang Baru Dibangun 54 111
Jumlah Program Pascasarjana Kejuruan 10 20
Ditawarkan di Politeknik
Kapasitas Mahasiswa Universitas / Institusi Baru Dibangun 141,000 300.000
Jumlah Perguruan Tinggi / Institusi Baru Dibangun 14 30
Dosen Tambahan di Perguruan Tinggi 53.000 111.000

14
DGHE (2013a) & MENC (2013) di Lee Kuan Yew School
Kebijakan Publik. Pendidikan dan Pelatihan Teknis
dan Kejuruan di Indonesia: Tantangan dan Peluang untuk Masa Depan - Seri Studi Kasus Microsoft tentang
Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan (Singapura: National University of Singapore, 2016), hal. 18.

417
Dosen Tambahan dengan Gelar Doktor 15% 50%

Gambar 5. Sistem Multi Entry, Multi Exit15

Tabel 4. Struktur Kurikulum SMK 16


KOMPONEN INSTRUKSIONAL
JAM
1. Pendidikan agama 192
2. Pendidikan Kewarganegaraan 192
3. Bahasa Indonesia 192
4. Inggris 440 a)
5. Matematika
5.1. Matematika di SMK jurusan Seni, Pariwisata dan Teknologi 330a)
Rumah Tangga (Teknologi Kerumahtanggaan)
5.2. Matematika di SMK jurusan IPS, Administrasi Perkantoran dan 403a)
Akuntansi
5.3. Matematika di SMK jurusan Teknologi, Kesehatan, dan 516 a)
Pertanian
6. Ilmu alam
6.1. Ilmu alam 192 a)
6.2. Fisika
6.2.1. Fisika di SMK jurusan Pertanian 192 a)
6.2.2. Fisika di SMK jurusan Teknologi 276 a)
6.3. Kimia
6.3.1. Kimia di SMK jurusan Pertanian 192 a)
6.3.2. Kimia di SMK jurusan Teknologi dan Kesehatan 192 a)
6.4. Biologi
6.4.1. Biologi di SMK jurusan Pertanian 128 a)
6.4.2. Biologi di SMK jurusan Kesehatan 128 a)
7. Ilmu Sosial
8. Seni & Budaya 192
9. Pendidikan Olahraga & Kesehatan
10. Mata Pelajaran Kejuruan
10.1. Keterampilan Komputer & Manajemen Informasi 202
10.2. Kewiraswastaan 192
10.3. Kompetensi Kejuruan Dasar b) 140
10.4. Kompetensi Kejuruanb) 1.044 c)
B. Pendidikan Muatan Lokal d) 192
C. Pengembangan Dirie) (192)
catatan:

15 Ibid., hal. 31
16
Ibid., hal. 43

418
a) Jam yang diatur di atas adalah jam instruksional minimum yang disyaratkan oleh MENC.
Setiap SMK memiliki kewenangan untuk menambah jam pelajaran bagi siswanya.
b) Terdiri dari berbagai mata pelajaran vokasi, sesuai dengan industri yang menjadi fokus
SMK.
c) Jumlah jam pembelajaran tersebut sejalan dengan standar kompetensi kerja yang diterapkan
di dunia profesional. Setiap SMK harus memastikan bahwa alokasi jam pembelajaran mata
pelajaran Kompetensi Vokasi tidak boleh kurang dari 1.044 jam.
d) Pendidikan Muatan Lokal merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri yang bertujuan
untuk menggali karakteristik daerah masing-masing dan wilayah yang prospektif untuk
dikembangkan. Setiap SMK merancang kurikulum Pendidikan Muatan Lokal masing-
masing.
e) Pengembangan Diri terdiri dari kegiatan ekstrakurikuler dimana siswa dapat mengejar minat
dan bakat pribadi mereka di lingkungan sekolah. Sebagai subjek, Pengembangan Diri dapat
dipimpin oleh seorang guru, konselor, atau profesional eksternal.

Status saat ini: TVET di Pariwisata

Pengembangan pariwisata TVET menjadi prioritas utama karena pariwisata Indonesia


kini telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan
tercepat serta merupakan salah satu sumber utama pendapatan nasional. Pelatihan kejuruan di
bidang pariwisata telah didorong dan berkembang pesat, dimulai dengan program kerjasama
pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia pada program IAPSD 2002 yang
mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi (CBT), standar kompetensi, penilai
kompetensi, dan penilai kompetensi master. Kemudian mulai tahun 2006 standar kompetensi
dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang menjadi
acuan pelatihan vokasi dan pendidikan vokasi kepariwisataan seluruh Indonesia didukung oleh
PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia).

Pengembangan pelatihan berbasis kompetensi (CBT) bidang pariwisata kemudian


diikuti dengan tuntutan sertifikasi kompetensi sesuai dengan jabatan pekerjaan di industri
pariwisata. Sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
pariwisata yang diakreditasi oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2004.
Selanjutnya dengan terbentuknya kewenangan sertifikasi yang baru, Badan Sertifikasi Profesi
Nasional (BNSP) pada tahun 2005, lanjut LSP tumbuh menjadi 34 LSP pihak ketiga III pada
tahun 2015.

Pada Desember 2014, Kementerian Pariwisata dan BNSP meluncurkan penerapan


standar kompetensi ACCSTP dan CATC berupa Skema Sertifikasi Kualifikasi ASEAN untuk
52 kualifikasi. Dan pada April 2015, Kementerian Pariwisata dan BNSP meluncurkan skema
sertifikasi 32 ASEAN MRA Occupations. Dengan pencairan ini, masyarakat semakin percaya
diri untuk menerapkan standar kompetensi ASEAN agar dapat saling pengakuan antar negara
ASEAN.

419
Gambar 6. Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi berdasarkan CATC.

Gambar 7. Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi berdasarkan CATC.

Penerapan ACCSTP dan CATC pada pendidikan vokasi mulai dari Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) hingga Program Diploma di bidang pariwisata masih menghadapi beberapa
kendala, karena belum dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum. Kurikulum di SMK
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang dikembangkan dalam bentuk spektrum
yang terbagi dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar, hal ini mengakibatkan Sekolah
Menengah Kejuruan menghadapi kendala dalam menelusuri standar kompetensi termasuk
kualifikasi dan pekerjaannya. Untuk mengatasi hal tersebut, BNSP bersama Direktorat Sekolah
Vokasi mengembangkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) pihak pertama dengan skema
sertifikasi kualifikasi yang sesuai dengan standar ASEAN. Dalam perkembangannya, Hal ini
direspon dengan sangat baik oleh pihak SMK dan hingga akhir tahun 2018 teridentifikasi lebih
dari 60 SMK telah berhasil mengembangkan LSP pihak I bidang pariwisata. Dengan skema
yang diadopsi dari ACCSP dan CATC, guru dan sekolah dapat memberikan kurikulum konteks
yang dapat menetapkan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan standar ASEAN.

420
Kondisi serupa juga terjadi dengan penerapan skema sertifikasi dengan standar ASEAN
yang diterapkan pada pendidikan tinggi vokasi, termasuk penerapan ASEAN tool box. Kendala
yang dihadapi beberapa sekolah adalah penguasaan bahasa Inggris, sehingga diharapkan para
ahli teknologi pendidikan dapat menemukan strategi untuk meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris dengan lebih baik.

PELAKSANAAN STATUS SAAT INI MRA-TP

Mutual Recognition Arrangement (MRA) adalah pengaturan yang dirancang untuk


memfasilitasi pergerakan bebas ketenagakerjaan dengan personel yang berkualifikasi dan
bersertifikat antara Negara Anggota ASEAN. MRA-TP dipandang sebagai salah satu
persyaratan penting Komunitas ASEAN sebagaimana dinyatakan dalam Bali Concord II pada
KTT ASEAN Kesembilan (2003) yang menyerukan penyelesaian MRA untuk kualifikasi
dalam layanan profesional utama pada tahun 2008 dan dikonfirmasi melalui Deklarasi Cebu
tentang Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diadopsi pada KTT ASEAN
ke-12 pada Januari 2007. Tujuan MRA-TP adalah untuk memfasilitasi mobilitas Profesional
Pariwisata, untuk bertukar informasi tentang praktik terbaik dalam pendidikan dan pelatihan
berbasis kompetensi untuk Profesional Pariwisata, dan untuk memberikan peluang kerja sama
dan pengembangan kapasitas di seluruh Negara Anggota ASEAN.

Komite Pemantau Profesional Pariwisata ASEAN (ATPMC)

Komite memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk pengoperasian MRA, termasuk


memantau kinerja mekanisme yang sedang berjalan. Dalam praktiknya, komite akan menjadi
bagian komponen dari mekanisme MRA yang lebih besar. ATPMC akan meninjau, mengadili,
dan menyelesaikan perselisihan, serta memantau pengoperasian TPCB dan kesesuaian yang
dikeluarkan. Pada saat Perjanjian Pembentukan Sekretariat Regional untuk implementasi
ASEAN MRA-TP ditandatangani pada Desember 2015, ATPMC telah ditunjuk sebagai
Governing Council untuk mengawasi dan memberikan arahan kepada Sekretariat Regional.

Tabel 5. Tanggung jawab ATPMC.

Tanggung jawab ATPMC Status


• menciptakan kesadaran dan menyebarkan informasi tentang MRA-TP di v
ASEAN;
• mempromosikan, memperbarui, memelihara dan memantau ACCSTP terbatas
dan CACT;
• setelah menerima umpan balik dari NTPB, untuk segera memberi tahu terbatas
TPCB terkait jika profesional pariwisata asing tidak lagi diakui oleh
negara tuan rumah;

421
• memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria, terbatas
sistem, manual dan publikasi yang berkaitan dengan ASEAN MRA-TP;
• melaporkan kemajuan kerjanya ke ASEAN NTOs; v
• merumuskan dan memutakhirkan mekanisme yang diperlukan untuk terbatas
memungkinkan implementasi ASEAN MRA-TP; dan
• fungsi dan tanggung jawab lain yang mungkin ditugaskan padanya oleh terbatas
NTO ASEAN di masa depan.

Badan Profesi Pariwisata Nasional (NTPB)

NTPB mengacu pada Dewan Profesional Pariwisata yang terdiri dari perwakilan dari sektor
publik dan swasta termasuk akademisi dan pemangku kepentingan pariwisata terkait lainnya,
yang akan ditentukan oleh NTO ASEAN masing-masing. Setiap negara diwajibkan untuk
menetapkan NTPB sebagai salah satu komponen penting untuk mendukung dan
mempromosikan implementasi ASEAN MRA-TP.

Tabel 6. NTPB masing-masing Negara Anggota ASEAN bertanggung jawab:


Tanggung jawab NTPB Status
• menciptakan kesadaran dan menyebarkan informasi tentang ASEAN MRA- -
TP;
• mempromosikan, memperbarui, memelihara, dan memantau ACCSTP dan -
CATC;
• memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria, -
sistem, manual dan publikasi yang berkaitan dengan ASEAN MRA-TP;
• melaporkan kemajuan pekerjaannya kepada NTO ASEAN termasuk tindakan -
yang diambil atas kasus-kasus yang dirujuk oleh TPCB dan / atau ATPMC;
• merumuskan dan memutakhirkan mekanisme yang diperlukan untuk -
memungkinkan penerapan ASEAN MRA-TP;
• memfasilitasi pertukaran praktik terbaik dan perkembangan yang berlaku di -
sektor pariwisata dengan tujuan untuk menyelaraskan dan memutakhirkan
kompetensi dan kurikulum pariwisata regional dan / atau internasional; dan
• fungsi dan tanggung jawab lain yang mungkin ditugaskan padanya oleh NTO -
ASEAN di masa depan.

Badan Sertifikasi Profesi Pariwisata (TPCB).

Setiap Negara Anggota telah membentuk TPCB. TPCB akan berfungsi untuk mendukung
ATPRS dengan memberikan pengesahan kualifikasi dalam negeri tentang kualifikasi
profesional yang ada dengan menerapkan templat yang ditetapkan oleh RQFSRS. Di beberapa
negara, TPCB atau yang setara sudah ada dan perkembangan ini menunjukkan indikator lebih

422
lanjut tentang kesiapan negara tersebut untuk melanjutkan. Misalnya, Pemerintah Vietnam
dengan bantuan dari UE membentuk TPCB yang berfungsi bernama Dewan Sertifikasi
Pariwisata Vietnam, yang berfungsi untuk mendukung Otoritas Nasional Pariwisata Vietnam.

Tabel 7. TPCB tanggung jawab masing-masing Negara Anggota ASEAN.


Tanggung jawab TPCB Status
• menilai kualifikasi dan / atau kompetensi profesional pariwisata sebagaimana v
ditentukan dalam ACCSTP;
• menerbitkan sertifikat kepada profesional pariwisata yang kualifikasi dan / v
atau kompetensinya telah memenuhi standar yang ditentukan dalam
ACCSTP;
• mengembangkan, memproses, dan memelihara daftar profesional pariwisata Tunggu
bersertifikat dan peluang kerja di ATPRS; dan fasilitasi
dari
ATPRS
• memberi tahu NTPB segera jika Profesional Pariwisata asing tidak lagi -
memenuhi syarat untuk memberikan layanan tertentu atau telah melanggar
standar teknis, profesional, atau etika.

Indonesia menetapkan BNSP (Otoritas Sertifikasi Profesi Indonesia) sebagai Badan


Sertifikasi Profesi Pariwisata (TPCB) pada tahun 2014. BNSP merupakan badan independen
yang dibentuk untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi. TPCB memiliki fungsi mendukung
ATPRS dengan memberikan pengesahan kualifikasi dalam negeri untuk kualifikasi profesional
yang ada dengan menerapkan templat yang ditetapkan oleh Kerangka Kualifikasi Regional
CATC. Garis Besar Skema Mekanisme MRA-TP ASEAN adalah sebagai berikut.

BNSP sebagai TPCB menerapkan standar kompetensi nasional dan menilai serta
mensertifikasi profesional pariwisata dengan Kerangka Kualifikasi Nasional yang dapat
dilacak ke CATC dan ACCSTP agar dapat didaftarkan pada ATPRS. Salah satu fungsi utama
TPCB adalah mengelola pengoperasian ATPRS sehari-hari. TPCB Indonesia berakar kuat di
tingkat Kabupaten Anggota. Fungsi utama TPCB Indonesia adalah:
• Menilai kualifikasi dan / atau kompetensi pekerjaan profesional pariwisata sebagaimana
ditentukan dalam ACCSTP dan SKKNI (Standar Kompetensi Nasional Indonesia);
• Menerbitkan sertifikat kepada profesional pariwisata yang kualifikasi dan / atau kompetensi
Jabatannya telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam ACCSTP dan SKKNI;
• Mengembangkan, memproses, dan memelihara daftar profesional pariwisata bersertifikat
dan peluang kerja ke ATPRS; dan
• Memberikan informasi kepada TPCB Negara Anggota lainnya.

423
Schematic Outline of ASEAN MRA-TP Mechanism

BNSP

ATPMC : ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee


ATPRS: ASEAN Tourism Professional Registration System
TPBC: Tourism Professional Certification Board
NTPB: National Tourism Professional Board

Gambar 8. Garis Besar Skema Mekanisme ASEAN MRA-TP17.

TPCB Indonesia mengembangkan Strategic Action Plan Implementing MRA-TP sejak


2014 untuk meningkatkan kualitas layanan dan sumber daya manusia di Indonesia dengan
mengacu pada ASEAN MRA-TP Handbook dan kerangka waktunya. Tabel 8. menggambarkan
langkah-langkah pelaksanaan tanggung jawab TPCB Indonesia dalam sertifikasi
pengembangan profesional pariwisata. Program ini bekerjasama dengan program Kementerian
Pariwisata sebagai bagian dari pembangunan pariwisata yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan.

Tabel 8. Rencana kerja TPCB pelaksana program sertifikasi MRA-TP

LANGKAH STATUS TARGET


TANGGAL

• Koordinasi identifikasi institusi terkait ASEAN MRA-TP. selesai Sep 2014

• Adopsi Matriks Kesetaraan Kualifikasi ACCSTP ke SKKNI selesai Okt 2014

• Pengembangan Skema Sertifikasi / Standar Pekerjaan (32) selesai November


dan Kualifikasi (52) berdasarkan ACCSTP, CATC dan

17
Sekretariat ASEAN,Buku Pegangan ASEAN MRA-TP. (Jakarta: ASEAN, 2013), hlm. 8.

424
SKKNI. 2014

• Diseminasi dan Implementasi skema sertifikasi ke TVET. selesai Des 2014

• Diseminasi dan Implementasi skema sertifikasi ke LSP selesai Des 2014


(PCB = Badan Sertifikasi Profesi)
• Soft Launching dan Promosi implementasi The ASEAN selesai Des 201 4
MRA-TP
• Pelaksanaan Sertifikasi Jabatan (32) dan Kualifikasi (52) selesai Feb 2015
berdasarkan ACCSTP, CATC dan SKKNI.
• Pendaftaran Profesional Pariwisata Bersertifikat ke ATPRS Menunggu Mar 2015
kesiapan
ASEC

• Grand Launching implementasi MRA-TP Menunggu Jun 2015


Pendaftaran
ASEC

• Evaluasi dan review implementasi MRA-TP Sedang Mei 2018


berjalan

• Pemetaan semua pekerjaan dalam yang diidentifikasi dalam Sedang Jun 2018
buku pegangan ASEAN MRA-TP dan perkembangannya. berjalan

• Revisi dan pengembangan Skema Sertifikasi. Agustus 2018

• Diseminasi dan Implementasi skema sertifikasi ke TVET & Sep 2018


LSP.
• Siap untuk Meluncurkan Referensi ke AQRF di TP Des 2018

Pemetaan pekerjaan dalam kerangka kualifikasi ASEAN MRA-TP.

ASEAN MRA-Tourism Professional dan Handbook of ASEAN MRA-TP telah


memberikan wawasan yang luas dalam memberikan arahan untuk pengembangan perencanaan
sumber daya manusia pembangunan pariwisata nasional. Berdasarkan dokumen di atas, Peta
Pekerjaan dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia di bidang Profesional Pariwisata
dikembangkan dengan dapat dilacak ke CATC dan ACCSTP (Gambar 9.). Dari 230 jumlah
pekerjaan yang diidentifikasi oleh Handbook MRA-TP, hanya 32 standar pekerjaan yang siap
untuk penerapan ACCSTP, SISA 198 perlu dikemas.

Peta ini berguna untuk referensi pengembangan perencanaan pengembangan sumber daya
manusia pariwisata; pengembangan profil lulusan pendidikan menengah dan tinggi khususnya
pendidikan vokasi; referensi untuk pengembangan program pemagangan; referensi program
pelatihan berbasis kompetensi; dan pengembangan skema sertifikasi profesi.

425
Dalam pelaksanaannya sejak 2013, evaluasi oleh para pemangku kepentingan, termasuk
TVET, PCB, dan Industri, telah diusulkan untuk direvisi. Rekomendasi ini ditanggapi dengan
baik oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan Nasional), KADIN (Kamar Dagang), asosiasi
profesi, Kementerian Pariwisata, dan BNSP agar segera direvisi baik jabatan maupun uraiannya
karena perkembangan tuntutan bisnis. Bahkan sekarang pemetaan ini diperluas ke
pengembangan destinasi, SPA dan MICE.

426
Gambar 9. Peta Pekerjaan dalam Kerangka Kualifikasi Nasional di Bidang Pariwisata (diadaptasi dari Handbook of MRA-TP, 201318)

18 Ibid., hlm 66-75.


427
Pengembangan skema sertifikasi / standar sertifikasi.

Skema Sertifikasi adalah suatu paket kompetensi dan persyaratan khusus yang berkaitan
dengan kategori jabatan atau keterampilan tertentu seseorang. Ada tiga macam skema
sertifikasi, yaitu: Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional, Skema Sertifikasi Jabatan,
dan Skema Sertifikasi klaster. Untuk tujuan ASEAN MRA-TP, Skema Sertifikasi Kerangka
Kualifikasi dan Skema Sertifikasi Jabatan akan menjadi kriteria untuk implementasi sedangkan
Skema Sertifikasi klaster akan digunakan untuk tujuan tertentu.

Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi

Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi dikembangkan berdasarkan CATC dan ACCSTP


yang terdiri dari lima tingkat kualifikasi di enam Divisi Tenaga Kerja yang menyediakan jalur
kejuruan dalam setiap Divisi Tenaga Kerja yang mencerminkan kebutuhan AMS yang
dinyatakan, kebutuhan industri, dan juga Kerangka Kualifikasi Nasional. Dalam semua kasus,
Sertifikat II menggabungkan Sertifikat I atas saran negara-negara yang berpartisipasi. Tabel 9.,
memberikan gambaran tingkat di mana masing-masing dari lima kualifikasi dalam Kerangka
ditetapkan.

Tabel 9. Rincian 52 kualifikasi di enam divisi tenaga kerja19.

Skema Sertifikasi Pekerjaan


Skema Sertifikasi Jabatan dikembangkan berdasarkan ACCSTP yang mencerminkan
kebutuhan AMS yang dinyatakan, kebutuhan industri, dan juga Kerangka Kualifikasi Nasional.
Untuk awal pelaksanaan MRA-TP, skema sertifikasi dibatasi pada 32 pekerjaan yang

19
Ibid., hal. 22.

428
diidentifikasi oleh Handbook MRA-TP yang dibatasi hanya 32 pekerjaan. Tabel 10
memberikan gambaran umum tentang pekerjaan yang ditetapkan.
Tabel 10. Rincian 32 kualifikasi di enam divisi tenaga kerja20.

Berdasarkan tabel di atas, Sertifikasi dikembangkan untuk enam Divisi Ketenagakerjaan


yang menyediakan jalur kejuruan. Struktur skema sertifikasi adalah sebagai berikut: ruang
lingkup; Acuan normatif; deskripsi; paket unit kompetensi; paket unit kompetensi; Prasyarat
calon; hak pemohon dan peserta sertifikasi; biaya sertifikasi; dan proses sertifikasi.

Implementasi kotak alat sebagai alat penilaian


Penilaian adalah proses mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta saat
ini terhadap semua elemen kompetensi dalam satu unit kompetensi. PCB mengembangkan alat
penilaian dengan mengadopsi dan mengadaptasi toolbox ASEAN khususnya Assessor Manual.
Namun karena Assesor Manual masih terbatas, PCB masih harus mengembangkan penilaian
tol berdasarkan ACCSTP.

Sebagaimana diidentifikasikan oleh ASEAN Guiding Principles for Quality Assurance dan
Recognition of Certification System, AMS harus mengembangkan standar penilaian, sehingga
sangat disyukuri jika ATPMC dapat memiliki program untuk mengembangkan toolbox untuk
seluruh unit di ACCSTP. Hal ini akan dapat mempercepat implementasi ASEAN MRA-TP di
seluruh anggota ASEAN.

20
Ibid, hlm. 16.

429
Setelah tiga tahun Indonesia melaksanakan program sertifikasi baik kualifikasi maupun
jabatan, TPCB mengevaluasi pelaksanaannya dan beberapa rekomendasi yang disarankan:
• Kebutuhan asesor standar kompetensi kerja ASEAN dan Asesor Master.
• Perlunya moderasi standar kompetensi penilaian dan toolbox-nya.

Pembinaan lembaga sertifikasi profesi bidang kepariwisataan.

Untuk mempercepat implementasi MRA-TP, TPCB Indonesia mendorong percepatan


pertumbuhan PCB yang dilisensikan oleh BNSP sesuai dengan Sistem Sertifikasi Profesi
Nasional (Gbr 10.) dan Asas Pedoman Penjaminan Mutu dan Pengakuan Sistem Sertifikasi
ASEAN. Dengan pesatnya pertumbuhan pembangunan pariwisata Indonesia, memberikan
dampak yang besar dari angkatan kerja yang telah berprofesi sebagai profesi pariwisata serta
tumbuhnya pendidikan dan pelatihan vokasi di bidang pariwisata yang terintegrasi dengan
ASEAN Tourism. Hal ini berdampak pada tuntutan tuntutan sertifikasi kompetensi profesi
yang semakin pesat, sehingga mendorong tumbuhnya Lembaga Sertifikasi Profesi. Sampai
tahun 2018 jumlah LSPs telah mencapai 94 baik PCB First Party 1 maupun PCB 3rd Party.

Gambar 10. Sistem Sertifikasi Profesi Nasional Indonesia.

Pengembangan Penilai Kompetensi.

Dalam mengembangkan kompetensi asesor TPCB Indonesia menyelaraskan antara


persyaratan skema sertifikasi asesor kompetensi Indonesia dengan persyaratan kompetensi
pada unit kompetensi asesor kompetensi ASEAN. Dalam skema asesor kompetensi nasional
terdapat tiga unit kompetensi yaitu: Perencanaan dan Pengorganisasian; Mengembangkan alat
penilaian; dan Melakukan Penilaian. Sedangkan Asesor ASEAN diidentifikasi hanya pada

430
tingkat Elemen 4: Penerapan Standar Kompetensi ASEAN yang mencakup Rencana dan
persiapan penilaian Standar Kompetensi ASEAN; Melakukan penilaian terhadap Standar
Kompetensi ASEAN; dan Evaluasi penilaian ASEAN, sehingga komponen standar sangat
terbatas. Sehingga akan lebih baik jika unit kompetensi dibuat dan dipersiapkan untuk penilaian
suatu Standar Kompetensi ASEAN; Melakukan penilaian terhadap Standar Kompetensi
ASEAN; dan Evaluasi penilaian ASEAN.

Keterkaitan dan Kesesuaian Sertifikasi Program Profesi, Standar, Kurikulum Dan


Standar Penerapan Dalam Bisnis Pariwisata

Sertifikasi merupakan bagian terakhir dari proses implementasi ACCSTP dan CATC
dalam kerangka ASEAN MRA-TP, sehingga untuk pelaksanaannya perlu adanya kerjasama
dengan dunia kerja dan lembaga pendidikan dan pelatihan khususnya TVET. Pada tahap awal
TPCB telah berinisiatif untuk bekerjasama dengan 9 penyelenggara pelatihan dengan
menyebarluaskan Handbook ASEAN MRA-TP khususnya pada pelatihan vokasi dan lembaga
pendidikan, pada tahap ini terdapat link and match antara standar kompetensi dan kurikulum
seperti terlihat pada Gambar 11. standar kompetensi dengan kurikulum dan menunjukkan
keterkaitan antara kedua metode pembelajaran dan penilaian. Model ini memberikan arahan
untuk memahami bagaimana ACCSTP dan CATC diimplementasikan.

Gambar 11. Standar Kompetensi versus Kurikulum21. (ASEC, 2013).

21
Ibid., hlm. 30.

431
Tahap sosialisasi selanjutnya adalah kepada industri pariwisata dan lembaga sertifikasi
profesi pariwisata. Pada tahap ini banyak kendala yang dihadapi untuk memastikan bahwa
standar tersebut dapat bermanfaat untuk dikembangkan dalam bisnis pariwisata untuk
mengembangkan, menjamin dan memelihara kompetensi sumber daya manusia. Hal ini juga
terjadi pada awal pengenalan badan sertifikasi profesi. Dari evaluasi dan analisis penerapan
standar kompetensi di industri dan lembaga sertifikasi, dikembangkan model interface antara
standar kompetensi, SOP di industri, kurikulum tentang TVET dan penilaian kompetensi di
lembaga sertifikasi profesi seperti pada Gambar 12. di bawah ini.

Gambar 12. Model interface antara Standar Kompetensi, SOP Industri, Kurikulum TVET dan
Assessment pada PCB
Dengan model interface di atas maka sosialisasi MRA-TP khususnya ACCSTP dan
CATC lebih mudah dalam memahami prinsip-prinsip implementasi standar di industri, TVET,
lembaga sertifikasi dan penilai kompetensi. Kemajuan pengembangan PCB mengusulkan
skema sertifikasi yang didasarkan pada Kualifikasi ASEAN dan juga jabatan.

Pendaftaran Profesional Pariwisata Ke ATPRS


Seperti yang dinyatakan oleh MRA ASEAN, “Seorang profesional pariwisata asing
dapat diakui memenuhi syarat untuk mendapatkan jabatan pekerjaan pariwisata tertentu di
divisi tenaga kerja sebagaimana ditentukan dalam LAMPIRAN III di negara tuan rumah
asalkan ia memiliki kualifikasi / sertifikat kompetensi pariwisata di bidang pariwisata tertentu.
jabatan pekerjaan sebagaimana ditentukan dalam ACCSTP, yang dikeluarkan oleh TPCB di
Negara Anggota ASEAN, dengan ketentuan lebih lanjut bahwa ia harus mematuhi hukum dan
peraturan domestik yang berlaku di negara tuan rumah. ” Berdasarkan evaluasi dan

432
perbandingan ACCSTP dan CATC dengan Standar Kompetensi Nasional Indonesia,
Kementerian Pariwisata dan BNSP mengadopsi ACCSTP dan CATC untuk dikembangkan
sebagai Skema Sertifikasi untuk 52 Kerangka Kualifikasi Nasional dan 32 pekerjaan serta
mengimplementasikan toolbox. Ini memastikan bahwa sertifikasi oleh TPCB sesuai dengan
ACCSTP, CATC, dan AQRF.
Meskipun pengakuan tenaga kerja terampil bersifat sukarela dan diatur oleh peraturan,
undang-undang, dan kebijakan domestik masing-masing Negara Anggota ASEAN, ATPRS
(Sistem Profesional Pariwisata ASEAN) adalah salah satu komponen kunci MRA-TP, ini
berfungsi sebagai platform pencocokan pekerjaan antara industri dan ATP di seluruh ASEAN.
TPCB bertanggung jawab atas pendaftaran pelamar ke ATPRS. Namun, program ini
akan dipromosikan bersama Kementerian Pariwisata ke TVET dan PCB pada pertengahan
2018. Diharapkan Sekretariat ASEAN dapat memfasilitasi pendaftaran profesional pariwisata
untuk mendaftar di ATPRS.
Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh
Kebijakan program Pembelajaran Jarak Jauh.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kebijakan Pendidikan Jarak Jauh Indonesia untuk pendidikan dasar dan menengah
diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 119
Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah. Pendidikan jarak jauh dalam kebijakan ini merupakan pendidikan yang
memisahkan peserta didik dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber
belajar melalui penerapan prinsip-prinsip pendidikan / teknologi pembelajaran. Kebijakan DL
meliputi:

Pendidikan dasar dan menengah tingkat DL dapat diselenggarakan dalam lingkup: a)


program yang meliputi: mata pelajaran; keahlian, program keahlian dan / atau paket keahlian;
atau unit pendidikan. DL dalam lingkup mata pelajaran hanya diselenggarakan pada 1 (satu)
mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. DL di bidang keahlian, keahlian
program, dan paket keahlian diadakan pada 50% lebih banyak dari jumlah subjek. DL
diselenggarakan di satuan pendidikan dilaksanakan di satuan pendidikan yang mata
pelajarannya dilaksanakan dari jarak jauh. Pendidikan jarak jauh dengan keahlian, program
keahlian, dan / atau paket keahlian diselenggarakan oleh Sekolah Kejuruan / Teknik reguler.

Struktur manajemen sekolah / madrasah penyelenggara DL paling sedikit terdiri dari:


kepala sekolah / madrasah; tutor / guru; pengelola sekolah / madrasah penyelenggara DL dan
TKB (tempat kegiatan pembelajaran); dan staf pendidikan.
PENGELOLAAN. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dapat dilakukan dalam
mode tunggal, mode ganda, atau mode konsorsium. Menyelenggarakan pendidikan jarak jauh
moda tunggal berupa satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan hanya
dengan moda jauh. Menyelenggarakan dual mode berupa satuan pendidikan yang
menyelenggarakan program pendidikan baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Sedangkan

433
penyelenggaraan moda konsorsium berupa jaringan kerjasama penyelenggaraan pendidikan
jarak jauh lintas satuan pendidikan dengan lingkup nasional dan / atau internasional.
BEBAN BELAJAR. Beban belajar siswa untuk menyelesaikan setiap jenjang yang
diadakan di DL sama dengan beban belajar sesuai dengan Standar Isi.
SISTEM MANAJEMEN PEMBELAJARAN Pembelajaran dalam bahasa DL
dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Manajemen Pembelajaran yang meliputi proses
administrasi, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar,
dan supervisi pembelajaran.
PROSES PEMBELAJARAN, Pembelajaran mandiri dilakukan oleh individu siswa
atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan mendapatkan bimbingan
dan bantuan belajar atau tutorial sesuai kebutuhan. Tutorial dilakukan oleh tutor / guru dan
siswa untuk saling berinteraksi dalam bentuk:
• tutorial online dilakukan melalui sistem manajemen pembelajaran;
• tutorial tatap muka dilaksanakan di sekolah induk, TKB (tempat kegiatan belajar) atau
satuan pendidikan dan sesuai dengan keberadaan siswa.

PENDIDIKAN DAN PERSONEL MANAJEMEN PENDIDIKAN, Pendidik di DL


meliputi: tutor dan / atau guru. Pendidik sekurang-kurangnya memiliki fungsi sebagai:
perancang program pembelajaran, penyusun dan / atau pengembang bahan dan media
pembelajaran, penyebar luas dan / atau pengunggah bahan ajar dan media, penulis pertanyaan,
tugas, dan / atau evaluasi hasil pembelajaran; dan tutor. Bahwa tenaga kependidikan pada DL
paling sedikit meliputi: pengelola sekolah induk / madrasah, dan TKB (tempat kegiatan belajar)
atau satuan pendidikan penyelenggara DL; dan administrator. Surono22mengidentifikasi 16
pekerjaan / jabatan yang dibutuhkan oleh program / lembaga pendidikan online seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 11, dan 160 unit kompetensi. Namun demikian, jabatan / jabatan dan
160 unit kompetensi belum sesuai dengan standar kompetensi.

Tabel 11. Potensi pekerjaan / jabatan di tiga fungsi utama dalam pendidikan online23.

Alat Pembuatan Sistem Manajemen Sistem Manajemen


Konten (CCT) Pembelajaran (LMS) Mahasiswa (SMS)
• Ahli Subjek • Direktur Pendidikan Online • Koordinator
• Desainer Instruksional • Manajer Proyek Pembelajaran Pembelajaran Online
Online Jarak Jauh • Penjaminan Kualitas E-
• Spesialis Dukungan • Koordinator Program Jarak Learning
Instruksional - Jauh Pendidikan Online
Pendidikan Jarak Jauh

22 Surono, 2016. Studi Pemetaan Kualifikasi, Jabatan dan Kompetensi Dalam Pendidikan Online.
Seminar Internasional Pembelajaran Elektronik & Seluler. Prosiding Seminar Internasional
Pembelajaran Elektronik dan Seluler. (Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta).
hlm. 56-69.
23 Ibid., 56-57.

434
• Dekan Pendidikan Online dan • Jaminan Kualitas secara
Sumber Belajar online Koordinator
• Pengembang Web Pendidikan
• Desainer (Spesialis) • Koordinator
• Programmer dan Penulis Pembelajaran
Multimedia • Rekanan Penerimaan
• Desainer Grafis (Visual) Online
• Penasihat Transfer
Mahasiswa Online

PENGAWASAN DAN EVALUASI Pengawasan DL menjadi tanggung jawab


Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi
pembinaan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, dan
lembaga. Evaluasi pelaksanaan DL dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

Kebijakan DL oleh Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Kebijakan pendidikan jarak jauh Indonesia untuk pendidikan tinggi diatur melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan ditindaklanjuti dengan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 109 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Pendidikan Tinggi. Pembelajaran jarak jauh
pendidikan tinggi meliputi:

Pengertian Pembelajaran jarak jauh dalam kebijakan ini adalah:


• proses pendidikan terorganisir yang menjembatani pemisahan antara siswa dan pendidik
dan dimediasi oleh penggunaan teknologi, dan pertemuan tatap muka minimal.
• Pendidikan jarak jauh ditawarkan lintas ruang dan waktu sehingga siswa mendapatkan
keleluasaan untuk belajar di waktu dan tempat yang berbeda, dan menggunakan berbagai
sumber belajar.
• Biasanya dalam bentuk pendidikan masif

Pendidikan jarak jauh bertujuan: untuk menyediakan layanan Pendidikan Tinggi


kepada sekelompok orang yang tidak dapat menghadiri pendidikan tatap muka atau reguler;
dan memperluas akses dan memfasilitasi layanan pendidikan tinggi dalam pendidikan dan
pembelajaran.Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, moda dan
cakupan yang ada didukung dengan fasilitas dan layanan belajar serta sistem penilaian yang
menjamin kualitas lulusan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pendidikan
Jarak Jauh berkembang dari bentuk pendidikan koresponden menjadi pendidikan melalui e-
learning lintas ruang dan waktu. Pengertian E-Learning:

435
• Pembelajaran individu / mandiri atau kelompok menggunakan TIK dan jaringan.
• Memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar kapanpun, dimanapun, dan dengan
siapapun.
• Dapat dipadukan dengan tatap muka blended learning, namun memiliki nilai inovatif
karena memberikan nuansa baru dalam proses belajar mengajar yang berbeda dengan
pembelajaran tatap muka biasa

Infrastruktur untuk Mendukung Program DL

Infrastruktur pendidikan jarak jauh meliputi a) Jaringan Internet yang dapat terdiri
dariJaringan Informasi Sekolah (JIS), WAN Kota (Jaringan Area Luas), Pusat TIK (Pusat
Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan Jaringan Intranet / Internet; b) Program Pendidikan
TV meliputi: 1) Penerima TVE: menerima siaran langsung, 2) Penerima dan Relai TVE:
menerima siaran TVE, 3) Penerima TVE Mini, Relai dan Studio: menerima siaran TVE,
Menyebarluaskan siaran TVE, menyiarkan TV Lokal independen siaran; c) Integrasi TV
Pendidikan dan Pusat TIK24.

desa yang belum terjangkau sinyal telekomunikasi. Dalam Program Menuju Sinyal
Indonesia Merdeka 2020, BAKTI menargetkan penduduk di 5.000 titik terdepan, terluar dan
tertinggal (3T) serta perbatasan (lastmile) untuk menggunakan akses telekomunikasi.

Program pendidikan TV adalah stasiun televisi yang secara khusus ditujukan


menyebarluaskaninformasi di bidang pendidikan dan berfungsi sebagai media pembelajaran
masyarakat. Sistem yang digunakan utamanya adalah sistem siaran tertutup melalui
penggunaan parabola Telkom-1 milik PT. Telkom. Dengan demikian siaran TV Pendidikan
dapat dengan leluasa diakses oleh pemirsa di seluruh wilayah Indonesia, dengan menggunakan
perangkat televisi yang dilengkapi dengan parabola (TVRO). Untuk memberikan kemudahan
akses bagi masyarakat dan sekolah yang belum memiliki TVRO, TV Education bekerjasama
dengan TVRI dan beberapa stasiun televisi lokal. Dengan demikian, Pendidikan TV juga dapat
dinikmati oleh masyarakat yang berada dalam radius siaran TV lokal dengan menggunakan
perangkat televisi biasa.

Jaringan Pendidikan TV, Kolaborasi Pendidikan TV dalam bentuk program estafet


telah mapandengan beberapa stasiun televisi lokal yang tersebar di seluruh indonesia.
Diantaranya adalah seperti gambar dibawah ini25:

24
Eko Susanto, 2008 Infrastruktur Pendidikan Jarak Jauh, Konseling Center Indonesia.

(https: //github.com/ pkp / ojs / blob / ojs-stable 2_4_8 / plugins / importexport / crossref / class /
CrossRefExportDom.inc.php # L385-L389).
25 Wikipedia, 2019. TV Edukasi, https://id.wikipedia.org/wiki/TV_Edukasi

436
• PKTV • Mitra Visi • TVRI • Ratih
• Fajar TV • Ira Vision Kalteng TVKebumen
• BMS TV • Visi Bersih • TVRI Jawa • Mandala News
• Ruai TV • Transvision Barat TV
• Jimbarwana • Skynindo • TVRI • Mataram TV
TV • UseeTV
Malang • Tanjungpinang
• • KCS TV TV
TV5d • K-Vision
• • Tasik TVC • Meg TV
Alif TV • YoutubeStreaming
• Surabaya Langsung • ADiTV Bondowoso
• Palembang • Arek TV
TV • Jogja Medianet
• TV • Bali TV
Saluran • TV Edukasi
Madura Magelang • Celebes • TV
• TV BatikPekalongan
Jember TV • TV Edukasi
• Siger TV Situbondo • Channel • Candradimuka
Pontianak TV
• TV • TVRI DKI Jakarta
Megaswara Dan Banten • Polonia TV • SMEAMU TV
• LNGTV • ATV Batu[1]
• TV9 • TVKU
Nusantara Semarang

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan Kelayakan

Berdasarkan pembahasan yang disajikan dalam studi kelayakan ini, dapat disimpulkan
bahwa implementasi Pembelajaran Terbuka dan Jarak Jauh di Pariwisata siap dan
menguntungkan, dan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan TVET pariwisata dan
memiliki kemungkinan sukses yang tinggi. Temuan studi kelayakan ini menunjukkan bahwa
temuan kunci adalah sebagai berikut:
a) Pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas pertumbuhan ekonomi, Kontribusi terhadap
PDB, dan Kontribusi terhadap lapangan kerja.
b) Kebijakan Revitalisasi Pendidikan Vokasi untuk meningkatkan kualifikasi SDM dalam
menghadapi dunia kerja dituangkan dalam Perpres 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi
Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing
Sumber Daya Manusia Indonesia.
c) Sistem Pendidikan dan Sistem TVET menyediakan multi exit multi entry.
d) Pengembangan pariwisata TVET menjadi prioritas utama karena pariwisata Indonesia kini
telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan
tercepat serta merupakan salah satu sumber utama pendapatan nasional.
e) Pelatihan vokasi di bidang pariwisata telah didorong dan berkembang pesat, dimulai
dengan program kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia pada
program IAPSD 2002 yang mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi (CBT),
standar kompetensi, penilai kompetensi, dan penilai kompetensi master.
f) Indonesia telah mengimplementasikan MRA-TP meliputi mulai implementasi ACCSTP
dan CATC ke dalam pengembangan kurikulum; menerapkan ACCSTP dan CATC ke

437
dalam skema sertifikasi; Dengan fasilitasi dari Kementerian Pariwisata, industri yang
melaksanakan ACCSTP dan CATC, semua lembaga pelaksana MRA-TP (NTPB dan
TPCB) telah berkembang.
g) Kebijakan Pendidikan Jarak Jauh Indonesia untuk pendidikan dasar dan menengah telah
diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
119 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah.
h) Kebijakan pendidikan jarak jauh Indonesia untuk Pendidikan Tinggi telah diatur melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan ditindaklanjuti
dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 109 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Perguruan Tinggi.
i) Infrastruktur (Internet, Program Pendidikan TV, Pusat TIK)
Untuk Mendukung Program DL telah dikembangkan secara luas baik oleh pemerintah
(Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pariwisata, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi) maupun
swasta.

Rekomendasi

Untuk dapat mempercepat program pelaksanaan pembelajaran Terbuka dan jarak jauh,
beberapa kendala yang telah dibahas dalam penelitian ini perlu segera diatasi.
Rekomendasi ini meliputi:
a) Diharapkan para teknolog pendidikan dan English Scientist dapat menemukan
strategi untuk mengembangkan strategi dan program untuk memecahkan masalah
dalam mengembangkan penguasaan bahasa Inggris baik siswa maupun guru.
b) Pengembangan standar kerja, dan standar kompetensi di bidang pengembangan
pembelajaran jarak jauh, sehingga dapat mempercepat penerapan pembelajaran
jarak jauh dalam pengembangan TVET pariwisata.

REFERENSI

Anonim. Komitmen Pemerintah. Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2018.

Sekretariat ASEAN, Buku Panduan ASEAN MRA-TP. Jakarta: ASEAN, 2013.

DGHE (2013a) & MENC (2013) di Lee Kuan Yew School
Kebijakan Publik (2016).
Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan di Indonesia: Tantangan dan Peluang
untuk Masa Depan - Seri Studi Kasus Microsoft tentang Pendidikan dan Pelatihan
Teknis dan Kejuruan., 2016.

Kementerian Keuangan, RAPBN 2019 - APBN untuk Mendorong Investasi dan Daya Saing
melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rapat Kerja Badan
Anggaran DPR RI, 2018.

438
Sekolah Lee Kuan Yew
Kebijakan Publik. Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan di
Indonesia: Tantangan dan Peluang untuk Masa Depan - Seri Studi Kasus Microsoft
tentang Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan, 2016.

OECD & ADB,Tinjauan Kebijakan Nasional untuk Pendidikan, Education in indonesia Rising
to the ChallEngE, 2015.

Surono,Kajian Tentang Pemetaan Kualifikasi, Pekerjaan dan Kompetensi Dalam Pendidikan


Online. Seminar Internasional Pembelajaran Elektronik & Seluler. Prosiding
Seminar Internasional Pembelajaran Elektronik dan Seluler. (Jakarta: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta). 2016.

Susanto Eko, Infrastruktur Pendidikan Jarak Jauh, Konseling Center Indonesia.

(https: //github.com/ pkp / ojs / blob / ojs-stable 2_4_8 / plugins / importexport / crossref / class
/ CrossRefExportDom.inc.php # L385-L389). 2008.

Susanto Agung Budi, Kebijakan Nasional Pendidikan Vokasi di Sekolah Menengah: Strategi
Pengembangan SMK untuk Mendukung Program MP3EI Dalam Pendidikan Vokasi:
untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, edisi ke-1,
Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik
Indonesia, 2012.

Tantowi Akhmad dkk, Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) Tahun 2017. Jakarta:
Kementerian Pariwisita, 2017.

Tim Percepatan WSR-TSB. Percepatan Wisata Sejarah, Religi Tradisi Dan Seni Budaya-
Prioritas Program. Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2017.

Wikipedia, TV Edukasi, https://id.wikipedia.org/wiki/TV_Edukasi. 2019.

439
Southeast Asian Ministers of Education
Regional Open Learning Centre
SEAMOLEC

Anda mungkin juga menyukai