Sepekan sebelum seorang gadis cantik bernama Jennifer Lee bunuh diri, ia sudah sangat berkerja
keras untuk meraih hak yang menjadi cita-cita terbesarnya dalam hidup, ditemani keluarga dan
sahabat yang sangat mendukungnya untuk terus maju dan tidak menyerah. Gadis yang sering
dipanggil Jenni ini tinggal di sebuah ibu kota besar yang sangat terkenal yaitu Moskow, ia
berusia 21 Tahun. Ia adalah anak tunggal dari seorang ibu yang bernama Gracia Law dan
ayahnya bernama James Lee dan sahabatnya bernama Michelle Jordan. Ia mempunyai mimpi
menjadi pemenang di ajang Miss Supranational.
Matahari muncul menyinari jendela kamar Jennifer, Sang ibu pun segera membangunkan jenni
untuk berangkat kuliah, karena hari ini ada jam kuliah pagi di kampus Jennifer.
“Bangun nakkkk, sudah pagi” ucap sang ibu, sembari membangunkan Jennifer.
Tiba-tiba ponsel Jennifer bordering.
“Tutt..tutt..tuttt” suara telepon dari Michelle,
“ Bangun jen, aku sudah di depan rumahmu” ucap Michelle melalui telepon.
“Ya ini aku sudah siap-siap, tungggu sekitar 5 menit lagi” ucap jenni kepada Michelle.
Akhirnya mereka berdua pergi berangkat ke kampus.
“Kamu sudah sarapan belum jenn?” ucap Michelle.
“Belum, tadi tidak sempat untuk sarapan karena kamu sudah di depan rumahku saja pagi-pagi”
ucap Jennifer sembari cemberut.
“Ayo, kita sarapan dulu” ucap Michelle.
Tak lama, mereka berhenti di sebuah café starbuck untuk sarapan pagi.
“Yuk turun kita sudah sampai” ucap Michelle.
“Sarapan disini?” kata Jennifer.
“Iya, kan aku teraktir” ucap Michelle kepada Jennifer.
“Asyik tumben kamu baik” ucap Jennifer sembari tertawa terbahak-bahak.
Namun mereka tidak mempunyai waktu lama, karena ada kelas pagi di kampus sekitar 10 menit
lagi, mereka pun segera berangkat ke kampus.
“Ini sudah jam berapa? kalian ini baru datang” ucap dosen kepada mereka.
“Maaf pak, tadi ban mobil kami bocor di jalan” ucap Michelle yang berbohong agar tidak
terkena hukuman.
“Alasan saja kalian ini, karena kalian telat kalian harus mengerjakan dan mengumpulkan tugas
jurnal lusa” ucap dosen.
“Baik kami akan mengerjakan tugas dari bapak” ucap jenni dan michelle.
“Kan apa aku bilang, pasti kita telat” ucap Jennifer sambil berbisik kepada Michelle.
Perkuliahan pun akhirnya selesai, mereka berdua tidak langsung pulang kerumah. Mereka
mampir ke sebuah toko buku untuk membeli buku referensi untuk mengerjakan tugas jurnal yang
di suruh oleh dosennya.
Ibunya terdiam karena tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Jennifer Lee.
“Ayah akan mendukung apapun yang kamu lakukan nak, tetapi kamu harus menjaga
kesehatanmu juga ya nak?” ujar sang ayah dengan penuh perhatian.
“Tapi kamu harus bisa menjaga kesehatanmu” ucap ibu Jennifer.
“Baiklah ayah dan ibu, terima kasih banyak selalu mendukungku” ucap Jennifer dengan raut
wajah yang gembira sembari memeluk kedua orang tuanya.
Ia pun langsung mendaftarkan dirinya ke ajang Miss Supranational bahkan langsung lolos dan
tinggal masuk ke karantina sepekan lagi.
Di kursi yang empuk dan secangkir teh hangat terlihat ayah dan ibu jennifer kini mulai memberi
perhatian lebih kepada Jennifer. Jennifer mempunyai kelainan kesehatan mental karena sesuatu
yang pernah membuatnya depresi berat.
Ibu jennifer khawatir kalau anaknya kembali mengalami depresi, ia tidak mau melihat anak
kesayangannya sakit lagi.
“Aku akan berlatih dengan sangat keras saat karantina nanti” ucap Jennifer Lee di dalam hatinya.
Dengan penuh semangat ia berlatih untuk membawakan pidato yang akan dibawakannya pada
saat malam puncak karantina. Ia juga berlatih menari setiap sore di sanggar terkenal milik
Michelle.
“Aku tahu kau sudah sangat berjuang, tetaplah fokus untuk itu sayang” ucap ibu dari Jennifer
Lee.
“Betul yang sudah dikatakan oleh ibumu, sayang tetaplah fokus dan terbangkanlah sayapmu
tinggi-tinggi, pasti ibu dan ayah akan selalu mendukungmu, nak” ucap ayah Jennifer Lee
menanggapi perkataan istrinya.
“Pasti aku akan berjuang semaksimal mungkin hingga aku mendapatkan gelar pemenang itu“
balas Jennifer Lee kepada kedua orang tuanya.
Keesokannya Jennifer Lee merasa kesulitan dengan gerakan tarian yang akan dibawakan di
malam final nanti, sehingga ia meminta untuk melakukan latihan lebih banyak termasuk di hari
libur kepada sahabatnya.
“Aku merasa sedikit kesulitan dalam gerakan tarian ini, bolehkah kita lebih sering berlatih
termasuk di hari libur?” ucap Jennifer Lee memberikan penawaran kepada sahabatnya.
“Sebenarnya jadwalku sudah padat sekali, tapi akan aku coba dan ku usahakan” balas
sahabatnya.
Sesampainya dirumah ia langsung membuka ponselnya yang berada di dalam tas, betapa
kagetnya ia ketika melihat isi email dari pihak penyelenggara di karantina bahwa ia tidak bisa
melanjutkan impiannya untuk mengikuti perlombaan di ajang Miss Supranational, secara sigap
ia langsung menelepon panitia dari penyelenggara acara untuk menanyakan alasan kenapa ia
tidak bisa mengikuti ajang tersebut.
Setelah mengetahui hal tersebut Jennifer Lee langsung mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Ia
sangat terpukul dengan hal ini. Terlihat dari wajahnya ia sangat sedih, kecewa dan merasa
impiannya sudah tidak ada lagi. Ia menangis sambil terisak-isak sambil berteriak.
Mendengar suara tangisan tersebut orang tuanya langsung mencoba mengetuk pintu dan
berusaha membujuk Jennifer Lee untuk membukakan pintu kamarnya, serta mencoba menelepon
sahabat Jennifer Lee untuk menanyakan alasan mengapa anaknya sampai menangis histeris.
“ Hallo, mengapa anak saya menangis? apa yang sedang terjadi?” ucap ibu Jennifer merasa
cemas dengan kondisi anaknya yang mempunyai kelainan kesehatan mental.
“ Menangis? saya tidak tahu tante, tadi sore saya hanya melatih ia menari untuk persiapannya
menuju kompetisi” ucap Michelle.
”Apakah kamu bisa kerumah tante sekarang? membantu untuk menenangkan anakku” balas ibu
Jennifer.
“ Baiklah saya akan segera kesana sekarang tante” kata Michelle.
Jeda 30 menit setelah telepon di tutup, Michelle sampai kerumah Jennifer dan langsung
menanyakan keadaan sahabatnya itu kepada ibu Jennifer yaitu Gracia Law.
Setelah mendengar hal itu Michelle pun langsung berlari menuju kamar sahabatnya dan berusaha
untuk membujuknya untuk membukakan pintu, akhirnya Jennifer mau untuk membukakan pintu
kamarnya.
Tak lama kemudian ia langsung memberikan ide kepada Jennifer agar ia melakukan petisi
melalui sosial media agar Jennifer bisa ikut kompetisi Miss Supranational. Mendengar ide
tersebut Jennifer langsung mengambil ponselnya untuk segera membuat dan menyebarkan petisi
di seluruh sosial media yang ia miliki dibantu oleh orang tua dan sahabatnya, ia berharap ini
akan merubah nasibnya agar bisa meraih impiannya.
"Aku pasti bisa! aku pasti bisa! meraih impian yang aku impikan sedari kecil semoga petisi ini
dapat membantuku" ujar Jennifer menyemangati dirinya sendiri.
Beberapa hari kemudian Jennifer mengecek petisi yang ia buat, namun petisi itu tidak
membuahkan hasil apapun hingga pada saat mendekati ajang Miss Supranational dimulai.
Jennifer merasa sangat kecewa dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia telah gagal menjadi
Miss Supranational mewakili negaranya padahal hanya tinggal menunggu sepekan lagi. Jennifer
semakin merasa bahwa dunia ini tidak adil padanya, ia juga merasa bahwa dirinya sudah tidak
ada gunanya lagi di dunia ini hingga mengalami depresi berat, dan akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya dengan cara meminum racun serangga di kamarnya.
- TAMAT -