Disusun oleh :
YUDHI AGUNG NUGROHO
2019122036
1. Pendahuluan
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES
RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur,
fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur,
prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu
terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur, sedangkan ada 14.037 orang
yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami fraktur
tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah
satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan
(Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara
invasif dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani.
Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani rasa
nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri (Sjamsuhidajat,
R. & Jong, 2005). Menurut The International Association for the Study of
Pain, nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang
diakibatkan oleh kerusakan jaringan ataupun yang berpotensi merusak
jaringan. Nyeri itu 1 2 merupakan suatu hak yang kompleks meliputi aspek
fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan keadaan umum, denyut nadi,
suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek psikis akibat nyeri dapat terjadinya
stress yang bisa mengurangi sistem imun dalam proses inflamasi. Nyeri
merupakan hak yang bersifat subjektif dan personal, sehingga masing-masing
individu akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri
berdasarkan pengalaman sebelumnya (Judha, Sudarti & Fauziah,2012).
Penatalaksanaan manajemen nyeri ada 2 teknik yaitu dengan cara
farmakologi dan non-farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri
farmakologi adalah penatalaksanaan manajemen nyeri dengan menggunakan
obat yang berkolaborasi antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat
anti nyeri, sedangkan teknik non-farmakologi adalah penatalaksanaan
manajemen nyeri tanpa obat-obatan, penatalaksanaan manajemen nyeri
nonfarmakologi meliputi Guided imagery, distraksi, hypnoanalgesi.
2. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual dan
potensial yang terlokalisasi pada suatu begian tubuh ataupun sering disebut
dengan istilah destruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk,
panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual (Potter,2012).
Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi
ketidaknyamanan dalam merespons suaru rangasanagan yang tidak
menyenangkan (Lynda Juall, 2012).
Menurut American Medical Association (2013), nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial. Nyeri merupakan alasan
utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan dan yang paling
banyak dikeluhkan.
3. Etiologi
Menurut (PPNII ,2017) penyebab nyeri yaitu :
a. Nyeri akut
1) Agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
b. Nyeri kronis
1) Kondisi musculoskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat
4. Patofisiologi
Menurut Perry & Potter (2010), ada tiga jenis sel saraf dalam proses
penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel
syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls
nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor
ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan
kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut
nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan
zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien,
substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak
Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat
memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori
asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural
desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak
bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden
harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang
terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam
kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan
taransmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam
jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah
gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika
kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan
menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem assenden menutup
gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Mubarak,
2015).
Pathway
Chemic, thermik, mekanik
Jejas
Kerusakan nesoseptor
( reseptor )
Nyeri kronik/akut
5. Klasifikasi nyeri
Menurut (PPNI ,2017) nyeri dibagi 2 yaitu :
a. nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto & Wartonah. (2015):
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang
pecah di otak.
takut Dipertahankan pada 4 2. Gali bersama pasien mengenai 2. Untuk menentukan tindakan
merintih Ditingkatkan pada 5 faktor penyebab nyeri yang akan dilakukan untuk
1= Berat mengurangi rasa nyeri klien
ketidakmampuan
2= Cukup berat 3. Kendalikan faktor lingkungan 3. Membantu pasien
untuk rileks
3= Sedang tenang, batasi pengunjung, suhu mengidentifikasi nyeri yang
melaporkan merasa
4= Ringan ruangan, pencahayaan dialami agar dapat
dingin
meringankan dan mengurangi
melaporkan merasa 5= Tidak ada
nyeri sampai pada
panas Dengan kriteria hasil
kenyamanan yang diterima
melaporkan rasa Skala nyeri 1/2/3/4/5
pasien
gatal - Nyeri
gelisah - Cemas 4. Melihat sejauh mana
4. Evaluasi efektivitas tindakan
berkeluh kesah - Perilaku obsesif efektifitas pengontrol nyeri
pengontrolan nyeri yang pernah
melaporkan kurang - Meringis yang di berikan
digunakan sebelumnya.
puas dengan keadaan - Ketegangan wajah 5. Agar klien mengetahui cara
5. Mengajarkan prinsip-prinsip
- Tidak bisa istirahat mengatasi nyeri
manajemen nyeri
- Hiperaktifitas 6. Agar klien mengetahui
6. Berikan informasi mengenai nyeri
- Menyentak penyebab nyeri, kualitas
seperti penyebab nyeri, berapa
- Posisi tubuh yang buruk nyeri, cara mengatasi nyeri
lama, dan antisipasi
- Nyeri lepas
ketidaknyamanan akibat prosedur
- Mual 7. Agar klien dapat mengalihkan
7. Gunakan tindakan pengontrol nyeri
- Muntah fokusnya dan juga
sebelum bertambah berat
- Ketidakmampuan menghilangkan ketegangan
berkomunikasi otot
- Konstipasi 8. Untuk meningkatkan pola
8. Dukung istrahat/ tidur untuk
- Posisi tubuh yang bruk tidur klien
membantu penurunan nyeri
Carpenito, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Mubarak, Iqbal, & Cahyatin. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia :
Teori dan Aplikasi dan Praktik. Jakarta : EGC.
NIC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam.
Elsevier.
NOC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam.
Elsevier.
Perry & Potter. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 5. Jakarta : EGC.
PPNI. 2017. Standar Diagnsa Keperawatan Indonesia. Edisi satu. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.