Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH PATIENT SAFETY

Oleh
Kelompok 1 :

1. Aditya MH Pratama
2. Ahmad Dewa Nanta
3. Alzi Novella Mahesa Puteri
4. Ervrensi Cinta Laura
5. Febri Dahliani
6. Grace Krisdayanti Sinaga
7. Imam Fajri
8. Lili Umaya
9. Putri Anggri Devita
10. Shania Milli Theresa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Patient Safety”. Shalawat beriringkan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah
membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan
telah mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan
pembelajaran dan menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah hasil diskusi ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari tutor ataupun dari rekan
mahasiswa/i untuk kesempurnaan pembuatan makalah hasil diskusi ini.

Pekanbaru, 17 Juni 2020


Penulis,

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

SKENARIO SUB MODUL MANAJEMEN RUMAH SAKIT........................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3

2.1 Hospital Quality............................................................................................3

2.2 Definisi Patient Safety...................................................................................3

2.3 Standar Patient Safety...................................................................................3

2.4 Program Patient Safety..................................................................................9

2.5 Sasaran Patient Safety.................................................................................15

2.6 Isu Patient Safety.........................................................................................22

2.7 Standar Minimal RS dan Perannya dalam Hospital Quality dan Patient
Safety...........................................................................................................27

BAB III PENUTUP..............................................................................................37

3.1 Kesimpulan..................................................................................................37

3.2 Saran............................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38
ii
SKENARIO SUB MODUL MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Trigger 1
Patient safety
Dr.y , seorang ahli bedah saraf rumah sakit Z akan melakukan kraniotomi untuk
eksisi meningioma pada soerang anak P berusia 5 tahun. Ketika diruang operasi
dikebingungan karena ct-scan menunjukkan meningioma terletak di hemisfer
kanan. Se ingat dr.y kraniotomi akan dilakukan di hemisfer kiri, ia kemudian
melakukan cross check dengan rekam medis dan menemukan tulis tangan
diagnosisnya meningioma pada hemisfer kiri. Dr.y memutuskan mengoperasi di
hemisfer kanan sesuai CT-scan. Saat kraniotomi , ia tidak menemukan
meningioma. Pasca operasi, ahli radiologi menenemui Dr.y menyatakan ia salah
melebeli hasil ct-scan anak P. Komite medik kemudian mengaitkan hal ini telah
melanggar standart keselamatan pasien dan mengagendakan telaah ulang
penerapan tujuh langkah keselamatan pasien.

 Step 1 (Clarifying unfamiliar terms)


Terminologi
Patient Safety Suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan
pasien, pelaporan dan analisis pasien, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjut, implementasi
solusi untuk meminimalkan risiko dan mencegah efek
terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
sesuatu yg seharusnya diambil
Standar Keselamatan Meliputi hak pasien, pendidikan pasien dan keluarga
Pasien keselamatan pasien dalam kesinambung pelayanan

iii
penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
melakukam evaluasi dan peningkatan keselamatan
pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien, pendidikan staff tentang
keselamatan pasien dan komunikasi, yang merupakan
kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Komite Medik Perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola
klinis agar staff medis di rumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial,
penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika
dan disiplin profesi medis

Keyword :
- Patient safety
- Komite medik
- Standar keselamatan pasien
- 7 langkah keselamatan pasien

 Step 2 (Problem Definition)


1. Apa saja 7 langkah keselamatan pasien?
2. Apa jenis-jenis insiden pada keselamatan pasien RS dan apa jenis insiden pada
kasus?
3. Apakah tugas dari komite medik?
4. Bagaimanakah alur pelaporan insiden RS?
5. Apakah standar keselamatan pasien yg dilanggar pada kasus?
6. Siapa yang bertanggung jawab terhadap insiden pada kasus?
7. Apakah hubungan antara patient safety dengan hospital quality?
8. Apakah kasus di atas termasuk malpraktik?
9. Sanksi apa yang diberikan dengan melanggar keselamatan pasien sesuai
dengan kasus?
iv
 Step 4 (Spider Web)

 Step 5 (Learning Objektif)


1. Mahasiswa mampu memahami definisi hospital quality, patient safety, dan
kaitan keduanya
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengidentifikasi isu patient safety
3. Mahasiswa mampu memahami standar dan program patient safety
4. Mahasiswa mampu memahami standar minimal rumah sakit dan perannya
dalam hospital quality dan patient safety

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien


lebih aman, meliputi asesment risiko identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
di ambil.
Penyelengaraan keselamatan pasien dilakukan melalui pembentukan
sistem pelayanan yang menerapkan standar keselamatan pasien, sasaran
keselamatan pasien dan langkah-langkah menuju keselamatan pasien.
Standar keselamatan pasien di Indonesia yang merupakan acuan untuk
melaksanakan kegiatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu juga
diperlukan sasaran-sasaran keselamatan pasien untuk menyediakan
perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas.
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu di tangani
segera di fasilitas pelayanan kesehatan. Masalah keselamatan pasien meliputi
insiden yang merupakan setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang dapat
dicegah pada pasien. Insiden difasilitas pelayanan kesehatan meliputi kondisi
potensial cidera, kejadian nyaris cidera, kejadian tidak cidera, dan kejadian
tidak diharapkan.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Memberi informasi tentang definisi hospital quality, patient safety dan
kaitan keduanya
1.2.2 Memberi informasi tentang isu patient safety
1.2.3 Memberi informasi tentang standart dan program patient safety
1.2.4 Memberi informasi tentang standar minimal rumah sakit dan perannya
dalam hospital quality dan patient safety

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Hospital Quality

Kualitas kesehatan adalah tingkat nilai yang disediakan oleh sumber


daya layanan kesehatan apapun, sebagaimana ditentukan oleh beberapa
pengukuran. Tingkat dimana pelayanan perawatan kesehatan untuk individu
dan populasi meningkatkan kemungkinan hasil kesehatan yang diinginkan.

2.2 Definisi Patient Safety

Menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat (1), keselamatan


pasien adalah suatu sistem yang membuat pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan, suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

2.3 Standar Patient Safety

Terdiri dari 7 standar, yaitu :


1) Standar I : Hak pasien

Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
3
Kriteria :
A. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
B. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
C. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan

2) Standar II : Mendidik pasien dan keluarga

Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien

Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
A. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
B. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
C. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
D. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
E. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
F. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
G. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

4
3) Standar III : Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar :
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :
A. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
B. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan
baik dan lancer
C. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya
D. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif

4) Standar IV : Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk


melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standar :
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien

5
Kriteria :
A. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
B. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan
C. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi
D. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin

5) Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :
A. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “
B. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan
C. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien
D. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien
E. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6
Kriteria :
A. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien
B. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near
miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse event)
C. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dar
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien
D. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
E. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan
“Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan
F. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”
G. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin
H. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut
I. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya

7
6) Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :
A. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas
B. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien

Kriteria :
A. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing
B. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden
C. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien

7) Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai


upakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien

Standar :
A. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
B. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat

8
Kriteria :
A. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien
B. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada

2.4 Program Patient Safety

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus


merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,
misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”. Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah
penerapan:
A. Bagi Rumah Sakit :
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang
harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
a) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
b) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumah sakit.
9
c) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.

B. Bagi Unit/Tim:
a) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
b) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di
rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara
terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.

2) Memimpin Dan Mendukung Staf


Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di rumah sakit. Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
a) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab
atas Keselamatan Pasien
b) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat
diandalkan untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan Keselamatan
Pasien
c) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat
Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
d) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf
rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur
efektivitasnya.

B. Untuk Unit/Tim :
a) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin
Gerakan Keselamatan Pasien
b) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
c) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

10
3) Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikas dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit :
a) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf;
b) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan
risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit;
c) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.

B. Untuk Unit/Tim :
a) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu -isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada
manajemen yang terkait;
b) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit;
c) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkahlangkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut;
d) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

4) Mengembangkan Sistem Pelaporan


Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.

11
B. Untuk Unit/Tim :
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.

5) Melibatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien


Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
a) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas
menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan
tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
b) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar
dan jelas bilamana terjadi insiden.
c) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.

B. Untuk Unit/Tim :
a) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas
dan benar secara tepat
c) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.

12
6) Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
a) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab.
b) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses
risiko tinggi.

B. Untuk Unit/Tim :
a) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
b) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

7) Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien


Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan. Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
a) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi setempat.
b) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
c) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
e) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil
atas insiden yang dilaporkan.

13
B. Untuk Unit/Tim :
a) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk
membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
b) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan
pastikan pelaksanaannya.
c) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan.

14
2.5 Sasaran Patient Safety

Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan


Kesehatan, diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri
dari :
1) Mengidentifikasi pasien dengan benar
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau
akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan
carayang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu
yangdimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya prosesyang digunakan
untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau
produkdarah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis;ataumemberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atauprosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor
identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-
identitas pasien)dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi
pasien tidak bisa digunakanuntuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur
jugamenjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda
padalokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di
pelayananambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat
darurat, ataukamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa
identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan
15
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah
mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
Kegiatan yang dilaksanakan :
 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dan tindakan / prosedur.
 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

2) Meningkatkan komunikasi yang efektif


Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar
komunikasi di antara para petugas pemberi perawatan semakin efektif.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang
mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito. Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan
ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat
norum/lasa dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur
mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan
kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan
dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
16
Kegiatan yang dilaksanakan:
 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
 Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui
telepon.

3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai


Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien,
maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan
terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama
Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/
LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO.
Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium
klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium
fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium
klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50%
atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak
diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada
keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk
17
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang
perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat
secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional,
seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label
yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian
rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
Kegiatan yang dilaksanakan:
 Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang
perlu diwaspadai
 Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan
kebijakan.
 Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,


pembedahan pada pasien yang benar
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang
18
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang
efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-
kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan
kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,
mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan
berlaku atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur
ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan
pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu
harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan;
dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat
saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
 Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
 Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang;
 Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan


yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan
di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan.
19
Kegiatan yang dilaksanakan :
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan
dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di
dalam proses penandaan/pemberi tanda :
 Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses
lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
 Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

5) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan


Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan
untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi
dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya
untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi
aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman
hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO,
fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.
Kegiatan yang dilaksanakan:
20
 Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman
hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(al.dari WHO Patient Safety).
 Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang
efektif.
 Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.

6) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh


Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan
untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan
perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat
jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian
terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang
dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang
dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar
dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan
cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kegiatan yang dilaksanakan:
 Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko
pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko

21
2.6 Isu Patient Safety

Keselamatan pasien di rumah sakit kemudian menjadi isu penting


karena banyaknya kasus medical error yang terjadi d berbagai negara. Setiap
tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit
meninggal akibat medical error. Selain itu penelitian juga membuktikan
bahwa kematian akibat cedera medis 50% di antaranya sebenarnya dapat
dicegah. Institute of medicine (IOM) Amerika Serikat tahun 2000
menerbitkan laporan “To Err Human, Building to Safer Health System” yang
menyebutkan bahwa rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan LTD
sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan di New York
ditemukan 3,7% KTD dan 13,6% diantaranya meninggal. Lebih lanjut, angka
kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika Serikat berjumlah
98.000 jiwa. Selain itu publikasi WHO tahun 2004 menyatakan KTD dengan
rentang 3,2-16,6% pada rumah sakit diberbagai Negara yaitu Amerika,
Inggris, Denmark dan Australia (Depkes, 2006). Di Indonesia data tentang
KTD dan kejadian nyaris cedera (KNC) masih langka (Depkes, 2008) karena
pelaporan insiden masih rendah.
Tidak ada satupun dokter atau petugas kesehatan lainnya yang ingin
pasiennya celaka. Oleh karena itu, keselamatan pasien menjadi isu penting
dan terus menerus disosialisasikan dalam lingkungan fasilitas kesehatan.
Berbagai metode dan pendekatan diciptakan dan terus-menerus
disempurnakan untuk mencapai titik terendah angka kejadian tak diinginkan
yang masih mungkin untuk dicapai. Penggunaan teknologi dan sistem
keselamatan dimaksimalkan untuk meningkatkan outcome pelayanan.
Bagaimanapun juga, hambatan untuk melaksanakan pelayanan yang safe
justru ada pada para klinisi yang berinteraksi dengan pasien selama mereka
dirawat di RS. Hal ini disampaikan oleh Linda Butler, MD, Chief Medical
Officer di Rex Hospital, Raleigh.

22
Beberapa contoh isu / permasalahan di RS :
1. Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
Menurut pusat pengendalian dan pencegahan penyakit, 5% dari
seluruh pasien rawat inap mengalami ini. Menurut The Association for
Healthcare Research and Quality, biaya rata-rata yang ditimbulkannya
mencapai puluhan ribu dolar. Kesulitan menurunkan angka infeksi ini antara
lain adalah karena meningkatkan resistensi terhadap berbagai obat (multi-
drugs), yang salah satunya merupakan kontribusi dari peresepan dan
penggunaan antibiotik yang kurang terkendali. Diperlukan solusi jangka
panjang untuk mengendalikan multi-drug resistance.

2. Komplikasi operasi
Meskipun kejadian tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasca
operasi, serta operasi salah sisi atau salah orang sangat jarang terjadi, namun
fatal sekali bila betul-betul terjadi. Salahsatu cara menghindari benda
tertinggal adalah menghitung seluruh peralatan yang digunakan sebelum
dan sesudah operasi. Adanya perencanaan dan perhatian yang baik dari
semua anggota tim bedah saat ini dipandang sebagai satu-satunya solusi
terbaik untuk menurunkan komplikasi pasca operasi.

3. Komunikasi handoff
Handoff yang dilakukan dengan buruk akan menghasilkan error
mayor maupun minor, yang berdampak pada meningkatnya LOS dan biaya.
Menurut The Joint Commission, sejak awal data mengenai ini dikumpulkan
di tahun 1990-an, isu ini telah menjadi akar penyebab utama malpraktik
yang berakhir ke ranah hokum. Memperbaiki sistem komunikasi perlu
ditunjang oleh budaya safety yang kuat dan hubungan kerja yang baik.

4. Diagnosis
Diagnosis yang tidak tepat dapat berakibat fatal bagi pasien, sebaik
apapun tindakan medis dilakukan. Kejadian salah diagnosis paling sering
terjadi pada congenital heart disease dan sepsis, yang berakibat fatal karena
pasien sulit diselamatkan jika terlambat dideteksi. Perlu ada perbaikan cara
mendiagnosis untuk mengurangi kesalahan ini.
23
5. Medication error
Meningkatnya angka komorbiditas menyebabkan pasien perlu
mengkonsumsi obat lebih banyak dibandingkan dengan satu dekade lalu. Ini
tentu saja meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat yang buruk.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui dengan detil riwayat pengobatan
pasien, proses rekonsiliasi saat pasien ditransisi (dari RS ke rumah,
misalnya) serta edukasi pasien untuk mengurangi risiko ini.

6. Kegagalan menerapkan budaya keselamatan


Budaya keselamat pasien yang kuat akan memberi peluang
terdeteksinya dan dianalisisnya kesalahan lebih dini dan penyebab masalah
diselesaikan sampai ke akarnya. Sayangnya masih sangat banyak klinisi
yang lebih suka tidak melaporkan kejadian tidak diinginkan. Model yang
disarankan oleh The Joint Commission meliputi empat langkah, yaitu:
merencanakan perubahan, menginspirasi orang-orang untuk berubah,
mensosialisasikan framework dan mendukung perubahan pada saat dimulai
maupun setelahnya.

7. Ketiadaan interoperabilitas
Interoperabilitas adalah kapabilitas dari suatu produk atau sistem
yang antar-mukanya diungkapkan sepenuhnya untuk berinteraksi dan
berfungsi dengann produk atau sistem lain, kini atau dimasa mendatang,
tanpa batasan akses atau.Definisi ini lebih mudah dipahami melalui gambar
berikut.

24
Dalam hal ini, penerapan rekam medis elektronik yang canggih
namun belum sempurna untuk menghindari terjadinya kesalahan. Salah satu
penyebabnya adalah karena antar-vendor tidak saling berkomunikasi
sehingga sulit untuk melakukan data-sharing antar sistem yang
dikembangkan oleh vendor yang berbeda. Padahal, jika ada interoperabilitas
yang tuntas, akan menghemat anggaran hingga USD 30 miliar setahun.
Karena kebutuhan untuk data-sharing semakin meningkat, saat ini banyak
vendor yang mulai melakukan investasi pada platform yang memungkinkan
terjadinya interoperabilitas yang lebih baik.

8. Pasien jatuh
Kejadian pasien jatuh sering dialami oleh pasien lansia, meskipun
pasien pada usia yang lebih muda juga berisiko terhadap hal ini. Untuk
mengurangi kejadian ini, perlu ada screening pasien yang berisiko jatuh,
misalnya pasien demensia, tekanan darah rendah atau yang mobilitasnya
sudah berkurang. Seringkali keputusan investasi terkait hal ini dilematis;
disatu sisi mengurangi jumlah perawat untuk menghemat anggaran agar bisa
dialokasikan di tempat lain, namun ini berarti mengurangi pengawasan pada
pasien yang dapat meningkatkan risiko safety, salah satunya adalah pasien
jatuh.

9. Adanya pilihan terapi yang lebih baik


Sering kali penggunaan pemeriksaan atau obat-obatan yang
berlebihan menjadi pangkal dari masalah keselamatan pasien. Contoh paling
mudah dan banyak terjadi akhir-akhir ini adalah penggunaan produk darah
yang berlebihan. Pilihan terapi yang lebih baik berpotensi untuk mengurangi
harm pada pasien dan juga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh
rumah sakit dalam merawat pasien.

25
10. Tanda kelelahan
Menurut The Joint Commission, 85-99% dari sinyal alarm (pada
tubuh pasien) tidak memerlukan intervensi klinis. Namun, antara Januari
2009 hingga Juni 2012 komisi ini mencatat setidaknya 98 sentinel
events terkait dengan kelelahan dalam mengamati alarm pasien, dan 80
diantaranya berakhir dengan kematian pasien. Menurut The Joint
Commission, membuat guideline untuk untuk menyesuaikan settingan alarm
dapat mengurangi masalah ini.

26
2.7 Standar Minimal Rumah Sakit dan Perannya dalam Hospital Quality dan
Patient Safety
2.7.1 Definisi Pelayanan Minimal
Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur
pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada
masyarakat.

2.7.2 Definisi Rumah Sakit


Sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kurative dan
rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.

2.7.3 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan


1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
8. Pelayanan kesehatanpenderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa
11. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus)

27
2.7.4 Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit meliputi :
1. Pelayanan gawat darurat
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan bedah
5. Pelayanan persalinan dan perinatologi
6. Pelayanan intensif
7. Pelayanan radiologi
8. Pelayanan laboratorium patologi klinik
9. Pelayanan rehabilitasi medik
10. Pelayanan farmasi
11. Pelayanan gizi
12. Pelayanan transfusi darah
13. Pelayanan keluarga miskin
14. Pelayanan rekam medis
15. Pengelolaan limbah
16. Pelayanan administrasi manajemen
17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah
18. Pelayanan pemulasaraan jenazah
19. Pelayanan laundry
20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
21. Pencegah Pengendalian Infeksi

28
29
30
31
32
33
34
2.7.5 Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
1. Pengorganisasian
a) Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan
Minimal yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit
Provinsi/Kabupaten/Kota
b) Penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan
Minimal sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional
dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

2. Pelaksanaan dan pembinaan


a) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal yang disusun dan disahkan
oleh Kepala Daerah
b) Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
c) Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan
minimal dan mekanisme kerjasama antar daerah kabupaten/kota
d) Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar
teknis,pedoman, bimbingan teknis, pelatihan, meliputi :
 Perhitungan kebutuhan Pelayanan rumah sakit sesuai Standar
Pelayanan Minimal
 Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target
SPM
 Penilaian pengukuran kinerja
 Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan
standar pelayanan minmal rumah sakit

35
3. Pengawasan
a) Gubernur/Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan
minimal rumahsakit di daerah masing-masing
b) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian
kinerja pelayanan rumahsakit sesuai standar pelayanan minimal
yang ditetapkan

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hospital Quality adalah tingkat nilai yang disediakan oleh sumber daya
layanan kesehatan apapun, sebagaimana ditentukan oleh beberapa pengukuran.
Tingkat dimana pelayanan perawatan kesehatan untuk individu dan populasi
meningkatkan kemungkinan hasil kesehatan yang diinginkan. Sedangkan
patient safety adalah suatu sistem yang membuat pasien lebih aman. Jadi
hubungan keduanya adalah berbanding lurus, jika semakin bagus kualitas
Rumah Sakit, maka semakin tinggi tingkat keselamatan pasien. Dan sebaliknya,
jika keselamatan pasien tidak bisa dijamin, berarti mutu Rumah Sakit tidak
bagus. Dalam patient safety, rumah sakit harus merancang proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, salah satu proses perancangan tersebut adalah
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh
langkah keselamatan pasien di rumah sakit.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dan
menyempurnakan penulisan makalah ini sangat diharapkan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety), 2 Ed. Jakarta: Bakti Husada

https://www.mutupelayanankesehatan.net/22-editorial/1044-isu-keselamatan-
pasien-terpenting-2014

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Mentri Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta: Mentrian Kesehatan RI.

38

Anda mungkin juga menyukai