Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

SYOK HIPOVOLEMIK

Tugas ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Roheman., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh: Kelompok 4

1. Indah (CKR0180207)
2. Inka Desianty (CKR0180208)
3. Lia Cahyaningsih (CKR0180210)
4. Rana Pristianti (CKR0180220)

Kelas A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

KAMPUS 2 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN (STIKKU)

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sholawat beserta salam kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Berkat rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa, penyusun dapat menyelesaikan
pembuatan makalah Keperawatan Kritis “Syok Hipovolemik” dengan lancar. Dalam
pembuatan makalah ini, penyusun mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
Bapak Ns. Roheman., S.Kep., M.Kep yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah Keperawatan Kritis ini bisa bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya, dan penyusun pada khususnya. Penyusun menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penyusun menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penyusun sampaikan terimakasih.

Cirebon, 22 September 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................................
1.2 Tujuan...................................................................................................................
BAB II KONSEP PENYAKIT..........................................................................................
2.1 Definisi.................................................................................................................
2.2 Etiologi.................................................................................................................
2.3 Derajat Syok.........................................................................................................
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................
2.5 Manifestasi Klinik..............................................................................................10
2.6 Tahap Syok.........................................................................................................1
2.7 Pemerikaan Penunjang.......................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan..................................................................................................1
2.9 Bidang Kegawatdaruratan .................................................................................17
2.10 Pencegahan ......................................................................................................25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................27
3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................................27
3.2 Analisa Data ......................................................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN.......................................................................................39
BAB V PENUTUP..........................................................................................................44
Kesimpulan......................................................................................................................45
Saran................................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................46

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok adalah suatu kondisi darurat yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Keadaan ini hanya
dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul
kerusakan irreversible pada organ vital. Kematian karena syok terjadi bila keadaan
ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Syok hipovolemik merujuk
kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga
terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001).
Kondisi syok dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti infark miokard
luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat infeksi yang tak terkontrol
(syok septic, tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), respons imun
yang berlebihan (syok anafilaktik dan perdarahan masif atau luka bakar yang luas
(syok hipovolemik).
Data epidemiologis menunjukkan bahwa syok hipovolemik merupakan
salah satu penyebab kematian di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang
tinggi. Salah satu penyebab syok yang paling sering terjadi adalah kecelakaan.
Menurut WHO 2010 , angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%,
sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di
rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai angka 36%.
Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun
laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman
tentang patofisiologi syok. Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan
fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.

3
1.2 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan syok hipovolemik
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi syok hipovolemik
2. Untuk mengetahui etiologi syok hipovolemik
3. Untuk mengetahui patofisiologi syok hipovolemik
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis syok hipovolemik
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang syok hipovolemik
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok hipovolemik

4
BAB II

KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus
vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis
laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan
otot jantung (Mansjoer, 2001). Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di
mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple
organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001).

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi sirkulasi
yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland
tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah keadaan tidak cukupnya
pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan
terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi
intensif (Ashadi, 2001).

2.2 Etiologi

Menurut Toni Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

5
1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir
keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan


darah yang besar. Misalnya : fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan


protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a. Gastrointestinal : peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

b. Renal : terapi diuretik, krisis penyakit addison

c. Luka bakar (kombutsio) dan anafilaksis

2.3 Derajat Syok


1. Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada
lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5
mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
3. Syok Berat

6
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut
terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan
asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG
abnormal, curah jantung menurun).

2.4 Patofisiologi

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi


sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan
sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui
pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui
pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya
menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi
bentuk yang sempurna. 

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik


dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh
baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi


renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru

7
dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu
perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab
pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari
posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh
baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh
osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air
dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik,


2000):
1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga


timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif

8
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah
hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek
syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari
aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang

9
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.5 Manifestasi Klinik

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi


premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi.
Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah
sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam
waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam
beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon


homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah
ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

3. Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah


sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.


Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

10
2.6 Tahap Syok
Modifikasi Trauma Status dari Giesecke

Tanda lain
Clas Nadi
Lost EBV Tekanan darah Kesadaran, napas,
s permenit
urine
I < 15 % Tekanan darah normal Cepat Normal
<750 ml (hipotensi postural +) <100 Napas 14-20 x/mnt
Urine >30 cc/jam
II 15-30 % Tekanan darah turun >100 Agak gelisah/cemas
750-1500 ml Hipotensi postural + Napas 20-30 x/mnt
Urine 20-30 cc/jam
III 30-40 % Tekanan darah turun >120 Gelisah/ bingung
1500-2000 ml Napas 30-40 x/mnt
Urine 5-15 c/jam
IV >40 % Tekanan darah sangat >140 Lethargy
>2000 ml turun Napas >35 x/mnt
Anuria

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin,
kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma)
dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Penunjang lainnya:

1. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. 

11
2. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos
dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani)
untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan. 

3. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil
tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan. 

4. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi,
atau CT-scan dada. 

5. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST


(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada
pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien
yang stabil. 

2.8 Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harusilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita syok
hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu
etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang
ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

12
2.3.1 Primary Survey

Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam


nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recording) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

A. Tentukan Respon

Pengkajian respon dengan cara cepat pada kegawatdaruratan pasien syok


dengan menggunakan AVPU, yaitu :

1. A : Alert = sadar penuh

2. V : Verbal = memberikan reaksi pada suara

3. P : Pain = memberikan reaksi pada rasa sakit

4. U : Unresponsive = tidak bereaksi terhadap rangsangan apapun

B. Airway ( bebaskan jalan napas ) dengan lindungi tulang servikal

Kaji :
1. Bersihan jalan napas

2. Ada tidaknya sumbatan jalan napas

3. Distres pernapasan

4. Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema laring

5. Sumbatan jalan napas total :

a. Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis

b. Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas dan sianosis

13
6. Sumbatan jalan napas sebagian :

a. Px mungkin masih mampu bernapas namun kualitas pernapasannya bisa


baik atau buruk

b. Pada px yang pernapasannya masih baik, anjurkan untuk batuk dengan


kuat sampai benda keluar

c. Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency

d. Obstruksi partial dengan pernapasan buruk diperlakukan seperti


sumbatan jalan napas komplit. Sumbatan yang dapat disebabkan oleh
berbagai hal sehingga mengakibatkan px bernapas dengan suara :

1) Cairan menimbulkan bunyi gurgling

2) Lidah jatuh kebelakang menyebabkan bunyi snowing

3) Penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing

C. Breathing (adekuat pernapasan + oksigen jika ada)

1. Frekuensi napas

2. Suara pernapasan

3. Adanya udara keluar dari jalan napas

4. Kaji :

a. Look : apakah keadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas klavikula,


adanya penggunaan otot tambahan

b. Listen : dengan atau tanpa alat apakah ada suara tambahan

c. Feel : perkusi ICS

D. Circulation + kendalikan perdarahan

14
1. Posisi syok 

a. Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300


– 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral. 

b. Cari dan hentikan perdarahan 

c. Ganti volume kehilangan darah 

2. Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

a. Tekan sumber perdarahan

b. Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka

c. Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka

d. Pasang tampon sub fasia (gauza pack)

e. Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

3. Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan


sarung tangan atau plastik sebagai pelindung.

4. Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam

5. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.

6. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis,
tulang paha (femur), kulit kepala (anak)
7. Lokasi dan Estimasi perdarahan

a. Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter

b. Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter

c. Fraktur pelvis : 3 liter

15
d. Hemothorak : 2 liter

e. Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc

f. Luka sekepal tangan : 500 cc

g. Bekuan darah sekepal : 500 cc

 Catatan :

Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan
pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah,
hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen


darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat
menyebabkan hipotermi.

E. Disability – Pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat


kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan
fungsi system syaraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intracranial tetapi
mungkin mencerminkan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intracranial.
F. Exposure – Pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita


harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai
bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hypothermia.
G. Folley Catheter

16
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Darah pada urethra atau prostat dengan letaktinggi, mudah bergerak, atau
tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi
pemasangan kateter urethra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang
urethra yang utuh.
H. Gastric Cholic – Dekompresi

Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada


anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak
dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus
yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada
penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bias menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kadalam
perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung. Namun walau penempatan pipa sudah baik, masih
memungkinkan terjadi aspirasi.

2.9 Bidang Kegawatdaruratan


Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik
antara lain, memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah,
mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan resusitasi cairan.

1. Memaksimalkan penghantaran oksigen

Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika


perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus
diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks,
hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator

17
harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan
dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan
sebaiknya dihindari.
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum
Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang
kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter
infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter
lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada
vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis
dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena
sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang
dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting
dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman.
Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan
darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi
adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus
awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon
pasien dinilai.
Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil
dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik
sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok.
Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid
harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus
diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan
komplikasi lanjut).
Jika pasien kritis dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan
cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah
tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.

18
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh
lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara
hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin
menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg
tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi
aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan
kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma.
Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan
retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal
dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.
2. Kontol perdarahan lanjut

Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering


memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar
harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan
dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani
dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.
Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau
awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem
menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak.
Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena
dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan
reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau
splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara
tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan
Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya
pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan

19
ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping
yang signifikan.
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-
Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan
balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon
esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan
akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi
mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya
sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim.
Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi
(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista,
keguguran) memerlukan intervensi bedah.
PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah
tulang pelvis atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh mengganggu
resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan
resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3. Resusitasi Cairan

Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang


dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak
cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium
klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein
murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan
onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema
pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat
seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler.
Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya
menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru)

20
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan
kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara
koloid dibandingkan dengan kristaloid.
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti
fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini
mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat
molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler,
mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan,
penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes
fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan
hidup.
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari
sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat
meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika
Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika
dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat.
Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap
dianjurkan untuk menggunakan Ringer Laktat terlebihdahulu,dan pilihan
keduayaitu Normal Saline 0,9%.
Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk
mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal
sebelum control perdarahan.

Rumus penghitungan :

Estimated Blood Volume

21
Perkiraan volume darah pasien

70 x BB (kg) 20 x BB (kg)

Pada orang dewasa Pada Anak

Estimated Blood Lost

Menghitung cairan yang keluar

Persentase kehilangan x EBV


Rumus Pemberian Resusitasi Cairan

cairan boleh diberikan dalam 2-4 kali


dari jumlah EBL

Penghitungan maintenance untuk dewasa *

30-60 cc/kgBB/hari atau 1.5 ml/kg/jam

Penghitungan maintenance untuk anak-anak *

10 kg pertama x 4 cc / kg/jam 10 kg pertama x 100 cc / kg/hari

10 kg kedua x 2 cc / kg/jam 10 kg kedua x 50 cc / kg/hari

Kg selanjutnya x 1 cc / kg/jam Kg selanjutnya x 20 cc / kg/hari

*diberikan 2 kali dalam 24 jam. Dengan penghitungan yang pertama diberikan


selama 8 jam dan yang kedua diberikan selama 16 jam
Luka Bakar (baxter)

4 cc x BB (kg) x luas luk bakar (%)

Cairan sebagai resusitasi 24 jam diberikan untuk pasien luka bakar dengan aturan :
8 jam pertma setengah dari kebutuhan cairan dan 116 jam berikutnya
diberikan setengah sisa kebutuhan

22
Tekanan
Na+ Ca++ HCO3
Cairan K+ (mEq/L) Cl- (mEq/L) Osmotik
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
mOsm/L
Cairan
137-47 3.5-5.5 95-108 8.5-10.5 22-26 280-300
Tubuh
Ringer
130 4 109 3 28^ 273
Laktat
Ringer
130 4 109 3 28* 273
Asetat
NaCl 0.9%
154 - 154 - - 308

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi

^ : sebagai laktat

*: sebagai asetat

1. Medikasi Obat

Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan


mencegah komplikasi.
a. Obat Anti Sekretorik : Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat
mengurangi aliran darah ke sistem porta.

b. Somatostatin (Zecnil) : Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi


dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran
darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama
dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri
koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit.

Dosis

23
1) Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500
mcg/jam, infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil
Anak-anak Tidak dianjurkan

2) Interaksi : Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid


dapat mengurangi efek obat ini.

3) Kontraindikasi : Hipersensitifitas, kehamilan, risiko yang fatal


ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada
manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada
risiko terhadap janin.

4) Perhatian

5) Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih;


mengubah keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat
menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.

c. Ocreotide (Sandostatin)

Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek


farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula
kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau
pankreas.
Dosis
1) Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan
bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari.
Anak-anak : 1-10 mcg/kgBB intravena 12 jam; dilarutkan dalam 50-
100 ml Saline Normal atau D5W.

24
2) Kontraindikasi : Hipersensitivitas, kehamilan, risiko terhadap janin
tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa
penelitian pada binatang.

3) Perhatian

Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas


gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan
peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena
perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan
hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi,
kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia,
karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-
hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.

2.10 Pencegahan
a. Pencegahan primer :
1) Pemantauan ketat pasien yang beresiko mengalami defisit cairan
2) Membantu dalam penggantian cairan sebelum volume intravaskuler
menipis
3) Pemantauan tanda komplikasi dan efek samping pengobatan sedini
mungkin
4) Berikan transfusi darah pada pasien yang mengalami pendarahan
masif
5) Resusitasi segera untuk pasien luka bakar
b. Pencegahan sekunder :
1) Memastikan pemberian cairan dengan aman
2) Mendeteksi dan mendokumentasikan pemberian cairan
3) Memantau efek dari pemberian cairan tersebut
4) Pemberian oksigen pada pasin yang mengalami sesak
c. Pencegahan tersier :

25
1) Menganjurkan pasien untuk minum obat teratur.
2) Menganjurkan pasien untuk control kembali secara teratur.

26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus

Tn. K berumur 36 tahun dibawa oleh keluarga ke IGD Rumah Sakit Medika
Utama pukul 11.25 WIB karena tidak sadarkan diri. Menurut keluarga, px sudah
mengalami diare 3 hari yang lalu dengan konsistensi cair, ampas sedikit. Sejak tadi
pagi istri px mengatakan BAB cair ± 7 dengan konsistensi cair. Dari hasil
pemeriksaan ruang mawar didapatkan TD : 80/50 mmHg, N : 110 x/menit, S : 358 oC,
RR : 30 x/menit. Hasil pemeriksaan lab didapatkan Na : 115 mmol/L, K : 2.2
mmol/L, Cl 9.8 mmol/L, Hb : 10,5 g/dl, HCT : 31.8 %, RBC : 3.64 10^3/UL.
Diagnosa medis syok hipovolemik e.c diare.

3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS KLIEN
1. Nama                :  Tn. K
2. Umur              :  36 Tahun
3. Jenis Kelamin :  Perempuan
4. Pendidikan :  SMA
5. Pekerjaan               :  Wiraswasta
6. Tgl Masuk RS        :  13 September 2017
7. Diagnosa  Med :  Syok Hippovolemik e.c Diare
8. Alamat            :  Surabaya
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama :
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah BAB air 7 kali sejak tadi pagi
dengan konsistensi air dengan ampas sedikit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengkajian istri px mengatakan bahwa px telah mengalami diare
sejak 3 hari yang lalu. Keluarga tidak mengetahui penyebab px diare. Px
sudah minum obat yang dibeli di warung untuk mengueangi diare, namun

27
belum teratasi, frekuensi diare malah semakin banyak. Tadi pagi pada pukul
10.30 px setelah keluar dari kamar mandi langsung pingsan dan tidak
sadarkan diri. Kemudian keljuarga pasien membawa pasien ke IGD Rumah
Sakit Medika Utama pada pukul 11.25 WIB.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan sebelumnya klien tidak pernah masuk rumah sakit,
Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular ataupun menurun. Klien hanya
mengalami sakit biasa seperti batuk, flu, dan berobat ke puskesmas.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada di dalam anggota keluarga yang mengalami
Penyakit yang sama seperti klien.
5. Riwayat Kebiasaan
Keluarga klien mengatakan kebiasaan klien sering tidur malam
6. Riwayat Alergi
Keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan,  minuman ataupun obat-obatan.
C. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Tidak ada sumbatan jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif
2. Breathing
a. Sesak nafas
b. RR 30 x/menit
c. Terpasang O2 10 L/Menit
d. Pernafasan cepat dan dangkal
3. Circulation
a. Pucat / sianosi
b. Akral dingin
c. CRT 4 detik
d. TTV : TD 80/50 mmHg

28
S : 358 o C
HR : 110 x/menit 
HB :10,8 gr/dl x/menit
4. Disability
a. Kesadaran Somnolen
b. GCS 10 (E2, V3, M5)
c. Keadaan umum lemah
d. Pupil isokor
e. Reflek cahaya +/+
5. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Keluarga mengatakan bahwa gaya hidupnya kurang baik, karena ia
memiliki kebiasaan minum kopi 3xsehari dan kebiasaan merokok 7
batang per hari.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa ia biasa makan 3x sehari
dengan 1 porsi. Menunya seperti nasi, daging, sayur, dan makanan habis
dalam 1 porsi. Pasien biasa minum air putih ± 9 gelas/hari. Berat
badannya 55kg dan tinggi badannya 165cm.
Saat sakit : keluarga mengatakan bahwa nafsu makann px menurun,
ia makan 3x sehari 1 porsi dengan menu bubur dan sayur bening, tetapi
masih bersisa, dan biasa minum air putih ±4 gelas/hari.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa ia biasa BAB setiap
pagi hari dengan bentuk faces padat, warna feses kuning, bau khas
feses, dan feses tidak bercampur darah.
Saat sakit : keluarg mengatakan bahwa ia BAB ± 7x/hari
dengan bentuk fases encer, feses berwarna kuning, ampas sedikit.
2) BAK

29
Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa px biasa BAK secara
normal dengan karakteristik urin cair, warnanya kuning, bau khas
urine, serta tidak bercampur darah.
Saat sakit : keluarga mengatakan bahwa px terpasang kateter
produksi 60 cc (3 jam pemasangan kateter), dengan karakter urinenya
kuning pekat.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas

Kemampuan perawatan
0 1 2 3 4
diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit : istri px mengatakan bahwa px biasa
melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja
Saat sakit : istri px mengatakan bahwa px tidak bisa
melakukan aktivitas seperti sebelum sakit.
e. Pola kognitif dan Persepsi
Status mental pasien somnolen, pasien belum bisa dikaji konsep dirinya
karena masih tidak sadarkan diri
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien belum bisa dikaji konsep dirinya karena masih tidak sadarkan diri
g. Pola Tidur dan Istirahat

30
Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa px sering tidur larut
malam, biasanya tidur 8 jam sekitar dari pukul 01.00 WIB sampai dengan
07.00 WIB, ia tidur dengan nyenyak.
Saat sakit : keluarga mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur dengan
nyenyak, biasanya ia tidur pukul 20.00 WIB dan sering terbangun.
f. Pola Peran-Hubungan
Istri px mengatakan mengatakan bahwa keluarga mendukung untuk
kesembuhan pasien
g. Pola Seksual-Reproduksi
Istri px mengatakan bahwa px mempunyai 1 orang anak laki-laki yang
masih bersekolah.
h. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien belum bisa dikaji.
i. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien belum bisa dikaji
F. Pemeriksaan
1. Kesadaran : somnolen
2. Keadaan umum : lemah
3. Tanda-tanda Vital :
a. TD : 80/50 mmHg e. TB : 165 cm
b. Nadi : 110 x/menit f. BB : 55 kg
c. Suhu : 358 o C
d. RR : 30 x/menit
4. Keadaan fisik
a. Kepala dan leher :
Bentuk kepala pasien normal simetris, tidak terlihat adanya alopesia,
warna rambut hitam, kebersihan cukup, tidah terdapat luka pada kulit
kepala dan wajah, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa. Alis dan mata
terlihat simetris, tidak terdapat udim palpebra, sklera aninterik, pupil
isokor miosis, konjungtiva anemis. Hidung simetris, tidak terlihat adanya

31
serumen, penyebaran silia merata, tidak teraba massa dan nyeri tekan
pada sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus
masilaris. Telinga simetris, tidak terlihat adanya serumen dan discart,
tidak terlihat adanya betelsains, tidak teraba massa dan nyeri tekan pada
tragus, cartilago, dan aurikul. Mulut simetris, mukosa bibir kering, tidak
terlihat adanya stomatitis. Leher terlihat simetris, tidak terlihat adanya
hiperpigmentasi, tidak terlihat adanya lesi, tidak terlihat peningkatan JVP,
tidak teraba massa pada kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
b. Dada :
Paru : Bentuk paru terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan udim,
terlihat adanya tatto,tidak teraba massa dan nyeri tekan, terdengar suara
sonor pada ICS 2-8.
Jantung : Terlihat iktus kordis,terdengar suara S1 dan S2 tunggal reguler
tidak teraba massa dan nyeri tekan.
c. Payudara dan ketiak :
Bentuk payudara terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan udim,
tidak terlihat hiperpigmentasi, tidak teraba massa.
d. Abdomen :
Tidak terlihat adanya hiperpigmentasi,tidak terlihat adanya lesi pada
abdomen. Terdengar gerakan peristaltik ±37 kali/menit. Terdengar suara
pekak.
e. Genetalia :
Tidak terkaji
f. Integumen :
Tidak terlihat adanya lesi dan udim, tidak terlihat hiperpigmentasi,
terlihat adanya tatto di bagian tangan, kaki, dada dan punggung, kulit
terlihat kering dan turgor kulit tidak elastis.

g. Ekstremitas :

32
Atas : Tangan terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan udim, tidak
terlihat hiperpigmentasi, terlihat adanya tatto, dan turgor kulit kering.
Bawah : Kaki terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan udim, tidak
terlihat hiperpigmentasi, terlihat adanya tatto, dan turgor kulit kering.
h. Neurologis :
Status mental dan emosi : pasien tidak sadarkan diri hanya bisa
mengerang
D. Pemerikaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi rutin pada tanggal 13 September 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin (HGB) 10,5 g/dl 13,0-18,0
Hematokrit (HTC) 31,8% 40-52
Lekosit (WBC) 7,8010^3/UL 3,8-10,6
Trombosit (PLT) 346 10^3/UL 150-440
Eritrosit (RBC) 3,6410^3/UL 4,5-6,5
RDW 12,9% 10-16
MPV 7,2 fL 7,2-11,1
PCT 0,2% 0,2-0,5
MCV 87,4 fL 80-100
MCH 28,8 Pg 26-34
MCHC 33,0 Pg 32-36
Limfosit % 10,7% 20-35
Monosit % 3,3% 2-8
Gran % 86,0% 50-80
Lymp # 0,8010^3/UL 1-5
Monosit # 0,3010^3/UL 0,1-1
Gran # 6,5010^3/UL 2-8
Elektrolit
138 mmol/L 135-147
Natrium (Na)
Kalium (K) 2,2 mmol/L 3,5-5,0
Chloride (Cl) 9,8 mmol/L 98-106

2. Pemeriksaan radiologi : -
3. Hasil konsultasi : -
4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain :-

33
3.2 Analisa Data

NO Data Masalah Etiologi


1 Ds : - Pola napas tidak Hipovolemia
Do : efektif
a. RR : 30 x/menit Tubuh kehilangan
b. Retraksi dinding dada (+) oksigen
c.  Terpasang O2  face mask 10
l/menit Metabolisme menurun
d. Pernafasan cepat dan
dangkal Oksigen menurun dan
e. Klien tampak pucat  karbondioksida
meningkat

Hipopervusi alveoli

Napas cepat

Ketidakefektifan pola
napas
2 Ds : - Defisit volume Hipovolemia
Do : cairan
1. BAB 7 x/hari Tubuh kehilangan
2. Kulit kering dan turgor kulit oksigen
tidak elastis
3. Konjungtiva anemis Menurunnya cairan
4. Mukosa bibir kering intravaskuler
5. Akral dingin
6. Berkeringat dingin Defisit volume cairan
7. S : 358 o C

34
8. Terpasang cairan RL
maintenance 25 tpm
9. EBV : 70 x 55 = 3850 cc
10. EBL : 30% x 3850 = 1155 cc

3 Do : - Perfusi perifer tidak Hipovolemia


Do : efektif
1) Klien tampak lemah Cardial filling
2) Anemis (+)
3) CRT 4 detik TD menurun
4) HB : 10,5 gr/dl
5) Sianosis (+) Vasokontriksi PD
6) Pucat
7) TD : 80/50 mmHg Perubahan perfusi
8) HR : 110 x/menit jaringan

Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d hipoperfusi alveoli
2. Defisit volume cairan b.d menurunnya aliran intravaskuler akibat diare
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d vasokontriksi pembuluh darah

35
Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan & KH Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan 1. awasi frekuensi dan 1. Berguna dalam
nafas keperwatan masalah kedalaman evaluasi distress
berhubungan gangguan pola nafas pernafasan pernafasan dan
dengan teratasi  dengan kriteria 2. Tinggikan kepala kronisnya
penurunan hasil : tempat tidur 30 penyakit.
ekspansi paru 1. sesak nafas (-) derajat 2. Peninggian kepala
2. RR normal 16-    3. dorong latihan tempat tidur
 24 x/ menit nafas dalam mempermudah
3. Tidak terpasang o2 4. Beri bantalan pada fungsi pernapasan
4. pucat (-) pagar tempat tidur dengan
u/ mengistirahatkan menggunakan
tangan gravitasi
5. Kolaborasi 3. meningkatkan
pemberian o2, sesuai ekspansi paru
indikasi 4. Dapat
meningkatkan
pengisian udara
seluruh segmen
paru.
5. Dapat mnurunkan
sesak

36
2. Defisit volume Setelah dilakukan asuhan 9. Kaji tanda vital 1. Untuk
cairan b.d keperwatan masalah 10. Atat perubahan mengetahui
menurunnya gangguan pola nafas turgor kulit, keadaan umum
aliran teratasi  dengan kriteria hidrasi, dan pasien
intravaskuler hasil : membran mukosa 2. Penurunan curah
akibat diare a. Turgor kulit elastis 11. Hitung masukan jantung
b. CRT <3 dtk dan pengeluaran mempengaruhi
c. Mukosa bibir lembab serta perfusi serebral.
d. Tidak terjadi dehidrasi keseimbangan Kekurangan
e. TTV cairan diidentifikasi
TD : 120/80 mmHg 12. Berikan elektrolit dengan
N : 60-100 x/mnt sesuai advise penurunan turgor
S : 365-375 oC dokter kulit, membran
RR : 16-20 x/mnt mukosa kering.
3. Keenderungan
keseimbangan
airan negatif
dapat
menunjukkan
terjadinya defisit
4. Elektrolit dapat
membantu
mengganti airan
yang hilanga
kibat diare

37
3 Perubahan Setelah dilakukan 1. Auskultasi TD. 1. Hipertensi
perfusi jaringan keperawatan gangguan Bandingkan kedua merupakan
b.d vasokontriksi perfusi jaringan dapat lengan, ukur dalam penyebab umum
pembuluh darah teratasi dengan Kriteria keadaan berbaring, penurunan perfusi
Hasil : duduk, atau berdiri perifer
1. RR 16- bila memungkinkan 2. Mengetahui
20 x/menit 2. Kaji warna kulit, adanya
2. HB 12- nadi perifer, CRT, mikroembolik oleh
16  gr/dl dan akral pada kristal kolesterol
3. sianosis (-) bagian tungkai. pada arteri perifer
4. TD 3. Monitoring urin yang bisa
120/80    m output meyebabkan
mHg 4. Kolaborasi nekrosis pada
Pertahankan cara
jaringan distal.
masuk heparin
(IV) sesuai 3. Penurunan curah
indikasi
jantung
mengakibatkan
menurunya
produksi urin,
monitoring yang
ketat pada
produksi urine,
600 ml/hari
merupakan tanda-
tanda terjadinya
insufisiensi ginjal
4. Jalur yang penting
untuk pemberian
obat darurat

38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil
No Penulis Tahun Volume Judul Metode (Design, Hasil Peneliti Sumber
Nomer populasi,variabel) Database
1. Yelli 2018 Volume Sikap Perawat Jenis penelitian Hasil penelitian Google
Marvitra; IV No. 1 Tentang adalah Deskriptif di instalasi Scholar
Halimuddin Penatalaksanaan kuantitatif dengan gawat darurat
Syok desain cross didapat bahwa
Hipovolemik sectional. Sampel sikap afektif
penelitian adalah perawat tentang
total sampling 31 penatalaksanaan
perawat instalasi syok
gawat darurat. hipovolemik
berada pada
kategori baik
sebanyak 23
orang (74,2%),
keterampilan
perawat tentang
penatalaksanaan
syok
hipovolemik
berada pada
katagori baik
sebanyak 22
orang (71%),
sedangkan
pengetahuan
perawat tentang
penatalaksanaan
syok
hipovolemik
berada pada
katagori baik
sebanyak 23
orang (74,2%).
2. Ivon Kristi 2015 Hubungan Metode penelitian Hasil penelitian Google
Lupy; Pengetahuan dengan pendekatan menggunakan Schoolar
Lucky T. Perawat cross sectional. uji chi square

1
Kumaat; Tentang Syok Pemilihan sampel didapatkan nilai
Mulyadi Hipovolemik dengan purposive p = 0,014 < a =
Dengan sampling sebanyak 0,05. Hasil
Penatalaksanaan 30 responden. menunjukkan
Awal Pasien Di bahwa perawat
Instalasi Gawat yang
Darurat Rsup mempunyai
Prof. Dr. R. D. pengetahuan
Kandou dan
Manado penatalaksanaan
dengan kategori
baik ada 19
orang (63,3%).
Sedangkan
perawat yang
mempunyai
pengetahuan
baik dan
penatalaksanaan
kurang ada 4

2
orang (13,3%).
Perawat yang
memiliki
pengetahuan
dan
penatalaksanaan
dengan kategori
kurang ada 5
orang (16,7%).
3. Dr. Amal 2020 Vol.7, Nurses' Subjects and Results: The Proquest
Bakr Abo No. 1 Knowledge Method: A result of study
ElAta; Dr. And Practice descriptive indicated that
hayat Regarding research design 54% of studied
Mohammed Patients With was used. Setting: nurses had
ahmed; Posttraumatic The study was satisfactory
Nabila Abd Hypovolemic conducted in knowledge
El-aziz Shock intensive care unit while 66% had
Mohammed in Damietta satisfactory
general hospital practice
and port-said

3
governmental
hospitals Subjects:
A convenient
sample of 50
nurses participated
in the study

4
5
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001).Menurut Toni
Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya
cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada kehilangan darah atau syok
hemorargik karena perdarahan, trauma yang berakibat fraktur tulang besar,
kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler.

Derajat syok ada 3 yaitu, syok ringan, syok sedang, dan syok berat.
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya
akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg
dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah
menurut Toni Ashadi, 2006 adalah: kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps,
takikardi, hipotensi dan oliguri.

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:


analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien
yang mengalami trauma) dan tes kehamilan.

Jika syok terjadi bisa dilakukan primary survey dengan mengukur


airway, breathing, circulation, disability dan exposure. Diberikan posisi syok
dan penghentian perdarahan jika diperlukan.
Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan secara profesional. Makalah ini masih banyak
kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1
- Ashadi, T. 2001. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) Pada Syok
Hipovolemik. Online (terdapat pada) :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/sek-1.htm
- Diantoro, Dimas Gatra. (2014). Syok hipovolemik. Purwokerto : RSUD
Margono Soekarjo. (online).
- Finfer, S. R., Vincent, Jean-Louis & De Backer, Daniel. (2013). Critical care
medicine : circulatory shock. The New England Journal of Medicine. Ed. 369
vol. 18. 1726 - 1734. (online).
- Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
- Kolecki P, Menckhoff CR, Talavera F, Kazzi AA, Brenner BE, Dire DJ
(2014). Hypovolemic Shock. http://emedicine.medscape.com/article/760145-
overview#a6.

2
3

Anda mungkin juga menyukai