Anda di halaman 1dari 6

KARAKTERISITIK WARGA NEGARA INDONESIA DALAM KONTEKS INDIVIDU YANG

BERBHINEKA TUNGGA IKA

KB 1
WARGA NEGARA YANG CERDAS

A. Konsep Warga Negara


Warga negara dalam bahasa Inggris disebut Citizen, dalam bahasa Yunani yaitu Civics yang artinya
penduduk sipil. Penduduk sipil melaksanakan kegiatan demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau
negara kota. Polis adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik
bagi warga negaranya.

Menurut Aristoteles warga negara dibagi ke dalam dua bagian:


1. Warga negara yang menguasai atau yang memerintah, warga negara ini haruslah memiliki kebijakan
dan keutamaaan yaitu sifat kebaikan dan kearifan.
2. Warga negara yang dikuasai atau yang diperintah.
Berkaitan dengan posisi kedua warga negara tersebut, tidak berlaku untuk selamanya, dalam waktu
tertentu keadaan itu bisa bertukar posisi, di mana yang diperintah berganti menjadi memerintah.

Menurut Turner (1990), warga negara adalah anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di
wilayah hukum tertentu.

B. Karakteristik Warga Negara yang Cerdas.


Warga negara yang cerdas erat kaitannya dengan kompetensi warga negara, sebab warga negara yang
cerdas mesti memenuhi sejumlah kompetensi serta mampu mengaplikasikannya dalam praktik kehidupan
sehari-hari baik dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai masyarakat dan warga negara.

Ada 6 kompetensi dasar (baic compentcies) warga negara menurut Ricey:


1. Kemampuan memperoleh informasi dan menggunakan informasi
Setiap warga negara harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai ideologi bangsa yaitu Pancasila dan
nilai-nilai agama yang diyakini dalam mencari, memperoleh, dan mengggunakan infromasi. Agar
informasi tersebut pada tataran implementasinya tidak menimbulkan berbagai pertentangan terutama
pertentangan dengan nilia dan moral yang di junjung oleh bangsa Indonesia.
2. Membina ketertiban
Ada 4 Indikator untuk mengembangkan kesadaran hukum (Soerjono Soekanto, 1990) yaitu:
a. Pengetahuan hukum
b. Pemahaman hukum
c. Sikap hukum
d. Perbuatan hukum
Dengan memiliki kesadaran hukum yang baik pada setiap diri warga negara maka akan dapat
dihindari warga negara yang permisif, yaitu warga negara yang menghalalkan berbagai macam cara
untuk mencapai apa yang diinginkannya, sekalipun harus melibas hak dan kepentingan orang lain.
3. Membuat keputusan
4. Kemampuan berkomunikasi
5. Menjalin kerja sama
6. Melakukan berbagai kepentingan dengan benar

C. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Warga Negara


Warga negara yang hendak diwujudkan adalah warga negara yang cerdas secara utuh yang meliputi
dimensi:
1. Kecerdasaan intelektual
2. Kecerdasana spiritual
3. Kecerdasan emosional
4. Kecerdasan moral

Untuk mewujudkan warga negara yang cerdas dilakukan dengan cara memberdayakan potensi-potensi
dasar warga negara, yang meliputi:
1. Minat
2. Dorongan Ingin Tahu
3. Dorongan ingin membuktikan kenyataan
4. Dorongan ingin menyelediki
5. Dorongan ingin menemukan sendiri

KB 2
WARGA NEGARA YANG PARTISIPATIF

A. Pengertian Partisipatif
Partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan warga negara dalam berbagai kegiatan kehidupan bangsa
dan negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kemanan.

Dilihat dari bentuknya partisipasi terdiri dari 3 bentuk ( Koentjaraningrat, 1994) yaitu:
1. Berbentuk tenaga
2. Berbentuk pikiran
3. Berbentuk materi (benda)
3 Unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga negara berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa,
bernegara, dan berpemerintahan (Wasistiono, 2003):
1. Ada rasa sukarela (tanpa paksaan)
2. Ada keterlibatan secara emosional
3. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya

B. Partisipasi Politik
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga negara dalam kehidupan sistem politik, yang mana disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing warga negara.

Contoh perwujudan partisipasi politik:


1. Mengkritisi secara arif terhadap kebijkan pemerintah
2. Aktif dalam partai politik
3. Aktif dalam kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat
4. Diskusi politik

Sikap yang harus dihindari agar partisipasi politik dapat dilaksanakan dengan baik:
1. Apatisme
2. Sinisme
3. Alienasi
4. Anomie

Partisipasi politik dibedakan 2 bagian: yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik non
konvensional (Mas’oed dan MacAndrew)
No. Partisipasi Politik Konvensional Partisipasi Politik Non Konvensional
1 Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi
2 Diskusi politik Berdemonstrasi
3 Kampanye Konfrontasi
Membentuk dan aktif dalam kelompk
4 Mogok
kepentingan
Komunikasi individual dengan
5 kekerasan politil pejabat dan Tindakan terhadap harta benda
administratif
6 Tindakan terhadap manusia
7 Perang gerilya dan revolusi

Partisipasi secara konvensional


1. Pemberian suara (voting)
Pemungutan suara adalah alat untuk mengekspresikan dan mengumpulkan pilihan partai atau calon dalam
pemilihan. Bangsa Yunani kuno melakukan pemungutan suara dengan menempatkan baru kerikil di sebuah
jambangan besar, yang kemudian memunculkan istilah psephology, atau kajian mengenai bermacam-maca
pemilihan umum.

Menjelang akhir abad ke-19, kebanyakan negara Barat memberikan hak suara kepada sebagian besar pria
dewasa dan selama dasawarsa awal abad ke-20, hak itu diperluas kepada sebagian besar wanita dewasa.
Pemilihan-pemilihan kompetsi yang bebas dianggap sebagai kunci bagi demokrasi perwakilan.

2. Diskusi Politik
Hal ini merupakan ajang tukar pikiran tentang masalah-masalah publik untuk kemudian dicarikan
pemecahannya yang secara langsung berpengaruh terhadap kebijakan publik.

3. Kegiatan Kampanye
Dalam masa pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah dan presiden, bentuk kegiatan ini sangat
marak dipilih sebagai sarana efektif dalam menyampaikan aspirasi dari sebuah partai kepada masyarakat
pemilihnya. Media kampanye pun beragam, antara lain poster, kaos, bendera, yang semua diberikan kepada
masyarakat umum atau dengan melakukan pemasangan alat peraga yang tentunya tidak diperkenankan
melanggar peraturan perundang-undangan.

4. Membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan


Hal ini biasanya dilakukan dengan ikut membentuk organisasi sosial keagamaan sebagai bentuk
pengabdian kepada masyarakat dan sebagai upaya memperjuangkan kepentingannya kepada pemerintah
atau menjadi anggota dari salah satu organisasi sosial keagamaan.

5. Komunikasi individual dengan pejabat dan administrasi


Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi anggota parlemen untuk menyalurkan aspirasi, mendatangi
Walikota/Bupati/Camat, kepala dinas untuk menanyakan sesuatu yang menyangkut masalah publik.

Partisipasi secara Nonkonvensional


1. Pengajuan petisi
Petisi adalah pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta agar pemerintah mengambil
tidakan terhadap suatu hal. Hak petisi ada pada warga negara dan juga badan-badan pemerintahan, seperti
kabupaten dan provinsi agar pemerintah pusat membela atau memperjuangkan kepentingan daerahnya.
Petisi juga berarti sebuah dokumen tertulis resmi yang disampaikan kepada pihak berwenang untuk
mendapatkan persetujuan dari pihak tersebut. Umumnya petisi ditandatangani oleh beberapa orang atau
sekelompok besar orang yang mendukung permintaan yang terdapat dalam dokumen.
2. Demostrasi (Unjuk rasa)
Demonstrasi adalah hak demokrasi yang dapat dilaksanakan dengan tertib, damai dan intelek. Demonstrasi
merupakan sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya
mempublikasikannya dalam bentuk pengerahan massa. Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat
yang sangat terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya.

3. Konfrontasi
Konfrontasi digolongkan sebagai bentuk partisipasi politik nonkonvensional karena aspirasi diperjuangkan
dengan cara-cara yang tidak mengindahkan pandangan dan hak pihak lain. Dengan kata lain, pihak lain
diposisikan sebagai lawan yang harus tunduk untuk mengabulkan aspirasinya. Jadi, dalam konfrontasi tidak
dikenal kompromi tetapi merupakan penaklukan. Konfrontasi sendiri dianggap sesuatu yang tidak lazim
dalam negara demokrasi.

4. Mogok
Mogok adalah penghentian proses produksi demi suatu tuntutan tertentu. Dalam realitas, ada dua
kemungkinan yang menyebabkan proses produksi berhenti, yaitu buruh secara sadar berhenti bekerja dan
keluar pabrik serta pemblokiran kawasan dan jalanannya sehingga sebagian besar buruh tidak bisa masuk
ke pabrik untuk bekerja.

Pemogokan bisa terjadi di tingkat pabrik, kawasan sampai tingkat nasional yang melibatkan buruh di
berbagai kota dalam satu negeri. Pemogokan yang lebih luas dilakukan bukan saja karena tuntutan yang
sama, tetapi karena hubungan produksi itu bersifat luas, tidak hanya melibatkan satu atau dua pabrik.
Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti suatu kebijakan.

5. Tindakan kekerasan politik


Kekerasan politik merupakan reaksi beberapa kelompok masyarakat yang menilai para pemegang
kekuasaan kurang adil dalam mengelola berbagai konflik dan sumber kekuasaan yang ada. Bahkan,
pemegang kekuasaan dinilai dengan wewenang strukturalnya memakai cara-cara nondialogis atau
nonmusyawarah untuk menyelesaikan konflik.

6. Perang gerlya
Cara ini digunakan pada masa perang kemerdekaan dengan tujuan melemahkan atau menghancurkan
kekuasaan kelompok lain dengan jalan perumpahan darah. Meski begitu. pada masa sekarang sistem
perang gerilya juga bukannya tidak pernah dilakukan. Terlebih oleh kelompok gerakan-gerakan sporadis.
B. Partisipasi Dalam Bidang Ekonomi
Partisipasi ekonomi berkaitan dengan keikutsertaan atau keterlibatan warga negara dalam pembangunan
ekonomoi masyarakat dan bangsa untuk dapat mendorong atau memacu pertumbuhan serta perkembangan
ekonomi yang mapan..
C. Partisipasi Dalam Bidang Budaya
Sikap dan perilaku yang mencerminkan partisipasi dalam bidang budaya:
1. Menghilangkan etnosentrisme dan chauuvinisme
Etnosentrisme: pandangan yang dimiliki oleh masing- masing individu yang menganggap bahwa
kebudayaan yang dimilikinya lebih baik dari budaya lainnya atau membanggakan budayanya sendiri dan
mengganggap rendah budaya lain.
- Penggunaan koteka bagi laki-laki dewasa di Papua. Bagi masyarakat non Papua pedalaman, penggunaan
koteka mungkin merapakan hal yang memalukan. Namun bagi masayarakat pedalaman Papua,
menggunakan koteka sebagai penutup kelamin mereka adalah hal wajar dan menjadi kebanggaan
tersendiri.
- Perilaku carok di Madura. Carok adalah sebuah upaya pembunuhan yang dilakukan oleh laki-laki
Madura ketika merasa harga dirinya terusik oleh orang lain. Bagi masyarakat di luar Madura, mungkin
perilaku tersebut dianggap sebagai bar-bar dan brutal, namun bagi masyarakat Madura perilaku tersebut
dianggap sakral dan sangat dijunjung tinggi.
Chauuvinisme: bentuk dari perasaan cinta, bangga, royalitas yang tinggi, fanatisme atau kesetiaan pada
negara. Namun sikap ini tidak mempertimbangkan pandangan dari orang lain atau bangsa lain.
- Pembatasan impor atau menutup impor barang luar negeri dengan alasan memajukan produk lokal.
- Kerusuhan-kerusuhan yang berlatar belakang SARA,
- Merendahkan dan menyalahkan negara lain atas ketidakmampuan bangsa kita sendiri dalam mengatasi
persoalan yang terjadi.
2. Mencintai budaya lokal dan nasional
3. Melakukan berbagai inovasi kreatif untuk menyokong pengembangan budaya daerah

Anda mungkin juga menyukai