Anda di halaman 1dari 12

Dengan Hormat,

Perihal : PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)


Kepada Yth : PT. Mandiri Tunas Finance – Recovery Management
Di –
Gedung Graha Mandiri Lt. 23, Jl. Imam Bonjol No. 61, Jakarta Pusat.

Bersama dengan surat ini Hari Sakti Zabri, SH., MH., Pimpinan Kantor
Advokat HSZ & Partners, menyampaikan Pendapat Hukum (Legal Opinion)
sebagai Retainer PT. Mandiri Tunas Finance Regional 9, tentang perkara
yang melibatkan debitur H. Amran Saleh alias Amran Bin Andi Saleh
Sangaji, sebagai berikut :

A. KASUS POSISI (CASE POSITION)


Adapun kronologis singkat dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa H. Amran Saleh alias Amran Bin Andi Saleh Sangaji selaku
Debitur telah mengadakan Perjanjian Jual Beli secara kredit dengan
PT. Mandiri Tunas Finance dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur
atas kendaraan bermotor (mobil) dengan Type Mitsubishi Fuso FN
527 ML DUMP sejumlah 2 unit dengan nomor kontrak
5501900272/Makassar dan nomor kontrak 5501900273/Makassar.
2. Bahwa perjanjian antara H. Amran Saleh alias Amran Bin Andi Saleh
Sangaji selaku Debitur dengan PT. Mandiri Tunas Finance selaku
Kreditur terikat dengan Akta Jaminan Fidusia yang merupakan Akta
Otentik yang dibuat di hadapan Notaris.
3. Bahwa selama perjanjian tersebut berjalan Debitur telah seringkalai
melakukan keterlambatan pembayaran atas kedit 2 unit mobil Type
Mitsubishi Fuso FN 527 ML DUMP tersebut.
4. Bahwa salah satu alasan keterlambatan tersebut terjadi dengan
alasan Debitur telah melakukan dugaan tindak pidana pengrusakan
lingkungan “Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan
Pertambangan(Mineral,Batu Bara), Minyak dan Gas Bumi” dan/atau
pertambangan Ilegal dengan menggunakan 2 unit mobil Type
Mitsubishi Fuso FN 527 ML DUMP yang merupakan Objek Jaminan
Fidusia tersebut.
5. Bahwa akibat dari perbuatan Debitur tersebut 2 unit mobil Type
Mitsubishi Fuso FN 527 ML DUMP yang merupakan Objek Jaminan
Fidusia telah disita oleh Negara melalui Kejaksaan Negeri Unaaha
sebagai barang bukti dalam perkara pidana yang dilakukan oleh
Debitur, yang berujung pada kerugian yang dialami oleh Penerima
Jaminan Fidusia yakni PT. Mandiri Tunas Finance sebagai kreditur
preferren (Kreditur yang diutamakan).
6. Bahwa saat ini Perkara pidana yang diduga dilakukan oleh Debitur
telah berlangsung selama 6 bulan terhitung sejak Maret 2021 sampai
Agustus 2021 dan saat ini sudah sampai pada Tingkat Kasasi
(Mahkamah Agung).
7. Bahwa akibat dari perbuatan Debitur H. Amran Saleh alias Amran Bin
Andi Saleh Sangaji selaku Debitur mengakibatkan kerugian materil
yang di taksir mencapai Rp. 1.486.112.000 (Satu Milliar Empat Ratus
Delapan Puluh Enam Juta Seratus Dua Belas Ribu Rupiah); diluar
dari biaya denda keterlambatan. Yang nantinya ditulis dan dihitung
secara rinci oleh pihak Kreditur dalam hal ini PT. Mandiri Tunas
Finance.
8. Bahwa perbuatan H. Amran Saleh alias Amran Bin Andi Saleh
Sangaji selaku Debitur yang dalam hal ini telah mengalami masalah
hukum dengan status Terpidana menimbulkan akibat hukum yakni
Kreditur Tidak bisa Melakukan Eksekusi/Penarikan Terhadap Objek
Jaminan Fidusia ketika Debitur Tidak bisa melakukan Pelunasan
utang.
9. Bahwa Perampasan objek jaminan fidusia memberikan konsekuensi
yuridis yang merugikan penerima fidusia karena peralihan obyek
fidusia menyebabkan kemungkinan hilangnya hak kepemilikan yang
dimiliki kreditur untuk mengeksekusi benda tersebut serta kedudukan
benda yang dirampas negara menjadi milik negara dan benda
tersebut tidak dapat dipergunakan oleh siapapun sesuai dengan
ketentuan Pasal 44 ayat (2) KUHAP.
10. Bahwa berdasarkan uraian kronologi diatas Kreditur akan melakukan
Upaya Hukum sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan Yang Berlaku.

B. ISU HUKUM (Legal Issues)


Adapun yang menjadi permasalahan hukum antara lain :
1. Kedudukan hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang di rampas
Oleh Negara ?
2. Upaya hukum yang harus dilakukan oleh Pihak PT. Mandiri Tunas
Finance selaku Kreditur ataupun Pihak yang dirugikan dalam perkara
tersebut di atas ?

C. SUMBER HUKUM (SOURCE OF LAW)


Adapun yang menjadi sumber hukum dalam opini hukum (legal
opinion) adalah sebagai berikut :
a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia:
1. Pasal 15 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999 disebutkan bahwa,
“Dalam sertipikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pengertian
dari irah-irah tersebut di atas adalah bahwa sertipikat jaminan
fidusia memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
2. Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa,
“Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat
tindakan atau kelalaian fidusia baik yang timbul dari hubungan
kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum
sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang
menjadi objek jaminan fidusia”.
3. Pasal 27 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999 yang menyebutkan
bahwa, “Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap
kreditur lainnya” pasal ini ditafsirkan bahwa hak Kreditur
merupakan hak yang harus diutamakan.
4. Pasal 27 ayat (2) UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa,
“Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas eksekusi benda yang menjadi objek jaminan
fidusia” (Detroit de suite).

D. ARGUMENTASI HUKUM (Legal Arguments)

Kedudukan hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang di


rampas Oleh Negara;

Berdasarkan kronologi di atas apabila terjadi perampasan obyek


jaminan fidusia, akibat yang ditimbulkan adalah kerugian bagi kreditur
sebagai pemegang jaminan fidusia, karena objek jaminan yang menjadi
jaminan utang dari debitur selaku pemberi fidusia disita oleh Negara
melalui Kejaksaan yang menyebabkan objek fidusia tersebut tidak dapat
dieksekusi ketika debitur tidak dapat melakukan pelunasan terhadap
utang-utangnya atau penyelesaian kreditnya.

Perampasan objek jaminan fidusia memberikan konsekuensi yuridis


yang merugikan penerima fidusia karena peralihan obyek fidusia
menyebabkan kemungkinan hilangnya hak kepemilikan yang dimiliki
kreditur untuk mengeksekusi benda tersebut serta kedudukan benda
yang dirampas negara menjadi milik negara dan benda tersebut tidak
dapat dipergunakan oleh siapapun sesuai dengan ketentuan Pasal 44
ayat (2) KUHAP.

Terkait obyek jaminan fidusia yang dirampas negara, Perampasan


obyek fidusia tersebut tidak menyebabkan hapusnya jaminan fidusia,
dimana hapusnya jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UUJF
yang menyatakan bahwa, Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal
sebagai berikut :

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;


b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, perampasan obyek fidusia


oleh negara tidak menghapuskan utang yang telah dibebani jaminan
fidusia, sehingga debitur tetap harus melakukan kewajibannya untuk
melunasi utang-utangnya. Meskipun demikian, posisi kreditur dalam hal
ini sangat membahayakan apabila utang dari debitur telah jatuh tempo
dan debitur tidak melakukan pembayaran atas utangnya yang
menyebabkan eksekusi obyek fidusia tidak dapat dilakukan dikarenakan
obyek tersebut tidak berada pada penguasaan debitur melainkan disita
Negara untuk kepentingan penyidikan, penuntutan serta peradilan.

Benda jaminan fidusia yang telah dirampas negara tidak dapat


dipergunakan oleh siapapun juga, sehingga debitur harus bertanggung
jawab atas perbuatan yang dlakukannya dengan memberikan jaminn
pengganti berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa :

“Segala barang-barang bergerak dan tidak bergerak milik debitur,


baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan
untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”

Berdasarkan Pasal tersebut, debitur memiliki kewajiban untuk


mengganti benda jaminan tersebut dengan benda atau barang yang
setara atau lebih dari obyek jaminan fidusia yang telah dirampas
sebelumnya untuk menjamin pelunasan utangutang debitur. Pasal
tersebut mencerminkan tentang jaminan umum bagi kreditur terhadap
utang debitur.

Penyitaan yang dilakukan oleh negara (Kejaksaan Negeri Unaaha)


disebabkan adanya tindak pidana Kerusakan Lingkungan Akibat
Kegiatan Pertambangan (Mineral,Batu Bara), Minyak dan Gas Bumi
dan/atau pertambangan secara illegal oleh H. Amran Saleh dengan
menggunakan objek jaminan fidusia yang telah diberikan oleh penerima
fidusia dan telah diikat melalui suatu perjanjian jaminan fidusia dengan
suatu akta otentik notaris.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu benda yang telah


diikat dengan jaminan fidusia sebagai jaminan pelunasan hutang debitur
kepada kreditur tidak boleh dilakukan penyitaan baik secara perdata
maupun pidana, meskipun ternyata dikemudian hari objek jaminan
fidusia tersebut terkait dengan kasus tindak pidana dalam hal ini adalah
tindak pidana pengrusakan lingkungan atau pertambangan ilegal.

Pengikatan jaminan fidusia antara debitur dan kreditur harus


dipandang sebagai suatu bentuk itikad baik dari kreditur yang tidak
mengetahui bahwa objek jaminan fidusia tersebut akan digunakan
debitur untuk melakukan kegiatan yang melawan hukum dengan
melakukan tindak pidana pengrusakan lingkungan melalui
pertambangan secara ilegal. Oleh karena itu kreditur pemegang jaminan
fidusia yang beritikad baik wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku.

Pada prinsipnya setiap benda bergerak maupun tidak bergerak yang


telah dijadikan objek jaminan baik fidusia maupun hak tanggungan
seharusnya tidak dapat dikenakan penyitaan, karena objek yang telah
diikat dengan jaminan fidusia maupun hak tanggungan tersebut telah
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.

Hal ini dibuktikan dengan adanya irah-irah DEMI KEADILAN


BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dengan demikian
dapat dikatakan sertipikat jaminan fidusia yang telah dipegang oleh
kreditur preferens PT. MANDIRI TUNAS FINANCE merupakan hak
mutlak bagi kreditur tersebut untuk melaksanakan tindakan hukum
eksekusi apabila debitur wanprestasi dalam melunasi hutangnya
termasuk apabila debitur menyalahgunakan Objek Jaminan Fidusia
tersebut untuk melakukan tindak pidana.

Kreditur penerima jaminan fidusia sebagai kreditur preferen memiliki


hak untuk mempertahankan objek jaminan fidusia berupa 2 unit mobil
Mitsubishi Fuso yang telah disita oleh pengadilan sebagai barang bukti,
berdasarkan asas droit de suite dan droit de preference yang dianut
oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia, dan juga berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan berkaitan dengan penyitaan objek jaminan
fidusia yang dilakukan melalui kejaksaan tersebut, karena objek jaminan
fidusia tersebut telah menjadi kewenangan penuh dari kreditur
pemegang jaminan fidusia apabila debitur pemberi fidusia telah
dinyatakan wanprestasi (ingkar janji) dalam melaksanakan pemenuhan
kewajiban pembayaran hutangnya atau tidak menyelesaikan
pembayaran kreditnya.

Namun melihat kondisi Debitur yang dalam keadaan bangkrut dan


tidak memiliki apa-apa lagi maka langkah-langkah yang akan kami
tempuh adalah dengan mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan
Hukum yang diduga dilakukan oleh H. Amran Saleh selaku debitur dan
pihak Kejaksaan Negeri Unaaha yang menyita Objek Jaminan Fidusia
sebagai barang bukti tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan
Hak preferren kreditur (hak yang harus diutamakan).

RENCANA UPAYA HUKUM KAMI / RETAINER :

1. Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan


Negeri Makassar Kelas 1A, melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Makassar sebagaimana dalam Ketentuan Perjanjian Pembiayaan
Konsumen jika terjadi perselisihan maka akan diselesaikan di
Pengadilan Negeri Makassar
2. Menjadikan saudara Amran Salah sebagai Tergugat I dan Kejaksaan
Agung, Cq. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Cq. Kejaksaan
Negeri Konawe sebagai Tergugat II
3. Meminta kepada Majelis Hakim agar 2 unit mobil tersebut
dikembalikan kepada Kreditur sebagaimana perjanjian dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen

E. KESIMPULAN dan REKOMENDASI (Conclusions and


Recommendations)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :

1. Bahwa Kejaksaan Negeri Unaaha tidak memperhatikan dan tidak


mempertimbangkan mengenai siapa yang paling berhak atas barang
bukti 2 unit mobil Type Mitsubishi Fuso FN 527 ML DUMP yang
merupakan Objek Jaminan Fidusia yang telah dimuat dalam Akta
Otentik yang dibuat oleh Notaris.
2. Bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia yang telah dipegang oleh kreditur
preferens (Kreditur yang diutamakan) PT. MANDIRI TUNAS
FINANCE merupakan hak mutlak bagi kreditur tersebut untuk
melaksanakan tindakan hukum eksekusi apabila debitur wanprestasi
dalam melunasi hutangnya termasuk apabila debitur
menyalahgunakan Objek Jaminan Fidusia tersebut untuk melakukan
tindak pidana.
3. Bahwa Pasal 15 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa, “Dalam sertipikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pengertian dari
irah-irah tersebut di atas adalah bahwa sertipikat jaminan fidusia
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sehingga
Kejaksaan Negeri Unaaha harus mempertimbangkan alasan ini
dikarenakan UU No.42 Tahun 1999 merupakan Lex Specialis atau
hal-hal yang diatur secara khusus, pada dasarnya Kejaksaan Negeri
Unahaa memang memiliki kewenangan untuk menyita barang yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan/atau peradilan, akan tetapi hal itu tidak
serta merta dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak atau
kepentingan pemilik hak yang sesungguhnya apalagi hak kreditur
merupakan hak yang harus diutamakan.
F. PENUTUP

Demikian legal opinion ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana


mestinya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Makassar, 15 November 2021

Hormat kami,

PENULIS PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

Hari Sakti Zabri, S.H., M.H.

Anda mungkin juga menyukai