Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM IV

INCENERATOR

Hari/Tanggal : Selasa, 08 Februari 2022


Waktu : 10.30-11.30 WIB
Tempat : Workshop, Kampus Kesehatan Lingkungan
Tujuan : Agar Mahasiswa dapat mengetahui cara penggunaan dari
incenerator untuk pembakaran B3 dan Mahasiswa dapat
mengatahui bentuk sampah B3

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Incinerator
Incinerator adalah Teknologi yang mengkonversi materi padatan dalam hal ini
yang dimaksud , yaitu sampah untuk menjadi materi buangan yang berupa gas
dan materi padatan yang sulit untuk terbakar , yaitu abu ( bottom ash ) dan
debu ( fly ash ) adalah teknologi insinerasi . Dalam hal ini dihasilkan panas
yang berasal dari proses insinerasi dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi
suatu materi menjadi maten yang lain dan energi lain , misalnya untuk menjadi
pembangkit listi dan air panas .
Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah
pada suatu tungku pembakaran . Teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan
kapasitas besar ( skala kotak di beberapa negara maju Teknologi incinerator
skala besar terus berkembang , akan tetapi teknologi ini juga ada yang
menganggap bermasalah dalam sudut pencemaran udara . Teknologi ini juga
memiliki kelebihan salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam
teknologi terbaru dari incinerator ini adalah pemanfaatan enersi , sehingga
nama incinerator cenderung berubah seperti waste - to - energy , thermal
converter .
Insinerasi atau pembakaran sampah (bahasa Inggris: incineration) adalah
teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan organik.
Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan
sebagai pengolahan termal. Insinerasi material sampah mengubah sampah
menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang
dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas
yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik. Insinerasi
dengan energy recovery adalah salah satu teknologi sampah-ke-energi (waste-
to-energy, WtE). Teknologi WtE lainnya adalah gasifikasi, pirolisis, dan
fermentasi anaerobik. Insinerasi juga bisa dilakukan tanpa energy recovery.
Insinerator yang dibangun beberapa puluh tahun lalu tidak memiliki fasilitas
pemisahan material berbahaya dan fasilitas daur ulang. Insinerator ini dapat
menyebabkan bahaya kesehatan terhadap pekerja insinerator dan lingkungan
sekitar karena tingginya gas berbahaya dari proses pembakaran.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menjalankan suatu
incinerator, yaitu :
1. Aspek keamanan menyangkut titik nyala, tekanan uap deteksi logam berat,
dan operasional incinerator .
2. Aspek keterbakaran : menyangkut nilai kalor, kadar air dan kadar abu dari
buangan padat , khususnya sampah .
3. Aspek pencegahan pencemara udara penanganan debu terbang
4. gas toksik , dan uap metalik.

Terdapat 3 parameter utama dalam operasi incinerator yang harus


diperhatikan , yiatu 3 - T ( Temperature , Time dan Turbelence ) :
1. Temperature : temperature berhubungan dengan pasokan oksigen (melalui
udara). Udara yang dipasok akan menaikkan temperature karena proses
oksidasi materi organik bersifat eksotermis. Temperature ideal untuk
sampah kota tidak kurang dari 800 ° C .
2. Time : time berkaitan dengan waktu lamanya fase gas yang harus terpapar
dengan panas yang telah ditentukan . Biasanya dibutuhkan sekitar 2 detik
pada fase gas , sehingga terjadi pembakaran yang sempurna .
3. Turbelensi : turbelensi yaitu limbah harus kontak sempurta dengan
oksigen. Incinerator besar diatur pada sisi tungku yang dapat bergerak ,
sedangkan incinerator kecil tungkunya bersilat statis . (Linda Barus,2021)
Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary Chamber
dan Secondary Chamber (Gunadi Priyamba, 2013).
a. Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran
dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari
semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa.
Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi karbon
monoksida dan metana. Temperatur dalam primary chamber diatur pada
rentang 600oC-800oC dan untuk mencapai temperatur tersebut,
pemanasan dalam primary chamber dibantu oleh energi dari burner dan
energi pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri. Udara (oksigen)
untuk pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.
b. Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar tidak
mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut dapat berlangsung
dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara oksigen (udara)
dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal (retention
time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di secondary chamber disuplai
oleh blower dalam jumlah yang terkontrol. Selanjutnya gas pirolisa yang
tercampur dengan udara dibakar secara sempurna oleh burner didalam
secondary chamber dalam temperatur tinggi yaitu sekitar 800 -1000 .
Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan Hidrokarbon lainnya) terurai
menjadi gas CO2 dan H2O.

B. Jenis- Jenis Incinerator


Secara umum jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth. dan fluidized
bed :
a. Incinerator Rotary Kiln
Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah sludge ex WWT atau limbah
yang mempunyai kandungan air (water content) yang cukup tinggi dan
volumenya cukup besar. Sistem incinerator ini berputar pada bagian
primary chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan pembakaran limbah
yang merata keseluruh bagian.Proses pembakarannya sama dengan type
static, terjadi dua kali pembakaran dalam Ruang Bakar 1 (Primary
Chamber) untuk limbah dan Ruang Bakar 2 (Secondary Chamber) untuk
sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar dalam Primary Chamber.
b. Multiple Hearth Incinerator
Multiple Hearth Incinerator, yang telah digunakan sejak pertengahan
tahun 1900-an, terdiri dari suatu kerangka lapisan baja tahan api dengan
serangkaian tungku (hearth) yang tersusun secara vertikal, satu di atas
yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah tungku, shaft rabble arms
beserta rabble teeth-nya dengan kecepatan putaran 4 - 2 rpm. Umpan
sampah dimasukkan dari atas tungku secara terus menerus dan abu hasil
proses pembakaran dikeluarkan melalui silo. Burner dipasang pada sisi
dinding tungku pembakar di mana pembakaran terjadi. Udara diumpan
masuk dari bawah, dan sampah diumpan masuk dari atas. Limbah yang
dapat diproses dalam multiple hearth incinerator memiliki kandungan
padatan minimum antara 15-50 %-berat. Limbah yang kandungan
padatannya di bawah 15 %-berat padatan mempunyai sifat seperti cairan
daripada padatan.
c. Fluidized Bed Incinerator
Fluidized bed incinerator adalah sebuah tungku pembakar yang
menggunakan media pengaduk berupa pasir seperti pasir kuarsa atau
pasir silika, sehingga akan terjadi pencampuran (mixing) yang homogen
antara udara dengan butiran-butiran pasir tersebut. Mixing yang konstan
antara partikel-partikel mendorong terjadinya laju perpindahan panas
yang sangat cepat serta terjadinya pembakaran sempurna. Fluidized bed
incinerator berorientasi bentuk tegak lurus, silindris, dengan kerangka
baja yang dilapisi bahan tahan api, berisi hamparan pasir (sand bed) dan
distributor untuk fluidasi udara. Fluidized bed incinerator normalnya
tersedia dalam ukuran berdiameter dari 9 sampai 34 ft.
Pembakaran dengan teknologi fluidized bed merupakan satu rancangan
alternatif untuk pembakaran limbah padat. Harapan pasir tersebut
diletakkan di atas distributor yang berupa grid logam dengan dilapisi
bahan tahan api. Bahan bakar bantu digunakan selama pemanasan awal
untuk memanaskan hamparan sampai temperatur operasi sekitar 750
sampai 900°C sehingga pembakaran dapat terjaga pada temperatur
konstan.

C. Prinsip Kerja Incinerator


Prinsip kerja incinerator adalah sebagai tempat pembakaran dengan suhu
tinggi (>800°C) sehingga bahan yang dibakar tidak dapat didaur ulang lagi.
Proses incinerasi digunakan untuk mereduksi sampah yang tergolong mudah
terbakar (combustible) dan tidak boleh didaur ulang lagi karena berbagai
alasan. Sasaran incinerasi adalah untuk mereduksi massa dan volume
buangan, membunuh bakteri dan virus, mereduksi materi kimia toksik, serta
memudahkan penanganan limbah selanjutnya Inserasi dapat mengurangi
volume buangan padat domestic sampai 85% - 95% dan pengurangan berat
sampai 70% - 80%. Proses insinerasi berlangsung melalui tiga tahap, yaitu:
1. Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya
limbah menjadi kering yang akan siap terbakar pada suhu 105°C.
2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna,
dimana temperatur belum terlalu tinggi (150°C- 300°C)
3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna (>800°C).

Agar terjadi proses optimal maka ada beberapa aspek yang haris
diperhatikan dalam menjalankan suatu incinerator, antara lain :
1. Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu
dari buangan padat, khususnya sampah.
2. Aspek keamanan: menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi
3. logam berart, dan operasional incinerator. Aspek pencegahan
pencemaran udara menyangkut penanganan debu terbang, gas toksik
dan uap metalik.(Linda Barus,2021)
D. Proses Pembakaran
Reaksi pembakaran secara umum terjadi melalui 2 cara, yaitu pembakaran
sempurna dan pembakaran habis. Pembakaran sempurna adalah proses
pembakaran yang terjadi jika semua karbon bereksi dengan oksigen
menghasilkan CO2, sedangkan pembakaran tidak sempurna adalah proses
pembakaran yang terjadi jika bahan bakar tidak terbakar habis dimana
proses pembakaran yang tidak semuanya menjadi CO2 (Abdullah et, al.,
1998 dalam Arif Budiman, 2001) Menurut Culp (1991 dalam Arif Budiman,
2001) proses pembakaran actual dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu :
1. Pencampuran udara dan bahan dengan baik
2. Kebutuhan udara untuk proses pembakaran.
3. Suhu pembakaran Lamanya waktu pembakaran yang berhubungan
dengan laju pembakaran.
4. Berat jenis bahan yang akan dibakar.
Proses pembakaran sampah pada rumah tangga berlangsung secara
bertahap. Tahap awal terjadi penguapan kandungan air sampah yang belum
terbakar menggunakan panas dari bahan terbakar yang berada di
sekelilingnya atau menggunakan energi panas yang ditambahkan dari luar.
Pada saat pemanasan sampah terjadi pelepasan karbon atau bahan volatile
yang terkonversi menjadi gas yang mudah terbakar, proses ini disebut
gasifikasi. Gas ini selanjutnya bercampur dengan oksigen yang dapat
mengalami reaksi oksidasi. Kondisi ini apabila menghasilkan temperature
cukup tinggi dan berlangsung lama dapat terkonversi secara sempurna
(complete combustion) menghasilkan uap air dan CO2 yang dilepaskan ke
udara

E. Kelebihan dan Kekurangan Incinerator


Beberapa kelebihan yang bisa dirasakan ketika menggunakan Incinerator,
yakni:
1. Hemat Lahan
Lahan memang dibutuhkan sebagai tempat berdirinya infrastruktur
insinerasi. Namun, luas lahan yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
dibandingkan saat Anda mengelola limbah dengan metode sanitary
landfill.
2. Mengurangi Sampah dengan Signifikan
Ketika mengelola limbah dengan menggunakan metode pembakaran di
insinerator, maka pengurangan volume dan berat yang menjadi
hasilnya. Dalam pengolahan limbah padat, pengurangan volume
sampah mampu mencapai 95%. Adapun beratnya mampu berkurang
hingga 80%.
3. Sumber Energi Listrik
Ketika proses pembakaran terjadi, panas dari dalam insinerator dapat
digunakan sebagai sumber energi listrik. Bila melihat negara- negara
maju, bukanlah hal yang asing untuk memperoleh pasokan listrik dari
tenaga sampah.Namun demikian, ketika menjalankan kedua fungsi ini
secara bersamaan, prosesnya lebih rumit sehingga membutuhkan tenaga
berpengalaman.
4. Limbah Cepat Teratasi
Penggunaan insinerator sangat cocok untuk mengatasi jumlah limbah
yang besar dalam waktu singkat. Misalnya terdapat perusahaan yang
volume produksi limbah padat hariannya cukup tinggi. Di sisi lain,
mereka tidak memiliki cukup lahan untuk menimbunnya.

Meskipun banyak kelebihan, penggunaan insinerator juga memiliki


kelemahan, antara lain:
1. Harga Mahal
Harga yang harus dibayarkan ketika membeli sebuah incinerator cukup
mahal. Kisaran harganya mulai dari belasan juta hingga ratusan juta
rupiah, tergantung pada kapasitas, spesifikasi serta kelengkapan fiturnya.
Karena mahalnya harga alat ini, tidak semua industri mampu memilikinya.
2. Biaya Operasional Mahal
Tak hanya harus mengeluarkan dana besar ketika membeli, biaya
operasional insinerator pun terbilang mahal. Bila dihitung, biaya
operasional pengelolaan satu ton sampah bisa mencapai hingga Rp400 ribu
per ton sampah. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk proses
pemeliharaan secara berkala.
3. Tidak dapat Memproses Semua Jenis Limbah Padat
Tidak semua jenis limbah padat dapat langsung dibakar dalam insinerator.
Biasanya sebelum proses pembakaran, limbah harus disortir terlebih dulu.
Limbah yang berpotensi memunculkan ledakan harus dihilangkan. Tak
hanya itu, bahan-bahan yang memiliki peluang mengeluarkan asap bersifat
racun juga harus dieliminasi.
4. Menghasilkan Polutan
Masih dikhawatirkan bahwa hasil pembakaran dari insinerator
menghasilkan polutan seperti karbon monoksida, asam hidroklorat serta
partikel halus berupa abu. Bila terhirup oleh manusia dan hewan, polutan
ini akan memberikan dampak negatif.

F. Pengertian Limbah B3
Limbah B3 merupakan sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 dihasilkan dari kegiatan/usaha baik dari sektor industri,
pariwisata, pelayanan kesehatan maupun dari domestik rumah tangga.
Pengelolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang mana dalam peraturan ini
juga tercantum daftar lengkap limbah B3 baik dari sumber tidak spesifik,
limbah B3 dari sumber spesifik, serta limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, B3
yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk dan bekas kemasan
B3. Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Definisi ini tercantum dalam Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan –
peraturan lain di bawahnya. (Veronika Adyani,2019).
I. Jenis Limbah B3
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
(Anonim, 2019)
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik. Limbah ini tidak berasal
dari proses utama, melainkan dari kegiatan pemeliharaan alat,
inhibitor korosi, pelarutan kerak, pencucian, pengemasan dan lain-
lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah ini berasal dari proses
suatu industri (kegiatan utama).
3. Limbah B3 dari sumber lain. Limbah ini berasal dari sumber yang
tidak diduga, misalnya prodak kedaluwarsa, sisa kemasan,
tumpahan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

II. Sifat dan Klasifikasi Limbah B3


Suatu limbah tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun jika ia
memiliki sifat-sifat tertentu, di antaranya mudah meledak, mudah
teroksidasi, mudah menyala, mengandung racun, bersifat
korosifmenyebabkan iritasi, atau menimbulkan gejala-gejala kesehatan
seperti karsinogenik, mutagenik, dan lain sebagainya. (Anonim, 2019)
1. Mudah meledak (explosive)
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar dapat meledak karena dapat menghasilkan gas dengan suhu
dan tekanan tinggi lewat reaksi fisika atau kimia sederhana.
Limbah ini sangat berbahaya baik saat penanganannya,
pengangkutan, hingga pembuangannya karena bisa menyebabkan
ledakan besar tanpa diduga-duga. Adapun contoh limbah B3
dengan sifat mudah meledak misalnya limbah bahan eksplosif dan
limbah laboratorium seperti asam prikat.
2. Pengoksidasi (oxidizing)
Limbah pengoksidasi adalah limbah yang dapat melepaskan panas
karena teroksidasi sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan
bahan lainnya. Limbah ini jika tidak ditangani dengan serius dapat
menyebabkan kebakaran besar pada ekosistem. Contoh limbah b3
dengan sifat pengoksidasi misalnya kaporit.
3. Mudah menyala (flammable)
Limbah yang memiliki sifat mudah sekali menyala adalah limbah
yang dapat terbakar karena kontak dengan udara, nyala api, air,
atau bahan lainnya meski dalam suhu dan tekanan standar. Contoh
limbah B3 yang mudah menyala misalnya pelarut benzena, pelarut
toluena atau pelarut aseton yang berasal dari industri cat, tinta,
pembersihan logam, dan laboratorium kimia.
4. Beracun (moderately toxic)
Limbah beracun adalah limbah yang memiliki atau mengandung
zat yang bersifat racun bagi manusia atau hewan, sehingga
menyebabkan keracunan, sakit, atau kematian baik melalui kontak
pernafasan, kulit, maupun mulut. Contoh limbah b3 ini adalah
limbah pertanian seperti buangan pestisida.
5. Berbahaya (harmful)
Limbah berbahaya adalah limbah yang baik dalam fase padat, cair
maupun gas yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan
sampai tingkat tertentu melalui kontak inhalasi ataupun oral.
6. Korosif (corrosive)
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang memiliki ciri
dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan pengkaratan
pada baja, mempunyai pH ≥ 2 (bila bersifat asam) dan pH ≥ 12,5
(bila bersifat basa). Contoh limbah B3 dengan ciri korosif
misalnya, sisa asam sulfat yang digunakan dalam industri baja,
limbah asam dari baterai dan accu, serta limbah pembersih sodium
hidroksida pada industri logam.
7. Bersifat iritasi (irritant)
Limbah yang dapat menyebabkan iritasi adalah limbah yang
menimbulkan sensitasi pada kulit, peradangan, maupun
menyebabkan iritasi pernapasan, pusing, dan mengantuk bila
terhirup. Contoh limbah ini adalah asam formiat yang dihasilkan
dari industri karet.
8. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
Limbah dengan karakteristik ini adalah limbah yang dapat
menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan ekosistem, misalnya
limbah CFC atau Chlorofluorocarbon yang dihasilkan dari mesin
pendingin

9. Karsinogenik (carcinogenic), Teratogenik (teratogenic), Mutagenik


(mutagenic)
Limbah karsinogenik adalah limbah yang dapat menyebabkan
timbulnya sel kanker, teratogenik adalah limbah yang
mempengaruhi pembentukan embrio, sedangkan limbah mutagenik
adalah limbah yang dapat menyebabkan perubahan kromosom.

III. Tujuan Pengolahan Limbah B3


Tujuan pengolahan B3 adalah untuk untuk mengurangi daya racun
limbah B3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari
berbahaya menjadi tidak berbahaya, selain itu untuk menghancurkan
senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak
mengandung B3.

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Nama Alat Gambar Keterangan

Handscoon Untuk Melindungi diri


dari limbah B3
Masker Untuk Melindungi diri
dari Asap emisi limbah
B3

Alat Alat untuk proses


incinerator pembakaran sampah
medis atau B3

Timbangan Untuk Menimbang


sampah B3

B. Bahan

Nama Bahan Gambar Fungsi


Limbah B3 Bahan utama
untuk pembakaran
pada alat
incinerator

Solar Untuk bahan bakar


alat incinerator

III . PROSEDUR KERJA


1. Masukkan bahan bakar berupa solar ke dalam tangki solar alat
incinerator.
2. Timbang limbah B3 yang akan dihancurkan menggunakan
timbangan agar rmengetahui berapa berat dari sampah B3 .
3. Setelah itu catatlah hasil timbangan limbah B3.
4. Masukkan limbah B3 ke dalam alat incinerator.
5. Kemudian tutup alat incinerator.
6. Lalu putar tombol start pada alat untuk memulai pemb
7. Tunggu selama beberapa menit hingga limbah B3 hancur (30 menit
untuk 5,5 kg limbah B3)
8. Keluarkan limbah B3 yang sudah terbakar menjadi abu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Dari Pengamatan yang sudah di lakukan didapatkan hasil desain
incinerator sebagai berikut:
Alat Incenerator

B. Pembahasan
Pada praktikum yang kami lakukan, menggunakan limbah B3 yaitu limbah
medis berupa handscoon, masker , dan APD lainya dengan berat 6kg.
Langkah pertama dalam proses insinerasi yaitu menimbang limbah medis
yang akan di bakar menggunakan alat incinerator ,sebelum alat incinerator
digunakan isi bahan bakar berupa solar, selanjutnya masukan limbah medis
kedalam alat incinerator kemudian tutup.
Pada praktikum yang kami lakukan, menggunakan limbah B3 yaitu limbah
medis berupa handscoon, masker , dan APD lainya dengan berat 6kg.
Langkah pertama dalam proses insinerasi yaitu menimbang limbah medis
yang akan di bakar menggunakan alat incinerator ,sebelum alat incinerator
digunakan isi bahan bakar berupa solar, selanjutnya masukan limbah medis
kedalam alat incinerator kemudian tutup dan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dikakukan dapat disimpulkan bahwa
incinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah .
Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk sampah menjadi lebih kecil dan
praktis serta menghasilkan sisa pembakaran yang sterill sehingga dapat
dibuang langsung ke tanah . Energi panas hasil pembakaran dalam
incinerator dapat digunakan sebagai energi alternative bagi proses lain
seperti pemanasan atau pengeringan . alat incinertor ini digunakan untuk
proses pembakaran limbah B3 dimana asap yang keluar adalah asap emisi
dan juga dengan adanya alat incinerator dapat mengurangi limbah B3 yang
melimpah dirumah sakit. Selain hal yang perlu diperhatikan juga yaitu
menggunakan APD untuk melindungi diri saat melakukan pembakaran
limbah.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Budiman,2001. Laporan Insecenerator


Tersedia di:file:///C:/Users/Owner/Downloads/BAB20II20Laporan.pdf
Diakses Pada tanggal 08 Februari 2022, Pukul 19.00 WIB

Linda Barus, ST.,M.Si.2022 .BUKU AJAR PENGELOLAAN SAMPAH,


Penerbit PUSTAKA MEDIA, Cetakan Pertama Januari 2022,Cetakan
kedua Februari 2022

Mutu Institute.2021. Alat Incinerator. Jakarta Selatan:Penerbit infomutuinstitute.


Tersedia di: https://mutuinstitute.com/post/apa-itu-alat-incinerator/
Diakses Pada tanggal 08 Februari 2022, Pukul 19.20 WIB

Gunadi Priyamba,2013.Laporan Insecenerator


Tersediadi:
file:///C:/Users/Owner/Downloads/BAB0II20Laporan20T.pdf
Diakses Pada tanggal 08 Februari 2022, Pukul 19.30 WIB
S
Veroniaka, 2019 Wastec Internasional,2019.Jenislimbah B3 Pengelompokan
Berdasarkan Sumbernya.
Tersedia di: https://wastecinternational.com/limbah-b3-limbah-
beracun-.html
Diakses Pada tanggal 08 Februari 2022, Pukul 19.50 WIB

Permen LHK No 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah B3 Di Fasilitas Kesehatan
Diakses Pada tanggal 22 Maret 2022, Pukul 11.20 WIB
LAMPIRAN

Proses penimbangan Proses pengecekan suhu


sampah B3 incinerator

Proses pemasukan sampah Proses penutupan


B3 ke dalam alat incinertor setelah
incinerator dimasukkan sampah B3
Pro
ses pembakaran sampah Asap emisikeluar dari
B3 cerobong asap

Anda mungkin juga menyukai