Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XII, No. 23/I/Puslit/Desember/2020

SEKULERISME PRANCIS DAN


INSTABILITAS POLITIK GLOBAL
7
Poltak Partogi Nainggolan

Abstrak
Kasus kartun Nabi di Charlie Hebdo dan pengajaran Samuel Paty di sekolah
yang mengaitkannya dengan kebebasan berekspresi di Prancis, kembali memicu
kemarahan warga muslim, tidak hanya di negeri itu, tetapi juga di berbagai negara.
Reaksi yang muncul tidak hanya gelombang unjuk rasa, tetapi juga pembunuhan
terhadap sang guru, seruan boikot, dan pemutusan hubungan diplomatik. Kasus
kartun yang berulang dan dinilai sebagai pelecehan Islam telah mempertanyakan
kemampuan Pemerintah Prancis untuk mencegahnya, di balik argumen
pentingnya mempertahankan kebebasan dan sekulerisme di negeri itu, sehingga
telah menyebabkan munculnya berbagai aksi anarkis di Timur Tengah dan lain-
lain. Respons baru Prancis dengan pemahaman yang lebih baik dan empati yang
lebih besar dibutuhkan untuk memperbaiki hubungannya dengan banyak negara
dengan mayoritas muslim, demi menciptakan masa depan dunia yang lebih aman
dan damai.

Pendahuluan kebijakan sekularismenya, yang


Dunia internasional kembali mengangkat kasus pemuatan
terguncang terkait pemuatan kartun itu, menimbulkan respons
kartun Nabi Muhammad SAW dan akibat yang jauh lebih
di majalah satir dwi mingguan buruk dan luas. Warga muslim
Prancis, Charlie Hebdo, yang menunjukkan reaksi lebih marah,
memunculkan gelombang protes, karena menilai telah terjadi
kemarahan, dan demonstrasi di pelecehan agama yang dilakukan
berbagai negara, terutama dengan dengan sengaja, kontinu, dan
penduduk mayoritas muslim. dilindungi otoritas negara.
Berbeda dengan beberapa kasus Sedangkan Pemerintah Prancis,
PUSLIT BKD
sebelumnya, kasus terbaru yang walaupun kali ini lebih kewalahan
bermula dari penjelasan Samuel dalam menjelaskan apa yang telah
Paty, guru di sebuah sekolah dilakukan Charlie Hebdo, menilai
di Paris, tentang Prancis dan sikapnya terhadap kasus tersebut
telah benar, sesuai dengan hukum dinilai lemah dan seolah
nasional yang berlaku. menjustifikasinya. Analisisnya
Warga muslim Prancis yang mengungkap penjelasan historik
tidak bisa menerima terjadinya dan konsekuensi Prancis dalam
lagi pelecahan terhadap nabi mempertahankan prinsip
yang sangat mereka muliakan, sekulerisme, serta langkah
lalu mengambil tindakan sendiri yang harus dilakukan untuk
dengan memenggal kepala si memperbaiki keadaan dan
guru. Warga muslim yang lain mencegah anarki yang dapat
menyerang penduduk yang tengah muncul lebih hebat.
menyiapkan ibadah di sebuah
gereja di Nice. Reaksi kemarahan Sekulerisme Prancis
berlanjut ke Pemerintah Prancis Dihasilkannya UU pemisahan
yang dinilai telah membiarkan gereja dan negara pada 9 Desember
dan terus membenarkan kasus-
kasus pelecehan agama yang
1905 menandai peralihan Prancis 8
dari Katolikisme menjadi sebuah
telah dimulai Charlie Hebdo dan negara sekuler di bawah Republik
dilanjutkan Samuel Paty. Di Lyon, Ketiga. Praktik sekulerisme
seorang warga dilumpuhkan negara (laicite) ini dijalankan di
aparat karena mengancam warga atas prinsip-prinsip netralitas
lainnya dengan senjata. Di Wina, negara, kebebasan agama, dan
Austria, 3 warga tewas dan kebebasan berpikir, berpendapat,
beberapa luka akibat tembakan dan berekspresi warga demi
seorang warga terkait peristiwa melindungi ideologi nasional yang
di Prancis (the Jakarta Post, dilandaskan pada kebebasan,
4 November 2020). Dampak kesetaraan, dan persaudaraan
ekonomi yang tidak rasional (liberte, egalite et fraternite).
dengan pemboikotan produk Sedangkan kekuasaan publik
Prancis telah terjadi. Komplikasi dan alokasi pajak pendapatan
politik mengikutinya, dengan untuk agama dibatasi, agar
pemanggilan Dubes Prancis oleh warga terlindungi dari perlakuan
pemerintah di banyak negara diskriminatif pemerintah dan
untuk memberi klarifikasi. Bahkan, sesama warga terkait agama yang
reaksi memulangkan mereka dan dianutnya dan dalam menjalankan
melakukan pemutusan hubungan ibadahnya (Remond, 1999). Secara
diplomatik, seperti dilakukan konstitusional, praktik laicite ini
Turki yang di bawah Kemal dilindungi oleh Pasal 1 Undang-
Attaturk pernah mengadopsi Undang Dasar Prancis, yang
sekulerisme. menghindari keterlibatan agama
Tulisan ini membahas dalam penyelenggaraan negara
mengapa konflik warga dan dan pemerintahan, terutama dalam
pemerintah di Prancis terkait pembuatan kebijakan publik
relasi agama dan negara terus (undang-undang). Perjuangan ini
berlangsung. Penjelasan dan cukup panjang setelah Prancis
analisis diperlukan sebab tudingan mengalami riwayat perang saudara
pelecehan agama terus terjadi, yang hebat (1562-1598) karena
sedangkan sikap pemerintah perbedaan antara penganut Katolik
dan Protestan yang masuk ke ranah karena, misalnya, ASN muslim
bernegara dan bermasyarakat. tidak diperkenakan memakai
Sekulerisme Prancis hijab, yang Katolik/Kristen tidak
lebih jauh dimaknai sebagai diperbolehkan mengenakan
pembebasan institusi publik kalung salib, dan keberadaan
dari intervensi gereja yang simbol-simbol agama di tempat
mengakibatkan perpecahan dan publik, termasuk sekolah, dilarang.
konflik yang mendalam berabad- Karenanya, di negara dengan
abad sebelumnya. Sejalan dengan eksistensi peran agama yang tidak
adopsi prinsip ini, tidak ada boleh dominan, pembunuhan
agama prioritas yang mendapat terhadap orang yang dituding
tempat sebagai agama negara. melakukan pelecehan agama
Sekulerisme Prancis ini menentang menjadi absurd (Owen, 2020: 6).
peran otoritas pemimpin agama
9 dalam bernegara, termasuk Paus Memahami Pandangan Kaum
sebagai Kepala Gereja Katolik Muslim
sedunia dalam pentasbihan Raja. Kritik keras atas sekulerisme
Dengan demikian, posisi setiap Prancis muncul dari para penganut
warga negara, termasuk Islam yang agama yang berpendapat bahwa
banyak dianut para pendatang menghina agama dan para tokoh
(imigran), setara dengan penganut yang dimuliakannya bukanlah
Katolik yang sebelumnya menjadi kebebasan berekspresi. Para
agama negara. pemimpin di berbagai negara juga
Jadi, negara/pemerintah mengingatkan bahwa kebebasan
tidak lagi memiliki peran dan berekspresi sebagai Hak Asasi
bisa melakukan intervensi dalam Manusia (HAM) yang dilindungi
urusan agama, kecuali akibat yang dalam Piagam PBB juga harus
ditimbulkannya berdampak pada disertai dengan kewajiban
masyarakat. Tindakan negara/ yang tidak terpisahkan untuk
pemerintah dalam hubungannya menjaganya, sehingga tanpa
dengan agama (gereja) hanya kecaman dan larangan pembuatan,
untuk mencegah perilaku penerbitan dan pembahasan kartun
menyimpang yang bertentangan Nabi di sekolah-sekolah, dinilai
dengan prinsip sekulerisme. mendukung aksi Charlie Hebdo,
Pemisahan peran negara dan Samuel Paty dan lain-lain yang
agama tidak berarti negara/ selama ini dinilai telah melakukan
pemerintah memusuhi agama pelecehan agama, khususnya Islam.
serta para tokoh dan penganutnya, Sedangkan persoalan
melainkan melindungi mereka fundamentalnya bagi Pemerintah
dari perselisihan yang bisa Prancis, kebebasan berekspresi itu
timbul dalam bernegara dan bukanlah kejahatan dan pidana,
bermasyarakat. Mereka yang sehingga tidak bisa dihentikan dan
tidak sependapat melihat dihukum para pelakunya. Dengan
laicite bukan untuk melndungi sikap ini, Presiden Macron, seperti
kebebasan berekspresi, tetapi juga Dubes Prancis di Indonesia,
seperti membatasi ruang gerak Olivier Chambard, berargumen
(penganut) agama dalam negara, bahwa sekalipun telah terjadi kasus
yang sering dikatakan sebagai hujatan, tanpa otoritas negara mau
‘pelecehan agama’ itu, negerinya mendengarkan mereka, sekalipun
tidak memusuhi Islam sama sekali. Paus, Kepala Gereja Katolik
Sebab selama ini Prancis juga sedunia, telah menyatakan prihatin.
melindungi para pelarian politik Namun, bagaimanapun, terkait
dan tokoh penting Islam yang pelecehan agama Islam, Pemerintah
terusir dari negara mereka, seperti Prancis tidak bisa menganggap
Ayatullah Khomeini, yang tidak sepele, sebab reaksi pemerintah
kembali ke Iran sebelum penguasa dan masyarakat di negara dengan
otoriter Reza Pahlevi tumbang. penduduk, apalagi yang mayoritas,
Prancis sejak lama telah menjadi muslim, tidak bisa dianggap
negeri bebas untuk para imigran sepele. Hal ini dapat berujung pada
dan pengungsi asal negeri-negeri tuntutan pemutusan hubungan
Islam. diplomatik serta aksi-aksi anarkis
Bagaimanapun, telah terhadap berbagai kepentingan
Prancis.
10
tercipta jurang pendapat antara
Prancis dan warga beragama Sejak awal diketahui,
yang sulit dipertemukan. Bagi pandangan kaum muslim
para pemeluk agama, apa yang sejagad dalam masalah kartun
dilakukan Charlie Hebdo selama Nabi, termasuk Nahdlatul
ini adalah pelecehan kepercayaan Ulama (organisasi Islam terbesar
mereka. Dalam kasus kartun di Indonesia) yang dikenal
Nabi, bagi umat Islam sejagad, moderat dan ramahpun, sulit
majalah utama satir Prancis dan menoleransinya. Bagi kaum
simbol kebebasan berekspresi muslim, termasuk di Indonesia,
masyarakat di sana itu sungguh sekulerisme a la Prancis sulit
tidak menghormati dan telah diterima. Karenanya, penjelasan
melakukan pelecehan terhadap Macron tetap tidak dapat diterima
figur yang sangat dimuliakan. kebanyakan warga muslim sejagad,
Tetapi, Pemerintah Prancis seperti begitu juga dengan penjelasan
tidak (dapat) berusaha dan gagal berulang kali Dubes Chombard di
paham untuk berempati pada Indonesia yang mayoritas muslim.
warga muslim yang tersinggung Aksi demonstrasi di Indonesia
dan merasa dihina berulang- terjadi di berbagai daerah, yang
ulang oleh negeri bebas yang telah seperti di negara-negara lain,
menampung mereka selama ini diiringi maraknya kemarahan.
dari eksklusi di negeri asal mereka,
bekas jajahannya. Memperbaiki Citra Prancis di
Jadi, Pemerintah Prancis Mata Dunia
seperti lebih (bisa) berpihak Logis, penjelasan Presiden
pada para penghujat agama, Macron mengaitkan langsung
terutama Islam, belakangan radikalisme dengan Islam
ini. Prancis tampaknya sering mengundang kemarahan para
menyulut masalah, bukan baru tokoh Islam, termasuk di Indonesia.
sekali, tetapi berulang-ulang. Seharusnya ia menyadari bahwa
Sebelumnya, penganut Katolik, eks kasus radikalisme bisa terjadi di
agama negara, sering mengalami (agama) mana saja, seperti dalam
penembakan terhadap jamaah menyadari jika sudah menyentuh
masjid di Selandia Baru yang masalah emosi komunitas dan
dilakukan ekstrimis Australia. nilai-nilai yang fundamental,
Kasus kartun dan sikap Presiden rehabilitasi hubungan dengan
Macron tidak hanya melukai, warganya dan negara lain tidak
namun telah mengganggu mudah dilakukan. Presiden
hubungan Prancis dan masyarakat Macron dan Dubes Chombard,
dunia. walaupun merasa benar, perlu
Konflik Prancis dan Islam memperlihatkan sikap empati yang
memang tidak dapat dipisahkan lebih besar bagi umat beragama
dari sejarah panjang kolonialisme yang dilecehkan.
negeri itu di Timur Tengah dan Presiden Macron tidak bisa
Afrika. Dengan praktik sekulerisme begitu saja mengubah prinsip
yang dibanggakannya, Prancis sulit sekulerisme negerinya dan
11 melepaskan diri dari sindromnya
sebagai negara eks kolonialis yang
melanggar konstitusi. Urusan
warga dalam berekspresi memang
lebih maju. Sementara, problem tidak bisa diintervensi, namun
kesenjangan dan kecemburuan pemerintah harus mengingatkan
sosial belakangan meluas, terutama mereka bahwa inheren dengan
di kalangan imigran muslim. hak asasi terdapat kewajiban
Namun, respons Presiden Macron asasi warga untuk menghormati
sendiri jangan dilihat secara naif, agama lain, seperti tertuang dalam
sebab ia dengan Partai Sosialisnya Deklarasi Universal HAM PBB.
tengah butuh dukungan politik Sehingga, sebelum konflik muncul,
dari warga pribumi, karena kian himbauan untuk mencegah konflik
tersudut popularitasnya dari tokoh harus dilakukan pemerintah, dan
partai kanan, Front National, dialog publik perlu difasilitasi
Marine le Pen. Warga pribumi agar dapat muncul sikap saling
Prancis sendiri turut mengecam menghormati.
keterlambatan Macron dalam
mencegah maraknya ekstrimisme Referensi
penduduk imigran, seperti Azra, Azyumardi, ”Charlie Hebdo:
responsnya kepada Gillet Jaunes Tugas Bersama“, Republika, 5
dan pandemi Covid-19 (Smith, November 2020, hal. 5.
2020). Bennet-Jones Owen, “Sources of
militancy”, the Jakarta Post, 4
Penutup November 2020, hal. 6.
Berulangnya kasus kartun Dikarma, Kamran, “Chambard:
Nabi menunjukkan kekurangpekaan Prancis Tidak Menentang
dan empati Prancis tidak hanya Islam”, Republika, 10
pada warga muslimnya, namun November 2020, hal. 5.
juga pada warga muslim dunia. Ini Djumala, Darmansyah, ”Kartun
telah menimbulkan implikasi yang Nabi dalam Paradoks Eropa.”
merugikan kepentingan Prancis, Kompas, 7 November 2020, hal.
dan mengancam stabilitas politik 6.
domestik dan di berbagai negara. Khera, Jastinder, ”One of suspected
Pemerintah Macron seharusnya killers identified as Islam.” the
Jakarta Post, 4 November 2020, Smith, Justin E.H., “Emmanuel
hal. 4. Macron Confront s Islamist
Remond, Rene, Religion and Society Violence, the Yellow Jackets,
in Modern Europe, Massachusets: and Covid-19,” Foreign Affairs, 4
Blackwell, 1999. November 2020.
Rofiq, Ahmad, ”Anomali Kebebasan.”
Republika, 5 November 2020, hal.
5.

12

Poltak Partogi Nainggolan


partogi.nainggolan@dpr.go.id

Prof. Dr. phil. Poltak Partogi Nainggolan, M.A., menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu
Politik dan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Indonesia
pada tahun 1986, pendidikan S2 Ilmu Politik dan Hubungan Internasional the University
of Birmingham (UK) pada tahun 1999, dan pendidikan S3 Ilmu Politik dan Hubungan
Internasional Albert Ludwigs Universitaet Freiburg (Deutschland) pada 2011 dengan
judicium magna cumlaude. Beliau adalah seorang Profesor Riset bidang Hubungan
Internasional pada Pusat Penelitian-Badan Keahlian Seketariat Jenderal DPR RI.
Beberapa karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku antara
lain: Indonesia dan Rivalitas China, Jepang, dan India (2018) dan Proxy War di Timur
Tengah (2019).

Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai